• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Sosial dan Budaya Petani Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan Sosial dan Budaya Petani Sawit"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah salah satu negara yang dilintasi garis khatulistiwa dan

berada diantara benua Asia dan Australia serta Samudera Pasifik dan Samudera

Hindia. Indonesia juga merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia

memiliki luas daratan 1.922.570 km², sedangkan luas perairannya 3.257.483 km².

Pencaharian penduduk Indonesia beragam, ada yang bermata pencaharian

dibidang pertanian, perternakan, perikanan, dan ada pula yang bermata

pencaharian sebagai pekerja kantoran seperti di kota-kota besar di Indonesia.

Tingkat kesuburan tanah dan iklim yang dimiliki oleh bangsa Indonesia

sangat cocok untuk bidang pertanian. Oleh sebab itu 70% mata pencaharian

penduduk Indonesia adalah di bidang pertanian. Lahan pertanian indonesia

terbentang luas dari sabang sampai merauke dengan keanekaragaman tanaman

pertanian. Mulai dari tanaman palawija1 seperti jagung, umbi-umbian dan kacang-kacangan, tanaman Hortikultura2 seperti terong,tomat,dan mentimun, hingga tanaman keras3

Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan

pengasil karet dan sawit yang sangat besar. Tahun 2011 tercatat ekspor nasional seperti sawit,coklat dan karet.

1

tanaman palawija secara harfiah dapat di katakan sebagai tanaman kedua setelah tanaman utama dari padi. Dalam era sekarang pengertian tanaman palawija di artikan semua tanaman yang kering tanaman palawija ini juga bisa digunakan untuk menggantikan padi sebagai makanan pokok.

2

Tanaman yang biasa ditanam di kebun, seperti buahan-buahan dan sayur-sayuran. 3

(2)

subsektor perkebunan mencapai lebih dari US$ 32 miliar atau Rp.382 triliun yang

sebagian besar bersumber dari kelapa sawit (53,56%) dan karet (34,56%).

Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu penyumbang devisa nasional

subsektor perkebunan, khususnya untuk komoditas karet dan kelapa sawit, hal ini

bisa dilihat dari produksi pada Tahun 2011 sebesar 3,12 juta ton CPO terbesar

kedua setelah Provinsi Riau dari total produksi nasional sebesar 22,5 juta ton

CPO. Sementara itu untuk produksi karet di Sumatera Utara sebesar 463,4 ribu

ton karet kering terbesar kedua setelah Sumatera Selatan dari total produksi karet

nasional sebesar 3,08 juta ton karet kering4

Sawit merupakan bahan mentah yang sangat dibutuhkan untuk dijadikan

komposisi utama dari minyak goreng, margarin, lilin, bahan kosmetik dan sangat

dibutuhkan juga dalam industri farmasi. Oleh sebab itu permintaan akan sawit

sangat tinggi dewasa ini. Permintaan yang tinggi mengakibatkan pada mahalnya

harga CPO (Crude Palm Oil) dan menjadikan harga 1 kg tandan buah segar juga

tinggi. Ketika terjadi keadaan seperti ini, maka pengusaha sawit yang sudah

produktif mendapatkan keuntungan yang besar, baik pemilik perusahaan

perkebunan ataupun pemilik sawit pribadi (petani sawit). Keuntungan-keuntungan

tersebut bila di perusahaan, pada umumnya digunakan untuk memperluas lahan

sawit mereka dengan membuka lahan sawit baru di wilayah lain. Selain itu,

keuntungan tersebut juga digunakan untuk memperbaiki sistem manajemen . Dari keterangan diatas dapat dilihat

bahwa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan dari provinsi Sumatera

Utara di samping karet.

4

(3)

perusahaan agar lebih baik lagi dan menghasilkan keuntungan yang lebih besar

lagi.

Keuntungan dikalangan petani sawit (masyarakat) menjadikan taraf

perekonomian mereka meningkat dari sebelumnya. Peningkatan taraf

perekonomian tersebut sangat berpengaruh pada perubahan semua aspek, seperti

aspek sosial dan budaya serta aspek pendidikan anak-anak mereka. Misalnya,

sebelumnya mereka tidak dapat menyekolahkan anak pertama, dengan

mempunyai kebun sawit anak keduanya dapat bersekolah, sebelumnya rumah

mereka semi permanen sekarang menjadi permanen, sebelumnya mereka sering

melakukan gotong royong sekarang menjadi jarang karena ada pekerja yang

menanggani dan mengelola keadaan jalan yang di bayar oleh mereka.

Perubahan ekonomi kearah yang lebih baik mempengaruhi perubahan

sosial budaya yang dialami oleh masyarakat. Sebagai contoh perubahan yang

dialami oleh masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat. Asnawi mengatakan

(dalam Zed dkk, 1992:86) perubahan ekonomi kearah yang lebih baik juga telah

membawa pengaruh kepada keadaan sosial masyarakat Minangkabau.

Perubahan-perubahan dalam masyarakat manusia dapat berupa Perubahan-perubahan yang lambat,

sedang dan cepat, atau secara evolusi dan revolusi (Ranjabar, 2008:11). Menurut

Sudharto, perubahan itu dapat berupa kemajuan (progress) atau kemunduran

(regress), luas ataupun terbatas (dalam Karim, 1982: 42).

Perubahan juga berlaku pada semakin banyaknya jumlah penduduk yang

datang untuk bekerja di desa atau kampung dengan lahan sawit banyak. Ini terjadi

karena para pemilik sawit tidak mampu lagi mengelola dan memelihara sawitnya

(4)

luar kampung untuk menimba ilmu di Kota, sehingga mereka mengunakan buruh

untuk pengelolaan sawit dan pemanenan TBS5

Perubahan tidak berdampak positif saja, tetapi juga berdampak negatif.

Sebagai contoh dengan mampunya mereka membeli peralatan elektronik, secara

tidak langsung telah mengubah tingkah laku masyarakat dari yang biasanya sering

berkumpul hanya untuk menonton televisi di satu tempat (warung-warung) tetapi

karena semua telah mampu membeli televisi. Mereka menonton televisi di rumah

masing-masing sehingga interaksi antar individu menjadi berkurang. Teknologi

juga merusak moral anak-anak di desa tersebut. Seperti pengunaan handphone

canggih. Dengan adanya handphone tersebut anak-anak dengan mudah mengakses

video-video dewasa yang bertebaran di dunia maya. Disini jelas terlihat hubungan

antara kemampuan ekonomi terhadap minat membeli teknologi baru sehingga

menyebabkan perubahan social dan budaya. Tidak perlu teknologi yang sangat

maju, asal saja agak maju daripada teknologi yang ada, menyebabkan perubahan

social (Soedjito, 1986:82)

. Mulai dari pemupukan, penutasan

dan pemanenan dikerjakan semunya oleh buruh. Sementara para pemilik lahan

sawit hanya mengontrol tanpa bersentuhan langsung dengan peralatan dan bahan

untuk mengelola sawit.

Dampak negative yang lain adalah munculnya sifat sombong pada

individu yang telah berubah menjadi orang kaya. Ada beberapa kasus tentang

gejala ini diantaranya, sangat segar ingatan kita tentang Darsem sang TKW asal

subang yang lolos hukuman pancung di Arab Saudi. Uang yang dimilikinya hasil

5

(5)

dari sumbangan masyarakat Indonesia digunakannya untuk memborong perhiasan

mewah.6

Melihat keadaan tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang

Perubahan- Perubahan Sosial dan Budaya yang terjadi Dikalangan Petani Kelapa Sawit.

1.2Tinjauan Pustaka

Sebagai makhluk, manusia adalah citra yang tidak pernah selesai.

Keberhasilan hari kemarin adalah awal perjuangan hari ini, keberhasialan hari ini

adalah awal perjuangan hari esok, demikian seterusnya. Setiap persoalan

menuntut pemecahan, dan setiap keadaan yang merupakan hasil pemecahan itu

tidak berarti “ telah selesai”, selalu timbul masalah baru yang menuntut wawasan

baru pula. Itulah kehidupan, seperti yang dikemukakan oleh Sudharto (dalam

Karim,1982:42) .Jadi tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa hakekat kehidupan

manusia adalah perubahan. Perubahan tidak semua mengarah pada keadaan yang

baik, tetapi tak jarang juga perubahan yang mengarah pada keadaan buruk.

Ranjabar berpendapat bahwa Perubahan-perubahan bukanlah semata-mata berarti

suatu kemajuan, namun dapat pula berarti suatu kemunduran dari bidang-bidang

kehidupan tertentu. (Ranjabar 2008:12).

Masyarakat merupakan sebuah sistem sosial yang didalam sistem sosial

tersebut masyarakat selalu mengalami perubahan. Tidak ada masyarakat yang

tidak mengalami perubahan, walaupun dalam taraf yang kecil sekalipun,

masyarakat (yang didalamnya terdiri dari banyak sekali individu-individu) akan

selalu berubah.(Nanang Martono, 2012:1).

6

(6)

a. Defenisi Perubahan Sosial dan Budaya

Perubahan yang terjadi pada masyarakat pada umumnya terjadi pada

perubahan pada lembaga kemasyarakatan yang memperngaruhi sistem sosial,

termasuk didalamnya terdapat nilai-nilai, sikap-sikap dan pola perikelakuan di

antara kelompok dalam masyarakat seperti yang dikemukakan oleh selo

soemardjan (dalam Karim 1982:47). Perubahan-perubahan yang menyangkut

tentang manusia tersebut lazim disebut perubahan sosial. Ada beberapa tokoh

yang mendefenisikan tentang perubahan sosial diantaranya ;

1. Gillin dan Gillin (dalam Basrowi 2005:155) mendefenisikan

perubahan sosial adalah suatu variasi dari cara-cara hidup yang

telah diterima, yang disebabkan, baik karena

perubahan-perubahan, kondisi geografis, kebudayaan materil, komposisi

penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi dan

penemuan-penemuan sanitasi.

2. Wilbert Moore (dalam Ranjabar, 2008:15) mendefenisikan

perubahan sosial sebagai perubahan penting dari struktur

social, seperti norma, nilai dan fenomena cultural

3. Menurut Lauer (dalam Martono, 2013:5), Perubahan sosial

dimaknai sebagai perubahan fenomena sosial di berbagai

tingkat kehidupan manusia, mulai dari tingkat

individu,masyarakat sampai pada tingkat dunia.

4. Menurut Harper (dalam Martono 2012: 5), perubahan sosial

(7)

mengenai struktur sosial dalam kurun waktu tertentu. Masih

menurut Harper, perubahan struktur sosial didalamnya terdapat

perubahan dalam personal, perubahan dalam cara

bagian-bagian struktur social berhubungan, perubahan dalam

fungsi-fungsi srtuktur, perubahan dalam hubungan struktur yang

berbeda,dan yang terakhir perubahan-perubahan tersebut

memunculkan struktur baru.

Perubahan sosial pada dasarnya merupakan perubahan budaya. Sangat

sulit membedakan antara perubahan sosial dan perubahan budaya. Perubahan

sosial dan perubahan budaya hanya dapat dibedakan dengan membedakan secara

tegas pengertian antara masyarakat7 dan kebudayaan8

Perubahan sosial meliputi perubahan dalam perbedaan usia, tingkat

kelahiran, penurunan rasa kekeluargaan antar anggota masyarakat sebagai

akibatdari arus urbanisasi

. Dengan membedakan

kedua konsep tersebut, maka dengan sendirinya akan membedakan antara

perubahan sosial dan perubahan budaya.(Martono, 2012:12).

9

dan modernisasi10

7

Masyarakat juga sering dikenal dengan istilah society yang berarti sekumpulan orang yang membentuk sistem, yang terjadi komunikasi didalam kelompok tersebut. Menurut Wikipedia, kata Masyarakat sendiri diambil dari bahasa arab, Musyarak. Masyarakat juga bisa diartikan sekelompok orang yang saling berhubungan dan kemudian membentuk kelompok yang lebih besar. Biasanya masyarakat sering diartikan sekelompok orang yang hidup dalam satu wilayah dan hidup teratur oleh adat didalamnya.

. Sedangkan perubahan kebudayaan

8

kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

9

(8)

jauh lebih luas dari perubahan sosial. Perubahan budaya menyangkut banyak

aspek dalam kehidupan. Diantaranya kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi,

aturan-aturan hidup dan filsafat. .(Martono, 2012:12).

Tampak jelas sekali bahwa perubahan sosial dan perubahan budaya

merupakan satu kesatuan yang saling kait mengkait. Ada masyarakat maka ada

kebudayaan. Ada kebudayaan maka ada masyarakat.

Kebudayaan tercipta karena keberadaan manusia. Manusia menciptakan

dan memakainya,sehingga kebudayaan ada sepanjang keberadaan manusia.

Masyarakat merupakan koleltivitas individu yang secara bersama-sama

menciptakan kebudayaan. Norma dan nilai sebagai unsur kebudayaan merupakan

pedoman dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh sebab itu, unsur kebudayaan itu

merupakan alat dan rujukan terhadap tindakan anggota dan masyarakat itu sendiri

secara keseluruhan (Basrowi 2005:87).

b. Faktor perubahan sosial dan budaya

Faktor-faktor terjadinya perubahan sosial dan budaya sangat

beragam.Menurut Tilaar (dalam Martono, 2012:9) faktor-faktor yang

mempengaruhi perubahan sosial tidaklah berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu

jaringan dari berbagai faktor yang telah menyebabkan perubahan sosial terjadi.

Perubahan sosial merupakan sebuah proses yang terjadi dengan sendirinya. Oleh

Soekanto (dalam Martono, 2012:16) faktor yang memunculkan terjadinya

perubahan social digolongkan menjadi faktor dari dalam dan faktor dari luar.

Faktor yang berasal dari dalam. Pertama, bertambah dan berkurangnya penduduk.

Kedua,penemuan-penemuan baru. Ketiga, pertentangan atau konflik. Keempat,

10

(9)

terjadinya pemberontakan atau revolusi. Faktor yang berasal dari luar.Pertama,

terjadinya bencana alam atau kondisi lingkungan fisik. Kedua, peperangan.

Ketiga, adanya pengaruh kebudayaan masyarakat lain.

Sementara Menurut Kubu perspektif materialis, bahwa perubahan sosial

pada dasarnya terjadi karena adanya faktor material yang menyebabkannya.

Faktor material tersebut diantaranya adalah faktor ekonomi dan teknologi yang

berhubungan dengan ekonomi produksi. Pada dasarnya, perspektif ini menyatakan

bahwa teknologi baru atau model produksi baru (ekonomi) menghasilkan

perubahan pada interaksi sosial, organisasi sosial dan pada akhirnya menghasilkan

nilai budaya, kepercayaan dan norma. Jelas terlihat bahwa ekonomi menjadi salah

satu faktor atau pendorong terjadinya perubahan social dan budaya. Ekonomi

secara bahasa merupakan serapan dari bahasa inggris yaitu economy. Sementara

kata economy itu sendiri berasal dari bahasa yunani, yaitu oikonomike yang berarti

pengelolaan rumah tangga. Adapun maksud ekonomi adalah suatu usaha dalam

pembuatan keputusan dan pelaksanaannya yang berhubungan dengan

pengalokasian sumber daya rumah tangga yang terbatas diantara berbagai

anggotanya, dengan mempertimbangkan kemampuan, usaha, dan keinginan

masing-masing (Damsar, 2011:10). Sementara kegiatan Ekonomi merupakan

gejala bagaimana cara orang atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka

terhadap barang dan jasa. Cara-cara tersebut berkaitan dengan semua aktifitas

orang dan masyarakat yang berhubungan dengan produksi,distribusi, pertukaran

dan konsumsi barang-barang atau jasa. (Damsar, 2011:36)

Menurut Marx terdapat 3 tema menarik ketika kita hendak mempelajari

(10)

1. Perubahan sosial menekankan pada kondisi materialis yang berpusat

pada perubahan cara atau teknik produksi material sebagai sumber

perubahan sosial budaya.

2. Perubahan sosial utama adalah kondisi material dan cara produksi dan

hubungan sosial serta norma-norma kepemilikan.

3. Manusia menciptakan sejarah materialnya sendiri, selama ini mereka

berjuang menghadapi lingkungan materialnya dan terlibat dalam

hubungan-hubungan sosial yang terbatas dalam proses

pembentukannya. Kemampuan manusia untuk membentuk sejarahnya

sendiri dibatasi oleh keadaan lingkungan material dan sosial yang telah

ada.

Dari pendapat marx tersebut dapat disumpulkan bahwa perubahan

perekonomian menyebabkan perubahan sosial serta budaya setiap masyarakat.

Perubahan tersebut terjadi karena ada rasa kepuasan tersendiri dengan apa yang

didapatkannya (harta) dan mereka ingin menunjukan bahwa mereka lebih dari

yang lainnya.

Perubahan terjadi pada semua elemen masyarakat. Termasuk dikalangan

petani, perubahan sosial juga terjadi. Seperti penelitian yang dilakukan oleh geertz

di pedesaan jawa. Perubahan yang terjadi adalah semakin bertambah miskinnya

masyarakat jawa. Kemiskinan tersebut memunculkan inovasi masyarakat

yang mampu mendukung kepadatan penduduk yang tinggi dan kenaikan hasil

persatuan luas yang mudah dicapai dengan penambahan tenaga kerja. Disamping

itu sistem gotong royong yang baik antara anggota masyarakat menyebabkan

(11)

Sudharto (dalam Karim, 1982:49) kemiskinan di pulau jawa seperti api dalam

sekam, yang makin lama makin membesar dan baru terlihat ketika sekam itu

terbakar.

Perubahan sosial dan budaya dalam masyarakat petani juga berhubungan

dengan gaya hidup mereka. Gaya hidup adalah bagaimana seseorang menjalankan

apa yang menjadi konsep dirinya yang ditentukan oleh karakteristik individu yang

terbangun dan terbentuk sejak lahir dan seiring dengan interaksi sosial selama

mereka menjalani siklus kehidupan. 11

1.3Perumusan Masalah

Masalah timbul karena adanya tantangan, adanya kesangsian kita ataupun

kebinggungan kita terhadap suatu fenomena sosial. Gejala-gejala yang timbul

tersebut sangat perlu untuk dipelajari.

Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui dan melihat masalah atau perubahan

tersebut.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka

permasalahan yang menjadi perhatian penulis adalah :

Bagaimana perubahan sosial dan budaya yang terjadi dikalangan petani sawit Desa Batang Pane-I Kec. Padang Bolak, Kab. Paluta, Prov. Sumut.

Untuk menjawab pertanyaan diatas, penulis memfokuskan rentang waktu

pada dua periode. Periode I adalah ketika desa baru dibuka sampai kebun sawit

11

(12)

mereka menghasilkan buah pasir12

Dari rincian-rincian tersebut, kelak dapat terlihat dimana dan bagaimana

bentuk perubahan sosial dan budaya yang terjadi dikalangan petani sawit di desa

Tranmigran Batang Pane –I.

. Periode kedua adalah ketika kebun sawit

mereka menghasilkan buah pasir sampai kondisi sekarang (terakhir).

1.4Tujuan dan Manfaat penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui perubahan sosial dan budaya yang terjadi

dikalangan petani sawit akibat meningkatnya perekonomian mereka,

serta pendapat mereka tentang perubahan yang terjadi.

2. Untuk memperoleh pemahaman tentang keadaan sosial dan budaya

masyarakat petani sawit “yang telah berhasil”.

3. Untuk mendesripsikan masalah-masalah perubahan social dan budaya

yang timbul akibat perekonomian mereka meningkat.

Adapun manfaat yang diharapkan dan diperoleh dari hasil penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Secara subyektif. Sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan

kemampuan berpikir ilmiah,sistematis dan metodologis penulis dalam

menyusun berbagai kajian literatur untuk menjadikan suatu wacana

baru dalam khazanah kepustakaan pendidikan. Khususnya dalam

kajian ilmu Antropologi Sosial.

12

(13)

2. Secara praktis. Dalam hal ini memberikan data dan informasi yang

berguna bagi semua kalangan terutama bagi mereka yang secara serius

mengamati perubahan sosial dan budaya pada masyarakat petani sawit.

3. Secara akademis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi baik secara langsung ataupun tidak bagi kepustakaan

departemen Antropologi Sosial dan bagi kalangan penulis lainnya yang

tertarik mengeksplorasi kembali kajian tentang perubahan sosial dan

budaya masyarakat petani sawit.

1.5Metode Penelitian

1.5.1 Bentuk Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskritif adalah penelitian yang bertujuan

mengambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau

kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala

atau frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dan gejala lain dalam

masyarakat. Tipe utama penelitian deskriptif mencakup penilaian sikap atau

pendapat tentang individu, organisasi dan peristiwa (Silalahi, 2009:28). Hasil

penelitiannya berupa gambaran tentang suatu fenomena atau gejala-gejala sosial

yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

1.5.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Batang Pane –I, Kec. Padang Bolak, Kab.

Paluta, Prov. Sumatera Utara. Alasan penulis memilih lokasi penelitian tersebut

(14)

transmigran lainnya. (Desa Batang Pane-II dan Desa Batang Pane-III).Mata

pencaharian di desa tersebut mayoritas adalah petani, dan sawit merupakan hasil

pertanian utama mereka.

1.5.3 Teknik Pengumpulan data

1.5.3.1Pengumpulan data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dan

berkaitan dengan permasalahan yang dihadapai. Pengumpulan data yang

digunakan adalah :

a. Wawancara, yaitu dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan secara langsung dan terbuka kepada informan

atau pihak yang berhubungan dan memiliki relevansi

terhadap masalah yang berhubungan dengan penelitian

dengan mengaju pada interview guide.

b. Observasi, yaitu mengamati secara langsung dengan

mencatat gejala-gejala yang ditemukan dilapangan serta

menjaring data yang tidak terjangkau.

1.5.3.2Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang tidak diperoleh langsung dari

objek penelitian. Pengumpulan data yang dilakukan adalah :

a. Penelitian Kepustakaan, yaitu dengan cara mengumpulkan

data melauli buku-buku ilmiah, tulisan, karangan ilmiah

(15)

b. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan

mengunakan catatan-catatan atau foto-foto yang ada

dilokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang relevan

dengan objek penelitian.

1.5.4 Informan Penelitian

Penelitian ini tidak mengunakan istilah populasi dan sample dan yang

menjadi populasi dalam penelitian kualitatif ini adalah social situation yang terdiri

dari tempat, pelaku dan aktivitas yang saling bersinergis. Sampel dalam penelitian

ini bukanlah responden tetapi narasumber atau partisipan yang dapat membantu

peneliti dalam menjawab masalah penelitian.

Untuk itu informan dalam penelitian ini dibagi beberapa macam, yaitu:

1. Informan Kunci (key informan) merupakan mereka yang

mengetahui desa tersebut. Dalam hal ini peneliti menentukan

Kepala Desa serta tokoh-masyarakat sebagai informan kunci.

2. Informan Utama merupakan mereka yang terlibat langsung dalam

melakukan perubahan sosial dan budaya mereka sendiri. Dalam

hal ini peneliti memilih para cendikiawan desa dan orang-orang

tua yang merupakan transmigran pertama di desa tersebut.

3. Informan Tambahan merupakan mereka yang dapat memeberikan

informasi tentang perubahan-perubahan sosial dan budaya yang

ada di desa tersebut. Dalam hal ini informan tambahannya adalah

(16)

1.5.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

data kualitatif yaitu dengan menguraikan, menginterperstasikan serta

mendeskripsikan data yang diperoleh di lapangan dari para informan.

Penganalisaan ini didasarkan atas kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta,

data, informasi. Kemudian data yang diperoleh akan dianalisa sehingga

diharapkan muncul gambaran yang dapat mengungkapkan masalah penelitian.

Terdapat beberapa aktivitas dalam analisi data yaitu :

1. Reduksi data

Reduksi data dilakukan dengan cara merangkum dan memfokuskan

hal-hal yang penting tentang penelitian dengan mencari tema dan

pola hingga memberikan gambaran yang lebih jelas, dan

memperrmudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya mencari bila diperlukan

2. Penyajian Data

Dengan penyajian data maka peneliti dapat dengan mudah

memahami data yang telah diperoleh selama penelitian. Penyajian

data ini dilakukan dalam bentuk uraian atau teks yang berseifat

naratif, bagan dan dalam bentuk tabel.

3. Verification

Dalam penelitian ini, kesimpulan awal yang dikemukakan masih

bersifat sementara dan bisa berubah bila tidak ditemukan

(17)

kesimpulan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid

dan konsisten saat peneliti di lapangan, maka data tersebut dapat

dikatakan sebagai data yang kredibel

1.6 PENGALAMAN PENELITIAN

Penelitian terhadap masyarakat desa Batang Pane-I dimulai pada awal

bulan maret. Walaupun pada saat itu peneliti tidak membawa surat keterangan

penelitian yang dikeluarkan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU,

tetapi antusias aparatur desa sangat tinggi terhadap tema penelitian saya ini,

sehingga saya diizinkan melakukan penelitian dengan catatan surat izin penelitian

lapangan harus tetap diberikan, walaupun menyusul.

Awal penelitian, saya melakukan kunjungan ke kantor balai desa Batang

Pane-I untuk bertemu seseorang yang merupakan sekretaris desa, sebelumnya

saya sudah membuat janji lebih dahulu mengenai waktu yang cocok untuk

berkunjung ke kantor desa tersebut. Sekitar pukul 09.00 pagi, penulis berkunjung

ke kantor kepala desa, ketika saya sampai dikantor tersebut, kantor belum buka

dan belum ada pegawai yang datang. Selang beberapa menit kemudian barulah

salah satu pegawai kantor yang juga merupakan orang yang sudah terlebih dulu

janjian dengan saya datang.

Beliau sangat antusias menyambut saya dan dengan cepat beliau

mempersilahkan saya masuk ke ruangan tempat biasa beliau kerja. Ternyata tanpa

banyak bicara, beliau langsung menyodorkan sebuah buku yang berisi tentang

(18)

lebih dahulu berkomunikasi di rumah beliau beberapa hari sebelumnya. Pada saat

bertemu dengan beliau dirumahnya, saya memaparkan apa yang akan menjadi

kajian penelitian, dan data-data apa saja yang dibutuhkan mengenai desa Batang

Pane-I tersebut.

Beliau juga mengutarakan bahwa beliau sangat senang ada mahasiswa

yang mau melakukan penelitian tentang desa Batang Pane-I ini, menggingat dari

awal berdiri desa, belum ada mahasiswa yang melakukan penelitian yang

bertemakan “sosial dan budaya” di desa tersebut. Untuk itu, beliau juga

menginginkan diberikan salinan skripsi saya ketika sudah selesai nantinya.

Tetapi hal berbeda saya dapati ketika melakukan wawancara dengan

masyarakat desa Batang Pane-I ini, informan pertama yang penulis wawancarai

adalah tokoh masyarakat yang juga merupakan ketua Badan Kemakmuran Mesjid

At-Taqwa, satu-satunya mesjid yang ada di desa Batang Pane-I ini. Pada saat itu,

memang waktu saya melakukan wawancara kurang tepat, waktu itu beliau baru

pulang dari mesjid selepas melakukan sholat jum’at, dan beliau akan pergi ke

ladang untuk mengembala lembunya. Sehingga informasi dari beliau tidak banyak

dan beliau menyarankan saya untuk mendatangi tokoh-tokoh masyarakat yang

lain.

Selain orang tua, saya juga mewancarai orang muda yang notabenenya

adalah guru SMP Negeri 6 Padang Bolak, satu-satunya SMP yang ada di desa

tersebut. Tetapi untuk informan yang satu ini, saya tidak datang berkunjung

kerumahnya, melainkan beliaulah yang datang mengunjungi saya, mengingat

(19)

menyodorkan beberapa pertanyaan yang sebetulnya berkaitan dengan tema

penelitian saya, tetapi saya tidak mengutarakan bahwasannya pertanyaan itu

diperuntukan untuk penelitian. Tampak sebuah kebingungan terpancar dari raut

wajah “kawan masa kecil” saya ini. Setalah bercerita lumayan lama, barulah saya

mengutarakan maksud dan tujuan “pulang kampung”. Dan saya pun meminta

bantuan kepada beliau untuk menunjukan siapa-siapa saja tokoh masyarakat di

desa ini. Dan ternyata para tokoh masyarakat di Desa ini juga merupakan para

stake holder pemerintahan desa (Pemdes).

Mahasiswa yang berasal dari desa Batang Pane-I ini juga tidak luput dari

daftar informan saya. Ada beberapa mahasiswa yang saya wawancarai tentang

perubahan yang sudah terjadi di desa Batang Pane-I ini. Sangat mudah melakukan

wawancara dengan seorang mahasiswa, karena selain beliau teman saya , juga

sangat prihatin melihat perilaku anak-anak desa serta hubungan antar warga yang

menurut beliau sudah tidak seperti dulu lagi. Menurut beliau banyak perubahan

yang mengarah ke “negative”.

Hari berikutnya, sayapun berkunjung ke rumah salah seorang tokoh

masyarakat yang sudah berumur yang sudah ditunjuk oleh informan sebelumnya.

Menurut penuturan informan sebelumnya, mbah ini sangat galak kepada anak

muda yang tidak mempunyai sopan santun, mengingat beliau merupakan orang

asli jawa yang sangat kental dengan sopan santun. Untuk itu, informan

sebelumnya mengingatkan kepada saya untuk bertuturkata yang sopan serta

berkelakuan yang santun. Sebelum memulai wawancara, saya memaparkan sedikit

tentang maksud dan tujuan penulis berkunjung kerumah beliau serta menjelaskan

(20)

memohon maaf terlebih dahulu sebelum melakukan wawancara. Berbeda dengan

informan yang lain yang binggung ketika penulis wawancarai, kesan santai dan

tegas sangat terlihat dari informan yang satu ini dan tidak tampak sedikitpun

kebinggungan beliau menjawab pertanyaan yang saya utarakan, justru sebaliknya,

saya yang binggung menangkap isi pembicaraan beliau. Karena beliau bercerita

sangat panjang dan banyak yang berkenaan dengan perubahan fisik desa Batang

Pane-I ini, mulai dari perubahan jalan-jalan desa sampai perubahan rumah-rumah

masyarakat desa Batang Pane-I ini. Tetapi walaupun begitu banyak juga informasi

yang saya dapatkan dari beliau. Apalangi mengenai perilaku-perilaku yang telah

berubah dari masyarakat desa tersebut. Beliau juga menyinggung saya dengan

cara mengatakan banyak sekarang orang yang tidak peduli dengan budayanya

sendiri. Banyak anak-anak muda sekarang yang tidak bisa berbahasa jawa halus.

Selain tokoh masyarakat, saya juga mendatangi tokoh agama untuk

mengetahui bagaimana kereligiusan warga desa Batang Pane-I tersebut. Beliau,

yang saya dipanggil ustad, sangat antusias dan bersemangat memberikan

informasi kepada saya. Tidak tampak sedikitpun rasa keberatan dan terganggu

atas kehadiran saya di rumah beliau. Walaupun terkadang kala informasi yang

beliau berikan tidak saya butuhkan. Jika pembicaraan sudah melebar jauh dari

topik penelitian, maka saya harus memfokuskan pembicaraan dengan cara

bertanya terhadap topik penelitian. Dan itu terjadi berulang-ulang kali.

Ada perbedaan yang saya dapatkan ketika mewancarai tokoh masyarakat

dengan warga biasa yang bukan tokoh masyarakat. Ketika informan merupakan

tokoh masyarakat, banyak sekali pertanyaan yang muncul dari jawaban-jawaban

(21)

Sementara jika wawancara dilakukan dengan warga biasa, pembicaraan cenderung

berkutat pada pertanyaan yang saya utarakan dan wawancarapun berlangsung

singkat.

Dalam beberapa kesempatan, menulis mencoba mengabadikan keadaan

fisik desa Batang Pane-I seperti kondisi jalan, kondisi lapangan olahraga dan

beberapa sarana lainnya. Beberapa warga merasa heran dan hanya melihat dari

jauh tentang apa yang saya lakukan.

Karena tidak banyak data yang penulis dapatkan ketika melakukan

wawancara dengan warga biasa, maka penulis memutuskan untuk memfokuskan

wawancara dengan tokoh masyarakat serta guru-guru dan kaum terpelajar di desa

Batang Pane-I ini. Selain mereka merespon dan peduli terhadap penelitian penulis,

juga banyak informasi yang dapat diberikan oleh mereka, karena menurut saya

mereka sangat peka terhadap perubahan lingkungan mereka.

Oleh karena itu, saya banyak melakukan wawancara di kantor kepala desa,

mesjid dan mushola-mushola. Dimana tempat-tempat tersebut merupakan tempat

favorit para tokoh masyarakat ini bercengkrama satu sama lain. Kadang kala

wawancara tidak dilakukan dengan “satu lawan satu” seperti jika saya berkunjung

ke rumah warga. Tetapi bisa sampai empat informan yang penulis wawancarai

dalam satu waktu. Sehingga kadang kala terjadi perdebatan kecil diantara tokoh

masyarakat yang juga aparatur pemerintahan desa Batang Pane-I ini.

Awal mei, saya melakukan kunjungan lagi ke desa Batang Pane-I ini untuk

(22)

sekaligus mengambil surat yang dikeluarkan oleh pemerintah desa Batang Pane-I

sebagai balasan surat dari pihak FISIP USU.

Referensi

Dokumen terkait

Sudah menjadi agenda serta rutinitas tahunan setiap ada hari atau moment penting dalam agama islam yang dirayakan. Seperti Isra Mi’raj, Maulid Nabi dan hari raya Idul Fitri

sekedar jalan-jalan, belanja dan mengurus keperluan birokrasi. “… kalau untuk mobil, sudah banyak juga warga yang punya di desa ini. Kalau dirata-ratakan dapat dikatakan setiap RT

Demikian juga yang terdapat pada keluarga petani kelapa sawit di desa Bakti Mulya,. dimana peran anggota keluarga sangat dibutuhkan dalam mengelola lahan yang

Winda Febriana Ardy. Perkebunan Indigo dan Perubahan Sosial Ekonomi Petani di Karesidenan Bagelen tahun 1830-1864. Skripsi: Program Studi Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya,

Perubahan sosial budaya adalah perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, mencakup perubahan budaya yang di dalamnya terdapat perubahan nilai-nilai dan tata cara kehidupan

Perubahan sosial budaya adalah perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, mencakup perubahan budaya yang didalamnya terdapat perubahan nilai-nilai dan tata

Buku ini membahas tentang tanaman Kayu Raja Andalan di Sumatra dari sudut pandang sosial budaya petani dan

Perubahan sosial budaya berlaku dalam bentuk evolusi dan revolusi berdasarkan pengaruh dan