BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tanaman Pala 2.1.1 Sistematika tanaman Pala
Sistematika tanaman pala yaitu : (Hapsoh, 2011).
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Magnoliidae
Ordo : Magnoliales
Famili : Myristicaceae
Genus : Myristica
Spesies : Myristica fragrans Houtt
2.1.2 Deskripsi tanama pala
Tanaman pala (Myristica fragrans Houtt) ini berasal dari pulau Banda dan
sekarang sudah menyebar ke daerah-daerah lain Indonesia. Jenis ini sampai
sekarang masih merupakan jenis yang unggul utama di Indonesia, tumbuh baik di
daerah pegunungan dengan ketinggian kurang dari 700 meter dari permukaan laut.
Jenis ini membentuk pohon yang tingginya lebih dari 18 meter dan berdiameter
30-45 cm. Biji pala tunggal, berkeping dua, dilidungi oleh tempurung, walaupun
tempurung berwarna coklat tua dan licin permukaannya bila sudah cukup tua dan
kering (Nurdjannah, 2007).
Pohon pala batang tegak, berkayu, berwarna putih kotor, daun tunggal,
bentuk lonjong, ujung dan pangkal runcing, warna hijau mengkilat. Bunga
berbentuk malai, keluar dari ketiak daun, bunga jantan berbentuk bola, warna
kuning. Sedangkan biji kecil, bulat telur, selubung biji merah, biji berwarna hitam
kecoklatan (Hapsoh, 2011)
Nama ilmiah dari buah pala adalah Myristica fragrans Houtt. Jika dilihat
dari sudut morfologinya, tanaman pala merupakan pohon sedang. Tinggi
pohonnya rata-rata 10-15 m, kadang-kadang sampai 20 m. adapun cirri khasnya,
daun tanaman pala tidak pernah mengalami gugur sepanjang tahun. Salah satu
kelebihan tanaman pala, yakni dapat berubah sepanjang tahun sehingga kapan pun
orang akan bisa menikmati buahnya. Pengolahan buah pala hanya menjadi
manisan kering atau pun basah. Buah pala mempunyai kelebihan Karena hampir
seluruh bagian tanaman pala dapat dimanfaatkan untuk beraneka macam
keperluan, termasuk sebagai bahan obat (Syukur, 2001).
2.1.3 Karakteristik umum
Pohon pala dapat tumbuh di daerah tropis pada ketinggian di bawah 700 m
dari permukaan laut, beriklim lembab dan panas, curah hujan 2.000-3.500 mm
tanpa mengalami periode musim kering secara nyata. Tanaman pala umumnya
dibudidayakan di Kepulauan Maluku, khususnya Ambon dan Banda., Manado,
Sumatera Barat, Jawa Barat, dan Papua. Perdagangan, salut biji pala dinamakan
myristicae arillus atau macis. Daging buah pala dinamakan myristicae fructus
cortex (Lutony, ddk, 2002).
Tanaman pala diperbanyak dengan cara sistem penyemaian biji yang
kemudian dipindahkan ke tanah yang mempenuhi syarat. Tanah yang paling baik
adalah tanah yang berasal dari gunung berapi, pohon pala akan tumbuh subur pada
daerah pantai. Pertumbuhan tanaman tersebut sangat baik pada pulau kecil. Pohon
pala mulai berbuah pada umur 8-10 tahun, dan hasil maksimum diperoleh pada
umur 25 tahun, dan dapat menghasilkan buah hingga umur 60 sampai 70 tahun.
Pemanenan dapat dilakukan 3 kali setahun hasil 1000 buah dari pohon pala yang
telah tua (Assagaf, dkk, 2012).
Iklim tropis yang panas dan curah hujan yang tinggi tanpa adanya periode
kering yang nyata sangat bagus untuk pertumbuhan tanaman pala. Rata-rata curah
hujan yang terjadi di daerah asalnya (Banda) sekitar 2,656 mm\th dengan jumlah
hari hujan 167 hari merata sepanjang tahun. Ketinggian 0-700 m diatas
permukaan laut. Suhu bekisar anatar 18Cº-34ºC, suhu yang terbaik untuk
pertumbuhan tanaman pala antara 25ºC-30ºC (Hapsoh, 2011).
Tumbuhan ini berumah dua (dioecious) sehingga dikenal pohon jantan dan
pohon betina, daunnya berbentuk elips. Bunga pala berwarna kuning pucat, lunak
dan berbau harum. Buah pala berwarna kuning hijau, tekstur keras, diameter
bervariasi antara 3-9 sentimeter. Buah masak daging buahnya akan terbuka,
sehingga terlihat biji yang berwarna coklat dan tertutup oleh arilis berwarna merah
cerah dan berbentuk seperti jala atau berlubang-lubang. Selaput merah ini jika
2.1.4 Kandungan kimia
Biji buah pala mengandung minyak atsiri sampai 10%, berisi miristin
(yang bersifat membius) sekitar 4%, pinen, 80% kamfer, 8% dipente, safrol 0,6%,
egenol, dan alkohol 6%, minyak lemak sekitar 40%, berupa gliserida dari asam
miristinat, asam oleat dan asam linoleat, abu 4%, zat putih telur 25% sampai 40%,
pati dan gula (Kartasapoetra, 1992 dan Nurdjannah, 2007).
Kandungan kimia ekstrak biji pala dalam bentuk minyak atsiri dan
oleoresin telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang pangan sebagai flavor
agent seperti pada pembuatan minuman berbahan dasar susu, makanan berbahan
dasar daging hewan, maupun dalam bidang kesehatan dan kecantikan seperti
aroma terapi, parfum, pasta gigi maupun dalam pengobatan tradisonal (Assagaf,
dkk, 2012).
2.1.5 Kegunaan dan manfaat
Minyak biji atau fuli pala mengandung unsur-unsur psikotropik yang dapat
menimbulkan rasa berkhayal atau rasa halusinasi alias merasa memiliki kekuatan
yang istimewa kalau di makan. Unsur yang dapat mengakibatkan timbulnya
halusinasi tersebut, berdasarkan dugaan para ahli, disebabkan oleh senyawa yang
bernama miristin. Minyak pala juga memiliki daya bunuh yang hebat dan jitu
terhadap larva dan serangga yang dapat menyebabkan penyakit seperti nyamuk
atau pun serangga hama tanaman (Lutony, dkk, 2002).
Minyak pala cocok untuk problem sirkulasi darah, otot, persendian, asam
urat, (guot), sakit dan nyeri otot, rematik, kembung, salah pencernaan, lemah
dapat mendukung kelenjar adrenal untuk meningkatkan energi. Minyak pala juga
dapat mendukung sistem saraf yang terganggu yang menyebabkan, impontensi,
dan gangguan saraf (Asyik, 2010).
2.2 Minyak atsiri
Minyak atsiri adalah zat berbau atau biasa disebut dengan minyak esential,
karena minyak eteris pada suhu kamar mudah menguap di udara terbuka tanpa
mengalami penguraian. Istilah esential atau minyak yang berbau wangi dipakai
karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman penghasilnya. Keadaan murni
dan segar biasanya minyak atsiri umumnya memiliki tidak berwarna atau
berwarna kekuning-kuningan dengan rasa dan bau yang khas berubah menjadi
lebih gelap (Hapsoh, 2001).
Perkembangan dari hasil sintesis senyawa turunanan minyak atsiri dapat
digunakan sebagai, antioksidan, aromaterapi, penjerap logam, sun screen block
dan banyak lagi kegunaan lainnya. Pendidikan merupakan salah satu media
strategis yang dapat digunakan untuk mempercepat transfer ilmu banyak
disarankan dalam proses pembelajaran kimia (Agusta, 20002).
Minyak atsiri adalah minyak yang mudah menguap yang terdiri atas
campuran zat yang mudah menguap dengan komposisi dan titik didih yang
berbeda. Minyak atsiri sebagian besar diperoleh dengan cara penyulingan atau
distilasi. Metode destilasi telah secara luas digunakan untuk mengambil minyak
atsiri dari tanaman baik secara utuh atau merupakan bagian dari tanaman seperti
Sumber minyak atsiri dapat diperoleh dari setiap bagian tanaman seperti
daun, bunga, buah, biji, batang, akar ataupun rimpang. Selain itu dapat larut baik
dalam etanol dan pelarut organik, namun sukar larut dalam air dan kurang larut
dalam etanol yang kadarnya kurang dari 70%. Umumnya zat organik pada minyak
atsiri tersusun dari unsur C, H dan O berupa senyawa alifatis atau aromatis
meliputi kelompok hidrokarbon, ester, eter, aldehid, keton, alkohol dan asam
(Agusta, 20002).
Salah satu hasil sisa proses metabolisme dalam tanaman adalah minyak
atsiri, yang terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia dengan
adanya air. Minyak tersebut di sintesis dalam sel kelenjar pada jaringan tanaman
dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin, misalnya minyak terpentin
dari pohon pinus (Guenther, 1990).
2.2.1 Keberadaan minyak atsiri dalam tanaman
Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti di dalam rambut
kelenjar , di dalam sel-sel parenkim, terkadang dalam semua jaringan. Pada bunga
mawar, kandungan minyak atsiri terbanyak terpusat pada mahkota bunga, pada
kayu manis banyak ditemui pada kulit batang (korteks) yang diolah dalam industri
parfum (Guenther, 1987).
2.2.2 Sifat-sifat minyak atsiri
Adapun sifat-sifat minyak atsiri diterangkan sebagai berikut:
(Sastrohamidjojo, 2004).
2. Memiliki bau khas, umumnya bau minyak atsiri akan ini mewakili bau dari
tanaman asalnya.
3. Bau minyak atsiri satu dengan yang lain berbeda-beda, sangat tergantung dari
macam dan intensitas bau masing-masing berdasarkan komponen penyusun
yang terdapat pada minyak atsiri.
4. Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberi
kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika sampai dikulit,
tergantung dari jenis komponen penyusun yang terdapat pada minyak.
5. Keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa-senyawa lain) mudah
menguap pada suhu kamar sehingga bila diteteskan pada selembar kertas
maka ketika dibiarkan minyak atsiri akan menguap pada kertas.
6. Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubah menjadi
tengik (rancid). Ini berbeda dengan minyak lemak yang tersusun oleh
asam-asam lemak.
7. Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen
udara, sinar matahari (terutama gelombang ultra violet), dan panas karena
terdiri dari berbagai macam komponen penyusun yang ada pada minyak
atsiri.
8. Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air, tetapi cukup dapat larut
sehingga dapat memberikan baunya yang khas kepada air walaupun
kelarutannya kecil.
9. Sangat mudah larut dalam pelarut organik.
Tabel 2.1 Parameter Syarat Mutu Minyak Pala menurut SNI 06-2388-2006
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
Warna
Bau
-
-
Tidak berwarna-kuning pucat
Khas minyak pala
2 Bobot Jenis 200C/200C - 0,880 - 0,910
3 Indeks bias (��20
) - 1,470 – 1,497
4 Kelarutan dalam etanol 90%
pada suhu 200C
- 1:3 jernih, seterusnya jernih
5 Putaran optic - (+)80 – (+)250
6 Sisa penguapan % Maksimum 2,0
7 Miristin % Minimum 10
2.2.3 Parameter minyak atsiri
Beberapa parameter untuk menguji kualitas minyak atsiri yaitu :
(Sastrohamidjojo, 2004).
2.2.3.1 Bobot jenis
Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu
dan kemurnian minyak atsiri. Penentuan bobot jenis menggunakan alat
piknometer. Bobot jenis minyak atsiri umumnya berkisar antara 0,800-1,180.
Nilai bobot jenis minyak atsiri didefinisikan sebagai perbandingan antara bobot
minyak dengan bobot air pada volume air yang sama dengan volume minyak pada
yang sama pula. Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat
komponen-komponen yang terkandung didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang
bobot jenis komponen terpen teroksigenasi lebih besar dibandingkan dengan
terpen tak teroksigenasi (Sastrohamidjojo, 2004).
2.2.3.2 Indeks bias
Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam
udara dengan kecepatan cahaya didalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks
bias minyak atsiri berhubungan erat dengan komponen - komponen yang tersusun
dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis dimana
komponen penyusun minyak atsiri dapat dipengaruhi oleh nilai dari indeks bias
minyak atsiri yang di uji. Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat
komponen-komponen yang terkandung didalamnya (Depkes RI, 1984).
Semakin banyak komponen berantai panjang seperti sesquiterpen atau
komponen bergugus oksigen ikut tersuling, maka kerapatan medium minyak atsiri
akan bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih sukar untuk dibiaskan.
Hal ini menyebabkan indeks bias minyak lebih besar. Minyak atsiri dengan nilai
indeks bias yang besar lebih bagus dibandingkan dengan minyak atsiri dengan
nilai indeks bias yang kecil (Sastrohamidjojo, 2004).
2.2.3.3 Putaran optik
Sifat optik dari minyak atsiri ditentukan menggunakan alat polarimeter
yang nilainya dinyatakan dengan derajat rotasi. Sebagian besar minyak atsiri jika
ditempatkan dalam cahaya yang dipolarisasikan maka memiliki sifat memutar
bidang polarisasi ke arah kanan (dextrorotary) atau ke arah kiri (laevorotary).
Pengukuran parameter ini sangat menentukan kriteria kemurnian suatu minyak
2.2.3.4 Kelarutan dalam alkohol
Kelarutan dalam alkohol merupakan nilai perbandingan banyaknya
minyak atsiri yang larut sempurna dengan pelarut alkohol. Setiap minyak atsiri
mempunyai nilai kelarutan dalam alkohol yang spesifik, sehingga sifat ini bisa
digunakan untuk menentukan suatu kemurnian minyak atsiri. Minyak atsiri
banyak yang mudah larut dalam etanol dan jarang yang larut dalam air, sehingga
kelarutannya mudah diketahui dengan menggunakan etanol pada berbagai tingkat
konsentrasi. Untuk menentukan kelarutan minyak atsiri juga tergantung pada
kecepatan daya larut dan kualitas minyak atsiri tersebut. Kelarutan minyak juga
dapat berubah karena lamanya penyimpanan (Sastrohamidjojo, 2004).
Kondisi penyimpanan kurang baik dapat mempercepat polimerisasi
diantaranya cahaya, udara, dan adanya air bisa menimbulkan pengaruh yang tidak
baik. Minyak atsiri mempunyai sifat yang larut dalam pelarut organik dan tidak
larut dalam air. Alkohol diketahui merupakan gugus OH. Alkohol dapat larut
dengan minyak atsiri maka pada komposisi minyak atsiri yang dihasilkan tersebut
terdapat komponen-komponen terpen teroksigenasi yang larut dalam alkohol
dengan perbandingan yang sesuai (Guenther, 1987).
2.2.4 Metode penyulingan minyak atsiri
Metode penyulingan minyak atsiri dalam industri minyak atsiri dikenal
tiga macam, yaitu metode penyulingan dengan air, metode penyulingan air dan
uap dan metode penyulingan uap, keuntungan dari metode distilasi air dan uap
dibandingkan dengan metode destilasi uap ataupun distilasi air yaitu bahan yang
tidak melebihi suhu uap jenuh sehingga kerusakan minyak lebih kecil
dibandingkan dengan metode distilasi yang lain (Nurjdannah, 2007).
2.2.4.1 Penyulingan dengan air
Metode ini, bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air
mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas air atau terendam secara sempurna
tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Air dipanaskan
dengan metode pemanasan yang biasa dilakukan, yaitu dengan panas langsung,
mantel uap, pipa uap melingkar tertutup, atau dengan memakai pipa uap
melingkar terbuka atau berlubang. Ciri khas dari metode ini ialah kontak langsung
antara bahan dengan air mendidih (Guenther, 1987).
2.2.4.2 Penyulingan dengan air dan uap
Metode penyulingan dengan air dan uap, bahan yang akan olah diletakkan
di atas rak-rak atau saringan berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai
permukaan air berada tidak jauh dari bawah saringan. Air dapat dipanaskan
dengan berbagai cara yaitu dengan uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah.
Ciri khas dari metode ini adalah:
1. Uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas.
2. Bahan- bahan yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak
dengan air panas (Syukur, 2001).
2.2.4.3 Penyulingan dengan uap
Penyulingan uap merupakan suatu metode untuk isolasi dan pemurnian
senyawa. Metode ini digunakan untuk cairan yang tidak bercampur atau hanya
bercampur akan mengikuti tekanan parsial, yakni tekanan total dari suatu
campuran adalah jumlah tekanan parsial. Tekanan parsial bersifat proposional
terhadap fraksi mol dari konstituen dalam fase uap (Nurjadnnah, 2007).
Metode penyulingan uap, atau penyulingan uap langsung dan prinsipnya
sama dengan yang telah dibicarakan diatas, kecuali air tidak diisikan dalam ketel.
Uap yang digunakan adalah uap jenuh atau uap kelewat panas pada tekanan lebih
dari 1 atmosfer. Uap dialirkan melalui pipa uap melingkar yang berpori yang
terletak dibawah bahan, dan uap bergerak keatas melalui bahan yang terletak di
atas saringan (Guenther, 1987).
2.2.5 Kandungan kimia minyak atsiri
Minyak atsiri tidak satupun tersusun dari senyawa- senyawa tunggal, tetapi
merupakan campuran beberapa komponen yang memiliki tipe-tipe yang
berbeda-beda. Berdasarkan cara isolasinya, komponen-komponen penyusun dari minyak
atsiri dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok sebagai berikut : (Guenther,
1990).
1. Kelompok yang mengkristal pada suhu rendah, misalnya stearoptena.
2. Kelompok senyawa yang dapat dipisahkan melalui proses destilasi bertingkat.
3. Kelompok senyawa yang dipisahkan melalui proses kristalisasi bertingkat.
4. Kelompok senyawa yang pemisahannya dilakukan melalui kromatografi.
5. Kelompok senyawa yang diisolasi melalui proses-proses kimia
2.2.6 Penggolongan minyak atsiri
yang namun komponen tersebut dapat digolongkan kedalam 4 kelompok besar
yang dominan menentukan sifat minyak atsiri, yaitu: (Guenther, 1990).
1. Terpen, yang ada hubungan dengan isopren atau isopentena
2. Persenyawaan berantai lurus, tidak mengandung rantai cabang
3. Turunan benzen
4. Bermacam-macam persenyawaan lainnya
2.3 Minyak Pala
Minyak pala adalah minyak yang dihasilkan dari penyulingan biji pala
jenis Myristica fragrans atau dikenal dengan sebutan Pala Banda. Jenis pala
tersebut banyak dibudidayakan dan diolah di daerah Maluku, Sulawesi Utara,
Aceh, Sumatera Barat, dan Pulau Jawa. Minyak pala merupakan salah satu
minyak atsiri yang banyak diekspor Indonesia. Minyak pala banyak digunakan
dalam formula obat-obatan, parfum, minuman, detergen, aromaterapi, dan
lain-lain. Biji pala merupakan hasil utama yang memiliki nilai ekonomi tinggi dari
tanaman pala di bandingkan dengan bagian yang lain dari tanaman pala (Lutony,
dkk, 2002).
Buah pala didalamnya terdapat biji pala (nutmeg) dan pembungkus biji (fuli
atau mace). Umumnya setelah dikeringkan, kedua hasil diekspor langsung.
Negara perantara atau pemakai, biji serta fuli yang utuh dan berukuran besar
biasanya langsung digunakan sebagai bahan rempah-rempah. Biji dan fuli yang
berukuran kecil dan cacat akan di olah atau jadikan serbuk untuk di suling,
2.3.1 Parameter mutu minyak pala
Beberapa parameter yang digunakan untuk mengetahui standar mutu
minyak pala meliputi, bobot jenis, indeks bias, penentuan kelarutan dalam etanol
(BSN, 2006).
2.3.1.1 Bobot jenis minyak pala
Prinsip bobot jenis minyak pala didasarkan pada perbandingan antara berat
minyak dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Penentuan bobot jenis
minyak pala yaitu dengan cara menggunakan alat piknometer. Piknometer dicuci
dan dibersihkan, kemudian dibasuh berturut-turut dengan etanol dan dietil eter.
Bagian dalam piknometer dan tutupnya dikeringkan dengan arus udara kering dan
sisipkan tutupnya. Didiamkan pinometer di dalam lemari timbangan selama 30
menit dan ditimbang (m). Piknometer diisi dengan air suling yang telah
dididihkan pada suhu 20°C. sambil menghindari adanya gelembung gelembung
udara. Piknometer dicelupkan ke dalam penangas air pada suhu 20°C ± 0,2°C
selama 30 menit sisipkan penutupnya kemudian dikeringkan piknometernya.
Piknometer didiamkan dalam lemari timbangan selama 30 menit, kemudian
ditimbang dengan isinya (m1). Piknometer tersebut dikosongkan, dan dicuci
dengan etanol dan dietil eter. Kemudian dikeringkan dengan arus udara kering.
Piknometer diisi dengan contoh minyak dan hindari adanya
gelembung-gelembung udara. Piknometer dan penutupnya dimasukkan kembali dalam
penangas air pada suhu 20°C ± 0,2°C selama 30 menit dan dikeringkan
piknometer tersebut. Piknometer dibiarkan di dalam lemari timbangan selama 30
2.3.1.2 Indeks bias minyak pala
Prinsip indeks bias minyak pala didasarkan pada pengukuran langsung
sudut bias minyak yang dipertahankan pada kondisi suhu yang tetap pada minyak
pala yang akan di uji (BSN, 2006).
Penentuan indeks bias minyak pala yaitu dengan cara menggunakan alat
refraktometer. Air dialirkan melalui refraktometer agar alat ini berada pada suhu
dimana pembacaan akan dilakukan, suhu kerja harus diperhatikan dengan
toleransi ± 0,2°C. Sebelum minyak tersebut diletakkan di dalam alat, minyak
harus berada pada suhu yang sama dengan suhu dimana pengukuran akan
dilakukan. Pembacaan dilakukan bila suhu sudah stabil (Depkes RI, 1984 ).
2.3.1.3 Penentuan kelarutan minyak pala dalam etanol
Prinsip penentuan kelarutan minyak pala dalam etanol didasarkan pada
prinsip kelarutan minyak pala dalam etanol absolut atau etanol yang diencerkan
yang menimbulkan kekeruhan dan dinyatakan sebagai larut sebagian atau larut
seluruhnya, berarti bahwa minyak tersebut membentuk larutan yang bening dan
cerah dalam perbandingan-perbandingan seperti yang dinyatakan (BSN, 2006).
Penentuan kelarutan minyak pala dalam etanol sangat sederhana dengan
cara. Tempatkan 1 ml contoh dan diukur dengan teliti di dalam gelas ukur yang
berukuran 10 ml atau 25 ml, tambahkan etanol 90%, setetes demi setetes.
Kocoklah setelah setiap penambahan sampai diperoleh suatu larutan yang
sebening mungkin pada suhu 20°C, bila larutan tersebut tidak bening,
bandingkanlah kekeruhan yang terjadi dengan kekeruhan larutan pembandingan,
etanol berlebih karena beberapa minyak tertentu mengendap pada penambahan
etanol lebih lanjut (BSN, 2006).
2.3.2 Manfaat dan kegunaan minyak pala
Kegunaan senyawa penyusun minyak atsiri pala antara lain senyawa
camphene dan turunannya memiliki sifat antibakteri, antijamur, dan insektisida
yang kuat, banyak digunakan dalam industri dan manufaktur. Camphene dapat
dikonversi menjadi senyawa lain, digunakan dalam pembuatan kapur barus, obat
dalam farmasi, dan camphene sendiri telah terbukti dapat mencegah atheromatosis
pada aorta beberapa hewan (Lutony, dkk, 2002).
Minyak pala juga digunakan dalam industri obat-obatan sebagai obat sakit
perut, diare dan bronchitis. Minyak pala berguna untuk meningkatkan daya cerna,
mengobati diare dan mual. Selain itu juga untuk desentri, maag, menghentikan
muntah, mulas, perut kembung serta obat rematik. Senyawa aromatik yang
terdapat pada biji dan bunga pala bersifat merangsang halusinasi. Memakan
maksimum 5 gram bubuk atau minyak pala mengakibatkan keracunan yang
ditandai dengan muntah, kepala pusing dan mulut kering biji pala digunakan
dalam dosis kecil sebagai bumbu masakan daging dan sup (Nurdjannah, 2007).
Senyawa d-pinene digunakan dalam pembuatan kapur barus (kamper) dan
pelarut, plastik, dasar parfum dan minyak pinus sintetis. Kemudian dipentene
digunakan sebagai bahan pelarut, juga digunakan dalam pembuatan resin.
Senyawa d-linalool juga disebut coriandrol dan geraniol paling utama digunakan
dalam wangian sedangkan senyawa d-borneol digunakan dalam pembuatan
2.3.3 Penyulingan minyak pala
Penyulingan minyak atsiri pala bisa dilakukan dengan cara penyulingan
uap (destilasi) pada tekanan rendah, sedangkan penyulingan dengan tekanan
tinggi bisa menyebabkan terbawanya minyak lemak sehingga akan menurunkan
mutu minyak atsiri. Pada biji pala, terdapat dua bagian utama yaitu 30–45%