• Tidak ada hasil yang ditemukan

ACARA II_Telmi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ACARA II_Telmi"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

ACARA II ACARA II

PENENTUAN SIFAT FISIK, SIFAT KIMIA LEMAK DAN MINYAK  PENENTUAN SIFAT FISIK, SIFAT KIMIA LEMAK DAN MINYAK  A.

A. TujuanTujuan

Tujuan dari praktikum acara ³Penentuan Sifat Fisik, Sifat Kimia Lemak  Tujuan dari praktikum acara ³Penentuan Sifat Fisik, Sifat Kimia Lemak  dan minyak´ ini adalah untuk menentukan sifat fisik, sifat kimia beberapa jenis dan minyak´ ini adalah untuk menentukan sifat fisik, sifat kimia beberapa jenis minyak yaitu berat jenis dan bilangan penyabunan,

minyak yaitu berat jenis dan bilangan penyabunan,

B

B.. Tinjauan PustakaTinjauan Pustaka 1.

1. Tinjauan bahanTinjauan bahan

Minyak kacang tanah merupakan minyak yang lebih baik daripada Minyak kacang tanah merupakan minyak yang lebih baik daripada minyak jagung, dan minyak biji kapas untuk dijadikan

minyak jagung, dan minyak biji kapas untuk dijadikan   salad dressing   salad dressing ,, disimpan di bawah suhu

-disimpan di bawah suhu -11°C.11°C. Hal ini disebabkan karena minyak kacangHal ini disebabkan karena minyak kacang tanah jika berwujud padat berbentuk amorf, di mana lapisan padat tersebut tanah jika berwujud padat berbentuk amorf, di mana lapisan padat tersebut tidak pecah sewaktu proses pembekuan

tidak pecah sewaktu proses pembekuan.. Minyak kacang tanah yangMinyak kacang tanah yang didinginkan pada suhu -6,6

didinginkan pada suhu -6,6°C°C, akan menjadi trigliserida padat, akan menjadi trigliserida padat.. BerdasarkanBerdasarkan   flow test 

  flow test , maka fase padat terbentuk dengan sempurna, maka fase padat terbentuk dengan sempurna.. Sifat fisiko-kimiaSifat fisiko-kimia minyak kacang tanah sebelum dan sesudah dimurnikan (Tabel

minyak kacang tanah sebelum dan sesudah dimurnikan (Tabel 1)1) Tabel

Tabel 1.1. Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kacang Tanah Sebelum dan SesudahSifat Fisiko-Kimia Minyak Kacang Tanah Sebelum dan Sesudah Dimurnikan

Dimurnikan Karakteristik

Karakteristik Sebelum dimurnikan Sebelum dimurnikan Sesudah Sesudah dimurnikandimurnikan Tipe

Tipe virginia virginia Tipe Tipe spanis spanis Bermacam-macamBermacam-macam varietas varietas Bilangan Iod Bilangan Iod Bilangan penyabunan Bilangan penyabunan Bilangan Polenske Bilangan Polenske Bilangan Reichert-Meissl Bilangan Reichert-Meissl Bilangan asetil Bilangan asetil Titer  Titer ((°C)°C) Titik cair  Titik cair  Titik asap ( Titik asap (°C)°C) Indeks bias n Indeks bias nDD 6060°C°C Bobot jenis Bobot jenis 94,80 94,80 1 187,8087,80 0,29 0,29 0,2 0,211 9,5 9,5 --0,9 0,9131366 90, 90,1100 1 188,2088,20 0, 0,1122 0,27 0,27 8,7 8,7 --0,9 0,9114848 90,0 ± 94,0 90,0 ± 94,0 1 186,0 ± 86,0 ± 1192,092,0 0,2 ± 0,7 0,2 ± 0,7 0, 0,11 ± ± 11,0,0 9,0 ± 9, 9,0 ± 9,11 28 ±  28 ± 3300 - 5,5 ± 2,2 - 5,5 ± 2,2 226,6 226,6 1 1,4558,4558 0,9 0,9110 ± 0,90 ± 0,91155 (Ketaren, (Ketaren, 11986986).).

(2)

Karakteristik minyak kacang tanah dari beberapa referensi disajikan dalam Tabel 2 Minyak kacang tanah tanpa pemurnian bersifat lunak tetapi sedikit langu, seperti flavor kacang yang akan dihilangkan selama pemurnian. Tabel 2 Karakteristik kimia dan fisika minyak kacang tanah

Karakteristik Nilai

Flavor dan bau Warna (visual)

Warna (Gardner, maksimum) Titik leleh

Titik asap

Berat jenis (21°C)

Asam lemak bebas (sebagai asam oleat, maks.) Bilangan Iod

Bilangan peroksida (maksimum)

Bilangan asetil

Panas peleburan (tak terhidrogenasi) Indeks bias (nD40°C)

Lemak yang tak tersabunkan

lunak  kuning terang 4 0 ± 3°C 229,4°C 0,915 0,05% 82 ± 106

10 meq oksigen peroksida/kg minyak  8,5 ± 9,5 21,7 kal/gr  1,46 ± 1,465 0,40% (Gunstone, 2000). Bau dan flavour dalam minyak selain terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak . Sedangkan bau khas dari minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh  persenyawaan beta ionone. Dan untuk titik cair minyak sawit berada dalam kisaran suhu tertentu karena minyak sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang memiliki titik cair yang berbeda-beda serta wujudnya agak  kental. Titik lunaknya berkisar antara 33-340C (Tim Penulis PS, 2000)

(3)

Dari table 3 dibawah dapat dilihat bahwa minyak sawit murni memiliki titik cair yang lebih tinggi dibanding minyak sawit kasar sehingga wujudnya sedikit lebih kental, serta memiliki indeks bias dan bilangan Iod yang lebih besar pula. Namun, bilangan penyabunannya ternyata lebih kecil dibanding minyak sawit kasar .

Tabel 3. Perbandingan Sifat Fisik-Kimia Minyak Sawit Sebelum Dan Sesudah Dimurnikan

Sifat Minyak Sawit Kasar Minyak Sawit Murni Titik Cair : Awal Akhir  21-24 26-29 29,4 40 Bobot Jenis 150C 0,859-0,870 Indeks bias D 400C 36-37,5 46-49 Bilangan Iod 14,5-19 46-52 Bilangan Penyabunan 224-249 196-206 Bil.Reichert Meissl 5,2-6,5 -Bil.Polenske 9,7-10,7 -Bil.Krichner 0,8-1,2 -Bil.Bartya 33 -(Ketaren, 1986). Lemak dikenali oleh asam predominan. Lemak dari daging sapi mengadung lemak jenuh. Kualitas penting dari semua asam lemak adalah kemampuan menahan panas. Semakin lemak itu jenuh, maka akan semakin kuat , karena ikatan jenuhnya lebih kuat dibandingkan dengan ikatan tak   jenuh. Lemak yang jenuh sifat fisiknya cendrung mengeras pada temperature

sedang, contohnya adalah lemak sapi. Lemak sapi (beef tallow) merupakan   bahan pakan alternatif yang dapat dicoba, khususnya karena merupakan sumber 

energi yang sangat potensial, yaitu dengan energi metabolis 7010 kkal/kg (Planck, 2006).

Minyak kelapa mengandung 92% lemak jenuh, sehingga pada kondisi ruang berbetuk cair . Minyak kelapa bermutu prima (SQ, Special Quality) mengandung asam lemak (FFA, Free Fatty Acid) tidak lebih dari 2 % pada saat pengapalan. Kualitas standar minyak kelapa sawit mengandung tidak 

(4)

lebih dari 5 % FFA. Setelah pengolahan, kelapa sawit bermutu akan menghasilkan rendemen minyak 22,1 %

-

22,2 % (tertinggi) dan kadar asam

lemak bebas 1,7 %

-

2,1 % (terendah) (Saifudin, 2008).

Produksi daging dan konsumsinya telah membuat perubahan perubahan dalam permintaan tipe ayam potong (broiler ). Lemak pada ayam, khususnya terbanyak berada di bagian abdomen dan sangat tidak disukai oleh konsumen, karena selain dapat mengganggu kesehatan, juga memberi imajinasi bahwa yang disebut daging  sudah harus terbebas dari lemak arena dapat menyebabkan obesitas (kegemukan) yang ditandai dengan banyaknya penimbunan lemak . Selanjutnya dijelaskan, bahwa dugaan selama ini terhadap kolesterol sebagai   penyebab kematian adalah anggapan yang keliru, karena pemicu sebenamya

adalah karbohidrat. (Suhendra, dkk . 2007). 2. Teori yang mendasari

Bobot jenis adalah perbandingan berat dari suatu volume contoh pada suhu 25°C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Cara ini dapat digunakan untuk semua minyak dan lemak yang dicairkan. Alat yang digunakan untuk penentuan ini ialah piknometer Bobot jenis dari minyak dan lemak biasanya ditentukan pada temperatur 25°C, akan tetapi dalam hal ini dianggap penting juga untuk diukur pada temperatur 40°C atau 60°C untuk  lemak yang titik cairnya tinggi. Pada penetapan bobot jenis, temperatur  dikontrol dengan hati-hati dalam kisaran temperatur yang pendek (Ketaren, 1986).

Bobot jenis merupakan perbandingan berat dari volume minyak atau lemak pada suhu 25°C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama (Sudarmadji et . al ., 1989).

Angka penyabunan dapat dipergunakan untuk menentukan berat molekul minyak dan lemak secara kasar . Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai C pendek berarti mempunyai berat molekul relatif kecil akan mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya minyak dengan

(5)

  berat molekul besar mempunyai angka penyabunan relatif kecil. Angka   penyabunan = bilangan penyabunan dinyatakan sebagai banyaknya (mg) KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram lemak atau minyak  (Sudarmadji et . al ., 1989).

Bilangan penyabunan ialah jumlah alkali yang dibutuhkan untuk  menyabunkan sejumlah contoh minyak . Bilangan penyabunan dinyatakan dalam jumlah miligram kalium hidroksida yang dibutuhkan untuk  menyabunkan 1 gram minyak atau lemak . Besarnya bilangan penyabunan tergantung dari berat molekul. Minyak yang mempunyai berat molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih tinggi daripada minyak  yang mempunyai berat molekul tinggi. Penentuan bilangan penyabunan dapat dilakukan pada semua jenis minyak dan lemak (Ketaren, 1986).

Bilangan Penyabunan merupakan jumlah mg KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 g lemak . Untuk menetralkan 1 molekul gliserida diperlukan 3 molekul alkali:

R 1COOH2 R 1COOK HOCH2

+

R 2COOCH + 3 KOH  R 2COOK + HOCH

+

R 3COOH2 R 3COOK HOCH2

Pada trigliserida dengan asam lemak yang rantai C-nya pendek, akan didapat lebih tinggi daripada asam lemak dengan rantai C panjang untuk   bilangan peroksidanya (Winarno, 2002).

Jika lemak atau minyak dipanaskan sampai suhu tertentu, dia akan mulai mengalami dekomposisi, menghasilkan kabut berwarna biru atau menghasilkan asap dengan bau karakteristik yang menusuk . Kebanyakan lemak dan minyak mulai berasap pada suhu di atas 200°C. Titik asap untuk  minyak jagung misalnya, adalah 232°C. Umumnya, minyak nabati

(6)

mempunyai titik asap lebih tinggi daripada lemak hewani. Dekomposisi trigliserida menghasilkan sejumlah kecil gliserol dan asam lemak . Gliserol mengalami dekomposisi lebih lanjut menghasilkan senyawa yang dinamakan akrolein. Proses dekomposisi ini tidak dapat berlangsung balik (´irreversible´) dan sewaktu menggunakan lemak atau minyak untuk menggoreng, hendaknya suhu penggorengan agar selalu di bawah titik asap. Titik asap bermanfaat dalam menentukan lemak atau minyak yang sesuai untuk keperluan menggoreng. Pemanasan ulang lemak atau minyak atau terdapatnya bagian-  bagian makanan yang hangus akan menurunkan titik asap. Pemanasan ulang  juga akan mengakibatkan perubahan oksidatip dan hidrolitik pada lemak dan

mengakibatkan akumulasi substansi yang akan memberikan flavour yang tidak disukai pada makanannya (Gaman dan Sherrington, 1992).

C. Metodologi 1. Alat a. Piknometer   b. Timbangan c. Pipet tetes d. Termometer  e. Erlenmeyer 200 ml f . Buret g. Tabung reaksi h. Pipet ukur 1 ml i. Propipet  j. Pendingin balik  k . Hot plate 2. Bahan

a. Minyak kelapa pemanasan

(7)

c. Minyak ayam d. Minyak sapi e. Aquadest

f . Larutan KOH (yang dibuat dari 56 g KOH dalam 1 liter alkohol) g. Indikator phenolphtalein (pp)

h. Larutan standar HCl 0,5 N

3. Cara kerja

a. Penentuan Berat Jenis

Ditimbang 2 piknometer kosong yang bersih dan kering

Diisi piknometer dengan aquadest, ditutup dan dilap dengan tissue.

Ditimbang piknometer beserta isinya, dan dicatat

Diulangi pekerjaan tersebut tapi piknometer diisi dengan minyak 

Ditentukan bobot jenisnya pada suhu pengukuran dengan mengikuti rumus: air   berat  piknometer   berat -minyak ) r  (piknomete  berat 

(8)

 b. Penentuan Angka Penyabunan

Ditimbang minyak sebanyak 5 g

Ditambah 50 ml larutan KOH (yang dibuat dari 56 g KOH dalam1 liter alkohol), ditutup dengan pendingin balik, dan dididihkan selama

30 menit

Dihitung angka penyabunan dengan rumus:

(g) sampel  berat KOH r  x HCl x ts) -(tb HCl ml  penyabunan Angka ! Catatan : Mr KOH = 56 01

Didinginkan, ditambahkan 3 tetes indikator phenolphthalein (pp), dan dititrasi kelebihan larutan KOH dengan larutan standar HCl 0,5  N. Untuk mengetahui kelebihan larutan KOH ini perlu dibuat titrasi

(9)

D. Hasil dan Pembahasan 1. Penentuan Berat Jenis

Tabel 2.1 Hasil Penentuan Berat Jenis Minyak 

Sampel Kel Berat jenis

Minyak kelapa pemanasan 1 0,8883

5 0,888

Minyak kacang tanah  pengempaan 2 1,16 6 0,827 Lemak ayam 3 0,888 7 0,831 Lemak sapi 4 0,847 8 0,867

Sumber: Laporan sementara Pembahasan

Berat jenis (specific gravity) adalah besaran murni tanpa dimensi maupun satuan (Giancoli, 1997). Berat jenis suatu zat adalah beratnya per  volume satuan. Berat jenis merupakan sifat yang cocok untuk statika fluida atau cairan dengan permukaan bebas dan merupakan bilangan tak berdimensi yang sama dengan besarnya kerapatan ini bila dinyatakan dalam kg/L (Streeter, 1993). Cara ini dapat digunakan untuk semua minyak dan lemak  yang dicairkan. Alat yang digunakan untuk penentuan ini ialah piknometer  (Ketaren, 1986).

Pada praktikum ini bertujuan untuk mengetahui berat jenis dari   beberapa sampel minyak yaitu minyak kelapa pemanasan, minyak kacang

tanah pengempaan, lemak ayam, dan lemak sapi. Penentuan berat jenis dari masing-masing sampel minyak ini dilakukan dengan membandingkan antara selisih berat (piknometer + minyak ) dan berat piknometer kosong dengan selisih berat (piknometer + air ) dan berat piknometer kosong pada volume dan suhu yang sama. Suhu air pada saat pengukuran adalah 28°C.

Pada penentuan berat jenis minyak ini diperoleh data seperti yang tersaji dalam tabel 2.1. Menurut Ketaren (1986), berat jenis minyak kelapa  pada suhu kamar sebesar 0,900. Dan dari data yang telah diperoleh berat jenis

(10)

sampel minyak kelapa pemanasan sebesar 0,8883 dan 0,888. Walaupun berat   jenis yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan teori, namun bila hasilnya

dibulatkan tetap sesuai dengan teori.

Menurut Ketaren (1986), berat jenis minyak kacang tanah berkisar  antara 0,910 ± 0,915. Dari data kelompok 2 dan 6 diketahui bahwa berat jenis minyak kacang tanah pengempaan sebesar 1,16 dan 0,827sehingga berat jenis yang telah diperoleh ini tidak sesuai dengan teori. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya partikel-partikel (misalnya kotoran) yang masuk ke dalam minyak selama minyak disimpan dalam kondisi terbuka. Partikel-partikel ini meskipun dalam jumlah yang sedikit tetapi akan tetap dapat mempengaruhi  berat jenis yang dihasilkan, selain itu saat proses penggorengan, penggilingan dan pengempaan yang tidak sesuai proses juga dapat mempengaruhi berat   jenis dari minyak kacang yang didapat. Menurut Griffinind (2007) sampel lemak ayam diperoleh berat jenis sebesar 0,840 Dari data kelompok 3 dan 7 diketahui bahwa berat jenis lemak ayam sebesar 0,888 dan 0,831 Walaupun   berat jenis yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan teori, namun hasilnya

tetap sesuai dengan teori. Dan sampel terakhir yaitu lemak sapi diperoleh dari data kelompok 4 dan 8 diketahui bahwa berat jenis lemak pengempaan sebesar 0,888 dan 0,831, sedangkan menurut teori yang dijelaskan Udayana (2002) berat jenis lemak minyak sekitar 0,889-0,938, sehingga berat jenis lemak sapi walaupun berbeda, namun perolehannya tidak jauh berbeda dengan teori.

Berdasarkan data yang diperoleh maka dapat diketahui pula bahwa sampel dengan berat jenis terbesar hingga terkecil secara berurutan adalah minyak kacang tanah pengempaan, minyak kelapa pemanasan, lemak ayam, dan lemak sapi.

(11)

2. Penentuan Angka Penyabunan

Tabel 2.2 Hasil Penentuan Angka Penyabunan Minyak 

Sampel Kel ml HCl Angka penyabunan

Blanko - 63,6 -Minyak kelapa  pemanasan 1 25 216,19 5 Minyak kacang tanah

 pengempaan 2 24 221,8 6 Lemak Ayam 3 47,8 88,50 7 Lemak Sapi 4 31,7 178,67 8 Sumber: Laporan sementara Pembahasan

Bilangan penyabunan adalah mg KOH yang dibutuhkan untuk  menyabunkan 1 g lemak (Winarno, 2004). Hal serupa juga diungkapkan Ketaren (1986) bilangan penyabunan merupakan jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah contoh minyak . Bilangan   penyabunan dinyatakan dalam jumlah miligram kalium hidroksida yang

dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak atau lemak . Besarnya  bilangan penyabunan tergantung dari berat molekul. Hal ini dapat dijelaskan, dengan semakin panjang rantai hidrokarbon suatu minyak, maka akan semakin kecil proporsi molar gugus karboksilat yang akan bereaksi dengan  basa.Penentuan bilangan penyabunan dapat dilakukan pada semua jenis

minyak dan lemak .

Pada praktikum ini bertujuan untuk menentukan angka penyabunana dari beberapa sampel minyak yaitu minyak kelapa pemanasan, minyak kacang tanah pengempaan, lemak ayam, dan lemak sapi. Penentuan angka  penyabunan ini dilakukan dengan cara menimbang sampel minyak sebanyak 5

gr dalam erlenmeyer 200 ml, ditambah 50 ml larutan KOH (yang dibuat dari 56 gr KOH dalam 1 liter alkoho). Setelah itu ditutup dengan pendingin balik, dididihkan dengan hati-hati selama 30 menit. Selanjutnya didinginkan dan

(12)

ditambahkan 3 tetes indikator phenolphtalein (pp) dan dititrasi kelebihan KOH dengan larutan standar HCl 0,5 N. Untuk mengetahui kelebihan larutan KOH maka dibuat titrasi blanko, yaitu dengan prosedur yang sama tetapi tanpa sampel minyak . Kemudian ditentukan besarnya angka penyabunan minyak tersebut.

Penentuan angka penyabunan pada beberapa minyak dan lemak  diperoleh data yang tercantum dalam tabel 2.2. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh maka dapat diketahui bahwa untuk semua sampel baik berupa minyak sawit pemanasan minyak kacang tanah dengan pengempaan, lemak  ayam dan lemak sapi hasil perolehan bilangan penyabunan yang besarnya   belum sesuai dengan teori. Menurut Suhardiyono (1988), bilangan   penyabunan untuk minyak kelapa sekitar 255 ± 265 mgr KOH/gr sampel. Sedangkan bilangan penyabunan minyak kelapa pemanasan yang diperoleh sebesar 216,19 mgr KOH/gr sampel. Menurut Carolina (2008), bilangan   penyabunan untuk minyak kacang tanah sekitar 185 ±  195 mgr KOH/gr 

sampel. Akan tetapi, bilangan penyabunan untuk sampel minyak kacang tanah   pengempaan yang diperoleh sebesar 221,8 mgr KOH/gr sampel. Selanjutnya menurut Anonim b (2010), bilangan penyabunan untuk lemak ayam 138 mgr  KOH/gr sampel. Sedangkan bilangan penyabunan dari data pratikum diperoleh 88,50 mgr KOH/gr sampel. dan untuk bilangan penyabunan sampel lemak sapi dengan sumber yang sama Anonimb (2010) yaitu sebesar 140 mgr  KOH/gr sampel tidak sesuai dengan teori, karena hasil perolehan bilangan   penyabunan hasil praktikum untuk lemak sapi 178,67 mgr KOH/gr sampel.

Sehingga untuk sampel minyak kelapa pemanasan, dan lemak ayam mempunyai bilangan penyabunannya jauh lebih rendah dari teori yang telah ada, dan untuk sampel Minyak kacang tanah dengan pengempaan serta lemak  sapi mempunyai bilangan penyabunannya jauh lebih tinggi dari teori yang telah ada,

(13)

Perbedaan perolehan angka penyabunan antara data praktikum dengan teori adalah Hal ini dimungkinkan karena proses ekstraksi minyak dilakukan dengan adanya kotoran yang ikut dalam proses sehingga dapat mempengaruhi  besarnya bilangan penyabunan yang dihasilkan.

Berdasarkan data yang diperoleh maka dapat diketahui pula bahwa sampel dengan bilangan penyabunan terbesar hingga terkecil secara berurutan adalah minyak kacang tanah pengempaan, minyak kelapa pemanasan, lemak  sapi, dan lemak ayam. Menurut Sudarmadji et . al . (1989), angka penyabunan dapat dipergunakan untuk menentukan berat molekul minyak dan lemak  secara kasar . Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai C pendek berarti mempunyai berat molekul relatif kecil akan mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya minyak dengan berat molekul besar mempunyai angka penyabunan relatif kecil.

Menurut Ketaren (1986), minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemak mengandung 84% trigliserida dengan tiga molekul asam jenuh, 12% trigleserida dengan 2 asam lemak jenuh dan 4% trigliserida 1 asam lemak, dan digolongkan dalam minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya   paling besar jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Menurut

Sudarmadji et . al . (1989), bobot molekul untuk asam laurat C12H24O2 sebesar 

200. Sedangkan pada sampel kacang tanah pengempaan memiliki bilangan  penyabunan yang paling besar . Menurut Ketaren (1986), minyak kacang tanah mengandung 76 ± 82 persen asam lemak tidak jenuh, yang terdiri dari 40 ± 45  persen asam oleat dan 30 ± 35 persen asam linoleat. Karena kandungan asam linoleat yang terbesar maka minyak kacang tanah tergolong dalam minyak  asam linoleat. Menurut Sudarmadji et . al . (1989), bobot molekul untuk asam linoleat sebesar 278.

Pada sampel lemak ayam bilangan penyabunan yang paling kecil sehingga berat molekulnya yang paling besar . Menurut Muchtadi (2008), lemak ayam mengandung 31 persen asam lemak jenuh (palmitat dan stearat),

(14)

47 persen lemak mono tidak jenuh (palmitoleat dan oleat), dan 22 % lemak    poli tidak jenuh (linoleat dan stearat). Karena kandungan asam oleat yang

terbesar maka lemak ayam tergolong dalam minyak asam oleat. Menurut Sudarmadji et . al . (1989), bobot molekul untuk asam oleat sebesar 283. Sedangkan pada sampel lemak sapi juga memiliki bilangan penyabunan yang  paling terkecil kedua. Menurut Muchtadi (2008), lemak sapi mengandung 52  persen asam lemak jenuh (palmitat dan stearat), 44 persen lemak mono tidak    jenuh (palmitoleat dan oleat), dan 4 % lemak poli tidak jenuh (linoleat dan

stearat). Karena kandungan asam palmitat dan stearat yang terbesar maka lemak sapi akan memadat pada suhu ruang. Menurut Sudarmadji et . al . (1989), bobot molekul untuk asam palmitat sebesar 256.

Faktor yang mempengaruhi angka penyabunan adalah berat molekul, kandungan asam-asam lemak yang terkandung didalamnya, semakin besar    berat molekulnya semakin kecil perolehan angka penyabunan, seperti dalm data praktikum lemak ayam yang mengandung lemak paling rendah, namun ada perbedaan untuk minyak kacang tanah yang memiliki angka penyabunan yang besar, karena di dalam minyak kacang tanah mengandung linoleat yang tinggi sehingga dapat menurunkan kestabilan minyak kacang tanah, sehingga untuk minyak kacang tanah berat molekul tidak begitu berpengaruh.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Anonima. 2010. S aponification home. pacific.net.au/~thambilton/Saponification.html.

Diakses pada 28 April 2010.

Carolina, Desy. 2008. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas dan Bilangan Iodin dari   Minyak Hasil Ekstraksi Minyak Kacang Tanah Dengan Pelarut n-Heksana.

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Gaman, P. M. dan K . B. Sherrington. 19992. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan,  Nutrisi dan Mikrobiologi Edisi Kedua. UGM Press. Yogyakarta.

Griffinind. 2007.   Material safety DataS heet Chicken Fat 

griffinind.com/FPS-ChickenFat. php. Diakses pada 28 April 2010.

Giancoli, Douglas C. 1997. Fisika Edisi Keempat . Erlangga. Jakarta

Gunstone, Frank D. 2000. Vegetables Oils in Food Technology Compotition,  Properties and Uses. CR C Press LLC. USA.

Ketaren. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta

Planck, Nina. 2006. Real Food: What to Eat and Why. Bloomsbury Publishing. New York .

Saifudin Umar . 2008.   Analisa Lemak dan Minyak Kelapa feeds.feedburner .com/food4healthy . Diakses pada 28 April 2010.

Steeter, L. Victor . 1993. Mekanika Fluida Edisi Kedelapan. Erlangga. Jakarta.

Sudarmadji, Slamet, et . al . 1989.   Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Suhendra P., E.J. Tandi, L. Muslimin dan L. Agustina. 2007.   Pemberian Tipe dan  Jenis Karbohidrat Ransu Terhadap Modifikasi Pembentukan Lemak Abdomen  Broiler  Jurnal Agrisistem, Desember 2007, Vol. 3. No 2 ISSN 1858-4330.

Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.

Suhardiyono, L. 1988. Tanaman Kelapa Budidaya dan Pemanfaatannya. Kanisius. Yogyakarta.

Tim Penulis PS. 2000. KelapaS awit . Penebar Swadaya. Jakarta.

Udayana, Alit. I.D.G. 2002. Pengaruh Penggunaan Lemak Sapi Dalam Ransum Sebagai Pengganti Sebagian Energi Jagung Terhadap Berat Badan Akhir Dan Prosentase Karkas Itik Bali Jurnal Perternakan Vol. 3 No. 2 Mei 2002.

Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Bali.

Gambar

Tabel 1. 1. Sifat  Fisiko-Kimia  Minyak  Kacang  Tanah  Sebelum  dan  Sesudah Sifat  Fisiko-Kimia  Minyak  Kacang  Tanah  Sebelum  dan  Sesudah Dimurnikan
Tabel 2 Karakteristik kimia dan fisika minyak kacang tanah
Tabel 3. Perbandingan Sifat Fisik-Kimia Minyak Sawit Sebelum Dan Sesudah Dimurnikan
Tabel 2.1 Hasil Penentuan Berat Jenis Minyak 
+2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

mendengar perkataan korban tersebut terdakwa hanya diam, akan tetapi korban tetap ribut namun orang yang ada ditempat tersebut tidak ada yang menanggapi korban, kemudian

a) Fungsi informatif, yaitu organisasi dipandang sebagai suatu sistem proses informasi. Bermakna seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang

- Mahasiswa mampu menggunakan aturan Cramer untuk mencari solusi SPL Partisipasi Mahasiswa 5 % [1], [2], [3], [4] 14 Mahasiswa memahami definisi dan sifat

pada daerah yang memiliki kecepatan arus yang tinggi jumlah jenis. makrozoobenthos yang hidup di dalamnya

Instrumen pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa lembar validasi ahli, lembar observasi literasi matematika, angket respon peserta didik, dan pedoman

 Dalam welfare state, hak kepemilikan diserahkan kepada swasta sepanjang hal tersebut memberikan insentif ekonomi bagi pelakunya dan tidak merugikan secara sosial,

Oleh karena gunung api merupakan sumber panas potensial dari suatu sistem panas bumi, maka daerah yang berada pada jalur gunung api berpotensi besar memiliki sistem panas