• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek carbopol 940 sebagai thickening agent dan gliserol sebagai humectant terhadap sifat fisis shampoo ekstrak kering the hijau (Camellia sinensis L.) : aplikasi desain faktorial - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Efek carbopol 940 sebagai thickening agent dan gliserol sebagai humectant terhadap sifat fisis shampoo ekstrak kering the hijau (Camellia sinensis L.) : aplikasi desain faktorial - USD Repository"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Fransisca Angesti Nariswari NIM: 078114144

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Fransisca Angesti Nariswari NIM: 078114144

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

v

The way to get started is to quit talking and begin doing. ~ Walt Disney TUHAN telah mendengar permohonanku, TUHAN

menerima doaku (Mazmur 6:9) Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu

kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat (Winston Chuchill)

LOVE is a promise

that u’ll never forget

(6)
(7)

vii

semua berkat dan penyertaan-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan laporan akhir ini dengan baik. Laporan akhir ini disusun untuk

memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.Farm).

Penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan dalam

menyelesaikan laporan akhir ini. Namun dengan bantuan dari banyak pihak,

akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir tersebut. Dengan kerendahan

hati penulis ingin mengucapkan terimakasih atas bantuan yang telah diberikan

kepada :

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah

memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

3. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt., selaku Dosen Penguji atas kesediaannya

meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji, serta kritik dan saran yang

diberikan.

4. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Penguji atas kesediaannya

meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji, serta kritik dan saran yang

diberikan.

5. Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si., Apt. dan Romo P. Sunu H. S.J. atas

segala bimbingan selama penyusunan proposal.

(8)

viii bersama.

9. Teman-teman kos Gracia atas persahabatannya selama ini.

10.Emanuel Dani Ramdani yang setia memberi semangat.

11.Fifi, Septi, Agnes, Aji, Fetri, Putri, Selasih sebagai sahabatku yang selalu

memberi semangat dan dukungan.

12.Teman-teman FST 2007 atas suka dan duka yang kita lewati bersama.

13.Pak Musrifin, Mas Agung, Mas Ottok, Mas Sigit, Mas Wagiran, Pak

Iswandi, Mas Bimo serta laboran-laboran yang lain atas bantuannya selama

penulis menyelesaikan laporan akhir.

14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan laporan akhir ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan akhir ini banyak

kekurangan mengingat adanya keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis.

Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua

pihak. Akhir kata semoga laporan ini dapat berguna bagi pembaca.

(9)
(10)

x

mampu menghasilkan busa dalam jumlah cukup dan stabil. Viskositas akan menentukan kemudahan shampoo untuk dituang dari wadah, sedangkan ketahanan busa akan meningkatkan efisiensi pembersihan. Carbopol 940 dapat meningkatkan viskositas shampoo karena dapat membentuk gel dalam air dan mempunyai viskositas paling tinggi, sedangkan penambahan gliserol akan memperbaiki konsistensi dan mempertahankan kelembaban shampoo karena dapat menarik air dari lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana efek carbopol 940, gliserol serta interaksinya terhadap sifat fisis shampoo.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental dengan menggunakan desain faktorial dengan dua faktor yaitu konsentrasi carbopol 940 dan konsentrasi gliserol, dua level yaitu level tinggi-level rendah. Sifat fisis (viskositas, ketahanan busa) dan stabilitas shampoo (pergeseran viskositas dan pergeseran ketahanan busa setelah satu bulan penyimpanan) diteliti di proses pembuatan. Data dianalisis secara statistik menggunakan Design Expert 7.14 untuk mengetahui signifikansi (p<0.05) dari setiap faktor dan interaksinya dalam memberikan efek.

Hasil penelitian menunjukkan carbopol 940 memberikan efek signifikan dalam terhadap sifat fisis viskositas, sedangkan tidak memberikan efek signifikan dalam terhadap sifat fisis ketahanan busa. Gliserol dan interaksinya dengan carbopol 940 tidak memberikan efek signifikan dalam terhadap sifat fisis viskositas maupun ketahanan busa shampoo ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.)

(11)

xi

and sufficient amount of foam. The viscosity will determine the ease of shampoo to be poured from the container, while foam resistance increase cleaning efficiency. Carbopol 940 can increase the viscosities of shampoo because it can foam a gel in water and has a high viscosity while the addition of glycerol will improve the consistency and the moisture of shampoo because it can draw water from the environment. This study aimed to find out how the effect of Carbopol 940, glycerol, and their interaction on physical properties of shampoo.

This study was a experimental research using a factorial design with two factor concentration of Carbopol 940 and concentration of glycerol. The physical properties (viscosity, foam stability) and the stability of the shampoo (the profile of viscosity dan foam stability one month storage) were observed for the making process. The data were analyzed statistically using Design Expert 7.1.4 for knowing the significance (p<0,05) of each factor and their interaction in giving effect.

The result of this study showed that Carbopol 940 provided significant effect on viscosity physical properties, however did not provide significant effect on foam stability physical properties. Glycerol and their interaction did not provide significant effect on viscosity as well as foam stability physical properties of green tea (Camellia sinensis L.) dry extract shampoo.

(12)

xii

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix

INTISARI ... x

ABSTRACT ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan... 3

C. Keaslian Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

(13)

xiii

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 5

A. Rambut ... 5

1. Definisi ... 5

2. Fungsi rambut ... 5

3. Struktur rambut ... 5

4. Pertumbuhan dan pergantian rambut ... 7

5. Masalah rambut ... 8

B. Teh (Camellia sinensis L.) ... 8

C. Ekstrak Kering ... 10

D. Shampoo ... 10

1. Karakteristik shampoo ... 10

2. Formulasi shampoo ... 11

E. Sodium Lauryl Sulphate ... 12

F. Cocamidopropyl Betaine ... 13

G. Carbopol ... 14

H. Gliserol ... 15

I. Metil Paraben ... 15

J. Uji Sifat Fisis Shampoo ... 16

1. Viskositas ... 16

2. Ketahanan busa ... 18

K. Metode Desain Faktorial ... 19

L. Landasan Teori ... 19

(14)

xiv

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 21

A. Jenis Rancangan Penelitian ... 21

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 21

1. Variabel penelitian ... 21

2. Definisi operasional ... 22

C. Alat dan Bahan ... 23

D. Tata Cara Penelitian ... 24

1. Verifikasi ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.) dari PT. Sido MunculSemarang, Indonesia ... 24

2. Pembuatan Shampoo ... 24

3. Uji viskositas dan ketahanan busa shampoo ... 26

a. Uji viskositas ... 26

b. Uji ketahanan busa ... 27

4. Uji sifat alir ... 27

E. Analisis Data ... 27

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

A. Verifikasi Ekstrak Kering Teh Hijau ... 28

1. Ekstrak teh hijau ... 28

2. Identifikasi organoleptis ... 28

3. Uji kualitatif dengan reaksi warna ... 28

4. Uji kualitatif dengan kromotografi lapis tipis (KLT) ... 30

(15)

xv

C. Efek Carbopol 940, Gliserol, Serta Interaksinya Dalam Menentukan

Sifat Fisis Shampoo ... 36

1. Viskositas ... 38

2. Ketahanan busa ... 40

D. Karakteristik Sifat Fisis dan Stabilitas Shampoo ... 42

1. Viskositas shampoo ... 43

2. Pergeseran viskositas shampoo ... 47

3. Ketahanan busa shampoo ... 49

3. Pergeseran ketahanan busa ... 51

E. Sifat Alir Shampoo ... 52

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

LAMPIRAN ... 61

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel I. Formula modifikasi ... 24

Tabel II. Berat shampoo tiap formula ... 25

Tabel III. Datahasil reaksi warna ekstrak kering teh hijau ... 29

Tabel IV. Efek carbopol 940, gliserol, serta interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisis shampoo ekstrak kering teh hijau ... 37

Tabel V. Persamaan desain faktorial ... 37

Tabel VI. Hasil analisis menggunakan ANOVA dengan Desain Expert pada respon viskositas setelah dua hari ... 39

Tabel VII. Hasil analisis menggunakan ANOVA dengan Desain Expert pada respon ketahanan busa setelah dua hari ... 42

Tabel VIII. Data viskositas shampoo (dPa.s) ... 43

Tabel IX. Data uji Friedmann viskositas shampoo ... 45

Tabel X. Data uji Wilcoxon viskositas shampoo ... 46

Tabel XI. Data viskositas shampoo dua hari dan 30 hari (dPa.s) ... 47

Tabel XII. Data uji Wilcoxon pergeseran viskositas shampoo ... 48

Tabel XIII. Data ketahanan busa shampoo (cm) ... 49

Tabel XIV. Data uji Friedmann ketahanan busa shampoo ... 50

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur epicathecin (EC), epicatechin gallate (ECG),

epigallocatechin (EGC) dan epigallocathecin gallate (EGCG) ... 9

Gambar 2. Struktur sodium lauryl sulphate (SLS)... 12

Gambar 3. Struktur cocamidopropyl betaine ... 13

Gambar 4. Monomer asam akrilat dari polimer carbomer ... 14

Gambar 5. Struktur gliserol ... 15

Gambar 6. Struktur metil paraben ... 15

Gambar 7. Kurva tipe alir pseudoplastis ... 17

Gambar 8. Kromatogram KLT ekstrak kering teh hijau diamati dengan sinar UV 254 nm, UV 365 dan visibel ... 30

Gambar 9. Ilustrasi gambar kromatogram KLT ekstrak kering teh hijau diamati dengan sinar UV 254 nm, UV 365 dan visibel ... 31

Gambar 10. Struktur micell ... 32

Gambar 11. Susunan carbopol 940 yang berubah dari coiled menjadi uncoiled34 Gambar 12. Grafik efek carbopol 940 dan gliserol terhadap respon ketahanan busa setelah dua hari ... 38

Gambar 13. Grafik efek carbopol 940 dan gliserol terhadap respon ketahanan busa setelah dua hari ... 40

Gambar 14. Grafik hubungan viskositas terhadap waktu ... 44

(18)

xviii

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Certificate of Analysis ekstrak kering teh hijau

(Camellia sinensis L.) dari PT. Sido Muncul ... 61

Lampiran 2. Verifikasi ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.) menggunakan KLT... 63

Lampiran 3. Perhitungan dosis ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.)64 Lampiran 4. Perhitungan bahan ... 65

Lampiran 5. Penimbangan, notasi, dan formula desain faktorial ... 68

Lampiran 6. Sifat fisis shampoo... 69

A. Ketahanan busa (cm) ... 69

B. Viskositas (dPa.s) ... 70

Lampiran 7. Data sifat alir ... 73

Lampiran 8. Analisis data menggunakan SPSS 16.0 ... 74

A. Viskositas (dPa.s) ... 74

B. Ketahanan busa (cm) ... 78

C. Pergeseran viskositas ... 80

D. Pergeseran ketahanan busa ... 82

Lampiran 9. Analisis data menggunakan Design Expert 7.14 ... 84

(20)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Rambut indah dan sehat adalah dambaan setiap orang. Tidak hanya

wanita, para pria pun juga memperhatikan penampilan rambut. Siklus

pertumbuhan rambut terdiri dari tiga fase, yakni anagen (periode pertumbuhan

yang aktif), katagen (fase transisi yang singkat) dan telogen (fase istirahat),

sesudah itu terjadi reaktivasi (pengaktifan kembali) folikel, rambut baru

diproduksi, dan rambut tua rontok (Graham, 2002). Pada fase telogen, angka

kerontokan normal berkisar antara 25-100 helai/hari (Brannon, 2006). Penyebab

kerontokan rambut abnormal antara lain kekurangan protein dan zat besi,

perubahan hormonal seperti menopause , kelainan trichotillomania (hair-pulling

disorder), tiroid yang hiperaktif, dan infeksi kulit kepala (Anonim, 2010a).

Hormon testosteron yang memegang peranan penting pada kerontokan

rambut. Testosteron dalam tubuh akan dikonversi menjadi dihydrotestosteron

(DHT) oleh enzim 5-α reductase (Liu and Aspres, 2008). DHT inilah yang dapat

menyebabkan kerontokan pada rambut, apabila berlebihan akan menyebabkan

kebotakan (androgenetic alopecia).

Teh hijau (Camellia sinensis L.) mempunyai potensi sebagai anti kanker

dan anti oksidan karena adanya epigallocatechin-3-gallate (EGCG), konstituen

terbesar dari polifenol (Kwon, Han, Yoo, Chung, Cho, Eun, Kim, 2007). EGCG

(21)

menjadi stimulator pertumbuhan sel dari sel normal dengan menginduksi

proliferasi dari Dermal Papilla Cells (DPCs), komponen dalam folikel rambut

yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan rambut (Kwon dkk, 2007).

Teh hijau untuk anti hair loss diformulasikan dalam bentuk shampoo

karena selain dapat mengobati kerontokan rambut dan merangsang pertumbuhan

folikel rambut, shampoo berguna untuk menghilangkan kotoran, lemak, dan

minyak dari rambut, serta membuat rambut berkilau dan mudah diatur (Young,

1972). Teh hijau juga mengandung vitamin C untuk perlindungan terhadap radiasi

UV dan vitamin E memulihkan rambut kering atau rusak dan nutrisi untuk rambut

(Anonim, 2010b) sehingga apabila dibuat dalam sediaan shampoo nilai fungsinya

menjadi semakin tinggi.

Dalam formulasi shampoo banyak hal yang harus dipertimbangkan

karena menurut Wilkinson (1982) wanita menginginkan shampoo untuk

membersihkan dan juga mudah dibilas, memberikan efek glossy pada rambut dan

membuat rambut mudah diatur dan tidak kering.

Untuk mendapatkan sediaan shampoo yang dapat diterima konsumen,

diperlukan ketahanan busa dan viskositas yang baik. Salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi stabilitas busa adalah viskositas sediaan (Scharamm, 2005). Busa

adalah substansi yang terbentuk dari gas, liquid atau solid yang terjebak

didalamnya (Anonim, 2010c). Busa pada sediaan shampoo berfungsi untuk

membersihkan rambut dan acceptabilitas pengguna. Carbopol dipilih sebagai

bahan pengental karena stabilitasnya yang tinggi dan efisiensinya sebagai

(22)

Penambahan humectant akan memperbaiki konsistensi dan

mempertahankan kelembaban sediaan. Selain itu humectant juga akan

mempengaruhi sifat fisikokimia bahan obat dan pelepasan bahan obat dari basis

yang selanjutnya akan berpengaruh pada efektivitasnya (Barry, 1983). Gliserol

merupakan humectant yang paling umum digunakan namun cenderung

menimbulkan rasa berat (heavy) dan basah (tacky) yang dapat ditutupi dengan

mengkombinasikan bersama humectant lain (Zocchi, 2001).

Berdasar latar belakang di atas, maka perlu dilakukan pengujian efek

untuk melihat pengaruh carbopol 940 sebagai thickening agent dan gliserol

sebagai humectant melalui suatu desain faktorial. Metode desain faktorial

merupakan aplikasi persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara

variabel respon dan variabel bebas. Faktor yang diteliti adalah kosentrasi carbopol

dan gliserol, sedangkan efek yang diteliti adalah ketahanan busa dan viskositas.

Signifikansi dari setiap faktor dan interaksinya dalam memberikan efek dianalisis

menggunakan Design Expert 7.14 dengan Anova pada taraf kepercayaan 95%

(p<0.05).

1. Permasalahan

Apakah carbopol 940 sebagai thickening agent, gliserol sebagai humectant

dan interaksi keduanya berefek terhadap sifat fisis shampoo ekstrak kering teh

hijau (Camellia sinensis L.)?

2. Keaslian penelitian

Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian mengenai efek carbopol 940

(23)

shampoo ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.) : aplikasi desain faktorial

belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai efek

carbopol 940 sebagai thickening agent dan gliserol sebagai humectant terhadap

sifat fisis shampoo.

b. Manfaat metodologis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

penggunaan desain faktorial dalam mengamati efek carbopol 940 dan gliserol

terhadap sifat fisis shampoo ekstrak kering teh hijau.

c. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam formulasi sediaan

shampoo terutama menyangkut jumlah thickening agent dan humectant yang

digunakan.

4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui efek Carbopol 940 sebagai thickening agent, efek

gliserol sebagai humectant dan interaksi keduanya terhadap sifat fisis

(24)

5 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Rambut 1. Definisi rambut

Rambut tersusun dari batang dan akar. Batang rambut terdiri dari kutikula,

korteks dari sel epidermis yang mengalami keratinasi, dimana mengandung

pigmen dan medula pada bagian tengah. Akar rambut terlindungi oleh folikel dan

terdapat dibagian dalam lapisan dermis pada kulit. Akar bentuknya melebar pada

ujungnya dan terdapat papilla di dalam suatu bulb. Rambut dibentuk dengan

proses pembelahan sel, mitosis, disekeliling akar dekat papila (Young,1972).

2. Fungsi rambut

Pada tubuh manusia ada sekitar 5 juta rambut yang mempunyai fungsi

utama sebagai pelindung. Dari sekian banyak rambut tersebut ada sekitar 100.000

helai rambut yang terdapat pada kepala, yang berfungsi untuk melindungi tubuh

dari benturan (luka) dan cahaya matahari (Embling, 1972). Selain melindungi

tuubh dari rangsangan fisik seperti panas, dingin, udara kering, kelembaban juga

melindungi tubuh dari rangsangan kimia seperti zat kimia dan keringat. Khusus

untuk rambut di kepala juga berfungsi sebagai estetika (Basoeki, 1988).

3. Struktur rambut

Rambut yang terdiri dari batang dan akar rambut dihasilkan dari folikel

rambut. Didalam folikel rambut terdapat sebaceous gland yang berfungsi

(25)

muscle yang berfungsi menegakkan rambut apabila terdapat sensor dingin dari

lingkungan (Mitsui, 1997).

Secara histologi batang rambut tersusun atas sel-sel yang terdiri dari tiga

lapisan yaitu :

a. Medula, disusun oleh barisan sel-sel polyhedral yang berisi granula eleidin

dan rongga udara. Medula membentuk bagian tengah rambut yang longgar dan

terdiri dari 2-3 lapis sel kutis, yang satu sama lainnya dipisahkan oleh ruangan

yang berisi udara. Medula mengandung sel keratin yang tertata secara longgar dan

kemungkinan membentuk polygonal atau kuboidal. Sel-sel medula akan mulai

menggeser vesikel dan sitoplasma pada setiap daerah pada bulbus. Sel-sel tersebut

terdiri dari glikogen dan melanosoma. Selain itu, medula juga mengandung

granula lunak, granula pigmen melanin dan intraseluler ruang udara.

b. Korteks, merupakan bagian terbesar batang rambut yang terdiri dari sel-sel

elongate yang berisi granula pigmen pada rambut hitam, tetapi pada rambut putih,

sebagian besar berisi udara. Dalam keadaan akar rambut hidup, terdapat ruang

sempit yang disebut fusi, yang akan dipenuhi udara pada bagian atas rambut

karena sel korteks telah mati. Di bawah mikroskop elektron, korteks yang telah

matang terdiri dari kantong penutup sel yang tegak dengan bagian-bagiannya yang

terpisah oleh dinding yang cukup tebal, kurang lebih 20-25 cm, membran plasma

atau interseluler lamela.

c. Kutikula, adalah lapisan terluar yang terdiri dari sebuah lapisan sel tunggal

yang jernih, pipih seperti sisik yang merupakan bagian terbesar yang terkeratinkan

(26)

dengan tebal masing-masing 350-450 nm. Sel-sel tersebut bertumpang tindih,

dengan tepinya mengarah ke atas. Sel kutikula berhubungan dengan sel bawah

rambut untuk mendukung rambut di bawah folikelnya. Selain itu, bersama-sama

mengikat sel korteks untuk mencegah rontoknya rambut (Embling, 1972).

Akar rambut adalah bagian yang terletak di bawah permukaan yang

menembus dermis dan lapisan subkutan dan terdapat dalam kantong epitel

permukaan, yaitu folikel rambut dan di ujungnya terdapat papilla rambut yang

bertugas melakukan pasokan makanan dan membentuk bulbus. Bulbus ini

mengandung sel matriks yang belum berdiferensiasi dan melanosoit, dari sinilah

rambut tumbuh (Mutschler, 1991).

4. Pertumbuhan dan pergantian rambut

Rambut pertama yang tumbuh dihasilkan dari folikel rambut, dimana

bentuknya tipis, tidak mengandung medula dan biasanya tidak mengandung

pigmen, yang dikenal sebagai lanugo. Semua folikel rambut akan mengalami

aktivitas siklik. Pada fase aktif, anagen, dimana rambut diproduksi, berganti

dengan periode istirahat, telogen, dimana pembentukan club hair meninggalkan

ikatan pada folikel dengan memperluas dasar dan papila dermal akan mengecil

dan menjadi secondary germ yang pasif. Diantara anagen dan telogen terdapat

fase transisi yang singkat, dikenal sebagai catagen, dimana membentuk club hair

baru yang bergerak menuju permukaan kulit, rambut baru diproduksi, dan rambut

(27)

Pertumbuhan rambut rata-rata 0,37 sampai 0,44 mm tiap hari dan

kerontokan rambut pada kulit kepala yang normal berkisar antara 50-100

helai/hari (Olsen, 1994).

5. Masalah rambut

Salah satu masalah yang sering terjadi pada rambut adalah kerontokan.

Apabila lepasnya rambut dari kulit kepala melebihi batas normalnya, dan tidak

dapat diatasi oleh pertumbuhan rambut yang baru, dan keadaan ini berlangsung

terus menerus dalam waktu yang lama, maka akan menyebabkan kebotakan atau

alopecia (Graham, 2002).

Androgenetic alopecia merupakan tipe kerontokan rambut yang paling

umum terjadi pada manusia. Secara biokimia, salah satu faktor yang

menyebabkan kelainan ini adalah perubahan testosteron menjadi

dehidrotestosteron (DHT) oleh enzim 5-α-reduktase. DHT dipercaya akan

memperpendek pertumbuhan rambut, atau fase anagen pada siklus rambut yang

menyebabkan pengecilan folikel rambut, dan menghasilkan rambut yang lebih

halus (Prager, Bicketee, French, Marcovici, 2002).

B. Teh (Camellia sinensis L.)

Tanaman teh (Camellia sinensis L.) berasal dari daratan Asia Selatan dan

Tenggara. Tanamannya berupa pohon dengan tinggi 1 sampai 5 m. Cabang

mudanya berwarna kuning keabu-abuan; kemudian berkembang menjadi

berwarna merah keunguan. Akarnya berupa akar tunggang yang kuat. Bunganya

kuning-putih berdiameter 2,5–4 cm dengan 7 hingga 8 petal. Daunnya memiliki

(28)

tipe utama dari teh : teh hijau, teh hitam, teh oolong dan teh putih. Semua jenis teh

tersebut berasal dari tanaman yang sama. Hal yang membedakan keempat jenis

tersebut adalah bagaimana proses pengolahannya setelah dipanen (Anonim,

2009).

Katekin merupakan senyawa dominan dari polifenol teh hijau yang

merupakan senyawa larut dalam air, tidak berwarna dan memberikan rasa pahit,

tidak menyamak dan tidak berpengaruh buruk terhadap pencernaan makanan

(Syah, 2006). Tipe katekin yang utama terdapat di teh hijau adalah epicathecin

(EC), epicatechin gallate (ECG), epigallocatechin (EGC) dan epigallocathecin

gallate (EGCG). Jumlah EGCG sekitar 60-70% dari jumlah keseluruhan katekin

(Svabodova, Psotova, Walterova, 2003).

Gambar 1. Struktur epicathecin (EC), epicatechin gallate (ECG), epigallocatechin

(EGC) dan epigallocathecin gallate (EGCG) (Svabodova dkk, 2003)

Teh hijau mempunyai potensi sebagai anti kanker dan anti oksidan karena

adanya epigallocatechin-3-gallate (EGCG), konstituen terbesar dari polifenol

(29)

pertumbuhan sel dari sel normal. EGCG berguna dalam pencegahan atau

pengobatan androgenetic alopecia dengan menghambat aktivitas 5-alpha

reductase (Kwon dkk, 2007).

C. Ekstrak kering

Ekstrak kering adalah sediaan kering yang diperoleh dari menyari

simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, yaitu maserasi, perkolasi,

infundasi, atau penyeduhan dengan air mendidih. Pembuatan ekstrak

dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat dalam simplisia terdapat dalam

kadar yang tinggi sehingga memudahkan untuk pengaturan dosis (Anief, 2000).

D. Shampoo 1. Karakteristik shampoo

Shampoo adalah produk yang menghilangkan lemak dan kotoran pada

permukaan kulit kepala dan batang rambut. Membersihkan dan melembutkan

rambut adalah fungsi utama dari shampoo. Shampoo diformulasi untuk

meningkatkan fungsi, struktur, efek pemantulan cahaya, kekuatan, kelicinan,

kemudahan untuk diatur, kelembutan dari rambut untuk tujuan memperbaiki

penampilan. Shampoo biasanya berupa cairan kental, jernih atau opaque,

mengandung 20-40% padatan, pHnya disesuaikan sekitar 5,5. Kebanyakan, tetapi

tidak semua, mempunyai viskositas dengan rasio 500-1500 cps (Limbani, 2009).

2. Formulasi shampoo

Bahan-bahan dasar untuk membuat suatu formula shampoo dalam

(30)

a. Surfaktan primer

Surfaktan primer berfungsi untuk detergensi dan pembusaan. Surfaktan

anionik banyak digunakan sebagai surfaktan primer karena sifat

pembusaannya yang sangat baik dan harganya relatif murah. Surfaktan

kationik sebenarnya juga bisa digunakan, karena mampu membentuk busa

dengan baik, mampu membersihkan, dan membuat rambut mudah diatur.

Namun sifatnya iritatif khususnya untuk mata, sehingga perlu dikombinasi

dengan surfaktan nonionik atau amfoter (Rieger, 2000).

b. Surfaktan sekunder

Surfaktan sekunder atau auxiliary surfactant bekerja memperbaiki

detergensi dan pembusaan serta menjaga kondisi rambut. Surfaktan amfoter

banyak digunakan karena dapat melembutkan rambut. Beberapa jenis

surfaktan nonionic juga digunakan karena dapat memperbanyak dan

menstabilkan busa (Rieger, 2000).

c. Thickening agent

Agen viskositas yang biasa digunakan seperti :

1) elektrolit : 1-4 % (w/w) amonium atau natrium klorida dalam alkileter

sulfat akan meningkatkan viskositas.

2) Natural gum seperti karaya dan tragakan; alginat.

3) Derivat selulosa (hidroksietil, hidroksipropil, karboksimetil) dimana akan

melindungi rambut dari ketidakteraturan.

4) Karboksi polimer (Carbopol 934 dan 941) yang akan mendukung stabilitas

(31)

d. Pengawet

Pengawet yang dipih biasanya golongan paraben. Konsentrasi metil

paraben sebagai pengawet topikal, yakni 0,02 – 0,3% (Rowe, 2009).

e. Pengatur keasaman

Pengatur keasaman berfungsi untuk menyesuaikan pH shampoo,

biasanya 5,5-6,5. Umumnya digunakan asam sitrat, asam laktat, atau asam

fosfat (Fonseca, 2005).

E. Sodium Lauryl Sulphate

Na+

S

O O

O O

-Gambar 2. Struktur Sodium Lauryl Sulphate (SLS)

Surfaktan anionik yang banyak digunakan pada sediaan shampoo adalah

alkil sulfat, khususnya turunan dari lauryl dan myristyl alcohols. Sodium lauryl

sulphate (SLS) merupakan garam yang bagus digunakan untuk menghasilkan

busa yang mengkilap dan volume busa yang besar. SLS berupa serbuk berwarna

putih, atau sebagai pasta di berbagai kandungan deterjen. Kelarutannya rendah di

air dingin, namun dengan meningkatnya temperatur air kelarutannya menjadi naik

menghasikan larutan SLS di suhu sekitar 35-400C (Rieger, 2000).

Meskipun merupakan pembersih yang baik, SLS dapat mengiritasi kulit

(32)

sehingga digunakan dengan kombinasi surfaktan amfoterik yang bersifat kurang

iritatif (Paye, 2006).

F. Cocamidopropyl betaine

Gambar 3. Struktur Cocamidopropyl betaine

Betaine adalah turunan trimethylglycine dimana 1 gugus metil digantikan

oleh radikal lemak C12-18 atau lemak alkil amido radikal (Rieger, 2000).

Betaine merupakan surfaktan dengan sifat pembusa, pembasah, dan

pengemulsi yang baik, khususnya dengan keberadaan surfaktan anionik (Barel,

2009). Selain itu, juga merupakan surfaktan yang lembut, daya busanya tidak

dipengaruhi oleh pH, dan sifatnya kompatibel dengan surfaktan anionik, kationik,

maupun nonionik (Wilkinson, 1982).

Betaine bersifat kurang iritatif terhadap mata dan kulit, lebih lagi, adanya

betaine dapat mengurangi efek iritatif dari surfaktan anionik sehingga biasanya

digunakan sebagai gabungan dengan surfaktan lain. Maka dari itu betaine tepat

untuk produk-produk seperti shampoo dan sabun cair (Barel, 2009).

G. Carbopol

Carbopol (Carbomer) dari gugus karboksivinilpolimer yang telah

disilangkan dengan sukrosa alil, merupakan koloid hidrofilik yang mengental

lebih baik daripada natural gums. Carbomer yang terdispersi di dalam air

(33)

sodium hidroksida, dengan amina (contohnya trietanolamine), atau dengan basa

anorganik lemah seperti ammonium hidroksida, sehingga dapat meningkatkan

konsistensi dan mengurangi kekeruhannya (Barry, 1983).

Gambar 4. Monomer asam akrilat dari polimer carbomer (Rowe, 2006).

Carbopol yang terdispersi dalam air bersifat asam. Oleh karena itu perlu

ditambahkan basa kuat seperti NaOH hingga dicapai pH optimum 4,5-11 (Barry,

1983), di mana pada pH tersebut carbopol memiliki viskositas yang optimum.

Karena produk-produk ini memiliki bobot molekul yang besar, mereka mampu

menata diri ke dalam struktur terdifusi yang akan mempengaruhi sifat reologi

sistem (Ravissot dan Drake, 2000).

Carbopol 940 adalah tipe yang paling efisien di antara semua carbomer

yang lain, di mana viskositasnya sangat tinggi yaitu 40.000-60.000 cps (pada

kadar 0,5% dengan pH 7,5) dan penampilannya sangat jernih (Allen, 2002).

H. Gliserol

Gliserol (British Pharmacopeia) atau Gliserin (United State Pharmacope)

memiliki rumus empirik C3H8O3 dengan bobot molekul 92,09. Pemeriannya, yaitu

jernih, tidak berwarna, tidak berbau, kental, berupa cairan higroskopis, rasa manis

(34)

C

Gambar 5. Struktur Gliserol (Price, 2005)

Penggunaan gliserol dalam bidang farmasi adalah sebagai pelarut

bahan-bahan farmasi; sebagai humectant, plasticizer, dan emollient dalam sediaan

topikal sehingga dapat digunakan untuk mempertahankan kelembaban kulit.

Konsentrasi gliserol dalam kosmetik sebagai humectant dan emolien sebesar 30%.

Gliserol bersifat higroskopis (Price, 2005).

Gliserol merupakan humectant yang paling umum digunakan namun

cenderung menimbulkan rasa berat (heavy) dan basah (tacky) yang dapat ditutupi

dengan mengkombinasikan bersama humectant lain (Zocchi, 2001).

I. Metil paraben

COOCH3 HO

Gambar 6. Struktur metil paraben (Rowe, 2006)

Metil paraben atau biasa disebut nipagin digunakan untuk menghambat

pertumbuhan jamur dan merupakan pengawet yang sering digunakan dalam

makanan dan kosmetik (Kim, 2004). Metil paraben mengandung tidak kurang dari

99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C8H8O3, dihitung terhadap zat yang telah

dikeringkan. Metil paraben merupakan hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk

hablur, putih, tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa

terbakar (Anonim, 1995). Kelarutan metil paraben dalam air adalah 1 : 400 bagian

(35)

J. Uji Sifat Fisis Shampoo 1. Viskositas

Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk

mengalir, makin tinggi viskositas maka tahanannya semakin besar. Satuan

viskositas adalah poise, merupakan shearing force yang dibutuhkan untuk

menghasilkan kecepatan 1 cm/detik antara dua bidang cairan yang paralel dimana

luas masing-masing adalah 1 cm2 dan dipisahkan oleh jarak 1 cm (Martin,

Swarbrick, Cammarata, 1993). Viskositas merupakan parameter reologi penting

dalam sediaan semi solid. Penggolongan bahan menurut tipe aliran dan

deformasinya dibagi menjadi dua, yaitu sistem Newton dan sistem non-Newton.

Pada tipe non-Newtonian, viskositas tidak berbanding lurus dengan kecepatan

geser. Tipe non-Newtonian meliputi plastis, pseudoplastis, dan dilatan

(Liebermann, 1996).

Sejumlah besar produk farmasi termasuk gom alam dan sintesis

menunjukkan tipe alir pseudoplastis. Sebagai aturan umum, tipe alir pseudoplastis

diperlihatkan oleh polimer-polimer dalam larutan, yang merupakan kebalikan dari

sistem plastis, tanpa adanya yield value. Viskositas zat pseudoplastis berkurang

(36)

Gambar 7. Kurva tipe alir pseudoplastis (Martin dkk, 1993)

Pengukuran viskositas dapat menggunakan berbagai jenis viskometer :

a. Viskometer kapiler

Yang ditentukan adalah waktu tempuh cairan di dalam sebuah kapiler

standar. Viksometer kapiler digunakan untuk bahan-bahan yang mengikuti

tipe aliran Newton dan untuk cairan yang volumenya kecil digunakan

viskometer kapiler bertekanan menurut HESS (Voigt, 1994).

b. Viskometer Stormer

Viskometer ini bekerja berdasarkan prinsip Searle dimana sistem yang

diuji ditempatkan dalam ruang antara mangkuk dan rotor, serta dibiarkan

hingga mencapai temperatur keseimbangan. Sebuah beban ditempatkan

pada penggantung. Waktu yang dibutuhkan rotor tersebut untuk berputar

100 kali dicatat oleh operator. Data ini kemudian diubah ke rpm. Beban

ditambah dan seluruh prosedur tersebut diulang. Dengan cara ini dapat

dibuat suatu rheogram dengan memplotkan rpm terhadap beban yang

ditambahkan. Dengan menggunakan konstanta yang sesuai, harga rpm

(37)

detik-1. Begitu pula dengan beban yang ditambahkan dapat diubah dalam

satuan shear stress yakni dyne cm-2. Alat stormer tidak boleh digunakan

untuk sistem yang mempunyai viskositas di bawah 20 cps. (Martin dkk,

1993)

2. Ketahanan busa

Stabilitas busa merujuk kepada kemampuan busa untuk mempertahankan

parameter utamanya dalam keadaan konstan selama waktu tertentu, parameter

tersebut meliputi ukuran gelembung, kandungan cairan, dan total volume busa. “Waktu hidup” busa (foam lifetime) merupakan ukuran paling sederhana untuk

menunjukkan stabilitas busa (Exerowa, 1998).

Untuk mencegah pecahnya busa dapat dilakukan dengan cara

meningkatkan viskositas bulk dari cairan, misalnya dengan penambahan gliserol

atau polimer. Peningkatan viskositas sediaan akan membuat gaya gravitasi

menurun sehingga kecepatan drainage juga menurun. Selain itu, stabilitas busa

juga dapat didukung oleh peningkatan viskositas permukaan dan atau elastisitas

permukaan lewat pencampuran beberapa macam surfaktan sehingga didapat film

surfaktan yang rapat dan tidak mudah pecah (Tadros, 2005).

Menurut Edoga (2009), cara yang dapat dilakukan untuk mengukur

ketahanan busa adalah dengan membuat larutan surfaktan, kemudian dituang ke

dalam labu dan diaduk dengan kuat selama 2 menit menggunakan pengaduk

mekanik elektris, setelah itu didiamkan selama 5 menit dan diamati tinggi

busanya, sedangkan menurut Evren (2007) pengukuran dapat dilakukan dengan

(38)

tabung berskala, digojok 20 kali dengan kecepatan konstan, dan diukur volume

busanya pada menit ke-0 dan ke-5.

K. Metode Desain Faktorial

Desain faktorial merupakan teknik untuk memberikan model hubungan

antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Desain faktorial dua

level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang masing-masing faktor diuji pada

dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi. Desain faktorial dapat

didesain suatu percobaan untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh

secara signifikan terhadap suatu respon (Bolton, 1997).

Desain faktorial juga dapat menghitung besarnya efek masing-masing

faktor, maupun efek interaksi. Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung

selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level

rendah. Konsep perhitungan efek menurut Bolton (1997) sebagai berikut.

Efek faktorial I = [(a-(1)) + (ab-b)] / 2

Efek faktorial II = [(b-(1)) + (ab-a)] / 2

Efek faktorial III = [(ab-b) - (a-(1))] / 2

L. Landasan Teori

Penerimaan konsumen akan suatu produk shampoo menjadi faktor yang

penting karena akan mempengaruhi kepatuhan konsumen dalam penggunaanya.

Penerimaan tersebut dipengaruhi oleh sifat fisis yang meliputi viskositas dan

ketahanan busa. Viskositas akan memudahkan dalam penuangan dan pada saat

mengaplikasikan shampoo, sedangkan ketahanan busa akan meningkatkan

(39)

Viskositas dipengaruhi oleh penambahan bahan pengental pada shampoo.

Carbopol merupakan suatu polimer dan biasa digunakan sebagai bahan pengental

karena viskositasnya yang tinggi. Jenis carbopol yang memiliki viskositas dan

kejernihan paling baik adalah Carbopol 940. Ketahanan busa shampoo

dipengaruhi oleh surfaktan yang digunakan. Adanya surfaktan akan mengurangi

tegangan antarmuka gas/cairan sehingga mempermudah dispersi gas dalam cairan,

sedangkan untuk menjaga kelembaban dari sediaan digunakan humectant berupa

gliserol yang dapat menarik lembab dari lingkungan.

Carbopol 940 dan gliserol dapat berpengaruh terhadap viskositas dan

ketahanan busa shampoo. Desain eksperimen yang memungkinkan untuk

mengevaluasi secara simultan carbopol 940 dan gliserol serta interaksi keduanya

yang signifikan adalah desain faktorial (Bolton, 1997). Desain faktorial pada dua

level, yaitu rendah dan tinggi dan dua faktor, yaitu carbopol 940 dan gliserol

(Full Factorial Design 22) diuji agar dapat diperoleh faktor yang memberikan

pengaruh yang signifikan, apakah berasal dari salah satu faktor atau berasal dari

interaksinya.

M. Hipotesis

Carbopol 940, gliserol dan interaksi keduanya memberikan efek yang

signifikan terhadap sifat fisis shampoo ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis

(40)

21 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Rancangan Penelitian

Jenis rancangan penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian

eksperimental dengan desain penelitian secara desain faktorial. Penelitian ini

dilakukan di Laboratorium Teknologi Sediaan Steril Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi Carbopol 940 dan gliserol.

2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisis (viskositas dan ketahanan busa) dan stabilitas shampoo (nilai pergeseran viskositas dan ketahanan

busa setelah 1 bulan penyimpanan).

3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah alat yang digunakan, suhu pemanasan, kecepatan putar mixer, wadah penyimpanan

shampoo dan lama waktu pencampuran.

(41)

C. Definisi Operasional

1. Shampoo adalah sediaan setengah cair yang tersusun atas surfaktan, pengental, air, serta bahan aditif lain yang meliputi pengatur pH, pengawet, dan

humectant yang dibuat sesuai prosedur pembuatan shampoo pada penelitian ini.

2. Ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.) adalah serbuk halus hasil ekstraksi daun teh hijau yang mengandung epigalokatekin-3-galat (EGCG).

3. Thickening agent adalah bahan yang digunakan untuk mengentalkan shampoo. Dalam penelitian ini thickening agent yang digunakan adalah carbopol

940 dengan jumlah 2 g dan 4 g.

4. Humectant adalah bahan yang dapat mempertahankan kandungan air pada sediaan dengan mengikat lembab dari lingkungan. Dalam penelitian ini humectant

yang digunakan adalah gliserol dengan jumlah 2 g dan 16 g.

5. Viskositas adalah tahanan shampoo untuk mengalir saat diisikan ke dalam wadah dan dikeluarkan saat diaplikasikan pada rambut yang diukur dengan

menggunakan viscotester dan dinyatakan dalam satuan dPa.s.

6. Ketahanan busa adalah kemampuan busa untuk bertahan atau tidak hilang selama 5 menit setelah divortex. Nilainya didapat dari selisih tinggi busa pada

menit ke-0 setelah divortex dengan tinggi busa pada menit ke-5 setelah divortex

dan dinyatakan dalam satuan cm.

7. Desain faktorial adalah desain penelitian yang dapat digunakan untuk mengevaluasi efek dari dua faktor yaitu carbopol 940 dan gliserol.

(42)

9. Faktor adalah besaran yang mempengaruhi respon, yaitu carbopol 940 sebagai faktor A dan gliserol sebagai faktor B.

10.Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor yang digunakan, yaitu level rendah dan tinggi. Level rendah pada carbopol 940 dan gliserol adalah 2 g

sedangkan level tinggi pada carbopol 940 adalah 4 g dan pada gliserol 16 g.

11.Respon adalah sifat atau hasil percobaan yang diamati, yaitu sifat fisis shampoo yang meliputi viskositas shampoo, ketahanan busa shampoo dan

stabilitas shampoo yakni pergeseran viskositas dan ketahanan busa shampoo.

D. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan meliputi seperangkat alat gelas Pyrex-Germany,

neraca Mettler-Toledo PL300, neraca analitik Mettler-Toledo AB204, hot plate

Cenco, thermometer, mixer merek Sharp, pH indikator universal (Merck), vortex

Cenco, viscotester seriVT 04 RION-Japan.

Bahan yang digunakan meliputi ekstrak kering teh hijau (Camellia

sinensis L.), Bahan-bahan untuk pembuatan shampoo meliputi sodium lauryl

sulphate (Brataco), cocamidopropil betaine (Brataco), carbopol 940 distributor

PT. Agung Jaya, natrium hidroksida (Brataco), asam askorbat (Brataco), nipagin

(Brataco), natrium klorida (Brataco), gliserol (Brataco), keseluruhannya adalah

(43)

E. Tata Cara Penelitian

1. Verifikasi ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.) dari PT. Sido Muncul Semarang, Indonesia

Verifikasi ekstrak menggunakan sertifikat Laboratorium Penelitian dan

Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada.

2. Pembuatan shampoo a. Formula standar

A Carbopol 940 * g

Natrium hidroksida 20%b/v q.s pH 7,0

B Sodium lauryl sulphate 10,0 g

Nipagin 0,1 g

C Cocamidopropyl betaine 10,0 g

Asam sitrat 50%b/v q.s pH 5,0 - 6,0

Natrium klorida 25%b/v 8,0 g

Aqua demineralisata ad 100,0 g

b. Formula modifikasi

Tabel I. Formula modifikasi

Bagian Nama bahan Jumlah (g)

A Carbopol 940 * g

Natrium hidroksida 20%b/v q.s pH 7,0

Aqua demineralisata 130

B Sodium lauryl sulphate 40

Nipagin 0,4

Aqua demineralisata 150

(44)

Natrium klorida 25%b/v 32

Tabel II. Berat shampoo tiap formula (g)

Formula (g) 1 a b ab

c. Cara kerja pembuatan formula.

Bagian A: Carbopol yang telah dikembangkan 24 jam dimasukkan ke

dalam gelas piala. Pasang ke alat mixer, lalu lakukan pengadukan selama 1

menit dengan kecepatan nomor 1. Kemudian ditambahkan larutan natrium

hidroksida 20%b/v secukupnya hingga pH 7,0.

Bagian B: Dipanaskan aqua demineralisata dan sodium lauryl sulphate

dalam gelas piala hingga 700C. Dimasukkan nipagin dan diaduk hingga

(45)

Bagian C : Dicampurkan bagian A dan bagian B dengan mixer dan

lakukan pengadukan selama 2 menit dengan kecepatan nomor 1 (campuran

1). Dimasukkan natrium klorida 25%b/v ke dalam campuran 1 selama 3

menit (campuran 2). Kemudian dimasukkan cocamidopropil betaine ke

dalam campuran 2 selama 4 menit (campuran 3).

Bagian D : Dicampurkan ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.)

dengan gliserol. Kemudian dimasukkan ke dalam campuran 3 dengan

mixer dan lakukan pengadukan selama 2 menit dengan kecepatan nomor 1

(campuran 4).

Bagian E : Ditambahkan fragrance ke dalam campuran 4 dengan mixer

dan dilakukan pengadukan selama 1 menit dengan kecepatan nomor 1.

Kemudian dilanjutkan dengan menambahkan asam askorbat 0,1%b/v

secukupnya hingga pH 5,0.

Untuk satu kali pembuatan dibuat shampoo sebanyak 400 g, kemudian

ditempatkan dalam wadah dan disimpan selama 2 hari, 7 hari, 15 hari, 21

hari dan 30 hari sebelum dilakukan pengukuran. Masing-masing formula

direplikasi 6 kali.

3. Uji viskositas dan ketahanan busa shampoo

a. Uji viskositas. Sebanyak 150 g shampoo dimasukkan perlahan-lahan ke

dalam wadah dan dipasang pada viscotester. Didiamkan 5 menit agar sediaan

punya kesempatan untuk menstabilkan diri lebih dahulu. Dinyalakan alat dan

(46)

b. Uji ketahanan busa. Ditimbang shampoo sebanyak 0,5 g dan larutkan

dalam 50 ml air. Diambil 10 ml larutan shampoo dan dimasukkan perlahan-lahan

ke tabung reaksi berskala ukuran 25 ml. Ditutup bagian atas tabung reaksi dan

vortex selama 2 menit. Dicatat tinggi busa pada menit ke-0 dan menit ke-5.

Dihitung selisih tinggi busa sebagai nilai ketahanan busa.

4. Uji sifat alir

Sebuah beban ditempatkan pada penggantung. Waktu yang dibutuhkan rotor

tersebut untuk berputar 100 kali dicatat oleh operator. Data ini kemudian

diubah ke rpm. Beban ditambah dan seluruh prosedur tersebut diulang.

Dengan cara ini dapat dibuat suatu rheog dengan memplotkan rpm terhadap

beban yang ditambahkan. Dengan menggunakan konstanta yang sesuai, harga

rpm tersebut dapat diubah menjadi rate of shear yang sesungguhnya dalam

detik-1. Begitu pula dengan beban yang ditambahkan dapat diubah dalam

satuan shear stress, yakni dyne cm-2 (Martin dkk, 1993).

F. Analisis Hasil

Analisis data menggunakan Design Expert 7.14 serial number 2014.7723

dengan uji ANOVA pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil analisis akan

menghasilkan nilai p (probability value). Apabila nilai p < 0.05 maka dapat

disimpulkan bahwa faktor dan interaksi berpengaruh signifikan terhadap respon.

Dengan metode desain faktorial dapat dihitung besarnya efek carbopol 940,

(47)

28 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Verifikasi Ekstrak Kering Teh Hijau 1. Ekstrak teh hijau

Ekstrak teh hijau yang digunakan dalam pembuatan shampoo merupakan

ekstrak kering teh hijau yang didapatkan dari PT. Sido Muncul, Semarang..

Menurut Voight (1994) persyaratan ekstrak kering memiliki kandungan lembab

kurang dari 5%, berdasarkan data yang terdapat pada CoA kandungan lembab

ekstrak kering teh hijau ini adalah 3,5% sehingga ekstrak yang digunakan

memenuhi persyaratan sebagai ekstrak kering. Kandungan EGCG

(epigallocatechin-3-gallate) dari ekstrak kering teh hijau berdasarkan certificate

of analysis (CoA) adalah 8,40% (b/b). Menurut Kwon dkk (2007), dikatakan

bahwa dengan penambahan 0,1 µM EGCG pada 10 folikel rambut dapat

menginduksi pemanjangan folikel rambut, sehingga ekstrak kering teh hijau yang

ditambahkan dalam 400 g shampoo sebanyak 2,2 g tiap formula (kandungan

EGCG dalam formula adalah sebanyak 5,4568 x 10-3 g/ml).

2. Identifikasi organoleptis

Hasil uji organoleptis didapatkan hasil bahwa ekstrak kering teh hijau

berupa serbuk kering kuning kecoklatan, berbau khas dan rasa pahit khas (sepat).

3. Uji kualitatif dengan reaksi warna

Identifikasi warna bertujuan untuk mengetahui kebenaran ekstrak teh

(48)

(Anonim, 1980). Pada tabel dapat diketahui bahwa reaksi warna yang muncul

memenuhi syarat ekstrak teh hijau berdasarkan MMI.

Tabel III. Data hasil reaksi warna ekstrak kering teh hijau

(49)

4. Uji kualitatif dengan Kromatogafi Lapis Tipis (KLT)

Identifikasi EGCG secara KLT bertujuan untuk mengetahui adanya

senyawa yang sama (EGCG) pada ekstrak teh hijau yang digunakan dengan baku

pembanding EGCG 0,103% (b/v).

Gambar 8. Kromatogam KLT ekstrak kering teh hijau diamati dengan sinar UV 254 nm, UV 365 dan visibel

Identifikasi ekstrak teh hijau diamati menggunakan fase diam silika gel

F254 dan fase gerak campuran kloroform-asam asetat-asam formiat-iso propanol

(16:2:2:8 v/v) pereaksi semprot vanillin-asam klorida dengan jarak rambat 8,5 cm.

Setelah diamati dengan sinar UV 254 nm, 365 nm dan sinar visibel bercak

menunjukkan tinggi yang sama antara sampel ekstrak teh hijau dengan

(50)

Gambar 9. Ilustrasi gambar kromatogam KLT ekstrak kering teh hijau diamati dengan sinar UV 254 nm, UV 365 dan visibel

Keterangan :

Fase diam = silika gel GF254

Fase gerak = kloroform-asam asetat-asam formiat-iso propanol (16:2:2:8 v/v) Jarak elusi = 8,5 cm

P = pembanding EGCG 0,103% (b/v) S = ekstrak kering teh hijau

Pada pengamatan di sinar UV 254 nm terlihat adanya bercak lain pada

jarak rambat 8,5 cm. Namun tinggi bercak tersebut berbeda dengan tinggi bercak

pembanding (EGCG 0,103% (b/v)). Bercak tersebut diduga adalah senyawa lain

yang ikut terelusi oleh fase gerak.

Rƒ 1,00

Rƒ 0,00

Rƒ 0,38

(51)

B. Formulasi Sediaan Shampoo Ekstrak Kering Teh Hijau

Sediaan shampoo terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan

(eksipien). Bahan utama berupa surfaktan yang berfungsi untuk membersihkan

rambut dari minyak dan kotoran yang menempel. Surfaktan akan membentuk

micell yang terdiri dari lapisan hidrofob (bagian ekor) yang akan mengikat

minyak dan kotoran yang menempel, sedangkan lapisan hidrofil (bagian kepala)

akan mempermudah pembilasan oleh air. Bahan pendukung dapat berupa

thickening agent, pengawet, fragance dan conditioning agent.

Gambar 10. Struktur micell

Menurut Rieger (2000), dua surfaktan yang cocok digunakan untuk

basis shampoo adalah surfaktan anionik dan amfoterik. Surfaktan anionik

penggunaannya luas karena efek detergensinya yang tinggi dan harganya murah.

Sedangkan surfaktan amfoterik berperan dalam efek conditioning dan

melembutkan rambut. Surfaktan anionik sebagai surfaktan primer (utama),

sedangkan surfaktan amfoterik sebagai surfaktan sekunder. Surfaktan primer yang

digunakan adalah sodium lauryl sulphate (SLS) dan surfaktan sekunder yang

digunakan adalah cocamidopropyl betaine (betain). SLS digunakan untuk efek

(52)

yang baik, daya pembersih tinggi dan stabil dalam air sadah. SLS juga memiliki

HLB yang tinggi, yakni 40. Menurut Liebermann (1996), efek pembersihan

surfaktan yang baik pada HLB di atas 12 karena sifatnya yang hidrofil sehingga

mudah dibilas oleh air. Namun SLS ini dapat mengiritasi mata dan menimbulkan

efek kasar pada kulit, sehingga perlu dikombinasikan dengan surfaktan lain untuk

mengurangi efek iritasi tersebut dan dapat meningkatkan karakteristik shampoo

seperti stabilitas busa (Anonim, 2010). Betain merupakan co-surfaktan yang

sering digunakan karena meningkatkan formula mildness, viskositas dan

karakteristik busa (Arif, 2010). Betain juga akan menstabilkan busa yang

dihasilkan oleh SLS.

Untuk meningkatkan viskositas shampoo maka digunakan carbopol 940

sebagai agen peningkat viskositas. Carbopol 940 merupakan tipe carbopol yang

memiliki penampilan paling jernih dan viskositas paling tinggi, yaitu

40.000-60.000 cps (pada kadar 0,5% dengan pH 7,5) (Allen, 2002). Carbopol memiliki

karakter fisiologis netral dan tidak menimbulkan iritasi, baik pada iritasi primer

maupun uji sensitifitasi. Carbopol yang terdispersi dalam air bersifat asam. Pada

kondisi asam, sebagian gugus karboksil pada rantai polimer akan membentuk

gulungan. Oleh karena itu perlu ditambahkan basa kuat seperti NaOH hingga

dicapai pH optimum 4,5-11 (Barry, 1983), di mana pada pH tersebut carbopol

memiliki viskositas yang optimum. Penambahan basa akan memutuskan gugus

karboksil dan meningkatkan muatan negatif sehingga timbul gaya tolak menolak

elektrostatis yang akan membuatnya menjadi gel yang rigid (kaku) dan

(53)

(2010) netralisasi carbopol 940 dengan NaOH menghasilkan gel yang lebih jernih

dibandingkan trietanolamin. Carbopol 1 g dapat dinetralisasi dengan kurang lebih

0,4 g NaOH (Rowe, 2006).

Reaksi penambahan basa :

R-COOH + NaOH  R-COONa + H2O

R-COONa  R-COO- + Na+

Muatan negatif pada COO- akan saling tolak-menolak sehingga

menghasilkan sistem gel yang rigid. Penambahan basa yang berlebihan akan

membuat carbopol menjadi encer karena kation-kation melindungi gugus-gugus

karboksil dan juga mengurangi gaya tolak-menolak elektrostatis.

Gambar 11. Susunan carbopol 940 yang berubah dari coiled menjadi uncoiled

Selain penambahan carbopol 940 sebagai thickening agent, perlu

ditambahkan NaCl sebagai viscosity modifier agar tercapai viskositas optimum.

Viskositas yang dihasilkan oleh carbopol 940 cukup tinggi sehingga perlu

ditambahkan NaCl untuk menurunkan viskositas. Mekanismenya adalah

pergeseran laju reaksi di mana ketika berada di air NaCl akan terdisosiasi

sempurna menjadi Na+ dan Cl- yang akan menggeser reaksi COONa  COO- +

Na+ sehingga COO- yang telah terbentuk akan berikatan kembali dengan Na+ dan

(54)

Rambut yang lembut merupakan efek yang diharapkan dari penggunaan

shampoo. Efek tersebut dapat dicapai dengan penambahan humectant yang

merupakan agen yang mengontrol perubahan kelembaban antara produk dengan

udara pada kulit (Strianse, 1957). Humectant menjadi faktor yang penting karena

tidak hanya air saja yang dikenal memiliki peranan penting dalam mengatur

kelembutan kulit. Penelitian menunjukkan jika NMF (Natural Moisturizing

Factor) dihilangkan dari kulit, air saja tidak cukup menjaga elastisitas kulit

(Loden, 2000). Humectant yang digunakan adalah gliserol yang merupakan

humectant yang umum digunakan dan mengandung substansi dengan bobot

molekul rendah yang dapat menarik air. Gliserol juga larut dalam air sehingga

compatible dengan bahan-bahan shampoo lainnya. Gliserol dapat menjaga

kelembaban sediaan sehingga tidak menimbulkan efek rambut kering.

Penambahan ekstrak teh hijau dalam formulasi shampoo berfungsi

sebagai penutrisi rambut untuk merangsang pertumbuhan rambut. Berdasarkan

hasil penelitian, ekstrak teh hijau ini tidak stabil dalam pH yang cenderung basa,

melainkan sangat stabil dalam pH < 4 dan stabil dalam pH 4-8. Oleh karena itu

diperlukan adanya penambahan asam agar pH shampoo cenderung asam namun

masih sesuai dengan pH kulit kepala yakni 5-6. Pada awalnya ditambahkan asam

sitrat untuk menurunkan pH, namun shampoo cenderung tidak stabil dan warna

shampoo menjadi lebih gelap, sehingga ditambahkan asam askorbat untuk

menurunkan pH sampai 5. Menurut Zhou, Chiang, Portocarrero, Zhu, Hill,

Heppret, dkk (2010), asam askorbat dapat meningkatkan stabilitas ekstrak teh

(55)

garam pada struktur rambut. Sebaliknya pH lebih dari 8,5 akan merusak ikatan

sulfida dan pH lebih dari 12 akan merusak ikatan hidrogen dan jembatan garam

pula. Apabila ketiga ikatan tersebut hilang maka rambut akan kasar dan rusak

(Corcoran, 1997).

Selain itu, bahan yang ditambahkan adalah pengawet. Pengawet dalam

hal ini adalah metil paraben perlu ditambahkan karena sediaan yang akan dibuat

yakni shampoo memiliki kandungan air yang tinggi yang dapat menjadi media

pertumbuhan mikroba. Menurut Rowe (2006), paraben efektif pada rentang pH

yang lebar dan mempunyai spektrum aktivitas antimikroba yang luas. Selain itu

kelarutan metil paraben 1:400 dalam air sehingga dapat bercampur dengan baik

dalam shampoo yang medianya adalah air.

Untuk pembuatan shampoo ini digunakan aqua demineralisata yang

sudah dihilangkan kandungan logam-logam didalamnya. Tujuannya adalah untuk

menghindari keberadaan mineral-mineral seperti Ca dan Mg yang mungkin

terdapat dalam air. Ion-ion tersebut dapat berikatan dengan COOH- pada carbopol

yang mengakibatkan gaya tolak-menolak berkurang dan viskositas menurun.

C. Efek Carbopol 940, Gliserol, Serta Interaksinya Dalam Menentukan Sifat Fisis Shampoo

Data yang diperoleh dari uji sifat fisis shampoo kemudian dianalisis

menggunakan Desain Expert untuk mengetahui besar efek faktor terhadap sifat

fisis (viskositas dan ketahanan busa setelah dua hari pembuatan shampoo) dan

(56)

Berikut ini merupakan data besar efek carbopol 940 dan gliserol serta

interaksi keduanya terhadap sifat fisis shampoo dalam penelitian :

Tabel IV. Efek Carbopol 940 dan Gliserol, serta Interaksi Keduanya dalam Menentukan Sifat Fisis Shampoo Ekstrak Kering Teh Hijau

Keterangan : - (negatif) : efek dari faktor tersebut dapat menurunkan sifat fisik dan stabilitas shampoo.

+ (positif) : efek dari faktor tersebut dapat meningkatkan sifat fisik dan stabilitas shampoo.

Di bawah ini merupakan data persamaan desain faktorial :

Tabel V. Persamaan Desain Faktorial

Sifat Fisis dan Stabilitas Shampoo

Persamaan Desain Faktorial Model (p) Keterangan

Viskositas Y = 11,571 + (3,536) X1 +

(-Persamaan desain faktorial yang diperoleh dari respon viskositas valid

(p<0,05) (Tabel V) sehingga dapat digunakan untuk memprediksi respon yang

diinginkan, sedangkan untuk respon ketahanan busa diperoleh persamaan yang

tidak valid (p>0,05) sehingga tidak bisa untuk memprediksi respon yang

diinginkan.

.

Respon Nama bahan Efek Kontribusi (%)

Viskositas A-Carbopol 940 825,00 87,14

B-Gliserol -0,0833 8,89 x 10-3

AB-Interaksi 0,92 1,08

Ketahanan busa A-Carbopol 940 0 0

B-Gliserol 0,13 5,03

(57)

1. Viskositas

Berdasarkan Tabel IV, diperoleh efek carbopol 940 terhadap viskositas

shampoo sebesar 825,00, gliserol terhadap viskositas shampoo sebesar |-8,33|, dan

interaksi antara keduanya sebesar 91,67. Carbopol 940 memberikan kontribusi

paling besar (87,14%) terhadap viskositas shampoo.

Efek carbopol 940 dan gliserol serta interaksi keduanya terhadap

viskositas shampoo dapat dilihat pada gafik berikut :

Gambar 12. Gafik Efek Carbopol 940 dan Gliserol terhadap Respon Viskositas Setelah dua hari

Peningkatan carbopol 940 pada gliserol level rendah dan tinggi

sama-sama meningkatkan respon viskositas shampoo (Gambar 12a). Namun pada

gliserol level rendah respon viskositas mengalami peningkatan yang lebih kecil

dibandingkan pada gliserol level tinggi. Efek gliserol pada respon viskositas

adalah menurunkan viskositas, hal ini terlihat dari nilai efek yang bernilai negatif. b

a

: gliserol level rendah

: gliserol level tinggi

: carbopol 940 level rendah

(58)

Namun nilai kontribusinya sangat kecil yakni 8,891 x 10-3, sehingga pada gafik

baik gliserol level rendah dan tinggi sama-sama meningkatkan respon viskositas

shampoo karena carbopol 940 lebih dominan dalam menentukan viskositas.

Peningkatan gliserol pada carbopol 940 level rendah akan menurunkan

viskositas sedangkan pada level tinggi akan meningkatkan viskositas. Hal ini

dikarenakan carbopol 940 memiliki efek yang dominan terhadap viskositas

(berkontribusi sebesar 87,14%) sehingga dengan menurunnya konsentrasi

carbopol 940 maka viskositasnya juga akan menurun. Hal ini diperkuat dengan

nilai efek gliserol yang kecil pada respon viskositas (kontribusinya sebesar 8,891

x 10-3) sehingga walaupun gliserol meningkat maka efeknya lebih kecil

dibandingkan carbopol 940.

Interaksi antara carbopol 940 dan gliserol dalam menentukan viskositas

shampoo dapat dilihat pada gafik, yaitu adanya perpotongan garis (Gambar 12a)

dan garis yang hampir sejajar (Gambar 12b).

Tabel VI. Hasil analisis menggunakan ANOVA dengan Desain Expert pada respon viskositas setelah dua hari

Carbopol 940 dan gliserol serta interaksi keduanya memberikan efek

yang signifikan terhadap respon viskositas shampoo bila p<0,05. Hasil analisis

data viskositas (Tabel VI), diperoleh nilai p>0,05 menunjukkan bahwa gliserol

(59)

viskositas. Namun pada faktor carbopol 940 didapatkan nilai p<0,05 yang

menunjukkan bahwa carbopol 940 memiliki efek yang signifikan terhadap

viskositas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hanya pengaruh carbopol 940 yang

dominan dalam respon viskositas.

2. Ketahanan busa

Berdasarkan Tabel IV, diperoleh efek carbopol 940 terhadap ketahanan

busa shampoo sebesar 0, gliserol terhadap ketahanan busa shampoo sebesar 0,12,

dan interaksi antara keduanya sebesar |-0,083|. Gliserol memberikan kontribusi paling besar (5,03%) terhadap ketahanan busa shampoo.

Gambar 13. Gafik Efek Carbopol 940 dan Gliserol terhadap Respon Ketahanan Busa Setelah dua hari

Peningkatan carbopol 940 pada gliserol level rendah akan meningkatkan

respon ketahanan busa shampoo sedangkan pada gliserol level tinggi akan

menurunkan ketahanan busa shampoo (Gambar 13a). Efek carbopol 940 dalam

respon ketahanan busa adalah 0 atau dapat dikatakan tidak memberikan efek,

: gliserol level rendah

: gliserol level tinggi

: carbopol 940 level rendah

: carbopol 940 level tinggi

Gambar

Gambar 1. Struktur epicathecin (EC), epicatechin gallate (ECG), epigallocatechin(EGC) dan epigallocathecin gallate (EGCG) (Svabodova dkk, 2003)
Gambar 2. Struktur Sodium Lauryl Sulphate (SLS)
Gambar 3. Struktur Cocamidopropyl betaine
Gambar 4. Monomer asam akrilat dari polimer carbomer (Rowe, 2006).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Diperoleh area optimal formula krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau dengan asam stearat dan minyak wijen sebagai fase minyak berdasarkan superimposed contour

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan optimasi komposisi Carbopol 940 sebagai gelling agent dan Tween 80 sebagai emulsifying agent pada sediaan emulgel sunscreen ekstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi pengaruh dari Carbopol ® 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan pada level yang

Eva Nur Fitriana, penulis skripsi yang berjudul Formulasi Sediaan Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih (Curcuma mangga Val.) dengan Carbopol ® 940 sebagai Gelling Agent

Optimasi dilakukan pada humectant yaitu propilen glikol dan gliserol dengan parameter sifat fisis krim yang diuji meliputi : viskositas, daya sebar, dan stabilitas krim

Penelitian mengenai formulasi gel anti ageing isoflavon tempe dengan Carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilenglikol sebagai humectant ini bertujuan untuk

Tujuan penelitian eksperimental ini adalah mengetahui pengaruh penambahan gliserol dan sorbitol sebagai humectant serta CMC Na 10% sebagai gelling agent terhadap sifat fisis

Menentukan faktor dan/atau interaksi yang berpengaruh signifikan di antara tween 80, span 80, dan carbopol pada level yang diteliti dalam menentukan sifat fisik (daya