TINGKAT RELIGIUSITAS DAN MORALITAS
REMAJA AWAL DI ASRAMA
(Studi Deskriptif pada Remaja Asrama St. Aloysius,Turi
dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-Topik Bimbingan Dan
Konseling di Asrama)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh: Supriyati NIM: 101114004
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
TINGKAT RELIGIUSITAS DAN MORALITAS
REMAJA AWAL DI ASRAMA
(Studi Deskriptif pada Remaja Asrama St. Aloysius, Turi
dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-Topik Bimbingan Dan
Konseling di Asrama)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh: Supriyati NIM: 101114004
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
Skripsi ini kupersembahkan kepada: • Tuhan Yesus yang selalu memperkati
• Sr.M.Julia Juliarti pemimpin propinsi beserta staf Dewan Propinsi St.Yusuf Pringsewu – Lampung.
• Para suster propinsi St.Yusuf Pringsewu Lampung.
• Sr.M.Anita dan para suster komunitas St. Maria Yogyakarta.
• Para dosen dan staf Prodi Bimbingan dan Konseling.
v Motto
Satu-satunya cara untuk mendapatkan perkembangan yang cepat di jalur kasih ilahi adalah dengan menjaga diri tetap kecil dan
menaruh segala kepercayaan pada Allah yang Maha Kuasa. - St. Therese dari Lisieux
-“ Dalam hidup hanya ada satu tujuan yaitu Yesus Kristus, kalau kita tidak memiliki tujuan yang pasti maka akan kehilangan orientasi hidup”
viii
ABSTRAK
TINGKAT RELIGIUSITAS DAN MORALITAS REMAJA AWAL DI ASRAMA
( Studi Deskriptif pada Remaja Asrama St.Aloysius Turi
dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-Topik Bimbingan dan Konseling)
Supriyati
Universitas Sanata Dharma 2014
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan tingkat religiusitas remaja di asrama St. Aloysius Turi, (2) mendeskripsikan tingkat moralitas remaja di asrama St. Aloysius Turi, dan (3) mengusulkan topik-topik bimbingan dan konseling berdasarkan item-item instrumen yang terindentifikasi kategori sedang dan rendah. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan pendekatan deskriptif kuatitatif. Subjek penelitian ini adalah remaja yang berusia 13-15 tahun yang tinggal di asrama St. Aloysius Turi,yang berjumlah 37 anak. Instrumen yang digunakan adalah Skala Religiusitas dan Skala Moralitas Remaja dengan masing-masing item 43 dan 67 item. Nilai koefisien Relibilitas skala religiusitas 0,79 dan skala moralitas 0,91. Hasil dari penelitian menunjukkan sebanyak (19%) anak berada pada kategori tinggi, (65%) anak pada kategori sedang, dan (16%) anak pada kategori rendah tingkat Religiusitas. Sedangkan sebanyak (13%) anak berada pada kategori sangat tinggi, (22%) anak berada pada kategori tinggi, (57%) anak berada pada kategori sedang, dan (8%) anak berada pada kategori rendah tingkat Moralitas. Usulan topik-topik bimbingan religiusitas: 1) beragama dan berkepercayaan sekaligus beriman; 2) kehadiran Tuhan dalam tanda dan doa; 3) menjadi pribadi yang berkualitas; 4) aku memiliki kemampuan. Usulan topik-topik bimbingan Moralitas:1) menjadi anak empatik; 2) suara hati; 3) manusia berhadapan dengan aneka peraturan; 4) manusia makluk sosil; 5) menolong orang miskin; 6) bergaul dan bekerjasama.
ix
ABSTRACT
LEVEL OF RELIGIOUSITY ANDMORALITY OF EARLYADOLESCENCE INDORMITORY
(A descriptive Study on Adolescent in St. Aloysius indormitory at Turiand the Implications to the suggeted topics of Guidance and Counseling)
Supriyati
Sanata Dharma University 2014
This research study aims:(1) to describe there ligiosity of adolescent of St. Aloysius indormitory at Turi; (2) to describe the morality of the teenagers of St. Aloysius indormitory at Turi; and (3) to identify the topics proposed for guidance and counseling based on items of medium and low instrument.This research is a field study with adescriptive-quantitative approach, where as respondents in this study are the adolescent taged 13-15 years who live in St.Aloysius boarding house at Turi. The number of respondents in this study counts 37 students. The instrument usedis as cale of Religiosity and Adolescent morality scale with each of the 43 items and 67 items. The coefficient value of realiability is for religiosity scale 0.79 and morality scale 0.91
The result of this study shows: on the level of religiosity, 19% students in high category, 65% students in medium category, and 16% students in low category. And on the level of morality, 13% students in the very high category, 22% students in the high category, 57% students in the medium category, and 8% students in the low category. The suggested topics for guidance of religiosity: 1) having religion,belief and faith; 2) the presence of God insigns and prayer; 3) to bea qualified person; 4) I have ability. The suggested topics for guidance: 1) to be an empathetic child; 2) conscience; 3) human being deals with regulation; 4) social beings; helping the poor; 6) mingling with and working together.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur bagi Allah sumber segala rahmat dan kekuatan. Berkat kemurahan dan kelimpahan kasih-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis memperoleh bantuan, dukungan, perhatian dan bimbingan dari banyak pihak. Untuk itu penulis mengucapkan syukur dan terima kasih kepada:
1. Drs. G. Barus, M.Si. sebagai Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling dan Konseling yang telah memberikan ijin untuk penulisan skripsi ini.
2. J. Donal Sinaga, M.Pd. sebagai dosen pembimbing skripsiyang telah dengan penuh kesabaran dan ketulusan hati telah memberikan bimbingan, saran, petunjuk, dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Para dosen dan staf Program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma yang telah banyak memberikan bekal, bantuan, dukungan,
dan bimbingan kepada penulis dalam tugas studi.
4. Sr. M. Julia Juliarti, FSGM pemimpin propinsi beserta Staf Dewan
Propinsi St. Yusup Pringsewu Lampung, yang telah memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan diri dengan mengikuti studi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
xi 8. Teman-teman Pr
atas persahabata
dan para suster St.Maria Yogyakarta, yang telah me n, perhatian dan dukungan kepada penuli n tugas studi.
Propinsi St.Yusup Pringsewu Lampung ya doa, perhatian, dan dukungan kepada penuli n tugas studi.
Program Studi Bimbingan dan Konseling angka batan, kerjasama, dan kebersamaannya selam n tugas studi.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Definisi Operasional... 8
BAB IITINJAUAN PUSTAKA A. Religiusitas 1. Pengertian Religiusitas... 10
xiii
3. Faktor-faktor Pembentukan Religiusitas... 13
4. Karakter Individu yang Memiliki Religiusitas... 15
B. Moralitas 1. Pengertian Moralitas ... 18
2. Perkembangan Moralitas... 21
3. Faktor Pembentuk Moralitas ... 25
4. Karakter Moralitas ... 26
C. MasaRemaja 1. Pengertian Remaja ... 27
2. Ciri-ciri Remaja ... 28
3. Tugas Perkembangan Remaja ... 30
4. Kebutuhan Remaja ... 31
5. Perkembangan Religiusitas dan moralitas Pada Remaja .... 35
D. Program Bimbingan 1. Pengertian Program Bimbingan... 36
2. Syarat-syarat Program Bimbingan... 36
3. Langkah-langkah Pembuatan Program Bimbingan ... 37
E. Kerangka Berpikir... 38
BAB III. METODE PENELITIAN A. Jeni s Penelitian... 39
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39
C. Subyek Penelitian dan Populasi Penelitian ... 39
xiv
E. Variabel Penelitian ... 45
F. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 46
G. Teknik Analisis Data... 53
H. Prosedur Pengumpulan dan Data Penelitian ... 58
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Tingkat Moralitas dan Religiusitas ... 59
2. Pembahasan ... 63
B. UsulanTopik Bimbingan ... 66
BAB V. PENUTUP DAN SARAN A. Ringkasan ... 87
B. Kesimpulan ... 88
C. Saran... 90
DAFTAR PUSTAKA ... 93
xiv
Lampiran 1 : Data hasil Penelitian anak Asrama St Aloysius turi mengenai Religiusitas dan Moralitas
Lampiran 2 : Kuesioner Tingkat Religiusitas dan Moralitas anak asrama St Aloysius Turi
Lampiran 3 : Data Uji Valliditas Instrumen.
Lampiran 4 :Data Uji Relibilitas Intrumen
Lampiran 5 : Surat Pernyataan untuk mengadakan Penelitian Di asrama St.Aloysius Turi
1
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah,tujuan
penelitian, manfaat penelitian,dan definisi operasional.
A. Latar Belakang
Asrama Santo Aloysius Turi, merupakan tempat pembinaan anak-anak
remaja yang pada awal berdirinya sebenarnya hanya dimaksudkan untuk
menampung anak-anak usia SMP yang berasal dari dusun di sekitar Lereng
Gunung Merapi di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Anak-anak ini bersekolah
di SMP Santo Aloysius Turi, yang didirikan pada tahun 1969 oleh tokoh umat
setempat dan kemudian sejak tahun 1969, para bruder CSA membantu
mengelola sekolah ini.
Seiring dengan perkembangan waktu, asrama tersebut kini tidak hanya
dihuni oleh anak-anak dari dusun sekitar Gunung Merapi, tetapi bisa dari
beberapa kota besar di Indonesia yang menginginkan tempat yang aman dan
nyaman bagi anak-anaknya. Sesuai kebutuhan masyarakat, Asrama St.
Aloysius Turi kemudian menampung siswa SMP putra dan putri, walaupun
lokasi, pendampingan serta bentuk pembinaan tetap dipisah dan dibedakan.
Asrama St Aloysius Turi dikelola dengan tujuan untuk mendidik generasi
muda menjadi pribadi yang memiliki hati nurani dan kepedulian terhadap
sesama dan lingkungan, serta mampu mewujudkan penghayatan iman kristiani
dan menjalankan aturan yang telah ditetapkan oleh asrama bukan semata-mata
sebagai rutinitas belaka, tetapi anak-anak memaknai sebagai latihan mengolah
diri untuk mengenal Tuhan lebih dekat. Di dalam perjalanan waktu tidak
mudah anak-anak untuk mengikuti dan menaati peraturan yang telah di
tetapkan di asrama. sebagian besar anak-anak berasal dari keluarga yang orang
tuanya sibuk dengan pekerjaan, sehingga kebutuhan anak mengenai
pengetahuan religiusitas dan moralitas sedikit. Hal ini terlihat ketika anak-anak
mengikuti doa bersama masih belum sungguh-sungguh kusuk dan serius.
Fenomena ini yang menjadi semangat para bruder CSA dalam mendapingi
anak-anak asrama.
Pengelolaan asrama merupakan salah satu perwujudan kepedulian
bruder-bruder CSA terhadap pendidikan generasi muda jaman ini. Dalam karya
pendidikan bruder-bruder CSA memiliki visi dan misi seperti yang tercantum
dalam Visi Misi karya kerasulan bruder-bruder CSA.1 Sesuai dengan visi dan
misi karya kerasulan bruder-bruder CSA, asrama St Aloysius Turi
mengutamakan mereka yang sangat membutuhkan bantuan, mereka yang
berasal dari daerah yang jauh dan tidak memiliki saudara di sekitar Turi,
mereka yang memiliki semangat untuk maju. Asrama St. Aloysius menampung
mereka yang beragama Katolik.
Asrama St Aloysius menampung siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama.
Para penghuni asrama ini berada dalam taraf perkembangan yang homogen
yaitu masa remaja. Mereka berada di jenjang pendidikan yang sama yaitu
1
sekolah menengah pertama. Para penghuni asrama adalah para siswa-siswi
SMP St. Aloysius turi, yang terdiri dari kelas I, II, III.
Para penghuni asrama tersebut berusia sekitar 13 tahun sampai 15 tahun.
Mereka berada pada masa remaja awal, suatu masa yang sangat penting bagi
perkembangan pribadinya untuk mencapai taraf kedewasaan. Remaja
membutuhkan bimbingan yang intensif untuk menghadapi
perubahan-perubahan yang terjadi dalam taraf perkembangan mereka. Pembimbingan
yang intensif dari orang-orang dewasa yang ada di sekitarnya sangat
mempengaruhi keberhasilan dan menyelesaikan tugas perkembangannya. Para
siswa-siswi mengikuti pendidikan reguler dari pagi hingga siang di sekolah
kemudian dilanjutkan dengan pendidikan di asrama seperti pendidikan agama
atau pendidikan nilai-nilai khusus seperti pendidikan moralitas.
Remaja yang tinggal di asrama dihadapkan pada berbagai tuntutan, seperti
harus mengikuti kegiatan rohani di gereja dan kegiatan rohani yang diadakan di
asrama. Kemampuan remaja dalam mengatur prilakunya terhadap
tuntutan-tuntutan tersebut didasarkan pada sikap dan prilaku yang dimiliki. Dalam hal
ini remaja perlu memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam berprilaku
khususnya mengenai religiusitas dan moralitas.
Masa remaja adalah masa penguasaan tugas-tugas perkembangan yang
memerlukan perubahan besar dalam sikap dan pola prilaku, banyak remaja
mencapai usia kematangan dengan beberapa tugas perkembangan yang belum
dikuasai sehingga dampaknya anak remaja kurang mampu bersikap dan
asrama sangat mempengaruhi perkembangan diri bagi anak-anak itu sendiri.
Maka timbul pertanyaan apakah telah terjadi suatu penyimpangan moral dan
religiusitas.
Menurut Hurlock (1997), periode remaja disebut sebagai periode keraguan
religiusitas sehingga banyak remaja memiliki agama sebagai suatu sumber dari
rangsangan emosional dan intelektual. Para remaja ingin mempelajari agama
(religiusitas) berdasarkan pengertian intelektual dan tidak ingin menerimanya
secara begitu saja. Remaja meragukan agama bukan karena ingin menjadi ateis
melainkan karena mereka menerima agama sebagai sesuatu yang bermakna
berdasarkan keinginan mereka untuk mandiri dan bebas menentukan
keputusan-keputusan sendiri. Perkembangan remaja dalam pengenalan akan
religiusitas mempengaruhi juga dengan perkembangan moralitas remaja.
Perkembangan dalam aspek moral sangat penting untuk diperhatikan supaya
remaja mampu menemukan identitas dirinya, mengembangkan personal yang
harmonis dan menghindari konflik-konflik peran yang selalu terjadi dalam
masa transisi.
Dari hasil observasi dan pengamatan yang dilakukan selama KKN
komunitas di Asrama St.Aloysius Turi selama satu bulan, bahwa anak-anak
asrama dalam hal religiusitas masih kurang memaknai dan memahaminya.
Mereka mengenal atau memaknai religiusitas hanya samar-samar atau
bayangan saja belum sepenuh hati. Anak-anak mengenal religiusitas hanya
Kurangnya pemahaman tentang religiusitas yang telah diberikan di asrama
mempengaruhi hidup moral mereka. Disaat menjalankan ibadat atau doa yang
diberikan di asrama anak-anak mengikutinya dengan baik tetapi karna
keterpaksaan, setelah itu anak-anak melakukan kekerasan terhadap teman yang
lainnya. Hal ini terbukti ketika diadakan rekoleksi bersama seluruh anak-anak
asrama selama dua hari, anak-anak senang mengikutinya karna keterpaksaan
dari asrama. Setelah melewati satu hari ternyata ada tiga anak yang melakukan
kekerasan terhadap satu anak hingga anak tersebut mengalami memar dibagian
wajah, perut dan kaki akibat di pukuli. Peristiwa ini telah menunjukkan bahwa
sebagian anak-anak asrama masih belum mampu memaknai religiusitas dalam
hidup dan mendalami moralitas sebagai perkembangan dirinya.
Moralitas dan religiusitas merupakan bagian yang cukup penting dalam
jiwa remaja. Sebagian orang berpendapat bahwa moralitas dan religiusitas bisa
mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa. Dengan begitu remaja
tidak melakukan hal-hal yang merugikan atau bertentangan dengan kehendak
atau pandangan masyarakat. Disisi lain, kurangnya moralitas dan religiusitas
ini sering dituding sebagai fakta penyebab meningkat tingkah laku remaja yang
kurang baik.
Untuk dapat melaksanakan pembimbingan yang mampu menyentuh semua
aspek kehidupan para remaja , pembimbing harus memiliki perencanaan atau
program yang relevan dengan permasalahan dan kebutuhan remaja. Salah satu
upaya yang dilakukan adalah menyusun topik-topik bimbingan yang sesuai
dapat melaksanakan program tersebut dalam upaya mempersiapkan setiap
remaja menjadi pribadi yang mampu bertanggungjawab terhadap hidupnya
sendiri.
B. Rumusan Masalah
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat
religiusitas dan moralitas remaja di Asrama St. Aloysius Turi Tahun Ajaran
2013/2014. Dalam penelitian ini ada tiga permasalahan yaitu:
1. Seberapa tinggi tingkat religiusitas pada remaja di asrama St.Aloysius Turi?
2. Seberapa tinggi tingkat moralitas pada remaja di asrama St.Aloysius Turi?
3. Topik-topik Bimbingan apa saja yang relevan diusulkan diberikan kepada
remaja Asrama St Aloysius Turi berdasarkan item-item instrumen yang
terindentifikasi sedang dan rendah?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah-masalah yang dikemukakan diatas, tujuan
penelitian ini adalah untuk:
1. Mendiskripsikan tingkat religiusitas pada remaja di Asrama St
Aloysius Turi tahun ajaran 2013/2014.
2. Mendiskripsikan tingkat moralitas pada remaja di Asrama St Aloysius
3. Menyusun usulan topik-topik bimbingan yang relevan bagi remaja
Asrama St Aloysius Turi berdasarkan item-item instrumen yang
terindentifikasi rendah.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat:
1. Manfaat Teoritik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan di bidang
ilmu bimbingan khususnya bimbingan untuk perkembangan remaja
dan ilmu pendidikan remaja yang berkaitan dengan tingkat religiusitas
dan moralitas remaja di asrama.
2. Manfaat Praktis:
a. Pembimbing di asrama St Aloysius Turi
Usulan Program Layanan Bimbingan dan Konseling ini dapat
digunakan sebagai pedoman pelaksanaan pelayanan bimbingan di
asrma St. Aloysius Turi.
b. Para penghuni asrama St. Aloysius Turi
Adanya program Pelayanan Bimbingan dan Konseling yang
sistematis memungkinkan para penghuni Asrama memperoleh
Bimbingan yang intensif dan serius sesuai dengan kebutuhan
E. Definisi Operasional
Definisi operasional beberapa istilah yang di pakai dalam penelitian ini
adalah:
1. Religiusitas merupakan kualitas dalam memahami, menghayati
serta mengimplikasikan nilai-nilai luhur dan aturan agama yang
dianut dalam kehidupan sehari-hari yang menunjukkan ketaatan
individu terhadap agama.
2. Moralitas merupakan kualitas perbuatan remaja yang dapat
dikatakan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk.
Moralitas menyangkut pengertian tentang baik-buruknya perbuatan
manusia.
3. Asrama merupakan rumah pemondokan yang besar dengan
menerima remaja yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Asrama
St Aloysius Turi didirikan di bawah naungan Yayasan St Aloysius
dengan tujuan yang sesuai dengan visi dan misi karya kerasulan
bruder-bruder CSA.
4. Program layanan bimbingan merupakan rangkaian kegiatan
bimbingan yang direncanakan untuk dilaksanakan dalam periode
waktu tertentu.Program Layanan Bimbingan akan diberikan kepada
remaja Asrama St Aloysius Turi. Dasar penyusunan program ini
berdasarkan dari hasil angket tentang tingkat moralitas dan tingkat
10
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam bab ini diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan landasan teori
yaitu pengertian religiusitas, pengertian moralitas, perkembangan remaja, dan
program bimbingan.
A. Religiusitas
1. Pengertian Religiusitas
Relegiusitas berasal dari bahasa Latin religiosus yang merupakan
kata sifat dari kata benda religio dan kemudian dihubungkan menjadi kata
re-eligere yang berarti mengikat kembali. Menurut Glock dan Stark (1965),
religiusitas adalah suatu bentuk kepercayaan adi kodrati di mana di
dalamnya terdapat penghayatan dalam kehidupan sehari-hari dengan
menginternalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Religiusitas merupakan aspek yang telah dihayati oleh individu di dalam
hati, getaran hati nurani pribadi, dan sikap personal. Kata religius sendiri
dipahami secara beragam, bukti pemaknaan ini dapat ditemukan di
2. Dimensi Religiusitas
Menurut Glock dan Stark (1965) religiusitas mempunyai lima dimensi
yaitu:
a. Dimensi Keyakinan
Dimensi ini membicarakan mengenai keyakinan. Keyakinan dapat
dipelajari dalam ragam cara dan metode. Struktur keyakinan terdapat
tiga bagian; pertama setiap agama memiliki keyakinan yang peran
utamanya adalah mengakui keberadaan yang ilahi dan untuk
menerangkan karakter-karakter; kedua terkait dengan keyakinan
akan dosa asal, keselamatan manusia, dan penghakiman terakhir;
ketiga tata tingkah laku yang harus di kaitkan terhadap Tuhan dan
terhadap sesama.
b. Dimensi Peribadatan
Dimensi peribadatan berkaitan dengan praktik-praktik keagamaan
yang dilakukan oleh pemeluk agama. Dalam dimensi ini
praktik-praktik keagamaan bisa berupa praktik-praktik keagamaan secara personal
maupun secara umum. Seorang yang religiusitas mampu
menjalankan ibadat yang diyakini dengan rutin, misalnya mengikuti
perayaan Ekaristi2dan ibadat,3pujian, doa, perayaan puasa.
2
Ekaristi ;Eucharist–Yun Syukur. Kata yang dipakai untuk menyebut seluruh acara misa, ekaristi juga menunjukkan pada ucapan syukur dan kehadiran Tuhan.
3
c. Dimensi Penghayatan
Dimensi penghayatan membahas tentang penghayatan seseorang
terhadap ajaran agamanya, dan bagaimana perasaan mereka terhadap
Tuhan, dan bagaimana mereka bersikap terhadap agama.
d. Dimensi Pengetahuan
Dimensi ini menyangkut pengetahuan mengenai ajaran iman dan
kitab suci. Mampu memiliki informasi dan pengetahuan yang
memadai mengenai hal-hal agama dan iman. Untuk mengetahui
pengetahuan digunakan empat cara yaitu; menanyakan mengenai
pengetahuan yang sudah dimiliki, menanyakan mengenai sikap-sikap
terhadap pengetahuan, dan dapat juga dibuktikan dengan memeriksa
tingkat pengetahuan terkait dengan membaca kitab suci dan
pengetahuan tentang iman dan agama.
e. Dimensi Pengalaman
Setiap agama memiliki harapan terdasar yaitu mencapai pengetahuan
akan yang ilahi atau yang tertinggi. Pengalaman ini melibatkan juga
emosi, persepsi, dan sensasi. Ada empat tempat dimana perasaan
religius diekspresikan. Tempat-tempat tersebut adalah perhatian,
kognisi, kepercayaan atau iman dan ketakutan. Pertama perhatian, ini
terkait dengan tema-tema seperti tujuan hidup dan ketidakpuasan
akan yang ilahi, ketiga kepercayaan ini berkaitan dengan
ketergantungan kepada yang ilahi atau penyerahan kepada yang
maha tinggi dan keempat ketakutan, hal ini tidak menekankan rasa
takut akan yang ilahi.
3. Faktor-faktor Pembentuk Religiusitas
Menurut Yusuf (2009) pembentuk religiusitas dipengaruhi oleh faktor
pembawaan dan lingkungan.
a. Faktor Bawaan
Setiap manusia yang lahir ke dunia, menurut tingkat kejadiannya
mempunyai potensi religiusitas atau keimanan kepada Tuhan atau
percaya adanya kekuatan di luar dirinya yang mengatur hidup dan
kehidupan alam semesta. Masyarakat yang primitif muncul
kepercayaan terhadap roh-roh gaib yang dapat memberikan kebaikan
atau malapetaka.
b. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan itu tiada lain adalah lingkungan individu itu
hidup. Lingkungan itu adalah keluarga, sekolah dan masyarakat:
1. Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak
kepribadian sangat dominan. Dalam hal ini, orang tua mempunyai
peranan yang sangat penting dalam menumbuhkembangkan tingkat
religiusitas anak remaja. Peranan orang tua dalam menumbuhkan
religiusitas anak remaja yaitu:
a) Orang tua merupakan pembina pribadi yang sangat penting bagi
remaja, dan tokoh yang diindentifikasi atau ditiru anak remaja,
maka hendaknya orang tua memiliki kepribadian yang baik atau
berakhal mulia.
b) Orang tua hendaknya mempermalukan anaknya dengan baik.
Sikap dan prilaku orang tua yang baik adalah memberikan
curahan kasih sayang yang iklas, bersikap respek, menerima anak
sebagaimana biasanya, mau mendengar keluhan anak, memaafkan
kesalahan anak dan meminta maaf bila orang tua sendiri salah dan
meluruskan kesalahan anak dengan alasan yang tepat.
c) Orang tua hendaknya memelihara hubungan yang harmonis antar
anggota keluarga. Hubungan yang harmonis penuh pengertian dan
kasih sayang maka akan mempengaruhi perkembangan anak
remaja.
d) Orang tua hendaknya membimbing, mengajarkan dan melakukan
2. Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang sistematik
dalam melaksanakan bimbingan, pengajaran dan pelatihan pada anak.
Menurut Hurlock (1997) pengaruh sekolah terhadap perkembangan
kepribadian anak sangat besar, karena sekolah merupakan substansi
dari keluarga dan guru substansi dan orang tua.
3. Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat yang dimaksud adalah situasi atau kondisi
interaksi sosial dan sosio kultural yang secara potensial berpengaruh
terhadap perkembangan remaja dalam religiusitas atau kesadaran
individu. Dalam masyarakat individu akan melakukan interaksi sosial
dengan teman-teman sebaya atau anggota masyarakat lainnya.
4. Karakter Individu yang Memiliki Religiusitas
Individu yang memiliki religiusitas tinggi akan tercermin dalam
perilakunya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Glock dan Stark dalam
dimensi religiusitas, karakteristik individu memimiliki religiusitas
berdasarkan dimensi religiusitas yaitu:
a. Memiliki ciri utama berupa keyakinan yang kuat, ini mengkaitkan dengan
iman kepada Allah, Malaikat, kitab-kitab, dan Nabi. Seorang yang
memberikan rahmat dan anugerah. Melakukan kebaikan-kebaikan
terhadap orang lain di dunia, melaksanakan perintah Allah, serta
menyakini adanya hal-hal yang dianggap suci dan sakral, seperti kitab
suci, tempat ibadah.
b. Mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagimana disuruh dan diajarkan
oleh agamanya.
c. Perilaku-perilaku yang ditunjukkan disesuaikan dan dimotivasi oleh
ajaran-ajaran agamanya seperti suka menolong, bekerjasama, berderma,
menegakkan keadilan dan kebenaran, berlaku jujur, memaafkan, menjaga
lingkungan hidup, menjaga amanat, memaafkan.
d. Mengetahui dan memahami hal-hal yang pokok mengenai dasar-dasar
keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi terhadap ajaran
agamanya. Dengan mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan agama
yang dianut, seseorang akan lebih paham tentang ajaran agama yang
dipeluknya.
e. Merasakan pengalaman-pengalaman unik dan spektakuler yang merupakan
keajaiban yang datang dari Allah, seperti merasakan bahwa doanya
dikabulkan Allah, merasakan ketentraman karena menuhankan Allah,
tersentuh atau bergetar ketika bersyukur atas nikmat yang dikaruniakan
Hawari (dalam Sutoyo 2009) menyebutkan ciri seseorang yang memiliki
religiuistas yaitu:
1. Merasa resah dan gelisah manakala tidak melakukan sesuatu yang
diperintahkan Allah atau melakukan sesuatu yang dilarang oleh-Nya. Ia
akan merasa malu ketika berbuat sesuatu yang tidak baik meskipun tak
seorangpun melihatnya. Selain itu Ia juga selalu ingat kepada Allah,
perasaannya tenang dan aman karena merasa dilindungi oleh zat yang
maha perkasa lagi bijaksana.
2. Selalu merasa bahwa segala tingkah laku dan ucapannya ada yang
mengontrol. Oleh sebab itu mereka selalu berhati-hati dalam bertindak
dan berucap.
3. Melakukan pengamalan agama seperti yang dicontohkan oleh para Nabi,
karena hal tersebut dapat memberikan rasa tenang dan terlindungi bagi
pemeluknya.
4. Memiliki jiwa yang sehat sehingga mampu membedakan mana yang baik
dan buruk bagi dirinya.
5. Selalu melakukan aktivitas-aktivitas positif dalam kehidupannya,
walaupun aktivitas tersebut tidak mendatangkan keuntungan materi
dalam kehidupan dunianya. Hal ini dikarenakan ia memiliki kontrol diri
yang baik sehingga timbul kesadaran bahwa apapun yang ia lakukan
6. Kesadaran bahwa ada batas-batas maksimal yang tidak mungkin
dicapainya, karena ia menyadari bahwa hal tersebut sepenuhnya
merupakankehendak Allah dan tidak mudah mengalami stress ketika
mengalami kegagalan serta tidak pula menyombongkan diri ketika
sukses, karena ia yakin bahwa kegagalan maupun kesuksesan pada
dasarnya merupakan ketentuan Allah.
Secara umum, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri seseorang yang
memiliki religiusitas yaitu memiliki keyakinan yang kuat akan adanya Allah
sehingga ia merasa resah dan gelisah manakala tidak melakukan sesuatu
yang diperintahkan Allah dan sesuatu yang dilarang Allah serta merasa
segala tingkah lakunya ada yang mengontrol. Memiliki kesadaran bahwa
ada batas-batas maksimal yang tidak mungkin dicapainya karena ia
menyadari bahwa hal tersebut sepenuhnya merupakan takdir Allah. Mampu
membedakan mana yang baik dan buruk bagi dirinya dan selalu melakukan
aktivitas-aktivitas positif dalam hidupnya.
B. Moralitas
1. Pengertian moralitas
Istilah moralitas berasal dari kata Latin “mos”, yang berarti adat
istiadat, kebiasaan, peraturan atau nilai-nilai dan tatacara kehidupan.
Sedangkan moralitas sendiri merupakan kemampuan untuk menerima dan
2. Tahap-Tahap Perkembangan Moralitas
Menurut Kohlberg ada enam tahap dalam perkembangan moral dapat
dikaitkan satu sama lain dalam tiga tingkat sehingga tiap tingkat memiliki
dua tahap yaitu:
a. Tingkat Prakonvensional
Pada tingkat ini si anak mengakui adanya aturan-aturan dan baik serta
buruk mulai menpunyai arti baginya, tapi hal itu semata-mata
dihubungkan dengan reaksi orang lain. Penilaian tentang baik buruknya
perbuatan hanya ditentukan oleh faktor-faktor dari luar. Motivasi untuk
penilaian moral terhadap perbuatan hanya didasarkan atas akibat atau
konskuensi yang dibawakan oleh perilaku si anak. Pada tingkat
prokonvensional ini dapat dibedakan dua tahap:
1. Orientasi hukuman dan kepatuhan
Anak mendasarkan perbuatannya atas otoritas konkret, dan atas
hukuman yang akan menyusul, bila ia tidak patuh. Perspektif si anak
semata –mata egosentris. Ia membatasi diri pada kepentingannya
sendiri dan belum memandang kepentingan orang lain. Ketakutan
untuk akibat perbuatannya adalah perasaan dominan yang menyertai
motivasi moral itu.
2. Orientasi realitivis instrumental
Perbuatan adalah baik, jika ibarat instrumen dapat memenuhi kebutuhan
menyadari kepentingan orang lain juga, tapi hubungan antara manusia
dianggapnya seperti hubungan orang dipasar: tukar menukar.
b. Tingkat Konvensional
Anak mulai beralih ke tingkat antara umur sepuluh dan tiga belas
tahun. Perbuatan sudah dinilai berdasarkan norma-norma umum dan
kewajiban serta otoritas dijunjung tinggi. Anak mulai menyesuaikan
penilaian dan perilakunya dengan harapan orang lain atau kode yang
berlakunya dengan harapan orang lain atau kode yang berlaku dalam
kelompok sosialnya.
1. Penyesuaian dengan kelompok atau orientasi menjadi anak manis:
Anak cenderung mengarahkan diri kepada keinginan serta harapan dari
para anggota keluarga atau kelompok lain. Perilaku yang baik adalah
perilaku yang menyenangkan dan membantu orang lain serta disetujui
oleh orang lain.dalam tahap ketiga perbuatan itu dianggap baik, karena
di baliknya ada maksud baik.
2. Orientasi hukum dan ketertiban
Anak mulai menyesuaikan diri dari kelompok , kekelompok yang lebih
abstrak. Perilaku yang baik adalah melakukan kewajibannya,
menghormati otoritas dan mempertahankan ketertiban sosial yang
c. Tingkat Pascakonvensional
Tingkat ketiga disebut juga tingkat otonom atau tingkat berprinsip.
Moral dipandang sebagai penerimaan tanggung jawab pribadi atas dasar
prinsip-prinsip yang dianut dalam batin. Orang muda mulai menyadari
bahwa kelompoknya tidak selamanya benar. Tingkat ketiga mempunyai
dua tahap yaitu:
1. Orientasi kontrak sosial legalistis.
Dalam tahap ini disadari relativisme nilai-nilai dan pendapat-pendapat
pribadi dan kebutuhan akan usaha-usaha untuk mencapai konsensus.
Apa yang disetujui dengan cara demokratis, baik buruknya tergantung
pada nilai-nilai dan pendapat-pendapat pribadi.
2. Orientasi prinsip etika yang universal
Orang mengatur tingkah laku dan penilaian moralnya berdasarkan hati
nurani pribadi. Prinsip-prinsip etis dan hati nurani berlaku secara
universal. Orang yang melanggar prinsip-prinsip hati nurani ini akan
mengalami penyesalan yang mendalam.
2. Perkembangan Moralitas
Perkembangan moral remaja adalah masa dimana remaja menjadi lebih
matang dibandingan dengan usia anak. Mereka lebih mengenal tentang
terdapat tujuh hal utama yang merupakan sifat dasar dari moral dan dapat
membantu anak untuk bersikap sesuai dengan moral ketika menghadapi
tekanan lingkungan. Sifat-sifat tersebut dapat diajarkan, dicontohkan,
diinspirasikan, dan dibentuk agar anak dapat menguasainya. Ketujuh sifat
baik utama tersebut adalah:
a. Empati (Empathy)
Empati merupakan inti emosi moral yang membantu anak memahami
perasaan orang lain. Kebajikan ini membuatnya menjadi peka terhadap
kebutuhan dan perasaan orang lain, mendorongnya menolong orang yang
kesusahan atau kesakitan, serta menuntutnya memperlakukan orang
dengan kasih sayang. Emosi moral yang kuat mendorong anak bertindak
benar karena ia bisa melihat kesusahan orang lain sehingga mencegahnya
melakukan tindakan yang dapat melukai orang lain
b. Hati Nurani (Conscience)
Hati nurani adalah suara hati yang membantu anak memilih jalan
yang benar daripada jalan yang salah serta tetap berada di jalur yang
bermoral; membuat dirinya meras bersalah ketika menyimpang dari jalur
yang semestinya. Kebajikan ini membentengi anak dari pengaruh buruk
dan membuatnya mampu bertindak benar meski tergoda untuk
melakukan hal yang sebaliknya. Kebajikan ini merupakan fondasi bagi
c. Kontrol Diri (self-Control)
Kontrol diri merupakan dorongan dari dalam diri dan berfikir
sebelum bertindak, sehingga dapat melakukan hal yang benar, dan kecil
kemungkinan mengambil tindakan yang akan menimbulkan akibat buruk.
Kebajikan ini membantu anak menjadi mandiri karena ia tahu bahwa
dirinya bisa mengendalikan tindakkannya sendiri. Sifat ini
membangkitkan sikap murah dan baik hati karena anak mampu
menyingkirkan keinginan memuaskan diri serta merangsang kesadaran
mementingkan keperluan orang lain.
d. Rasa Hormat (respect)
Rasa hormat adalah menghargai orang lain dengan berlaku baik dan
sopan. Kebajikan ini mengarahkan anak memperlakukan orang lain
sebagaimana ia ingin orang lain memperlakukan dirinya, sehingga
mencegah anak bertindak kasar, tidak adil, dan bersikap memusuhi. Jika
anak terbiasa bersikap hormat terhadap orang lain, akibatnya ia juga akan
menghormati dirinya.
e. Kebaikan (kindness)
Kebaikan adalah menunjukkan kepeduliaan terhadap kesejahteraan
dan perasaan orang lain. Kebaikan hati membuat anak lebih banyak
bantuan kepada yang memerlukan, serta melindungi mereka yang
kesulitan atau kesakitan.
f. Toleransi( tolerance)
Toleransi adalah menghormati martabat dan hak semua orang
meskipun keyakinan dan perilaku mereka berbeda dengan kita. Toleransi
membuat anak mampu menghargai perbedaan kualitas dalam diri orang
lain, membuka diri terhadap pandangan dan keyakinan baru, dan
menghargai orang lain tanpa membedakan suku, gender, penampilan,
budaya, kepercayaan, kemampuan. Kebajikan ini membuat anak
memperlakukan orang lain dengan baik dan penuh pengertian,
menentang permusuhan, kekejaman, kefanatikan, serta menghargai
orang-orang berdasarkan karakter mereka.
g. Keadilan (Fairless)
Keadilan adalah berpikir terbuka serta bertindak adil dan benar.
Kebaikan menuntut anak agar memperlakukan orang lain dengan baik,
tidak memihak, dan adil, sehingga ia mematuhi aturan, mau bergiliran
dan berbagi, serta mendengar semua pihak secara terbuka, sebelum
Menurut Yusuf (2009) perkembangan moral remaja dapat berlangsung
melalui beberapa cara, yaitu:
1. Pendidikan Langsung
Pendidikan langsung yaitu melalui penanaman tingkah laku yang
benar dan salah, atau baik buruk oleh orangtua guru atau orang dewasa
lainnya. Di samping itu yang paling penting dalam pendidikan moral ini
adalah keteladanan dari orangtua, guru atau orang dewasa lainnya
dalammelakukan nilai-nilai moral.
2. Identifikasi
Identifikasi yaitu cara atau meniru penampilan atau tingkah laku
moral seseorang yang menjadi idolanya.
3. Proses coba-coba
Proses coba-coba yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku
moral secara coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau
penghargaan akan terus dikembangkan atau celaan akan dihentikannya.
3. Faktor Pembentuk Moralitas
Perkembangan moral remaja banyak dipengaruhi oleh lingkungan.
Remaja memperoleh nilai-nilai moral dari lingkungannya, terutama dari
orang tuanya. Peranan orangtua sangatlah penting, terutama pada waktu
sehubungan dengan perkembangan moral anak, diantaranya sebagai
berikut:
a. Konsisten dalam mendidik anak
Orangtua harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam
melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu kepada anak. Suatu
tingkah laku anak yang dilarang oleh orangtua pada suatu waktu, harus
juga dilarang apabila dilakukan kembali pada waktu lain.
b. Sikap orangtua dalam keluarga
Sikap orangtua terhadap anak dapat mempengaruhi perkembangan
moral anak, yaitu melalui proses meniru. Sikap orangtua yang keras
cenderung melahirkan sikap kurang bertanggungjawab dan kurang
memperdulikan norma pada diri anak. Sikap yang sebaiknya dimiliki
oleh orangtua adalah sikap kasih sayang, keterbukaan, musyawarah dan
konsisten.
c. Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut.
Orangtua merupakan panutan bagi anak, termasuk di sisi panutan
dalam mengamalkan ajaran agama. Orangtua yang menciptakan iklim
yang religius dengan cara membersihkan ajaran atau bimbingan tentang
nilai-nilai agama kepada anak, maka anak akan mengalami
d. Sikap konsisten orangtua dalam menerapkan norma
Orangtua mengajarkan kepada anak agar berprilaku jujur bertutur
kata yang sopan, bertanggung jawab atau taat beragama tetapi orngtua
sendiri menampilkan prilaku yang sebaliknya, maka anak akan
mengalami konflik pada dirinya, dan akan menggunakan
ketidakkonsistenan orangtua sebagai alasan untuk tidak melakukan apa
yang diinginkan oleh orangtuanya.
4. Karakteristik Moralitas Remaja
Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja
adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai
mencapai tahapan berpikir operasional formal, yaitu mulai mampu berpikir
abstrak dan mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotesis
maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya
terikat pada waktu, temapat, dan situasi, tetapi juga ada sumber moral yang
menjadi dasar hidup mereka. Perkembangan pemikiran moral remaja
ditandai dengan mulai tumbuh kesadaran dan kewajiban mempertahankan
kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggapnya sebagai suatu yang
C. Masa Remaja
1. Pengertian Masa Remaja
Masa remaja disebut sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak
ke masa dewasa (Hurlock,1996). Pada masa peralihan ini banyak
perubahan yang terjadi dalam diri remaja. Perubahan yang terjadi meliputi
segala aspek seperti aspek fisik, psikologis, dan sosial.
Batasan usia yang dipakai untuk menentukan mulai dan berakhirnya
masa remaja sangat bervariasi. Biasanya yang disebut remaja adalah
mereka yang berusia 11 tahun sampai 24 tahun dan belum menikah.
Menurut Hurlock (1996) masa remaja menjadi 2 bagian yaitu, masa remaja
awal di mulai dari umur 13 tahun sampai 17 tahun dan masa remaja akhir
dari usia 17 tahun sampai usia 18 tahun.
Dengan mengikuti tahap-tahap masa usia remaja seperti yang telah
dikemukakan oleh Hurlock (1996), penghuni Asrama St Aloysius Turi
kelas 1, kelas 2 dan kelas 3 SMP termasuk dalam masa remaja awal, yaitu
berusia antara 13 sampai 15 tahun. Masa remaja memiliki ciri-ciri yang
membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya.
2. Ciri-ciri Masa Remaja
Hurlock (1996) menyebutkan sejumlah ciri-ciri masa remaja seperti
a. Masa remaja sebagai masa peralihan
Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah
terjadi sebelumnya,melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari satu
tahap perkembangan ketahap berikutnya, artinya apa yang telah terjadi
sebelumnya akan meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi setiap
periode peralihan, status individu akan peran yang harus dilakukan.
b. Masa remaja sebagai masa perubahan
Pada masa remaja perubahan fisik yang sangat pesat, perubahan minat,
perubahan mental, perubahan emosi, perubahan moral dan perubahan
penghayatan spititual (Hurlock,1996).
c. Masa remaja sebagai usia bermasalah
Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah
masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh
anak-anak laki-laki maupun oleh anak-anak perempuan. Hal ini disebabkan karena
sepanjang masa kanak-kanak masalah anak-anak sebagian diselesaikan
oleh orang tua dan guru-guru sehingga kebanyakan remaja tidak
berpengalaman dalam mengatasi masalah.
d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Pada periode ini remaja mulai menemukan siapa dirinya dan apa
e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan bagi remaja.
Remaja sering takut kalau tidak mampu mengatasi masalah-masalahnya
dan hal ini sangat mempengaruhi konsep dirinya.
f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Remaja sering melihat sesuatu sesuai dengan keinginannya dan bukan
seperti apa adanya. Mereka kurang mampu bersikap rasional dan
obyektif baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya sehingga
hal ini menimbulkan remaja mengalami kegagalan dan kekecewaan.
g. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.
Remaja mulai menunjukkan prilaku yang menunjukkan prilaku yang
dianggapnya sebagai tanda status dewasa, yaitu terlibat dalam organisasi
tertentu, terlibat dalam kegiatan masyarakat dan sebagainya. Ciri-ciri
masa remaja tersebut di atas dapat menjadi sumber masalah bagi remaja
khususnya dalam hal moral dan religius dengan melihat kemajuan jaman
yang semakin maju dan bekembang dengan segala alat komunikasi yang
serba canggih. Masa remaja menjadi masa yang penting untuk
membangun keterampilan hidup khususnya dalam hal moral dan religius.
3. Tugas Perkembangan Masa Remaja
Dalam kehidupan bersama masyarakat remaja menghadapi tuntutan dan
harapan masyarakat yang harus mereka penuhi. Harapan dan tuntutan
sebagai akibat dari kematangan fisik, tuntutan atau harapan masyarakat dan
nilai-nilai serta aspirasi-aspirasi pribadi (Hurlock,1996). Tugas
perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan dan
perilaku kekanak-kanakkan serta berusaha untuk mencapai kemampuan
bersikap dan berprilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan
masa remaja menurut Hurlock (Ali Mohammad,2011) yaitu:
a. Menerima keadaan fisiknya dan mengintergrasikan pertumbuhan badan
dengan kepribadiannya.
b. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.
c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang
berlainan jenis.
d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua
e. Mencapai kemandirian ekonomi
f. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat
diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.
g. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang
tua.
h. Mengembangkan prilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk
memasuki dunia dewasa.
i. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.
j. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan
4. Kebutuhan Remaja
Kebutuhan khas remaja menurut Winkel (1991) adalah mendapat
perhatian dan dukungan dari orang dewasa dan kelompok teman sebaya;
menerima kebebasan yang wajar untuk mengatur kehidupannya sendiri,
membina persahabatan dengan teman sebaya, membangun moralitas dan
religiusitas dalam dirinya.
5. Perkembangan Religiusitas Remaja
Menurut Starbuck (dalam Jalaluddin 2002) perkembangan jiwa
religiusitas pada remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani
dan jasmaninya.Perkembangan itu adalah sebagai berikut :
a. Pertumbuhan pikiran dan mental
Ide dan dasar keyakinan pengetahuan religiusitas yang diterima
remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi
mereka. Sifat kritis terhadap ajaran religiusitas mulai timbul. Selain
masalah religiusitas mereka pun sudah tertarik pada masalah kebudayaan,
sosial, ekonomi dan norma-norma kehidupan lainnya. Menurut Hurlock
(1980) periode remaja memang disebut sebagai periode keraguan religius.
Wagner (dalam Hurlock 1980) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
keraguan religius tersebut adalah tanya-jawab religius.
Menurut Wagner (dalam Hurlock 1980) para remaja ingin
menerimanya begitu saja. Mereka meragukan religiusitas bukan karena
ingin menjadi agnostik atau atheis, melainkan karena mereka ingin
menerima religiusitas sebagai sesuatu yang bermakna. Mereka ingin
mandiri dan bebas menentukan keputusan-keputusan mereka
sendiri.Tingkat keyakinan dan ketaatan beragama pada remaja sebenarnya
banyak tergantung dari kemampuan mereka menyelesaikan keraguan dan
konflik batin yang terjadi dalam diri. Dalam mengatasi kegalauan batin ini
para remaja cenderung untuk bergabung dalam kelompok teman sebaya
untuk berbagi rasa dan pengalaman. Kemudian untuk memenuhi
kebutuhan emosionalnya, para remaja juga sudah menyenangi nilai-nilai
etika dan estetika. Namun demikian dalam kenyataannya apa yang dialami
oleh remaja selalu berbeda dengan apa yang mereka inginkan. Nilai-nilai
ajaran religiusitas yang diharapkan dapat mengisi kekosongan batin
mereka terkadang tidak sepenuhnya sesuai dengan harapan.
b. Perkembangan perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan
sosial, etis dan estetis mendorong remaja untuk menghayati peri kehidupan
yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan religius akan cenderung
mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup yang religius pula. Menurut
Jones (dalam Hurlock 1980) perubahan minat religius selama masa remaja
lebih radikal daripada perubahan dalam minat akan pekerjaan. Adanya
keyakinan, melainkan suatu kekecewaan terhadap organisasi keagamaan
dan penggunaan keyainan serta khotbah dalam penyelesaian masalah
sosial, politik dan ekonomi.
c. Perkembangan Moral Remaja
Perkembangan moral pada remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan
usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral juga terlihat pada para remaja
mencakup:
1. Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan
pertimbangan pribadi.
2. Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.
3. Submissive, merasakan adanya keraguan tehadap ajaran moral dan
agama.
4. Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral.
5. Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral
masyarakat.
d. Sikap dan Minat
Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan
sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta
lingkungan agama yang mempengaruhi.
Masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari diri. Masa
remaja merupakan peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan
masa kehidupan orang dewasa. Ditinjau dari segi fisiknya, mereka
bukan anak-anak lagi melainkan sudah seperti orang dewasa, tetapi
jika mereka diperlakukan sebagai orang dewasa, ternyata belum dapat
menunjukkan sikap dewasa (Ali, Mohammad, 2011). Oleh karena itu,
ada sejumlah sikap yang sering ditunjukkan oleh remaja yaitu sebagai
berikut:
a. Kegelisahan
Sesuai dengan fase perkembangan, remaja mempunyai banyak
angan-angan, atau keinginan yang hendak diwujudkan di masa
depan. Namun, sesungguhnya remaja belum memiliki banyak
kemampuan yang memadai untuk mewujudkan itu. Selain itu
mereka juga ingin mendapat pengalaman sebanyak-banyaknya
untuk menambah pengetahuan, tetapi dipihak lain mereka merasa
belum mampu melakukan berbagai hal dengan baik sehingga tidak
berani mengambil tindakan mencari pengalaman langsung dari
sumbernya. Tarik menarik antara angan-angan yang tinggi dengan
kemampuannya yang masih belum memadai mengakibatkan
b. Pertentangan
Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada
pada situasi psikologis antara ingin melepaskan diri dari orang tua
dan perasaan masih belum mampu untuk mandiri. Oleh karena itu,
pada umumnya remaja sering mengalami kebingungan karena
sering terjadi pertentangan pendapat antara mereka dengan orang
tua. Pertentangan yang sering terjadi menimbulkan keinginan
remaja untuk melepaskan diri dari orang tua kemudian
ditentangnya sendiri karena dalam diri remaja ada keinginan untuk
memperoleh rasa aman.
c. Mengkhayal
Khayalan remaja putra biasanya berkisar pada soal prestasi dan
jenjang karier, sedang remaja putri lebih mengkhayalkan romantika
hidup. Khayalan ini tidak selamanya bersifat negatif. Sebab
khayalan ini kadang-kadang menghasilkan sesuatu yang bersifat
konstruktif, misalnya timbul ide-ide tertentu yang dapat di gunakan
dalam kehidupan sehari-hari.
D. Program Bimbingan
1. Pengertian Program Bimbingan
Program bimbingan (guidance program) yaitu suatu rangkaian
periode waktu tertentu, misalnya satu tahun ajaran winkel (2007:91). Suatu
program bimbingan kegiatan dapat disusun berdasarkan suatu kerangka
berpikir tertentu, dan pola dasar pelaksanaan bimbingan tertentu. Program
yang tertulis secara jelas akan memudahkan pembimbing untuk selalu
mengadakan penilaian terhadap pencapaian tujuan pelayanan bimbingan
diasrama.
2. Syarat-syarat Program Bimbingan
Kegiatan bimbingan yang dilakukan dalam suatu lembaga tidak
dapat dipilih sembarangan sesuai keinginan pembimbing. Sebuah program
bimbingan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan permasalahan orang
yang di layaninya (Prayetno, dkk (1997 )
Menurut Prayetno ddk (1997) sebuah program bimbingan hendaknya
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Berdasarkan masalah pembimbing, sesuai dengan kondisi pribadinya,
serta tugas-tugas perkembangan.
b. Lengkap dan menyeluruh, memuat segenap fungsi bimbingan, meliputi
semua jenis layanan, dan kegiatan pendukung serta menjamin
dipenuhinya prinsip-prinsip dan asas-asas bimbingan.
c. Sistemati, dalam arti program disusun menurut urutan logis,
d. Terbuka dan luwes, sehingga mudah menerima masukan untuk
pengembangan dan penyempurnakan program tanpa harus menambah
program itu secara menyeluruh.
e. Memikirkan kerjasama dengan semua pihak yang terkait.
f. Memungkinkan diselenggarakan penilaian lebih lanjut adalah
menyempurnakan program.
3. Langkah-langkah penyusunan Program Bimbingan
Penyusunan program layanan bimbingan harus didasarkan pada
kebutuhan dan permasalahan. Menurut Aryatmi Siswohardono, (Slameto,
1995). Langkah-langkah yang dapat diambil dalam mengisi sebuah
program bimbingan adalah:
a. Memilih permasalahannya yang banyak dialami oleh pembimbing.
b. Menentukan proses dari permasalahan atau kebutuhan yang perlu segera
ditangani dan dimasukkan dalam program bimbingan.
c. Menginventaris fasilitas yang ada.
d. Menyatu program bimbingan yang nyata dengan kebutuhan dan
mengadakan pembagian perkembangan tugas dan bertanggung jawab.
e. Memikirkan kemungkinan masalah yang dihadapi dalam melaksanakan
E. Kerangka Berpikir
Religiusitas
1. Dimensi Keyakinan
2. Dimensi Peribadatan
3. Dimensi Penghayatan
4. Dimensi
PengetahuanAgama
5. Dimensi Pengalaman
Moralitas
1. Empati
2. Hati Nurani
3. Kontrol Diri
4. Rasa Hormat
5. Kebaikan
6. Toleransi
7. Keadilan
Tingkat Religiusitas dan Moralitas remaja awal
39
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini berisi uraian tentang jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian,
subjek penelitian, alat pengumpul data, dan teknik analisis data yang digunakan.
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan
pendekatan survei. Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang
berusaha menggambarkan dan menginterprestasi objek sesuai dengan apa
adanya (Sukardi, 2003; 157). Sifat deskriptif dalam penelitian ini
dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat religiusitas dan
moralitas remaja di asrama St. Alousius Turi sebagai dasar penyusunan
program bimbingan di asrama tersebut.
B. Tempat dan Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Asrama St.Aloysius Turi kelas VII,VIII dan
IX Tahun ajaran 2013/2014. Untuk memperoleh data, penelitian dilaksanakan
mulai Juni 2014 sebagai catatan kegiatan penelitian disesuaikan dengan
C. Subyek Penelitian dan Populasi Penelitian
Subjek penelitian ini adalah anak asrama St. Alousius Turi tahun ajaran
2013/1014 yang berjumlah 37 anak yang terdiri dari kelas 1,II,III. Asrama St
Alousius Turi dipilih sebagai tempat penelitian; pertama, Asrama tersebut
pernah menjadi tempat bagi peneliti untuk melaksanakan Program
Pengalaman Lapangan Komunitas (PPLBK), sehingga mampu memberikan
pemahaman lebih mengenai latar belakang kehidupan anak Asrama tersebut.
Kedua, Anak Asrama tersebut tergolong dalam masa remaja awal dengan usia
rata-rata 13-16 tahun diasumsikan memiliki masalah-masalah khusus dalam
tingkat religiusitas dan moralitas dalam diri.
Tabel 3.1 Subjek Penelitian
Kelas Jumlah
I 21
II 5
III 11
Jumlah Total 37
Penelitian ini melibatkan seluruh anak asrama kelas I,II,III, pada saat
dilakukan penyebaran kuesioner, semua anak asrama hadir berjumlah 37
anak.
Dalam pengambilan data ini menggunakan populasi. Populasi merupakan
suatu komponen yang sangat penting dalam melakukan penelitian, karena
Sugiyono (2010:117), populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri
atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
populasi adalah keseluruhan individu yang menjadi sasaran dalam penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah anak asrama St.Alousius,Turi kelas
I,II,III, sebanyak 37 anak.
D. Metode Pengumpulan Data
Sukardi (2003;194) menjelaskan bahwa penelitian dapat dilakukan dengan
menggunakan satu metode atau lebih. Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner/angket. Kuesioner yang
disusun peneliti mengacu pada prinsip-prinsip skala Likert. Skala Likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
kelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiono, 2011;134).Kuesioner
dikonstruk berdasarkan aspek-aspek religiusitas Glock (1965) yaitu dimensi
keyakinan, pengalaman, praktek agama, dan pengetahuan agama. Sedangkan
untuk kuesioer moralitas dikonstruk berdasarkan aspek-aspek Moralitas
Michele (2008) yaitu empati, hati nurani, kontrol diri, rasa hormat, kebaikan,
Pernyataan yang terdapat dalam religiusitas dan moralitas ini terdiri dari
pernyataan positif atau favourable dan pernyataan negatif atau unfavourable.
Pernyataan positif ataufavourablemerupakan konsep keperilakuan yang sesuai
atau mendukung atribut/variabel yang diukur. Sedangkan pernyataan negatif
atauunfavorableyaitu konsep keperilakuan yang tidak sesuai/tidak mendukung
atribut/variabel yang diukur.
Subyek diminta untuk menjawab pernyataan-pernyataan yang terdapat pada
Kuesioner/Angket tingkat religiusitas dan moralitas dengan memilih salah satu
alternatif jawaban yang telah disediakan dengan cara memberi tanda centang
(). Skoring dilakukan dengan cara menjumlah jawaban pada masing-masing
item. Dengan demikian dapat diketahui tingkat religiusitas dan moralitas diri
pada subjek penelitian ini. Semakin tinggi jumlah skor yang diperoleh, maka
semakin tinggi pula tingkat religiusitas dan moralitas. Sebaliknya, semakin
rendah jumlah skor yang diperoleh, maka semakin rendah pula tingkat
religiusitas dan moralitas.
Instrumen penelitian ini menyediakan 4 alternatif jawaban yaitu Sangat
Sesuai (SS), Sesuai (S), Kurang Sesuai (KS), dan Tidak Sesuai (TS). Norma
skoring yang dikenakan terhadap pengolahan data yang dihasilkan instrumen
Tabel 3.2
Norma Skoring Tingkat Religiusitas dan Moralitas
Operasionalisasi objek penelitian ini dijabarkan lebih dalam kisi-kisi
instrumen sebagai berikut:
Tabel 3.3
Kisi-kisi Kuesioner Moralitas (Sebelum Uji Coba)
Aspek Indikator No ItemFavourable
No. Item Unfavour able
Jumlah item
1.1 Empati
1. Individu merasa tersentuh 6, 17, 20, 23
11 5
2. Individu mendengar orang lain 1 4 2
3. Individu suka menolong 8 26 2
4.Individu menanamkan kepekaan terhadap situasi lingkungan sekitar
25, 30, 10 3
1.2. Hati Nurani 1. Individu mampu memilih yang baik 2, 12, 24, 32
4
2. Individu mampu berkata jujur 3, 14, 33, 7 4 Alternatif Jawaban Skor
Favourable
Skor
Unfovourable
Sangat Sesuai 4 1
Sesuai 3 2
Kurang Sesuai 2 3
3. Individu mampu mengelola emosi diri melalui perkataan
16 1
4. Individu mampu memaafkan orang lain yang melakukan kesalahan kepada kita
35, 34, 9 5, 13 5
1.3. Kontrol Diri
1. Individu mampu diam sebelum bertindak
19 57, 15, 31, 55
5
2. Individu mampu berpikir dalam situasi sulit
18, 27, 66 3
3. Individu mampu bertanggungjawab atas perbuatan yang telah dilakukan.
56 58 2
1.4. Rasa Hormat
1. Individu menghargai setiap budaya yang ada di Indonesia.
67, 44, 42 3
2. Individu menghormati setiap keputusan orang lain.
21, 54, 28 3
3. Individu menghargai orang lain yang sedang beribadah
43, 22 2
4. Individu menghargai diri sendiri 45 1
1.5. Kebaikan 1. Individu mudah menolong orang lain 39, 36 2
2. Individu mau berbagi kepada orang yang membutuhkannya
46, 29, 52 3
1.6. Toleransi 1. Individu menghargai budaya orang lain 40, 47, 37 3
2. Individu menghargaipendapat orang lain 53, 51 2
3. Individu menghargai orang lain yang sedang berdoa
60, 64 2
1.7. Keadilan 1. Individu berlaku adil terhadap orang lain
49, 63 2
2. Individu memiliki sifat mau berbagi 59, 65, 61 3
3. Individu memiliki sifat yang adil terhadap orang lain
50, 62, 48, 38, 41
5
Tabel 3.4
Kisi-kisi Kuesioner Religiusitas (Sebelum Uji Coba)
Aspek Indikator No ItemFavourable
No. Item
1. Individu yakin Kepada Allah/ Perwahyuan 7, 16, 20 3
2. Individu memahami perwahyuan 27, 8 2
3. Perwahyuan Allah mempengaruhi tingkah laku 36, 21, 1, 19
4
4. Individu yakin adanya ajaran Allah 2, 9 2
1.2. Pengalaman
1. Individu merasa dekat/akrab dengan Allah 3, 18, 22 3
2. Individu mampu mengimplikasi ajaran agama 10, 35 2
3. Individu mampu mempengaruhi perilaku seseorang dalam kehidupan sosial
5, 28, 11, 43
4
1.3. Praktek Agama
1. Individu pergi ke gereja untuk mengikuti misa setiap minggu
4, 17, 29 12, 31 5
2. Individu membaca kitab suci 23, 42 34 3
3. Individu mengikuti ibadat harian dengan sepenuh hati
41 14 2
4. Individu melakukan puasa dan pantang pada masa prapaskah
40 30, 24 3
5. Individu membaca doa sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
33, 15 32 3
1.4. Pengetahuan agama
1. Memahami agama yang dianut 37, 25 2
2. Tertarik pada pengetahuan agama yang dianut 6, 13, 38, 26
39 5
E.Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang
hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono2010:60). Dalam
penelitian ini terdapat satu variabel penelitian, yaitu variabel independent
(variabel bebas).Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat.Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah tingkat religiusitas dan moralitas remaja.
G. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
1. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat
kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih
mempunyai validitas tinggi,sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti
memiliki validitas rendah, Arikunto (2010:211). Menurut Azwar (2005;5)
validitas menunjuk pada sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat
ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.
Validitas yang diuji untuk instrumen penelitian ini adalah validitas isi.
Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian isi alat
ukur dengan analisis rasional dengan cara professional judgement (Azwar
dapat dinyatakan dengan angka namun pengesahannya berdasarkan
pertimbangan yang diberikan oleh ahli (expert judgement). Dalam penelitian
ini, instrumen penelitian dokontruksi berdasarkan aspek-aspek yang akan
diukur dan selanjutnya dikonsultasikan pada ahli Romo Kusmaryanto,SCJ.,
Dr., C.B. ( Dosen UGM dan USD, Ahli moralitas). Hasil konsultasi yang
dilakukan oleh ahli menyatakan bahwa aspek-aspek yang ada harus
disesuaikan dengan item supaya mudah menghitung dan
menganalisisnya.Untuk penghitungan dilakukan dengan pengujian empirik
dengan cara mengkorelasikan skor-skor setiap item instrumen terhadap
skor-skor total aspek dengan teknik korelasi Spearman’s rho. Penghitungan
nilai koefisien korelasi menggunakan program komputerSPSS for Window.
Rumus korelasiSpearman’s rhoadalah sebagai berikut:
Keterangan :
Keputusan ditetapkan dengan nilai koefisien validitas yang minimal
sama dengan 0,30 (Azwar, 2007;103). Apabila terdapat item yang memiliki