• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat religiusitas dan moralitas remaja awal di asrama : studi deskriptif pada remaja Asrama St. Aloysius, Turi dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan dan konseling di asrama - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Tingkat religiusitas dan moralitas remaja awal di asrama : studi deskriptif pada remaja Asrama St. Aloysius, Turi dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan dan konseling di asrama - USD Repository"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT RELIGIUSITAS DAN MORALITAS

REMAJA AWAL DI ASRAMA

(Studi Deskriptif pada Remaja Asrama St. Aloysius,Turi

dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-Topik Bimbingan Dan

Konseling di Asrama)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh: Supriyati NIM: 101114004

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

TINGKAT RELIGIUSITAS DAN MORALITAS

REMAJA AWAL DI ASRAMA

(Studi Deskriptif pada Remaja Asrama St. Aloysius, Turi

dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-Topik Bimbingan Dan

Konseling di Asrama)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh: Supriyati NIM: 101114004

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

Skripsi ini kupersembahkan kepada:Tuhan Yesus yang selalu memperkati

Sr.M.Julia Juliarti pemimpin propinsi beserta staf Dewan Propinsi St.Yusuf Pringsewu – Lampung.

Para suster propinsi St.Yusuf Pringsewu Lampung.

Sr.M.Anita dan para suster komunitas St. Maria Yogyakarta.

Para dosen dan staf Prodi Bimbingan dan Konseling.

(6)

v Motto

Satu-satunya cara untuk mendapatkan perkembangan yang cepat di jalur kasih ilahi adalah dengan menjaga diri tetap kecil dan

menaruh segala kepercayaan pada Allah yang Maha Kuasa. - St. Therese dari Lisieux

-“ Dalam hidup hanya ada satu tujuan yaitu Yesus Kristus, kalau kita tidak memiliki tujuan yang pasti maka akan kehilangan orientasi hidup”

(7)
(8)
(9)

viii

ABSTRAK

TINGKAT RELIGIUSITAS DAN MORALITAS REMAJA AWAL DI ASRAMA

( Studi Deskriptif pada Remaja Asrama St.Aloysius Turi

dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-Topik Bimbingan dan Konseling)

Supriyati

Universitas Sanata Dharma 2014

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan tingkat religiusitas remaja di asrama St. Aloysius Turi, (2) mendeskripsikan tingkat moralitas remaja di asrama St. Aloysius Turi, dan (3) mengusulkan topik-topik bimbingan dan konseling berdasarkan item-item instrumen yang terindentifikasi kategori sedang dan rendah. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan pendekatan deskriptif kuatitatif. Subjek penelitian ini adalah remaja yang berusia 13-15 tahun yang tinggal di asrama St. Aloysius Turi,yang berjumlah 37 anak. Instrumen yang digunakan adalah Skala Religiusitas dan Skala Moralitas Remaja dengan masing-masing item 43 dan 67 item. Nilai koefisien Relibilitas skala religiusitas 0,79 dan skala moralitas 0,91. Hasil dari penelitian menunjukkan sebanyak (19%) anak berada pada kategori tinggi, (65%) anak pada kategori sedang, dan (16%) anak pada kategori rendah tingkat Religiusitas. Sedangkan sebanyak (13%) anak berada pada kategori sangat tinggi, (22%) anak berada pada kategori tinggi, (57%) anak berada pada kategori sedang, dan (8%) anak berada pada kategori rendah tingkat Moralitas. Usulan topik-topik bimbingan religiusitas: 1) beragama dan berkepercayaan sekaligus beriman; 2) kehadiran Tuhan dalam tanda dan doa; 3) menjadi pribadi yang berkualitas; 4) aku memiliki kemampuan. Usulan topik-topik bimbingan Moralitas:1) menjadi anak empatik; 2) suara hati; 3) manusia berhadapan dengan aneka peraturan; 4) manusia makluk sosil; 5) menolong orang miskin; 6) bergaul dan bekerjasama.

(10)

ix

ABSTRACT

LEVEL OF RELIGIOUSITY ANDMORALITY OF EARLYADOLESCENCE INDORMITORY

(A descriptive Study on Adolescent in St. Aloysius indormitory at Turiand the Implications to the suggeted topics of Guidance and Counseling)

Supriyati

Sanata Dharma University 2014

This research study aims:(1) to describe there ligiosity of adolescent of St. Aloysius indormitory at Turi; (2) to describe the morality of the teenagers of St. Aloysius indormitory at Turi; and (3) to identify the topics proposed for guidance and counseling based on items of medium and low instrument.This research is a field study with adescriptive-quantitative approach, where as respondents in this study are the adolescent taged 13-15 years who live in St.Aloysius boarding house at Turi. The number of respondents in this study counts 37 students. The instrument usedis as cale of Religiosity and Adolescent morality scale with each of the 43 items and 67 items. The coefficient value of realiability is for religiosity scale 0.79 and morality scale 0.91

The result of this study shows: on the level of religiosity, 19% students in high category, 65% students in medium category, and 16% students in low category. And on the level of morality, 13% students in the very high category, 22% students in the high category, 57% students in the medium category, and 8% students in the low category. The suggested topics for guidance of religiosity: 1) having religion,belief and faith; 2) the presence of God insigns and prayer; 3) to bea qualified person; 4) I have ability. The suggested topics for guidance: 1) to be an empathetic child; 2) conscience; 3) human being deals with regulation; 4) social beings; helping the poor; 6) mingling with and working together.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur bagi Allah sumber segala rahmat dan kekuatan. Berkat kemurahan dan kelimpahan kasih-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis memperoleh bantuan, dukungan, perhatian dan bimbingan dari banyak pihak. Untuk itu penulis mengucapkan syukur dan terima kasih kepada:

1. Drs. G. Barus, M.Si. sebagai Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling dan Konseling yang telah memberikan ijin untuk penulisan skripsi ini.

2. J. Donal Sinaga, M.Pd. sebagai dosen pembimbing skripsiyang telah dengan penuh kesabaran dan ketulusan hati telah memberikan bimbingan, saran, petunjuk, dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Para dosen dan staf Program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma yang telah banyak memberikan bekal, bantuan, dukungan,

dan bimbingan kepada penulis dalam tugas studi.

4. Sr. M. Julia Juliarti, FSGM pemimpin propinsi beserta Staf Dewan

Propinsi St. Yusup Pringsewu Lampung, yang telah memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan diri dengan mengikuti studi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(12)

xi 8. Teman-teman Pr

atas persahabata

dan para suster St.Maria Yogyakarta, yang telah me n, perhatian dan dukungan kepada penuli n tugas studi.

Propinsi St.Yusup Pringsewu Lampung ya doa, perhatian, dan dukungan kepada penuli n tugas studi.

Program Studi Bimbingan dan Konseling angka batan, kerjasama, dan kebersamaannya selam n tugas studi.

(13)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Definisi Operasional... 8

BAB IITINJAUAN PUSTAKA A. Religiusitas 1. Pengertian Religiusitas... 10

(14)

xiii

3. Faktor-faktor Pembentukan Religiusitas... 13

4. Karakter Individu yang Memiliki Religiusitas... 15

B. Moralitas 1. Pengertian Moralitas ... 18

2. Perkembangan Moralitas... 21

3. Faktor Pembentuk Moralitas ... 25

4. Karakter Moralitas ... 26

C. MasaRemaja 1. Pengertian Remaja ... 27

2. Ciri-ciri Remaja ... 28

3. Tugas Perkembangan Remaja ... 30

4. Kebutuhan Remaja ... 31

5. Perkembangan Religiusitas dan moralitas Pada Remaja .... 35

D. Program Bimbingan 1. Pengertian Program Bimbingan... 36

2. Syarat-syarat Program Bimbingan... 36

3. Langkah-langkah Pembuatan Program Bimbingan ... 37

E. Kerangka Berpikir... 38

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jeni s Penelitian... 39

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

C. Subyek Penelitian dan Populasi Penelitian ... 39

(15)

xiv

E. Variabel Penelitian ... 45

F. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 46

G. Teknik Analisis Data... 53

H. Prosedur Pengumpulan dan Data Penelitian ... 58

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Tingkat Moralitas dan Religiusitas ... 59

2. Pembahasan ... 63

B. UsulanTopik Bimbingan ... 66

BAB V. PENUTUP DAN SARAN A. Ringkasan ... 87

B. Kesimpulan ... 88

C. Saran... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 93

(16)

xiv

Lampiran 1 : Data hasil Penelitian anak Asrama St Aloysius turi mengenai Religiusitas dan Moralitas

Lampiran 2 : Kuesioner Tingkat Religiusitas dan Moralitas anak asrama St Aloysius Turi

Lampiran 3 : Data Uji Valliditas Instrumen.

Lampiran 4 :Data Uji Relibilitas Intrumen

Lampiran 5 : Surat Pernyataan untuk mengadakan Penelitian Di asrama St.Aloysius Turi

(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah,tujuan

penelitian, manfaat penelitian,dan definisi operasional.

A. Latar Belakang

Asrama Santo Aloysius Turi, merupakan tempat pembinaan anak-anak

remaja yang pada awal berdirinya sebenarnya hanya dimaksudkan untuk

menampung anak-anak usia SMP yang berasal dari dusun di sekitar Lereng

Gunung Merapi di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Anak-anak ini bersekolah

di SMP Santo Aloysius Turi, yang didirikan pada tahun 1969 oleh tokoh umat

setempat dan kemudian sejak tahun 1969, para bruder CSA membantu

mengelola sekolah ini.

Seiring dengan perkembangan waktu, asrama tersebut kini tidak hanya

dihuni oleh anak-anak dari dusun sekitar Gunung Merapi, tetapi bisa dari

beberapa kota besar di Indonesia yang menginginkan tempat yang aman dan

nyaman bagi anak-anaknya. Sesuai kebutuhan masyarakat, Asrama St.

Aloysius Turi kemudian menampung siswa SMP putra dan putri, walaupun

lokasi, pendampingan serta bentuk pembinaan tetap dipisah dan dibedakan.

Asrama St Aloysius Turi dikelola dengan tujuan untuk mendidik generasi

muda menjadi pribadi yang memiliki hati nurani dan kepedulian terhadap

sesama dan lingkungan, serta mampu mewujudkan penghayatan iman kristiani

(18)

dan menjalankan aturan yang telah ditetapkan oleh asrama bukan semata-mata

sebagai rutinitas belaka, tetapi anak-anak memaknai sebagai latihan mengolah

diri untuk mengenal Tuhan lebih dekat. Di dalam perjalanan waktu tidak

mudah anak-anak untuk mengikuti dan menaati peraturan yang telah di

tetapkan di asrama. sebagian besar anak-anak berasal dari keluarga yang orang

tuanya sibuk dengan pekerjaan, sehingga kebutuhan anak mengenai

pengetahuan religiusitas dan moralitas sedikit. Hal ini terlihat ketika anak-anak

mengikuti doa bersama masih belum sungguh-sungguh kusuk dan serius.

Fenomena ini yang menjadi semangat para bruder CSA dalam mendapingi

anak-anak asrama.

Pengelolaan asrama merupakan salah satu perwujudan kepedulian

bruder-bruder CSA terhadap pendidikan generasi muda jaman ini. Dalam karya

pendidikan bruder-bruder CSA memiliki visi dan misi seperti yang tercantum

dalam Visi Misi karya kerasulan bruder-bruder CSA.1 Sesuai dengan visi dan

misi karya kerasulan bruder-bruder CSA, asrama St Aloysius Turi

mengutamakan mereka yang sangat membutuhkan bantuan, mereka yang

berasal dari daerah yang jauh dan tidak memiliki saudara di sekitar Turi,

mereka yang memiliki semangat untuk maju. Asrama St. Aloysius menampung

mereka yang beragama Katolik.

Asrama St Aloysius menampung siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama.

Para penghuni asrama ini berada dalam taraf perkembangan yang homogen

yaitu masa remaja. Mereka berada di jenjang pendidikan yang sama yaitu

1

(19)

sekolah menengah pertama. Para penghuni asrama adalah para siswa-siswi

SMP St. Aloysius turi, yang terdiri dari kelas I, II, III.

Para penghuni asrama tersebut berusia sekitar 13 tahun sampai 15 tahun.

Mereka berada pada masa remaja awal, suatu masa yang sangat penting bagi

perkembangan pribadinya untuk mencapai taraf kedewasaan. Remaja

membutuhkan bimbingan yang intensif untuk menghadapi

perubahan-perubahan yang terjadi dalam taraf perkembangan mereka. Pembimbingan

yang intensif dari orang-orang dewasa yang ada di sekitarnya sangat

mempengaruhi keberhasilan dan menyelesaikan tugas perkembangannya. Para

siswa-siswi mengikuti pendidikan reguler dari pagi hingga siang di sekolah

kemudian dilanjutkan dengan pendidikan di asrama seperti pendidikan agama

atau pendidikan nilai-nilai khusus seperti pendidikan moralitas.

Remaja yang tinggal di asrama dihadapkan pada berbagai tuntutan, seperti

harus mengikuti kegiatan rohani di gereja dan kegiatan rohani yang diadakan di

asrama. Kemampuan remaja dalam mengatur prilakunya terhadap

tuntutan-tuntutan tersebut didasarkan pada sikap dan prilaku yang dimiliki. Dalam hal

ini remaja perlu memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam berprilaku

khususnya mengenai religiusitas dan moralitas.

Masa remaja adalah masa penguasaan tugas-tugas perkembangan yang

memerlukan perubahan besar dalam sikap dan pola prilaku, banyak remaja

mencapai usia kematangan dengan beberapa tugas perkembangan yang belum

dikuasai sehingga dampaknya anak remaja kurang mampu bersikap dan

(20)

asrama sangat mempengaruhi perkembangan diri bagi anak-anak itu sendiri.

Maka timbul pertanyaan apakah telah terjadi suatu penyimpangan moral dan

religiusitas.

Menurut Hurlock (1997), periode remaja disebut sebagai periode keraguan

religiusitas sehingga banyak remaja memiliki agama sebagai suatu sumber dari

rangsangan emosional dan intelektual. Para remaja ingin mempelajari agama

(religiusitas) berdasarkan pengertian intelektual dan tidak ingin menerimanya

secara begitu saja. Remaja meragukan agama bukan karena ingin menjadi ateis

melainkan karena mereka menerima agama sebagai sesuatu yang bermakna

berdasarkan keinginan mereka untuk mandiri dan bebas menentukan

keputusan-keputusan sendiri. Perkembangan remaja dalam pengenalan akan

religiusitas mempengaruhi juga dengan perkembangan moralitas remaja.

Perkembangan dalam aspek moral sangat penting untuk diperhatikan supaya

remaja mampu menemukan identitas dirinya, mengembangkan personal yang

harmonis dan menghindari konflik-konflik peran yang selalu terjadi dalam

masa transisi.

Dari hasil observasi dan pengamatan yang dilakukan selama KKN

komunitas di Asrama St.Aloysius Turi selama satu bulan, bahwa anak-anak

asrama dalam hal religiusitas masih kurang memaknai dan memahaminya.

Mereka mengenal atau memaknai religiusitas hanya samar-samar atau

bayangan saja belum sepenuh hati. Anak-anak mengenal religiusitas hanya

(21)

Kurangnya pemahaman tentang religiusitas yang telah diberikan di asrama

mempengaruhi hidup moral mereka. Disaat menjalankan ibadat atau doa yang

diberikan di asrama anak-anak mengikutinya dengan baik tetapi karna

keterpaksaan, setelah itu anak-anak melakukan kekerasan terhadap teman yang

lainnya. Hal ini terbukti ketika diadakan rekoleksi bersama seluruh anak-anak

asrama selama dua hari, anak-anak senang mengikutinya karna keterpaksaan

dari asrama. Setelah melewati satu hari ternyata ada tiga anak yang melakukan

kekerasan terhadap satu anak hingga anak tersebut mengalami memar dibagian

wajah, perut dan kaki akibat di pukuli. Peristiwa ini telah menunjukkan bahwa

sebagian anak-anak asrama masih belum mampu memaknai religiusitas dalam

hidup dan mendalami moralitas sebagai perkembangan dirinya.

Moralitas dan religiusitas merupakan bagian yang cukup penting dalam

jiwa remaja. Sebagian orang berpendapat bahwa moralitas dan religiusitas bisa

mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa. Dengan begitu remaja

tidak melakukan hal-hal yang merugikan atau bertentangan dengan kehendak

atau pandangan masyarakat. Disisi lain, kurangnya moralitas dan religiusitas

ini sering dituding sebagai fakta penyebab meningkat tingkah laku remaja yang

kurang baik.

Untuk dapat melaksanakan pembimbingan yang mampu menyentuh semua

aspek kehidupan para remaja , pembimbing harus memiliki perencanaan atau

program yang relevan dengan permasalahan dan kebutuhan remaja. Salah satu

upaya yang dilakukan adalah menyusun topik-topik bimbingan yang sesuai

(22)

dapat melaksanakan program tersebut dalam upaya mempersiapkan setiap

remaja menjadi pribadi yang mampu bertanggungjawab terhadap hidupnya

sendiri.

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat

religiusitas dan moralitas remaja di Asrama St. Aloysius Turi Tahun Ajaran

2013/2014. Dalam penelitian ini ada tiga permasalahan yaitu:

1. Seberapa tinggi tingkat religiusitas pada remaja di asrama St.Aloysius Turi?

2. Seberapa tinggi tingkat moralitas pada remaja di asrama St.Aloysius Turi?

3. Topik-topik Bimbingan apa saja yang relevan diusulkan diberikan kepada

remaja Asrama St Aloysius Turi berdasarkan item-item instrumen yang

terindentifikasi sedang dan rendah?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah-masalah yang dikemukakan diatas, tujuan

penelitian ini adalah untuk:

1. Mendiskripsikan tingkat religiusitas pada remaja di Asrama St

Aloysius Turi tahun ajaran 2013/2014.

2. Mendiskripsikan tingkat moralitas pada remaja di Asrama St Aloysius

(23)

3. Menyusun usulan topik-topik bimbingan yang relevan bagi remaja

Asrama St Aloysius Turi berdasarkan item-item instrumen yang

terindentifikasi rendah.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat:

1. Manfaat Teoritik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan di bidang

ilmu bimbingan khususnya bimbingan untuk perkembangan remaja

dan ilmu pendidikan remaja yang berkaitan dengan tingkat religiusitas

dan moralitas remaja di asrama.

2. Manfaat Praktis:

a. Pembimbing di asrama St Aloysius Turi

Usulan Program Layanan Bimbingan dan Konseling ini dapat

digunakan sebagai pedoman pelaksanaan pelayanan bimbingan di

asrma St. Aloysius Turi.

b. Para penghuni asrama St. Aloysius Turi

Adanya program Pelayanan Bimbingan dan Konseling yang

sistematis memungkinkan para penghuni Asrama memperoleh

Bimbingan yang intensif dan serius sesuai dengan kebutuhan

(24)

E. Definisi Operasional

Definisi operasional beberapa istilah yang di pakai dalam penelitian ini

adalah:

1. Religiusitas merupakan kualitas dalam memahami, menghayati

serta mengimplikasikan nilai-nilai luhur dan aturan agama yang

dianut dalam kehidupan sehari-hari yang menunjukkan ketaatan

individu terhadap agama.

2. Moralitas merupakan kualitas perbuatan remaja yang dapat

dikatakan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk.

Moralitas menyangkut pengertian tentang baik-buruknya perbuatan

manusia.

3. Asrama merupakan rumah pemondokan yang besar dengan

menerima remaja yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Asrama

St Aloysius Turi didirikan di bawah naungan Yayasan St Aloysius

dengan tujuan yang sesuai dengan visi dan misi karya kerasulan

bruder-bruder CSA.

4. Program layanan bimbingan merupakan rangkaian kegiatan

bimbingan yang direncanakan untuk dilaksanakan dalam periode

waktu tertentu.Program Layanan Bimbingan akan diberikan kepada

remaja Asrama St Aloysius Turi. Dasar penyusunan program ini

berdasarkan dari hasil angket tentang tingkat moralitas dan tingkat

(25)

10

BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan landasan teori

yaitu pengertian religiusitas, pengertian moralitas, perkembangan remaja, dan

program bimbingan.

A. Religiusitas

1. Pengertian Religiusitas

Relegiusitas berasal dari bahasa Latin religiosus yang merupakan

kata sifat dari kata benda religio dan kemudian dihubungkan menjadi kata

re-eligere yang berarti mengikat kembali. Menurut Glock dan Stark (1965),

religiusitas adalah suatu bentuk kepercayaan adi kodrati di mana di

dalamnya terdapat penghayatan dalam kehidupan sehari-hari dengan

menginternalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Religiusitas merupakan aspek yang telah dihayati oleh individu di dalam

hati, getaran hati nurani pribadi, dan sikap personal. Kata religius sendiri

dipahami secara beragam, bukti pemaknaan ini dapat ditemukan di

(26)

2. Dimensi Religiusitas

Menurut Glock dan Stark (1965) religiusitas mempunyai lima dimensi

yaitu:

a. Dimensi Keyakinan

Dimensi ini membicarakan mengenai keyakinan. Keyakinan dapat

dipelajari dalam ragam cara dan metode. Struktur keyakinan terdapat

tiga bagian; pertama setiap agama memiliki keyakinan yang peran

utamanya adalah mengakui keberadaan yang ilahi dan untuk

menerangkan karakter-karakter; kedua terkait dengan keyakinan

akan dosa asal, keselamatan manusia, dan penghakiman terakhir;

ketiga tata tingkah laku yang harus di kaitkan terhadap Tuhan dan

terhadap sesama.

b. Dimensi Peribadatan

Dimensi peribadatan berkaitan dengan praktik-praktik keagamaan

yang dilakukan oleh pemeluk agama. Dalam dimensi ini

praktik-praktik keagamaan bisa berupa praktik-praktik keagamaan secara personal

maupun secara umum. Seorang yang religiusitas mampu

menjalankan ibadat yang diyakini dengan rutin, misalnya mengikuti

perayaan Ekaristi2dan ibadat,3pujian, doa, perayaan puasa.

2

Ekaristi ;Eucharist–Yun Syukur. Kata yang dipakai untuk menyebut seluruh acara misa, ekaristi juga menunjukkan pada ucapan syukur dan kehadiran Tuhan.

3

(27)

c. Dimensi Penghayatan

Dimensi penghayatan membahas tentang penghayatan seseorang

terhadap ajaran agamanya, dan bagaimana perasaan mereka terhadap

Tuhan, dan bagaimana mereka bersikap terhadap agama.

d. Dimensi Pengetahuan

Dimensi ini menyangkut pengetahuan mengenai ajaran iman dan

kitab suci. Mampu memiliki informasi dan pengetahuan yang

memadai mengenai hal-hal agama dan iman. Untuk mengetahui

pengetahuan digunakan empat cara yaitu; menanyakan mengenai

pengetahuan yang sudah dimiliki, menanyakan mengenai sikap-sikap

terhadap pengetahuan, dan dapat juga dibuktikan dengan memeriksa

tingkat pengetahuan terkait dengan membaca kitab suci dan

pengetahuan tentang iman dan agama.

e. Dimensi Pengalaman

Setiap agama memiliki harapan terdasar yaitu mencapai pengetahuan

akan yang ilahi atau yang tertinggi. Pengalaman ini melibatkan juga

emosi, persepsi, dan sensasi. Ada empat tempat dimana perasaan

religius diekspresikan. Tempat-tempat tersebut adalah perhatian,

kognisi, kepercayaan atau iman dan ketakutan. Pertama perhatian, ini

terkait dengan tema-tema seperti tujuan hidup dan ketidakpuasan

(28)

akan yang ilahi, ketiga kepercayaan ini berkaitan dengan

ketergantungan kepada yang ilahi atau penyerahan kepada yang

maha tinggi dan keempat ketakutan, hal ini tidak menekankan rasa

takut akan yang ilahi.

3. Faktor-faktor Pembentuk Religiusitas

Menurut Yusuf (2009) pembentuk religiusitas dipengaruhi oleh faktor

pembawaan dan lingkungan.

a. Faktor Bawaan

Setiap manusia yang lahir ke dunia, menurut tingkat kejadiannya

mempunyai potensi religiusitas atau keimanan kepada Tuhan atau

percaya adanya kekuatan di luar dirinya yang mengatur hidup dan

kehidupan alam semesta. Masyarakat yang primitif muncul

kepercayaan terhadap roh-roh gaib yang dapat memberikan kebaikan

atau malapetaka.

b. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan itu tiada lain adalah lingkungan individu itu

hidup. Lingkungan itu adalah keluarga, sekolah dan masyarakat:

1. Lingkungan Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak

(29)

kepribadian sangat dominan. Dalam hal ini, orang tua mempunyai

peranan yang sangat penting dalam menumbuhkembangkan tingkat

religiusitas anak remaja. Peranan orang tua dalam menumbuhkan

religiusitas anak remaja yaitu:

a) Orang tua merupakan pembina pribadi yang sangat penting bagi

remaja, dan tokoh yang diindentifikasi atau ditiru anak remaja,

maka hendaknya orang tua memiliki kepribadian yang baik atau

berakhal mulia.

b) Orang tua hendaknya mempermalukan anaknya dengan baik.

Sikap dan prilaku orang tua yang baik adalah memberikan

curahan kasih sayang yang iklas, bersikap respek, menerima anak

sebagaimana biasanya, mau mendengar keluhan anak, memaafkan

kesalahan anak dan meminta maaf bila orang tua sendiri salah dan

meluruskan kesalahan anak dengan alasan yang tepat.

c) Orang tua hendaknya memelihara hubungan yang harmonis antar

anggota keluarga. Hubungan yang harmonis penuh pengertian dan

kasih sayang maka akan mempengaruhi perkembangan anak

remaja.

d) Orang tua hendaknya membimbing, mengajarkan dan melakukan

(30)

2. Lingkungan Sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang sistematik

dalam melaksanakan bimbingan, pengajaran dan pelatihan pada anak.

Menurut Hurlock (1997) pengaruh sekolah terhadap perkembangan

kepribadian anak sangat besar, karena sekolah merupakan substansi

dari keluarga dan guru substansi dan orang tua.

3. Lingkungan Masyarakat

Lingkungan masyarakat yang dimaksud adalah situasi atau kondisi

interaksi sosial dan sosio kultural yang secara potensial berpengaruh

terhadap perkembangan remaja dalam religiusitas atau kesadaran

individu. Dalam masyarakat individu akan melakukan interaksi sosial

dengan teman-teman sebaya atau anggota masyarakat lainnya.

4. Karakter Individu yang Memiliki Religiusitas

Individu yang memiliki religiusitas tinggi akan tercermin dalam

perilakunya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Glock dan Stark dalam

dimensi religiusitas, karakteristik individu memimiliki religiusitas

berdasarkan dimensi religiusitas yaitu:

a. Memiliki ciri utama berupa keyakinan yang kuat, ini mengkaitkan dengan

iman kepada Allah, Malaikat, kitab-kitab, dan Nabi. Seorang yang

(31)

memberikan rahmat dan anugerah. Melakukan kebaikan-kebaikan

terhadap orang lain di dunia, melaksanakan perintah Allah, serta

menyakini adanya hal-hal yang dianggap suci dan sakral, seperti kitab

suci, tempat ibadah.

b. Mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagimana disuruh dan diajarkan

oleh agamanya.

c. Perilaku-perilaku yang ditunjukkan disesuaikan dan dimotivasi oleh

ajaran-ajaran agamanya seperti suka menolong, bekerjasama, berderma,

menegakkan keadilan dan kebenaran, berlaku jujur, memaafkan, menjaga

lingkungan hidup, menjaga amanat, memaafkan.

d. Mengetahui dan memahami hal-hal yang pokok mengenai dasar-dasar

keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi terhadap ajaran

agamanya. Dengan mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan agama

yang dianut, seseorang akan lebih paham tentang ajaran agama yang

dipeluknya.

e. Merasakan pengalaman-pengalaman unik dan spektakuler yang merupakan

keajaiban yang datang dari Allah, seperti merasakan bahwa doanya

dikabulkan Allah, merasakan ketentraman karena menuhankan Allah,

tersentuh atau bergetar ketika bersyukur atas nikmat yang dikaruniakan

(32)

Hawari (dalam Sutoyo 2009) menyebutkan ciri seseorang yang memiliki

religiuistas yaitu:

1. Merasa resah dan gelisah manakala tidak melakukan sesuatu yang

diperintahkan Allah atau melakukan sesuatu yang dilarang oleh-Nya. Ia

akan merasa malu ketika berbuat sesuatu yang tidak baik meskipun tak

seorangpun melihatnya. Selain itu Ia juga selalu ingat kepada Allah,

perasaannya tenang dan aman karena merasa dilindungi oleh zat yang

maha perkasa lagi bijaksana.

2. Selalu merasa bahwa segala tingkah laku dan ucapannya ada yang

mengontrol. Oleh sebab itu mereka selalu berhati-hati dalam bertindak

dan berucap.

3. Melakukan pengamalan agama seperti yang dicontohkan oleh para Nabi,

karena hal tersebut dapat memberikan rasa tenang dan terlindungi bagi

pemeluknya.

4. Memiliki jiwa yang sehat sehingga mampu membedakan mana yang baik

dan buruk bagi dirinya.

5. Selalu melakukan aktivitas-aktivitas positif dalam kehidupannya,

walaupun aktivitas tersebut tidak mendatangkan keuntungan materi

dalam kehidupan dunianya. Hal ini dikarenakan ia memiliki kontrol diri

yang baik sehingga timbul kesadaran bahwa apapun yang ia lakukan

(33)

6. Kesadaran bahwa ada batas-batas maksimal yang tidak mungkin

dicapainya, karena ia menyadari bahwa hal tersebut sepenuhnya

merupakankehendak Allah dan tidak mudah mengalami stress ketika

mengalami kegagalan serta tidak pula menyombongkan diri ketika

sukses, karena ia yakin bahwa kegagalan maupun kesuksesan pada

dasarnya merupakan ketentuan Allah.

Secara umum, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri seseorang yang

memiliki religiusitas yaitu memiliki keyakinan yang kuat akan adanya Allah

sehingga ia merasa resah dan gelisah manakala tidak melakukan sesuatu

yang diperintahkan Allah dan sesuatu yang dilarang Allah serta merasa

segala tingkah lakunya ada yang mengontrol. Memiliki kesadaran bahwa

ada batas-batas maksimal yang tidak mungkin dicapainya karena ia

menyadari bahwa hal tersebut sepenuhnya merupakan takdir Allah. Mampu

membedakan mana yang baik dan buruk bagi dirinya dan selalu melakukan

aktivitas-aktivitas positif dalam hidupnya.

B. Moralitas

1. Pengertian moralitas

Istilah moralitas berasal dari kata Latin “mos”, yang berarti adat

istiadat, kebiasaan, peraturan atau nilai-nilai dan tatacara kehidupan.

Sedangkan moralitas sendiri merupakan kemampuan untuk menerima dan

(34)

2. Tahap-Tahap Perkembangan Moralitas

Menurut Kohlberg ada enam tahap dalam perkembangan moral dapat

dikaitkan satu sama lain dalam tiga tingkat sehingga tiap tingkat memiliki

dua tahap yaitu:

a. Tingkat Prakonvensional

Pada tingkat ini si anak mengakui adanya aturan-aturan dan baik serta

buruk mulai menpunyai arti baginya, tapi hal itu semata-mata

dihubungkan dengan reaksi orang lain. Penilaian tentang baik buruknya

perbuatan hanya ditentukan oleh faktor-faktor dari luar. Motivasi untuk

penilaian moral terhadap perbuatan hanya didasarkan atas akibat atau

konskuensi yang dibawakan oleh perilaku si anak. Pada tingkat

prokonvensional ini dapat dibedakan dua tahap:

1. Orientasi hukuman dan kepatuhan

Anak mendasarkan perbuatannya atas otoritas konkret, dan atas

hukuman yang akan menyusul, bila ia tidak patuh. Perspektif si anak

semata mata egosentris. Ia membatasi diri pada kepentingannya

sendiri dan belum memandang kepentingan orang lain. Ketakutan

untuk akibat perbuatannya adalah perasaan dominan yang menyertai

motivasi moral itu.

2. Orientasi realitivis instrumental

Perbuatan adalah baik, jika ibarat instrumen dapat memenuhi kebutuhan

(35)

menyadari kepentingan orang lain juga, tapi hubungan antara manusia

dianggapnya seperti hubungan orang dipasar: tukar menukar.

b. Tingkat Konvensional

Anak mulai beralih ke tingkat antara umur sepuluh dan tiga belas

tahun. Perbuatan sudah dinilai berdasarkan norma-norma umum dan

kewajiban serta otoritas dijunjung tinggi. Anak mulai menyesuaikan

penilaian dan perilakunya dengan harapan orang lain atau kode yang

berlakunya dengan harapan orang lain atau kode yang berlaku dalam

kelompok sosialnya.

1. Penyesuaian dengan kelompok atau orientasi menjadi anak manis:

Anak cenderung mengarahkan diri kepada keinginan serta harapan dari

para anggota keluarga atau kelompok lain. Perilaku yang baik adalah

perilaku yang menyenangkan dan membantu orang lain serta disetujui

oleh orang lain.dalam tahap ketiga perbuatan itu dianggap baik, karena

di baliknya ada maksud baik.

2. Orientasi hukum dan ketertiban

Anak mulai menyesuaikan diri dari kelompok , kekelompok yang lebih

abstrak. Perilaku yang baik adalah melakukan kewajibannya,

menghormati otoritas dan mempertahankan ketertiban sosial yang

(36)

c. Tingkat Pascakonvensional

Tingkat ketiga disebut juga tingkat otonom atau tingkat berprinsip.

Moral dipandang sebagai penerimaan tanggung jawab pribadi atas dasar

prinsip-prinsip yang dianut dalam batin. Orang muda mulai menyadari

bahwa kelompoknya tidak selamanya benar. Tingkat ketiga mempunyai

dua tahap yaitu:

1. Orientasi kontrak sosial legalistis.

Dalam tahap ini disadari relativisme nilai-nilai dan pendapat-pendapat

pribadi dan kebutuhan akan usaha-usaha untuk mencapai konsensus.

Apa yang disetujui dengan cara demokratis, baik buruknya tergantung

pada nilai-nilai dan pendapat-pendapat pribadi.

2. Orientasi prinsip etika yang universal

Orang mengatur tingkah laku dan penilaian moralnya berdasarkan hati

nurani pribadi. Prinsip-prinsip etis dan hati nurani berlaku secara

universal. Orang yang melanggar prinsip-prinsip hati nurani ini akan

mengalami penyesalan yang mendalam.

2. Perkembangan Moralitas

Perkembangan moral remaja adalah masa dimana remaja menjadi lebih

matang dibandingan dengan usia anak. Mereka lebih mengenal tentang

(37)

terdapat tujuh hal utama yang merupakan sifat dasar dari moral dan dapat

membantu anak untuk bersikap sesuai dengan moral ketika menghadapi

tekanan lingkungan. Sifat-sifat tersebut dapat diajarkan, dicontohkan,

diinspirasikan, dan dibentuk agar anak dapat menguasainya. Ketujuh sifat

baik utama tersebut adalah:

a. Empati (Empathy)

Empati merupakan inti emosi moral yang membantu anak memahami

perasaan orang lain. Kebajikan ini membuatnya menjadi peka terhadap

kebutuhan dan perasaan orang lain, mendorongnya menolong orang yang

kesusahan atau kesakitan, serta menuntutnya memperlakukan orang

dengan kasih sayang. Emosi moral yang kuat mendorong anak bertindak

benar karena ia bisa melihat kesusahan orang lain sehingga mencegahnya

melakukan tindakan yang dapat melukai orang lain

b. Hati Nurani (Conscience)

Hati nurani adalah suara hati yang membantu anak memilih jalan

yang benar daripada jalan yang salah serta tetap berada di jalur yang

bermoral; membuat dirinya meras bersalah ketika menyimpang dari jalur

yang semestinya. Kebajikan ini membentengi anak dari pengaruh buruk

dan membuatnya mampu bertindak benar meski tergoda untuk

melakukan hal yang sebaliknya. Kebajikan ini merupakan fondasi bagi

(38)

c. Kontrol Diri (self-Control)

Kontrol diri merupakan dorongan dari dalam diri dan berfikir

sebelum bertindak, sehingga dapat melakukan hal yang benar, dan kecil

kemungkinan mengambil tindakan yang akan menimbulkan akibat buruk.

Kebajikan ini membantu anak menjadi mandiri karena ia tahu bahwa

dirinya bisa mengendalikan tindakkannya sendiri. Sifat ini

membangkitkan sikap murah dan baik hati karena anak mampu

menyingkirkan keinginan memuaskan diri serta merangsang kesadaran

mementingkan keperluan orang lain.

d. Rasa Hormat (respect)

Rasa hormat adalah menghargai orang lain dengan berlaku baik dan

sopan. Kebajikan ini mengarahkan anak memperlakukan orang lain

sebagaimana ia ingin orang lain memperlakukan dirinya, sehingga

mencegah anak bertindak kasar, tidak adil, dan bersikap memusuhi. Jika

anak terbiasa bersikap hormat terhadap orang lain, akibatnya ia juga akan

menghormati dirinya.

e. Kebaikan (kindness)

Kebaikan adalah menunjukkan kepeduliaan terhadap kesejahteraan

dan perasaan orang lain. Kebaikan hati membuat anak lebih banyak

(39)

bantuan kepada yang memerlukan, serta melindungi mereka yang

kesulitan atau kesakitan.

f. Toleransi( tolerance)

Toleransi adalah menghormati martabat dan hak semua orang

meskipun keyakinan dan perilaku mereka berbeda dengan kita. Toleransi

membuat anak mampu menghargai perbedaan kualitas dalam diri orang

lain, membuka diri terhadap pandangan dan keyakinan baru, dan

menghargai orang lain tanpa membedakan suku, gender, penampilan,

budaya, kepercayaan, kemampuan. Kebajikan ini membuat anak

memperlakukan orang lain dengan baik dan penuh pengertian,

menentang permusuhan, kekejaman, kefanatikan, serta menghargai

orang-orang berdasarkan karakter mereka.

g. Keadilan (Fairless)

Keadilan adalah berpikir terbuka serta bertindak adil dan benar.

Kebaikan menuntut anak agar memperlakukan orang lain dengan baik,

tidak memihak, dan adil, sehingga ia mematuhi aturan, mau bergiliran

dan berbagi, serta mendengar semua pihak secara terbuka, sebelum

(40)

Menurut Yusuf (2009) perkembangan moral remaja dapat berlangsung

melalui beberapa cara, yaitu:

1. Pendidikan Langsung

Pendidikan langsung yaitu melalui penanaman tingkah laku yang

benar dan salah, atau baik buruk oleh orangtua guru atau orang dewasa

lainnya. Di samping itu yang paling penting dalam pendidikan moral ini

adalah keteladanan dari orangtua, guru atau orang dewasa lainnya

dalammelakukan nilai-nilai moral.

2. Identifikasi

Identifikasi yaitu cara atau meniru penampilan atau tingkah laku

moral seseorang yang menjadi idolanya.

3. Proses coba-coba

Proses coba-coba yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku

moral secara coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau

penghargaan akan terus dikembangkan atau celaan akan dihentikannya.

3. Faktor Pembentuk Moralitas

Perkembangan moral remaja banyak dipengaruhi oleh lingkungan.

Remaja memperoleh nilai-nilai moral dari lingkungannya, terutama dari

orang tuanya. Peranan orangtua sangatlah penting, terutama pada waktu

(41)

sehubungan dengan perkembangan moral anak, diantaranya sebagai

berikut:

a. Konsisten dalam mendidik anak

Orangtua harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam

melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu kepada anak. Suatu

tingkah laku anak yang dilarang oleh orangtua pada suatu waktu, harus

juga dilarang apabila dilakukan kembali pada waktu lain.

b. Sikap orangtua dalam keluarga

Sikap orangtua terhadap anak dapat mempengaruhi perkembangan

moral anak, yaitu melalui proses meniru. Sikap orangtua yang keras

cenderung melahirkan sikap kurang bertanggungjawab dan kurang

memperdulikan norma pada diri anak. Sikap yang sebaiknya dimiliki

oleh orangtua adalah sikap kasih sayang, keterbukaan, musyawarah dan

konsisten.

c. Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut.

Orangtua merupakan panutan bagi anak, termasuk di sisi panutan

dalam mengamalkan ajaran agama. Orangtua yang menciptakan iklim

yang religius dengan cara membersihkan ajaran atau bimbingan tentang

nilai-nilai agama kepada anak, maka anak akan mengalami

(42)

d. Sikap konsisten orangtua dalam menerapkan norma

Orangtua mengajarkan kepada anak agar berprilaku jujur bertutur

kata yang sopan, bertanggung jawab atau taat beragama tetapi orngtua

sendiri menampilkan prilaku yang sebaliknya, maka anak akan

mengalami konflik pada dirinya, dan akan menggunakan

ketidakkonsistenan orangtua sebagai alasan untuk tidak melakukan apa

yang diinginkan oleh orangtuanya.

4. Karakteristik Moralitas Remaja

Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja

adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai

mencapai tahapan berpikir operasional formal, yaitu mulai mampu berpikir

abstrak dan mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotesis

maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya

terikat pada waktu, temapat, dan situasi, tetapi juga ada sumber moral yang

menjadi dasar hidup mereka. Perkembangan pemikiran moral remaja

ditandai dengan mulai tumbuh kesadaran dan kewajiban mempertahankan

kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggapnya sebagai suatu yang

(43)

C. Masa Remaja

1. Pengertian Masa Remaja

Masa remaja disebut sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak

ke masa dewasa (Hurlock,1996). Pada masa peralihan ini banyak

perubahan yang terjadi dalam diri remaja. Perubahan yang terjadi meliputi

segala aspek seperti aspek fisik, psikologis, dan sosial.

Batasan usia yang dipakai untuk menentukan mulai dan berakhirnya

masa remaja sangat bervariasi. Biasanya yang disebut remaja adalah

mereka yang berusia 11 tahun sampai 24 tahun dan belum menikah.

Menurut Hurlock (1996) masa remaja menjadi 2 bagian yaitu, masa remaja

awal di mulai dari umur 13 tahun sampai 17 tahun dan masa remaja akhir

dari usia 17 tahun sampai usia 18 tahun.

Dengan mengikuti tahap-tahap masa usia remaja seperti yang telah

dikemukakan oleh Hurlock (1996), penghuni Asrama St Aloysius Turi

kelas 1, kelas 2 dan kelas 3 SMP termasuk dalam masa remaja awal, yaitu

berusia antara 13 sampai 15 tahun. Masa remaja memiliki ciri-ciri yang

membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya.

2. Ciri-ciri Masa Remaja

Hurlock (1996) menyebutkan sejumlah ciri-ciri masa remaja seperti

(44)

a. Masa remaja sebagai masa peralihan

Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah

terjadi sebelumnya,melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari satu

tahap perkembangan ketahap berikutnya, artinya apa yang telah terjadi

sebelumnya akan meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi setiap

periode peralihan, status individu akan peran yang harus dilakukan.

b. Masa remaja sebagai masa perubahan

Pada masa remaja perubahan fisik yang sangat pesat, perubahan minat,

perubahan mental, perubahan emosi, perubahan moral dan perubahan

penghayatan spititual (Hurlock,1996).

c. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah

masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh

anak-anak laki-laki maupun oleh anak-anak perempuan. Hal ini disebabkan karena

sepanjang masa kanak-kanak masalah anak-anak sebagian diselesaikan

oleh orang tua dan guru-guru sehingga kebanyakan remaja tidak

berpengalaman dalam mengatasi masalah.

d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Pada periode ini remaja mulai menemukan siapa dirinya dan apa

(45)

e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan bagi remaja.

Remaja sering takut kalau tidak mampu mengatasi masalah-masalahnya

dan hal ini sangat mempengaruhi konsep dirinya.

f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja sering melihat sesuatu sesuai dengan keinginannya dan bukan

seperti apa adanya. Mereka kurang mampu bersikap rasional dan

obyektif baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya sehingga

hal ini menimbulkan remaja mengalami kegagalan dan kekecewaan.

g. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.

Remaja mulai menunjukkan prilaku yang menunjukkan prilaku yang

dianggapnya sebagai tanda status dewasa, yaitu terlibat dalam organisasi

tertentu, terlibat dalam kegiatan masyarakat dan sebagainya. Ciri-ciri

masa remaja tersebut di atas dapat menjadi sumber masalah bagi remaja

khususnya dalam hal moral dan religius dengan melihat kemajuan jaman

yang semakin maju dan bekembang dengan segala alat komunikasi yang

serba canggih. Masa remaja menjadi masa yang penting untuk

membangun keterampilan hidup khususnya dalam hal moral dan religius.

3. Tugas Perkembangan Masa Remaja

Dalam kehidupan bersama masyarakat remaja menghadapi tuntutan dan

harapan masyarakat yang harus mereka penuhi. Harapan dan tuntutan

(46)

sebagai akibat dari kematangan fisik, tuntutan atau harapan masyarakat dan

nilai-nilai serta aspirasi-aspirasi pribadi (Hurlock,1996). Tugas

perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan dan

perilaku kekanak-kanakkan serta berusaha untuk mencapai kemampuan

bersikap dan berprilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan

masa remaja menurut Hurlock (Ali Mohammad,2011) yaitu:

a. Menerima keadaan fisiknya dan mengintergrasikan pertumbuhan badan

dengan kepribadiannya.

b. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.

c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang

berlainan jenis.

d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua

e. Mencapai kemandirian ekonomi

f. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat

diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.

g. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang

tua.

h. Mengembangkan prilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk

memasuki dunia dewasa.

i. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.

j. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan

(47)

4. Kebutuhan Remaja

Kebutuhan khas remaja menurut Winkel (1991) adalah mendapat

perhatian dan dukungan dari orang dewasa dan kelompok teman sebaya;

menerima kebebasan yang wajar untuk mengatur kehidupannya sendiri,

membina persahabatan dengan teman sebaya, membangun moralitas dan

religiusitas dalam dirinya.

5. Perkembangan Religiusitas Remaja

Menurut Starbuck (dalam Jalaluddin 2002) perkembangan jiwa

religiusitas pada remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani

dan jasmaninya.Perkembangan itu adalah sebagai berikut :

a. Pertumbuhan pikiran dan mental

Ide dan dasar keyakinan pengetahuan religiusitas yang diterima

remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi

mereka. Sifat kritis terhadap ajaran religiusitas mulai timbul. Selain

masalah religiusitas mereka pun sudah tertarik pada masalah kebudayaan,

sosial, ekonomi dan norma-norma kehidupan lainnya. Menurut Hurlock

(1980) periode remaja memang disebut sebagai periode keraguan religius.

Wagner (dalam Hurlock 1980) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan

keraguan religius tersebut adalah tanya-jawab religius.

Menurut Wagner (dalam Hurlock 1980) para remaja ingin

(48)

menerimanya begitu saja. Mereka meragukan religiusitas bukan karena

ingin menjadi agnostik atau atheis, melainkan karena mereka ingin

menerima religiusitas sebagai sesuatu yang bermakna. Mereka ingin

mandiri dan bebas menentukan keputusan-keputusan mereka

sendiri.Tingkat keyakinan dan ketaatan beragama pada remaja sebenarnya

banyak tergantung dari kemampuan mereka menyelesaikan keraguan dan

konflik batin yang terjadi dalam diri. Dalam mengatasi kegalauan batin ini

para remaja cenderung untuk bergabung dalam kelompok teman sebaya

untuk berbagi rasa dan pengalaman. Kemudian untuk memenuhi

kebutuhan emosionalnya, para remaja juga sudah menyenangi nilai-nilai

etika dan estetika. Namun demikian dalam kenyataannya apa yang dialami

oleh remaja selalu berbeda dengan apa yang mereka inginkan. Nilai-nilai

ajaran religiusitas yang diharapkan dapat mengisi kekosongan batin

mereka terkadang tidak sepenuhnya sesuai dengan harapan.

b. Perkembangan perasaan

Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan

sosial, etis dan estetis mendorong remaja untuk menghayati peri kehidupan

yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan religius akan cenderung

mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup yang religius pula. Menurut

Jones (dalam Hurlock 1980) perubahan minat religius selama masa remaja

lebih radikal daripada perubahan dalam minat akan pekerjaan. Adanya

(49)

keyakinan, melainkan suatu kekecewaan terhadap organisasi keagamaan

dan penggunaan keyainan serta khotbah dalam penyelesaian masalah

sosial, politik dan ekonomi.

c. Perkembangan Moral Remaja

Perkembangan moral pada remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan

usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral juga terlihat pada para remaja

mencakup:

1. Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan

pertimbangan pribadi.

2. Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.

3. Submissive, merasakan adanya keraguan tehadap ajaran moral dan

agama.

4. Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral.

5. Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral

masyarakat.

d. Sikap dan Minat

Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan

sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta

lingkungan agama yang mempengaruhi.

(50)

Masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari diri. Masa

remaja merupakan peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan

masa kehidupan orang dewasa. Ditinjau dari segi fisiknya, mereka

bukan anak-anak lagi melainkan sudah seperti orang dewasa, tetapi

jika mereka diperlakukan sebagai orang dewasa, ternyata belum dapat

menunjukkan sikap dewasa (Ali, Mohammad, 2011). Oleh karena itu,

ada sejumlah sikap yang sering ditunjukkan oleh remaja yaitu sebagai

berikut:

a. Kegelisahan

Sesuai dengan fase perkembangan, remaja mempunyai banyak

angan-angan, atau keinginan yang hendak diwujudkan di masa

depan. Namun, sesungguhnya remaja belum memiliki banyak

kemampuan yang memadai untuk mewujudkan itu. Selain itu

mereka juga ingin mendapat pengalaman sebanyak-banyaknya

untuk menambah pengetahuan, tetapi dipihak lain mereka merasa

belum mampu melakukan berbagai hal dengan baik sehingga tidak

berani mengambil tindakan mencari pengalaman langsung dari

sumbernya. Tarik menarik antara angan-angan yang tinggi dengan

kemampuannya yang masih belum memadai mengakibatkan

(51)

b. Pertentangan

Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada

pada situasi psikologis antara ingin melepaskan diri dari orang tua

dan perasaan masih belum mampu untuk mandiri. Oleh karena itu,

pada umumnya remaja sering mengalami kebingungan karena

sering terjadi pertentangan pendapat antara mereka dengan orang

tua. Pertentangan yang sering terjadi menimbulkan keinginan

remaja untuk melepaskan diri dari orang tua kemudian

ditentangnya sendiri karena dalam diri remaja ada keinginan untuk

memperoleh rasa aman.

c. Mengkhayal

Khayalan remaja putra biasanya berkisar pada soal prestasi dan

jenjang karier, sedang remaja putri lebih mengkhayalkan romantika

hidup. Khayalan ini tidak selamanya bersifat negatif. Sebab

khayalan ini kadang-kadang menghasilkan sesuatu yang bersifat

konstruktif, misalnya timbul ide-ide tertentu yang dapat di gunakan

dalam kehidupan sehari-hari.

D. Program Bimbingan

1. Pengertian Program Bimbingan

Program bimbingan (guidance program) yaitu suatu rangkaian

(52)

periode waktu tertentu, misalnya satu tahun ajaran winkel (2007:91). Suatu

program bimbingan kegiatan dapat disusun berdasarkan suatu kerangka

berpikir tertentu, dan pola dasar pelaksanaan bimbingan tertentu. Program

yang tertulis secara jelas akan memudahkan pembimbing untuk selalu

mengadakan penilaian terhadap pencapaian tujuan pelayanan bimbingan

diasrama.

2. Syarat-syarat Program Bimbingan

Kegiatan bimbingan yang dilakukan dalam suatu lembaga tidak

dapat dipilih sembarangan sesuai keinginan pembimbing. Sebuah program

bimbingan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan permasalahan orang

yang di layaninya (Prayetno, dkk (1997 )

Menurut Prayetno ddk (1997) sebuah program bimbingan hendaknya

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Berdasarkan masalah pembimbing, sesuai dengan kondisi pribadinya,

serta tugas-tugas perkembangan.

b. Lengkap dan menyeluruh, memuat segenap fungsi bimbingan, meliputi

semua jenis layanan, dan kegiatan pendukung serta menjamin

dipenuhinya prinsip-prinsip dan asas-asas bimbingan.

c. Sistemati, dalam arti program disusun menurut urutan logis,

(53)

d. Terbuka dan luwes, sehingga mudah menerima masukan untuk

pengembangan dan penyempurnakan program tanpa harus menambah

program itu secara menyeluruh.

e. Memikirkan kerjasama dengan semua pihak yang terkait.

f. Memungkinkan diselenggarakan penilaian lebih lanjut adalah

menyempurnakan program.

3. Langkah-langkah penyusunan Program Bimbingan

Penyusunan program layanan bimbingan harus didasarkan pada

kebutuhan dan permasalahan. Menurut Aryatmi Siswohardono, (Slameto,

1995). Langkah-langkah yang dapat diambil dalam mengisi sebuah

program bimbingan adalah:

a. Memilih permasalahannya yang banyak dialami oleh pembimbing.

b. Menentukan proses dari permasalahan atau kebutuhan yang perlu segera

ditangani dan dimasukkan dalam program bimbingan.

c. Menginventaris fasilitas yang ada.

d. Menyatu program bimbingan yang nyata dengan kebutuhan dan

mengadakan pembagian perkembangan tugas dan bertanggung jawab.

e. Memikirkan kemungkinan masalah yang dihadapi dalam melaksanakan

(54)

E. Kerangka Berpikir

Religiusitas

1. Dimensi Keyakinan

2. Dimensi Peribadatan

3. Dimensi Penghayatan

4. Dimensi

PengetahuanAgama

5. Dimensi Pengalaman

Moralitas

1. Empati

2. Hati Nurani

3. Kontrol Diri

4. Rasa Hormat

5. Kebaikan

6. Toleransi

7. Keadilan

Tingkat Religiusitas dan Moralitas remaja awal

(55)

39

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini berisi uraian tentang jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian,

subjek penelitian, alat pengumpul data, dan teknik analisis data yang digunakan.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan

pendekatan survei. Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang

berusaha menggambarkan dan menginterprestasi objek sesuai dengan apa

adanya (Sukardi, 2003; 157). Sifat deskriptif dalam penelitian ini

dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat religiusitas dan

moralitas remaja di asrama St. Alousius Turi sebagai dasar penyusunan

program bimbingan di asrama tersebut.

B. Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Asrama St.Aloysius Turi kelas VII,VIII dan

IX Tahun ajaran 2013/2014. Untuk memperoleh data, penelitian dilaksanakan

mulai Juni 2014 sebagai catatan kegiatan penelitian disesuaikan dengan

(56)

C. Subyek Penelitian dan Populasi Penelitian

Subjek penelitian ini adalah anak asrama St. Alousius Turi tahun ajaran

2013/1014 yang berjumlah 37 anak yang terdiri dari kelas 1,II,III. Asrama St

Alousius Turi dipilih sebagai tempat penelitian; pertama, Asrama tersebut

pernah menjadi tempat bagi peneliti untuk melaksanakan Program

Pengalaman Lapangan Komunitas (PPLBK), sehingga mampu memberikan

pemahaman lebih mengenai latar belakang kehidupan anak Asrama tersebut.

Kedua, Anak Asrama tersebut tergolong dalam masa remaja awal dengan usia

rata-rata 13-16 tahun diasumsikan memiliki masalah-masalah khusus dalam

tingkat religiusitas dan moralitas dalam diri.

Tabel 3.1 Subjek Penelitian

Kelas Jumlah

I 21

II 5

III 11

Jumlah Total 37

Penelitian ini melibatkan seluruh anak asrama kelas I,II,III, pada saat

dilakukan penyebaran kuesioner, semua anak asrama hadir berjumlah 37

anak.

Dalam pengambilan data ini menggunakan populasi. Populasi merupakan

suatu komponen yang sangat penting dalam melakukan penelitian, karena

(57)

Sugiyono (2010:117), populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri

atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan

populasi adalah keseluruhan individu yang menjadi sasaran dalam penelitian.

Populasi dalam penelitian ini adalah anak asrama St.Alousius,Turi kelas

I,II,III, sebanyak 37 anak.

D. Metode Pengumpulan Data

Sukardi (2003;194) menjelaskan bahwa penelitian dapat dilakukan dengan

menggunakan satu metode atau lebih. Metode pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner/angket. Kuesioner yang

disusun peneliti mengacu pada prinsip-prinsip skala Likert. Skala Likert

digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau

kelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiono, 2011;134).Kuesioner

dikonstruk berdasarkan aspek-aspek religiusitas Glock (1965) yaitu dimensi

keyakinan, pengalaman, praktek agama, dan pengetahuan agama. Sedangkan

untuk kuesioer moralitas dikonstruk berdasarkan aspek-aspek Moralitas

Michele (2008) yaitu empati, hati nurani, kontrol diri, rasa hormat, kebaikan,

(58)

Pernyataan yang terdapat dalam religiusitas dan moralitas ini terdiri dari

pernyataan positif atau favourable dan pernyataan negatif atau unfavourable.

Pernyataan positif ataufavourablemerupakan konsep keperilakuan yang sesuai

atau mendukung atribut/variabel yang diukur. Sedangkan pernyataan negatif

atauunfavorableyaitu konsep keperilakuan yang tidak sesuai/tidak mendukung

atribut/variabel yang diukur.

Subyek diminta untuk menjawab pernyataan-pernyataan yang terdapat pada

Kuesioner/Angket tingkat religiusitas dan moralitas dengan memilih salah satu

alternatif jawaban yang telah disediakan dengan cara memberi tanda centang

(). Skoring dilakukan dengan cara menjumlah jawaban pada masing-masing

item. Dengan demikian dapat diketahui tingkat religiusitas dan moralitas diri

pada subjek penelitian ini. Semakin tinggi jumlah skor yang diperoleh, maka

semakin tinggi pula tingkat religiusitas dan moralitas. Sebaliknya, semakin

rendah jumlah skor yang diperoleh, maka semakin rendah pula tingkat

religiusitas dan moralitas.

Instrumen penelitian ini menyediakan 4 alternatif jawaban yaitu Sangat

Sesuai (SS), Sesuai (S), Kurang Sesuai (KS), dan Tidak Sesuai (TS). Norma

skoring yang dikenakan terhadap pengolahan data yang dihasilkan instrumen

(59)

Tabel 3.2

Norma Skoring Tingkat Religiusitas dan Moralitas

Operasionalisasi objek penelitian ini dijabarkan lebih dalam kisi-kisi

instrumen sebagai berikut:

Tabel 3.3

Kisi-kisi Kuesioner Moralitas (Sebelum Uji Coba)

Aspek Indikator No ItemFavourable

No. Item Unfavour able

Jumlah item

1.1 Empati

1. Individu merasa tersentuh 6, 17, 20, 23

11 5

2. Individu mendengar orang lain 1 4 2

3. Individu suka menolong 8 26 2

4.Individu menanamkan kepekaan terhadap situasi lingkungan sekitar

25, 30, 10 3

1.2. Hati Nurani 1. Individu mampu memilih yang baik 2, 12, 24, 32

4

2. Individu mampu berkata jujur 3, 14, 33, 7 4 Alternatif Jawaban Skor

Favourable

Skor

Unfovourable

Sangat Sesuai 4 1

Sesuai 3 2

Kurang Sesuai 2 3

(60)

3. Individu mampu mengelola emosi diri melalui perkataan

16 1

4. Individu mampu memaafkan orang lain yang melakukan kesalahan kepada kita

35, 34, 9 5, 13 5

1.3. Kontrol Diri

1. Individu mampu diam sebelum bertindak

19 57, 15, 31, 55

5

2. Individu mampu berpikir dalam situasi sulit

18, 27, 66 3

3. Individu mampu bertanggungjawab atas perbuatan yang telah dilakukan.

56 58 2

1.4. Rasa Hormat

1. Individu menghargai setiap budaya yang ada di Indonesia.

67, 44, 42 3

2. Individu menghormati setiap keputusan orang lain.

21, 54, 28 3

3. Individu menghargai orang lain yang sedang beribadah

43, 22 2

4. Individu menghargai diri sendiri 45 1

1.5. Kebaikan 1. Individu mudah menolong orang lain 39, 36 2

2. Individu mau berbagi kepada orang yang membutuhkannya

46, 29, 52 3

1.6. Toleransi 1. Individu menghargai budaya orang lain 40, 47, 37 3

2. Individu menghargaipendapat orang lain 53, 51 2

3. Individu menghargai orang lain yang sedang berdoa

60, 64 2

1.7. Keadilan 1. Individu berlaku adil terhadap orang lain

49, 63 2

2. Individu memiliki sifat mau berbagi 59, 65, 61 3

3. Individu memiliki sifat yang adil terhadap orang lain

50, 62, 48, 38, 41

5

(61)

Tabel 3.4

Kisi-kisi Kuesioner Religiusitas (Sebelum Uji Coba)

Aspek Indikator No ItemFavourable

No. Item

1. Individu yakin Kepada Allah/ Perwahyuan 7, 16, 20 3

2. Individu memahami perwahyuan 27, 8 2

3. Perwahyuan Allah mempengaruhi tingkah laku 36, 21, 1, 19

4

4. Individu yakin adanya ajaran Allah 2, 9 2

1.2. Pengalaman

1. Individu merasa dekat/akrab dengan Allah 3, 18, 22 3

2. Individu mampu mengimplikasi ajaran agama 10, 35 2

3. Individu mampu mempengaruhi perilaku seseorang dalam kehidupan sosial

5, 28, 11, 43

4

1.3. Praktek Agama

1. Individu pergi ke gereja untuk mengikuti misa setiap minggu

4, 17, 29 12, 31 5

2. Individu membaca kitab suci 23, 42 34 3

3. Individu mengikuti ibadat harian dengan sepenuh hati

41 14 2

4. Individu melakukan puasa dan pantang pada masa prapaskah

40 30, 24 3

5. Individu membaca doa sebelum dan sesudah melakukan aktivitas

33, 15 32 3

1.4. Pengetahuan agama

1. Memahami agama yang dianut 37, 25 2

2. Tertarik pada pengetahuan agama yang dianut 6, 13, 38, 26

39 5

(62)

E.Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang

hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono2010:60). Dalam

penelitian ini terdapat satu variabel penelitian, yaitu variabel independent

(variabel bebas).Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau

yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat.Variabel

bebas dalam penelitian ini adalah tingkat religiusitas dan moralitas remaja.

G. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

1. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat

kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih

mempunyai validitas tinggi,sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti

memiliki validitas rendah, Arikunto (2010:211). Menurut Azwar (2005;5)

validitas menunjuk pada sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat

ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.

Validitas yang diuji untuk instrumen penelitian ini adalah validitas isi.

Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian isi alat

ukur dengan analisis rasional dengan cara professional judgement (Azwar

(63)

dapat dinyatakan dengan angka namun pengesahannya berdasarkan

pertimbangan yang diberikan oleh ahli (expert judgement). Dalam penelitian

ini, instrumen penelitian dokontruksi berdasarkan aspek-aspek yang akan

diukur dan selanjutnya dikonsultasikan pada ahli Romo Kusmaryanto,SCJ.,

Dr., C.B. ( Dosen UGM dan USD, Ahli moralitas). Hasil konsultasi yang

dilakukan oleh ahli menyatakan bahwa aspek-aspek yang ada harus

disesuaikan dengan item supaya mudah menghitung dan

menganalisisnya.Untuk penghitungan dilakukan dengan pengujian empirik

dengan cara mengkorelasikan skor-skor setiap item instrumen terhadap

skor-skor total aspek dengan teknik korelasi Spearman’s rho. Penghitungan

nilai koefisien korelasi menggunakan program komputerSPSS for Window.

Rumus korelasiSpearman’s rhoadalah sebagai berikut:

Keterangan :

Keputusan ditetapkan dengan nilai koefisien validitas yang minimal

sama dengan 0,30 (Azwar, 2007;103). Apabila terdapat item yang memiliki

Gambar

Tabel 3.1Subjek Penelitian
Tabel 3.2Norma Skoring Tingkat Religiusitas dan Moralitas
Tabel 3.4Kisi-kisi Kuesioner Religiusitas (Sebelum Uji Coba)
Tabel 3.6Rincian Item Religiusitas yang Valid dan Tidak valid
+7

Referensi

Dokumen terkait

a) Pengetahuan pelajar SMA Swasta dan Negeri di Kota Medan terhadap rokok berada pada kategori baik, yaitu sebanyak 107 responden (53,5%), sedangkan pada kategori sedang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku membolos siswa kelas XI dan XII di SMAK Pirngadi Surabaya berada pada kategori sangat tinggi, tinggi, dan sedang sedangkan pola

Sebagai bahan informasi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program bimbingan pribadi-sosial bagi anak- anak asuh panti asuhan Wira Karya Tama dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 3 remaja 8% memiliki kategori kemampuan mengelola emosi dalam kategori sangat tinggi, 5 remaja 13% memiliki kategori kemampuan

Hal ini ditunjukkan dengan skor tertinggi berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 54% dengan jumlah frekuensi 54 orang, sedangkan yang memiliki tingkat pembelian impulsif

Sedangkan pada perilaku dengan kategori baik sebanyak 13 (37.1%), hal ini dari 13 responden yang berpendidikan tinggi 9 dan berpendidikan rendah 4 responden artinya

b. Siswa senang dengan mata pelajaran PKn diperoleh skor sebanyak 12 dengan rata-rata persentase 57% berada pada rentang antara 56% - 75% dengan kategori “Tinggi”... Dari

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa 1 rata-rata dukungan sosial ibu saat mendampingi anak belajar online selama pandemi Covid-19 berada pada kategori sedang, 2 religiusitas berada