• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KUANTUM BERMUATAN MASALAH KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD NEGERI 22 DAUH PURI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KUANTUM BERMUATAN MASALAH KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD NEGERI 22 DAUH PURI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KUANTUM BERMUATAN

MASALAH KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR

IPA SISWA KELAS V SD NEGERI 22 DAUH PURI

Pt. Dian Setiarini1, I Km. Ngurah Wiyasa2, I Ngh. Suadnyana3

1,2,3

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: deeceloverz@yahoo.com1, wiyasangurah@yahoo.co.id2, suadnyanainengah@gmail.com3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran kuantum bermuatan masalah kontekstual dengan yang dibelajarkan melalui model konvensional pada siswa kelas V SD Negeri 22 Dauh Puri. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu

cdengan rancangan penelitian yaitu non-equivalent control group design, yang

menggunakan populasi seluruh siswa kelas V SD Negeri 22 Dauh Puri dengan jumlah 163 orang. Melalui teknik random sampling diperoleh siswa kelas VA berjumlah 35 orang sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas VD yang berjumlah 35 orang sebagai kelompok kontrol. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan instrumen berupa tes hasil belajar IPA, yang kemudian dianalisis dengan menggunakan uji statistik yaitu uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran kuantum bermuatan masalah kontekstual dengan yang dibelajarkan melalui model pembelajaran konvensional. Dari hasil analisis diperoleh nilai rata-rata hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran kuantum bermuatan masalah kontekstual lebih tinggi dari rata-rata hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional yaitu 75,57 > 70,14. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji-t, yaitu thitung = 2,233 sedangkan ttabel pada

taraf signifikansi 5% dengan dk = 68 sebesar 2,000, sehingga thitung > ttabel. Hal ini berarti

model pembelajaran kuantum bermuatan masalah kontekstual berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 22 Dauh Puri Tahun Pelajaran 2013/2014.

Kata kunci: pembelajaran kuantum, masalah kontekstual, hasil belajar

Abstract

The purpose of this research is to know the significant differences of the result of learning science between the students which are learned through quantum learning model charged by contextual problem with the students which are learned through conventional learning model at the fifth grade of SD Negeri 22 Dauh Puri. This research is quasi experiment with research plan called nonequivalent control group design which is take all the fifth grade students of SD Negeri 22 Dauh Puri for about 163 students as population. Through random sampling technique, 35 students from VA class is chosen as experiment group and 35 students from VD class is chosen as the control group. The data in this research has been collected by using instrument that is the result of learning science which is analyzed by using statistic test called t-test. The result shows that there are significant differences of the result of learning science between the students which are learned through quantum learning model charged by contextual problem with the students which are learned through conventional learning model. From the analysis the average of the result of learning science from the students which are learned through quantum learning model charged by contextual problem is higher than the average from the students which are learned through conventional learning model that is 75.57 > 70.14. From t-test result, tvalue = 2.233 meanwhile that ttable at significant level at 5% with

(2)

dk = 68 and in amount is 2.000, therefore tvalue > ttable. This is means that quantum

learning model charged by contextual problem has influence toward the result of learning sciece at the fifth grade of SD Negeri 22 Dauh Puri academic year 2013/2014.

Keywords : Quantum Learning Model, Contextual Problem, The Result of Learning Science

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam proses kehidupan manusia. Kemajuan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri, karena pendidikan yang tinggi dapat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing dengan dunia luar. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan yang bersifat formal meliputi proses belajar mengajar dengan melibatkan guru dan siswa.

Pendidikan adalah proses mengajar dan belajar pola-pola kelakuan manusia menurut apa yang diharapkan oleh masyarakat. Pendidikan bertujuan untuk membekali setiap anak agar masing-masing dapat maju dalam hidupnya mencapai tingkat yang setingi-tingginya (Nasution, 2010:42).

Dengan demikian dunia pendidikan merupakan sebuah wadah untuk memperoleh suatu proses pembelajaran dengan adanya interaksi yang terjadi antara guru dan siswa yang bertujuan untuk meningkatkan perkembangan mental sehingga menjadi mandiri. Pertumbuhan dan perkembangan peserta didik tergantung pada dua unsur yang saling mempengaruhi, yakni bakat yang dimiliki oleh peserta didik sejak lahir, dan lingkungan yang mempengaruhi hingga bakat itu tumbuh dan berkembang (Hamalik, 2003:3).

Pendidikan mencakup kegiatan mendidik, mengajar, dan melatih. Kegiatan ini merupakan tugas dari guru, guru diharapkan selalu berupaya untuk berinovasi merancang model-model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran khususnya pada mata pelajaran IPA yang banyak mempelajari masalah gejala-gejala alam yang cakupannya sangat luas sehingga perlu diciptakan model yang memungkinkan siswa dapat belajar sendiri.

IPA adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar. IPA merupakan mata pelajaran yang mempelajari peristiwa

-peristiwa yang terjadi di alam. Pelajaran IPA di sekolah dasar memuat materi tentang pengetahuan-pengetahuan alam yang dekat dengan kehidupan siswa sekolah dasar. Siswa diharapkan dapat mengenal dan mengetahui pengetahuan-pengetahuan alam tersebut dalam kehidupan sehari-harinya. IPA adalah pelajaran yang penting karena ilmunya dapat diterapkan secara langsung dalam masyarakat. Pentingnya pembelajaran IPA diberikan kepada siswa pada jenjang pendidikan dasar, karena IPA sangat berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Untuk itu tujuan diberikannya mata pelajaran IPA secara umum adalah agar siswa dapat menghargai alam yang ada di sekitar lingkungan siswa dengan cara melestarikan dan memanfaatkannya, sehingga dapat berguna bagi siswa dan lingkungan disekitarnya.

Pendidikan IPA diharapkan dapat dilaksanakan dengan baik dalam proses pembelajaran di sekolah, mengingat pentingnya pelajaran tersebut. Dianggap penting karena IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang melibatkan siswa dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan sekitar. Pembelajaran IPA bisa dikatakan berhasil apabila tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai, yang terungkap dalam hasil belajar IPA.

Terlihat pada saat melakukan observasi awal ke sekolah tempat penelitian, masih ditemukan hasil belajar IPA yang belum mencapai standar ketuntasan yang telah ditentukan sekolah yaitu 65. Masih rendahnya hasil belajar IPA di sekolah tersebut disebabkan karena beberapa faktor yang mempengaruhi selama proses pembelajaran berlangsung. Adapun faktor-faktor yang ditemukan saat melakukan observasi diantaranya: metode

(3)

pembelajaran yang digunakan guru masih kurang bervariasi, antusias dan keaktifan siswa dalam belajar IPA masih kurang, dan kurangnya pemanfaatan media pembelajaran yang tersedia.

Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru selama proses pembelajaran IPA berlangsung, masih berpola konvensional yang didominasi metode ceramah dan penugasan. Hal tersebut menyebabkan pembelajaran IPA berlangsung secara monoton atau kurang bervariasi. Pembelajaran yang berlangsung secara monoton membuat siswa merasa bosan dan kurang memperhatikan pelajaran yang sedang disampaikan. Dalam pembelajaran siswa cenderung pasif, siswa hanya menunggu penjelasan guru serta kurang aktif dalam pembelajaran. Hal ini tampak dari kurangnya siswa yang bertanya atau memberi tanggapan terhadap penjelasan guru. Menanggapi hal tersebut, perlu adanya upaya untuk mengubah paradigma lama dengan paradigma baru dalam dunia pendidikan yaitu dengan menerapkan model-model pembelajaran yang inovatif dan kreatif. Suasana kelas juga perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Dalam suatu proses pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat berinteraksi satu dengan yang lainnya adalah dengan menggunakan model pembelajaran kuantum yang mengutamakan aspek pembelajaran yang menyenangkan melalui proses pembelajaran yang memadukan unsur seni. Sesuai dengan pendapat De Porter (2010:31) mengatakan “quantum teaching menguraikan cara-cara baru yang memudahkan proses belajar lewat pemanduan unsur seni dan pencapaian-pencapaian yang terarah terhadap apapun mata pelajaran yang diajarkan”.

Keunggulan dari model pembelajaran kuantum adalah bersandar pada konsep, “bawalah dunia siswa ke dunia guru, dan antarkan dunia guru ke dunia siswa”. Hal ini berarti bahwa langkah pertama seorang guru dalam kegiatan belajar mengajar adalah memahami atau mengetahui dunia siswa, sebagai bagian dari kegiatan pembelajaran. (De Porter,

2010) Tindakan ini memberi peluang pada guru untuk memimpin, menuntun dan memudahkan kegiatan siswa dalam proses belajar mengajar. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengkaitkan materi ajar atau apa yang akan diajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran, perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah sosial, atletik, seni, musik dan akademis siswa. Setelah kaitan itu terbentuk, siswa dapat dibawa ke dunia guru, dan memberikan siswa pemahaman tentang isi pelajaran yang disampaikan sehingga memberikan suasana belajar yang menyenangkan yang disertai dengan kepercayaan diri yang semakin meningkat. Pembelajaran kuantum mengutamakan keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban. Melalui tahapan model pembelajaran kuantum yang dikenal dengan istilah TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasi, Ulangi, Rayakan) diharapkan dapat menumbuhkan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan mampu menyelesaikan masalah-masalah kontekstual yang ada. Pemberian masalah-masalah kontekstual secara intensif dalam model pembelajaran kuantum diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah yang berdampak pada kemampuan siswa berinteraksi.

Model pembelajaran kuantum berasal dari kata kuantum yang berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya, dan pembelajaran yang berarti mengajar, membina, mempengaruhi, dan mengembangkan kemampuan siswa, supaya menjadi manusia yang cerdas, terampil dan bermoral tinggi.

Pembelajaran kuantum adalah suatu cara belajar yang meriah dengan segala nuansanya, yang menyertakan segala kaitan, interaksi dan perbedaan yang memaksimalkan situasi belajar siswa serta berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas (De Porter, dkk, 2010:34).

De Porter, dkk (2010:36) menyatakan ada 5 prinsip dasar yang diterapkan dalam pembelajaran kuantum guna menciptakan lingkungan belajar yang kondusif yaitu a) prinsip segalanya berbicara, b) prinsip segala bertujuan, c) prinsip pengalaman sebelum pemberian

(4)

nama, d) prinsip akui setiap usaha, dan e) prinsip jika layak dipelajari maka layak dirayakan. Pelaksanaan komponen rancangan pembelajaran kuantum dikenal dengan singkatan “TANDUR”. “TANDUR” merupakan kepanjangan dari tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan (De Porter, Reardon, & Nourie dalam Wena, 2009:160).

Cooney (dalam Shadiq, 2004) menyatakan bahwa suatu pertanyaan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang telah diketahui siswa. Masalah kontekstual adalah masalah-masalah yang dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa. Proses pembelajaran di kelas sudah seharusnya dimulai dari masalah nyata yang pernah dialami atau dapat dipikirkan oleh siswa, dilanjutkan dengan kegiatan bereksplorasi dengan benda-benda disekitarnya, lalu siswa akan belajar IPA dengan cara informal, dan diakhiri dengan belajar IPA secara formal. Dalam memecahkan masalah kontekstual siswa akan dibimbing untuk melakukan kegiatan melalui suatu percobaan. Contoh masalah kontekstual yang dapat digunakan oleh guru untuk mengajak siswa menemukan konsep salah satunya dengan bertanya “dapatkah tumbuhan hidup tanpa daun?”. Anak diminta untuk mencari dan menyelidiki hal ini. Untuk dapat memecahkan masalah tersebut sudah tentu siswa perlu mempraktikannya langsung. Disini guru dapat menyiapkan alat peraga untuk dapat memecahkan masalah tersebut. Guru bisa mengajak siswa mengamati langsung diluar kelas agar mampu memperoleh informasi berdasarkan fakta yang mereka dapatkan, sehingga siswa akan mampu memecahkan masalah yang sedang dihadapi karena siswa sendiri yang mengalaminya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kuantum bermuatan masalah kontekstual adalah pembelajaran yang mengubah pola-pola interaksi yang ada di sekitar situasi belajar yang dapat mempengaruhi dan mengembangkan kemampuan siswa sehingga menjadi cerdas, terampil, dan bermoral tinggi dengan melibatkan masalah-masalah yang ada di sekitar anak

sebagai bahan pelajaran. Dalam proses pembelajaran model ini cenderung untuk mengikuti sintak model pembelajaran kuantum yang dilengkapi dengan contoh-contoh permasalahan yang ada dilingkungan anak sesuai dengan konsep bahasan yang dipelajari. Adapun sintaksnya yaitu; a) tumbuhkan, b) alami disertai pemberian masalah kontekstual, c) namai, d) demonstrasi, e) ulangi, dan f) rayakan. Dengan demikian pembelajaran kuantum ini mengacu pada pembelajaran PAKEM bahwa ini akan bisa berpengaruh pada hasil belajar khususnya mata pelajaran IPA.

Berbeda halnya dengan pembelajaran yang dilakukan sehari-hari di sekolah dasar yang cenderung menggunakan pola pembelajaran konvensional. Menurut Kellough, dalam pembelajaran konvensional, pembelajar bersifat otoriter, berpusat pada kurikulum, terarah, formal, informatif, dan diktator, yang mengakibatkan situasi kelas berpusat pada pembelajar dan tempat didik menghadap ke depan, peserta didik belajar abstrak, diskusi berpusat pada pembelajar, ceramah, peserta didik secara bersaing, sedikit pemecahan masalah, demonstrasi-demonstrasi dari peserta didik, pembelajaran dari yang sederhana kepada yang kompleks, dan pemindahan informasi dari pembelajar ke peserta didik (Yamin, 2011:202). Berdasarkan pendapat di atas tampak pada pembelajaran konvensional siswa kurang mendapat kebebasan dalam menyampaikan ide-ide sehingga pembelajaran cenderung lebih pasif yang berdampak pada hasil belajar IPA kurang optimal.

IPA merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa inggris yaitu natural science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan. Jadi, IPA atau science itu pengertiannya dapat disebut sebagai ilmu alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini (Samatowa, 2011:3). IPA merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses

(5)

ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan, dan pengujian gagasan-gagasan (Depdiknas, 1994:61).

IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. IPA perlu diajarkan di sekolah dasar karena beberapa alasan yang menyebabkan satu mata pelajaran dimasukan ke dalam kurikulum suatu sekolah. Alasan itu dapat di golongkan menjadi empat golongan yakni: a) Bahwa IPA berfaedah bagi suatu bangsa, kiranya tidak perlu dipersoalkan panjang lebar. Kesejahteraan materil suatu bangsa banyak sekali tergantung pada kemampuan bangsa itu dalam bidang IPA, sebab IPA merupakan dasar teknologi, sering disebut-sebut sebagai tulang punggung pembangunan. b) Bila diajarkan IPA menurut cara yang tepat, maka IPA merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis.

Pengajaran IPA bertujuan agar siswa memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari, memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan tentang alam sekitar, mempunyai minat untuk mengenal dan mempelajari benda-benda serta kejadian di lingkungan sekitar, bersikap ingin tahu, tekun, terbuka, kritis, mawas diri, bertanggung jawab, bekerjasama, dan mandiri, mampu menerapkan berbagai konsep IPA untuk menjelaskan gejala-gejala alam dan memecahkan dalam kehidupan sehari-hari, mampu menggunakan teknologi sederhana yang berguna untuk memecahkan suatu masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, mengenal dan memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar, sehingga menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan Yang Maha Esa (Depdiknas, 1994:61). Pendekatan belajar yang paling cocok dan efektif untuk dapat menjawab tantangan pada masa sekarang adalah pendekatan yang mencakup kesesuaian antara situasi dan belajar anak dengan situasi kehidupan nyata di masyarakat. Aspek pokok dalam pembelajaran IPA menurut Samatowa, (2011:10) adalah anak dapat menyadari keterbatasan pengetahuan mereka, memiliki rasa ingin

tahu untuk menggali berbagai pengetahuan baru, dan akhirnya dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka. Ini tentu saja sangat ditunjang dengan perkembangan dan meningkatnya rasa ingin tahu anak, cara anak mengkaji informasi, mengambil keputusan, dan mencari berbagai bentuk aplikasi yang paling mungkin diterapkan dalam diri dan masyarakatnya. Bila pembelajaran IPA diarahkan dengan tujuan seperti ini, diharapkan bahwa pendidikan IPA sekolah dasar dapat memberikan sumbangan yang nyata dalam memberdayakan anak.

Dengan demikian pembelajaran IPA erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari sehingga berdampak positif terhadap hasil belajar IPA siswa.

Hasil belajar menurut Sudjana (2006:22) adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Sudjana menekankan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh setelah proses belajar. Hasil belajar menurut Suprijono (2012:5) adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.

Bloom (dalam Sudjana, 2006:22) menyatakan secara garis besar hasil belajar dapat dibagi menjadi tiga yakni: (a) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. (b) Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi. (c) Ranah psikomotorik berkenaan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotor, yakni gerakan reflex, keterampilan gerak dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerak keterampilan kompleks, dan gerak ekspresif dan interpretatif.

Jadi, berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan hasil belajar IPA adalah suatu perubahan perilaku atau kemampuan yang telah dicapai melalui suatu proses belajar yang mencakup tiga ranah yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor pada mata pelajaran IPA.

(6)

Berdasarkan pemaparan di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran kuantum bermuatan masalah konstektual dengan siswa yang dibelajarkan melalui model konvensional pada siswa kelas V SD Negeri 22 Dauh Puri Tahun Pelajaran 2013/2014.

METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Desain penelitian eksperimen ini adalah desain eksperimental semu (quasi eksperimental design). Rancangan penelitian ini adalah Nonequivalent Control Group Design yang didahului dengan pengacakan/random kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan memberikan pre-test dan post-test. Rancangan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

(Sugiyono, 2012: 116)

Gambar 1. Rancangan penelitian Keterangan :

O1 dan O3 = pre-test O2 dan O4 = post-test

X = treatmen (perlakuan)

dengan model pembelajaran kuantum

- = treatmen dengan model pembelajaran konvensional

Model pembelajaran yang digunakan sebagai perlakuan dalam penelitian ini dibedakan atas model pembelajaran konvensional untuk kelompok kontrol dan model pembelajaran kuantum bermuatan masalah kontekstual untuk kelompok eksperimen.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 22 Dauh Puri yang terdiri dari kelas VA, VB, VC dan VD. Jadi, anggota populasi dalam penelitian ini sebanyak 4 kelas dengan jumlah siswa 164 orang. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik random sampling (secara undian). Sebelum

dilakukan random, semua kelas yang menjadi populasi terlebih dahulu diuji kesetaraannya untuk mengetahui bahwa kemampuan keempat kelas yang ada adalah setara. Pengujian kesetaraan kelas dilakukan dengan uji statistik yaitu uji-t dengan menganalisis nilai ulangan umum IPA semester 2 saat siswa masih berada kelas IV SD Negeri 22 Dauh Puri. Berdasarkan hasil analisis diperoleh kelas yang setara adalah kelas IVA dengan IVD, serta kelas IVB dengan IVC, sementara kelas IVA dengan IVB, IVA dengan IVC, IVB dengan IVD, dan IVC dengan IVD tidak setara, sehingga yang dapat dijadikan sampel penelitian adalah antara kelas IVA dengan IVD dan IVB dengan IVC. Pemilihan kelas dilakukan secara acak dan kelas yang digunakan sebagai sampel penelitian adalah IVA dan IVD yang terlebih dahulu diberikan pre-test untuk mendapatkan jumlah siswa yang sama dengan cara memasangkan nilai yang sama (matching). Setelah mendapatkan jumlah siswa yang sama di kedua kelas selanjutnya dilakukan pengundian untuk mendapatkan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Berdasarkan hasil undian dari kedua kelas yang setara tersebut diperoleh kelas IVA dengan jumlah 35 orang siswa sebagai kelompok eksperimen dan kelas IVD dengan jumlah 35 orang siswa sebagai kelompok kontrol yang sekarang sudah naik kelas menjadi kelas VA dan VD.

Variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel bebas dan variael terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kuantum bermuatan masalah konstektual yang dikenakan pada kelompok eksperimen sedangkan model pembelajaran konvensional dikenakan pada kelompok kontrol. Sedangkan Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA.

Data yang diperlukan adalah data tentang hasil belajar IPA siswa. Untuk mengumpulkan data tersebut digunakan tes, yaitu tes untuk mengukur hasil belajar IPA. Data yang dikumpulkan dalam peneltian ini adalah data hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 22 Dauh Puri. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil belajar

O1 X O2

(7)

IPA adalah tes hasil belajar dengan tes pilihan ganda satu jawaban benar dimana butir pertanyaan berjumlah 40 soal. Tes hasil belajar IPA yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh peneliti sendiri. Sebelum tes tersebut digunakan terlebih dahulu tes diuji validitas, reliabilitas, daya beda dan indeks kesukarannya.

Hasil tes yang diberikan setelah penelitian selanjutnya dianalisis dengan menggunakan pengujian statistik yaitu uji-t. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas sebaran data dan uji homogenitas varian. Untuk uji normalitas sebaran data digunakan analisis Chi-Square. Sedangkan uji homogenitas varian dilakukan dengan menggunakan uji F. Selanjutnya, setelah data berdistribusi normal dan homogen dilanjutkan dengan pengujian hipotesis yaitu dengan uji-t.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Objek dalam penelitian ini adalah perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas V sebagai hasil perlakuan antara model pembelajaran kuantum bermuatan masalah

kontekstual dan pembelajaran konvensional. Penelitian ini menggunakan rancangan nonequivalent control group design dengan menggunakan uji-t sebagai alat untuk menganalisis data. Dengan demikian data dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua yaitu: a) hasil belajar IPA siswa kelas V yang mengikuti pembelajaran kuantum bermuatan masalah konstektual dan b) hasil belajar siswa kelas V yang mengikuti pembelajaran konvensional. Berikut disajikan data hasil post-test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada Tabel 1. Dari tabel 1 tampak bahwa kelompok eksperimen memiliki nilai rata-rata lebih tinggi yaitu 75,57 dari kelompok kontrol yaitu 70,14. Untuk mengetahui signifikansi perbedaan rata-rata tersebut dilakukan uji-t. Sebelum dilakukan pengujian dengan uji-t terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas sebaran data dan uji homogenitas varians. Rekapitulasi Hasil Analisis Nilai Hasil Belajar IPA Siswa disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Analisis Nilai Hasil Belajar IPA Siswa

Data Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Rata-rata (Mean) 75,57 70,14

Standar Deviasi 9,30 10,98

Varians 86,43 120,46

Nilai Minimum 50 40

Nilai Maksimum 95 90

Dari hasil analisis uji normalitas data diperoleh hasil seperti diikhtisarkan pada Tabel 2. Berdasarkan tabel 2 diperoleh hasil uji normalitas pada kelompok eksperimen yaitu X2hit sebesar 4,556. Harga

tersebut kemudian dibandingkan dengan

harga X2tab pada taraf signifikasi 5% dengan

dk = 5 sebesar 11,070. Ini menunjukkan bahwa X2hit < X2tab berarti data hasil belajar

IPA kelompok eksperimen berdistribusi normal. Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Data disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Data

No Kelompok Sampel Jumlah Sampel X2hitung X2tabel Simpulan

1 Eksperimen 35 4,556 11,070 Data berdistribusi normal 2 Kontrol 35 4,460 11,070 Data berdistribusi normal Keterangan: x2hit = chi-kuadrathitung, x2tabel = chi-kuadrattabel

(8)

Sementara hasil uji normalitas pada kelompok kontrol diperoleh harga X2hit

sebesar 4,460. Harga tersebut kemudian dibandingkan dengan harga X2tab pada taraf

signifikasi 5% dengan dk = 5 sebesar 11,070. Ini menunjukkan bahwa X2hit < X2tab

berarti data hasil belajar IPA kelompok eksperimen berdistribusi normal.

Selanjutnya, dilakukan analisis homogenitas varian kedua kelompok. Untuk menguji homogenitas varian digunakan uji- F dengan rumus varian terbesar berbanding varian terkecil. Dalam penelitian ini, varian terbesar = 120,46, sedangkan varian

terkecil = 86,43. Dengan demikian, diperoleh nilai Fhit = 1,39, sedangkan Ftab

pada taraf signifikansi 5% dengan db pembilang 35 – 1 = 34 dan db penyebut 35 – 1 = 34 adalah 1,80. Ini berarti Fhit < Ftab

sehingga kedua kelompok data homogen. Dari hasil uji prasyarat, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas varian dapat disimpulkan bahwa data pada penelitian ini berdistribusi normal dan homogen. Oleh karena itu, uji hipotesis menggunakan uji-t dapat dilakukan.

Rangkuman hasil perhitungan uji-t antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil Analisis Uji-t

No Kelompok N dk X Varians thit ttab Simpulan

1 Eksperimen 35

68 75,57 86,43 2,233 2,000 Berbeda signifikan 2 Kontrol 35 70,14 120,46

Keterangan: N = jumlah sampel, dk = derajat kebebasan, = rata-rata Berdasarkan hasil perhitungan uji-t

pada tabel 3 diperoleh nilai thit sebesar 2,233 sedangkan harga ttabel sebesar 2,000 untuk dk = n1 + n2 – 2 = 35 + 35 -2 = 68 dengan taraf signifikan 5% sehingga thit lebih besar dari ttab 2,233 > 2,000, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Ini berarti terdapat perbedaan yang signifikansi hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran kuantum bermuatan masalah kontekstual dengan siswa yang dibelajarkan melalui model konvensional pada siswa kelas V SD Negeri 22 Dauh Puri tahun pelajaran 2013/2014.

Berdasarkan hasil analisis awal yang telah dilakukan yaitu dengan menganalisis nilai ulangan umum IPA siswa kelas IV semester 2 diperoleh hasil bahwa antara siswa kelas VA dengan siswa kelas VD di SD Negeri 22 Dauh Puri yang dijadikan kelompok penelitian memiliki distribusi data yang normal dan homogen dan hasil pree-test menyatakan bahwa kedua kelompok tidak memiliki perbedaan yang signifikan atau dengan kata lain kedua kelompok setara. Karena kedua kelompok memiliki kemampuan yang sama maka dapat diberikan perlakuan yaitu berupa

model pembelajaran kuantum bermuatan masalah kontekstual untuk kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol. Sebelum dilakukan perlakuan terlebih dahulu diberikan pre-test untuk dedua kelompok.

Perlakuan dilakukan sebanyak 6 kali pertemuan untuk kelompok eksperimen dan 6 kali petemuan untuk kelompok kontrol. Pada pertemuan ketujuh masing-masing kelompok diberikan post-test. Setelah mendapat nilai post-test, dilanjutkan dengan menguji hipotesis. Dalam pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t didapat thit sebesar 2,233 sementara ttab pada taraf signifikansi 5% dan dk = 68 adalah 2,000. Ini berarti thit > ttab sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA siswa antara yang dibelajarkan melalui model pembelajaran kuantum bermuatan masalah kontekstual dengan siswa yang dibelajarkan melalui model konvensional.

Perbedaan yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran kuantum bermuatan masalah kontekstual dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional disebabkan karena

(9)

pembelajaran dengan model kuantum bermuatan masalah kontekstual lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif dalam mencari, menemukan, menggali dan mengolah pengetahuannya sendiri. Siswa tidak hanya menunggu konsep-konsep yang diberikan oleh guru, tetapi dapat aktif dengan bertanya baik kepada guru, dengan siswa lainnya, ataupun mencari pada sumber-sumber belajar yang lainnya. Selain itu, model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan teman dikelompoknya dalam menyelesaikan permasalahann yang dihadapi sehingga mereka dapat saling berbagi pengetahuan, yang kemampuannya kurang dapat bertanya kepada teman yang lebih mengerti dikelompoknya. Dengan keaktifan siswa dalam mencari pengetahuannya sendiri maka materi yang dipelajari lebih lama diingat dan lebih bermakna bagi siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional yang lebih menekankan pada metode ceramah sehingga siswa cenderung pasif.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susanthi (2011) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Quantum untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar matematika siswa kelas IVB SD Negeri 3 Buruan Gianyar tahun pelajaran 2011/2012”. Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Priana (2012) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kuantum untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SD Negeri 3 Angseri Tahun Ajaran 2011/2012”.

PENUTUP

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1) Dari hasil analisis diperoleh nilai rata-rata ( ) kelompok eksperimen sebesar 75,57 dan nilai rata-rata ( ) kelompok kontrol yaitu 70,14, ini berarti hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran kuantum bermuatan masalah kontekstual lebih baik daripada hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional, dan 2) Dari hasil analisis uji-t diperoleh thit sebesar 2,233 sedangkan ttab pada taraf

signifikansi 5% dengan dk = 68 sebesar 2,000, sehingga thit > ttab. Berarti dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran kuantum bermuatan masalah kontekstual dengan siswa yang dibelajarkan melalui model konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran kuantum bermuatan masalah kontekstual terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 22 Dauh Puri Tahun Pelajaran 2013/2014.

Adapun saran-saran yang dapat diajukan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut. 1) Kepada para guru agar menggunakan model pembelajaran kuantum bermuatan masalah kontekstual dalam pembelajaran IPA sebagai salah satu alternatif model dalam pembelajaran, dan 2) Kepada para peneliti lain diharapkan melakukan penelitian dengan model pembelajaran Kuantum bermuatan masalah kontekstual pada materi dan pelajaran lainnya dengan melibatkan sampel yang lebih banyak.

DAFTAR RUJUKAN

Depdiknas. 1994. Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Kelas V. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

De Porter, Bobbi, dkk. 2010. Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas. Bandung: Kaifa.

Hamalik, Oemar. 2003. Perencanaan

Pengajaran Berdasarkan

Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.

Nasution, S. 2010. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Priana, I Wayan Retna. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Kuantum untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SD Negeri 3 Angseri Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan

(10)

Guru Sekolah Dasar. Universitas Pendidikan Ganesha.

Samatowa, Usman. 2011. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: PT. Indeks.

Shadiq, F. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Tersedia pada http: //p4tkmatematika.org/downloads/pp p/PP04 KarMtk.pdf/ (Diakses pada tanggal 1 Februari 2013).

Sudjana, Nana. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Media.

Susanthi, Kadek Fitria. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Quantum untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar matematika siswa kelas IVB SD Negeri 3 Buruan Gianyar tahun pelajaran 2011/2012. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Universitas Pendidikan Ganesha. Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran

Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.

Yamin, Martinus. 2011. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada.

Gambar

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Analisis Nilai Hasil Belajar IPA Siswa

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pembahsan penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani padi dalam memasarkan produknya adalah harga gabah,

Penurunan mutu selama penyimpanan : Perbedaan antara model kinetika orde nol dan orde pertama..). Uji Umur Simpan

Puji syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus, karena berkat penyertaan dan kekuatan-Nya penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “Analisis Reservoir Karbonat: Diagenesa

Anda mungkin tidak akan bisa mengenal seseorang sedekat itu kalau anda berada di Australia untuk waktu yang singkat saja, tetapi anda dapat berteman dan mendapat kesempatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pembelajaran Berbasis Kecerdasan Majemuk adalah Guru merencanakan suatu pendekatan pembelajaran berdasarkan kurikulum yang

Tujuan penelitian fenomenologis ini adalah memahami dan mendeskripsikan penerimaan diri pada wanita dewasa madya yang telah melakukan operasi

Menyebabkan ketagihan. Ia merangsang otak supaya si perokok yang merasa cerdas pada awalnya, kemudian Ia melemahkan kecerdasan otak. Tidak ada kadar yang aman untuk

Hasil dari penelitian adalah sebagai berikut: (1) Batik Majapahit adalah batik yang dikerjakan oleh masyarakat yang tinggal di wilayah bekas kerajaan Majapahit