BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara yang telah melakukan penguatan
demokrasi salah satunya dengan otonomi daerah yang seluas- luasnya,
memerlukan adanya aparatur yang handal dan efisien melaksanakan
penyelengaraan administrasi publik, dan pelayanan publik dalam
meningkatkan kesejahteraan umum. Kehandalan ini harus
diimplementasikan dalam bentuk budaya kerja oleh aparatur pemerintah
pada organisasi pemerintah di daerah.
Dalam kehidupan bernegara, masyarakat sebagai warga Negara
membutuhkan suatu wadah untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya
baik itu yang diselengarakan oleh pemerintah maupun swasta. Pemerintah
selain berperan sebagai abdi Negara. Peran inilah yang menugaskannya
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa adanya
diskriminasi.
Jika kita berbicara mengenai pelayanan publik, ada banyak
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kualitas pelayanan suatu birokrasi
pemerintah baik itu yang bersifat internal organisasi seperti kewenangan
diskresi, sikap yang berorientasi terhadap perubahan, budaya kerja, etika
organisasi, sistem intensif maupun semangat kerja sama. Sedangkan faktor
politik, pengelolaan konflik lokal, kondisi sosial ekonomi dan kontrol yang
dilakukan oleh masyarakat dan organisasi lembaga swadaya masyarakat.1
Sudah sejak lama memang banyak kesan buruk yang disandang
aparat pemerintah (sektor publik) dalam hal pelayanan. Hal ini antara lain
dapat diindikasikan dari besarnya dana yang digunakan untuk membiayai
aparatur pemerintah, namun hal itu ternyata tidak diimbangi dengan Ada tiga masalah besar dalam pelayanan publik yaitu diskriminasi
pelayanan, tidak adanya kepastian pelayanan dan rendahnya tingkat
kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik. Fakta bahwa pelayanan
publik di Indonesia itu masih banyak yang menunjukkan kualitas yang
buruk sering menjadi bahasan, baik itu secara lisan maupun tulisan.
Kegagalan pemerintah dalam memberikan pelayanan publik yang
menghargai hak dan martabat warga Negara sebagai pengguna pelayanan
mengakibatan lemahnya legitimasi pemerintah bukan hanya di mata warga
Negaranya tetapi ini juga berdampak luas terhadap ketidak percayaan pihak
swasta dan pihak asing untuk menanamkan modal investasinya.
Salah satu penyebabnya adalah budaya birokrasi di Indonesia yang
banyak mengadopsi budaya Jawa, yang hierarkis, tertutup, sentralis dan
mempunyai nilai untuk menempatkan pimpinan sebagai pihak yang harus
dihormati. Selain itu sangat kental budaya dimana para pelayanan
berdasarkan kedekatan hubungan.
1
kualitas pelayanan yang maksimal. Ini menunjukkan bahwa budaya
pelayanan pada instansi pemerintahan masih belum berorientasi pada
kepuasan masyarakat selaku pelanggannya. Padahal masyarakat telah
bersedia mengorbankan sebagian sumber dayanya untuk Negara dengan
membayar berbagai macam pungutan, baik pajak, retribusi dan sebagainya.
Sudah sewajarnya jika masyarakat mengharapkan kepuasan (satisfaction)
yang maksimal atas pelayanan yang diberikan oleh Negara.
Oleh sebab itu diperlukan adanya suatu perubahan atmosfer kerja
berupa perubahan paradigma atau cara pandang, pola pikir dan cara
bertindak dalam menjalankan kegiatan oprasional. Dengan demikian,
program transformasi cultural di suatu organisasi dapat berjalan dengan
baik. Adapun suatu perusahaan yang telah menjalankan hal tersebut akan
memiliki ciri-ciri perubahan yang bersifat sangat mendasar, strategis dan
menyeluruh sehingga tujuan yang ditetapkan dalam bentuk visi dan misi
dapat terlaksana.
Budaya kerja adalah suatu filsafah dengan didasari pandangan
hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong
yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap
menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan tindakan yang terwujud
sebagai kerja.
Budaya kerja yang berlaku di kecamatan Binjai Kota merupakan
program yang komprehensif dalam melakukan percepatan dalam upaya
pembaharuan kegiatan oprasional kerja secara lebih efesien dan efektif.
Kecamatan sebagai bagian dari struktur dan sistem penyelengaraan
pemerintah tingkat daerah, merupakan lapis kedua unit pelayanan
masyarakat terdepan setelah kelurahan dalam mengurusi berbagai
kepentingan publik. Hal ini disebabkan terdapatnya hubungan hirarkis
antara kecamatan dengan kelurahan. Melalui kewenangan yang
dilimpahkan oleh bupati /walikota (kewenagan delegatif), pemimpin
kecamatan dapat melaksanakan berbagai peran yang disesuaikan dengan
karakteristik ialah yang menuntut camat untuk dapat memahami kemudian
menerjemahkannya ke dalam unit-unit internal organisasi yang ada di
kecamatan.
Bahwa Surat Keterangan Kematian yang diterbitkan oleh
Kecamatan bukanlah dokumen final dalam penentuan status kematian atau
lahir mati seseorang, namun sifatnya adalah sebagai pelaporan pertama atas
peristiwa tersebut yang selanjutnya digunakan sebagai salah satu
persyaratan untuk pencatatan peristiwa kematian atau lahir mati oleh Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil.
Pemikiran ini tidak lepas dari pertimbangan, bahwa sejalan dengan
perkembangan era globalisasi dan persaingan yang semakin terbuka, peran
mudah. Peran organisasi kecamatan dari waktu ke waktu akan semakin
besar dan kompleks. Beberapa perubahan struktural dari fenomena ini
diperlukan , mulai dari stuktur, sistem, strategi, staf, gaya manajemen,
hingga budaya kerja menjadi subjek perhatian perubahan organisasi
pemerintahan secara komprehensif. Kinerja pelayanan yang baik untuk
merelisasikannya, akan memerlukan waktu yang tidak sebentar dan energi
yang tidak sedikit, satu aspek yang perlu mendapat penekanan dan
pelatihan, dimana dengan fokus terhadap permasalahan ini, semua aspek
dapat ikut terangkum dalam upaya perbaikan kinerja pelayanan adalah
melalui proses pembelajaran didalam lingkungan organisasi.
Melihat pentingnya peranan dan fungsi dari kecamatan, penulis
melihat masih adanya permasalahan yang dihadapi diantaranya kurangnya
budaya kerja di kantor kecamatan yaitu dengan adanya ketidak pastian
jadwal dalam menyelesaikan surat yang diminta oleh masyarakat dan
pelayanan yang kurang dalam kehadiran dan jadwal kedatangan para
pegawainya sehingga para masyarakat kesulitan dalam menyelesaikan
urusannya dikarenakan lamanya pelayanan di kantor kecamatan tersebut.
Aspek budaya kerja adalah nilai yang menjadi pedoman sumber
daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha
penyesuaian integrasi kedalam perusahaan, sehingga anggota organisasi
bertindak atau berprilaku.2
1. Seberapa Besar Pengaruh Budaya Kerja Terhadap Kualitas
Pelayanan Publik (Studi Tetang Pelayanan Surat Keterangan
Kelahiran Dan Kematian pada Kantor Kecamatan Binjai Kota Kota
Binjai)?
Apabila budaya kerja tersebut berjalan dengan
baik maka akan mendorong timbulnya kinerja karyawan yang baik pula.
Melihat pentingnya peranan budaya kerja terhadap kualitas pelayanan
publik bagi masyarakat maka penulis terdorong untuk meneliti tentang “
Pengaruh Budaya Kerja Terhadap Kualitas Pelayanan Publik (Studi
Tentang Pelayanan Surat Keterangan Kelahiran Dan Kematian Pada Kantor
Kecamatan Binjai Kota Kota Binjai).
I.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
penulis mengemukakan permasalahan yaitu:
2. Apakah Budaya Kerja memiliki pengaruh yang signifikan dan
positif terhadap kulitas pelayanan publik di Kecamatan Binjai Kota?
2
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui Budaya Kerja yang ditetapkan di Kecamatan Binjai
Kota.
2. Menganalisis tentang pengaruh budaya kerja terhadap kualitas
pelayanan publik di Kecamatan Binjai Kota.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Bagi penelitian, sebagai sarana dalam menerapkan teori yang
telah didapatkan saat mengikuti perkuliahan dan
menerapkannya.
2. Bagi instansi, sebagai tambahan informasi bagi manajemen
perusahaan yang berhubungan dengan usaha peningkatan
kualitas pelayanan publik.
3. Bagi peneliti lain, sebagai bahan alternatif untuk penelitian
selanjutnya mengenai peranan budaya kerja didalam organisasi
yang mendorong pada upaya peningkatan kuliatas pelayanan
publik.
4. Bagi pemerintah, sebagai bahan pertimbangan atau informasi
bagi pihak pemerintah Daerah Kota Binjai dalam pembuatan
kebijakan untuk mendukung kualitas pelayanan publik di
1.5 Kerangka Teori
1.5.1 Pengertian Budaya
Budaya berasal dari kata buddayah (bahasa Sanskerta) yang artinya
budi (hati nurani) dan akal (intelegensi). Suatu bangsa dikatakan berbudaya
tinggi dapat dlihat dari tingginya budi dan akal para warganya, dalam
bentuk keanekaragaman hasil budayanya (keiindahan seni tari, seni patung,
seni bangunan, serta kemajuan ilmu dan teknologinya).
Budaya merupakan konsep penting dalam memahami masyarakat
dan kelompok manusia untuk waktu yang lama.
Berikut ini adalah pendapat para ahli mengenai budaya.3
A. Budaya adalah sebagai gabungan kompleks asumsi, tingkah laku, cerita,
mitos, metafora dan berbagai ide lain yang menjadi satu untuk
menentukan apa arti menjadi organisasi masyarakat tertentu.
B. Budaya adalah suatu pola semua susunan baik materi maupun perilaku
yang sudah diadopsi masyarakat sebagai suatu cara tradisional dalam
memecahkan masalah-masalah para anggotanya. Budaya didalamnya
juga termasuk cara yang telah diorganisasi, kepercayaan, norma,
nilai-nilai budaya, serta premis-premis yang mendasar dan mengandung
suatu perintah.
3
Sedangkan pendapat yang lain yaitu:4
A. Budaya mempunyai pengertian teknografis yang luas meliputi ilmu
pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat istiadat dan berbagai
kemampuan dan kebiasaan lainnya yang didapat sebagai anggota
masyarakat (Edward Burnett).
B. Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan dan
dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk
mengatasi masalah adaptasi eksternal dan intergrasi internal yang resmi
dan terlaksanan dengan baik dan oleh karena itu diajarkan/diwariskan
kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat memahami,
memikirkan dan merasakan terkait dengan masalah-masalah tersebut
(Schein).
Dari defenisi budaya di atas, dapat diketahui bahwa unsur-unsur
yang terdapat dalam budaya terdiri dari ilmu pengetahuan, kepercayaan,
seni, moral, hukum, adat istiadat, perilaku/kebiasaan (norma) masyarakat,
asumsi-asumsi dasar, sistem nilai, pembelajaran/pewarisan, masalah
adaptasi eksternal dan integrasi internal serta cara mengatasinya.
1.5.2 Pengertian Kerja
Kerja merupakan sesuatu yang dikeluarkan oleh seseorang sebagai
profesi, sengaja dilakukan untuk mendapatkan penghasilan. Kerja dapat
juga diartikan sebagai pengeluaran energi untuk kegiatan yang dibutuhkan
4
oleh seseorang untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Dr. Franz Von Magnis di dalam Anogara (2009:11),
pekerjaan adalah kegiatan yang direncanakan.
Sedangkan Hegel didalam Anogara (2009:12) menambahkan bahwa
inti pekerjaan adalah kesadaran manusia.
Menyatakan bahwa tujuan kerja adalah untuk hidup.5
Budaya kerja didefinisikan bahwa budaya kerja adalah seperangkat
asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan
dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi
anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi
internal.
Dengan
demikian mereka yang menukarkan kegiatan fisik atau kegiatan otak
dengan sarana kebutuhan hidup berarti bekerja.
1.5.3 Pengertian Budaya Kerja
6
Dalam rentang dua puluh Tahun terakhir, topik budaya kerja
menarik perhatian banyak orang, khususnya mereka yang mempelajari
masalah perilaku kerja. Budaya kerja mulai dipandang sebagai sesuatu hal
yang memiliki peranan penting dalam mencapai tujuan akhir suatu
perusahaan. Lingkungan yang berbeda akan memberi dampak pada pola
dan warna budaya, karena itu terjadi pola dan warna budaya yang tebal dan
5
Anogara, Pandji, manajemen bisnis, Jakarta: Pt. Rineka Cipta, 2009
6
tipis. Dalam budaya yang tebal terdapat kesepakatan yang tinggi dari
anggotanya untuk mempertahankan apa yang diyakini benar dari berbagai
aspek sehingga dapat membina keutuhan, loyalitas dan komitmen
perusahaan. Kesepakatan bersama ini diwariskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Jadi ada proses dalam mengadaptasi budaya kepada
aparatur pemerintah.
Budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan
hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan
pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau
organisasi, kemudian tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan,
cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja.7
Budaya kerja pada umumnya merupakan pernyataan filosofis, dapat
difungsikan sebgai tuntutan yang mengikat pada karyawan karena dapat
diformulasikan secara formal dalam berbagai peraturan dan ketentuan
perusahaan. Secara individu maupun kelompok seseorang tidak akan
terlepas dari budaya yang ada dalam perusahaan. Pada umumnya mereka
akan dipengaruhi oleh keanekaragaman sumberdaya-sumberdaya yang ada
sebagai stimulus sehingga seseorang dalam perusahaan mempunyai
perilaku yang spesifik bila dibandingkan dengan kelompok organisasi atau
perusahaannya.8
7
Triguna, Prasetya, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
8
Sebenarnya budaya kerja sudah lama dikenal manusia, namun
belum disadari bahwa sebuah keberhasilan kerja berakar pada nilai-nilai
yang dimiliki dan perilaku yang menjadi kebiasaan. Nilai-nilai tersebut
bermula dari adat-istiadat, agama, norma dan kaidah yang menjadi
keyakinan pada diri pelaku kerja atau organisasi. Nilai-nilai yang menjadi
kebiasaan tersebut dinamakan budaya kerja9
Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga
perilaku sumber daya manusia yang ada agar dapat meningkatkan
produktivitas kerja untuk menhadapi berbagai tantangan di masa yang akan
datang. Adapun manfaat nyata dari penerapan suatu budaya kerja yang baik
dalam suatu lingkungan organisasi adalah meningkatkan jiwa gotong .
1.5.4 Manfaat Budaya Kerja
Melaksanakan budaya kerja mempunyai arti yang sangat dalam,
karena akan merubah sikap dan perilaku SDM untuk mencapai
produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa
depan. Manfaat yang didapat antara lain menjamin hasil kerja dengan
kualitas yang lebih baik, membuka seluruh jaringan komunikasi,
keterbukaan, kebersamaan, kegotong royongan, kekeluargaan, menemukan
kesalahan dan cepat memperbaiki, cepat menyesuaikan diri dari
perkembangan dari luar (faktor eksternal seperti pelanggan, teknologi,
sosial, ekonomi dan lain-lain).
9
royong, meningkatkan kebersamaan, saling terbuka satu sama lain,
meningkatkan jiwa kekeluargaan, meningkatkan rasa kekeluargaan,
membangun komunikasi yang lebih baik, menigkatkan produktivitas
kerja.10
Budaya kerja yang dibangun dan dipertahankan ditunjukkan dari
filsafat pendiri atau pimpinannya. Selanjutnya budaya itu sangat
dipengaruhi oleh kriteria yang digunakan dalam mempekerjakan karyawan.
Tindakan pimpinan akan sangat berpengaruh terhadap perilaku yang dapat
diterima atau tidak. Namun secara perlahan nilai-nilai tersebut dengan
sendirinya akan terseleksi dan terjadi perubahan yang akhirnya akan
muncul budaya kerja yang diinginkan. Dengan uraian tersebut dapat 1.5.5 Terbentuknya Budaya Kerja
Budaya kerja terbentuk begitu satuan kerja atau organisasi itu
berdiri. Pembentukan budaya kerja itu terjadi takala lingkungan kerja atau
organisasi belajar menghadapi masalah, baik yang menyangkut
perubahan-perubahan eksternal maupun internal yang menyangkut persatuan dan
keutuhan organisasi. Diperlukan waktu yang cukup lama untuk membentuk
budaya kerja. Pembentukan budaya kerja diawali oleh pemilik atau
pimpinan paling atas (Top Management) atau pejabat yang ditunjuk dimana
besarnya pengaruh yang dimiliki akan menentukan suatu cara tersendiri
yang dijalankan dalam satuan kerja yang dipimpinnya.
10
disimpulkan bahwa perubahan dalam budaya kerja itu sangat penting,
karena masalah budaya kerja terletak pada diri kita masing-masing dan
musuh budaya kerja adalah diri kita sendiri.11
Selain perilaku dan sikap budaya positif seperti yang digambarkan
di atas, rakyat Indonesia juga ditandai dengan perilaku dan sikap yang
negatif. Kebiasaan negatif yang seolah-olah merupakan bagian dari
kehidupan bersifat kontraproduktif. Beberapa perilaku negatif yang sering Di indonesia terdapat perilaku dan sikap budaya yang tercermin dari
perilaku dan norma-norma kehidupan sehari-hari, hal ini tidak terlepas dari
akar budaya yang dianut masyarakat atau bangsa yang bersangkutan.
Perilaku dan sikap budaya dimaksud ada yang bersikap positif dan ada
yang bersifat negatif bila dikaitkan dengan aktifitas dan atau pekerjaan
seseorang.
1.5.6 Perilaku Dan Sikap Budaya Positif
Masyarakat Indonesia dikenal memiliki perilaku ramah tamah,
budaya gotong royong yang sampai saat ini masih sangat dominan terutama
di daerah perdesaan. Sikap budaya positif inilah yang akan dibawa
karyawan atau aparatur negara dalam bekerja di perusahaan atau di
pemerintahan dimana adanya budaya asli Indonesia dalam setiap
kegiatannya.
1.5.7 Perilaku Dan Sikap Budaya Negatif
11
terjadi adalah sebagai berikut.12
A. Perilaku tidak disiplin dan tidak jujur
Hampir semua bagian lapisan masyarakat pada berbagai kasus dan
intensitas yang berbeda melakukan tindakan tidak disiplin dan tidak jujur,
melakukan pelanggaran hukum/peraturan pemerintah maupun terhadap
tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Perilaku tidak
disiplin dan tidak jujur yang dilakukan tersebut akan mempengaruhi kinerja
dan berdampak merugikan bangsa dan masyarakat.
B. Perilaku tidak tegas dan tidak percaya diri
Perilaku yang tidak tegas dan tidak percaya diri juga merupakan
faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang. Orang yang tidak tegas akan
selalu berbasa-basi, ragu-ragu dalam mengambil keputusan sehingga akan
berakibat buruk bagi keputusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Tidak percaya diri membuat seseorang tidak mampu berfikir yang
berdampak tidak dapat mengoprasikan pekerjaannya/ melaksanakan
tugasnya secara maksimal dan sebagai implikasinya tujuan organisasi tidak
tercapai.
12
1.5.8 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Budaya Kerja
Faktor-faktor utama yang menentukan kekuatan budaya kerja
adalah kebersamaan dan intensitasi.13
1. Kebersamaan
Kebersamaan adalah sejauh mana anggota organisasi mempunyai
nilai-nilai inti dianut secara bersama. Derajat kebersamaan dipengaruhi
oleh unsur orientasi khususnya anggota baru maupun melalui
program-program latihan. Melalui program-program orientas, anggota-anggota baru orgnisasi
diberi nilai-nilai budaya yang perlu dianut secara bersama oleh
anggota-anggota organisasi. Di samping orientasi kebersamaan, juga dipengaruhi
oleh imbalan dapat berupa kenaikan gaji, jabatan (promosi), hadiah-hadiah,
tindakan-tindakan lainnya yang membantu memperkuat komitmen
nilai-nilai inti budaya kerja.
2. Intensitas
Intensitas adalah derajat komitmen dari anggota-anggota
perusahaan kepada nilai-nilai inti budaya kerja. Derajat intensitas bisa
merupakan sutu hasil dari struktur imbalan. Oleh karena itu, pimpinan
perusahaan perlu memperhatikan dan mentaati struktur imbalan yang
diberikan kepada anggota-anggota perusahaan guna menanamkan
nilai-nilai budaya kerja.
1.5.9 Perbedaan Budaya Kerja Dengan Budaya Organisasi
13
Budaya Kerja adalah suatu filsafah dengan didasari pandangan
hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong
yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap
menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang
terwujud sebagai kerja.
Budaya kerja adalah kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang oleh
pegawai dalam suatu organisasi, pelanggaraan terhadap kebiasaan ini
memang tidak ada sangsi tegas, namun dari pelaku organisasi secara moral
telah menyepakati bahwa kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan yang
harus ditaati dalam rangka pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan.14
Terbentuknya Budaya kerja berbeda antara organisasi satu dengan
yang lainnya, hal itu dikarenakan landasan dan sikap perilaku yang
dicerminkan oleh setiap orang dalam organisasi berbeda. Budaya kerja
yang terbentuk secara positif akan bermanfaat karena setiap anggota dalam
suatu organisasi membutuhkan sumbang saran, pendapat bahkan kritik
yang bersifat membangun dari ruang lingkup pekerjaannya demi kemajuan
di lembaga pendidikan tersebut, namun budaya kerja akan berakibat buruk
jika pegawai dalam suatu organisasi mengeluarkan pendapat yang berbeda
hai itu dikarenakan adanya perbedaan setiap individu dalam mengeluarkan
pendapat, tenaga dan pikirannya, karena setiap individu mempunyai
kemampuan dan keahlian sesuai bidangnya masing –masing.
14
Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang
dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari
organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah
sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Budaya organisasi adalah sistem nilai bersama dalam suatu
organisasi yang menentukan tingkat bagaimana para karyawan melakukan
kegiatan unntuk mencapai tujuan organisasi.15
Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan. Terdapat 5 (lima) sumber kualitas yang dijumpai yaitu: Terbentuknya Budaya Organisasi karena munculnya
gagasan-gagasan atau jalan keluar yang kemudian tertanam dalam suatu budaya
dalam organisasi bisa bermula dari mana pun, dari perseorangan atau
kelompok, dari tingkatan bawah atau puncak.
1.6 Kualitas Pelayanan Publik
1.6.1 Pengertian Kualitas
16
1. Program, kebijakan, dan sikap yang melibatkan komitmen dari
manajemen puncak.
15
Robins, Stephen P, Perilaku Organisasi, Jakarta: PT. Indeks, 2006
16
2. Sistem informasi yang menekankan keandalan dan perjanjian ekstensif
produk sebelum dilepas ke pasar.
3. Desain produk yang menekankan keandalan dan perjanjian ekstensif
produk sebelum dilepas ke apsar.
4. Kebijakan produksi dan tenaga kerja yang menekankan peralatan yang
terpelihara dengan baik, pekerja yang terlatih dengan baik dan
penemuan penyimpangan secara cepat.
5. Manajemen yang menekankan kualitas sebagai sasaran utama.
Selain itu menurutnya, pasa prinsipnya konsep kualitas memiliki
dua dimensi, yaitu dimensi produk dan dimensi hubungan antara produk
dan pemakai. Dimensi produk memandang kualitas barang dan jasa dari
perspektif derajat konformitas dengan spesifikasinya yaitu yang
memandang kualitas dari sosok yang dapat dilihat jasat mata dan dapat di
identifikasikan melalui pemeriksaan dan pengamatan. Sedangkan perspektif
hubungan anatra produk dan pemakai merupakan suatu karakterisktik
lingkungan di mana kualitas produk adalah dinamis, sehingga produk harus
disesuaikan denggan tuntutan perubahan dari pemakai produk. Untuk
menjamin kualitas barang dan jasa yang cacat tidak dijual, namun kalau
masih memungkinkan akan dilakukan perbaikan.
Dari pengertian tersebut, kualitas mengandung elemen-elemen yang
meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan yang mencakup
produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan serta merupakan kondisi
1.6.2 Pengertian Pelayanan Publik
Diindonesia, penggunaan istilah pelayanan publik dianggap
memiliki kesamaan arti dengan istilah pelayanan umum atau pelayanan
masyarakat. Oleh karenanya ketiga istilah tersebut dipergunakan secara
dapat ditukarkan dan dianggap tidak memiliki perbedaan mendasar.
Pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas
orang lain secara langsung. Pelayanan yang diperlukan manusia pada
dasarnya ada 2 (dua) jenis yaitu layanan fisik yang sifatnya pribadi sebagai
manusia dan layanan administratif yang diberikan oleh orang lain selaku
anggota organisasi, baik itu organisasi massa atau negara.17
Karakterisktik khusus dari pelayanan publik yang membedakannya
dari pelayanan swasta adalah:
Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara (Meneg
PAN) Nomor 63/KEP/M..PAN/7/2003 memberikan pengertian pelayanan
publik yaitu segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
penyelengaraan pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
peraturan perundang-undangan.
18
a) Sebagian besar layanan pemerintah berupa jasa dan barang tak nyata.
Misalnya perijinan, sertifikat, peraturan, informasi keamanan,
ketertiban, kebersihan, transportasi dan lain sebagainya.
17
Moenir, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1995
18
b) Selalu terkait dengan jenis pelayanan-pelayanan yang lain dan
membentuk sebuah jalinan sistem pelayanan yang berskala regional
atau bahkan nasional. Contohnya dalam hal pelayanan transportasi,
pelayanan bis kota akan bergabung dengan pelayanan mikrolet, bajai,
ojek, taksi dan kereta api untuk membentuk sistem pelayanan angkutan
umum di Jakarta.
c) Pelanggan internal cukup meninjol, sebagai akibat dari tatanan
organisasi pemerintah yang cenderung birokratis. Dalam dunia
pelayanan berlaku prinsip utamakan pelanggan eksternal lebih dari
pelanggan internal. Namun situasi nyata dalam hal hubungan antar
lembaga pemerintahan sering memojokan pertugas pelayanaan agar
mendahulukan pelanggan internal.
d) Efisiensi dan efektivitas pelayanan akan meningkat seiring dengan
peningkatan mutu pelayanan. Semakin tinggi mutu pelayanan bagi
masyarakat, maka semakin tinggi pula kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah. Dengan demikian akan semakin tinggi pula peran serta
masyarakat dalam kegiatan pelayanan.
e) Masyarakat secara keseluruhan diperlakukan sebagai pelanggan tak
langsung yang sangat berpengaruh kepada upaya-upaya pengembangan
pelayanan. Desakan untuk memperbaiki pelayanan oleh polisi bukan
dilakukan oleh hanya pelanggan langsung (mereka yang pernah
mengalami gangguan keamanan saja) akan tetapi juga oleh seluruh
Organisasi publik mempunyai ciri publik accuntability, yaitu setiap
warga negara mempunyai hak untuk mengevaluasi kualitaas pelayanan
yang mereka terima. Sangat sulit utuk menilai kualitas suatu pelayanan
tanpa mempertimbangkan peran masyarakat sebagai penerima pelayanan.
Evaluasi yang berasal dari pengguna pelayanan merupakan elemen pertama
dalam analisis adalah kemudahan suatu pelayanan untuk dikenali baik
sebelum, dalam proses atau setelah pelayanan itu diberikan.
1.6.3 Bentuk, Makna dan Tujuan Pelayanan Publik
Dikatakan bahwa pelayanan umum yang dilakukan oleh siapapun,
bentuknya tidak terlepas dari 3 (tiga) macam yaitu:19
1. Layanan secara lisan
Layanan secara lisan dilakukan oleh petugas-petugas di bidang
hubungan masyarakat bidang informasi dan bidang-bidang lain yang
tugasnya memberikan penjelasan dan keterangan kepada siapapun yang
memerlukan agar setiap layanan berhasil sesuai dengan yang
diharapkan. Maka perlu diperhatikan syarat-syarat yang harus dipenuhi
oleh pelaku layanan yakni dengan memahami benar masalah yang
termasuk dalam bidang tugasnya, mampu memberikan penjelasan
tentang apa yang perlu degan lancar, singkat tetapi cukup jelas sehingga
memuaskan pelayanan.
2. Layanan melalui tulisan
19
Merupakn bentuk layanan yang paling menonjol dalam pelaksanaan
tugas, tidak hanya dari segi jumlah tetapi juga dari segi peranannya,
pada umumnya layanan melalui tulisan cukup efesien bagi layanan
jarak jauh karena faktor biaya agar layanan dalam bentuk tulisan dapat
memuaskan pihak yang dilayani perlu diperhatikan faktor kecepatan
baik dalam pengolahan masalah-masalah maupun proses
penyelesaiannya.
3. Layanan dengan perbuatan
Pada umumnya layanan dalam bentuk perbuatan 70-80% dilakukan
oleh petugas tingkat menengah dan bawah. Karena itu faktor keahlian
dan keterampilan petugas tersebut sangat menentukan terhadap hasil
pekerjaan,
Dalam Kep. Menpan No: 63/KEP/M.Pan/7/2003 tentang pedoman
umum penyelenggaraan pelayanan publik, pengelompokan pelayanan
publik secara garis besar adalah sebagai berikut:
1. Pelayanan administratif
2. Pelayanan barang
3. Pelayanan jasa
Tujuan pelayanan publik adalah memuaskan atau sesuai dengan
keinginan masayarakat/pelanggan pada umumnya. Untuk mencapai hal ini
diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
dengan kenyataan. Dari hakekat dari pelayanan publik adalah pemberian
kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.20
Asas pelayanan publik yaitu:
21
1. Transparan
Bersifat terbuka mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang
membutuhkan dan disediakna secara memadai serta mudah dimengerti.
2. Akuntabilitas
Dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Kondisional
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima
pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efektivitas dan efisiensi
4. Parsifatif
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
publik dengan memperhatikan aspiratif, kebutuhan dan harapan
masyarakat.
5. Kesamaan hak
Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan sukuu, ras, agama,
golongan gender dan status ekonomi.
6. Keseimbangan hak dan kewajiban
20
Juliantara, Dadang, Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah Dalam Pelayanan Publik, Yogyakarta: Pembaruan, 2005
21
Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan
kewajiban masing-masing pihak.
1.6.4 Indikator Kualitas Pelayanan Publik Yang Ideal
Dasar untuk menilai suatu kualitas pelayanan selalu berubah dan
berbeda. Apa yang dianggap sebagai suatu pelayanan yang berkualitas saat
ini tidak mustahil dianggap sebagai suatu pelayanan yang tidak berkualitas
pada saat yang lain. Maka kesepakatan terhadap kualitas sangat sulit untuk
dicapai.
Berkaitan dengan kualitas, diyakini bahwa harapan pelanggan
mempunyai peranan yang besar dalam menentukan kualitas barang dan jasa
karena pada dasarnya hubungan yang erat antara penentuan kualitas dan
kepuasan pelanggan. Karena pelanggan adalah orang yang menerima hasil
pekerjaan seseorang atau suatu organisasi, maka hanya pelangganlah yang
dapat menentukan kualitasnya seperti apa dan hanya mereka pula yang
dapat menyampaikan apa dan bagaimana kebutuhan mereka.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur No.63
Tahun 2003 tentang pedoman umum penyelengaraan pelayanan publik
dinyatakan bahwa hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanaan
prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur
pemerintah sebagai abdi masyarakat. Pernyataan tersebut menguatkan
peranan pemerintah senagai instansi yang memberi pelayanan yang priam
kepasda masyarakat karena pada dasarnya konsumen/masyarakat adalah
pemerintah sebagai instansi yang memberikan pelayanan harus dapat
memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya sesuai denagn
perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana telah ditetapkan dalam
keputusan menteri pemberdayaan aparatur negara No.63/KEP/M.Pan/2003
yang kemudian dikembangkan menjadi 14 unsur yang relevan, valid dan
reliebel, sebagai unsur yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks
kepuasan masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur
pelayanan.
2. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan adminsitrative yang
diperlukan untuk mendapat pelayanan sesuai dengan jenis
pelayanannya.
3. Kejelasan tugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas
yang memberikan pelayanan (nama, jabatan, serta kewenangan dan
tanggung jawab).
4. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam
memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan
tanggung jawab petugaas dalam penyelenggaraan pelayanan.
keterampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan
pelayanan kepada masyarakat.
7. Kecepatan pelayanan yaitu target pelayanan dapat diselesaikan sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan.
8. Keadilan mendapatkan pelayanan yaitu pelaksanaan pelayanan dengan
tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani.
9. Kesopanan dan keramahan petugas yaitu sikap dan perilaku petugas
dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan
ramah serta saling menghargai.
10.Kewajaran biaya pelayanan, yatiu keterjangkauan masyarakat terhadap
pembiayaan yang ditetapkan oleh unit pelayanan.
11.Kepastian biaya pelayanan yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai
dengan waktu yang ditetapkan.
12.Kepastian jadwal yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai dengan
waktu yang ditetapkan .
13.Kenyamanan lingkungan yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan
yang bersih rapi dan teratur sehingga memberikan rasa nyaman kepada
penerima pelayanan.
14.Keamanan pelayanan yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan
unit penyelenggaraan pelayanan ataupun sarana yang digunakan
sehingga masyarakat merasa senang untuk mendapatkan pelayanan
terhadap resiko-resiko yang akibatnya dari pelaksanaan.
menggunakan instrument kinerja pelayanan yang telah dikembangkan oleh
Zeithaml, Pasuraman dan Benny dalam buku mereka yang mereka beri
judul Delivering Quality Service. Menurut mereka ada 11 (sebelas)
indikator kinerja pelayanan, yaitu22
Pelayanan Publik tentunya sangat mempengaruhi oleh budaya kerja
manusia. Harus disadari pula bahwa budaya erat kaitannya dengan manusia.
Kuatnya budaya kerja akan terlihat dari bagaimana karyawan memandang
budaya kerja sehingga berpengaruh terhadap pelayanan publik yang 1. Kenampakan fisik
2. Reliabilitas
3. Responsivitas
4. Kompetensi
5. Kesopanan
6. Kredibilitas
7. Keamanan
8. Akses
9. Komunikasi
10. Pengertian
11. Akuntabilitas
1.7 Hubungan Budaya Kerja Dengan Kualitas Pelayanan Publik
22
digambarkan memiliki motivasi, dedikasi, kreatifitas, kemampuan dan
komitmen yang tinggi. Semakin kuat budaya kerja, semakin tinggi
komitmen dan kemampuan yang dirasakan oleh masyarakat.
Kualitas pelayanan publik adalah keseluruhan dari karakteristik
pelayanan yang diberikan oleh pemberi layanan (pegawai) kepada
penerima layanan (masyarakat) dalam suatu organisasi dengan menguatkan
rasa puas bagi penerima layanan tersebut.
Orang yang terlatih dalam budaya kerja akan menyukai kebebasan,
pertukaran pendapat, terbuka bagi gagasan baru dan fakta baru,
memecahkan permasalahan secara mandiri, berusaha menyesuaikan diri
antara kehidupan pribadi dan sosialnya.23
Dinyatakan bahwa hipotesis merupakan dugaan, kesimpulan atau
jawaban sementara terhadap permasalahan yang telah dirumuskan di dalam
rumusan masalah sebelumnya. Dengan demikian hipotesis relevan dengan Alasan utama mempelajari budaya kerja adalah untuk mengetahui
cara para pimpinan bagaimana meningkatkan kemampuan pekerjaan
karyawan atau pekerja. Seseoraang yang mempunyai budaya kerja yang
baik maka akan membuat kualitas pelayanannya membaik juga sehingga
dapat memaksimalkan tenaganya dalam melayani masyarakat.
1.8 Hipotesis
23
rumusan masalah yakni, jawaban sementara terhadap hal-hal yang
ditanyakan pada rumusan masalah. Hipotesis disebut sementara karena
jawaban sebenarnya belum dikemukakan pada bagian ini, sebab belum ada
data apapun yang dikumpulkan peneliti.24
Konsep merupakan suatu gagasan yang dinyatakan dalam suatu
simbol atau kata.
Berdasarkan rumusan masalah, landasan teori dan penelitian
terdahulu diatas, maka hipotesis yang dikemukakan penelitian adalah
sebagai berikut:
Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan dari budaya kerja terhadap
kualitas pelayanan publik pada Kecamatan Binjai Kota Kota Binjai.
Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari budaya kerja
terhadap kualitas pelayanan publik pada Kecamatan Binjai Kota Kota
Binjai.
1.9 Definisi Konsep
25
Definisi konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang
dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian,
24
Juliandi Azuar, Metodologi Penelitian Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Bisnis, Bandung: Ciptapustaka Media Perintis.
25
keadaan, kelompok atau individu tertentu.26
Defenisi operasional adalah penelitian yang memberitahukan
bagaimana carannya mengukur suatu masalah.
Tujuannya adalah untuk
menyederhanakan pemikiran dan menghindari terjadinya interprestasi
ganda dari variabel yang diteliti.
1. Budaya Kerja
Budaya kerja adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan,
nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan
pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah
adaptasi eksternal dan integrasi internal.
2. Pelayanan Publik
Pelayanan publik yaitu segala kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh penyelengaraan pelayanan publik sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan peraturan perundang-undangan.
1.10 Definisi Operasional
27
1. Variabel Bebas (X)
Defenisi operasional penelitian yang digunkan oleh penulis adalah:
Variabel Bebas merupakan variabel yang mempengaruhi variabel
terikat (Jualiandi 2013:26). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
26
Singarimbu, Masri Dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 1995
27
Budaya Kerja dapat diukur dengan indikator sebagai berikut:
a. Sikap terhadap pekerjaan yakin kesukaan akan kerja dibandigkan
kegiatan lain.
b. Kedisiplinan yakni perilaku yang senantiasa berijak pada peraturan
dan norma yang berlaku didalam maupun di luar kantor/badan.
c. Bekerja keras yakni kegiatan bekerja secara maksimal dengan
mencurahkan segala kemampuan yang dimiliki.
d. Saling membantu yakni kesediaan untuk saling memberi pertolongan
denagn orang lain atau sesama anggota organisasi dalam mencapai
sasaran dan target perusahaan.
e. Berdedikasi yaitu perilaku mengabdikan diri dengan mengorbankan
tenaga, pikiran dan waktu demi pencapaian tujuan organisasi/badan.
f. Bertanggung jawab merupakan suatu sikap bersedia menanggung
segala sesuatu yang mungkin terjadi atas setiap tindakan dan
keputusan yang diambil.
2. Variabel Terikat (Y)
Variabel terikat adalah variabel yang dipegaruhi, terikat, tergantung
oleh variabel lain yakni variabel bebas.28 Variabel terikat dalam penelitian ini
adalah kualitas pelayanan publik, dapat diukur dengan indikator sebagai
berikut:
28
a. Kemudahan Mengakses
1. Lokasi kantor yang mudah dijangkau oleh masyarakat.
2. Kemudahan menghubungi petugas untuk mendapatkan pelayanan.
3. Pemberian informasi pelayanan dengan mudah dan jelas.
4. Prosedur yang diterapkan tidak berbelit-belit.
b. Kredibilitas
1. Reputasi kantor/lembaga tersebut.
2.Kepastian waktu dan kewajaran biaya pelayanan.
3. Petugas yang selalu ada selama jam kerja.
c. Kesopanan
1. Keramah tamahan petugas dalam memberikan pelayanan.
2. Sikap petugas dalam menjelaskan prosedur untuk mendapatkan
pelayanan.
d. Kompetensi
1. Kesesuaian antara kemampuan petugas dan tugas/fungsi
2. Pengadaan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan aparat sesuai
dengan perkembangan/perubahan tugasnya.
1.11 Sistematika Penulisan
Dalam penulisan dan pembahasan skripsi ini, disusun secara
sistematis yang terdiri dari 6 (enam) bab yang dilengkapi dengan sub-sub
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam ini disajikan tentang keadaan secara umum, yang
terdiri dari: latar belakang penelitian, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan yang merupakan gambaran singkat dari penulis
laporan ini. Dan juga dalam bab ini disajikan mengenai
tinjauan pustaka, yang berisi kerangka teori-teori dan
referensi yang akan digunakan dan dikembangkan dalam
membahas hasil penelitian. Kerangka teori yang
dipergunakan adalah studi kepustakaan, berupa teori-teori
dan peraturan yang mendasari tentang masalah yang dibahas.
BAB II : METODE PENELITIAN
Pada bab ini berisi metode penelitian yang dipergunakan
dalam penyusunan laporan ini, terdiri dari bentuk penelitian,
lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan
data, dan teknik analisis data.
BAB III : GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Dalam bab ini penulis memuat gambaran lokasi penelitian,
sejarah umum lokasi penelitian, visi dan misi, struktur
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini, disajikan mengenai hasil penelitian lapangan
dan pembahasan yang menghubungkan data yang diperoleh
dari hasil penelitian lapangan maupun studi pustaka
mengenai pelaksanaan budaya kerja terhadap kulaitas
pelayanan publik di kecamatan.
BAB V : ANALISIS DATA
Pada bab ini, disajikan data analisi data yang sudah ada
kemudian dihubungkan dan dicari pengaruh terhadap
variabel X dan variabel Y yaitu budaya kerja (X) dan
kualitas pelayanan public (Y). Dengan mengutip
pendapat-pendapat dari informan yang dianggap kredibel dan tidak
menyimpang dari pokok-pokok permasalahan, sistematika
penyajian data dan pembahasan pokok-pokok permasalahan
yang ada.
BAB VI : PENUTUP
Pada Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.
Kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan
masalahan yang dikemukakan dari hasil penelitian dan
pembahasan, serta landasan untuk mengemukakan saran
yang mungkin berguna bagi pihak-pihak yang terkait dalam
penelitian ini.