• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum Dan Uji Bioassay

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Praktikum Dan Uji Bioassay"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

MATA KULIAH PENGENDALIAN VEKTOR EPIDEMIOLOGI

UJI BIOASSAY

Disusun Oleh: Kelas B

Siska Fiany G1B011006

Ratna Juwita G1B011015

Irfan Febiary G1B011026

Shella Kartika Andira G1B011036

Nurendah A. P. G1B011040

Michika Adhisa Putri G1B011048 Indri Nur Oktaviani G1B011062

Doni Juliana G1B011068

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

PURWOKERTO

(2)

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Penyakit zoonosis adalah penyakit yang ditularkan dari hewan ke

manusia atau sebaliknya. Salah satu cara penularan penyakit ini dapat

terjadi melalui vektor. Saat ini banyak penyakit zoonosis pada manusia

yang merupakan Kejadian Luar Biasa (KLB) muncul karenan peranan

vektor yang tak terkendali. Penyakit ini sebenarnya sudah lama diketahui

keberadaannya dan dianggap umum, tetapi karena kegagalan

pengendalian vektor maka penyakit ini selalu terjadi berulang kali

(Berijaya, 2006).

Nyamuk merupakan salah satu serangga yang memiliki peran

sebagai vektor dari agen penyakit. Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk

masih merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat, baik di perkotaan

maupun di pedesaan, seperti: Demam Berdarah Dengue (DBD), Malaria,

Filariasis (kaki gajah), Chikungunya dan Encephalitis. Biasa (KLB) yang

pada beberapa tahun terakhir ini cenderung mengalami peningkatan

jumlah kasus maupun kematiannya. Nyamuk yang menyebabkan

penyakit-penyakit tersebut diantaranya adalah nyamuk anopheles, aedes,

culex, dan lainnya (Suharyo, 2006).

Pengendalian vektor nyamuk terdiri dari beberapa langkah.

langkah awal dengan menurunkan populasi nyamuk, dengan

memberantas tempat perindukan nyamuk dan juga aktivitas untuk

membunuh nyamuk dewasa ataupun larva nyamuk dengan insektisida

(Komariah, 2010). Penyemprotan rumah dan pemakaian kelambu

berinsektisida pada prinsipnya memperpendek umur nyamuk sehingga

penyebaran dan penularan penyakit dapat terputus (Sucipto, 2011).

lnsektisida umumnya hanya diuji pada skala laboratorium,

sementara berbagai faktor di lapangan sangat berpengaruh. Faktor-faktor

yang mempengaruhi residu insektisida diantaranya adalah dosis, suhu

dan kelembaban, jenis permukaan benda, alat semprot dan · ukuran

(3)

Metode yang digunakan untuk mengetahui kekuatan/ daya bunuh

insektisida yang digunakan serta efek residual insektisida yang

digunakan untuk pengendalian vektor secara kimiawi disebut dengan

metode bioassay, baik untuk pemberantasan nyamuk dewasa maupun jentik. Dengan kata lain bioassay dilakukan untuk mengetahui efektif atau tidaknya insektisida yang digunakan terhadap vektor dalam program

pemberantasan vektor. Uji yang banyak dilakukan antara lain uji

terhadap kelambu yang diberi insektisida (Yahya, 2013), uji terhadap

fogging (Djati, 2005), dan uji terhadap IRS (Hariastuti, 2007). Untuk itu, praktikum yang kami lakukan pada acara ini adalah mengetahui metode

pengukuran efektivitas insektisida dalam menanggulangi persebaran

nyamuk yaitu dengan uji bioassay.

2. Tujuan Praktikum

a. Untuk menilai dan mengetahui daya tahan dan efektivitas racun

serangga di lapangan pada bermacam-macam lingkungan

b. Untuk menilai mutu dan operasi/ tindakan pemberantasan vektor

c. Untuk menilai ada/tidaknya racun serangga

B. METODE

1. Alat dan Bahan

a. Bioassay Kontak

1) Nyamuk uji 8) Handuk

2) Kerucut Plastik 9) Kardus berpelepah pisang

3) Gelas plastic 10) Sling hygrometer

4) Kapas 11) Thermometer

2) Kerucut Plastik 9) Kardus berpelepah pisang

(4)

4) Kapas 11) Thermometer

5) Kasa plastik yang sudah didesain sesuai bentuk jarring-jaring

kubus sebanyak 12 buah

6) Kotak kardus untuk penempatan nyamuk saat holding yang diberi

pelepah batang isang dan selimut basah untuk menjaga

1) Nyamuk uji disiapkan, diharapkan nyamuk vector dan berasal dari

hasil peliharaan/ penangkapan sekitar lokasi dapat blood feed semua (standar program) atau unfeed semua (standar WHO)

2) Menuju ke lokasi, perkenalkan diri, sampaikan maksud dan tujuan

kepada petugas baik di DKK, Puskesmas (yang sebelumnya telah

dihubungi) maupun perangkat desa/ tokoh masyarakat

3) Rumah yang telah disemprot didatangi (menggunakan penduduk/

tenaga yang menangani penyemprotan sebagai petunjuk jalan).

Biasanya rumah yang telah disemprot ditempelkan stiker yang

telah menunjukkan rumah tersebut telah disemprot pada tanggal

tertentu, dengan insektisida tertentu dan terdapat nama kepala tim

(5)

yang di bioassay, tanggal penyemprotan, jenis insektisida yang digunakan. Ukur pula suhu dan kelembapan pada lokasi yang

dilaksanakan bioassay

4) Kerucut ditempelkan pada dinding yang telah disemprot, terdapat

minimal 3 rumah yang diuji dengan dinding yangberbeda-beda

yang terdapat dilokasi tersebut (misalnya tembok, kayu, bambu

atau tembok bercat, tembok berplamir) pada tiap rumah terdapat 3

kerucut yang ditempelkan dengan menggunakan selotip

5) 15 ekor nyamuk uji dimasukan ke dalam masing-masing kerucut

6) Nyamuk diamati kematiannya dalam 30 menit dan 1 jam setelah

dimasukkan ke dalam kerucut

a. Kerucut untuk sampel control ditempelkan pada dinding yang tidak

berinsektisida untuk sampel kontrol

7) Nyamuk diambil dan dipindahkan ke gelas plastik setelah 1 jam

untuk disimpan pada kotak nyamuk, diberi air gula dan diholding

selama 24 jam

8) Dijaga kelembapannya selama penyimpanan dengan diberi handuk

basah, dicatat suhu dan kelembapannya

9) Setelah 24 jam dicatat jumlah kematian dan isikan pada form

10)Insektisida dikatakan efektif apabila jumlah kematian setelah

holding 24 jam > 70%

11)Apabila jumlah kematian pada control antara 5 % - 20 % dikoreksi

dengan formula Abbott’s :

b. Bioassay kelambu

1) Nyamuk uji disiapkan, diharapkan nyamuk vector dan berasal

darihasil penangkapan/ pemeliharaan sekitar lokasi

2) Kerucut ditempelkan pada kelambu, terdapat minimal 3 kelambu

yang diuji, pada tia kelambu terdapat sisi yang ditempel kerucut.

Kerucut ditempelkan bolak balik dengan posisi kelambu

(6)

3) 15 ekor nyamuk uji dimasukkan kedalam masing-masing kerucut

4) Diamati kematiannya dalam 30 menit dan 1 jam setelah nyamuk

dimasukkan

5) Untuk control ditempelkan kerucut pada potongan kelambu yang

tidak berinsektisida

6) Setelah 1 jam nyamuk diambil dan dipindahkan ke gelas plastik

untuk disimpan di kolatak nyamuk, diberi air gula dan diholding

selama 24 jam

7) Selama penyimpanan dijaga kelembapannya dengan diberi handuk

basah, dicatat suhu dan kelembapannya

8) Setelah 24 jam dicatat jumlah kematian dan isikan pada form

bioassay kelambu, insektisida pada kelambu dikatakan efektif apabila jumlah kematian setelah holding 24 jam > 70%

9) Apabila jumlah kematian pada control antara 5%-20% kematian

masing-masing kerangka diisi 20 ekor nyamuk, dengan pembagian

sebagai berikut : ada 3 lokasi pengujian diletakkan 3 kerangka

dimana 2 buah diletakkan di dalam rumah dan satu buah di luar

rumah, tiga buah kerangka untuk control. Kerangka control

diletakkan di lokasi yang tidak dilakukan fogging

3) Ujung kasa diikat dengan karet gelang, lalu menggantungkannya

dengan benang kasur

4) Kerangka-kerangka yang telah diisi nyamuk tersebut digantungkan

di tiga lokasi yang telah ditentukan alam wilayah fogging sebelum

(7)

5) Dihitung jumlah nyamuk uji yang hidup/ mati kemudian dicatat

satu jam setelah foging dilakukan dan 24 jam sesudahnya

6) Foging dikatakan efektif apabila jumlah kematian seelah holding

24 jam > 70%

7) Apabila jumlah kematian pada control antara 5%-20% kematian

koreksi dengan formula Abbot’s :

C. HASIL

Praktikum bioassay dimulai dengan diberikannya pengarahan tentang

alat dan bahan, serta cara kerja dari uji bioassay yang disampaikan oleh petugas Balai Penelitian dan Pengembangan vector dan reservoir penyakit

(BP2VRP) yaitu Bapak Sunaryo, S.KM., M.Sc. Alat dan bahan yang

dijelaskan diantaranya adalah nyamuk uji yang terdiri dari nyamuk dari genus

Aedes, Anopheles dan Culex, kerangka kubus, kelambu berinsekisida, gelas

plastik yang berisi nyamuk, kerucut plastik (cone), tempat holding nyamuk

dan aspirator bengkok. Setelah itu di demonstrasikan cara mengambil dan

memindahkan nyamuk degan menggunakan aspirator bengkok.

Gambar 1. Holding nyamuk (a) dan gelas plastik (b)

a

(8)

Gambar 2. Kerucut plastik (cone)

Gambar 3. Aspirator bengkok

1. Bioassay Kontak

Setelah demonstrasi praktikan dipersilahkan melakukan simulasi

memasang kerucut sesuai dengan pedoman bioassay Indoor Residual Spray (IRS) yaitu pada dinding yang telah disemprot insektisida. Kelompok kami memasang kerucut pada tiga kelompok berbeda yaitu

pada dinding, meja praktikum dan pintu laboratorium, namun

tempat-tempat yang ditempeli kerucut tersebut tanpa disemprot insektisida

sebelumnya. Praktikan hanya mempraktekkan cara memasang kerucut

dengan benar yaitu sebelum ditempelkan dasar kerucut ditempeli dengan

solasi agar dapat menempel pada dinding dengan kuat. Setelah dasar

(9)

pada dinding dengan menekan dasarnya hingga dipastika dasarya melekat

kuat pada dinding.

Gambar 4. Penempelan solasi pada dasar cone

Gambar 5. cone yang dipasang pada dinding, meja dan pintu

Praktikum dilanjutkan dengan pengambilan dan pemindahan

nyamuk uji sebanyak 10-15 nyamuk dengan menggunakan aspirator

bengkok dari tempat holding ke dalam gelas plastik oleh praktikan.

Caranya yaitu dengan membuka tali holding kemudian menghisap nyamuk

dengan aspirator bengkok yang telah disterilkan dengan alcohol 70%

sebelumnya, jika nyamuk yang terperangkap dalam aspirator telah

mencukupi jumlahnya tutup ujung lubangnya dengan jari, lalu keluarkan

aspirator dari tempat holding kemudian ikat lagi holding agar nyamuk

(10)

Gambar 6. Pengambilan nyamuk dari holding.

Selanjutnya buka kapas

penutup gelas plastik

hembuskan semua nyamuk

ke dalam gelas plastik

kemudian gelas ditutup

kembali dengan kapas.

Gambar 7. Memasukkan nyamuk ke dalam gelas plastik

Selanjutnya nyamuk dari gelas plastik diambil dan dipindahkan dari gelas plastik cone yang menempel di dinding.

(11)

Kelompok kami hanya memasukkan nyamuk sebanyak 4 nyamuk

ke dalam cone. Prosedur yang dilakukan sama dengan pemindahan nyamuk dari holding ke gelas plastik yaitu dengan aspirator. Namun pada

saat pemindahan nyamuk pertama, nyamuk tersebut langsung mati karena

terjepit ujung aspirator. Beberapa menit kemudian terdapat juga nyamuk

yang terperangkap pada dasar cone yang tidak menempel sempurna pada dinding. Hal ini perlu dihindari apabila dilakukan pada uji bioassay yang sebenarnya karena akan menimbulkan bias pada jumlah nyamuk yang mati

tetapi bukan disebabkan karena insektisida. Nyamuk seharusnya dibiarkan

30-60 menit pada dinding namun kami hanya megamati selama ±10 menit,

kemudian nyamuk dipindahkan lagi ke dalam gelas plastik yang

selanjutnya akan pindahkan lagi ke dalam holding untuk diamati selama

24 jam. Semua tahap praktik tersebut dilakukan oleh setiap praktikan

secara bergantian.

2. Bioassay Kelambu

Praktikum bioassay kelambu, praktikan hanya mengamati cone yang di tempelkan pada bagian luar dan dalam kelambu berinsektisida.

Namun praktikum ini tidak menilai apakah insektisida yang digunakan

efektif atau tidak dikarenakan membutuhkan waktu yang lama untuk

menguji sebuah insektisida yang digunakan serta terbatasnya peralatan

yang disediakan dan petugas yang mendampingi.

(12)

3. Bioassay Fogging

Praktikum bioassay fogging, praktikan hanya melihat kubus yang terbuat dari besi berlapis kasa yang diikat di bagian atasnya dengan ukuran

12x12x12 m3. Kubus besi tersebut akan dipasang di luar dan di dalam

rumah sebelum dilakukan fogging ketika uji bioassay fogging yang sebenarnya dilakukan. Kasa kubus diikat dibagian atasnya dengan karet

gelang kemudian digantung menggunakan benang kasur.

Gambar 10. Kubus besi berlapis kasa

D. PEMBAHASAN

Bioassay merupakan metode untuk mendeteksi dan mengetahui karakter resistensi insektisida pada populasi vektor tertentu. Uji bioassay ini memiliki prinsip yang sam denga kertas uji kerentanan WHO yaitu dengan

memaparkan insektisida dengan konsentrasi tertentu dalam beberapa waktu.

Selain itu, uji ini juga dapat dilakukan untuk mengukur efikasi formula

insektisida (Brogdon, 2014).

Berdasarkan metode, jenis uji bioassay terbagi menjadi dua yaitu uji bioassay dengan metode WHO dan uji bioassay dengan metode botol bioassay. namun yang paling banyak digunakan di berbagai negara adalah uji bioassay dengan metode WHO (Aizoun et al, 2013). Namun berdasarkan penerapan uji dalam program pada pemberantasan vektor khususnya nyamuk

terdiri dari uji terhadap kelambu yang diberi insektisida (Yahya, 2013), uji

(13)

Uji bioassay terdiri dari beberapa jenis antara lain:

1. Uji biossay nyamuk terhadap kelambu yang diberi insektisida (Yahya, 2013)

Nyamuk yang dipakai untuk pengujian adalah nyamuk An. vagus dewasa

yang merupakan hasil pembiakan dari nyamuk yang ditangkap dari

sekitar kandang sapi dan kerbau di lokasi penelitian. Sejumlah nyamuk

hasil pembiakan dalam kondisi yang sehat dan kenyang darah

dimasukkan ke dalam satu bio-assay cone (Depkes, 1986 dalam Yahya,

2013). Untuk satu bio-assay cone hanya dimasukkan lima ekor nyamuk dengan periode paparan dengan kelambu selama tiga menit, untuk

mengurangi gangguan antar nyamuk pada saat paparan yang singkat di

atas kelambu (Depkes, 2006).

2.Uji bioassay thermal fogging

Memiliki tujuan untuk mengetahui efetivitas insektisida yang

digunakan dalam thermal fogging tersebut. pada laporan kegiatan yang dilakukan oleh Djati (2005), nyamuk uji yang digunakan merupakan

nyamuk Aedes aegypti yang diambil dari hasil biakan laboratorium

dalam kondisi kenyang

3.Uji bioassay terhadap IRS

nyamuk vektor malaria umumnya aktif mencari mangsa pada malah hari,

setelah menghisp darah nyamuk biasanya beristirahat sementara di

sekitar rumah. seingga diharapkan insektisda yang efektif adalah ketika

nyamuk yang telah terpapar insektisda di dinding akan mati paling lama

24 jam. untuk itu, cara pengujian bioassay pada IRS ini adalah dengan menempelkan kerucut yang berisi nyamuk-nyamuk kenyang pada 3

rumah berbeda yang memiliki jenis dinding berbeda (Hariastuti, 2007).

Dari ketiga jenis bioassay tersebut, tidak dapat ditentukan mana yang paling efektif karena efektivitas uji bioassay dapat diketahui berdasarkan pada lamanya waktu paparan dan dosis diagnosis penggunaan

insektisida (CDC, 2013), lokasi yang menjadi sasaran (Hariastuti, 2007),

(14)

konsentrasi insektisida yang digunakan, formulasi, permukaan,

kelembaban, suhu dan metode evaluasi.

Metode bioassay memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, diantaranya kelebihan bioassay versi CDC (botol bioassay) dibandingkan dengan uji kerentanan WHO menurut, Aizon et al (2013), adalah sebagai

berikut:

1. Dapat untuk mengetahui efektivitas insektisida yang digunakan

khususnya pada program-program pengendalian vektor oleh

pemerintah sehingga dapat menjadi bahan evaluasi dalam

menentukan jenis insektisida.

2. Alat yang digunakan dalam uji bioassay cukup mudah digunakan dan tidak memerlukan pelatihan intensif untuk dapat

menggunakannya dengan baik dan benar.

3. Menggunakan nyamuk yang lebih sedikit dari uji kerentanan WHO

4. Tidak perlu transfer nyamuk dari satu botol ke botol yang lain

5. Memungkinkan deteksi mekanisme resistensi sederhana atau pun

ganda pada nyamuk uji terhadap insektisida

6. Bioassay jenis botol assay lebih sederhana dan cepat.

7. Setiap konsentrasi insektisida (murni atau dirumuskan) dapat

dievaluasi.

Kekurangan uji bioassay menurut CDC adalah :

1. Pelaksanaannya membutuhkan waktu yang lama yaitu 24 jam untuk

memantau dan mencatat jumlah kematian nyamuk akibat insektisida.

2. Pelaksanaan uji bioassay harus mengikuti jadwal yang ditetapkan oleh pejabat daerah sehingga tidak dapat dilakukan sesuai dengan

kehendak peneliti.

3. Setiap tempat yang diuji harus dilapisi insektisida terlebih dahulu

4. Catatan kematian dalam alat uji masih harus memerlukan perlakuan

(15)

Vatandoost et al (2009), juga menyatakan kelemahan uji bioassay dibandingkan dengan efek residu model laboratorium adalah sebagai

berikut:

1. Memakan waktu lama

2. Relatif mahal

E. DAFTAR PUSTAKA

Aïzoun, N., Razaki O., Roseric A., Roland A., Olivier O., Virgile G., Rock A., Gil G. P. dan Martin A. 2013. Comparison of the standard WHO susceptibility tests and the CDC bottle bioassay for the determination of insecticide susceptibility in malaria vectors and their correlation with biochemical and molecular biology assays in Benin, West Africa. Parasites & Vectors. Vol. 6 (147): 1-10.

Beriajaya. 2006. Peranan Vektor Sebagai Penular Penyakit Zoonosis. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis. Balai Penelitian Veteriner. Bogor.

Brogdon W. G. dan Adeline Chan. 2014. Guideline for Evaluating Insecticide Resistance in Vectors Using the CDC Bottle Bioassay.

http://www.cdc.gov/malaria/resources/

pdf/fsp/ir_manual/ir_cdc_bioassay_en.pdf. Diakses pada Rabu, 25 Juni 2014.

Djati, R. A. P. 2005. Bioassay Fogging di Desa Kalimendong Kecamatan Purwonegoro Kabupaten Banjarnegara. Laporan Kegiatan Litbang P2B2 Banjarnegara.

Hadi, dkk. 2010. Efektifitas Pemanasan Kelambu Berinsektisida, Olyset Terhadap Nyamuk Aedes Aegypti (Diptera: Culicidae). Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol. 9 (4): 1333-1339.

Hariastuti, N. Ika. 2007. Tinjauan Hasil Penyemprotan IRS Melalui Bioassay yang Dilaksanakan Loka Litbang P2B2. Laporan Kegiatan. Balaba. Ed. 005 (2): 11 – 12.

Komariah, dkk. 2010. Pengendalian Vektor. Jurnal Kesehatan Bina Husada. Vol 6 (1): 34 – 43.

Suharyo., dkk. 2006. Dinamika A. Aegypti sebagai vektor penyakit. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol 2 (1).

(16)

Vatandoost H., M.R. Abai, M. Abbasi, M. Shaeghi, M. Abtahi & F. Rafie. 2009. Designing of a laboratory model for evaluation of the residual effects of deltamethrin (K-othrine WP 5%) on different surfaces against malaria vector, Anopheles stephensi (Diptera: Culicidae). Journal Vector Borne Disease. Vol. 46: 261–267.

Gambar

Gambar 1. Holding nyamuk (a) dan gelas plastik (b)
Gambar 2. Kerucut plastik (cone)
Gambar 4. Penempelan solasi pada dasar cone
Gambar 6. Pengambilan nyamuk dari holding.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui status resistensi nyamuk Aedes aegypti di daerah endemis DBD Kota Medan terhadap insektisida yang sering digunakan

Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik merupakan pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan setiap keluarga untuk melaksanakan pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk

Prinsip uji ninhidrin adalah menguji ada atau tidaknya protein dalam suatu sampel dengan menambahkan reagen ninhidrin untuk mengetahui jumlah kadar asam amino bebas yang terkandung

Keberadaan jentik nyamuk adalah variabel yang paling dominan mempengaruhi kejadian DBD maka disarankan kepada Pemda dan Puskesmas Helvetia untuk melaksanakan pemberantasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui status resistensi nyamuk Aedes aegypti di daerah endemis DBD Kota Medan terhadap insektisida yang sering digunakan

Kemudian penambahan KI-I2 satu tetes sebagai uji iodine untuk menunjukkan ada/tidaknya amilum pada suatu larutan dan untuk menunjukkan perubahan warna menjadi kuning

partikel terlarut pada air minum dan juga digunakan untuk mengukur kepekatan larutan nutrisi hidroponik atau dengan kata lain konsentrasi larutan

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan antara Pemberantasan Jentik Nyamuk dengan Kejadian Demam Berdarah di Desa Bungurasih Dalam RT 02 - RW 03