• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH INKLUSI SMP N 4 MOJOSONGO BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2013/2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH INKLUSI SMP N 4 MOJOSONGO BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2013/2014"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

i

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)

DI SEKOLAH INKLUSI SMP N 4 MOJOSONGO

BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2013/2014

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh:

RENI WIDIASTUTI

NIM: 11110047

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAM A ISLAM NEGERI

SALATIGA

2014

(2)
(3)

iii

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)

DI SEKOLAH INKLUSI SMP N 4 MOJOSONGO

BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2013/2014

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh:

RENI WIDIASTUTI

NIM: 11110047

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAM A ISLAM NEGERI

SALATIGA

2014

(4)
(5)
(6)
(7)

vii MOTTO

Hiduplah seakan engkau akan mati besuk.

Belajarlah seakan engkau akan hidup selamanya

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati, skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Orang tuaku tercinta bapak H. Rusidi dan ibu Musnidah yang senantiasa

mencurahkan kasih sayang, dukungan, dan doa yang tidak pernah putus bagi

putra putrinya.

2. Kakak-kakakku Muhammad Agus Widiyanto, Muhammad Nurul

Ashari, dan Muhammad Anip Himawan yang selama ini selalu

mendukungku dalam segala hal.

3. Ibu Lilik Sriyanti, M.Si, yang telah sabar dalam mengarahkan dan

memberikan masukan-masukan dalam menyusun skripsi ini.

4. Budhe Sri, Pakde Yanto, Mbak Susi yang telah menjadi orang tua

dan menjagaku selama aku tinggal di Salatiga.

5. Sahabat-sahabatku Sri Rahayu, Luluk Nurrohmah, Hesti

Ambarwati, Mbak Nur Wulan Maslahah, dan Kunti Musyiah yang

selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Semua teman-teman Tarbiyah khususnya PAI B angkatan 2010 yang

sama-sama berjuang dan belajar bersama di STAIN Salatiga.

7. Semua pihak yang selalu memberi semangat dan dukungan bagi penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

8. Pembaca yang budiman.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah dan taufiqnya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada

junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya

kejalan kebenaran dan keadilan.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi

syarat guna untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Adapun judul skripsi ini

adalah “Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus

(ABK) di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali Tahun Pelajaran

2013/2014”. Penulisan skripsi ini dapat selesai tidak lepas dari berbagai pihak

yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil. Dengan penuh

kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku ketua STAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd, selaku ketua jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga.

3. Bapak Rasimin, S.Pd.I., M.Pd, selaku ketua progdi Pendidikan Agama Islam.

4. Ibu Dra. Lilik Sriyanti, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah

membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan dalam penyusunan

skripsi ini.

5. Segenap dosen dan karyawan STAIN Salatiga yang telah memberikan bekal

pengetahuan, sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini.

(10)

x

mengijinkan penulis mengadakan penelitian dalam rangka menyusun skripsi.

7. Bapak Widodo, S.Ag selaku guru Pendidikan Agama Islam, Ibu Dra. Siti

Muharromah selaku guru Pembimbing Khusus, Ibu Kanastrin selaku

karyawan TU dan segenap keluarga besar SMP N 4 Mojosongo Boyolali

yang telah memberikan banyak informasi kepada penulis.

8. Ibu dan Bapak penulis, yang telah memberikan dukungan dan doa restu atas

penyusunan skripsi.

9. Semua pihak yang ikut serta memberikan motivasi dan dorongan dalam

penulisan skripsi.

Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang

setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT. Akhirnya dengan tulisan ini semoga

bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.

Salatiga, 27 Agustus 2014

Reni Widiastuti

(11)

xi ABSTRAK

Widiastuti, Reni. 2014. Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali Tahun Pelajaran 2013/2014. Skripsi Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Lilik Sriyanti, M.Si.

Kata kunci: Implementasi Pendidikan Agama Islam, Anak Berkebutuhan

Khusus, Inklusi

Pembelajaran PAI merupakan pembelajaran agama Islam yang terdapat di sekolah umum. Kewajiban pihak sekolah untuk memberi pelajaran agama kepada siswa sesuai dengan keyakinan yang dimiliki. Baik yang dianut anak normal maupun anak berkebutuhan khusus. ABK berhak mendapatkan layanan pendidikan sebagaimana yang didapatkan oleh anak normal, salah satu solusinya yaitu pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi menempatkan anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama di sekolah regular bersama dengan anak-anak normal lain agar ABK dapat mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Bagaimana Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali 2) Apa Saja Faktor Pendukung dalam Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali 3) Apa Saja Faktor Penghambat dan Solusi dalam Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali. Metode yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2014 di SMP N 4 Mojosongo. Teknik pengumpulan data dengan wawancara kepada kepala sekolah, guru PAI, guru pembimbing khusus, dan siswa ABK. Data dikumpulkan berdasarkan catatan lapangan, observasi, dan dokumentasi kemudian data ditranskip menjadi data yang lengkap.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam diawali dengan langkah-langkah penyusunan perencanaan pembelajaran PAI di sekolah inklusi adalah melalui identifikasi, assesment atau pengukuran, penyusunan program yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik yang bersangkutan. Pelaksanaan pembelajaran PAI bagi ABK di beri pelayanan individu yaitu ABK sering didekati dan di beri pertanyaan agar tidak tertinggal dengan siswa normal lainnya dan untuk mengoptimalkannya dengan diberi jam tambahan sepulang sekolah. Evaluasi pembelajaran PAI dilakukan bersama dengan anak normal yang lain dengan waktu dan soal yang sama. Faktor pendukung yaitu dukungan orang tua siswa, komite sekolah, dan pemerintah Kabupaten Boyolali. Faktor penghambat dan solusi dalam pelaksanaan pembelajaran PAI yaitu kesadaran tentang pentingnya pendidikan bagi ABK yang relatif kurang. Solusi: sekolah mensosialisasikan pentingnya pendidikan bagi ABK, mengadakan pelatihan ketrampilan dan pengembangan bakat minat ABK.

(12)

xii DAFTAR ISI SAMPUL ………... LOGO ……….……... JUDUL ……...………..………. PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….…………...……….. LEMBAR PENGESAHAN ……...………..……….... PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN …………..……….… MOTTO ………... PERSEMBAHAN ………...………..………... KATA PENGANTAR ……….. ABSTRAK ………...………. DAFTAR ISI ………. DAFTAR TABEL DAN BAGAN ……….………..……… DAFTAR LAMPIRAN ……… BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ………...

B. Rumusan Masalah .……… C. Tujuan Penelitian ……….. D. Manfaat Penelitian ……… E. Penegasan Istilah ………. F. Metode Penelitian ………. G. Sistematika Penulisan ………... i ii iii iv v vi vii viii ix xi xii xvi xvii 1 5 6 6 7 9 16

(13)

xiii BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan Agama Islam ………..

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ………..…..

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam ………..

3. Fungsi Pendidikan Agama Islam ……….………..

4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam ……….…

5. Sumber Pendidikan Agama Islam ……….…

6. Komponen Pelaksanaan Pembelajaran PAI ………..

B. Anak Berkebutuhan Khusus ……….

1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus …....…………...

2. Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus …...……….

C. Kesulitan Belajar (Learning Disability) ...………

1. Pengertian Kesulitan Belajar …...………...…...

2. Karakteristik Kesulitan Belajar …..………...

3. Klasifikasi Kesulitan Belajar ………....

4. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar …..……..……

D. Sekolah Inklusi ……….

1. Pengertian Sekolah Inklusi …...……….

2. Model Sekolah Inklusi …...………..

3. Sejarah Inklusi di Indonesia ………..…....

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Gambaran Umum SMP N 4 Mojosongo Boyolalai …………..

1. Sejarah Berdirinya SMP N 4 Mojosongo Boyolali ...… 19 19 21 22 23 24 24 27 27 28 32 32 35 35 37 38 38 41 43 46 46

(14)

xiv

2. Visi, Misi, dan Tujuan SMP N 4 Mojosongo Boyolali …..

3. Profil Sekolah ……….

B. Temuan Penelitian ………

1. Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak

berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4

Mojosongo Boyolali ………..

2. Faktor pendukung dalam implementasi Pendidikan

Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di

sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali ………….

3. Faktor penghambat dan solusi dalam implementasi

Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus

di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali ……….

BAB IV PEMBAHASAN

A. Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak

berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4

Mojosongo Boyolali ……….

B. Faktor pendukung dalam implementasi Pendidikan Agama

Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah

inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali ……….

C. Faktor penghambat dan solusi dalam implementasi

Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus

(ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali …... 47 49 54 54 68 70 72 80 83

(15)

xv BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………... B. Saran ………. C. Penutup ………. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN 86 89 90

(16)

xvi

DAFTAR TABEL DAN BAGAN

Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Bagan 3.1 Bagan 3.2 Identitas Sekolah …...……….

Pendidik dan Tenaga Kependidikan ………..

Data Guru Pengurus Inklusi ………...

Jumlah Siswa ………..

Jumlah Siswa Menurut Agama ………..

Data Siswa Berkebutuhan Khusus ……….

Struktur Organisasi SMP N 4 Mojosongo Boyolali ……..

Struktur Organisasi Subbag Tata Usaha ……… 49 50 50 51 51 52 53 54

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Nota Pembimbing

Lampiran 2 : Surat Ijin Penelitian

Lampiran 3 : Surat Keterangan Bukti Penelitian

Lampiran 4 : Lembar Konsultasi

Lampiran 5 : Surat Keterangan Kegiatan (SKK)

Lampiran 6 : Pedoman Wawancara

Lampiran 7 : Verbatin wawancara Lampiran 9 : Dokumentasi Foto

Lampiran 10 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

(18)

xviii BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam kehidupan suatu

negara untuk menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Karena

bagaimanapun juga, pendidikan merupakan sarana untuk mencetak Sumber

Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Menurut (Suhartono, 2008:43), “pendidikan adalah segala jenis pengalaman kehidupan yang mendorong timbulnya minat belajar untuk mengetahui dan kemudian bisa mengerjakan

suatu hal yang telah diketahui itu”.

Disebutkan juga dalam (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional,

2005:3) Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 “Pendidikan adalah usaha sadar dan rencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.

Pendidikan merupakan hak dan kewajiban bagi setiap individu untuk

memanfaatkan semua potensi yang dimilikinya. Maka sangat wajar apabila

pendidikan memiliki posisi penting dalam setiap kehidupan manusia. Dalam

ajaran Islam juga mengutamakan tentang keimanan dan ilmu pengetahuan, hal

ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. Al Mujaadilah ayat 11 yang

berbunyi:

(19)

xix































































Artinya: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS QS. Al Mujaadilah/58:11).

Ayat di atas mengisyaratkan bahwa Allah memerintahkan hambanya

untuk menuntut ilmu, itu artinya pendidikan menduduki posisi yang sangatlah

penting. Demikian pula dengan pendidikan agama juga sangat penting, karena

merupakan kebutuhan setiap individu terutama dalam hal ibadah dalam

kehidupan sehari-hari. Pendidikan agama merupakan hal mendasar yang harus

diberikan kepada semua peserta didik sebagai bekal kehidupan. Perwujudan

pendidikan agama pada sekolah terangkum dalam mata pelajaran Pendidikan

Agama Islam yang merupakan mata pelajaran yang dijadikan kurikulum wajib

untuk dipelajari oleh seluruh peserta didik yang beragama Islam.

Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan

terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami

dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan

hidup (way of life) (Daradjat, 2011:86).

Pentingnya mempelajari ilmu agama ini bermakna luas, tidak

memandang kondisi seseorang baik dia normal ataupun memiliki keterbatasan

(20)

xx

fisik, mental maupun perilaku. Anak berkebutuhan khusus juga berhak

mendapatkan pendidikan. Amanat hak atas pendidikan bagi penyandang

kelainan atau ketunaan ditetapkan dalam Undang Undang No 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 23 disebutkan bahwa: pendidikan

khusus (anak luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang

memiliki kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,

emosional, mental, sosial (Efendi, 2006:1).

Ketetapan dalam Undang Undang No 20 Tahun 2003 tersebut bagi anak

penyandang kelainan sangat berarti karena memberi landasan yang kuat bahwa

anak berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang

diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran.

Memberikan kesempatan yang sama kepada anak berkelainan untuk

memperoleh pendidikan dan pengajaran berarti memperkecil kesenjangan

angka partisipasi pendidikan anak normal dengan anak berkelainan.

Pendidikan inilah yang menjadi terobosan terbentuknya pelayanan

pendidikan bagi ABK berupa penyelenggaraan pendidikan inklusi. Pendidikan

inklusi adalah pendidikan pada sekolah umum yang disesuaikan dengan

kubutuhan siswa yang memerlukan pendidikan khusus pada sekolah umum

dalam satu kesatuan yang sistematik (Smart, 2010:90). Program pemerintah

berupa layanan pendidikan inklusi memungkinkan ABK untuk memperoleh

ilmu pengetahuan di sekolah umum sebagaimana yang diperoleh anak normal.

Program inklusi tersebut, anak-anak berkebutuhan khusus disekolahkan

bersama dengan anak normal disekolah reguler, sehingga diharapkan anak

(21)

xxi

berkebutuhan khusus memiliki rasa percaya diri dan akhirnya mereka dapat

mandiri. Sehingga, anak-anak normal akan terdidik dan belajar toleransi antar

sesama manusia.

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dapat dimaknai dengan anak-anak

yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak berbakat.

Dalam perkembangannya, saat ini konsep ketunaan berubah menjadi

berkelainan (exception) atau luar biasa (Sujiono, 2009:166). Beberapa yang

termasuk dalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,

tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, dan anak

dengan gangguan kesehatan.

Penulis, dalam hal ini tertarik melakukan penelitian di SMP N 4

Mojosongo Boyolali. Sekolah ini menerima siswa berkebutuhan khusus untuk

memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam

pendidikan. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang

telah menerapkan pendidikan inklusi yaitu menggabungkan peserta didik yang

berkebutuhan khusus dengan peserta didik normal pada umumnya untuk

belajar bersama. Melalui pendidikan inklusi, anak berkebutuhan khusus dididik

bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang

dimiliki anak melalui pendidikan di sekolah. Di sekolah ini mereka

memperoleh haknya, sama seperti anak yang normal lainnya dalam

mendapatkan pengajaran dan pendidikan, begitu pula dalam pembelajaran

pendidikan agama Islam.

(22)

xxii

Dari latar belakang diatas muncul ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH INKLUSI SMP N 4 MOJOSONGO BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2013/2014”.

B. Fokus Penelitian

Ada beberapa fokus penelitian yang peneliti bahas yaitu:

1. Bagaimana implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak

berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo

Boyolali?

2. Apa saja faktor pendukung dalam implementasi Pendidikan Agama Islam

bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4

Mojosongo Boyolali?

3. Apa saja faktor penghambat dan solusi dalam implementasi Pendidikan

Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi

SMP N 4 Mojosongo Boyolali?

C. Tujuan Penelitian

Berdasar fokus penelitian di atas, maka dapat diketahui bahwa tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi Pendidikan Agama Islam bagi

anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo

Boyolali.

(23)

xxiii

2. Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dalam implementasi

Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di

sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali.

3. Untuk mengetahui apa saja faktor penghambat dan solusi dalam

implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus

(ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan bisa memberikan informasi yang jelas

tentang pelaksanaan pembelajaran PAI pada anak berkebutuhan khusus,

sehingga dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan bisa menambah wawasan khasanah keilmuan

dalam ilmu pendidikan dan pembelajaran Pendidikan Agama Islam

khususnya di Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga.

b. Memberikan sumbangan ilmiah bagi kalangan akademis yang

mengadakan penelitian berikutnya maupun mengadakan riset baru

tentang pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada

sekolah inklusi.

2. Secara Praktis

a. Penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi baru tentang

pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada anak berkebutuhan khusus

di sekolah inklusi SMP Negeri 4 Mojosongo Boyolali.

(24)

xxiv

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sebagai

bahan pertimbangan dalam mengembangkan proses pelaksanaan

pembelajaran PAI yang tepat bagi ABK, serta masyarakat dapat

mengetahui cara mendidik anak yang baik khususnya pada ABK untuk

memudahkan dalam menghadapi dan memahami tingkah laku mereka.

E. Penegasan Istilah

1. Implementasi Pendidikan Agama Islam

Implementasi merupakan kata asing yang telah dibahasa

indonesiakan yang beranonim dengan kata penerapan, begitupun dalam (KBBI, 2007:427), implementasi berarti “pelaksanaan atau penerapan”. Sedangkan Pendidikan Agama Islam didefinisikan sebagai: Usaha yang

berupa pengajaran, bimbingan, dan asuhan terhadap anak agar kelak

selesai pendidikannya dapat memahami, menghayati dan mengamalkan

agama Islam serta menjadikannya sebagai jalan kehidupan baik pribadi

maupun kehidupan masyarakat (Syafaat, 2008:16).

Jadi implementasi Pendidikan Agama Islam adalah pelaksanaan

mata pelajaran PAI dalam rangka proses bimbingan dan asuhan supaya

ajaran yang diperoleh ketika belajar dapat diamalkan oleh peserta didik

berkebutuhan khusus.

2. Anak Berkebutuhan Khusus

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang memiliki

karakteristik khusus. Keadaan khusus membuat mereka berbeda dengan

(25)

xxv

anak pada umumnya. Lynch Lewis dalam (Yusuf, dkk 2003:7),

mengelompokkan ABK menjadi: anak berkesulitan belajar, gangguan

wicara, retardasi mental, gangguan emosi, gangguan fisik dan kesehatan,

gangguan pendengaran, gangguan pengelihatan, dan tuna ganda.

Anak luar biasa (ALB) merupakan kelompok yang sudah jelas

kedudukannya (dalam UU No.2/1989 dan PP No.72/1991 disebut

berkelainan fisik dan/atau mental dan/atau perilaku). Mereka terdiri atas

tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan tunaganda.

Anak yang mempunyai kemampuan dan kecerdasan luar biasa tidak

dikategorikan sebagai anak luar biasa (UUSPN Pasal 8:2). Anak dengan

problema belajar tidak secara eksplisit disebut dalam UUSPN atau PP

72/1991 tentang pendidikan luar biasa (Yusuf dkk, 2003:7).

SMP N 4 Mojosongo, ABK yang ditangani adalah anak-anak dengan

kesulitan belajar atau sering disebut learning disorders. Anak kesulitan

belajar adalah anak yang memiliki gangguan satu atau lebih dari proses

dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa lisan atau

tulisan, gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk

kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengarkan, berpikir,

berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau menghitung.

3. Sekolah Inklusi

Istilah terbaru yang digunakan dalam mendeskripsikan penyatuan

bagi anak-anak berkelainan (difabel) ke dalam program sekolah reguler

adalah inklusi. Ada sebagian orang mengartikannya sebagai

(26)

xxvi

mainstreaming, namun ada juga yang mengartikan sebagai full inclusion, yang berarti menghapus sekolah khusus. Namun yang pasti, inklusi berarti

bahwa tujuan pendidikan bagi yang mengalami hambatan adalah

keterlibatan yang sebenarnya dari tiap anak dalam kurikulum, lingkungan,

interaksi yang ada di sekolah (Smith, 2006:45-46).

Dari pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa sekolah inklusi

adalah lembaga pendidikan yang memungkinkan anak-anak berkebutuhan

khusus ikut berbaur dalam kelas reguler bersama anak-anak normal.

Dalam hal ini ABK yang dimasukkan dalam kelas reguler adalah

anak-anak berkebutuhan khusus dalam tingkat tertentu yang dianggap masih

dapat mengikuti kegiatan anak-anak lain meski memiliki keterbatasan.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan alam penelitian ini adalah kualitatif,

menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong kualitatif adalah prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis,

gambar, dan bukan angka, yang mana data diperoleh dari orang-orang dan

perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2011:4). Data yang berasal dari

naskah, wawancara, catatan, lapangan, dokumentasi dideskripsikan

sehingga dapat memberikan kejelasan terhadap keadaan atau realitas.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian

deskriptif. Menurut (Sukardi, 2004:157) penelitian deskriptif merupakan

(27)

xxvii

metode penelitian yang menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai

dengan apa adanya. Penelitian ini juga sering disebut non-eksperimen,

karena pada penelitian ini peneliti tidak melakukan kontrol dan

memanipulasi variabel penelitian. Oleh karena itu, dalam penelitian ini

peneliti mendeskripsikan dan menginterpretasi implementasi PAI bagi

ABK di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali.

2. Kehadiran Peneliti[

Kehadiran peneliti yang dimaksud adalah bahwa peneliti sebagai

pengamat dan tidak sepenuhnya sebagai pemeran serta tetapi masih

melakukan fungsi pengamatan, ia sebagai anggota pura-pura, jadi tidak

melebur dalam arti sesungguhnya (Moleong, 2011:77). Peneliti menjadi

pengamat dalam pembelajaran PAI di SMP N 4 Mojosongo dan mengikuti

secara pasif kegiatan pembelajaran selama penelitian berlangsung.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dijadikan sebagai objek kajian dalam

penyusunan skripsi ini adalah di SMP N 4 Mojosongo Boyolali. Lokasi

sekolah mempermudah peneliti untuk melakukan penelitian dan observasi

karena letaknya yang tidak terlalu jauh dari pusat kota Boyolali.

4. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh secara

lagsung (Arikunto, 2006:145). Digunakan untuk mendapatkan data

(28)

xxviii

tentang implementasi PAI bagi ABK di sekolah inklusi SMPN 4

Mojosongo Boyolali. Adapun untuk memperoleh data dengan

melakukan wawancara dengan para informan yang telah ditentukan

meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan persiapan dan

pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi ABK. Adapun sumber data

dalam penelitian ini yaitu: Kepala Sekolah, Guru Pendidikan Agama

Islam,(GPK)Guru Pendamping Khusus/ Penanggungjawab inklusi.

b. Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data pendukung atau

penunjang penelitian ini (Arikunto, 2006:145). Sumbernya berupa

dokumen, arsip, buku, karya ilmiah lainnya serta foto kegiatan belajar

mengajar.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang valid, maka dalam penelitian ini

penulis menggunakan beberapa prosedur pengumpulan data, yaitu:

a. Observasi (Pengamatan)

Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan secara sistematik

terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau

gejala-gejala dalm objek penelitian (Afifuddin, 2009:134). Metode observasi

penulis gunakan untuk mengumpulkan data tentang keadaan

siswa-siswi berkebutuhan khusus dan kondisi keagamaan. Observasi

dilakukan berkaitan dengan masalah yang diteliti dengan mengadakan

pengamatan, pencatatan dan mendengarkan secara cermat.

(29)

xxix

Observasi dilakukan dilingkungan SMP N 4 Mojosongo

Boyolali. Hal-hal yang diobservasi adalah pelaksanaan pembelajaran

PAI, letak geografis, dan fasilitas. Obsevasi dimaksudkan untuk dapat

mengetahui adanya faktor-faktor yang berpengaruh, baik faktor

pendukung maupun faktor penghambat dan solusi yang dilakukan

dalam proses pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam

bagi ABK di SMP N 4 Mojosongo Boyolali.

b. Wawancara (Interview)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara

(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

(Moleong, 2011:186).

Dengan metode ini penulis mendapatkan informasi ataupun data

tentang rencana pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam

bagi ABK, pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi

ABK, evaluasi pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam

bagi ABK, dan solusi yang dilakukan oleh guru Pendidikan Agama

Islam dalam mengatasi kesulitan-kesulitan pembelajaran yang dialami

ABK di SMP N 4 Mojosongo Boyolali. Dalam hal ini peneliti

mewawancari pihak yang terkait yaitu: Kepala Sekolah, Guru

Pendidikan Agama Islam, dan (GPK) Guru Pendamping Khusus/

Penanggungjawab inklusi.

(30)

xxx

c. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan

menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen

tertulis, gambar, maupun elektronik (Sukmadinata, 2008:221).

Dokumen-dokumen yang diperlukan dalam penelitian skripsi ini

antara lain: Rencana pelaksanaan pembelajaran PAI, data siswa

berkebutuhan khusus, tenaga pendidik dan kependidikan, data guru

pembimbing khusus, dan data-data lain yang menunjang penelitian ini.

6. Analisis Data

Analisis data bertujuan menyederhanakan data ke dalam bentuk yang

lebih mudah dibaca dan di interpretasi, dalam memberikan interpretasi

data yang diperoleh, akan digunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu

suatu metode penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala,

peristiwa, dan kejadian yang terjadi pada saat sekarang (Sugiyo, 2006:82).

Sehingga digunakan metode deskriptif untuk mendeskripsikan pelaksanaan

PAI bagi anak berkebutuhan khusus di Sekolah Inklusi SMP N 4

Mojosongo Boyolali.

Ada tiga kegiatan dalam analisis data, yaitu:

a. Reduksi data diperlukan karena banyaknya data dari masing-masing

informan yang dianggap tidak relevan dengan fokus penelitian

sehingga perlu dibuang atau dikurangi. Reduksi data dilakukan

dengan memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian,

maka akan memberikan gambaran yang lebih tajam.

(31)

xxxi

b. Penyajian data adalah deskripsi penemuan dari apa yang di peroleh

dilapangan, yang paling sering digunakan untuk menyajikan data

untuk penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

c. Verifikasi atau menarik kesimpulan merupakan kegiatan yang

dilakukan untuk mendapatkan sebuah kesimpulan yang dapat di uji

kebenarannya berdasarkan penyajian data yang diperoleh dari

informan yang menjadi objek penelitian di lapangan.

7. Pengecekan Keabsahan Data

Untuk menjamin keabsahan data temuan yang diperoleh peneliti

menanyakan langsung kepada obyek, peneliti juga berupaya mencari

jawaban dari sumber lain. (Bungin, 2004:99) menyatakan “keabsahan data

dilakukan untuk meneliti kredibilitasnya menggunakan teknik kehadiran

peneliti di lapangan, observasi mendalam, triangulasi (menggunakan

beberapa sumber, metode, peneliti, dan teori), pembahasan dengan sejawat melalui diskusi, melacak kesesuaian hasil dan pengecekan anggota”.

Untuk memperoleh keabsahan data, teknik yang penulis gunakan

adalah:

a. Triagulasi

Triagulasi adalah pemeriksaan keabsahan data dengan

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding data itu (Moleong, 2002:178).

Hal itu dapat dicapai dengan jalan: membandingkan data hasil

pengamatan dengan hasil wawancara atau dengan membandingkan

(32)

xxxii

apa yang dikatakan orang-orang saat penelitian dengan apa yang

dikatan disepanjang waktu.

b. Menggunakan Bahan Referensi

Penggunaan referensi sebagai pendukung dari observasi yang

dilakukan oleh peneliti. Menurut Eister dalam (Moleong, 2002:181)

kecukupan referensi sebagai alat untuk menampung dan

menyesuaikan dengan teknik untuk keperluan evaluasi.

c. Teknik Member Check

Menurut Lincolin dalam (Moleong, 2002:221) teknik member

check yaitu dengan mendatangi kembali informasi sambil

memperlihatkan data yang sudah diketik pada lembar catatan lapangan

yang sudah disusun menjadi paparan data dan temuan penelitian. Serta

dikonfirmasikan pada informan apakah maksud informan itu sudah

sesuai dengan apa yang ditulis atau belum. Intinya dalam member

check, informan dan peneliti mengadakan review terhadap data yang diperoleh dalam penelitian baik isi maupun bahasannya.

8. Tahap-tahap Penelitian

Dalam penelitian kualitatif ada beberapa tahap yang perlu dilakukan, yaitu:

a. Tahap Pra Lapangan (menyusun rencana penelitian dan memilih

lapangan, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai keadaan

lapangan, memilih dan memanfaatkan informasi, menyiapkan

kelengkapan penelitian, memperhatikan etika penelitian).

(33)

xxxiii

b. Tahap Pekerjaan Lapangan (memahami latar penelitian dan persiapan

diri, memasuki lapangan, berperan aktif sambil mengumpulkan data).

c. Tahap Analisis Data (menyusun secara sistematis data yang diperoleh

dari interview, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain sehingga dapat

dengan mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada

orang lain. Tahap ini dilakukan peneliti sesuai dengan cara yang telah

ditentukan sebelumnya).

d. Tahap Pelaporan Data (merupakan tugas akhir dari rangkaian proses

penelitian. Pada tahp ini peneliti menyusun laporan hasil penelitian

dengan format tulisan dan bahasa yang mudah dipahami oleh

pembaca).

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah didalam memahami pokok bahasan skripsi maka

penulis membagi menjadi lima bab. Sistematikanya adalah sebagai berikut:

1. Bagian awal yang meliputi: sampul, logo, judul, persetujuan pembimbing,

lembar pengesahan, pernyataan keaslian tulisan, motto, persembahan, kata

pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel dan bagan, daftar lampiran.

2. Bagian inti yang memuat:

Bab I : Pendahuluan

Dalam bab ini penulis mengemukakan: latar belakang masalah,

fokus masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah,

metode penelitian, sistematika penulisan.

(34)

xxxiv Bab II : Kajian Pustaka

Dalam penelitian ini dikemukakan kajian pustaka yang meliputi:

A. Pendidikan Agama Islam terdiri dari pengertian Pendidikan Agama

Islam, tujuan PAI, fungsi PAI, ruang lingkup PAI, sumber PAI,

komponen pelaksanaan PAI.

B. Anak Berkebutuhan Khusus terdiri dari pengertian ABK, jenis-jenis

ABK.

C. Sekolah inklusi terdiri dari pengertian sekolah inklusi, model sekolah

inklusi, sejarah inklusi di Indonesia.

Bab III : Paparan Data dan Temuan Penelitian

Dalam bab ini akan mengurai tentang gambaran umum SMP N 4

Mojosongo Boyolali yang meliputi:

A. Gambaran umum SMP N 4 Mojosongo Boyolali

Sejarah Berdirinya SMP Negeri 4 Mojosongo Boyolali, Visi Misi dan

Tujuan SMP N 4 Mojosongo Boyolali, Profil Sekolah.

B. Paparan Data dan Temuan Penelitian

Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan

khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali yang

terdiri dari: Penyusunan Rencana Pembelajaran PAI bagi ABK,

Pelaksanaan Pembelajaran PAI bagi ABK, Evaluasi Pelaksanaan

Pembelajaran PAI bagi ABK. Faktor pendukung dalam implementasi

Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di

sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali. Faktor penghambat

(35)

xxxv

dan solusi dalam implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak

berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo

Boyolali.

Bab IV: Pembahasan

Pada bab ini akan mengurai tentang Implementasi Pendidikan Agama

Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4

Mojosongo Boyolali yang terdiri dari: Penyusunan Rencana Pembelajaran

PAI bagi ABK, Pelaksanaan Pembelajaran PAI bagi ABK, Evaluasi

Pelaksanaan Pembelajaran PAI bagi ABK. Faktor pendukung dalam

implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus

(ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali. Faktor

penghambat dan solusi dalam implementasi Pendidikan Agama Islam bagi

anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo

Boyolali.

Bab V: Penutup

Bab ini merupakan bab terakhir yang terdiri dari: kesimpulan, saran,

dan kata penutup.

(36)

xxxvi BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang

Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, pendidikan agama

adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap,

kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran

agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata

pelajaran/ kuliyah pada semua jalur, jenjang, dan jenis penelitian (Pasal 1

ayat 1).

Tayar Yusuf mengartikan pendidikan agama Islam adalah usaha

sadar generasi orang tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan,

kecakapan, dengan keterampilan kepada generasi muda agar kelak

menjadi manusia bertaqwa kepada Allah SWT (Majid, 2006:130).

Kata Pendidikan Agama Islam terdiri dari dua kata berbeda, yaitu

pendidikan dan agama Islam. Pendidikan berasal dari kata didik yang

diberi awalan pe- dan akhiran -an yang mengandung arti perbuatan (hal,

cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan semula berasal dari bahasa

Yunani, yaitu pedagoie yang berarti bimbingan yang diberikan kepada

anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, yaitu

education yang berarti pengembangan dan bimbingan. Sedangkan dalam

(37)

xxxvii

bahasa Arab istilah ini sering di terjemahkan dengan tarbiyah, yang

berarti pendidikan (Ramayulis, 2008:1).

Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam

menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati,

hingga mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk

menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan

kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan

bangsa (Kurikulum PAI, 2002:3).

Sementara itu pengertian lebih spesifik tentang Pendidikan Agama

Islam diberikan (Syafaat, 2008:16) Pendidikan Agama Islam yaitu usaha

yang berupa pengajaran, bimbingan dan asuhan terhadap anak agar kelak

selesai pendidikannya dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan

ajaran agama Islam, serta menjadikannya sebagai jalan kehidupan, baik

pribadi maupun kehidupan masyarakat.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

implementasi pendidikan agama Islam adalah suatu pelaksanaan kegiatan

yang terencana untuk memperoleh hasil yang efektif dan efisien sesuai

dengan tujuan yang ditunjukkan kepada anak didik yang sedang tumbuh

agar mereka mampu menumbuhkan sikap dan budi pekerti yang baik

serta dapat memelihara perkembangan jasmani dan rohani secara

seimbang dimasa sekarang dan mendatang sesuai dengan aturan agama

Islam dan menjadikan agama Islam menjadi pandangan hidup.

(38)

xxxviii

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Makna tujuan secara etimologi adalah “arah, maksud atau haluan”, dalam bahasa Arab “tujuan” diistilahkan dengan ghayat, ahdaf, atau

maqashid. Sementara dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan goal, purpose, objectives. Secara terminologi, tujuan berarti “sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan selesai”. Oleh H. M. Arifin menyebutkan, bahwa tujuan proses pedidikan Islam adalah “Idealitas (cita-cita) yang mengandung nilai-nilai Islam yang hendak dicapai dalam proses kependidikan yang berdasarkan ajaran Islam secara bertahap”(Arief, 2002:19).

Secara umum, tujuan pendidikan Islam menurut (Daradjat,

2011:30-33) terbagi kepada: tujuan umum, tujuan sementara, tujuan

akhir, dan tujuan operasional.

a. Tujuan umum adalah tujun yang akan dicapai dengan semua

kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain.

Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap,

tingkah laku, kebiasaan, dan pandangan.

b. Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik

diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu

kurikulum pendidikan formal.

c. Tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik

menjadi manusia-manusia sempurna (insan kamil) setelah ia

menghabisi sisa umurnya.

(39)

xxxix

d. Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengaan

sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Suatu unit kegiatan

pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan

diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu.

3. Fungsi Pendidikan Agama Islam

Berbicara mengenai Pendidikan Agama Islam tentunya tidak

terlepas dari apa fungsi dan tujuannya. Maka dari itu Pendidikan Agama

Islam mempunyai beberapa fungsi yaitu:

a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaatan peserta

didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan

keluarga.

b. Penanaman mental, yaitu sebagai pedoman hidup untuk mencari

kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

c. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan

dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.

d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,

kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik

dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman dalam kehidupan

sehari-hari.

e. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari

lingkungannya atau budaya lain yang dapat membahayakan dirinya

dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia

(40)

xl

seutuhnya.

f. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum,

sistem dan fungsionalnya.

g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki

bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat

berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk

dirinya sendiri dan bagi orang lain (Majid, 2006:134-135).

4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam

Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian,

keselarasan, dan keseimbangan antara lain: hubungan manusai dengan

Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan

manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan makhluk lain

dan lingkungannya (Ramayulis, 2008:22-23).

Sebagaimana diketahui, ajaran pokok Islam adalah aqidah

(keimanan), syariah (keislaman), dan akhlak (ihsan). Ketiga ajaran pokok

ini kemudian diajarkan dalam bentuk rukun iman, rukun Islam, dan

akhlak. Dari ketiganya lahirlah Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqh, dan Ilmu

Akhlak. Ketiga kelompok ini kemudian dilengkapi dengan pembahasan

dasar hukum Islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits, ditambah lagi dengan

sejarah Islam (tarikh) sehingga secara berurutan: Ilmu Tauhid

(keimanan), Ilmu Fiqh, Aqidah Akhlak, Ilmu Al-Qur’an dan Al-Hadits,

Tarikh Islam (Majid, 2006:77).

(41)

xli

5. Sumber Pendidikan Agama Islam

Sumber pendidikan Islam yaitu al-Qur’an, as-Sunnah, ucapan para

sahabat (mazhab al-sahabl), kemaslahatan umat (masalih al-mursalah),

tradisi atau adat yang sudah dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat

(al-‘urf), dan hasil ijtihad para ahli. Selain itu ada pula yang meringkaskan sumber pendidikan Islam menjadi tiga macam yaitu al-Qur’an, as-Sunnah, Ijtihad.

6. Komponen Pelaksanaan Pembelajaran PAI

Komponen pelaksanaan pendidikan berati kajian tentang sistem

pendidikan yang merupakan satu kesatuan, saling berkaitan dan tidak

dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Menurut Hunt dalam

(Syaifuddin dkk, 2007:10) pembelajaran itu efektif jika siswa

memperoleh pengalaman baru dan perilakunya berubah menuju titik

akumulasi kompetensi yang dikehendaki. Terdapat lima bagian penting

dalam peningkatan efektivitas pembelajaran, yaitu perencanaan,

komunikasi, pembelajaran itu sendiri (pelaksanaan pembelajaran),

pengaturan, dan evaluasi. Pada penelitian ini, peneliti hanya membahas

tentang perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

a. Perencanaan pembelajaran

Perencanaan pembelajaran adalah suatu proses pembuatan

rencana, model, pola, bentuk, konstruksi, yang melibatkan guru,

peserta didik, serta fasilitas lain yang dibutuhkan, yang tersusun

secara sistematis agar terjadi proses pembelajaran yang efektif dan

(42)

xlii

efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan

(Chamsijiatin dkk, 2008:4).

Beberapa tahap yang harus dilalui dalam perencanaan

pembelajaran dan pengorganisasian siswa berkebutuhan khusus.

Tahapan tersebut meliputi kegiatan sebagai berikut: 1) menetapkan

bidang-bidang atau aspek problema/kesulitan belajar yang akan

ditangani, apakah seluruh mata pelajaran, sebagian mata pelajaran,

atau hanya bagian tertentu dari suatu mata pelajaran. 2) menetapkan

pendekatan pembelajaran yang akan dipilih termasuk rencana

pengorganisasian siswa, apakah bentuknya berupa pelajaran

remedial, penambahan laitihan-latihan di dalam kelas atau luar kelas,

pendekatan kooperatif, atau kompetitif. 3) menyusun program

pembelajaran individual. Program pembelajaran individual (PPI)

disusun agar anak peproblema belajar/bermasalah mendapatkan

layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan khusus mereka (Yusuf

dkk, 2003:48).

b. Pelaksanaan pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari

rencana pelaksanaan pembelajaran. Rencana pelaksanaan

pembelajaran menjadi panduan yang harus digunakan dalam

pembelajaran, karena di dalam rencana pembelajaran tersebut telah

ditetapkan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, kegiatan

pembelajaran, dan penilaian pembelajaran (Lapono dkk, 2008:131).

(43)

xliii

Pelaksanaan pembelajaran pada model pendidikan inklusi,

pada tahap ini, guru melaksanakan program pembelajaran serta

pengorganisasian siswa berproblema belajar/kesulitan belajar sesuai

dengan rancangan yang telah disusun dan ditetapkan pada tahap

sebelumnya. Sudah tentu pelaksanaan pembelajaran harus senantiasa

disesuaikan dengan perkembangan anak, tidak dapat dipaksakan

sesuai dengan target yang akan dicapai oleh guru. Program tersebut

bersifat fleksibel.

Dalam hal pendidikan, terapi yang paling efektif untuk

menangani anak berkesulitan belajar adalah dengan memberikan

pengajaran remedial. Remedial teaching atau pengajaran perbaikan

adalah suatu bentuk pengajaran yang bersifat menyembuhkan atau

membetulkan, atau dengan singkat pengajaran yang membuat

menjadi baik (Ahmadi, 2004: 152).

c. Evaluasi pembelajaran

Evaluasi diterapkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan

seorang pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran,

menemukan kelemahan-kelemahan baik yang berkaitan dengan

materi, metode, media, ataupun sarana (Nizar, 2002:78).

Evaluasi dilakukan untuk membantu mengatasi problema

belajar anak, perlu dilakukan pemantauan secara terus-menerus

terhadap kemajuan dan/atau kemunduran belajar anak. Jika anak

mengalami kemajuan dalam belajar, pendekatan yang dipilih oleh

(44)

xliv

guru perlu terus dimantapkan, tetapi jika tidak terdapat kemajuan

perlu diadakan peninjauan kembali, baik mengenai isi dan

pendekatan program, maupun motivasi anak yang bersangkutan

untuk memperbaiki kekurangan-kekurangannya. Diharapkan pada

akhirnya semua problema belajar pada anak secara bertahap dapat

diperbaiki sehingga anak terhindar dari kemungkinan tidak naik

kelas atau bahkan putus sekolah.

B. Anak Berkebutuhan Khusus

1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Istilah ABK adalah pengganti istilah anak berkebutuhan cacat atau

penyandang cacat. Istilah ABK adalah untuk menunjuk mereka yang

memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan sosial. ABK

memiliki masalah dalam sensori, motorik, belajar, dan tingkahlakunya.

Semua ini mengakibatkan terganggunya perkembangan fisik anak. Hal

ini karena sebagian besar ABK mengalami hambatan dalam merespon

rangsangan yang diberikan lingkungan untuk melakukan gerak, meniru

gerak, dan bahkan ada yang memang fisiknya terganggu sehingga ia

tidak dapat melakukan gerakan yang terarah dengan benar.

(Efendi, 2006:26) mengatakan Anak berkebutuhan khusus adalah

anak yang memiliki kelainan atau penyimpangan dari rata-rata anak

normal, dalam aspek fisik, mental, dan sosial, sehingga untuk

(45)

xlv

mengembangkan potensinya perlu layanan pendidikan khusus sesuai

dengan karakteristiknya.

Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik

khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya (Smart, 2010:33). Sesuai dengan kata “exception” anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus bisa diartikan sebagai individu yang mempunyai karakteristik

yang berbeda dari individu lainnya yang dipandang oleh masyarakat pada

umumnya (Thalib, 2010:245).

ABK adalah anak yang memiliki karakteristik khusus. Keadaan

khusus membuat mereka berbeda dengan anak pada umumnya.

Pemberian predikat berkebutuhan khusus tentu saja tanpa selalu

menunjukkan kepada pengertian lemah mental. Tidak identik juga

dengan ketidak mampuan emosi atau kelainan fiisik (Santoso, 2010:127).

Dari beberapa paparan di atas penulis dapat mengambil kesimpulan

bahwa, anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik

khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu

menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi, ataupun fisik. ABK

memiliki penyimpangan dari rata-rata anak normal sehingga untuk

mengembangkan potensinya perlu layanan pendidikan khusus yang

sesuai dengan karakteristiknya.

2. Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus mempunyai jenis-jenis yang berbeda

berdasarkan karakteristiknya dan hambatan yang di miliki anak

(46)

xlvi

berkebutuhan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB)

berdasarkan karakter dan kekhususannya. Untuk ABK dengan

kekhususan tertentu seperti ABK dengan masalah berkesulitan belajar

dapat ditempatkan dalam kelas inklusif.

Anak yang termasuk berpredikat ABK menurut Santoso antara lain:

tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar.

a. Tunanetra

Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam

pengelihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan ke dalam dua

golongan, yaitu buta total (blind) dan low vision. Karena tunanetra

memiliki keterbatasan dalam indra pengelihatan, maka proses

pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra

peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu, prinsip yang harus

diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu

tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat faktual dan

bersuara. Sebagai contoh adalah penggunaaan tulisan Braille,

gambar timbul, benda model, dan benda nyata. Sedangkan media

yang bersuara adalah tape recorder dan peranti lunak (software)

(Santoso, 2010: 128-129).

b. Tunarungu

Tunarungu adalah inividu yang memiliki hambatan dalam

pendengaran permanen maupun temporer (tidak permanen).

Tunarungu diklasifikasikan berdasrkan tingkat gangguan

(47)

xlvii

pendengaran, yaitu gangguan pendengaran sangat ringan (27-40 dB),

gangguan pendengaran ringan (41-55 dB), gangguan pendengaran

sedang (56-70 dB), gangguan pendengaran berat 71-90 dB),

gangguan pendengaran ekstrem/tuli (di atas 91 dB). Hambatan dalam

pendengaran pada individu tunarungu berakibat terjadinya hambatan

dalam berbicara. Sehingga, mereka disebut tunawicara. Cara

berkomunikasi dengan individu tunarungu menggunakan bahasa

isyarat. Bahasa isyarat melalui abjad jari telah dipatenkan secara

internasional. Untuk komunikasi dengan isyarat bahasa masih

berbeda-beda di setiap negara (Santoso, 2010: 129-130).

c. Tunagrahita

Tunagrahita adalah individu yang memiliki tingkat kecerdasan

di bawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam

adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan.

Klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkat IQ (Intelligent

Quotient). Tunagrahita ringan (IQ = 51-70), tunagrahita sedang (IQ = 36-51), tunagrahita berat (IQ = 20-35), dan tunagrahita sangat

berat (IQ di bawah 20). Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih

dititikberatkan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi (Santoso,

2010:130).

d. Tunadaksa

Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak

yang disebabkan oleh kelainan neuromuscular dan struktur tulang

(48)

xlviii

yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk

celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan masuk kategori ringan bila memiliki keterbatasan dalam melakukan

aktivitas fisik, tetapi masih bisa ditingkatkan melalui terapi. Sedang,

jika memiliki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan

koordinasi sensorik, dan berat jika memiliki keterbatasan total dalam

gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik (Santoso,

2010:131).

e. Tunalaras

Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam

mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tunalaras biasanya

menunjukkan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma

dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Penyebab tunalaras terbagi

menjadi faktor internal (dari dalam diri) dan faktor eksternal (dari

lingkungan sekitar) (Santoso, 2010:131).

f. Kesulitan Belajar

Individu mengalami gangguan pada satu atau lebih

kemampuan dasar psikologis, khususnya pemahaman dan

penggunaan bahasa, berbicara, dan menulis. Gangguan tersebut

selanjutnya mempengaruhi kemampuan berpikir, membaca,

berhitung, ataupun berbicara. Penyebabnya antara lain gangguan

persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, dyslexia, dan afasia

perkembangan. Individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau

(49)

xlix

di atas rata-rata, mengalami gangguan motorik persepsi-motorik,

gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah dan ruang, serta

mengalami keterlambatan perkembangan konsep (Santoso, 2010:

131-132).

C. Kesulitan Belajar (Learning Disability)

1. Pengertian Kesulitan Belajar

Definisi kesulitan belajar khusus menurut (Smith, 2006:75) “Kesulitan belajar khusus (specific learning disability) berarti suatu gangguan pada satu atau lebih proses psikologi dasar yang meliputi

pemahaman atau penggunaan bahasa, lisan atau tulisan, yang dapat

diwujudkan dengan kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengar,

berfikir, berbicara, membaca, menulis, dan mengeja, atau melakukan

perhitungan matematis. Istilah ini meliputi kondisi-kondisi tertentu

seperti gangguan persepsi (perceptual andicaps), luka otak (brain

injury), disfungsi minimal otak/ DMO (minimal brain dysfunction/MBD), disleksia (dyslexia), dan aphasia perkembangan (developmental aphasia).

Istilah ini tidak termasuk anak-anak yang mempunyai masalah-masalah

belajar (learning problems) yang diakibatkan terutama faktor penglihatan

(tunanetra), pendengaran (tunarungu), atau gangguan gerak (tunadaksa),

terbelakang mental (tunagrahita), keridakstabilan emosi (emotional

disturbance), atau hal-hal yang merugikan dari ligkungan, mental, budaya, ataupun ekonomi”.

(50)

l

Banyak definisi tentang kesulitan belajar. Bahkan setiap istilah

diartikan berbeda oleh setiap ahli, salah satunya (Mulyati, 2010: 6-7)

memilih beberapa istilah dan mendefinisikannya untuk menggambarkan

kesulitan belajar mempunyai pengertian luas, diantaranya:

a. Learning Disorder (ketergangguan belajar): Suatu keadaan yang

dialami seseorang saat proses belajar mengajar, timbul gangguan

karena respon yang bertentangan.

b. Learning Disabilities (ketidakmampuan belajar): Suatu keadaan

yang dialami seorang siswa yang menunjukkan ketidakmampuan

dalam belajar bahkan menghindari belajar.

c. Learning Disfunction (ketidakfungsian belajar): Suatu keadaan siswa

yang menunjukkan gejala tidak berfungsinya proses belajar dengan

baik.

d. Under Achiever (prestasi di bawah kemampuan): Suatu keadaan

siswa yang memiliki tingkat potensi intelektual di atas normal, tetapi

prestasi belajarnya tergolong rendah.

e. Slow Learner (lambat belajar): Suatu keadaan siswa yang lambat

dalam proses belajarnya sehingga membutuhkan waktu

dibandingkan dengan murid yang lain yang memiliki taraf potensi

intelektual yang sama.

Dalam (Osman, 2002:4) menjelaskan bahwa: Suatu kelompok

heterogen dari gangguan yang diwujudkan oleh kelemahan mencolok

dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan matematika, penalaran,

(51)

li

menulis, membaca, berbicara, mendengarkan, atau keterampilan bergaul.

Gangguan ini adalah hakiki bagi individu itu dan diduga merupakan

akibat disfungsi sistem saraf pusat. Meskipun lemah belajar bisa terjadi

berbarengan dengan kondisi cacat lainnya (misalnya, kelemahan saraf

sensor, retardasi mental, gangguan emosional dan sosial), dengan

pengaruh sosial-lingkungan (misalnya, perbedaan cultural, instruksi yang

tidak memadai atau tidak cukup faktor-faktor psikogenetik), dan terutama

gangguan karena merasa kurang diperhatikan, yang semuanya bisa

menimbulkan masalah belajar, namun lemah belajar bukan akibat

langsung dari kondisi atau pengaruh tersebut.

Namun tidak semua kesulitan dalam proses belajar dapat disebut

learning disorders (LD). Sebagian anak mungkin hanya mengalami kesulitan dalam mengembangkan bakatnya. Kadang-kadang, seseorang

memperlihatikan ketidakwajaran dalam perkembangan alaminya,

sehingga tampak seperti LD, namun ternyata hanyalah keterlambatan

dalam proses pendewasaan diri saja. Sebenarnya para ahli telah

menentukan kriteria-kriteria pasti di mana seseorang dapat dinyatakan

sebagai penderita LD (Wood, 2011: 24).

Berdasarkan gambaran di atas, penulis dapat membuat batasan

yang lebih ringkas sebagai berikut: Anak kesulitan belajar adalah anak

yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademiknya,

yang disebabkan oleh adanya disfungsi minimal otak, atau dalam

psikologis belajar, sehingga prestasi belajarnya tidak sesuai dengan

(52)

lii

potensi yang sebenarnya, dan untuk mengembangkan potensinya secara

optimal mereka memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus.

2. Karakteristik Kesulitan Belajar

Menurut Clements, dalam (Sunardi, 2000:26) ada 10 karakteristik

yang dianggap paling sering ditemukan, yaitu: hiperaktif (hyperactivity),

gangguan persepsi motorik (perceptual-motor impairments), emosi labil

(emotional lability), lemah dalam mengoordinasi secara umum (general

coordination deficits), gangguan pemusatan perhatian (disorder of attention), impulsif (impulsivity), gangguan berfikir dan mengingat (disorders of memory and hinking), kesulitan belajar spesifik (specific

learning disabilities), gangguan wicara dan pendengaran (disorders of speech and hearing), tanda neorologi tampak samar (neurological signs). Berbagai macam karakteristik banyak ditemui pada anak

berkesulitan belajar, banyak ahli yang memberikan karakteristik yang

berbeda-beda. Tidak semua karakteristik tersebut ditemukan pada setiap

anak berkesulitan belajar, biasanya seorang anak hanya menunjukkan

beberapa karakteristik saja. Karena itulah, penanganan terhadap anak

berkesulitan belajar antara anak yang satu dengan anak yang lain

berbeda, dan setiap anak memiliki kurikulum tersendiri karena adanya

perbedaan karakteristik yang ditunjukkan.

3. Klasifikasi Berkesulitan Belajar

Secara garis besar (Abdurrahman, 2003:11) dan (Yusuf,

2005:60-66) mengklasifikasikan kesulitan belajar ke dalam dua kelompok, yaitu:

(53)

liii

a. Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan

(developmental learning disabilities), mencakup:

1) Gangguan perkembangan motorik dan persepsi

2) Gangguan perkembangan bahasa dan komunikasi

3) Gangguan penyesuaian perilaku sosial

4) Kesulitan belajar kognitif

b. Kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities)

Menunjuk kepada adanya kegagalan pencapaian prestasi

akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan.

Kegagalan-kegagalan tersebut mencakup penguasaan keterampilan

dalam membaca, menulis, dan/ matematika. Kesulitan belajar

akademik dapat diketahui oleh guru atau orang tua ketika anak gagal

menampilkan salah satu atau beberapa keterampilan akademik.

Berbagai literatur yang mengkaji kesulitan belajar hanya

menyebutkan tiga jenis kesulitan belajar akademik sebagai berikut:

1) Kesulitan belajar membaca (Disleksia)

Anak penderita disleksia adalah anak yang menghadapi

kesulitan dalam membaca, menulis dan mengeja.

2) Kesulitan belajar menulis (Disgrafia)

Disgrafia adalah masalah pembelajaran spesifik yang

berdampak terhadap kesulitan dalam menyampaikan hal yang

ada dalam pikiran dalam bentuk tulisan, yang akhirnya

menyebabkan tulisannya menjadi buruk.

Referensi

Dokumen terkait

hasil penelitian Irjayanti sejalan dengan penelitian Anes et al (2015) yang menunjukkan hubungan yang siginifikan antara kadar debu semen dengan gangguan fungsi paru dengan p-

pertumbuhan panjang yang terendah terjadi pada substrat keramik dengan rata-rata laju pertumbuhan panjang selama 3 bulan sebesar 0,099 cm/minggu (Gambar 7) dan laju

Here the connection to port 25 is timing out - telling us that there are something blocking the packet to arrive at the final destination. Let us assume that we scan a netblock

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan dampak motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik terhadap sebagai pemediasi pengaruh peran APIP terhadap kinerja pegawai negeri

The results showed that there were differences in secondary metabolite profiles of ethanol extract of lempuyang gajah from Solo and Yogyakarta, but its zerumbon levels did not

Untuk itu dimohon kehadiran saudara untuk pembuktian kualifikasi dimaksud dengan membawa seluruh dokumen kualifikasi asli / telah dilegalisir oleh pihak yang berwenang serta

Malvino, Albert paul, Prinsip-prinsip Elektronika, Jilid 1 & 2, Edisi Pertama, Penerbit: Salemba Teknika, Jakarta, 2003.. Widodo, S.Si, Mkom, Interfacing Komputer dan

Sampel dalam penelitian ini adalah lulusan LKP Dress Making tahun angkatan 2012 dan 2013 yang telah bekerja di konfeksi sebagai operator jahit sebanyak 28