i
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)
DI SEKOLAH INKLUSI SMP N 4 MOJOSONGO
BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2013/2014
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh:
RENI WIDIASTUTI
NIM: 11110047
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAM A ISLAM NEGERI
SALATIGA
2014
iii
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)
DI SEKOLAH INKLUSI SMP N 4 MOJOSONGO
BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2013/2014
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh:
RENI WIDIASTUTI
NIM: 11110047
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAM A ISLAM NEGERI
SALATIGA
2014
vii MOTTO
Hiduplah seakan engkau akan mati besuk.
Belajarlah seakan engkau akan hidup selamanya
viii
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati, skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Orang tuaku tercinta bapak H. Rusidi dan ibu Musnidah yang senantiasa
mencurahkan kasih sayang, dukungan, dan doa yang tidak pernah putus bagi
putra putrinya.
2. Kakak-kakakku Muhammad Agus Widiyanto, Muhammad Nurul
Ashari, dan Muhammad Anip Himawan yang selama ini selalu
mendukungku dalam segala hal.
3. Ibu Lilik Sriyanti, M.Si, yang telah sabar dalam mengarahkan dan
memberikan masukan-masukan dalam menyusun skripsi ini.
4. Budhe Sri, Pakde Yanto, Mbak Susi yang telah menjadi orang tua
dan menjagaku selama aku tinggal di Salatiga.
5. Sahabat-sahabatku Sri Rahayu, Luluk Nurrohmah, Hesti
Ambarwati, Mbak Nur Wulan Maslahah, dan Kunti Musyiah yang
selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Semua teman-teman Tarbiyah khususnya PAI B angkatan 2010 yang
sama-sama berjuang dan belajar bersama di STAIN Salatiga.
7. Semua pihak yang selalu memberi semangat dan dukungan bagi penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
8. Pembaca yang budiman.
ix
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan taufiqnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada
junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya
kejalan kebenaran dan keadilan.
Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi
syarat guna untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Adapun judul skripsi ini
adalah “Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK) di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali Tahun Pelajaran
2013/2014”. Penulisan skripsi ini dapat selesai tidak lepas dari berbagai pihak
yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil. Dengan penuh
kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku ketua STAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd, selaku ketua jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga.
3. Bapak Rasimin, S.Pd.I., M.Pd, selaku ketua progdi Pendidikan Agama Islam.
4. Ibu Dra. Lilik Sriyanti, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah
membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan dalam penyusunan
skripsi ini.
5. Segenap dosen dan karyawan STAIN Salatiga yang telah memberikan bekal
pengetahuan, sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini.
x
mengijinkan penulis mengadakan penelitian dalam rangka menyusun skripsi.
7. Bapak Widodo, S.Ag selaku guru Pendidikan Agama Islam, Ibu Dra. Siti
Muharromah selaku guru Pembimbing Khusus, Ibu Kanastrin selaku
karyawan TU dan segenap keluarga besar SMP N 4 Mojosongo Boyolali
yang telah memberikan banyak informasi kepada penulis.
8. Ibu dan Bapak penulis, yang telah memberikan dukungan dan doa restu atas
penyusunan skripsi.
9. Semua pihak yang ikut serta memberikan motivasi dan dorongan dalam
penulisan skripsi.
Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang
setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT. Akhirnya dengan tulisan ini semoga
bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.
Salatiga, 27 Agustus 2014
Reni Widiastuti
xi ABSTRAK
Widiastuti, Reni. 2014. Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali Tahun Pelajaran 2013/2014. Skripsi Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Lilik Sriyanti, M.Si.
Kata kunci: Implementasi Pendidikan Agama Islam, Anak Berkebutuhan
Khusus, Inklusi
Pembelajaran PAI merupakan pembelajaran agama Islam yang terdapat di sekolah umum. Kewajiban pihak sekolah untuk memberi pelajaran agama kepada siswa sesuai dengan keyakinan yang dimiliki. Baik yang dianut anak normal maupun anak berkebutuhan khusus. ABK berhak mendapatkan layanan pendidikan sebagaimana yang didapatkan oleh anak normal, salah satu solusinya yaitu pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi menempatkan anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama di sekolah regular bersama dengan anak-anak normal lain agar ABK dapat mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Bagaimana Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali 2) Apa Saja Faktor Pendukung dalam Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali 3) Apa Saja Faktor Penghambat dan Solusi dalam Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali. Metode yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2014 di SMP N 4 Mojosongo. Teknik pengumpulan data dengan wawancara kepada kepala sekolah, guru PAI, guru pembimbing khusus, dan siswa ABK. Data dikumpulkan berdasarkan catatan lapangan, observasi, dan dokumentasi kemudian data ditranskip menjadi data yang lengkap.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam diawali dengan langkah-langkah penyusunan perencanaan pembelajaran PAI di sekolah inklusi adalah melalui identifikasi, assesment atau pengukuran, penyusunan program yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik yang bersangkutan. Pelaksanaan pembelajaran PAI bagi ABK di beri pelayanan individu yaitu ABK sering didekati dan di beri pertanyaan agar tidak tertinggal dengan siswa normal lainnya dan untuk mengoptimalkannya dengan diberi jam tambahan sepulang sekolah. Evaluasi pembelajaran PAI dilakukan bersama dengan anak normal yang lain dengan waktu dan soal yang sama. Faktor pendukung yaitu dukungan orang tua siswa, komite sekolah, dan pemerintah Kabupaten Boyolali. Faktor penghambat dan solusi dalam pelaksanaan pembelajaran PAI yaitu kesadaran tentang pentingnya pendidikan bagi ABK yang relatif kurang. Solusi: sekolah mensosialisasikan pentingnya pendidikan bagi ABK, mengadakan pelatihan ketrampilan dan pengembangan bakat minat ABK.
xii DAFTAR ISI SAMPUL ………... LOGO ……….……... JUDUL ……...………..………. PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….…………...……….. LEMBAR PENGESAHAN ……...………..……….... PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN …………..……….… MOTTO ………... PERSEMBAHAN ………...………..………... KATA PENGANTAR ……….. ABSTRAK ………...………. DAFTAR ISI ………. DAFTAR TABEL DAN BAGAN ……….………..……… DAFTAR LAMPIRAN ……… BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………...
B. Rumusan Masalah .……… C. Tujuan Penelitian ……….. D. Manfaat Penelitian ……… E. Penegasan Istilah ………. F. Metode Penelitian ………. G. Sistematika Penulisan ………... i ii iii iv v vi vii viii ix xi xii xvi xvii 1 5 6 6 7 9 16
xiii BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Agama Islam ………..
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ………..…..
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam ………..
3. Fungsi Pendidikan Agama Islam ……….………..
4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam ……….…
5. Sumber Pendidikan Agama Islam ……….…
6. Komponen Pelaksanaan Pembelajaran PAI ………..
B. Anak Berkebutuhan Khusus ……….
1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus …....…………...
2. Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus …...……….
C. Kesulitan Belajar (Learning Disability) ...………
1. Pengertian Kesulitan Belajar …...………...…...
2. Karakteristik Kesulitan Belajar …..………...
3. Klasifikasi Kesulitan Belajar ………....
4. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar …..……..……
D. Sekolah Inklusi ……….
1. Pengertian Sekolah Inklusi …...……….
2. Model Sekolah Inklusi …...………..
3. Sejarah Inklusi di Indonesia ………..…....
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum SMP N 4 Mojosongo Boyolalai …………..
1. Sejarah Berdirinya SMP N 4 Mojosongo Boyolali ...… 19 19 21 22 23 24 24 27 27 28 32 32 35 35 37 38 38 41 43 46 46
xiv
2. Visi, Misi, dan Tujuan SMP N 4 Mojosongo Boyolali …..
3. Profil Sekolah ……….
B. Temuan Penelitian ………
1. Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak
berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4
Mojosongo Boyolali ………..
2. Faktor pendukung dalam implementasi Pendidikan
Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di
sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali ………….
3. Faktor penghambat dan solusi dalam implementasi
Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus
di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali ……….
BAB IV PEMBAHASAN
A. Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak
berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4
Mojosongo Boyolali ……….
B. Faktor pendukung dalam implementasi Pendidikan Agama
Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah
inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali ……….
C. Faktor penghambat dan solusi dalam implementasi
Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus
(ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali …... 47 49 54 54 68 70 72 80 83
xv BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………... B. Saran ………. C. Penutup ………. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN 86 89 90
xvi
DAFTAR TABEL DAN BAGAN
Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Bagan 3.1 Bagan 3.2 Identitas Sekolah …...……….
Pendidik dan Tenaga Kependidikan ………..
Data Guru Pengurus Inklusi ………...
Jumlah Siswa ………..
Jumlah Siswa Menurut Agama ………..
Data Siswa Berkebutuhan Khusus ……….
Struktur Organisasi SMP N 4 Mojosongo Boyolali ……..
Struktur Organisasi Subbag Tata Usaha ……… 49 50 50 51 51 52 53 54
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Nota Pembimbing
Lampiran 2 : Surat Ijin Penelitian
Lampiran 3 : Surat Keterangan Bukti Penelitian
Lampiran 4 : Lembar Konsultasi
Lampiran 5 : Surat Keterangan Kegiatan (SKK)
Lampiran 6 : Pedoman Wawancara
Lampiran 7 : Verbatin wawancara Lampiran 9 : Dokumentasi Foto
Lampiran 10 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
xviii BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam kehidupan suatu
negara untuk menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Karena
bagaimanapun juga, pendidikan merupakan sarana untuk mencetak Sumber
Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Menurut (Suhartono, 2008:43), “pendidikan adalah segala jenis pengalaman kehidupan yang mendorong timbulnya minat belajar untuk mengetahui dan kemudian bisa mengerjakan
suatu hal yang telah diketahui itu”.
Disebutkan juga dalam (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional,
2005:3) Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 “Pendidikan adalah usaha sadar dan rencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.
Pendidikan merupakan hak dan kewajiban bagi setiap individu untuk
memanfaatkan semua potensi yang dimilikinya. Maka sangat wajar apabila
pendidikan memiliki posisi penting dalam setiap kehidupan manusia. Dalam
ajaran Islam juga mengutamakan tentang keimanan dan ilmu pengetahuan, hal
ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. Al Mujaadilah ayat 11 yang
berbunyi:
xix
Artinya: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS QS. Al Mujaadilah/58:11).
Ayat di atas mengisyaratkan bahwa Allah memerintahkan hambanya
untuk menuntut ilmu, itu artinya pendidikan menduduki posisi yang sangatlah
penting. Demikian pula dengan pendidikan agama juga sangat penting, karena
merupakan kebutuhan setiap individu terutama dalam hal ibadah dalam
kehidupan sehari-hari. Pendidikan agama merupakan hal mendasar yang harus
diberikan kepada semua peserta didik sebagai bekal kehidupan. Perwujudan
pendidikan agama pada sekolah terangkum dalam mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam yang merupakan mata pelajaran yang dijadikan kurikulum wajib
untuk dipelajari oleh seluruh peserta didik yang beragama Islam.
Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan
terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami
dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan
hidup (way of life) (Daradjat, 2011:86).
Pentingnya mempelajari ilmu agama ini bermakna luas, tidak
memandang kondisi seseorang baik dia normal ataupun memiliki keterbatasan
xx
fisik, mental maupun perilaku. Anak berkebutuhan khusus juga berhak
mendapatkan pendidikan. Amanat hak atas pendidikan bagi penyandang
kelainan atau ketunaan ditetapkan dalam Undang Undang No 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 23 disebutkan bahwa: pendidikan
khusus (anak luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang
memiliki kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional, mental, sosial (Efendi, 2006:1).
Ketetapan dalam Undang Undang No 20 Tahun 2003 tersebut bagi anak
penyandang kelainan sangat berarti karena memberi landasan yang kuat bahwa
anak berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang
diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran.
Memberikan kesempatan yang sama kepada anak berkelainan untuk
memperoleh pendidikan dan pengajaran berarti memperkecil kesenjangan
angka partisipasi pendidikan anak normal dengan anak berkelainan.
Pendidikan inilah yang menjadi terobosan terbentuknya pelayanan
pendidikan bagi ABK berupa penyelenggaraan pendidikan inklusi. Pendidikan
inklusi adalah pendidikan pada sekolah umum yang disesuaikan dengan
kubutuhan siswa yang memerlukan pendidikan khusus pada sekolah umum
dalam satu kesatuan yang sistematik (Smart, 2010:90). Program pemerintah
berupa layanan pendidikan inklusi memungkinkan ABK untuk memperoleh
ilmu pengetahuan di sekolah umum sebagaimana yang diperoleh anak normal.
Program inklusi tersebut, anak-anak berkebutuhan khusus disekolahkan
bersama dengan anak normal disekolah reguler, sehingga diharapkan anak
xxi
berkebutuhan khusus memiliki rasa percaya diri dan akhirnya mereka dapat
mandiri. Sehingga, anak-anak normal akan terdidik dan belajar toleransi antar
sesama manusia.
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dapat dimaknai dengan anak-anak
yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak berbakat.
Dalam perkembangannya, saat ini konsep ketunaan berubah menjadi
berkelainan (exception) atau luar biasa (Sujiono, 2009:166). Beberapa yang
termasuk dalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,
tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, dan anak
dengan gangguan kesehatan.
Penulis, dalam hal ini tertarik melakukan penelitian di SMP N 4
Mojosongo Boyolali. Sekolah ini menerima siswa berkebutuhan khusus untuk
memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam
pendidikan. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang
telah menerapkan pendidikan inklusi yaitu menggabungkan peserta didik yang
berkebutuhan khusus dengan peserta didik normal pada umumnya untuk
belajar bersama. Melalui pendidikan inklusi, anak berkebutuhan khusus dididik
bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang
dimiliki anak melalui pendidikan di sekolah. Di sekolah ini mereka
memperoleh haknya, sama seperti anak yang normal lainnya dalam
mendapatkan pengajaran dan pendidikan, begitu pula dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam.
xxii
Dari latar belakang diatas muncul ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH INKLUSI SMP N 4 MOJOSONGO BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2013/2014”.
B. Fokus Penelitian
Ada beberapa fokus penelitian yang peneliti bahas yaitu:
1. Bagaimana implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak
berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo
Boyolali?
2. Apa saja faktor pendukung dalam implementasi Pendidikan Agama Islam
bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4
Mojosongo Boyolali?
3. Apa saja faktor penghambat dan solusi dalam implementasi Pendidikan
Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi
SMP N 4 Mojosongo Boyolali?
C. Tujuan Penelitian
Berdasar fokus penelitian di atas, maka dapat diketahui bahwa tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi Pendidikan Agama Islam bagi
anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo
Boyolali.
xxiii
2. Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dalam implementasi
Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di
sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali.
3. Untuk mengetahui apa saja faktor penghambat dan solusi dalam
implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus
(ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan bisa memberikan informasi yang jelas
tentang pelaksanaan pembelajaran PAI pada anak berkebutuhan khusus,
sehingga dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan bisa menambah wawasan khasanah keilmuan
dalam ilmu pendidikan dan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
khususnya di Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga.
b. Memberikan sumbangan ilmiah bagi kalangan akademis yang
mengadakan penelitian berikutnya maupun mengadakan riset baru
tentang pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada
sekolah inklusi.
2. Secara Praktis
a. Penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi baru tentang
pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada anak berkebutuhan khusus
di sekolah inklusi SMP Negeri 4 Mojosongo Boyolali.
xxiv
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sebagai
bahan pertimbangan dalam mengembangkan proses pelaksanaan
pembelajaran PAI yang tepat bagi ABK, serta masyarakat dapat
mengetahui cara mendidik anak yang baik khususnya pada ABK untuk
memudahkan dalam menghadapi dan memahami tingkah laku mereka.
E. Penegasan Istilah
1. Implementasi Pendidikan Agama Islam
Implementasi merupakan kata asing yang telah dibahasa
indonesiakan yang beranonim dengan kata penerapan, begitupun dalam (KBBI, 2007:427), implementasi berarti “pelaksanaan atau penerapan”. Sedangkan Pendidikan Agama Islam didefinisikan sebagai: Usaha yang
berupa pengajaran, bimbingan, dan asuhan terhadap anak agar kelak
selesai pendidikannya dapat memahami, menghayati dan mengamalkan
agama Islam serta menjadikannya sebagai jalan kehidupan baik pribadi
maupun kehidupan masyarakat (Syafaat, 2008:16).
Jadi implementasi Pendidikan Agama Islam adalah pelaksanaan
mata pelajaran PAI dalam rangka proses bimbingan dan asuhan supaya
ajaran yang diperoleh ketika belajar dapat diamalkan oleh peserta didik
berkebutuhan khusus.
2. Anak Berkebutuhan Khusus
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang memiliki
karakteristik khusus. Keadaan khusus membuat mereka berbeda dengan
xxv
anak pada umumnya. Lynch Lewis dalam (Yusuf, dkk 2003:7),
mengelompokkan ABK menjadi: anak berkesulitan belajar, gangguan
wicara, retardasi mental, gangguan emosi, gangguan fisik dan kesehatan,
gangguan pendengaran, gangguan pengelihatan, dan tuna ganda.
Anak luar biasa (ALB) merupakan kelompok yang sudah jelas
kedudukannya (dalam UU No.2/1989 dan PP No.72/1991 disebut
berkelainan fisik dan/atau mental dan/atau perilaku). Mereka terdiri atas
tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan tunaganda.
Anak yang mempunyai kemampuan dan kecerdasan luar biasa tidak
dikategorikan sebagai anak luar biasa (UUSPN Pasal 8:2). Anak dengan
problema belajar tidak secara eksplisit disebut dalam UUSPN atau PP
72/1991 tentang pendidikan luar biasa (Yusuf dkk, 2003:7).
SMP N 4 Mojosongo, ABK yang ditangani adalah anak-anak dengan
kesulitan belajar atau sering disebut learning disorders. Anak kesulitan
belajar adalah anak yang memiliki gangguan satu atau lebih dari proses
dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa lisan atau
tulisan, gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk
kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengarkan, berpikir,
berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau menghitung.
3. Sekolah Inklusi
Istilah terbaru yang digunakan dalam mendeskripsikan penyatuan
bagi anak-anak berkelainan (difabel) ke dalam program sekolah reguler
adalah inklusi. Ada sebagian orang mengartikannya sebagai
xxvi
mainstreaming, namun ada juga yang mengartikan sebagai full inclusion, yang berarti menghapus sekolah khusus. Namun yang pasti, inklusi berarti
bahwa tujuan pendidikan bagi yang mengalami hambatan adalah
keterlibatan yang sebenarnya dari tiap anak dalam kurikulum, lingkungan,
interaksi yang ada di sekolah (Smith, 2006:45-46).
Dari pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa sekolah inklusi
adalah lembaga pendidikan yang memungkinkan anak-anak berkebutuhan
khusus ikut berbaur dalam kelas reguler bersama anak-anak normal.
Dalam hal ini ABK yang dimasukkan dalam kelas reguler adalah
anak-anak berkebutuhan khusus dalam tingkat tertentu yang dianggap masih
dapat mengikuti kegiatan anak-anak lain meski memiliki keterbatasan.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan alam penelitian ini adalah kualitatif,
menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong kualitatif adalah prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis,
gambar, dan bukan angka, yang mana data diperoleh dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2011:4). Data yang berasal dari
naskah, wawancara, catatan, lapangan, dokumentasi dideskripsikan
sehingga dapat memberikan kejelasan terhadap keadaan atau realitas.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian
deskriptif. Menurut (Sukardi, 2004:157) penelitian deskriptif merupakan
xxvii
metode penelitian yang menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai
dengan apa adanya. Penelitian ini juga sering disebut non-eksperimen,
karena pada penelitian ini peneliti tidak melakukan kontrol dan
memanipulasi variabel penelitian. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
peneliti mendeskripsikan dan menginterpretasi implementasi PAI bagi
ABK di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali.
2. Kehadiran Peneliti[
Kehadiran peneliti yang dimaksud adalah bahwa peneliti sebagai
pengamat dan tidak sepenuhnya sebagai pemeran serta tetapi masih
melakukan fungsi pengamatan, ia sebagai anggota pura-pura, jadi tidak
melebur dalam arti sesungguhnya (Moleong, 2011:77). Peneliti menjadi
pengamat dalam pembelajaran PAI di SMP N 4 Mojosongo dan mengikuti
secara pasif kegiatan pembelajaran selama penelitian berlangsung.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dijadikan sebagai objek kajian dalam
penyusunan skripsi ini adalah di SMP N 4 Mojosongo Boyolali. Lokasi
sekolah mempermudah peneliti untuk melakukan penelitian dan observasi
karena letaknya yang tidak terlalu jauh dari pusat kota Boyolali.
4. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh secara
lagsung (Arikunto, 2006:145). Digunakan untuk mendapatkan data
xxviii
tentang implementasi PAI bagi ABK di sekolah inklusi SMPN 4
Mojosongo Boyolali. Adapun untuk memperoleh data dengan
melakukan wawancara dengan para informan yang telah ditentukan
meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan persiapan dan
pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi ABK. Adapun sumber data
dalam penelitian ini yaitu: Kepala Sekolah, Guru Pendidikan Agama
Islam,(GPK)Guru Pendamping Khusus/ Penanggungjawab inklusi.
b. Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data pendukung atau
penunjang penelitian ini (Arikunto, 2006:145). Sumbernya berupa
dokumen, arsip, buku, karya ilmiah lainnya serta foto kegiatan belajar
mengajar.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang valid, maka dalam penelitian ini
penulis menggunakan beberapa prosedur pengumpulan data, yaitu:
a. Observasi (Pengamatan)
Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan secara sistematik
terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau
gejala-gejala dalm objek penelitian (Afifuddin, 2009:134). Metode observasi
penulis gunakan untuk mengumpulkan data tentang keadaan
siswa-siswi berkebutuhan khusus dan kondisi keagamaan. Observasi
dilakukan berkaitan dengan masalah yang diteliti dengan mengadakan
pengamatan, pencatatan dan mendengarkan secara cermat.
xxix
Observasi dilakukan dilingkungan SMP N 4 Mojosongo
Boyolali. Hal-hal yang diobservasi adalah pelaksanaan pembelajaran
PAI, letak geografis, dan fasilitas. Obsevasi dimaksudkan untuk dapat
mengetahui adanya faktor-faktor yang berpengaruh, baik faktor
pendukung maupun faktor penghambat dan solusi yang dilakukan
dalam proses pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
bagi ABK di SMP N 4 Mojosongo Boyolali.
b. Wawancara (Interview)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
(Moleong, 2011:186).
Dengan metode ini penulis mendapatkan informasi ataupun data
tentang rencana pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
bagi ABK, pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi
ABK, evaluasi pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
bagi ABK, dan solusi yang dilakukan oleh guru Pendidikan Agama
Islam dalam mengatasi kesulitan-kesulitan pembelajaran yang dialami
ABK di SMP N 4 Mojosongo Boyolali. Dalam hal ini peneliti
mewawancari pihak yang terkait yaitu: Kepala Sekolah, Guru
Pendidikan Agama Islam, dan (GPK) Guru Pendamping Khusus/
Penanggungjawab inklusi.
xxx
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen
tertulis, gambar, maupun elektronik (Sukmadinata, 2008:221).
Dokumen-dokumen yang diperlukan dalam penelitian skripsi ini
antara lain: Rencana pelaksanaan pembelajaran PAI, data siswa
berkebutuhan khusus, tenaga pendidik dan kependidikan, data guru
pembimbing khusus, dan data-data lain yang menunjang penelitian ini.
6. Analisis Data
Analisis data bertujuan menyederhanakan data ke dalam bentuk yang
lebih mudah dibaca dan di interpretasi, dalam memberikan interpretasi
data yang diperoleh, akan digunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu
suatu metode penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala,
peristiwa, dan kejadian yang terjadi pada saat sekarang (Sugiyo, 2006:82).
Sehingga digunakan metode deskriptif untuk mendeskripsikan pelaksanaan
PAI bagi anak berkebutuhan khusus di Sekolah Inklusi SMP N 4
Mojosongo Boyolali.
Ada tiga kegiatan dalam analisis data, yaitu:
a. Reduksi data diperlukan karena banyaknya data dari masing-masing
informan yang dianggap tidak relevan dengan fokus penelitian
sehingga perlu dibuang atau dikurangi. Reduksi data dilakukan
dengan memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian,
maka akan memberikan gambaran yang lebih tajam.
xxxi
b. Penyajian data adalah deskripsi penemuan dari apa yang di peroleh
dilapangan, yang paling sering digunakan untuk menyajikan data
untuk penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
c. Verifikasi atau menarik kesimpulan merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk mendapatkan sebuah kesimpulan yang dapat di uji
kebenarannya berdasarkan penyajian data yang diperoleh dari
informan yang menjadi objek penelitian di lapangan.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Untuk menjamin keabsahan data temuan yang diperoleh peneliti
menanyakan langsung kepada obyek, peneliti juga berupaya mencari
jawaban dari sumber lain. (Bungin, 2004:99) menyatakan “keabsahan data
dilakukan untuk meneliti kredibilitasnya menggunakan teknik kehadiran
peneliti di lapangan, observasi mendalam, triangulasi (menggunakan
beberapa sumber, metode, peneliti, dan teori), pembahasan dengan sejawat melalui diskusi, melacak kesesuaian hasil dan pengecekan anggota”.
Untuk memperoleh keabsahan data, teknik yang penulis gunakan
adalah:
a. Triagulasi
Triagulasi adalah pemeriksaan keabsahan data dengan
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding data itu (Moleong, 2002:178).
Hal itu dapat dicapai dengan jalan: membandingkan data hasil
pengamatan dengan hasil wawancara atau dengan membandingkan
xxxii
apa yang dikatakan orang-orang saat penelitian dengan apa yang
dikatan disepanjang waktu.
b. Menggunakan Bahan Referensi
Penggunaan referensi sebagai pendukung dari observasi yang
dilakukan oleh peneliti. Menurut Eister dalam (Moleong, 2002:181)
kecukupan referensi sebagai alat untuk menampung dan
menyesuaikan dengan teknik untuk keperluan evaluasi.
c. Teknik Member Check
Menurut Lincolin dalam (Moleong, 2002:221) teknik member
check yaitu dengan mendatangi kembali informasi sambil
memperlihatkan data yang sudah diketik pada lembar catatan lapangan
yang sudah disusun menjadi paparan data dan temuan penelitian. Serta
dikonfirmasikan pada informan apakah maksud informan itu sudah
sesuai dengan apa yang ditulis atau belum. Intinya dalam member
check, informan dan peneliti mengadakan review terhadap data yang diperoleh dalam penelitian baik isi maupun bahasannya.
8. Tahap-tahap Penelitian
Dalam penelitian kualitatif ada beberapa tahap yang perlu dilakukan, yaitu:
a. Tahap Pra Lapangan (menyusun rencana penelitian dan memilih
lapangan, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai keadaan
lapangan, memilih dan memanfaatkan informasi, menyiapkan
kelengkapan penelitian, memperhatikan etika penelitian).
xxxiii
b. Tahap Pekerjaan Lapangan (memahami latar penelitian dan persiapan
diri, memasuki lapangan, berperan aktif sambil mengumpulkan data).
c. Tahap Analisis Data (menyusun secara sistematis data yang diperoleh
dari interview, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain sehingga dapat
dengan mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada
orang lain. Tahap ini dilakukan peneliti sesuai dengan cara yang telah
ditentukan sebelumnya).
d. Tahap Pelaporan Data (merupakan tugas akhir dari rangkaian proses
penelitian. Pada tahp ini peneliti menyusun laporan hasil penelitian
dengan format tulisan dan bahasa yang mudah dipahami oleh
pembaca).
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah didalam memahami pokok bahasan skripsi maka
penulis membagi menjadi lima bab. Sistematikanya adalah sebagai berikut:
1. Bagian awal yang meliputi: sampul, logo, judul, persetujuan pembimbing,
lembar pengesahan, pernyataan keaslian tulisan, motto, persembahan, kata
pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel dan bagan, daftar lampiran.
2. Bagian inti yang memuat:
Bab I : Pendahuluan
Dalam bab ini penulis mengemukakan: latar belakang masalah,
fokus masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah,
metode penelitian, sistematika penulisan.
xxxiv Bab II : Kajian Pustaka
Dalam penelitian ini dikemukakan kajian pustaka yang meliputi:
A. Pendidikan Agama Islam terdiri dari pengertian Pendidikan Agama
Islam, tujuan PAI, fungsi PAI, ruang lingkup PAI, sumber PAI,
komponen pelaksanaan PAI.
B. Anak Berkebutuhan Khusus terdiri dari pengertian ABK, jenis-jenis
ABK.
C. Sekolah inklusi terdiri dari pengertian sekolah inklusi, model sekolah
inklusi, sejarah inklusi di Indonesia.
Bab III : Paparan Data dan Temuan Penelitian
Dalam bab ini akan mengurai tentang gambaran umum SMP N 4
Mojosongo Boyolali yang meliputi:
A. Gambaran umum SMP N 4 Mojosongo Boyolali
Sejarah Berdirinya SMP Negeri 4 Mojosongo Boyolali, Visi Misi dan
Tujuan SMP N 4 Mojosongo Boyolali, Profil Sekolah.
B. Paparan Data dan Temuan Penelitian
Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan
khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali yang
terdiri dari: Penyusunan Rencana Pembelajaran PAI bagi ABK,
Pelaksanaan Pembelajaran PAI bagi ABK, Evaluasi Pelaksanaan
Pembelajaran PAI bagi ABK. Faktor pendukung dalam implementasi
Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di
sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali. Faktor penghambat
xxxv
dan solusi dalam implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak
berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo
Boyolali.
Bab IV: Pembahasan
Pada bab ini akan mengurai tentang Implementasi Pendidikan Agama
Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4
Mojosongo Boyolali yang terdiri dari: Penyusunan Rencana Pembelajaran
PAI bagi ABK, Pelaksanaan Pembelajaran PAI bagi ABK, Evaluasi
Pelaksanaan Pembelajaran PAI bagi ABK. Faktor pendukung dalam
implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus
(ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali. Faktor
penghambat dan solusi dalam implementasi Pendidikan Agama Islam bagi
anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo
Boyolali.
Bab V: Penutup
Bab ini merupakan bab terakhir yang terdiri dari: kesimpulan, saran,
dan kata penutup.
xxxvi BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, pendidikan agama
adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap,
kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran
agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata
pelajaran/ kuliyah pada semua jalur, jenjang, dan jenis penelitian (Pasal 1
ayat 1).
Tayar Yusuf mengartikan pendidikan agama Islam adalah usaha
sadar generasi orang tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan,
kecakapan, dengan keterampilan kepada generasi muda agar kelak
menjadi manusia bertaqwa kepada Allah SWT (Majid, 2006:130).
Kata Pendidikan Agama Islam terdiri dari dua kata berbeda, yaitu
pendidikan dan agama Islam. Pendidikan berasal dari kata didik yang
diberi awalan pe- dan akhiran -an yang mengandung arti perbuatan (hal,
cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan semula berasal dari bahasa
Yunani, yaitu pedagoie yang berarti bimbingan yang diberikan kepada
anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, yaitu
education yang berarti pengembangan dan bimbingan. Sedangkan dalam
xxxvii
bahasa Arab istilah ini sering di terjemahkan dengan tarbiyah, yang
berarti pendidikan (Ramayulis, 2008:1).
Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati,
hingga mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk
menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan
kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan
bangsa (Kurikulum PAI, 2002:3).
Sementara itu pengertian lebih spesifik tentang Pendidikan Agama
Islam diberikan (Syafaat, 2008:16) Pendidikan Agama Islam yaitu usaha
yang berupa pengajaran, bimbingan dan asuhan terhadap anak agar kelak
selesai pendidikannya dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan
ajaran agama Islam, serta menjadikannya sebagai jalan kehidupan, baik
pribadi maupun kehidupan masyarakat.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
implementasi pendidikan agama Islam adalah suatu pelaksanaan kegiatan
yang terencana untuk memperoleh hasil yang efektif dan efisien sesuai
dengan tujuan yang ditunjukkan kepada anak didik yang sedang tumbuh
agar mereka mampu menumbuhkan sikap dan budi pekerti yang baik
serta dapat memelihara perkembangan jasmani dan rohani secara
seimbang dimasa sekarang dan mendatang sesuai dengan aturan agama
Islam dan menjadikan agama Islam menjadi pandangan hidup.
xxxviii
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Makna tujuan secara etimologi adalah “arah, maksud atau haluan”, dalam bahasa Arab “tujuan” diistilahkan dengan ghayat, ahdaf, atau
maqashid. Sementara dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan goal, purpose, objectives. Secara terminologi, tujuan berarti “sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan selesai”. Oleh H. M. Arifin menyebutkan, bahwa tujuan proses pedidikan Islam adalah “Idealitas (cita-cita) yang mengandung nilai-nilai Islam yang hendak dicapai dalam proses kependidikan yang berdasarkan ajaran Islam secara bertahap”(Arief, 2002:19).
Secara umum, tujuan pendidikan Islam menurut (Daradjat,
2011:30-33) terbagi kepada: tujuan umum, tujuan sementara, tujuan
akhir, dan tujuan operasional.
a. Tujuan umum adalah tujun yang akan dicapai dengan semua
kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain.
Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap,
tingkah laku, kebiasaan, dan pandangan.
b. Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik
diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu
kurikulum pendidikan formal.
c. Tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik
menjadi manusia-manusia sempurna (insan kamil) setelah ia
menghabisi sisa umurnya.
xxxix
d. Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengaan
sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Suatu unit kegiatan
pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan
diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu.
3. Fungsi Pendidikan Agama Islam
Berbicara mengenai Pendidikan Agama Islam tentunya tidak
terlepas dari apa fungsi dan tujuannya. Maka dari itu Pendidikan Agama
Islam mempunyai beberapa fungsi yaitu:
a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaatan peserta
didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan
keluarga.
b. Penanaman mental, yaitu sebagai pedoman hidup untuk mencari
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
c. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan
dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.
d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,
kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik
dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman dalam kehidupan
sehari-hari.
e. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari
lingkungannya atau budaya lain yang dapat membahayakan dirinya
dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia
xl
seutuhnya.
f. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum,
sistem dan fungsionalnya.
g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki
bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat
berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk
dirinya sendiri dan bagi orang lain (Majid, 2006:134-135).
4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian,
keselarasan, dan keseimbangan antara lain: hubungan manusai dengan
Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan
manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan makhluk lain
dan lingkungannya (Ramayulis, 2008:22-23).
Sebagaimana diketahui, ajaran pokok Islam adalah aqidah
(keimanan), syariah (keislaman), dan akhlak (ihsan). Ketiga ajaran pokok
ini kemudian diajarkan dalam bentuk rukun iman, rukun Islam, dan
akhlak. Dari ketiganya lahirlah Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqh, dan Ilmu
Akhlak. Ketiga kelompok ini kemudian dilengkapi dengan pembahasan
dasar hukum Islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits, ditambah lagi dengan
sejarah Islam (tarikh) sehingga secara berurutan: Ilmu Tauhid
(keimanan), Ilmu Fiqh, Aqidah Akhlak, Ilmu Al-Qur’an dan Al-Hadits,
Tarikh Islam (Majid, 2006:77).
xli
5. Sumber Pendidikan Agama Islam
Sumber pendidikan Islam yaitu al-Qur’an, as-Sunnah, ucapan para
sahabat (mazhab al-sahabl), kemaslahatan umat (masalih al-mursalah),
tradisi atau adat yang sudah dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat
(al-‘urf), dan hasil ijtihad para ahli. Selain itu ada pula yang meringkaskan sumber pendidikan Islam menjadi tiga macam yaitu al-Qur’an, as-Sunnah, Ijtihad.
6. Komponen Pelaksanaan Pembelajaran PAI
Komponen pelaksanaan pendidikan berati kajian tentang sistem
pendidikan yang merupakan satu kesatuan, saling berkaitan dan tidak
dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Menurut Hunt dalam
(Syaifuddin dkk, 2007:10) pembelajaran itu efektif jika siswa
memperoleh pengalaman baru dan perilakunya berubah menuju titik
akumulasi kompetensi yang dikehendaki. Terdapat lima bagian penting
dalam peningkatan efektivitas pembelajaran, yaitu perencanaan,
komunikasi, pembelajaran itu sendiri (pelaksanaan pembelajaran),
pengaturan, dan evaluasi. Pada penelitian ini, peneliti hanya membahas
tentang perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
a. Perencanaan pembelajaran
Perencanaan pembelajaran adalah suatu proses pembuatan
rencana, model, pola, bentuk, konstruksi, yang melibatkan guru,
peserta didik, serta fasilitas lain yang dibutuhkan, yang tersusun
secara sistematis agar terjadi proses pembelajaran yang efektif dan
xlii
efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan
(Chamsijiatin dkk, 2008:4).
Beberapa tahap yang harus dilalui dalam perencanaan
pembelajaran dan pengorganisasian siswa berkebutuhan khusus.
Tahapan tersebut meliputi kegiatan sebagai berikut: 1) menetapkan
bidang-bidang atau aspek problema/kesulitan belajar yang akan
ditangani, apakah seluruh mata pelajaran, sebagian mata pelajaran,
atau hanya bagian tertentu dari suatu mata pelajaran. 2) menetapkan
pendekatan pembelajaran yang akan dipilih termasuk rencana
pengorganisasian siswa, apakah bentuknya berupa pelajaran
remedial, penambahan laitihan-latihan di dalam kelas atau luar kelas,
pendekatan kooperatif, atau kompetitif. 3) menyusun program
pembelajaran individual. Program pembelajaran individual (PPI)
disusun agar anak peproblema belajar/bermasalah mendapatkan
layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan khusus mereka (Yusuf
dkk, 2003:48).
b. Pelaksanaan pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari
rencana pelaksanaan pembelajaran. Rencana pelaksanaan
pembelajaran menjadi panduan yang harus digunakan dalam
pembelajaran, karena di dalam rencana pembelajaran tersebut telah
ditetapkan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, dan penilaian pembelajaran (Lapono dkk, 2008:131).
xliii
Pelaksanaan pembelajaran pada model pendidikan inklusi,
pada tahap ini, guru melaksanakan program pembelajaran serta
pengorganisasian siswa berproblema belajar/kesulitan belajar sesuai
dengan rancangan yang telah disusun dan ditetapkan pada tahap
sebelumnya. Sudah tentu pelaksanaan pembelajaran harus senantiasa
disesuaikan dengan perkembangan anak, tidak dapat dipaksakan
sesuai dengan target yang akan dicapai oleh guru. Program tersebut
bersifat fleksibel.
Dalam hal pendidikan, terapi yang paling efektif untuk
menangani anak berkesulitan belajar adalah dengan memberikan
pengajaran remedial. Remedial teaching atau pengajaran perbaikan
adalah suatu bentuk pengajaran yang bersifat menyembuhkan atau
membetulkan, atau dengan singkat pengajaran yang membuat
menjadi baik (Ahmadi, 2004: 152).
c. Evaluasi pembelajaran
Evaluasi diterapkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
seorang pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran,
menemukan kelemahan-kelemahan baik yang berkaitan dengan
materi, metode, media, ataupun sarana (Nizar, 2002:78).
Evaluasi dilakukan untuk membantu mengatasi problema
belajar anak, perlu dilakukan pemantauan secara terus-menerus
terhadap kemajuan dan/atau kemunduran belajar anak. Jika anak
mengalami kemajuan dalam belajar, pendekatan yang dipilih oleh
xliv
guru perlu terus dimantapkan, tetapi jika tidak terdapat kemajuan
perlu diadakan peninjauan kembali, baik mengenai isi dan
pendekatan program, maupun motivasi anak yang bersangkutan
untuk memperbaiki kekurangan-kekurangannya. Diharapkan pada
akhirnya semua problema belajar pada anak secara bertahap dapat
diperbaiki sehingga anak terhindar dari kemungkinan tidak naik
kelas atau bahkan putus sekolah.
B. Anak Berkebutuhan Khusus
1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Istilah ABK adalah pengganti istilah anak berkebutuhan cacat atau
penyandang cacat. Istilah ABK adalah untuk menunjuk mereka yang
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan sosial. ABK
memiliki masalah dalam sensori, motorik, belajar, dan tingkahlakunya.
Semua ini mengakibatkan terganggunya perkembangan fisik anak. Hal
ini karena sebagian besar ABK mengalami hambatan dalam merespon
rangsangan yang diberikan lingkungan untuk melakukan gerak, meniru
gerak, dan bahkan ada yang memang fisiknya terganggu sehingga ia
tidak dapat melakukan gerakan yang terarah dengan benar.
(Efendi, 2006:26) mengatakan Anak berkebutuhan khusus adalah
anak yang memiliki kelainan atau penyimpangan dari rata-rata anak
normal, dalam aspek fisik, mental, dan sosial, sehingga untuk
xlv
mengembangkan potensinya perlu layanan pendidikan khusus sesuai
dengan karakteristiknya.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik
khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya (Smart, 2010:33). Sesuai dengan kata “exception” anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus bisa diartikan sebagai individu yang mempunyai karakteristik
yang berbeda dari individu lainnya yang dipandang oleh masyarakat pada
umumnya (Thalib, 2010:245).
ABK adalah anak yang memiliki karakteristik khusus. Keadaan
khusus membuat mereka berbeda dengan anak pada umumnya.
Pemberian predikat berkebutuhan khusus tentu saja tanpa selalu
menunjukkan kepada pengertian lemah mental. Tidak identik juga
dengan ketidak mampuan emosi atau kelainan fiisik (Santoso, 2010:127).
Dari beberapa paparan di atas penulis dapat mengambil kesimpulan
bahwa, anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik
khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu
menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi, ataupun fisik. ABK
memiliki penyimpangan dari rata-rata anak normal sehingga untuk
mengembangkan potensinya perlu layanan pendidikan khusus yang
sesuai dengan karakteristiknya.
2. Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus mempunyai jenis-jenis yang berbeda
berdasarkan karakteristiknya dan hambatan yang di miliki anak
xlvi
berkebutuhan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB)
berdasarkan karakter dan kekhususannya. Untuk ABK dengan
kekhususan tertentu seperti ABK dengan masalah berkesulitan belajar
dapat ditempatkan dalam kelas inklusif.
Anak yang termasuk berpredikat ABK menurut Santoso antara lain:
tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar.
a. Tunanetra
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam
pengelihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan ke dalam dua
golongan, yaitu buta total (blind) dan low vision. Karena tunanetra
memiliki keterbatasan dalam indra pengelihatan, maka proses
pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra
peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu, prinsip yang harus
diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu
tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat faktual dan
bersuara. Sebagai contoh adalah penggunaaan tulisan Braille,
gambar timbul, benda model, dan benda nyata. Sedangkan media
yang bersuara adalah tape recorder dan peranti lunak (software)
(Santoso, 2010: 128-129).
b. Tunarungu
Tunarungu adalah inividu yang memiliki hambatan dalam
pendengaran permanen maupun temporer (tidak permanen).
Tunarungu diklasifikasikan berdasrkan tingkat gangguan
xlvii
pendengaran, yaitu gangguan pendengaran sangat ringan (27-40 dB),
gangguan pendengaran ringan (41-55 dB), gangguan pendengaran
sedang (56-70 dB), gangguan pendengaran berat 71-90 dB),
gangguan pendengaran ekstrem/tuli (di atas 91 dB). Hambatan dalam
pendengaran pada individu tunarungu berakibat terjadinya hambatan
dalam berbicara. Sehingga, mereka disebut tunawicara. Cara
berkomunikasi dengan individu tunarungu menggunakan bahasa
isyarat. Bahasa isyarat melalui abjad jari telah dipatenkan secara
internasional. Untuk komunikasi dengan isyarat bahasa masih
berbeda-beda di setiap negara (Santoso, 2010: 129-130).
c. Tunagrahita
Tunagrahita adalah individu yang memiliki tingkat kecerdasan
di bawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam
adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan.
Klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkat IQ (Intelligent
Quotient). Tunagrahita ringan (IQ = 51-70), tunagrahita sedang (IQ = 36-51), tunagrahita berat (IQ = 20-35), dan tunagrahita sangat
berat (IQ di bawah 20). Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih
dititikberatkan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi (Santoso,
2010:130).
d. Tunadaksa
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak
yang disebabkan oleh kelainan neuromuscular dan struktur tulang
xlviii
yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk
celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan masuk kategori ringan bila memiliki keterbatasan dalam melakukan
aktivitas fisik, tetapi masih bisa ditingkatkan melalui terapi. Sedang,
jika memiliki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan
koordinasi sensorik, dan berat jika memiliki keterbatasan total dalam
gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik (Santoso,
2010:131).
e. Tunalaras
Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam
mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tunalaras biasanya
menunjukkan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma
dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Penyebab tunalaras terbagi
menjadi faktor internal (dari dalam diri) dan faktor eksternal (dari
lingkungan sekitar) (Santoso, 2010:131).
f. Kesulitan Belajar
Individu mengalami gangguan pada satu atau lebih
kemampuan dasar psikologis, khususnya pemahaman dan
penggunaan bahasa, berbicara, dan menulis. Gangguan tersebut
selanjutnya mempengaruhi kemampuan berpikir, membaca,
berhitung, ataupun berbicara. Penyebabnya antara lain gangguan
persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, dyslexia, dan afasia
perkembangan. Individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau
xlix
di atas rata-rata, mengalami gangguan motorik persepsi-motorik,
gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah dan ruang, serta
mengalami keterlambatan perkembangan konsep (Santoso, 2010:
131-132).
C. Kesulitan Belajar (Learning Disability)
1. Pengertian Kesulitan Belajar
Definisi kesulitan belajar khusus menurut (Smith, 2006:75) “Kesulitan belajar khusus (specific learning disability) berarti suatu gangguan pada satu atau lebih proses psikologi dasar yang meliputi
pemahaman atau penggunaan bahasa, lisan atau tulisan, yang dapat
diwujudkan dengan kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengar,
berfikir, berbicara, membaca, menulis, dan mengeja, atau melakukan
perhitungan matematis. Istilah ini meliputi kondisi-kondisi tertentu
seperti gangguan persepsi (perceptual andicaps), luka otak (brain
injury), disfungsi minimal otak/ DMO (minimal brain dysfunction/MBD), disleksia (dyslexia), dan aphasia perkembangan (developmental aphasia).
Istilah ini tidak termasuk anak-anak yang mempunyai masalah-masalah
belajar (learning problems) yang diakibatkan terutama faktor penglihatan
(tunanetra), pendengaran (tunarungu), atau gangguan gerak (tunadaksa),
terbelakang mental (tunagrahita), keridakstabilan emosi (emotional
disturbance), atau hal-hal yang merugikan dari ligkungan, mental, budaya, ataupun ekonomi”.
l
Banyak definisi tentang kesulitan belajar. Bahkan setiap istilah
diartikan berbeda oleh setiap ahli, salah satunya (Mulyati, 2010: 6-7)
memilih beberapa istilah dan mendefinisikannya untuk menggambarkan
kesulitan belajar mempunyai pengertian luas, diantaranya:
a. Learning Disorder (ketergangguan belajar): Suatu keadaan yang
dialami seseorang saat proses belajar mengajar, timbul gangguan
karena respon yang bertentangan.
b. Learning Disabilities (ketidakmampuan belajar): Suatu keadaan
yang dialami seorang siswa yang menunjukkan ketidakmampuan
dalam belajar bahkan menghindari belajar.
c. Learning Disfunction (ketidakfungsian belajar): Suatu keadaan siswa
yang menunjukkan gejala tidak berfungsinya proses belajar dengan
baik.
d. Under Achiever (prestasi di bawah kemampuan): Suatu keadaan
siswa yang memiliki tingkat potensi intelektual di atas normal, tetapi
prestasi belajarnya tergolong rendah.
e. Slow Learner (lambat belajar): Suatu keadaan siswa yang lambat
dalam proses belajarnya sehingga membutuhkan waktu
dibandingkan dengan murid yang lain yang memiliki taraf potensi
intelektual yang sama.
Dalam (Osman, 2002:4) menjelaskan bahwa: Suatu kelompok
heterogen dari gangguan yang diwujudkan oleh kelemahan mencolok
dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan matematika, penalaran,
li
menulis, membaca, berbicara, mendengarkan, atau keterampilan bergaul.
Gangguan ini adalah hakiki bagi individu itu dan diduga merupakan
akibat disfungsi sistem saraf pusat. Meskipun lemah belajar bisa terjadi
berbarengan dengan kondisi cacat lainnya (misalnya, kelemahan saraf
sensor, retardasi mental, gangguan emosional dan sosial), dengan
pengaruh sosial-lingkungan (misalnya, perbedaan cultural, instruksi yang
tidak memadai atau tidak cukup faktor-faktor psikogenetik), dan terutama
gangguan karena merasa kurang diperhatikan, yang semuanya bisa
menimbulkan masalah belajar, namun lemah belajar bukan akibat
langsung dari kondisi atau pengaruh tersebut.
Namun tidak semua kesulitan dalam proses belajar dapat disebut
learning disorders (LD). Sebagian anak mungkin hanya mengalami kesulitan dalam mengembangkan bakatnya. Kadang-kadang, seseorang
memperlihatikan ketidakwajaran dalam perkembangan alaminya,
sehingga tampak seperti LD, namun ternyata hanyalah keterlambatan
dalam proses pendewasaan diri saja. Sebenarnya para ahli telah
menentukan kriteria-kriteria pasti di mana seseorang dapat dinyatakan
sebagai penderita LD (Wood, 2011: 24).
Berdasarkan gambaran di atas, penulis dapat membuat batasan
yang lebih ringkas sebagai berikut: Anak kesulitan belajar adalah anak
yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademiknya,
yang disebabkan oleh adanya disfungsi minimal otak, atau dalam
psikologis belajar, sehingga prestasi belajarnya tidak sesuai dengan
lii
potensi yang sebenarnya, dan untuk mengembangkan potensinya secara
optimal mereka memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus.
2. Karakteristik Kesulitan Belajar
Menurut Clements, dalam (Sunardi, 2000:26) ada 10 karakteristik
yang dianggap paling sering ditemukan, yaitu: hiperaktif (hyperactivity),
gangguan persepsi motorik (perceptual-motor impairments), emosi labil
(emotional lability), lemah dalam mengoordinasi secara umum (general
coordination deficits), gangguan pemusatan perhatian (disorder of attention), impulsif (impulsivity), gangguan berfikir dan mengingat (disorders of memory and hinking), kesulitan belajar spesifik (specific
learning disabilities), gangguan wicara dan pendengaran (disorders of speech and hearing), tanda neorologi tampak samar (neurological signs). Berbagai macam karakteristik banyak ditemui pada anak
berkesulitan belajar, banyak ahli yang memberikan karakteristik yang
berbeda-beda. Tidak semua karakteristik tersebut ditemukan pada setiap
anak berkesulitan belajar, biasanya seorang anak hanya menunjukkan
beberapa karakteristik saja. Karena itulah, penanganan terhadap anak
berkesulitan belajar antara anak yang satu dengan anak yang lain
berbeda, dan setiap anak memiliki kurikulum tersendiri karena adanya
perbedaan karakteristik yang ditunjukkan.
3. Klasifikasi Berkesulitan Belajar
Secara garis besar (Abdurrahman, 2003:11) dan (Yusuf,
2005:60-66) mengklasifikasikan kesulitan belajar ke dalam dua kelompok, yaitu:
liii
a. Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan
(developmental learning disabilities), mencakup:
1) Gangguan perkembangan motorik dan persepsi
2) Gangguan perkembangan bahasa dan komunikasi
3) Gangguan penyesuaian perilaku sosial
4) Kesulitan belajar kognitif
b. Kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities)
Menunjuk kepada adanya kegagalan pencapaian prestasi
akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan.
Kegagalan-kegagalan tersebut mencakup penguasaan keterampilan
dalam membaca, menulis, dan/ matematika. Kesulitan belajar
akademik dapat diketahui oleh guru atau orang tua ketika anak gagal
menampilkan salah satu atau beberapa keterampilan akademik.
Berbagai literatur yang mengkaji kesulitan belajar hanya
menyebutkan tiga jenis kesulitan belajar akademik sebagai berikut:
1) Kesulitan belajar membaca (Disleksia)
Anak penderita disleksia adalah anak yang menghadapi
kesulitan dalam membaca, menulis dan mengeja.
2) Kesulitan belajar menulis (Disgrafia)
Disgrafia adalah masalah pembelajaran spesifik yang
berdampak terhadap kesulitan dalam menyampaikan hal yang
ada dalam pikiran dalam bentuk tulisan, yang akhirnya
menyebabkan tulisannya menjadi buruk.