SISWA KELAS V SD/MI DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM VISUAL SCRATCH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Intan Wahyu Ndhadhari NIM : 141134187
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2019
iii
Yogyakarta, 25 Januari 2019 25 Januari 2019
iv Skripsi ini kupersembahkan kepada:
1. Allah SWT yang senantiasa membimbing, melindungi, dan menemani setiap langkahku.
2. Kedua orang peneliti, yaitu Bapak Wahyu Sugiharja, S.Pd., M.M. dan Ibu Siti Farida Ama keb yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan kepada peneliti dalam menyelesaikan strata 1 ini.
3. Adik-adik tersayang Indra Wahyu Septiana, dan Inca Wahyu Mustikasari yang juga menyemangatiku dan mendoakanku.
4. Sahabat-sahabat terimakasih atas semangat, dukungan, dan bantuan kalian. 5. Almamater tercinta Universitas Sanata Dharma.
v Man jadda wajada
Siapa yang bersungguh sungguh akan berhasil
Man shabara zhafira
Siapa yang sabar akan beruntung Man saara ala darbi washala
Siapa yang berjalan di jalannya akan sampai di tujuan (Ahmad Fuadi)
“The person who never made a mistake never tried anything new” (Albert Einstein)
Keberhasilan yang kita raih bukanlah ketika kita tidak pernah gagal, melainkan ketika kita mampu bangkit kembali setiap kali terjatuh
vi
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana karya ilmiah.
Yogyakarta, 25 Januari 2019 Penulis
Intan Wahyu Ndhadhari NIM:141134187
vii
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Intan Wahyu Ndhadhari
Nomor Mahasiswa : 141134187
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
“PENGEMBANGAN GAME PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK SISWA KELAS V SD/MI DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM
VISUAL SCRATCH”
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royaliti kepada saya selama tetap mencamtumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyatan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 25 Januari 2019 Yang menyatakan
viii
Pengembangan Game Pembelajaran Matematika untuk Siswa Kelas V SD/MI dengan Menggunakan Program Visual Scratch
Intan Wahyu Ndhadhari Universitas Sanata Dharma
2019
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan untuk mendeskripsikan prosedur pengembangan dan mendeskripsikan kualitas game matematika operasi hitung perkalian kelas V SD. Produk ini didesain dengan menggunakan program visual Scratch. Penelitian ini dikembangkan dengan menggunakan enam langkah model pengembangan ASSURE, yaitu 1) analyze learner, 2) state objectives, 3) select methods, media and material, 4) utilize media and material, 5) require learner’s participation, 6) evaluate and review. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD yang berjumlah 10 siswa. Penelitian pengembangan ini menghasilkan media pembelajaran matematika berupa game pembelajaran berbasis ICT yang di dalamnya terdapat audio, teks, dan gambar. Produk game divalidasi oleh ahli matematika, ahli ICT, dan guru kelas V SD dengan rerata skor 4,37 (sangat baik). Hasil validasi menunjukkan produk game layak untuk diujicobakan pada siswa. Hasil uji coba lapangan pada siswa diperoleh rerata skor 4,6 dengan kategori sangat baik. Penelitian ini menunjukkan produk game mata pelajaran matematika berbasis ICT yang dibuat oleh peneliti layak digunakan dalam proses pelajaran matematika.
ix
The Developing of Mathematics Learning Game for fifth Grade Students Using Scratch Visual Program
Intan Wahyu Ndhadhari Sanata Dharma University
2019
The purpose of this research was to described about developing procedure and described the quality of multiplication mathematic game for students grade V. Scratch visual program are used to designed the product. The research was developed with six model of ASSURE development, 1) analyze learner, 2) state objectives, 3) select methods, media and material, 4) utilize media and material, 5) require learner’s participation, 6) evaluate and review. This study involved 10 primary school students grade. Mathematical learning media in the form of ICT-based games are the results of research in which there are audio, text, and images are involved. The product is approved by mathematic and ICT expert and also teacher of grade V showed 4.37 (very good).The result indicated game of math are good to implemented at school. The results of field trials in students obtained a mean score of 4.6 with a very good category. This study indicated ICT-based mathematics subject game products made by researchers are appropriate for use in the mathematics learning process.
x
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam menulis skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan yang bermanfaat untuk penulisan ini, sehingga pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu hingga skripsi ini dapat selesai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si, selaku Dekan FKIP Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd, selaku Kaprodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma sekaligus sebagai Dosen Pembimbing II yang telah membimbing serta memberikan dukungan penuh kesabaran, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.
3. Ibu Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd, selaku Wakaprodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
4. Ibu Theresia Yunia Setyawan, M.Hum, selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan dengan penuh kesabaran, sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini.
5. Romo Drs. Albertus Hartana, S.J., M.Pd. dan Ibu Andri Anugrahana S.Pd., M.Pd. selaku validator yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dengan melakukan validasi produk.
6. Ibu Indah Lestari, S.Pd.SD selaku Kepala SD Negeri Deresan 7. Ibu Nur Fitriana, S.Pd.SD, selaku guru kelas V SD Negeri Deresan. 8. Seluruh siswa kelas V SD Negeri Deresan tahun 2017/2018.
9. Sekretariat Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma yang telah membantu perizinan penelitian skripsi.
10. Bapak Wahyu Sugiharja, S.Pd.M.M, dan Ibu Siti Farida, Ama Keb, selaku kedua orang tua peneliti yang selalu memberikan dukungan dan doa.
xi
peneliti yang telah memberikan semangat dan bantuannya.
12. Sahabat satu payung yang juga saya banggakan, Elmi, Yose, Bowok, Tian, dan Wahyu yang selalu memberikan bantuan, dukungan, dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
13. Febria Ramadhan yang selalu menemani di kala susah maupun senang. 14. Sahabat geng ember dan dirty d yang selalu memberikan dukungan, Beti,
Rina, Rianti, Vita, Mia, Avi, Tomas, Dika, dan Palupi.
15. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Semoga skripsi ini bermanfaat dan mampu menginspirasi bagi para pembaca.
Yogyakarta, 25 Januari 2019 Penulis
Intan Wahyu Ndhadhari
xii
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 A.Latar Belakang ... 1 B. Batasan Masalah ... 4 C.Rumusan Masalah ... 4 D.Tujuan Penelitian ... 5 E. Manfaat Penelitian ... 5 F. Definisi Oprasional ... 6
G.Spesifikasi produk yang diharapkan ... 7
xiii
1. Teknologi dan Tahap Perkembangan Siswa ... 9
2. Penggunaan Game dalam Pembelajaran ... 15
3. Matematika ... 25
4. Scratch ... 22
B. Penelitian yang Relevan ... 33
C.Kerangka Berpikir ... 37
D.Pertanyaan Penelitian... 39
BABA III METODOLOGI PENELITIAN ... 41
A.Jenis Penelitian ... 41 B. Setting Penelitian ... 43 1. Subjek Penelitian ... 43 2. Objek Penelitian ... 43 3. Tempat Penelitian ... 43 4. Waktu Penelitian ... 43 C.Prosedur Penelitian ... 44 1. Analyze Learner ... 44 2. State Objectives ... 47
3. Select Methods, Media, and Material ... 50
4. Utilize Media and Material ... 53
5. Require Learner’s Participation ... 56
6. Evaluate and Review ... 57
D.Teknik Pengumpulan Data ... 59
1. Wawancara ... 59
2. Observasi... 61
xiv
1. Lembar pedoman wawancara ... 65
2. Lembar Observasi ... 66
3. Lembar Kuesioner ... 66
F. Teknik Analisis ... 68
1. Data Kualitatif ... 69
2. Data Kuntitatif ... 72
BAB IV HASIL PENELITIAN PENGEMBANGAN DAN PEMBAHASAN ... 76
A.Hasil Penelitian Pengembangan ... 76
1. Data analisis kebutuhan ... 76
2. Deskripsi produk awal ... 77
3. Data uji coba dan revisi produk ... 83
a. Data validasi ahli matematika ... 83
b. Data validasi ahli ICT ... 87
c. Data validasi guru kelas V ... 90
d. Data validasi lapangan ... 96
B. Pembahasan ... 130 BAB V PENUTUP ... 139 A. Kesimpulan ... 139 B. Keterbatasan Penelitian...142 C. Saran...142 DAFTAR PUSTAKA ... 1446 LAMPIRAN ... 1535
xv
Gambar 2.1 Interface Scratch ... 27
Gambar 2.2 Command Block ... 28
Gambar 2.3 Literatur Map Penelitian yang Relevan ... 36
Gambar 3.1 Langkah-langkah Model ASSURE ... 44
Gambar 3.2 Tahap Analisis Data Interaktif ... 70
Gambar 4.1 Halaman Judul Buku Petunjuk ... 82
Gambar 4.2 Daftar Isi Buku Petunjuk ... 83
Gambar 4.3 Tampilan Sebelum Revisi ... 85
Gambar 4.4 Tampilan Setelah Revisi... 85
Gambar 4.5 Tampilan Sebelum Revisi ... 86
Gambar 4.6 Tampilan Setelah Revisi... 86
Gambar 4.7 Tampilan Awal dengan Font yang Belum Direvisi ... 88
Gambar 4.8 Tampilan Awal dengan Font yang Sudah Direvisi ... 89
Gambar 4.9 Warna Tombol Sebelum Direvisi ... 89
Gambar 4.10 Warna Tombol Sesudah Direvisi ... 90
Gambar 4.11 Tampilan Komposisi Warna Sebelum Direvisi ... 92
Gambar 4.12 Tampilan Komposisi Warna Setelah Direvisi ... 92
Gambar 4.13 Tampilan Durasi Waktu Sebelum Direvisi ... 93
Gambar 4.14 Tampilan Durasi Waktu Setelah Direvisi... 93
Gambar 4.15 Tampilan Tombol Sebelum Direvisi ... 94
Gambar 4.16 Tampilan Tombol Setelah Direvisi ... 94
Gambar 4.17 Tampilan Peraturan Sebelum Direvisi ... 95
Gambar 4.18 Tampilan Halaman Petunjuk Setelah Direvisi ... 96
Gambar 4.19 Diagram Batang Data Analisis Ahli Matematika ... 101
Gambar 4.20 Diagram Batang Data Analisis Ahli ICT ... 102
Gambar 4.21 Diagram Batang Data Analisis Guru Kelas V ... 103
Gambar 4.22 Diagram Batang Rekapitulasi Penilaian Validasi Ahli ... 105
Gambar 4.23 Diagram Batang Uji Coba Lapangan Item 1 ... 106
Gambar 4.24 Diagram Batang Uji Coba Lapangan Item 2 ... 107
Gambar 4.25 Diagram Batang Uji Coba Lapangan Item 3 ... 108
xvi
Gambar 4.28 Diagram Batang Uji Coba Lapangan Item 6 ... 111
Gambar 4.29 Diagram Batang Uji Coba Lapangan Item 7 ... 112
Gambar 4.30 Diagram Batang Uji Coba Lapangan Item 8 ... 113
Gambar 4.31 Diagram Batang Uji Coba Lapangan Item 9 ... 114
Gambar 4.32 Diagram Batang Uji Coba Lapangan Item 10 ... 115
Gambar 4.33 Diagram Batang Uji Coba Lapangan Item 11 ... 116
Gambar 4.34 Diagram Batang Uji Coba Lapangan Item 12 ... 117
Gambar 4.35 Diagram Batang Uji Coba Lapangan item 13 ... 118
Gambar 4.36 Diagram Batang Uji Coba Lapangan Item 14 ... 119
Gambar 4.37 Diagram Batang Uji Coba Lapangan Item 15 ... 120
Gambar 4.38 Diagram Batang Uji Coba Lapangan Item 16 ... 121
Gambar 4.39 Diagram Batang Uji Coba Lapangan Item 17 ... 122
Gambar 4.40 Diagram Batang Uji Coba Lapangan Item 18 ... 123
Gambar 4.41 Diagram Batang Uji Coba Lapangan Item 19 ... 124
Gambar 4.42 Diagram Batang Uji Coba Lapangan Item 20 ... 125
Gambar 4.43 Diagram Batang Uji Coba Lapangan Item 21 ... 127
Gambar 4.44 Diagram Batang Uji Coba Lapangan Item 22 ... 128
xvii
Tabel 2.1 Perbandingan Game, Game-based Learning, dan Gamification... 19
Tabel 3.1 Lembar Kisi-kisi Wawancara... 65
Tabel 3.2 Lembar Kisi-kisi Observasi ... 66
Tabel 3.3 Lembar Kisi-kisi Kuesioner ... 67
Tabel 3.4 Konversi Nilai Skala Lima ... 73
Tabel 3.5 Konversi Data Kuantitatif menjadi Data Kualitatif ... 75
Tabel 4.1 Hasil Uji Coba Lapangan ... 97
Tabel 4.2 Analisis Data Penilaian Ahli Matematika ... 100
Tabel 4.3 Analisis Data Ahli ICT ... 101
Tabel 4.4 Analisis Data Guru Kelas V ... 102
Tabel 4.5 Analisis Data Keseluruhan Berdasarkan Hasil Validasi Ahli ... 103
Tabel 4.6 Analisis Data Uji Coba Lapangan Item 1 ... 105
Tabel 4.7 Analisis Data Uji Coba Lapangan Item 2 ... 106
Tabel 4.8 Analisis Data Uji Coba Lapangan Item 3 ... 107
Tabel 4.9 Analisis Data Uji Coba Lapangan Item 4 ... 108
Tabel 4.10 Analisis Data Uji Coba Lapangan Item 5 ... 109
Tabel 4.11 Analisis Data Uji Coba Lapangan Item 6 ... 110
Tabel 4.12 Analisis Data Uji Coba Lapangan Item 7 ... 111
Tabel 4.13 Analisis Data Uji Coba Lapangan Item 8 ... 112
Tabel 4.14 Analisis Data Uji Coba Lapangan Item 9 ... 113
Tabel 4.15 Analisis Data Uji Coba Lapangan Item 10 ... 114
Tabel 4.16 Analisis Data Uji Coba Lapangan Item 11 ... 116
Tabel 4.17 Analisis Data Uji Coba Lapangan Item 12 ... 117
Tabel 4.18 Analisis Data Uji Coba Lapangan Item 13 ... 118
Tabel 4.19 Analisis Data Uji Coba Lapangan Item 14 ... 119
Tabel 4.20 Analisis Data Uji Coba Lapangan Item 15 ... 120
Tabel 4.21 Analisis Data Uji Coba Lapangan Item 16 ... 121
Tabel 4.22 Analisis Data Uji Coba Lapangan Item 17 ... 122
Tabel 4.23 Analisis Data Uji Coba Lapangan Item 18 ... 123
xviii
Tabel 4.26 Analisis Data Uji Coba Lapangan Item 21 ... 126
Tabel 4.27 Analisis Data Uji Coba Lapangan item 22... 127
Tabel 4.28 Rekapitulasi Uji Coba Lapangan ... 128
xix DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kisi-kisi Wawancara... 154
Lampiran 2 Kisi-kisi Observasi ... 155
Lampiran 3 Kisi-kisi Kuesioner ... 156
Lampiran 4 Surat Izin Validasi Ahli Matematika ... 158
Lampiran 5 Surat Izin Validasi Ahli Matematika ... 159
Lampiran 6 Surat Izin Validasi Guru ... 160
Lampiran 7 Surat Izin Penelitian... 161
Lampiran 8 Surat Keterangan Melakukan Penelitian ... 162
Lampiran 9 Hasil Validasi Ahli ICT ... 163
Lampiran 10 Hasil Validasi Ahli Matematika ... 165
Lampiran 11 Hasil Validasi Guru ... 167
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika penting untuk dipelajari oleh setiap siswa. Berikut ini merupakan alasan mengapa matematika itu penting untuk dipelajari di setiap jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga ke perguruan tinggi. Dengan mempelajari matematika siswa dapat memecahkan permasalahan kehidupan sehari-hari. Matematika mengajarkan siswa untuk dapat berpikir logis, kritis, analisis, sistematis, dan kreatif. Kompetensi tersebut diperlukan oleh siswa agar dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi dalam menghadapi kehidupan sehari-hari yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Selain itu, matematika diajarkan untuk mendukung perkembangan pengetahuan dan teknologi, yang mampu mengantarkan siswa menuju keberhasilan. Bahkan ketika di taman kanak-kanak matematika sudah diajarkan secara informal melalu kegiatan bermain (Susanto, 2013 : 183).
Dalam upaya membantu siswa menguasai matematika diperlukan bantuan media pembelajaran berbasis teknologi, terutama karena siswa sekolah dasar sekarang ini merupakan generasi Alpha yang memiliki kedekatan dengan teknologi. Generasi Alpha merupakan generasi yang mulai lahir pada tahun 2010. Di usia mereka yang sangat dini, mereka sudah mengenal dan sudah berpengalaman dengan gadget, smartphone dan
kecanggihan teknologi yang ada. Pola pikir mereka yang terbuka dengan perkembangan serta transformatif dan juga inovatif akan mempengaruhi perkembangan siswa generasi Alpha (Sterbenz, 2015).
Teknologi dan matematika memiliki keterkaitan yang dapat digunakan guru dalam mengajarkan mata pelajaran matematika kepada generasi Alpha. Penggunaan teknologi dalam pembelajaran mampu memberikan pengalaman belajar yang lebih baik dan lebih menarik. Proses pembelajaran yang dibantu oleh teknologi dipercaya dapat membawa dampak positif terhadap prestasi mata pelajaran, memberi efek positif pada motivasi siswa serta sikap siswa terhadap perkembangan teknologi, dan membekali siswa dengan keterampilan dalam bidang teknologi yang mampu membantu mereka dalam menyelesaikan masalah dalam pembelajaran materi pelajaran matematika.
Berdasarkan wawancara dan observasi dengan guru dan siswa kelas V di salah satu SD di Yogyakarta diperoleh gambaran bahwa guru belum mampu merancang dan menghasilkan media pembelajaran yang berbasis teknologi untuk digunakan dalam proses pembelajaran. Selama ini guru hanya mengandalkan ceramah dan diskusi dalam proses pembelajaran. Guru juga menjelaskan bahwa dalam pembelajaran matematika, sebagian siswa kelas V mengalami kesulitan pada materi perkalian dan pecahan. Guru mengaku belum bisa melanjutkan ke materi selanjutnya karena masih banyak siswa yang belum menguasai materi perkalian. Dari hasil wawancara dengan siswa diketahui bahwa siswa kelas V baru mendapatkan kesempatan belajar
menggunakan teknologi pada pelajaran TIK ketika mereka duduk di bangku kelas V. Siswa juga mengatakan bahwa guru jarang menggunakan media yang berbasis teknologi dalam mata pelajaran lain. Selain itu, dalam pembelajaran matematika, siswa mengaku bahwa mereka mengalami kesulitan belajar pada materi perkalian dan pecahan. Hasil observasi di sekolah menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang terjadi di sekolah saat ini belum mengintegrasikan teknologi dengan mata pelajaran. Laboratorium komputer yang ada di sekolah hanya digunakan untuk mata pelajaran TIK. Dengan kata lain, proses pembelajaran di sekolah belum memenuhi kebutuhan generasi Alpha dalam penggunaan teknologi. Padahal dalam struktur kurikulum 2013 disebutkan bahwa keterampilan menggunakan teknologi sangat harus diintegrasikan dalam semua mata pelajaran. Dengan adanya pengembangan produk yang dilakukan oleh peneliti, laboratorium komputer yang ada di sekolah tidak hanya digunakan ketika pelajaran TIK, namun dapat juga digunakan untuk pelajaran matematika dan pelajaran lainnya melalui game.
Berdasarkan penjelasan di atas, pengembangan game dilakukan karena tidak sesuainya karakteristik siswa generasi Alpha dengan kondisi proses pembelajaran yang ada di sekolah serta kurangnya pemahaman siswa terhadap pelajaran matematika materi perkalian dan pecahan, selain itu sekolah juga membutuhkan media pembelajaran yang berbasis teknologi untuk mempersiapkan siswanya menghadapi pembelajaran yang serba digital. Oleh karena itu, peneliti mengembangkan sebuah media pembelajaran yang
berbasis teknologi berupa game matematika dengan menggunakan program visual Scratch. Pengembangan game ini merupakan media alternatif bagi guru untuk mengajarkan Matematika kepada siswa generasi Alpha. Pengembangan game pembelajaran memilih menggunakan program visual Scratch karena memiliki kelebihan berupa dapat diunduh secara gratis, memiliki banyak bahasa termasuk Bahasa Indonesia, halaman antar muka yang sederhana dan memiliki banyak warna yang dapat menjadi daya tarik bagi siswa. Dari penjelasan dan kelebihan dari program visual Scratch di atas mendorong peneliti untuk mengembangkan game pembelajaran matematika materi perkalian dan pecahan pada siswa kelas V SD Negeri Deresan. Peneliti memilih judul “ Pengembangan game Pembelajaran Matematika untuk Siswa Kelas V SD dengan Menggunakan Program Visual Scratch”
B. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada pengembangan game untuk siswa kelas V SD Negeri Deresan semester I tahun ajaran 2017/2018. Memuat mata pelajaran matematika pada KD 3.2 Menjelaskan dan melakukan perkalian dan pembagian pecahan desimal.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana prosedur pengembangan game matematika operasi hitung perkalian kelas V SD dengan menggunakan program visual Scratch yang layak ?
2. Bagaimana kualitas game matematika dalam operasi hitung perkalian kelas V SD dengan menggunakan program visual Scratch yang layak?
D. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan bagaimana prosedur pengembangan game matematika operasi hitung perkalian kelas V SD dengan menggunakan program visual Scratch yang layak.
2. Mendeskripsikan kualitas game matematika operasi hitung perkalian kelas V SD dengan menggunakan program visual Scratch yang layak.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagi Siswa
Siswa memiliki pengalaman belajar dalam menggunakan media pembelajaran berbasis teknologi, siswa juga mendapatkan keterampilan komputer dalam pembelajaran matematika, serta menambah keterampilan siswa dalam menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan perkalian dan pecahan.
2. Bagi guru
Guru mendapat gambaran dalam mengembangkan media pembelajaran berupa game yang dapat memudahkan siswa dalam memahami dan melatih siswa pada materi tertentu. Game tersebut dapat digunakan media untuk mengajar.
3. Bagi peneliti
Peneliti dapat menerapkan ilmu yang telah didapatkan selama perkuliahan, bertambahnya pengalaman dan wawasan dalam mengembangkan media pembelajaran yang berbasis teknologi yang dapat dijadikan bekal peneliti kelak akan menjadi seorang guru. Game yang dikembangkan dapat dijadikan motivasi bagi peneliti dalam mengembangkan game dengan mata pelajaran dan materi yang berbeda.
F. Definisi Operasional
Beberapa istilah yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Game adalah permainan yang menggunakan media elektronik, game merupakan sebuah media hiburan berbentuk multimedia yang dibuat semenarik mungkin dengan peraturan dan tujuan yang telah ditetapkan agar pemain bisa mendapatkan kepuasan batin.
2. Scratch adalah program visual yang dikembangkan oleh Lifelong Kindergarten Group pada MIT (The Massachusetts Institute of Technology) Media Lab, Amerika Serikat dan Lego Company yang
didesain untuk memperkenalkan konsep pemrograman komputer secara sederhana.
3. Siswa kelas V yang berusia 10 - 12 tahun termasuk pada fase operasional kongkret.
G. Spesifikasi Produk yang Diharapkan
Produk yang diharapkan dalam penelitian pengembangan ini sebagai berikut.
1. Buku petunjuk penggunaan produk yang memiliki spesifikasi sebagai berikut.
a) Buku petunjuk penggunaan produk memiliki halaman awal yang memuat nama game pembelajaran, yang di gunakan peneliti untuk melakukan uji coba.
b) Buku petunjuk penggunaan produk tersebut memiki 13 halaman. c) Buku petunjuk penggunaan ini berukuran A6, dicetak dengan
menggunakan kerta HVS dan warna buku tersebut adalah biru. 2. Produk dikemas dalam bentuk CD.
3. Produk memuat mata pelajaran matematika pada materi operasi hitung perkalian dengan komponen teks dan gambar.
4. Produk dilengkapi auto correction ketika siswa menjawab salah. 5. Produk menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dan
6. Agar program ini dapat berjalan dengan optimal, maka spesifikasi minimal komputer yang digunakan adalah sebagai berikut.
a. Windows : Mac, Windows 7, 8, dan 10. b. Processor : Intel (R) Core i3 CPU 1.40 GHz c. Memori : 2 GB RAM
d. Monitor : 32 bit warna yang bisa menampilkan resolusi 1024 x 768.
e. CD - ROM Drive
f. Untuk Mac harus memiliki instalasi Adobe AIR 20
g. Untuk Windows harus memiliki instalasi Adobe Flash Player 7. Game dengan program visual Scratch memuat beberapa menu dengan
beberapa komponen sebagai berikut. a. Latar pertama atau cover yang berisi.
1) Judul game dengan materi pembelajaran 2) Tombol petunjuk dan tombol mulai 3) Icon yang akan muncul dalam permainan b. Latar kedua berisi.
1) Tombol level permainan 2) Nama pemain
9 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Teknologi dan Tahap Perkembangan Siswa
Penggunaan teknologi telah berkembang pesat dalam semua aspek kehidupan tidak terkecuali di bidang pendidikan (Hakkarainen et al., 2000). Peran teknologi dalam pembelajaran saat ini memiliki potensi dalam mengubah pendidikan. Salah satu perubahan dalam pendidikan akibat penerapan teknologi adalah siswa mampu belajar sendiri meskipun harus didampingi oleh guru (Prensky, 2008). Secara umum, teknologi dapat dijadikan sebagai alat utama untuk meningkatkan keterampilan siswa dan pengetahuan yang mampu membantu memecahkan masalah (Hoffner, 2007; O'Bannon, Puckett, & Rakes 2006).
Teknologi sebagai alat yang efektif yang mampu membantu siswa dalam proses belajar mandiri. Siswa yang mengalami self-directed learning akibat dari teknologi, akan menemukan hal-hal menarik bagi mereka dan siswa mengalami sendiri perbedaan belajar dengan menggunakan teknologi (Prensky 2008). Constructionism VS Instructionism merupakan dua pendekatan inovasi pendidikan. Instructionism yaitu untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik maka harus meningkatkan pengajaran, sedangkan Constructionism memberikan siswa hal baik untuk dilakukan sehingga mereka dapat belajar lebih baik
dari sebelumnya. Teknologi saat ini kaya dalam menyediakan hal-hal baru bagi siswa sehingga mereka dapat belajar matematika sebagai bagian dari suatu yang nyata (Papert, 1980). Terdapat dua pandangan mengenai Constructivisme Piaget dan Constructionism Papert, kedua pandangan dari Piaget dan Papert menambah pemahaman peneliti tentang bagaimana siswa belajar dan tumbuh.
Berbeda dengan Papert, Piaget memandang Constructivisme sebagai cara siswa melakukan dan berpikir sesuai perkembangan mereka seiring berjalannya waktu, sedangkan Constructionism Papert merupakan sebaliknya, Papert lebih berfokus pada seni belajar, dia menekankan pentingnya alat, media, dan konteks dalam perkembangan anak (Ackerman, 2001). Keterkaitan teori Piaget dan teori Papert merupakan cara untuk mengoptimalkan anak-anak agar dapat berinteraksi dengan dunia sesuai tahap-tahap perkembangan dan pengalaman mereka.
Piaget (dalam Suparno, 2001:69) menjelaskan bahwa perkembangan kognitif dimulai dari proses-proses berpikir secara konkret sampai dengan yang lebih tinggi yaitu konsep-konsep abstrak dan logis. Siswa usia 7 sampai 11 tahun atau kelas V SD termasuk pada tahap operasional konkret yang dicirikan dengan siswa yang sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai dengan adanya reversible dan kekekalan. Reversibel, artinya siswa memiliki pemikiran logis yang dapat dimengerti dua arah, yaitu suatu pemikiran yang dapat dikembalikan kepada awalnya lagi. Sementara itu, kekekalan
artinya sistem operasi yang menyeluruh, yaitu siswa mampu menguasai seluruh sistem operasi yang ada pada tahap sebelumnya berdasarkan hal-hal yang konkret (Laila, 2015; Math, 2017). Piaget (dalam Susanto, 2013 : 170) mengatakan bahwa usia sekolah dasar berkisar antara 6 - 7 tahun sampai 11 atau 12 tahun dan masuk pada fase operasional konkret. Pada fase ini siswa menunjukkan keinginannya yang cukup tinggi untuk mengenal lingkungan. Secara lebih terperinci Sukmadinata (2005) menjelaskan tahap-tahap perkembangan anak menurut Piaget sebagai berikut.
a. Tahap Sensorimotor (0 - 2 tahun)
Tahap sensorimotor ini dimulai dari masa ketika bayi menggunakan pengindraan dan aktivitas motorik dalam mengenal lingkungannya. Menurut Piaget, pada perkembangan kognitif selama tahap sensorimotor, intelegensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi stimulus sensorik. Dalam tahap ini, bayi membutuhkan tindakan konkret untuk mengenal lingkungannya melalui alat indra (sensor) dan pergerakan (motor).
b. Tahap Praoperasional (2 - 7 tahun)
Tahap ini dikatakan praoperasional karena anak dapat menunjukkan aktivitas kognitif dalam menghadapi berbagai hal. Aktivitas berpikir anak pada tahap praoperasional terbatas dalam beberapa hal penting. Menurut Piaget, pemikiran khas yang bersifat egosentris yaitu anak melihat dunia dan lingkungan menurut kehendak
anak, sehingga anak pada tahap ini sulit membayangkan bagaimana segala sesuatunya tampak dari perspektif orang lain (Surya, 2003). c. Tahap Operasional Konkret (7 - 11 Tahun)
Dalam tahap operasional konkret perubahan positif ciri-ciri negatif tahap preoprasional, seperti dalam cara berpikir egosentris pada tahap operasional konkret menjadi berkurang. Anak sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika atau operasi, namun hanya untuk objek fisik atau konkret. Tanpa adanya objek fisik atau konkret di hadapan anak akan mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah secara verbal yang sifatnya abstrak (Sukmadinata, 2006). d. Operasional Formal (12 tahun ke atas)
Pada tahap operasional formal, anak tidak lagi terbatas pada apa yang dilihat atau didengar ataupun pada masalah yang dekat, tetapi sudah dapat membayangkan masalah dalam pikiran dan pengembangan hipotesis secara logis. Perkembangan lain pada tahap ini ialah kemampuannya untuk berpikir secara sistematis, dapat memikirkan kemungkinan-kemungkinan secara teratur atau sistematis untuk memecahkan masalah. Perkembangan kognitif pada tahapan ini merupakan tingkat perkembangan tertinggi (Ibda, 2015).
Aspek kognitif merupakan salah satu aspek yang harus dikembangkan pada anak. Proses kognitif banyak berhubungan dengan berbagai konsep yang telah dimiliki anak dan berkenaan dengan bagaimana anak menggunakan kemampuan berpikirnya dalam
memecahkan suatu persoalan. Dalam kehidupan, anak dihadapkan dengan persoalan-persoalan yang menuntut adanya penyelesaian. Menyelesaikan suatu persoalan merupakan langkah yang lebih kompleks pada diri anak. Sebelum anak mampu menyelesaikan persoalan, anak perlu memiliki kemampuan untuk mencari cara penyelesaiannya. Faktor kognitif mempunyai peranan penting bagi keberhasilan anak dalam belajar, karena sebagian besar aktivitas dalam belajar selalu berhubungan dengan masalah mengingat dan berpikir. Kedua hal ini merupakan aktivitas kognitif yang perlu dikembangkan (Sukmadinata, 2005).
Sehubungan dengan tahap-tahap di atas, Papert (1991) menyimpulkan bahwa setiap orang memiliki perbedaan kemampuan berpikir dan tingkat perkembangan tertentu. Papert juga menjelaskan bahwa anak-anak tidak berpikiran seperti orang dewasa, mereka memiliki logika tersendiri dalam berpikir. Piaget berpikir bahwa anak-anak menjadi landasan untuk gerakan reformasi pendidikan. Teori Piaget dalam pendidikan modern banyak digunakan dikalangan guru karena teknologi digital/modern memiliki peran yang lebih besar dalam menjelajahi dunia, ide yang muncul dari teknologi yang ada menjadi lebih relevan bagi orang tua dan guru (Papert, 1999).
Tahap perkembangan Piaget cenderung mengabaikan peran konteks, penggunaan media, serta pentingnya preferensi atau gaya individu, dalam pembelajaran dan pembangunan, sehingga teori constructionism Papert sangat berguna. Papert berfokus pada media
digital dan teknologi berbasis komputer. Papert mendasarkan kerangka kerjanya dengan menggunakan teknologi yang bisa dipakai untuk proses „making‟. Proses yang melibatkan proses konkrit dengan menggunakan alat bantu yang tersedia. Prinsip yang dimiliki Papert dalam pertumbuhan mental siswa tidak hanya dilandaskan pada memperoleh keterampilan baru tetapi juga mengetahui cara-cara baru untuk menggunakan apa yang sudah diketahui. Papert (1999) menjelaskan eksperimen Piaget yang menyarankan anak-anak mengembangkan berbagai jenis penalaran dan pemikiran seiring berjalannya waktu. Namun, yang ditekankan oleh Papert tidak hanya mengenai bahan-bahan penalaran, tetapi juga mengenai pikiran yang tidak dapat benar-benar tumbuh hanya dengan pengetahuan. Anak harus mengembangkan cara yang telah diketahui untuk menggunakan apa yang sudah diketahui. Papert menekankan kepada anak untuk mempraktikkan/menjalankan sesuatu setelah mendapatkan pengetahuan untuk mengasah pikiran mereka.
Aspek pembelajaran yang terkait dengan desain dan teknologi pembelajaran yaitu pengetahuan, keterampilan, pemahaman dan proses yang kompleks dalam semua mata pelajaran, tetapi lebih dalam kaitannya dengan desain dan teknologi mengajar dan belajar yang mampu memudahkan dalam perencanaan dan memastikan berbagai aspek pembelajaran dapat dikembangkan dan kemudian dilaksanakan dengan mudah (Southall, 2015). Proses pembelajaran terjadi secara terus menerus dan menciptakan komunikasi antara pembelajar dan obyek yang
dipelajari. Teknologi yang dipakai mempengaruhi cara berpikir yang pada ujungnya harus dipertimbangkan teori belajarnya, sehingga teknologi bisa benar-benar mendukung proses belajar (Stager, 2013). Sekolah merupakan tempat berlangsungnya proses belajar yang mampu memberikan perubahan yang tepat untuk pendidikan yang lebih baik. Hal ini diperkuat oleh Papert (1980) yang mengatakan bahwa anak-anak menggunakan komputer di sekolah. Apabila pendidikan ingin diubah, maka sekolah merupakan tempat untuk pengubahan yang tepat.
2. Penggunaan Game dalam Pembelajaran
Penerapan teknologi di bidang pendidikan dapat digunakan dan dimanfaatkan dengan hal-hal yang positif. Salah satu penerapan teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam dunia pendidikan pada proses pembelajaran salah satunya adalah dalam pengembangan game pembelajaran. Proses pengembangan game memerlukan perancang yang memiliki pemahaman yang lebih baik tentang sifat pembelajaran dibanding pada perancang kurikulum. Karena dalam merancang game harus memiliki pemahaman mengenai pembelajaran yang dibutuhkan untuk diintegrasikan dengan permainan yang sesuai (Papert, 1980).
Game dapat mempengaruhi motivasi pembelajaran dalam berbagai ilmu pengetahuan pendidikan baik formal maupun informal. Game merupakan bagian dari teknologi yang mampu memenuhi kebutuhan generasi Alpha yang menghabiskan sebagian waktunya bersama dengan
teknologi (Sterbenz, 2015). Ilmu komputer mencakup banyak karakteristik yang mampu menjadi alat proses pendidikan yang lebih spesifik, misalnya game komputer mampu memberikan pembelajaran aktif Obliger dalam (Katmada, Mavridis, & Tsiatsos 2014).
Game dapat diintegrasikan dalam pembelajaran melalui tiga cara yaitu game, game-based learning, dan gamification. Bruder (2014) mendefinisikan game sebagai aktivitas permainan yang hanya sebagai media hiburan yang memiliki peraturan tertentu dan tujuan yang ditetapkan. Dalam sebuah game, menang dan kalah adalah bagian dari permainan. Prensky (2001) menyebutkan beberapa fitur yang melibatkan game yaitu: tujuan, oposisi, interaksi, representasi, dan hasil. Demikian pula Kill (2005), yang mengusulkan model game berdasarkan teori aliran dan prinsip-prinsip pembelajaran seperti; analisis kebutuhan dalam pembelajaran, desain model game yang dapat digunakan dan disesuaikan untuk pembelajaran, dan evaluasi game pembelajaran. Wahono (2008) menjelaskan karakteristik game yang menyenangkan, memotivasi, membuat kecanduan dan kolaboratif membuat aktivitas ini digemari oleh banyak orang.
Game-based learning adalah game yang menyediakan permainan seru yang dapat dimainkan sambil belajar (Syahri, 2013). Game-based learning dapat meningkatkan motivasi, keterlibatan, dan pencapaian siswa di berbagai bidang. Kegiatan ini menggabungkan aktivitas berbasis permainan digital dan konten pendidikan yang sering disebut sebagai
Digital Game-based Learning (DGBL) (Malone, 1980 & Kafai, 2001). DGBL dianggap mampu membuat pembelajaran yang sulit atau kurang menarik menjadi lebih menarik, mudah dimengerti, dan menyenangkan untuk dipelajari. Aktivitas game-based learning memuat tujuan pembelajaran, untuk memotivasi sesorang agar tertarik dengan beberapa tindakan dan belajar sebagai hasil akhir. Peserta didik dapat menggunakan game-based learning untuk evaluasi atau latihan pada proses pembelajaran (Sasongko & Suswanto, 2017).
Menurut Eck (2006), game-based learning telah ditetapkan sebagai sektor dengan tiga pendekatan berbeda yaitu, siswa membuat sendiri game edukasi dengan bantuan pendidik, pendidik menggunakan game komersial di kelas yang belum dikembangkan untuk tujuan pendidikan, dan pendidik menggunakan game di kelas yang dirancang khusus untuk pendidikan. Penggunaan game-based learning ini sangat membantu dalam proses pembelajaran khususnya dalam teknologi dan pendidikan matematika (Katmada, Mavridis, & Tsiatsos, 2014).
Gamification adalah suatu istilah untuk pengguna permainan elemen video dalam sistem non-game yang berfungsi untuk meningkatkan pengalaman dan keterlibatan pengguna (Deterding et al., 2011). Definisi tersebut juga dinyatakan oleh Bruder (2014), yang mendefinisikan gamification sebagai sebuah aktivitas non - game, yang dibentuk melalui prinsip-prinsip game. Karl (2012) mendefinisikan gamification sebagai mekanika, estetika, dan pemikiran permainan berbasis game untuk
melibatkan seseorang, memotivasi tindakan, dan mempromosikan pembelajaran dan memecahkan masalah. Biro dalam (Mozelius, Olson & Collin, 2015) menyatakan bahwa gamification memiliki lebih banyak kesamaan dengan konsep behaviorisme dibanding dengan pendekatan kognitif, konstruktivis, dan connectivist.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa gamification menggunakan elemen desain game tetapi tidak dianggap sebagai game. Gamification menggunakan sistem gamified yang dirancang seperti game dan memiliki tujuan lain selain menjadi bagian dari game konteks non-game. Gamification membutuhkan upaya untuk mencoba mencampur banyak prinsip pengajaran/pembelajaran bersama untuk menyelesaikan tugas kompleks. Karena dalam pendidikan, peserta didik biasanya menghadapi masalah sesuai dengan kecakapan dan minat mereka. Bruder juga mendefinisikan gamification sebagai mekanik permainan untuk memecahkan masalah dan meningkatkan motivasi partisipasi. Gamification memiliki lebih banyak konsumen dengan behavior konsep dibanding dengan pendekatan kognitif, konstruktivis, dan connectivist. Dalam behavioris di atas merupakan, pelajar dianggap sebagai individu reaktif yang didorong oleh insting dan termotivasi secara ekstrinsik oleh seseorang yang aktif untuk mempelajari pengetahuan. Namun dalam teori pelajar gamification dianggap sebagai individu proaktif yang sadar dengan motivasi instrinsik pengetahuan (Bruder, 2014; Deterding et al, 2011; Karl, 2012)
Pada intinya gamification hanya merupakan alat untuk mencapai target tertentu di area manapun dan biasanya tidak berorientasi pada permainan. Gamification juga dapat digunakan untuk memotivasi sesorang untuk mengambil tindakan dan melakukan sesuatu. Penggunaan gamification pada pendidikan umumnya hanya berfokus pada peningkatan minat siswa untuk mengikuti proses pelajaran, meningkatkan semangat kompetisi di kelas, memotivasi mereka untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Gamification juga berfungsi sebagai alat untuk mendapatkan poin, dan mencapai level tertentu.
Tabel 2.1 Perbandingan Game, Game-based Learning, dan Gamification (Backer, 2015)
Game Game-based Learning Gamification Game hanya sebagai
hiburan, bisa memiliki atau tidak memiliki
aturan dan tujuan
Memiliki tujuan pembelajaran
Berupa tugas untuk mengumpulkan poin
dan hadiah
Menang dan kalah merupakan bagian dari
game
Kekalahan dalam mengumpulkan poin merupakan motivasi sesorang untuk belajar
sebagai hasil akhir
Kekalahan dalam mengumpulkan poin merupakan motivasi
sesorang untuk melakukan sesuatu Pertama game untuk
bermain dan kedua untuk mendapatkan
hadiah
Kadang-kadang hanya dengan memainkan game sudah senang
Secara intrinsik poin dan hadiah adalah tujuan dalam bermain
. Biasanya sulit dibuat
dan mahal
Biasanya sulit dibuat dan mahal
Mudah didapatkan dan murah
Cerita dan adegan merupakan bagian dari
game
Konten disesuaikan dengan cerita dan adegan dari game.
Biasanya game seperti fitur yang ditambahkan untuk LMS atau sistem lain
Tabel di atas menunjukkan bahwa game hanya sebagai hiburan, tidak memiliki aturan dan tujuan yang ditetapkan, menang dan kalah adalah bagian dari game. Reward dalam game dapat berupa hadiah. Proses perancangan game biasanya terbilang sulit dan mahal. Game memiliki alur seperti cerita dan adegan yang merupakan bagian dari permainan.
Game-based learning merupakan game yang dirancang khusus untuk tujuan pendidikan, penggunaan game-based learning dalam konteks pembelajaran dirancang sesuai dengan materi dan tujuan pembelajaran. Game-based learning ini bisa melibatkan aktivitas belajar dengan bermain game. Secara khusus, game-based learning adalah tentang bagaimana pembelajaran terjadi dengan penggunaan permainan (terutama digital). Game-based learning dapat dijadikan sebagai evaluasi dalam proses pembelajaran. Game-based learning berfungsi untuk memotivasi siswa agar tertarik mengikuti proses pembelajaran. Perancangan game-based learning terbilang sulit dan mahal untuk dirancang. Konten yang ada dalam game-based learning selalu terjadi perubahan sesuai dengan cerita dan adegan permainan.
Gamification merupakan elemen desain game dalam konteks non-game. Gamification tidak selalu tentang pembelajaran dan bisa digunakan dalam konteks apapun. Contohnya dalam perusahaan yang menawarkan poin, sistem penghargaan, dan teknik berbasis insentif lainnya. Gamification biasanya digunakan untuk meningkatkan produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Gamification dapat dijadikan sebagai alat
untuk mengumpulkan poin dan hadiah. Gamification berbeda dengan game-based learning, gamification memiliki fungsi untuk memotivasi seseorang dalam mengambil tindakan dan melakukan sesuatu. Dalam proses perancangannya, gamification lebih mudah dan lebih murah.
Menurut Prensky (2006) proses dalam menciptakan pembelajaran berbasis game digital adalah, (1) menemukan atau membuat game yang dapat menarik siswa, (2) menemukan kegiatan belajar dan teknik yang akan diajarkan, (3) menyeimbangkan antara belajar dan bermain, (4) mempertimbangkan konteks pembelajaran, teknologi, dan sumber yang ada.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam proses pembelajaran diperlukan pemanfaatan teknologi yang dikembangkan melalui game pembelajaran. Game pembelajaran dapat dirancang sesuai dengan tahap-tahap perkembangan dan konteks pembelajaran yang memuat keterampilan, pengetahuan, dan pemahaman dari semua konteks mata pelajaran. Game ini dikembangkan untuk latihan atau evaluasi materi perkalian dan pecahan, tidak bisa digunakan untuk menanamkan konsep perkalian dan pecahan secara langsung, dengan kata lain siswa telah mengenal materi konsep perkalian dan pecahan sebelum bermain game. Pengembangan game pembelajaran dalam penelitian ini memiliki beberapa ciri yang masuk ke dalam ciri-ciri game-based learning. Ciri-ciri game tersebut mencakup tujuan pembelajaran, kekalahan dalam mengumpulkan poin merupakan motivasi seseorang untuk belajar sebagai
hasil akhir, dan konten disesuaikan dengan cerita dan adegan dari game. Game tersebut digunakan pada mata pelajaran matematika sebagai media pembelajaran. Dengan menggunakan game ini dalam proses pembelajaran diharapkan siswa akan lebih mudah dalam memahami mata pelajaran matematika pada materi perkalian dan pecahan.
3. Matematika
Matematika adalah pengetahuan yang tidak dapat berdiri sendiri, tetapi dapat membantu manusia untuk memahami dan memecahkan permasalahan sosial, ekonomi, dan alam dalam kehidupan sehari hari (Kline, 1978). Menurut Freudenthal (1991), matematika merupakan cara berpikir logis yang dikemas dalam bilangan, ruang, dan bentuk aturan-aturan dengan yang telah ada dan tidak lepas dari aktivitas sehari-hari. Matematika merupakan angka-angka dan perhitungan yang merupakan bagian dari kehidupan manusia (Sutrisman & Tambunan, 1987)
Fungsi dari matematika juga dijelaskan oleh Wahyudi (2008) yang menjelaskan bahwa matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berhitung, bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir dan model matematika serta sebagai alat komunikasi melalui symbol, tabel, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan. Matematika juga membantu sesorang untuk melatih cara berpikir dan menalar dalam menarik kesimpulan. Hal ini didukung oleh pendapat Hermawan (2010), yang menjelaskan bahwa
mata pelajaran matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol matematika, serta penalaran yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan masalah sehari-hari .
Pembelajaran matematika memiliki ciri-ciri khas, yang berbeda dengan pembelajaran lainnya. Menurut Suherman (2003), karakteristik pembelajaran matematika di sekolah yaitu sebagai berikut.
a. Pembelajaran matematika berlangsung secara bertahap. Materi pembelajaran diajarkan secara berjenjang atau bertaraf yaitu dari hal konkret ke abstrak, hal yang sederhana ke kompleks atau konsep mudah ke konsep yang lebih sukar.
b. Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral. Setiap mempelajari konsep baru perlu memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari. matematika memerlukan pengulangan konsep atau bahan ajar dengan cara memperluas dan memperdalam
c. Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif. Matematika tersusun secara deduktif dan aksiomatik. Namun demikian, harus dapat dipilihkan pendekatan yang cocok dengan kondisi siswa. Dalam pembelajaran belum sepenuhnya menggunakan pendekatan tetapi masih campur dengan deduktif.
d. Pembelajaran matematika mengganti kebenaran konsistensi. Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan Kebenaran-kebenaran
konsistensi, tidak bertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar bila didasarkan atas pernyataan-pernyataan terdahulu yang telah diterima kebenarannya.
Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu yang berkaitan dengan angka-angka dan perhitungan, bilangan dan hubungan antar bilangan. Mata pelajaran matematika dapat dikatakan penting karena mampu memudahkan seseorang dalam menyelesaikan masalah sehari-hari sesuai dengan apa yang telah dikatakan oleh ahli. Pengembangan game disesuaikan dengan tujuan pembelajaran matematika di SD. Dalam produk game terdapat materi matematika yang dapat membantu menyelesaikan masalah dan melatih siswa untuk memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Pengembangan game pembelajaran matematika memuat materi perkalian dan pecahan yang digunakan dalam penelitian. Materi perkalian yang mulai diajarkan sejak kelas II SD dan diperdalam di kelas III SD (Susilowati, 2016). Definisi dari perkalian adalah bentuk penjumlahan berulang, penjumlahan merupakan penambahan dari sekelompok bilangan atau lebih menjadi suatu bilangan yang merupakan hasil jumlah (Supriadi (dalam Wiyantari, 2013)). Selain itu terdapat pendapat lain dari Simajuntak (1993 : 121) yang menyatakan bahwa perkalian terdiri dari multiplicond dan multiplier. Multiplicond merupakan bilangan yang dijumlahkan sebanyak bilangan pengali. Multiplier adalah bilangan yang merupakan sebagai pengali itu sendiri. Hasil kali antara multiplicond dan multiplier disebut product.
Definisi dari pecahan secara sederhana, dapat dikatakan pecahan yang merupakan sebuah bilangan yang memiliki pembilang dan penyebut, pecahan adalah bilangan yang menggambarkan bagian dari suatu keseluruhan, bagian dari suatu daerah, bagian dari suatu benda atau bagian dari suatu himpunan (Kasmiati, 2004). Listyastuti (2004) juga mengatakan bahwa suatu pecahan didefinisikan sebagai beberapa bagian yang sama besar. Bagian-bagian tersebut memiliki nilai pecahan.
Matematika dalam penelitian ini mencakup Kompetensi Inti 3, yaitu Memahami Pengetahuan Faktual dan Konseptual dengan Cara Mengamati dan Menanya Berdasarkan Rasa Ingin Tahu Tentang Dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah, dan tempat bermain. Penelitian ini juga mencakup Kompetensi Dasar 3.2 Menjelaskan dan Melakukan Perkalian dan Pembagian Pecahan dan Desimal. Penelitian ini berfokus pada menentukan hasil operasi hitung perkalian yang melibatkan berbagai bentuk pecahan.
4. Scratch
Scratch merupakan pemrograman yang dapat digunakan untuk membuat game, animasi, cerita interakif, dan sebagai program visual yang memiliki banyak warna (Resnick, 2009). Scratch adalah bahasa pemrograman visual yang didesain untuk memperkenalkan konsep pemrograman komputer secara sederhana sehingga dapat dipahami oleh siapapun dari berbagai latar belakang (Iskandar & Raditya, 2017). Menurut Martanti (dalam Fatchurrochman, 2007), Scratch merupakan bahasa pemrograman yang
berorientasi objek. Perangkat lunak pemrograman visual seperti Scratch, memungkinkan sebagian besar orang untuk berpartisipasi dalam berbagai macam proyek yang kreatif (Peppler & Kafai, 2007).
Program visual Scratch dibangun di atas ide-ide constructionism dari LOGO. Versi pertama bahasa pemrograman LOGO diciptakan oleh Seymour Papert dari Labortorium Artifisial Intelijen di MIT (Massacushet Institute of Technology) pada tahun 1967, sebagai sebuah ofshoot bahasa pemrograman LISP. Dari versi inilah kemudian muncul banyak versi LOGO beredar. Pada tahun 1980, LOGO mendapatkan momentum, dengan adanya versi dalam sistem MSX, Commodore, Atari, dan IBM PC (Betha, 2006). Versi-versi tersebut secara utama digunakan untuk kebutuhan pendidikan yang merupakan pemrogram visual dengan menciptakan proyek dengan perantara berupa gambar (Kadir & Nurcito, 2011).
Program Scratch dikembangkan oleh Lifelong Kindergarten Group pada MIT (The Massachusetts Institute of Technology) Media Lab, Amerika Serikat dan Lego Company sejak 2007. Kedua grup ini memiliki ide pembuatan program visual Scratch setelah melihat anak-anak yang bermain LEGO. Scratch merupahan program visual hasil dari penyempurnaan pengembangan aplikasi LOGO yang dibuat oleh Papert. Proyek Scratch seperti cerita animasi, game, dan seni interaktif, yang berguna untuk mengembangkan teknologi, matematika dan keterampilan memecahkan masalah, serta membangun percaya diri yang baik di lingkungan hidup mereka (Kadir & Nurcito 2011). Berikut ini adalah tampilan layar Scratch.
Gambar 2.1 Interface Scratch
Scratch memiliki tampilan interface/ antarmuka yang sangat sederhana. Konsep pemrograman Scratch divisualisasikan dalam bentuk blok-blok program yang dipasang seperti sebuah puzzle. Scratch dapat digunakan untuk membuat aplikasi, animasi, dan games. Menurut Enggar dan Cahyo (2015), Scratch memiliki fitur penting sebagai berikut.
a. Green Flag yang digambarkan dengan bendera warna hijau yang berfungsi sebagai memulai/ menjalankan script.
b. Stop Sign yang dilambangkan dengan tombol berwarna merah yang berfungsi untuk menghentikan script.
c. Stage adalah tempat untuk menampilkan sprite. Lebar stage adalah 480 dan memiliki tinggi 360.
d. Backdrop merupakan latar yang dapat diubah-ubah untuk menggantikan warna putih pada stage.
e. Sprite list merupakan karakter yang dianimasikan, secara default, sprite yang digambarkan dalam Scratch adalah seekor kucing.
f. New Sprite Button untuk menampilkan sprite lainnya dan untuk mengganti gambar kucing/ menggandakan/ menambahkan sprite lainnya.
g. Block Pallette memiliki 10 jenis blok. Setiap blok memiliki warna dan terdiri dari pilihan-pilihan kondisi dan aksi yang bisa dilakukan di dalam Scratch.
h. Script area adalah tempat untuk meletakkan sekumpulan blok yang disebut dengan script.
Menurut Enggar dan Cahyo (2015) Scratch memiliki sepuluh macam command block. Kesepuluh command block dalam Scratch dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2. 2 Command Block
Kesepuluh command block tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Motion (gerakan)
ini ditandai dengan warna biru b. Looks (tampilan)
Berisi tampilan yang bisa dikenakan oleh sprite. Aksi tampilan ini ditandai dengan warna ungu.
c. Sound (suara)
Berisi suara yang bisa diperdengarkan oleh sprite. Aksi suara ini ditandai dengan warna merah magenta.
d. Pen (pena)
Berisi aksi yang bisa dilakukan oleh sprite untuk membuat aneka bentuk garis dari pena. Aksi pena ini ditandai dengan warna hijau. e. Data (data)
Digunakan untuk membuat variabel baru. Aksi data ditandai dengan warna orange.
f. Events (kejadian)
Berisi perintah - perintah yang dapat digunakan untuk menjalankan sprite. Aksi dari kejadian ini ditandai dengan warna coklat.
g. Control (kontrol)
Berisi kondisi sebagai syarat dilakukannya aksi oleh sprite. Aksi kontrol ini ditandai dengan warna kuning emas.
h. Sensing (sensor)
Berguna untuk mendeteksi sesuatu. Aksi sensor ini ditandai dengan warna biru muda.
i. Operators (operator)
Berisi operator matematika dan operator string. Aksi operator ini ditandai dengan warna hijau muda.
j. More blocks (blok lain)
Digunakan untuk membuat blok sendiri dengan perintah sesuai kehendak pemrogram. Dalam aksi ini bisa ditambahkan ektensi dari Picoboard, Lego versi 1.0, dan Lego versi 2.0.
Program visual Scratch memiliki manfaat dalam dunia pendidikan. Penggunaan program Scratch dalam dunia pendidikan masih tergolong baru. Scratch masih sedikit difungsikan sebagai media dalam dunia pendidikan. Dari hasil studi yang dilakukan oleh Dahotre et al. (n.d), Scratch terbukti mampu membantu memecahkan masalah yang berkaitan dengan belajar. Scratch digunakan untuk membuat program, mulai dari membuat animasi, permainan, sampai dengan edukasi. Peran Scratch dalam pembelajaran adalah sebagai sarana penyampaian materi atau bisa digunakan sebagai permainan. Scratch digunakan untuk menyampaikan materi menggunakan animasi, gambar, dan game. Animasi, gambar, dan game mampu menarik siswa dan memudahkan mereka memahami materi yang disampaikan. Scratch juga dapat digunakan sebagai permainan.
Program Visual Scratch memiliki beberapa keunggulan. Menurut Sumarno (2011), Scratch memiliki keunggulan-keunggulan sebagai berikut.
a. Scratch memiliki ragam bahasa yang sangat banyak sehingga setiap negara bisa menggunakan bahasanya masing-masing
b. Antarmuka (interface) yang sangat sederhana dan mudah digunakan untuk anak-anak.
c. Tampilan Scratch yang menarik bagi anak-anak karena memuat banyak warna.
d. Anak-anak lebih mudah belajar logika pemrograman tanpa harus dirumitkan dengan penulisan sintaks dalam bahasa pemrograman pada umumnya.
e. Scratch membantu anak memecahkan masalah, animasi dan game, Scratch memungkinkan setiap orang dengan mudah menggabungkan gambar, suara maupun video tanpa harus memiliki kemampuan khusus di bidang pemrograman dan animasi dapat dibentuk, dijalankan dan dikontrol. f. Scratch mampu dijalankan pada sistem operasi Windows.
g. Program visual Scratch dapat berjalan di operating sistem multiplatfrorm, sehingga program visual Scratch bisa berjalan di semua web browser.
Beberapa keunggulan Scratch juga diungkapkan oleh Resnick (2009) antara lain :
1) Perbedaan (diversity) Mendukung banyak tipe proyek yang berbeda (cerita, permainan, animasi, simulasi), jadi orang-orang dengan berbagai macam kalangan tertarik untuk bekerja pada proyek yang mereka buat.
2) Personalisasi (personalization) memudahkan orang-orang untuk membuat proyek Scratch dengan mengimpor foto dan video, merekam suara, dan membuat grafis.
Menurut Resnick et al. (2010), tiga prinsip utama pemrograman Scratch adalah more tinkerable, more meaningful, dan more social dibandingkan dengan pemrograman lain.
a. More tinkerable
Scratch dapat digunakan tanpa harus memiliki keahlian untuk menggunakan program Scratch. Pengguna Scratch tidak perlu tahu tentang bahasa pemrograman yang rumit karena, di dalam program Scratch, script yang ada menggunakan sistem blok.
b. More meaningful
Program Scratch memiliki dua prioritas utama, yaitu diversity dan personalization. Diversity artinya mendukung berbagai macam jenis proyek (cerita, permainan, animasi dan simulasi). Personalization artinya adalah mempermudah penggunanya untuk mendesain proyek mereka, memasukan foto, musik, video, dan membuat grafik.
c. More social
Proyek yang telah kita buat bisa kita unggah di website resmi pengembang program Scratch. Di sana semua orang bisa melihat hasil karya orang lain dan memberi komentar pada karya orang lain. Selain itu, kita bisa mengunduh hasil karya orang lain dan mengeditnya kembali.
Selain memiliki kelebihan, Scratch juga memiliki kelemahan yaitu program Scratch tidak bisa dioperasikan di komputer Linux dan pengguna tidak bisa secara langsung mengkonversi ke format lain. Scratch dapat dikonversi ke format lain dengan menggunakan aplikasi tambahan lainnya
yaitu, aplikasi converter untuk mengubah ekstensi file ke bentuk SWF (Shockwave Flash).
Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa Scratch adalah salah satu bahasa pemrogram visual yang dapat digunakan untuk membuat game, animasi, dan cerita interaktif dengan tampilan antarmuka yang sederhana yang mudah digunakan oleh siapapun. Scratch memiliki banyak kelebihan antara lain, keragaman bahasa, tampilan antar muka yang sederhana, dan pemrogram tanpa sintaks. Scratch juga dapat dijalankan secara online maupun offline. Selain itu, program Scratch dapat diunduh secara gratis di halaman web. Namun demikian, Scratcht juga memiliki kelemahan yaitu, program Scratch tidak bisa dioperasikan di komputer Linux dan pengguna tidak bisa secara langsung mengkonversi ke format lain. Scratch dapat dikonversi ke formal lain dengan menggunakan aplikasi tambahan lainnya misalnya ke dalam bentuk SWF (Shockwave Flash).
B. Penelitian yang Relevan
Martanti (2013) melakukan penelitian dengan judul Pengembangan Media Animasi Dua Dimensi Berbasis Java Scratch Materi Teori Kinetik Gas untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa SMA. Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan mengembangkan program media pembelajaran dengan animasi dua dimensi berbasis Scratch materi teori kinetik gas serta mengetahui gambaran kemampuan dan efektivitas program sebagai alat
pembelajaran fisika. Hasil dari penelitan ini yaitu media pembelajaran dengan animasi dua dimensi berbasis Scratch untuk materi teori kinetik gas dapat membantu siswa untuk memahami konsep fisika yang masih abstrak dan siswa merasa tertarik dengan pembelajaran menggunakan program media pembelajaran dengan animasi dua dimensi berbasis Scratch. Relevansi penelitian ini adalah pada penggunaan aplikasi Scratch sebagai penelitian pengembangannya.
Hansun (2014) melakukan penelitian dengan judul Rancang Bangun Permainan Interaktif dengan Scratch. Dalam penelitian ini dijelaskan langkah-langkah dalam menggunakan program visual Scratch untuk pembuatan permainan untuk pemula. Tujuan penulis adalah untuk membantu programmer dalam membuat aplikasi-aplikasi interaktif, terutama untuk pemula dalam konsep pemrogramman. Relevansi penelitan ini adalah pada penggunaan aplikasi Scratch untuk pembuatan permainan.
Iskandar dan Raditya (2017) melakukan penelitian dengan judul Pengembangan Bahan Ajar Project Based Learning berbantuan Scratch yang memuat penjelasan mengenai pengembangan perangkat pembelajaran dengan model Project Based Learning dengan bantuan program visual Scratch dengan tujuan mempermudah setiap orang dari berbagai umur untuk membuat animasi permainan game. Peneliti menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan siswa dengan mengembangkan perangkat pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kurikulum serta mempertimbangkan pengajar
dan siswa. Relevansi dari penelitian ini ada pada penggunaan aplikasi Scratch yang peneliti gunakan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran.
Nugraha (2015) yang melakukan penelitian dengan judul Efektivitas Media Interaktif Berbasis Scratch pada Pembelajaran Biologi Materi Sel di SMA Teuku Umar Semarang, mengangkat program Scratch yang belum banyak digunakan dan dimanfaatkan dalam dunia pendidikan. Dalam penelitian ini, Scratch digunakan dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas dari media interaktif berbasis Scratch. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Scratch mampu memotivasi siswa sehingga motivasi belajar siswa masuk ke dalam kategori tinggi dan sangat tinggi, aktivitas siswa juga masuk dalam kategori aktif dan sangat aktif. Selain itu, Scratch juga mempengaruhi hasil belajar dan masuk kategori sedang dan tinggi. Penelitian ini disimpulkan bahwa media interaktif berbasis Scratch dapat digunakan dalam pembelajaran secara efektif. Relevansi dari penelitian ini ada pada penggunaan aplikasi Scratch.
Kalelioglu, Filiz, dan Gulbahar (2014) melakukan penelitian yang berjudul The Effects of Teaching Proframming Via Scratch on Problem Solving Skills: A Discussion from Learners Perspective. Dalam penelitian ini dibahas upaya eksplorasi untuk menyelidiki efek dari pemrogram Scratch pada keterampilan pemecahan masalah siswa sekolah dasar kelas 5. Penelitian ini dilakukan dalam metode campuran dengan partisipasi siswa 49 siswa sekolah dasar. Hasil dari penelitian ini tidak menunjukkan perbedaan signifikan dalam keterampilan pemecahan masalah siswa sekolah dasar.
Hanya terdapat peningkatan yang tidak signifikan dalam faktor percaya diri, namun dapat dinyatakan bahwa semua siswa menyukai program Scratch. Meskipun penelitian ini tidak menunjukan hasil yang signifikan, program Scratch berhasil menarik siswa kelas 5. Relevansi dari penelitian ini pada aplikasi Scratch dan siswa kelas 5 sebagai subjek penelitiannya. Berikut Ini adalah literatur map dari peneitian yang relevan.
Gambar 2.3 Literatur Map Penelitian yang Relevan
Kelima penelitian tersebut memiliki hubungan persamaan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh peneliti. Persamaan tersebut terletak pada program yang digunakan yaitu program visual Scratch. Persamaan lain terdapat pada subjek penelitian yaitu siswa kelas V. Selain memiliki
Yang akan diteliti (2018) :
Pengembangan Game Pembelajaran Matematika untuk Siswa Kelas V SD Negeri Deresan dengan Menggunakan Program Visual
Scratch Penelitian Pengemba-ngan Media Animasi Dua Dimensi Berbasis Java Scratch Materi Teori Kinetik Gas Siswa SMA (Martanti, 2013) Rancang Bangun Permainan Interaktif dengan Scratch. (Hansun, 2014) Pengemban gan Bahan Ajar Project Based Learning berbantuan Scratch. ( Ratu & Aji,
2017) Efektivitas Media Interaktif berbasis Scratch pada Pembelajar-an Biologi Materi Sel di SMA Teuku Umar Semarang (Nugraha, 2015) The Effects of Teaching Proframmin g via Scratch on Problem Solving Skills : A Discussion from Learners Prespective ( Kalelioglu, Filiz, Gubhar, & Yasemin, 2014)