• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN GAME PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK SISWA KELAS IV SD NEGERI JOMBLANG 2 DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM VISUAL SCRATCH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGEMBANGAN GAME PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK SISWA KELAS IV SD NEGERI JOMBLANG 2 DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM VISUAL SCRATCH"

Copied!
203
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN GAME PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK SISWA KELAS IV SD NEGERI JOMBLANG 2 DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM VISUAL SCRATCH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Dwi Setyo Wibowo NIM: 141134073

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2018

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

PERSEMBAHAN Bismillahirrohmanirrohim

Dengan Rahmat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang...

Saya persembahkan karya ini untuk :

1. Abi dan Umi, terimakasih atas limpahan kasih sayang selama ini, doa dan kesabaran yang tak terhingga dan selalu memberikan yang terbaik.

2. Kakak saya, Lutfiatus So’imah yang selalu memberikan dukungan dan motivasi.

3. Dosen Pembimbing saya, Bu Yunia dan Bu Christi yang telah memberikan bimbingan selama ini dan bersabar terhadap saya.

4. Pacar saya, Ulfi Aulia Fauziana yang selalu memberikan dorongan, dukungan, semangat, dan membantu saya translate jurnal.

5. Kelompok skripsi saya Yose, Elmi, Intan, Tian, dan Astok yang selama ini dalam pengerjaannya saling membantu dan mensupport.

6. Personil “RT Crew” Sanggar, Dika, Tomas, Pepi, dan Sutapa terima kasih atas semuanya. Kalian adalah tempat saya untuk kembali disaat saya benar dan salah, menang dan kalah, disaat saya suka dan duka.

7. Teman – teman yang lain, yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu terimakasih telah berteman dengan saya selama ini.

8. Almamater tercinta Universitas Sanata Dharma.

(5)

v MOTTO

”Man jadda wajadda”

(Barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil)

“Man Shabara Zhafira”

(Barang siapa yang bersabar pasti akan beruntung)

“Man Sara ala darbi washala”

(Barang siapa yang menapaki jalannya pasti akan sampai jalannya) - Makhfudzat Arab -

(6)

vi

(7)

vii

(8)

viii ABSTRAK

PENGEMBANGAN GAME PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK SISWA KELAS IV SD NEGERI JOMBLANG 2 DENGAN MENGGUNAKAN

PROGRAM VISUAL SCRATCH Dwi Setyo Wibowo

Universitas Sanata Dharma 2018

Analisa kebutuhan siswa saat ini menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran matematika diperlukan media pembelajaran berbasis teknologi. Game merupakan salah satu pembelajaran berbasis teknologi yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran dan mudah diterima oleh siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan media pembelajaran berbasis ICT dalam bentuk game, mengetahui langkah-langkah pengembangan, dan mengetahui kelayakan produk pada mata pelajaran matematika untuk siswa kelas IV SD Negeri Jomblang 2. Produk game dibuat dengan menggunakan program visual Scratch.

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian dan pengembangan (R&D).

Penelitian ini dikembangkan dengan menggunakan enam langkah model pengembangan ASSURE, yaitu 1) analyze learner, 2) state objectives, 3) select methods, media and material, 4) utilize media and material, 5) require learner’s participation, 6) evaluate and review.

Penelitian ini menghasilkan media pembelajaran matematika berupa game berbasis ICT yang didalamnya terdapat audio, teks, dan gambar. Produk game divalidasi oleh ahli matematika, ahli ICT, dan guru kelas IV SD Negeri Jomblang 2 dengan rerata skor 3,3 (cukup baik). Hasil validasi menunjukkan produk game layak untuk diujicoba pada siswa. Hasil uji coba lapangan pada siswa menunjukkan game masuk dalam kategori sangat baik dengan rerata 4,28. Penelitian ini menunjukkan produk game mata pelajaran matematika berbasis ICT yang dibuat oleh peneliti masuk dalam kategori baik dengan rerata skor 3,79 sehingga layak digunakan dalam proses pembelajaran matematika.

Kata kunci: game, ICT, matematika, program visual Scratch, ASSURE

(9)

ix ABSTRACT

THE DEVELOPMENT OF MATHEMATICS LEARNING GAME FOR 4TH

GRADE STUDENT IN JOMBLANG 2 PUBLIC ELEMENTARY SCHOOL USING SCRATCH VISUAL PROGRAM

Dwi Setyo Wibowo Sanata Dharma University 2018

The student’s needs nowadays shows that in the learning process, especially in mathematics subject, technology-based learning media is needed.

Game is one of the technology-based learning that has the potential to be applied in the learning process and is easily accepted by the students. This study aim to develop media-based learning ICT in the dorm of games, to find out the steps of development, and to find out whether the products used in mathematics subjects especially for fourth grade students of SD Negeri Jomblang 2 where feasible or not. Game products are made using Scratch visual program.

This research was kind of research and development which was processed using six steps of ASSURE development model. Six step of ASSURE development model consisted of 1) analyze learner, 2) state objectives, 3) select methods, media and material, 4) utilize media and material, 5) require learner’s participation, 6) evaluate and review.

This research produced an ICT basic mathematics learning game which featured with audio, text, and image. The game was validated by the mathematician, ICT expert, and the teacher of 4th grade student in Jomblang 2 Public Elementary School. The validation score was 3,3 (good enough). Based on the validation score, this game was good enough to be tested on the student. The student trial result showed the mathematics learning game was a very good instrument for learning mathematics with score 4,28. This research showed the ICT basic mathematics learning game was a good instrument to be used as learning media in school with score 3,79..

Key words: game, ICT, mathematics, Scratch visual program, ASSURE

(10)

x

(11)

xi

(12)

xii

(13)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 3

C. Rumusan Masalah ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. Manfaat Penelitian ... 4

(14)

xiv

F. Definisi Operasional ... 5

G. Spesifikasi Produk ... 5

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori ... 7

1. Teknologi dan Tahap Perkembangan Siswa ... 7

2. Penggunaan Game dalam Pembelajaran ... 16

3. Program Visual Scratch ... 20

4. Matematika ... 27

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 31

C. Kerangka Berpikir ... 35

D. Pertanyaan Penelitian ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 37

B. Setting Penelitian ... 39

C. Prosedur Pengembangan ... 39

D. Teknik Pengumpulan Data ... 54

1. Wawancara ... 54

2. Observasi ... 56

3. Kuesioner ... 57

E. Instrumen Penelitian ... 58

1. Lembar Pedoman Wawancara ... 58

2. Lembar Observasi ... 59

3. Lembar Kuesioner ... 60

(15)

xv

F. Teknik Analisis Data ... 62

1. Data Kuantitatif ... 62

2. Data Kualitatif ... 65

BAB IV HASIL PENELITIAN PENGEMBANGAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pengembangan ... 70

1. Data Analisis Kebutuhan ... 70

2. Deskripsi Produk Awal ... 71

3. Data Uji Coba dan Revisi Produk ... 77

a. Data Validasi Ahli Matematika ... 77

b. Data Validasi Ahli ICT ... 89

c. Data Validasi Guru Kelas IV ... 93

d. Data Validasi Lapangan ... 94

e. Analisis Data ... 98

B. Pembahasan ... 132

C. Kelebihan dan Kekurangan Produk ... 139

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 140

B. Keterbatasan Penelitian ... 143

C. Saran ... 143

DAFTAR PUSTAKA ... 144

LAMPIRAN ... 152

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... 182

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Perbedaan Game, Game-based Learning, dan Gamification ... 19

Tabel 3.1 Lembar Kisi-kisi Wawancara ... 59

Tabel 3.2 Lembar Kisi-kisi Observasi ... 60

Tabel 3.3 Lembar Kisi-kisi Kuesioner ... 61

Tabel 3.4 Konversi Nilai Skala Lima ... 63

Tabel 3.5 Kriteria Skor Skala Lima ... 65

Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Lapangan ... 96

Tabel 4.2 Analisis Data Penilaian Ahli Matematika ... 98

Tabel 4.3 Analisis Data Penilaian Ahli ICT ... 99

Tabel 4.4 Analisis Data Penilaian Guru Kelas IV ... 100

Tabel 4.5 Analisis Data Keseluruhan Berdasarkan hasil Validasi Ahli ... 102

Tabel 4.6 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 1 ... 104

Tabel 4.7 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 2 ... 105

Tabel 4.8 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 3 ... 106

Tabel 4.9 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 4 ... 107

Tabel 4.10 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 5 ... 109

Tabel 4.11 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 6 ... 110

Tabel 4.12 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 7 ... 111

Tabel 4.13 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 8 ... 112

Tabel 4.14 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 9 ... 113

Tabel 4.15 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 10 ... 113

(17)

xvii

Tabel 4.16 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 11 ... 116

Tabel 4.17 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 12 ... 117

Tabel 4.18 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 13 ... 118

Tabel 4.19 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 14 ... 120

Tabel 4.20 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 15 ... 121

Tabel 4.21 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 16 ... 122

Tabel 4.22 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 17 ... 123

Tabel 4.23 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 18 ... 124

Tabel 4.24 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 19 ... 125

Tabel 4.25 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 20 ... 127

Tabel 4.26 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 21 ... 128

Tabel 4.27 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 22 ... 129

Tabel 4.28 Rekapitulasi Uji Coba Lapangan ... 130

(18)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Antarmuka Scratch ... 22

Gambar 2.2 Command Block dalam Scratch ... 23

Bagan 2.3 Penelitian yang relevan ... 34

Gambar 3.1 Elemen – elemen ASSURE ... 40

Gambar 3.2 Tahap Analisis Data Interaktif Miles ... 66

Gambar 4.1 Halaman Judul Buku Petunjuk ... 76

Gambar 4.2 Daftar Isi Buku Petunjuk ... 77

Gambar 4.3 Tampilan Aturan Bermain Sebelum Revisi ... 79

Gambar 4.4 Tampilan Aturan Bermain Sesudah revisi ... 80

Gambar 4.5 Tampilan Awal Game Sebelum Revisi ... 81

Gambar 4.6 Tampilan Awal Game Setelah Revisi ... 81

Gambar 4.7 Tampilan Tanda Permainan Setelah Revisi ... 82

Gambar 4.8 Item Soal Nomor 1 ... 83

Gambar 4.9 Item Soal Nomor 2 ... 84

Gambar 4.10 Item Soal Nomor 3 ... 84

Gambar 4.11 Item Soal Nomor 4 ... 85

Gambar 4.12 Item Soal Nomor 5 ... 85

Gambar 4.13 Item Soal Nomor 6 ... 86

Gambar 4.14 Item Soal Nomor 7 ... 86

Gambar 4.15 Item Soal Nomor 8 ... 87

Gambar 4.16 Item Soal Nomor 9 ... 87

(19)

xix

Gambar 4.17 Item Soal Nomor 10 ... 88

Gambar 4.18 Item Soal Nomor 11 ... 88

Gambar 4.19 Item Soal Nomor 12 ... 89

Gambar 4.20 Tampilan Awal Game Sebelum Revisi ... 91

Gambar 4.21 Tampilan Awal Game Setelah Revisi ... 91

Gambar 4.22 Tampilan Aturan Bermain Sebelum Revisi ... 92

Gambar 4.23 Tampilan Aturan Bermain Sesudah revisi ... 92

Gambar 4.24 Diagram Batang Penilaian Ahli Matematika ... 99

Gambar 4.25 Diagram Batang Penilaian Ahli ICT ... 100

Gambar 4.26 Diagram Batang Penilaian Guru Kelas IV ... 101

Gambar 4.27 Diagram Batang Rekapitulasi Penilaian Validasi Ahli ... 103

Gambar 4.28 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 1 ... 104

Gambar 4.29 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 2 ... 106

Gambar 4.30 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 3 ... 107

Gambar 4.31 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 4 ... 108

Gambar 4.32 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 5 ... 109

Gambar 4.33 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 6 ... 111

Gambar 4.34 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 7 ... 112

Gambar 4.35 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 8 ... 113

Gambar 4.36 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 9 ... 114

Gambar 4.37 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 10 ... 115

Gambar 4.38 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 11 ... 117

Gambar 4.39 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 12 ... 118

(20)

xx

Gambar 4.40 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 13 ... 119

Gambar 4.41 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 14 ... 120

Gambar 4.42 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 15 ... 122

Gambar 4.43 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 16 ... 123

Gambar 4.44 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 17 ... 124

Gambar 4.45 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 18 ... 125

Gambar 4.46 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 19 ... 126

Gambar 4.47 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 20 ... 128

Gambar 4.48 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 21 ... 129

Gambar 4.49 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 22 ... 130

Gambar 4.50 Diagram Batang Rekapitulasi Penilaian Uji Coba Lapangan ... 132

(21)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1 : SURAT KETERANGAN PENELITIAN ... 152

LAMPIRAN 2 : DATA WAWANCARA ... 154

LAMPIRAN 3 : DATA OBSERVASI ... 155

LAMPIRAN 4 : INSTRUMEN VALIDASI AHLI ... 156

LAMPIRAN 5 : INSTRUMEN UJI COBA ... 168

LAMPIRAN 6 : DATA DOKUMENTASI ... 177

(22)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting untuk diajarkan kepada peserta didik, karena konsep – konsep dasar dalam matematika sering hadir dalam kehidupan sehari – hari. Beberapa alasan yang mendasari perlunya mengajarkan keterampilan matematika pada siswa misalnya, 1) matematika merupakan sarana berpikir, 2) sarana untuk memecahkan masalah sehari – hari, 3) sarana mengenal pola – pola hubungan, 4) sarana untuk mengembangkan kreativitas dan, 5) sarana untuk meningkatkan kesadaran akan kemampuan diri siswa (Cornelius dalam Adrianus, 2013)

Pendidikan matematika berkembang sejalan dengan perubahan dan perkembangan zaman. Manusia di usia dini saat ini sudah mengenal dan sudah berpengalaman dengan menggunakan gadget, smartphone dan kecanggihan teknologi yang ada. Hal ini terjadi karena pola pikir manusia yang terbuka dengan perkembangan serta transformatif dan juga inovatif karena upaya untuk memperbaiki kualitas belajar matematika harus disesuaikan dengan perkembangan teknologi yang terjadi salah satunya dengan menggunakan teknologi sebagai pembelajaran.

(23)

Meskipun demikian, kenyataan yang berbeda ditemukan di lapangan. Hasil observasi menunjukkan bahwa siswa kurang menguasai konsep perkalian dalam matematika khususnya siswa kelas IV SD Negeri Jomblang 2. Bahkan beberapa siswa menghitung perkalian dengan menggunakan bantuan jari kaki. Walaupun dalam pembelajaran guru dan siswa terlibat aktif dalam tanya jawab dan disertai dengan gurauan - gurauan, namun ada beberapa siswa yang kurang paham dengan konsep dasar perkalian sehingga tidak bisa menerima materi dan mengerjakan soal KPK (Kelipatan Persekutuan Kecil) dan FPB (Faktor Persekutuan Besar) dengan baik.

Pada saat ini penggunaan media pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran matematika masih belum sesuai dengan perkembangan zaman. Anak kurang tertarik dengan media yang saat ini digunakan sebagai pembelajaran seperti penggunaan papan tulis untuk menjelaskan materi pembelajaran. Media pembelajaran berperan penting dalam pendidikan untuk memberikan fasilitas pembelajaran sebagai pendukung pembelajaran.

Berdasarkan masalah tersebut peneliti menggunakan teknologi dengan membuat game berbasis Scratch sebagai media pembelajaran matematika. Untuk generasi saat ini, game lebih cocok digunakan untuk pembelajaran karena anak akan lebih suka belajar. Peneliti menggunakan Scratch karena aplikasi ini bisa didapatkan secara gratis (freeware), dan memiliki tampilan desain yang menarik (visual programming). Selain itu,

(24)

Scratch mudah digunakan oleh pemula daripada aplikasi – aplikasi pemrograman lain. Dengan menggunakan program Scratch, peneliti mengembangkan sebuah game tentang perkalian. Dengan adanya game ini siswa diharapkan dapat memecahkan masalah – masalah (problem solving) yang dihadapi dalam pembelajaran matematika khususnya dalam materi perkalian. Selain itu, dengan adanya game ini siswa diharapkan dapat mengembangkan keterampilannya dalam menggunakan komputer.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, sekolah memiliki laboratorium komputer yang bisa digunakan untuk kegiatan belajar mengajar. Namun, laboratorium komputer tersebut hanya digunakan untuk kegiatan belajar TIK. Dengan adanya produk yang dikembangkan oleh peneliti, laboratorium komputer menjadi tidak hanya digunakan sebagai pembelajaran TIK saja melainkan bisa digunakan untuk kegiatan belajar matematika melalui game. Siswa juga senang bermain game melalui smartphone mereka sehingga peneliti membuat produk berupa game yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran matematika.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan mengangkat judul “Pengembangan Game Matematika dengan Menggunakan Scratch pada Pokok Bahasan Perkalian untuk SD Kelas IV”.

(25)

B. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada pengembangan game matematika Scratch untuk kelas IV SD Negeri Jomblang 2 KD 3.1 melakukan perkalian bilangan yang hasilnya dua dan tiga angka.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana prosedur pengembangan media pembelajaran game Scratch matematika yang layak ?

2. Bagaimana kualitas pengembangan media pembelajaran game Scratch matematika yang layak ?

D. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah.

1. Untuk menjelaskan prosedur pengembangan media pembelajaran game Scratch matematika yang layak.

2. Untuk mendeskripsikan kualitas pengembangan media pembelajaran game Scratch matematika yang layak.

E. Manfaat penelitian

Hasil dari pengembangan media pembelajaran matematika ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

(26)

1. Bagi siswa

Siswa dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman belajar yang berguna dengan menggunakan teknologi. Media pembelajaran ini memiliki fitur bagi siswa yang dapat membantu memantapkan konsep siswa dalam belajar matematika pada pokok bahasan perkalian.

2. Bagi guru

Guru dapat memanfaatkan dan menerapkan media pembelajaran game dalam proses pembelajaran matematika pada bahasan perkalian.

3. Bagi peneliti

Peneliti dapat menambah pengetahuan dan pengalaman yang berguna kelak sebagai calon guru.

F. Definisi Operasional

Peneliti mendefinisikan beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian pengembangan untuk menghindari penafsiran berbeda. Definisi operasional tersebut adalah sebagai berikut.

1. Game adalah bentuk hiburan yang dapat dijadikan sebagai penyegar pikiran dari kepenatan sebuah aktivitas.

2. Scratch merupakan bahasa pemrograman komputer yang digunakan untuk membuat game ataupun animasi yang nantinya dioutput secara online ataupun offline.

3. Siswa kelas IV siswa yang umurnya berusia 9 – 10 tahun yang memiliki karakteristik pada tahap operasional konkrit.

(27)

G. Spesifikasi Produk yang Diharapkan

Penelitian ini diharapkan menghasilkan produk yang memiliki spesifikasi sebagai berikut.

1. Produk yang dihasilkan berupa game.

2. Produk dikemas dalam bentuk CD (Compact Disk) 3. Produk dilengkapi dengan buku petunjuk

4. Produk memiliki System Requirement sebagai proses instalasi untuk Personal Computer (PC) ataupun Laptop yaitu sebagai berikut :

a. Layar (Display) : 1024 x 768 atau lebih besar ( warna 32-bit atau lebih)

b. Sistem operasi (Operational System) : Windows 2000 atau yang terbaru, Mac OS X 10.04 atau yang terbaru, Linux Ubuntu 9.04 atau yang terbaru

c. Hard disk 120 MB ruang bebas

d. CPU dan memory : Sebagian besar komputer memiliki memori yang cukup menjalankan tetapi pada komputer yang sangat tua (komputer dengan spesifikasi rendah) Scratch dapat berjalan lambat.

e. Memiliki CD-ROM dalam komputer untuk instalasi produk.

f. Instalasi Adobe Flash Player versi 10.2 atau setelahnya.

(28)

7 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Teknologi dan Tahap Perkembangan

Pakar pendidikan Prensky (2001) menggambarkan keterkaitan manusia dengan teknologi saat ini menjadi dua, yaitu digital native dan digital immigrant. Digital native merupakan gambaran seseorang (terutama anak hingga remaja) yang sejak kelahirannya telah terpapar gencarnya perkembangan teknologi, seperti perkembangan komputer, internet, animasi dan sebagainya yang terkait dengan teknologi, sedangkan digital immigrant merupakan gambaran seseorang (terutama yang telah berumur) yang tertarik lalu mengadopsi hal baru dari teknologi tersebut setelah teknologi telah berkembang.

Prensky (2001) menyebut anak jaman sekarang sebagai digital native di mana anak tidak membutuhkan waktu yang lama untuk belajar menggunakan teknologi. Generasi digital native lebih banyak mengisi kehidupan dengan penggunaan komputer, video games, digital music player, video cams, smartphone, dan berbagai macam perangkat permainan yang diproduksi di abad digital. Generasi ini sudah terkondisikan dengan lingkungan seperti itu dan menganggap teknologi digital sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupannya.

(29)

Era digital native dimulai dari generasi Y, generasi Z, dan sekarang sudah memasuki generasi Alpha. Generasi Y dan generasi Z inilah yang kemudian melahirkan generasi Alpha, generasi yang lahir mulai tahun 2010. Generasi ini disebut sebagai generasi broadband atau generasi mobile. Generasi Alpha sudah mengenal teknologi tinggi sejak masih bayi, karena generasi ini lahir pada saat teknologi informasi sudah merata. Perubahan kebiasaan generasi Alpha di dunia maya masih belum terasa, karena saat ini, anak generasi paling tua masih berusia 5 atau 6 tahun.

Menurut McCrinddle (dalam Awaludin, 2014), generasi Alpha adalah generasi yang paling akrab dengan internet sepanjang masa.

Generasi Alpha tidak berpikir tentang teknologi sebagai alat, mereka mengintegrasikan teknologi ke dalam kehidupan mereka. Beberapa tahun lagi generasi ini akan begitu akrab dengan teknologi, sampai mereka tidak mampu hidup tanpanya.

Dari gambaran tersebut, tentunya generasi Alpha sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan secara umum di mana guru kebanyakan dari kaum digital imigrant. Karena itu, seorang pendidik harus mempertimbangkan hal – hal yang terkait dengan metodologi dan yang akan diberikan pada para digital native. Prensky sendiri menggunakan game dalam pembelajaran supaya anak akan lebih tertarik untuk belajar (Raditya, 2013).

(30)

Meskipun game baik digunakan dalam pembelajaran, guru juga harus memperhatikan perkembangan kognitif anak agar game yang dibuat sesuai dengan umur perkembangan anak. Menurut Piaget (dalam Suparno, 2006), pengetahuan merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan. Outcome dari perkembangan kognitif adalah konstruksi dari skema kegiatan, operasi konkret, dan operasi formal. Komponen perkembangan kognitif adalah asimilasi dan akomodasi yang diatur secara seimbang.

Piaget juga merupakan pelopor lahirnya konstruktivisme.

Konstruktivisme memandang belajar sebagai proses di mana pembelajar secara aktif mengkonstruksi atau membangun gagasan – gagasan atau konsep – konsep baru didasarkan atas pengetahuan yang telah dimiliki di masa lalu atau saat itu. Dengan kata lain, belajar melibatkan konstruksi pengetahuan seseorang dari pengalamannya sendiri oleh dirinya sendiri.

Konstrukstivisme sendiri muncul sebagai tindak lanjut dari teori Piaget tentang tahapan perkembangan kognitif anak (Mclendon, 2011).

Piaget (dalam Jarvis, 2011) membagi skema anak dalam menggunakan pemahamannya untuk memahami dunia menjadi empat tahapan utama, yang secara umum berkorelasi dengan semakin bertambah canggih dan sejalan dengan bertambahnya usia, yaitu: 1) tahapan sensorimotor pada anak usia 0-2 tahun, 2) tahapan praoperasional pada anak usia 2-7 tahun, 3) tahapan operasional konkret pada anak usia 7-11 tahun, 4) tahapan operasional formal pada anak usia

(31)

11 tahun – dewasa. Tahap – tahap tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Tahap sensorimotorik

Tahap sensorimotorik dimulai dari anak lahir hingga anak berusia dua tahun. Bayi belajar tentang diri mereka sendiri dan dunia mereka melalui indera mereka yang sedang berkembang dan melalui aktivitas motor. Aktivitas kognitif terpusat pada aspek sensori dan gerak (motor). Artinya dalam tahapan ini anak hanya mampu melakukan pengenalan lingkungan dengan melalui sensori dan pergerakannya. Keadaan ini merupakan dasar bagi perkembangan kognitif selanjutnya. Aktivitas sensorimotor terbentuk melalui proses penyesuaian struktur fisik sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan (Surya, 2003).

b. Tahapan praoperasional

Tahapan praoperasional merupakan tahapan kedua dari empat tahapan perkembangan kognitif. Menurut Surya (2003), pada tahapan praoperasional anak telah menunjukkan aktivitas kognitif dalam menghadapi berbagai hal di luar dirinya. Aktivitas berpikirnya belum mempunyai sistem yang teroganisasikan. Anak sudah dapat memahami realitas di lingkungan dengan menggunakan tanda – tanda dan simbol. Cara berpikir anak pada tahap ini bersifat tidak sistematis, tidak konsisten, dan tidak logis. Hal ini ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut.

(32)

1) Transductive reasoning, yaitu cara berpikir yang bukan induktif atau deduktif dan tidak logis

2) Ketidak jelasan hubungan sebab-akibat, yaitu anak mengenal hubungan sebab-akibat secara tidak logis

3) Animisme, yaitu menganggap bahwa semua benda itu hidup seperti dirinya

4) Artificialism, yaitu kepercayaan bahwa segala sesuatu di lingkungan itu mempunyai jiwa seperti manusia

5) Perceptually - bound, yaitu anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang dilihat atau didengar

6) Mental experiment, yaitu anak mencoba melakukan sesuatu untuk menemukan jawaban dari persoalan yang dihadapinya

7) Centration, yaitu anak memusatkan perhatiannya kepada sesuatu ciri yang paling menarik dan mengabaikan ciri yang lainnya

8) Egosentrisme, yaitu anak melihat dunia lingkungannya menurut kehendak dirinya.

c. Tahapan operasional konkret

Menurut Jarvis (2011), tahapan operasional konkret merupakan kelanjutan dari tahapan praoperasional dan terjadi ketika anak berusia antara 6 sampai 11 tahun. Tahap operasional konkret dicirikan oleh penggunan logika yang memadai. Proses penting yang terjadi selama tahapan ini adalah sebagai berikut.

(33)

1) Decentering (tidak memusat), yaitu ketika anak memperhitungkan berbagai aspek dari suatu masalah untuk memecahkannya. Sebagai contoh, anak tidak lagi memiliki persepsi bahwa gelas yang sangat lebar namun pendek dapat menampung cairan lebih sedikit dibandingkan gelas yang lebarnya cukup namun lebih tinggi.

2) Reversibility (kemampuan membalik), yaitu ketika seorang anak memahami bahwa jumlah suatu objek dapat berubah, dan mengembalikannya pada keadaan semula. Dalam kondisi demikian, anak dengan cepat dapat memutuskan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 sama dengan 4.

3) Conservation (pembicaraan), yaitu memahami bahwa kuantitas, panjang atau jumlah suatu item tidak berhubungan dengan penyusunan atau kenampakan objek atau item tersebut. Sebagai contoh, ketika pada seorang anak ditunjukkan dua wadah gelas dan mangkuk, ia akan memahami bahwa jika air yang berada di dalam gelas dipindahkan ke dalam mangkuk, air tersebut akan berubah ketinggiannya walaupun masih sama kuantitasnya.

4) Serialisation (serialisasi), yaitu kemampuan merangkai kembali objek secara berurutan berdasarkan ukuran, bentuk, atau karakteristik lain. Sebagai contoh, jika anak diberi objek dengan gradiasi warna, anak akan mengenal gradiasi warna tersebut.

(34)

5) Classification (klasifikasi), yaitu kemampuan untuk menyebutkan nama dan mengidentifikasi seperangkat objek menurut kenampakannya, ukuran atau karakteristik lainnya, termasuk gagasan bahwa seperangkat objek dapat mencakup objek lainnya.

6) Elimination of Egocentrism (pembatasan egosentrisme), yaitu kemampuan memandang segala sesuatu dari perspektif orang lain (meskipun jika perpsektif itu tidak benar).

d. Tahapan operasional formal

Pada tahap operasional formal, anak yang berumur 12 tahun ke atas mengalami periode operasi baru. Dalam tahapan ini anak dapat menggunakan operasi - operasi konkretnya untuk membentuk operasi yang lebih kompleks. Kemajuan pada anak selama tahapan ini ialah ia tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda atau peristiwa konkret, ia mempunyai kemampuan untuk berpikir abstrak.

Anak-anak dalam periode ini sudah mampu memahami sebuah pernyataan dan karena itu disebut operasional formal (Jarvis, 2011:111).

Pada usia anak sekolah dasar, anak memasuki tahap perkembangan kognitif operasional konkret di mana ia mampu berpikir secara logis dan matematis. Pada tahap ini, anak mampu menyerap informasi secara selektif dan intensional (Husdarta, 2010). Piaget dengan teori konstruktivisnya (dalam Hidayat, 2004) menyatakan bahwa setiap

(35)

peserta didik membawa pengertian dan pengetahuan awal yang sudah dimilikinya ke dalam setiap proses belajar, yang harus ditambahkan, dimodifikasi, diperbaharui, direvisi, dan diubah oleh informasi baru yang ia jumpai dalam proses belajar.

Piaget (dalam Jarvis, 2011) memformalkan dan mengkonfirmasikan teori yang sudah dibangun oleh Dewey, Montessori, Froebel, and Pestalozzi menjadi teori konstruktivisme yang dikembangkannya. Ide Piaget “to understand is to invent” menjadi dasar pengembangan metode yang lebih aktif dalam pembelajaran anak. Salah satu pelajaran menarik yang berhasil dilakukan oleh Piaget adalah berhasil mengubah perilaku dan pemahaman pada sekumpulan anak yang memiliki pemahaman lemah dalam bidang matematika. Piaget berhasil menarik minat terhadap pembelajaran matematika dengan menciptakan kondisi yang konkret dari pembelajaran matematika yang masih tradisional.

Dari pendekatan konstruktivisme Piaget, muncul pendekatan konstruktionisme yang dikembangkan Papert (1980). Pendekatan ini mencakup segala sesuatu yang berhubungan dengan konstruktivisme milik Piaget, namun bergerak lebih maju lagi. Pendekatan konstruktionisme berlangsung dengan baik khususnya ketika siswa mengkonstruksi suatu produk, sesuatu yang eksternal bagi mereka seperti benteng pasir, mesin, program komputer, atau buku. Papert yang merupakan promotor penggunaan komputer dalam pendidikan,

(36)

memandang suatu kebutuhan yang semakin meningkat untuk mengembangkan keterampilan dalam literasi multimedia dalam rangka menggunakan peralatan ini dalam pembelajaran konstruktivisme.

Papert yang sangat terkesan dengan peralatan mekanis di masa kecilnya, merasakan pembelajaran matematika menjadi sangat mudah melalui pemahamannya terhadap barang - barang mekanik di masa kecilnya. Papert yang sebagai seorang ilmuwan matematika, sekaligus pakar komputer di bidang kecerdasan mendasarkan kerangka kerjanya dengan menggunakan teknologi. Papert menggunakan teknologi untuk proses “making”, yaitu sebuah proses yang melibatkan proses konkret dengan menggunakan alat bantu yang tersedia.

Papert (1980) menjelaskan bahwa teknologi yang dipakai akan mempengaruhi cara berpikir anak, sehingga teknologi harus dapat dimanfaatkan dengan benar untuk mendukung proses belajar. Teknologi komputer yang muncul pada tahun 1960-an, membawa Papert untuk mengenalkan komputer sebagai alat bantu dalam pendidikan. Dengan para kolega di MIT (Massachussetss Institue of Technology), Papert membangun alat bantu yang bisa diprogram dan dikendalikan oleh komputer, sehingga terjadi komunikasi antara anak dengan komputer.

Komunikasi ini secara konkret berupa komunikasi dalam bentuk bahasa pemrograman (Bers, 2008).

(37)

Papert meyakini bahwa pengetahuan bisa dibangun dengan melakukan pekerjaan konkret yang mendorong kemampuan berpikir abstrak. Papert memandang sebuah komputer sebagai alat bantu belajar yang unik. Komputer merupakan alat bantu yang bisa mendorong anak untuk belajar abstrak melalui konsep pemrograman, sekaligus melakukan proses konkret, dengan melihat langsung hasil pemrograman di layar komputer (Martinez, Libow, & Stager, 2013).

2. Penggunaan Game dalam Pembelajaran

Banyak metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk belajar salah satunya adalah dengan menggunakan game. Game dalam pembelajaran berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Manfaat game dalam pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pendidikan dapat dilakukan dengan berbagai cara di antaranya 1) meningkatkan motivasi peserta didik, 2) memfasilitasi perolehan ketrampilan dasar, dan 3) meningkatkan pelatihan guru (Tinio, 2002). UNESCO (2002) menyatakan bahwa penggunaan game dalam pembelajaran memiliki tiga tujuan, yaitu 1) untuk membangun “knowledge-based society habits”

seperti kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan berkomunikasi, kemampuan mencari/ mengelola informasi, mengubah informasi tersebut menjadi pengetahuan baru dan menginformasikannya kepada orang lain, 2) untuk mengembangkan kemampuan menggunakan komputer atau “ICT literacy”, dan 3) untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran. Kaino (2008) menjelaskan pengembangan

(38)

program game komputer umumnya telah direkomendasikan untuk konseptualisasi dan meningkatkan kemampuan memecahkan masalah matematika di kalangan peserta didik.

Penekanan model game inilah sebagai upaya dalam memaksimalkan aktivitas belajar secara berkesinambungan melalui interaksi antara peserta didik dengan sajian materi pelajaran dalam bentuk permainan (Darmawan, 2012). Berkaitan dengan hal tersebut, Warsita (2008) menuturkan bahwa prinsip – prinsip behaviorisme seperti keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran, urutan materi yang logis, program pembelajaran menggunakan konsep stimulasi, respon, faktor penguatan (reinforcement), serta umpan balik (feedback) hingga saat ini masih banyak diterapkan dalam mengembangkan program maupun media pembelajaran berbasis komputer.

Penggunaan game sendiri dibedakan menjadi tiga macam, yaitu game, game-based learning, dan gamifikasi. Game adalah suatu sistem atau program di mana satu atau lebih pemain mengambil keputusan melalui kendali pada objek di dalam permainan untuk suatu tujuan tertentu (Aprilianti, dkk., 2013). Pengertian lainnya, game merupakan aktivitas pelengkap untuk pembelajaran di kelas yang membawa efek positif dan signifikan bagi siswa (Abdullah, dkk., 2012). Game juga mempunyai pesona adiktif yang dapat membuat pemainnya kecanduan.

Hal ini mendorong diciptakannya game yang memuat konten pendidikan sebagai media pembelajaran sehingga dapat dimanfaatkan di dunia

(39)

pendidikaan guna mendukung kegiatan belajar mengajar dan menarik minat atau motivasi belajar siswa (Sari, dkk., 2012).

Game-based learning adalah game yang menyediakan permainan seru yang dapat dimainkan sambil belajar (Syahri, 2013).

Game-based learning dapat meningkatkan motivasi, keterlibatan, dan pencapaian siswa di berbagai bidang. Kegiatan ini menggabungkan aktivitas berbasis permainan digital dan konten pendidikan yanng sering disebut sebagai Digital Game based Learning (DGBL) (Malone, 1980 &

Kafai, 2001). DGBL dianggap mampu membuat pembelajaran yang sulit atau kurang menarik menjadi lebih menarik, mudah dimengerti, dan menyenangkan untuk dipelajari.

Gamifikasi adalah suatu istilah untuk pengguna permainan elemen video dalam sistem non-game yang berfungsi untuk meningkatkan pengalaman dan keterlibatan pengguna (Deterding, dkk., 2011). Definisi tersebut juga dinyatakan oleh Bruder (2014), yang mendefinisikan gamifikasi sebagai sebuah aktivitas non - game, yang dibentuk melalui prinsip-prinsip game. Karl (2012) mendefinisikan gamifikasi sebagai mekanika, estetika, dan pemikiran permainan berbasis game untuk melibatkan seseorang, memotivasi tindakan, dan mempromosikan pembelajaran dan memecahkan masalah.

Perbedaan game, game-based learning, dan gamifikasi dapat dilihat dalam tabel berikut.

(40)

Tabel 2.1 Perbedaan Game, Game-based learning, dan Gamifikasi (Jihan, 2018)

Game Game-based learning Gamifikasi 1. Game hanya untuk

bersenang-senang, dan boleh punya atau boleh tidak mempunyai aturan dan tujuan.

2. Kemenangan dan kekalahan adalah bagian dari game 3. Yang pertama

adalah bermain, hadiah adalah nomor dua.

4. Game biasanya sulit dan mahal untuk dibuat 5. Cerita dan adegan

adalah bagian dari game

1. Mempunyai tujuan pembelajaran 2. Kekalahan mungkin

tidak menjadi masalah karena poinnya adalah untuk memotivasi seseorang untuk mengambil tindakan 3. Belajar sebagai hasil

akhir

4. Manfaat dari game didapat ketika bermain game 5. Biasanya sulit dan

mahal untuk dibuat 6. Konten atau isi

game harus disesuaikan agar dapat masuk seluruhnya dalam game

1. Berupa tugas yang memiliki poin yang berbeda-beda 2. Kekalahan mungkin

tidak menjadi masalah karena intinya adalah untuk memotivasi

seseorang untuk mengambil

tindakan

3. Secara intrinsik hadiah adalah pilihan

4. Biasanya mudah dan lebih murah

5. Biasanya game mempunyai fitur

yang dapat

ditambahkan ke LMS atau software untuk kegiatan dalam program pembelajaran elektronik

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan game pembelajaran ini masuk ke dalam game-based learning karena memiliki beberapa ciri – ciri yang masuk ke dalam ciri-ciri game-based learning di antaranya 1) game mempunyai tujuan yaitu sebagai sarana untuk belajar seperti latihan soal evaluasi 2) kalah dalam bermain game tidak menjadi masalah karena tujuan dari bermain game adalah untuk belajar dan memotivasi siswa untuk berpikir, 3) hasil dari bermain game tidak hanya mendapatkan poin tetapi juga mendapatkan pembelajaran dari isi konten

(41)

game, 4) mendapatkan manfaat ketika bermain game, dan 5) konten dalam game sesuai dengan game-based learning yaitu berisi pengetahuan atau materi yang digunakan untuk belajar.

3. Scratch

Menurut Wulan (2006), Scratch adalah sebuah pemrograman visual untuk lingkungan pembelajaran untuk murid, guru, pelajar, atau orang tua untuk membuat program tanpa harus memikirkan salah benar penulisan sintaksis. Menurut Kadir (2011:12), Scratch merupakan bahasa visual yaitu pembuatan proyek dengan menggunakan perantara berupa gambar. Resnick (2009:60) menjelaskan bahwa Scratch merupakan sebuah bahasa pemrograman lingkungan belajar yang digunakan untuk pembuatan media pembelajaran.

Scratch didesain untuk mengembangkan kreativitas, kemampuan berpikir secara sistematis dan bekerja secara kelompok yang merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki di abad 21. Hal ini terlihat dari fasilitas yang diberikan di website Scratch. Website Scratch berfungsi sebagai media sosial bagi para pengguna Scratch yang memungkinkan mereka untuk membagikan proyek Scratch mereka, mendapatkan umpan balik (feedback) dan dukungan dari rekan sesama pengguna serta belajar dari proyek yang dikerjakan oleh pengguna lainnya.

Filosofi dari Scratch adalah more tinkerable, more meaningful, dan more social. More tinkerable memiliki arti bahwa pengguna Scratch

(42)

tidak perlu memiliki keahlian untuk menggunakan program Scratch.

Pengguna Scratch tidak perlu tahu tentang bahasa pemrograman yang rumit, karena Scratch menggunakan sistem blok yang dipasangkan satu sama lain layaknya puzzle. More meaningful memiliki arti bahwa program visual Scratch memiliki dua prioritas utama, yaitu diversity dan personalization. Diversity artinya mendukung berbagai macam jenis proyek (cerita, permainan, animasi dan simulasi), sedangkan personalization artinya adalah mempermudah penggunanya untuk mendesain proyek mereka, memasukkan foto, musik, video, dan membuat grafik. More social memiliki arti bahwa pengguna dapat mengunggah proyek yang telah dibuat di website resmi pengembang program visual Scratch. Di website tersebut, semua orang bisa melihat hasil karya orang lain dan memberi komentar pada karya orang lain. Selain itu, kita bisa mengunduh hasil karya orang lain dan mengeditnya kembali (Resnick, 2009).

Dari paragraf di atas dapat disimpulkan bahwa Scratch merupakan bahasa pemrograman komputer yang digunakan untuk membuat game ataupun animasi yang nantinya ditampilkan secara online ataupun offline. Scratch dikembangkan supaya anak dapat belajar secara menyenangkan. Dengan Scratch anak dapat membuat sendiri animasi, permainan, karya kesenian, dan lain-lain. Berikut ini adalah tampilan layar utama Scratch.

(43)

Gambar 2.1 Antarmuka Scratch

Scratch memiliki tampilan antarmuka yang sangat sederhana.

Konsep pemrograman Scratch divisualisasikan dalam bentuk blok-blok program yang dirangkai seperti sebuah puzzle. Scratch dapat digunakan untuk membuat aplikasi, animasi, dan games. Scratch memiliki fitur penting yang muncul di antarmuka Scratch yaitu sebagai berikut.

a. Language yang berfungsi untuk mengubah bahasa b. Block Palette yang berfungsi untuk memprogram sprite

c. Scripts Area yaitu tempat untuk meletakkan blok. Drag block ke dalam ataupun menempelkan bersama script lainnya

d. Sprite List yaitu tempat semua script yang digunakan. Klik untuk memilih dan mengedit sebuah script

(44)

e. New Sprite Buttons untuk membuat sebuah karakter baru atau project baru

f. Backdrop merupakan latar yang dapat diubah-ubah untuk menggantikan warna putih pada stage.

g. Stage yaitu tempat untuk melihat cerita, animasi atau game yang telah dibuat

h. Stop Sign berfungsi untuk menghentikan semua script

i. Green Flag berfungsi untuk menjalankan script yang telah dibuat Menurut Enggar dan Cahyo (2015), Scratch memiliki sepuluh macam command block dengan empat fitur utama yaitu motion, looks, events, dan control. Fitur utama tersebut paling sering digunakan untuk menjalankan sprite. Kesepuluh command block dalam Scratch dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.2 Command Block dalam Scratch

(45)

Kesepuluh command block tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Motion (gerakan)

Berisi gerakan-gerakan yang bisa dilakukan oleh sprite. Aksi gerakan ini ditandai dengan warna biru

b. Looks (tampilan)

Berisi tampilan yang bisa dikenakan pada sprite. Aksi tampilan ini ditandai dengan warna ungu.

c. Events (kejadian)

Berisi perintah - perintah yang dapat digunakan untuk menjalankan sprite. Aksi dari kejadian ini ditandai dengan warna coklat.

d. Control (kontrol)

Berisi kondisi sebagai syarat dilakukannya aksi oleh sprite. Aksi kontrol ini ditandai dengan warna kuning emas.

e. Sound (suara)

Berisi suara yang bisa diperdengarkan oleh sprite. Aksi suara ini ditandai dengan warna merah magenta.

f. Pen (pena)

Berisi aksi yang bisa dilakukan oleh sprite untuk membuat aneka bentuk garis dari pena. Aksi pena ini ditandai dengan warna hijau.

g. Data (data)

Digunakan untuk membuat variabel baru. Aksi data ditandai dengan warna orange.

(46)

h. Sensoring (sensor)

Berguna untuk mendeteksi sesuatu. Aksi sensor ini ditandai dengan warna biru muda.

i. Operators (operator)

Berisi operator matematika dan operator string. Aksi operator ini ditandai dengan warna hijau muda.

j. More blocks (blok lain)

Digunakan untuk membuat blok sendiri dengan perintah sesuai kehendak pemrogram. Dalam aksi ini bisa ditambahkan ektensi dari Picoboard, Lego versi 1.0, dan Lego versi 2.0.

Scratch menggunakan lisensi GPL versi 2 sehingga dapat digunakan secara gratis dan bebas oleh siapa saja. Perbedaan yang mendasar jika dibandingkan dengan program konvensional lain terletak pada kode Scratch yang disusun dengan menggunakan Scratch block.

Tipe penyusunan kode yang mirip dengan permainan Lego ini diharapkan dapat memudahkan pembuat aplikasi pemula maupun yang sudah mahir (Wahyu, 2014:1).

Resnick (2009) dan Sumarno (dalam Nuraenafisah, 2012) memaparkan kelebihan – kelebihan yang dimiliki Scratch sebagai berikut.

(47)

a. Perbedaan (Diversity)

Scratch mendukung berbagai macam jenis proyek (cerita, permainan, animasi dan simulasi) sehingga orang – orang akan tertarik menggunakan Scratch untuk membuat proyek mereka.

b. Personalisasi (Personalization)

Scratch mempermudah orang-orang untuk membuat proyek Scratch dengan memasukkan foto dan video, merekam suara, dan membuat grafik.

c. Scratch memiliki ukuran kapasitas penyimpanan file yang kecil dibandingkan pemrograman yang lain.

d. Scratch memiliki antarmuka yang sangat sederhana dan mudah digunakan oleh anak-anak.

e. Anak-anak lebih mudah belajar logika pemrograman tanpa harus dirumitkan dengan penulisan sintaks dalam bahasa pemrograman pada umumnya.

f. Scratch membantu anak-anak dalam membuat cerita interaktif, animasi dan game.

g. Scratch memungkinkan setiap orang dengan mudah menggabungkan gambar, suara maupun video tanpa harus memiliki kemampuan khusus di bidang pemrograman.

h. Animasi pada scratch dapat dibentuk, dijalankan dan dikontrol.

i. Scratch mampu dijalankan pada sistem operasi Windows, Linux maupun Macintosh.

(48)

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Scratch memiliki banyak kelebihan di antaranya 1) aplikasi Scratch bisa didapatkan secara gratis (freeware) dan tidak ada demo aplikasi (batasan waktu), 2) Scratch memiliki tampilan yang berwarna warni (visual programming) sehingga pengguna akan lebih tertarik dalam menggunakannya, 3) Scratch mudah digunakan oleh pemula daripada aplikasi – aplikasi pemrograman lain, karena pengguna tidak harus memiliki kemampuan khusus di bidang pemrograman, 4) Scratch memiliki antarmuka yang sederhana sehingga anak – anak bisa dengan mudah menjalankan program Scratch, 5) Scratch mudah digunakan karena untuk membuat proyek pengguna bisa memilih scripts di dalam block palette dan menempatkan ke dalam scripts area, dan 6) Scratch bisa digunakan dengan menggunakan bahasa Indonesia.

Terlepas dari kelebihannya, Scratch juga memiliki kekurangan di antaranya 1) hasil pembuatan proyek Scratch tidak dapat diekspor ke format lain dan harus ada aplikasi pihak ketiga untuk mengekspor ke format lain, dan 2) Scratch hanya tersedia untuk Windows dan Macintosh.

4. Matematika

Menurut Nasution (dalam Supatmono, 2009), matematika merupakan ilmu struktur, urutan (order), dan hubungan yang meliputi dasar-dasar perhitungan, pengukuran, dan penggambaran bentuk objek.

Matematika adalah ilmu yang tidak jauh dari realitas kehidupan manusia

(49)

(Supatmono, 2009). Freudentha (dalam Susanto, 2013) menjelaskan bahwa matematika merupakan cara berpikir logis yang dikemas dalam bilangan, ruang, dan bentuk aturan-aturan dengan yang telah ada dan tidak lepas dari aktivitas sehari-hari.

Pelajaran matematika adalah salah satu mata pelajaran yang dipelajari siswa mulai dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi.

Matematika memegang peranan penting karena dengan belajar matematika secara benar, daya nalar siswa dapat terolah (Supatmono, 2009). Dalam pembelajaran matematika siswa bukan hanya mendengarkan, membaca, atau menghafal rumus semata, tetapi dituntut untuk menggunakan segala kemampuan berpikir dan dilakukan dengan cara atau teknik yang tepat untuk mendapatkan hasil yang optimal terhadap pemahaman konsep matematika itu sendiri. Matematika memiliki hakikat yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur, dan hubungan-hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis serta berkenaan dengan konsep yang abstrak (Hudoyo, 2003).

Pembelajaran konsep dan prinsip matematika perlu diubah dari guru aktif menjadi siswa aktif dengan tujuan pembelajaran yang dilaksanakan menjadi berarti bagi siswa. Lebih lanjut diterangkan bahwa belajar matematika merupakan proses membangun, mengkonstruksi konsep, dan prinsip-prinsip matematika. Oleh karena itu, pembelajaran konsep dan prinsip matematika jangan disajikan pada siswa dengan cara pemberian materi secara terus – menerus tanpa mengetahui pemahaman

(50)

siswa karena pembelajaran matematika akan terkesan pasif dan statis, serta pembelajaran matematika tidak kreatif dan dinamis (Hudoyo,2003).

Kemendikbud (2013) menjelaskan bahwa pada tingkat sekolah dasar, tujuan pembelajaran matematika dalam Kurikulum 2013 terangkum dalam 4 (empat) Kompetensi Inti (KI) yaitu kompetensi sikap spritual, kompetensi sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan. Kompetensi sikap spritual dalam pembelajaran matematika dikembangkan melalui kompetensi dasar menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya. Kompetensi sikap sosial dikembangkan melalui kompetensi dasar sebagai berikut.

1) Menunjukkan sikap logis, kritis, analitik, konsisten dan teliti, bertanggung jawab, responsif, serta tidak mudah menyerah dalam memecahkan masalah

2) Memiliki rasa ingin tahu, percaya diri, ketertarikan pada matematika, serta memiliki rasa percaya pada daya dan kegunaan matematika yang terbentuk melalui pengalaman belajar

3) Memiliki sikap terbuka, santun, objektif, menghargai pendapat dan karya teman dalam interaksi kelompok maupun aktivitas sehari – hari.

Selanjutnya kompetensi pengetahuan matematika yang minimal harus dikuasai peserta didik tingkat SD/MI meliputi dasar-dasar bilangan, aljabar, geometri, statistika, dan peluang. Kompetensi keterampilan matematika meliputi antara lain keterampilan menggunakan konsep matematika dalam pemecahan masalah, mengumpulkan, mengolah,

(51)

menginterpretasi, dan menyajikan data hasil pengamatan serta melakukan percobaan menemukan peluang empirik.

Mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut.

1) Bilangan yang meliputi bilangan asli, bilangan cacah, pecahan, bilangan bulat, bilangan romawi, bilangan desimal dan sebagainya.

Bilangan akan mempunyai arti jika dioperasikan dengan cara penjumlahan, pengurangan perkalian, dan pembagian.

2) Geometri dan pengukuran. Geometri yang dapat dibedakan menjadi geometri datar dan geometri ruang. Pengukuran meliputi waktu, panjang, massa, jarak, volume, dan luas.

3) Pengelolaan data di jenjang SD terkhusus di kelas VI, sedangkan di kelas I sampai kelas V belum ada materi pengelolaan data.

Pengelolaan data berisi tentang hal-hal yang berhubungan dengan data. Data itu dapat disajikan berupa diagram dan tabel.

Penelitian pengembangan ini menghasilkan produk berupa game matematika untuk kelas IV dengan mencakup Kompetensi Inti 3, yaitu Memahami pengetahuan faktual dan konseptual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah, dan tempat bermain. Penelitian ini juga mencakup Kompetensi Dasar 3.1 Melakukan perkalian bilangan yang hasilnya dua dan tiga angka. Pemilihan kompetensi dasar ini didasarkan pada hasil

(52)

observasi di lapangan. Materi perkalian diajarkan pada kelas II dan sudah tidak lagi dipelajari di kelas IV, namun hampir sebagian dari kelas IV belum lancar dalam perkalian padahal pada kelas IV perkalian menjadi modal dasar untuk belajar materi KPK (Kelompok Persekutuan Kecil) dan FPB (Faktor persekutuan Besar) dan materi lain seperti bangun - bangun dasar.

B. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.

Pertama, Bahar (2015) yang melakukan penelitian yang berjudul

“Pengembangan Media Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan

Saintifik Menggunakan Scratch V.2 pada Pokok Bahasan Aritmatika Sosial untuk SMP Kelas VII”. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan media pembelajaran dengan menggunakan aplikasi Scratch. Penelitian ini menggunakan metode penelitian pengembangan (R&D). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan aplikasi Scratch pembelajaran akan menjadi lebih efektif dan efisien pada bahasan aritmatika sosial.

Relevansi dari penelitian ini adalah penelitian ini dilaksanakan untuk mengembangkan program Scratch sebagai sarana pembelajaran.

Kedua, Yamasari (2010) yang melakukan penelitian yang berjudul

“Pengembangan Media Pembelajaran Matematika Berbasis ICT yang Berkualitas”. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan media

(53)

pembelajaran matematika dengan bantuan komputer. Penelitian ini menggunakan metode penelitian pengembangan (R&D). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media pembelajaran berbasis ICT menjadikan pembelajaran lebih berkualitas. Hal ini terlihat dari hasil belajar siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan media pembelajaran berbasis ICT ini tuntas karena ≥ 80% dari seluruh subyek uji coba memenuhi ketuntasan belajar dan adanya respon positif siswa yang ditunjukkan dari angket. Relevansi dari penelitian ini adalah penelitian ini dilaksanakan untuk mengembangkan media pembelajaran berbasis ICT.

Ketiga, Fajar (2015) yang melakukan penelitian yang berjudul

“Pemanfaatan Aplikasi Geogebra dalam Kegiatan Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Atas”. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan aplikasi Geogebra dalam kegiatan belajar matematika. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Uji coba dilakukan dengan meminta tanggapan dari guru matematika dan siswa sebagai subjek penelitian.

Berdasarkan hasil uji coba tersebut, media pembelajaran kembali direvisi jika kembali ditemukan kelemahan. Selanjutnya media pembelajaran tersebut diterapkan pada kegiatan pembelajaran yang sebenarnya pada siswa kelas VIII A di SMP Negeri 8 Kota Jambi. Dari hasil analisis post-test yang dilakukan pada kegiatan akhir pembelajaran diperoleh 81,25% nilai siswa mencapai dan di atas kriteria ketuntasan minimum. Sementara itu, hasil dari analisis dari angket persepsi siswa menunjukkan kategori sangat positif. Hasil penelitian menunjukkan aplikasi Geogebra dapat digunakan untuk mendemonstrasikan

(54)

atau memvisualisasikan konsep – konsep matematis serta sebagai alat bantu untuk mengkonstruksi konsep – konsep matematika. Media pembelajaran ini efektif serta bisa digunakan oleh guru dan siswa SMP untuk mata pelajaran matematika khususnya pada materi persamaan garis lurus. Relevansi dari penelitian ini adalah penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan aplikasi program komputer sebagai media pembelajaran.

Keempat, Fadhli (2015) yang melakukan penelitian yang berjudul

“Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Video Kelas IV Sekolah Dasar”. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (R&D) yang menggunakan prosedur penelitian pengembangan Borg dan Gall. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS dengan menggunakan video sebagai media belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil post test rerata prestasi belajar kelompok yang menggunakan media pembelajaran yang dikembangkan lebih besar daripada rerata prestasi belajar kelompok yang menggunakan media buku bergambar (71,3>62,5). Dari perolehan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa media yang dikembangkan efektif dalam meningkatkan prestasi belajar. Relevansi dari penelitian ini adalah penelitian ini dilaksanakan untuk mengembangkan media pembelajaran berbasis ICT.

(55)

Berikut adalah literatur map dari penelitian yang relevan.

Bagan 2.3 Penelitian yang relevan

Keempat penelitian di atas memiliki kesamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Dalam hal kesamaan, yaitu sama – sama menggunakan teknologi komputer sebagai pembelajaran.

Namun, untuk software yang digunakan berbeda ada yang menggunakan Geogebra. Pengembangan yang menggunakan Scratch sama – sama

“Pengembangan Media Pembelajaran

Matematika Dengan Pendekatan

Saintifik Menggunakan Scratch V. 1.4 Pada Pokok

Bahasan Aritmatika Sosial untuk SMP Kelas VII Tahun 2015”

(Bahar, 2015)

“Pengembang an Media Pembelajaran

Matematika Berbasis ICT

yang Berkualitas”

(Yamasari, 2010)

Yang akan diteliti (2018)

“Pengembangan Game Pembalajaran Matematika untuk Siswa Kelas IV SD Negeri

Jomblang 2 dengan Menggunakan Program Visual Scratch

“Pemanfaatan Aplikasi Geogebra dalam Kegiatan

Pembelajaran Matematika di

Sekolah Menengah Atas

tahun 2015”

( Fajar, 2015)

“Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Video

Kelas IV Sekolah Dasar”

(Fadhli, 2015)

(56)

digunakan untuk pembelajaran matematika namun untuk kelas SMP.

Teknologi komputer juga dikembangkan sebagai media pembelajaran untuk SD berupa video yang digunakan sebagai media belajar mata pelajaran IPS.

C. Kerangka Berpikir

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting untuk diajarkan kepada peserta didik. Konsep – konsep dasar dalam matematika sering hadir dalam kehidupan sehari – hari sehingga matematika menjadi sangat penting untuk dipelajari oleh siswa. Ada beberapa alasan yang mendasari perlunya belajar matematika di antaranya : 1) matematika sebagai sarana berpikir, 2) sarana untuk memecahkan masalah sehari – hari, 3) sarana mengenal pola – pola hubungan, 4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan 5) sarana untuk meningkatkan kesadaran.

Pembelajaran konsep dan prinsip matematika perlu diubah dari guru aktif menjadi siswa aktif dengan tujuan pembelajaran yang dilaksanakan menjadi berarti bagi siswa. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, proses pembelajaran tidak lagi dikuasai oleh adanya guru di dalam kelas. Siswa dapat belajar di mana dan kapan saja. Siswa juga dapat belajar apa saja sesuai dengan minat dan gaya belajar siswa.

Seiring dengan perkembangan teknologi, di usia yang dini anak sudah mengenal dan sudah berpengalaman dengan gadget, smartphone dan kecanggihan teknologi yang ada. Teknologi akan mempengaruhi perkembangan manusia khususnya pada anak generasi saat ini (generasi

(57)

Alpha). Generasi Alpha sendiri sudah mengenal teknologi sejak lahir sehingga akan cenderung mengintegrasikan teknologi ke dalam kehidupan mereka. Hal ini tentunya akan mempengaruhi dalam dunia pendidikan khususnya dalam proses belajar. Guru harus menggunakan metode belajar yang sesuai dengan kebutuhan anak generasi Alpha. Upaya untuk memperbaiki kualitas belajar sesuai dengan perkembangan yang terjadi salah satunya dengan menggunakan teknologi sebagai pembelajaran.

Banyak pembelajaran dengan menggunakan teknologi, salah satunya dengan mengembangkan aplikasi Scratch yang didesain sebagai game untuk pembelajaran matematika. Game didesain sesuai dengan tujuan pembelajaran dan mengacu pada tahap perkembangan kognitif anak menurut Piaget.

Dengan adanya game ini, diharapkan siswa akan lebih senang belajar matematika, tidak bosan belajar matematika khususnya perkalian, dan menumbuhkan konsep – konsep yang matang terhadap matematika khususnya pada bahasan perkalian.

D. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana kualitas media pembelajaran game matematika menggunakan Scratch yang layak menurut guru ?

2. Bagaimana kualitas media pembelajaran game matematika menggunakan Scratch yang layak menurut validator ahli matematika ?

3. Bagaimana kualitas media pembelajaran game matematika menggunakan Scratch yang layak menurut validator ahli ICT ?

(58)

37 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (R&D) yang mengembangkan game pembelajaran matematika berbasis Scratch pada pokok bahasan perkalian. Research and Development (R&D) adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2014). Untuk menghasilkan produk tertentu digunakan penelitian yang bersifat analisis kebutuhan untuk menguji keefektifan suatu produk tertentu. Penelitian ini cocok untuk pengembangan produk. Dalam penelitian ini, media pembelajaran yang berupa game disimpan dalam bentuk Compact Disk (CD) dan dapat digunakan oleh siswa kelas IV pada mata pelajaran matematika.

Dalam penelitian ini, produk didesain dengan menggunakan model pengembangan ASSURE. Model ASSURE mempunyai asas yang sangat kukuh untuk membangunkan courseware pembelajaran. Model ini bukan sekedar memberi panduan kepada guru dalam pengajaran dan pembelajaran, melainkan setiap ciri yang terkandung dalam ASSURE bisa mengubah persepsi pelajar terhadap proses pengajaran dan pembelajaran yang dianggap membosankan. Desain pembelajaran ASSURE dirancang

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kepada Allah SWT, atas berkat, rahmat, dan hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengembangan Media Pembelajaran Game

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri seseorang yang memiliki konsep diri positif, yaitu bersikap terbuka, tidak memiliki hambatan untuk berbicara dengan orang

Dari hasil penelitian dapat dilihat perbandingan antara pembelajaran model Team Game Tournament (TGT) lebih efektif dan siswa pun mengalami pengembangan

Dari ciri-ciri yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bebasis masalah (Problem Based Learning) adalah model pembelajaran yang diawali

Berdasarkan hasil validasi terhadap pengembangan media pembelajaran matematika dengan menggunakan program AppsGeyser diperoleh skor di atas 70,00; (1) kelayakan

1) Apakah kamu tahu cara bermain pengembangan model permainan sepak bola Rope Game Passing. Didapat persentase sebesar 100% dan masuk kriteria “ sangat baik “

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran matematika pada

Oleh karena itu, peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengembangan mengembangkan game edukasi matematika pada materi relasi dan fungsi kelas VIII SMP yang