PENGEMBANGAN GAME PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK SISWA KELAS IV SD NEGERI JOMBLANG 2 DENGAN
MENGGUNAKAN PROGRAM VISUAL SCRATCH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Yose Christian Sabhatani NIM : 141134133
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2018
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria
Yang selalu melindungi dan menguatkan saya dalam keadaan apapun Bapak Antonius Siswanto dan Ibu Cicilia Suparmi
yang selalu mendukung, mendoakan, dan memberikan motivasi dalam setiap perjalanan hidup.
Bernadetta Aryani Pratiwi yang selalu memberikan semangat, doa dan dukungan untuk menyelesaikan penelitian ini.
Para Sahabat
Agus, Dito, Vincen, Cherly, Dimas, Arnold, Elmi, Intan, Bowok, Riyan, Febria, Tomas, Dika dan Sanggar yang tak hentinya memberikan
semangat untuk menyelesaikan penelitian.
Yang Terkasih
Ruswita Beti Purba Sari yang selalu setia mendampingi dan memberikan semangat dalam menyelesaikan tugas akhir.
Almamater ku Universitas Sanata Dharma
MOTTO
Mintalah, maka akan diberikan kepadamu ; carilah, maka kamu akan mendapat ; ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu
(Matius 7 : 7)
Sometimes it is the people no one imagines anything of who do the things no one can imagine
(Alan Turing)
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 30 November 2018 Peneliti
Yose Christian Sabhatani
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Yose Christian Sabhatani Nomor Mahasiswa : 141134133
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PENGEMBANGAN GAME PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK SISWA KELAS IV SD NEGERI JOMBLANG 2 DENGAN
MENGGUNAKAN PROGRAM VISUAL SCRATCH
beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau di media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencamtumkan nama saya sebagai peneliti.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 30 November 2018 Yang menyatakan
Yose Christian Sabhatani
ABSTRAK
PENGEMBANGAN GAME PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK SISWA KELAS IV SD NEGERI JOMBLANG 2 DENGAN
MENGGUNAKAN PROGRAM VISUAL SCRATCH Yose Christian Sabhatani
Universitas Sanata Dharma 2018
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan untuk mengembangkan media pembelajaran berbasis ICT dalam bentuk game, mengetahui langkah-langkah pengembangan, dan mengetahui kelayakan produk pada mata pelajaran matematika untuk siswa kelas IV SD Negeri Jomblang 2.
Produk game ini dibuat dengan menggunakan program visual Scratch.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan enam langkah model pengembangan ASSURE, yaitu 1) analyze learner, 2) state objectives, 3) select methods, media, and material, 4) utilize media and material, 5) require learner’s participation, 6) evaluate and review.
Penelitian ini menghasilkan media pembelajaran matematika berupa game berbasis ICT yang mengandung audio, teks, dan gambar. Berdasarkan validasi yang telah dilakukan oleh ahli matematika, ahli ICT, dan guru kelas IV SD Negeri Jomblang 2 didapatkan rerata skor 3,4 dengan kategori “baik”. Hasil validasi menunjukkan produk game layak untuk diujicoba pada siswa. Hasil uji coba lapangan menghasilkan rerata skor 4,4 dengan kategori “sangat baik”. Dengan demikian produk game mata pelajaran matematika berbasis ICT yang dibuat oleh peneliti layak digunakan pada proses pembelajaran matematika.
Kata kunci : game, ICT, matematika, program visual Scratch, ASSURE.
ABSTRACT
DEVELOPING A GAME FOR MATHEMATICS LEARNING FOR 4TH GRADE STUDENT OF JOMBLANG 2 PUBLIC ELEMENTARY SCHOOL
USING SCRATCH VISUAL PROGRAM Yose Christian Sabhatani
Sanata Dharma University 2018
This research was a development research that had purpose to develop ICT-based learning media in the form of games, knowing the steps of development, and knowing the properly of the product in mathematics subject for student of SD Negeri Jomblang 2, grade four. The product of this game, made by using the Scratch visual program.
This research was conducted using six steps development model of ASSURE, namely 1) analyze learners, 2) state objectives, 3) select methods, media, and material, 4) utilize media and material, 5) require learner participation, 6) evaluate and review
The research produced mathematics learning media in the form of ICT- based games containing audio, text, and images. Based on the validation carried out by mathematics , ICT experts, and fourth grade teacher of State Elementary School of Jomblang 2, the average score was 3.4 with the “good” category.
Validation shows that game is worth testing for students. The result of fiels trials generated a mean score of 4.4 with the category “very good”. Thus the ICT-based mathematics game made by researchs was suitable in the process of learning mathematics.
Keywords : game, ICT, mathematics, Scratch visual program, ASSURE.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang “Pengembangan Game Pembelajaran Matematika untuk Siswa Kelas IV SD Negeri Jomblang 2 dengan Menggunakan Program Visual Scratch” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Peneliti menyadari bahwa terselesainya skripsi ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan, dan peran serta dari berbagai pihak.
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Yohanes Haryoso, S.Pd., M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sekaligus sebagai Dosen Pembimbing II yang telah membimbing serta memberikan dukungan dengan penuh kesabaran, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.
3. Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd., selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
4. Theresia Yunia Setyawan, S.Pd., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan dukungan dengan penuh kesabaran, sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini.
5. Maria Agustina Amelia, S.Si., M.Pd., dan Agnes Herlina Dwi H., S.Si., M.T., M.Sc., selaku validator yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dengan melakukan validasi produk.
6. Diana Marsinta, S.Pd., selaku guru Kelas V SD Negeri Jomblang 2 yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian dan memberikan bantuan dalam melakukan validasi produk.
7. Siswa-siswi kelas IV SD Negeri Jomblang 2 tahun ajaran 2017/2018 yang terlibat dalam penelitian.
8. Sekretariat Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma yang telah membantu proses perizinan penelitian skripsi.
9. Bapak Antonius Siswanto dan Ibu Cicilia Suparmi, S.Pd., selaku orang tua peneliti yang selalu memberikan doa, dukungan, dan motivasi.
10. Bernadetta Aryani Pratiwi selaku saudara dari peneliti.
11. Ruswita Beti Purba Sari yang selalu memberikan motivasi, doa, dan semangat.
12. Sahabat-sahabat kontrakan Jambi Agus, Dito, Vincen, Cherly, Dimas, Arnold.
13. Sahabat-sahabat payung game matematika Elmi, Intan, dan Bowok.
14. Teman-teman seperjuangan Riyan, Febria, Tomas, Dika, Bowok, dan Sanggar.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan, maka peneliti mohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan inspirasi bagi para pembaca.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Batasan Masalah ... 4
C. Rumusan Masalah ... 5
D. Tujuan Penelitian ... 5
E. Manfaat Penelitian ... 6
F. Definisi Operasional ... 6
G. Spesifikasi Produk yang Diharapkan ... 7
BAB II LANDASAN TEORI ... 8
A. Kajian Teori ... 8
1. Teknologi dan Tahap Perkembangan Siswa ... 8
2. Penggunaan Game dalam Pembelajaran ... 18
3. Scratch ... 25
4. Matematika ... 32
B. Penelitian yang Relevan ... 34
C. Kerangka Berpikir ... 38
D. Pertanyaan Penelitian ... 40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 40
A. Jenis Penelitian ... 40
B. Setting Penelitian ... 42
C. Prosedur Pengembangan ... 43
D. Teknik Pengumpulan Data ... 55
1. Wawancara ... 55
2. Observasi... 56
3. Kuesioner ... 58
E. Instrumen Penelitian ... 60
1. Lembar Pedoman Wawancara ... 60
2. Lembar Observasi ... 61
3. Lembar Kuesioner ... 62
F. Teknik Analisis Data ... 65
1. Data Kuantitatif ... 65
2. Data Kualitatif ... 68
BAB IV HASIL PENELITIAN PENGEMBANGAN DAN PEMBAHASAN ... 73
A. Hasil Penelitian Pengembangan ... 73
1. Data Analisis Kebutuhan ... 73
2. Deskripsi Awal Produk ... 74
3. Data Uji Coba dan Revisi Produk ... 81
a. Data Validasi Ahli Matematika ... 82
b. Data Validasi Ahli ICT ... 85
c. Data Validasi Guru Kelas IV ... 86
d. Data Validasi Lapangan ... 88
e. Analisis Data ... 91
B. Pembahasan ... 128
BAB V PENUTUP ... 139
A. Kesimpulan ... 139
B. Keterbatasan Penelitian ... 142
C. Saran ... 142
DAFTAR PUSTAKA ... 144
LAMPIRAN... 153
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... 177
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbedaan Game, Game-based Learning, dan Gamification ... 24
Tabel 2.2 Tipe Block ... 28
Tabel 3.1 Lembar Kisi-kisi Wawancara... 61
Tabel 3.2 Lembar Kisi-kisi Observasi ... 62
Tabel 3.3 Lembar Kisi-kisi Kuesioner ... 63
Tabel 3.4 Konversi Nilai Skala Lima ... 66
Tabel 3.5 Kriteria Skor Skala Lima ... 68
Tabel 4.1 Soal pada game ... 78
Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Lapangan ... 90
Tabel 4.3 Analisis Data Penilaian Ahli Matematika ... 92
Tabel 4.4 Analisis Data Penilaian Ahli ICT... 93
Tabel 4.5 Analisis Data Penilaian Guru Kelas IV... 94
Tabel 4.6 Analisis Data Keseluruhan Berdasarkan hasil Validasi Ahli ... 95
Tabel 4.7 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 1 ... 98
Tabel 4.8 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 2 ... 99
Tabel 4.9 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 3 ... 100
Tabel 4.10 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 4 ... 101
Tabel 4.11 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 5 ... 103
Tabel 4.12 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 6 ... 104
Tabel 4.13 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 7 ... 105
Tabel 4.14 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 8 ... 106
Tabel 4.15 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 9 ...`108
Tabel 4.16 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 10 ... 109
Tabel 4.17 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 11 ... 110
Tabel 4.18 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 12 ... 112
Tabel 4.19 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 13 ... 113
Tabel 4.20 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 14 ... 114
Tabel 4.21 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 15 ... 116
Tabel 4.22 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 16 ... 117
Tabel 4.23 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 17 ... 119
Tabel 4.24 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 18 ... 120
Tabel 4.25 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 19 ... 121
Tabel 4.26 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 20 ... 122
Tabel 4.27 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 21 ... 124
Tabel 4.28 Analisis Data Penilaian Uji Coba Lapangan Item 22 ... 125
Tabel 4.29 Rekapitulasi Uji Coba Lapangan ... 126
Tabel 4.30 Rekapitulasi Validasi Ahli dan Guru Kelas IV ... 128
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Antarmuka Scratch ... 26
Gambar 2.2 Command Blocks ... 30
Gambar 2.3 Literatur Map... ... 37
Gambar 3.1 Langkah-langah Model ASSURE ... ... 43
Gambar 3.2 Tahap Analisis Data Interaktif ... ... 69
Gambar 4.1 Halaman Judul Buku Petunjuk ... ... 80
Gambar 4.2 Daftar Isi Buku Petunjuk ... ... 81
Gambar 4.3 Tampilan Petunjuk Sebelum Revisi ... ... 83
Gambar 4.4 Tampilan Petunjuk Sesudah Revisi ... ... 83
Gambar 4.5 Tampilan Skor Sebelum Revisi ... ... 84
Gambar 4.6 Tampilan Skor Sesudah Revisi ... ... 84
Gambar 4.7 Tampilan Waktu 120 detik Sebelum Revisi ... ... 87
Gambar 4.8 Tampilan Waktu 300 detik Sesudah Revisi ... ... 88
Gambar 4.9 Diagram Batang Penilaian Ahli Matematika ... ... 93
Gambar 4.10 Diagram Batang Penilaian Ahli ICT ... ... 94
Gambar 4.11 Diagram Batang Penilaian Guru Kelas IV ... ... 95
Gambar 4.12 Diagram Batang Rekapitulasi Penilaian Validasi Ahli ... ... 97
Gambar 4.13 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 1 ... ... 98
Gambar 4.14 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 2 ... .... 100
Gambar 4.15 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 3 ... .... 101
Gambar 4.16 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 4 ... .... 102
Gambar 4.17 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 5 ... .... 103
Gambar 4.18 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 6 ... .... 105
Gambar 4.19 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 7 ... .... 106
Gambar 4.20 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 8 ... .... 107
Gambar 4.21 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 9 ... .... 109
Gambar 4.22 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 10 ... .... 110
Gambar 4.23 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 11 ... .... 111
Gambar 4.24 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 12 ... .... 113
Gambar 4.25 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 13 ... .... 114
Gambar 4.26 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 14 ... .... 115
Gambar 4.27 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 15 ... .... 117
Gambar 4.28 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 16 ... .... 118
Gambar 4.29 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 17 ... .... 119
Gambar 4.30 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 18 ... .... 121
Gambar 4.31 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 19 ... .... 122
Gambar 4.32 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 20 ... .... 123
Gambar 4.33 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 21 ... .... 125
Gambar 4.34 Diagram Batang Penilaian Uji Coba Lapangan Item 22 ... .... 126
Gambar 4.35 Diagram Batang Rekapitulasi penilaian Uji Coba Lapangan.. .... 128
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Ijin Melakukan Penelitian ... 153
Lampiran 2 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 154
Lampiran 3 Instrumen Wawancara ... 155
Lampiran 4 Hasil Wawancara ... 156
Lampiran 5 Instrumen Observasi ... 158
Lampiran 6 Observasi Kelas ... 159
Lampiran 7 Instrumen Validasi Produk ... 160
Lampiran 8 Instrumen Validasi Uji Coba ... 162
Lampiran 9 Hasil Validasi Ahli Matematika ... 164
Lampiran 10 Hasil Validasi Ahli ICT ... 166
Lampiran 11 Hasil Validasi Guru Kelas IV ... 168
Lampiran 12 Hasil Uji Coba Produk ... 170
Lampiran 13 Dokumentasi ... 176
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai ilmu dasar, matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di setiap jenjang pendidikan. Matematika memiliki peranan penting di dalam kehidupan sehari-hari, karena dalam matematika terdapat hitungan, mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling rumit yang kita gunakan di kehidupan nyata. Pembelajaran matematika diperlukan bagi peserta didik karena matematika membantu peserta didik untuk mengolah pola pikirnya agar dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi di kehidupan sehari-hari, seperti menghitung uang, laba dan rugi, mengerjakan soal secara runtut dan sistematis serta meningkatkan ketelitian dalam mengerjakan apapun (Ruseffendi, 1998).
Pembelajaran matematika sangat penting untuk kehidupan sehari- hari sehingga perlu diajarkan sejak dini. Saat ini, anak-anak sudah mengenal teknologi seperti gadget sejak mereka masih balita. Anak-anak yang akrab dengan teknologi ini disebut sebagai generasi Alpha. Gadget sudah menjadi bagian dari hidup generasi Alpha. Mereka tumbuh dengan iPad di tangan dan mampu mengoperasikannya hanya dengan mengenali tombol-tombolnya. Perubahan teknologi sekarang ini membuat anak generasi Alpha sebagai generasi paling transformatif (McCrindle, 2009).
Generasi Alpha merupakan generasi yang berpendidikan tinggi, hidup
dibantu dengan gadget berteknologi tinggi, kurang mempunyai keterampilan/kemahiran yang memadai dan kurang berminat menambah kemahiran, memiliki kemampuan berkomunikasi secara langsung dan terkadang bersikap egosentris serta individualis (Halim, 2017).
Dalam menghadapi generasi Alpha yang sudah terbiasa dengan teknologi, guru harus memiliki kemampuan dalam mengolah teknologi dalam pembelajaran. Guru harus bisa mengajarkan para siswa untuk dapat memanfaatkan berbagai teknologi dengan benar. Guru dapat memanfaatkan teknologi seperti komputer untuk mendukung proses pembelajaran guna membantu siswa dalam menyelesaikan permasalahannya dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis atau cepat tanggap dalam menganalisa persoalan dan dapat menyelesaikannya dengan baik dalam pembelajaran matematika (Ngazizah, 2016).
Saat ini, guru yang seharusnya berperan sebagai fasilitator dalam keberhasilan pembelajaran matematika kurang dapat memanfaatkan teknologi sebagai media dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan guru kelas IV SDN Jomblang 2, diketahui bahwa meskipun tersedia laboratorium komputer di sekolah, guru mengalami kesulitan dalam mencari aplikasi komputer yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran matematika. Guru cenderung lebih sering menggunakan metode ceramah karena tidak perlu menyiapkan peralatan sebelum mengajar.
Saat ini, kebanyakan dari para guru belum maksimal dalam mengembangkan media pembelajaran yang berbasis teknologi seperti game. Guru seharusnya dapat membuat kegiatan pembelajaran matematika secara kreatif dan interaktif yang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran dengan menggunakan game. Guru belum mengetahui adanya aplikasi yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran matematika berupa game dengan menggunakan Scratch. Oleh karena itu, guru menjadi kurang maksimal dalam mengembangkan kemampuan profesional dalam mengajar matematika maupun membuat media pembelajaran berbasis teknologi.
Guru seharusnya dapat membuat media pembelajaran berbasis teknologi untuk mendukung proses pembelajaran matematika yang aktif bersama siswa (Subadre, 2015). Hasil observasi menunjukkan bahwa siswa di kelas IV sudah aktif dalam belajar matematika. Hal itu dapat dilihat dari keaktifan siswa saat melakukan tanya-jawab dengan guru.
Guru juga sudah melaksanakan pembelajaran matematika secara jelas dan runtut. Meskipun demikian, masih ada siswa yang merasa kesulitan belajar matematika, khususnya pada materi KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil). Ada beberapa siswa yang masih belum hafal perkalian yang menggunakan angka kurang dari 50. Hal itu yang menyebabkan siswa belum mampu menjawab soal KPK dengan benar sehingga membuat para siswa mendapatkan hasil yang kurang memuaskan.
Pada saat observasi berlangsung, peneliti juga melakukan wawancara secara spontan kepada beberapa siswa. Peneliti menanyakan apakah siswa pernah menggunakan gadget untuk bermain game. Hampir semua siswa kelas IV SDN Jomblang 2 pernah bermain game di gadget.
Siswa pun mengerti jenis-jenis game yang pernah dimainkan di gadget.
Mereka lebih tertarik belajar dengan menggunakan game dari pada menggunakan metode tanya jawab atau berdiskusi.
Guru dapat membuat atau mengembangkan media pembelajaran berbasis teknologi seperti game yang dapat membantu siswa dalam belajar matematika. Game dapat dibuat salah satunya dengan menggunakan aplikasi visual Scratch. Scratch dapat diunduh secara gratis di internet.
Scratch memiliki keunikan pada setiap tools atau menu di dalamnya yang apabila dikombinasikan dengan tepat dapat menghasilkan tampilan karakter atau desain yang menarik. Scratch membantu siswa memahami konsep logika komputer dan matematika secara menyenangkan. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk mengembangkan game matematika berbasis teknologi dengan judul “Pengembangan Game Pembelajaran Matematika untuk Siswa Kelas 4 SD Negeri jomlang 2 dengan Menggunakan Program Visual Scratch”.
B. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada pengembangan game matematika untuk kelas IV SD KD 4.6 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan faktor
persekutuan, faktor persekutuan terbesar (FPB), kelipatan persekutuan dan kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dari dua bilangan yang berkaitan dengan kehidupan sehari hari.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana prosedur pengembangan media pembelajaran game matematika menggunakan Scratch yang layak untuk siswa?
2. Bagaimana kualitas pengembangan media pembelajaran game matematika menggunakan Scratch yang layak untuk siswa?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk menjelaskan prosedur media pembelajaran game matematika menggunakan Scratch yang layak untuk siswa 2. Untuk mendeskripsikan kualitas media pembelajaran game
matematika menggunakan Scratch yang layak untuk siswa
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Bagi siswa
Siswa lebih termotivasi dalam belajar matematika dengan menggunakan game.
2. Bagi guru
Guru mendapatkan referensi dalam membuat media pembelajaran berbasis teknologi dalam mata pelajaran matematika berupa game dengan menggunakan aplikasi visual Scratch.
3. Bagi peneliti
Peneliti memperoleh pengalaman dalam mengembangkan media pembelajaran yang layak untuk siswa kelas IV menggunakan aplikasi visual Scratch.
F. Definisi Operasional
1. Game merupakan permainan komputer yang dibuat dengan teknik dan metode animasi.
2. Scratch merupakan sebuah bahasa pemrograman visual bagi pemula yang digunakan untuk belajar membuat sebuah program berupa games, animasi dll.
3. Siswa kelas IV adalah siswa yang umumnya berusia 9-10 tahun yang masuk pada tahap operasional konkret.
G. Spesifikasi Produk yang Diharapkan
Penelitian ini diharapkan menghasilkan sproduk yang memiliki spesifikasi sebagai berikut.
1. Produk yang dihasilkan berupa game siap pakai.
2. Produk yang dihasilkan akan dikemas dalam bentuk CD.
3. Produk ini dapat digunakan pada perangkat komputer dan laptop dengan spesifikasi minimum sebagai berikut.
a. Sistem operasi minimal Windows XP Enterprise 64-bit b. RAM minimal 64 MB
c. CD-ROM 35X
d. Memiliki hard disk 500GB.
e. Processor Pentium III 500 MHz f. VGA card 16 MB
g. Memiliki DVD RW
h. Terinstal Flash Player dan GOM Player 4. Produk ini dilengkapi dengan buku petunjuk
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Teknologi dan Tahap Perkembangan Siswa
Di era modern ini, penggunaan teknologi sudah menjadi bagian dari gaya hidup khususnya dalam dunia akademik (pendidikan). Dunia pendidikan dituntut secara global untuk senantiasa menyesuaikan perkembangan teknologi dengan usaha dalam meningkatkan mutu pendidikan, terutama dalam proses pembelajaran. Globalisasi telah memicu kecenderungan pergeseran dalam dunia pendidikan dari pertemuan tatap muka yang konvensional ke arah pendidikan yang lebih terbuka. Pendidikan masa mendatang akan bersifat luwes (fleksibel), terbuka dan dapat diakses oleh siapapun yang memerlukannya.
Pendidikan masa mendatang akan lebih ditentukan oleh jaringan informasi yang memungkinkan terjadinya interaksi dan kolaborasi (Budiman, 2017).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses belajar. Para guru dituntut agar mampu menggunakan alat-alat yang disediakan dan sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman seperti halnya gadget. Guru harus
mampu menggunakan teknologi seperti komputer, laptop, maupun smartphone yang dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan dalam membuat media pembelajaran. Guru harus dapat memanfaatkan teknologi sebagai media pembelajaran supaya dapat meningkatkan efektifitas pencapaian tujuan pembelajaran (Darimi, 2017).
Perkembangan teknologi telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan dalam hal proses pembelajaran. Teknologi merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas pendidikan.
Resnick (2002) menjelaskan bahwa ada tiga hal yang sangat penting dalam upaya memperbaharui pendidikan dengan menggunakan teknologi yaitu (1) bagaimana kita belajar (how people learn), (2) apa yang kita pelajari (what people learn), serta (3) kapan dan di mana kita belajar (when and where people learn). Ketiga pertanyaan tersebut merubah paradigma bahwa pembelajaran tidak hanya bergantung pada guru melainkan lebih berpusat kepada siswa (Sudibyo, 2011).
Penggunaan teknologi dengan menggunakan komputer dapat dimanfaatkan sebagai alat pendidikan dalam pembelajaran. Komputer telah dikembangkan dan dibuktikan manfaatnya untuk membantu guru dalam mengajar dan membantu siswa dalam belajar (Nasution, 1999).
Papert (1980) menjelaskan bahwa komputer membantu siswa untuk memotivasi dirinya sendiri agar tidak bosan dalam mengikuti proses pembelajaran. Komputer erat kaitannya dengan konsep keterampilan
hidup, bahwa setiap anak harus memiliki keterampilan nyata untuk bekal dalam kehidupannya (Nursamsu, 2017).
Komputer merupakan teknologi yang dapat menciptakan komunikasi antara pembelajar dan objek yang mendukung proses pembelajaran. Komputer digunakan sebagai alat bantu pendidikan (Papert, 1980). Komputer memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan anak, sehingga terjadi komunikasi antara anak dengan komputer.
Komputer juga merupakan alat bantu yang bisa mendorong anak untuk belajar abstrak melalui konsep pemrograman, sekaligus melakukan proses konkret, dengan melihat langsung hasil pemrograman di layar komputer. Papert juga menjelaskan bahwa teknologi yang dipakai akan mempengaruhi cara berpikir anak, sehingga teknologi harus dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk mendukung proses belajar anak.
Selain komputer yang dijadikan sebagai alat bantu pendidikan, Papert juga mengembangkan teori pendekatan berdasarkan konstruksionisme. Papert berpandangan bahwa pembelajaran secara konstruksionisme boleh terjadi dan menunjukkan hasil secara lebih baik jika sekiranya siswa membangun atau menghasilkan sebuah produk berdasarkan pengetahuan yang sedang mereka pelajari (Syukri, 2006).
Siswa mampu memahami dan menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari, sehingga dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Siswa juga dapat menemukan ide-ide baru dengan berbagai macam gagasan (Hamdani, 2011).
Pada dasarnya, teori pendekatan konstruksionisme milik Papert didasarkan pada teori perkembangan kognitif yang dikembangkan oleh Piaget. Piaget (dalam Agusrida, 2018) membagi tahap perkembangan kognitif anak menjadi 4 tahap sebagai berikut.
a. Tahap Sensorimotor
Tahap ini dimulai dari kelahiran sampai usia 2 tahun. Pada tahap ini, bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensoris (seperti melihat dan mendengar) dengan tindakan-tindakan motorik fisik. Pada permulaan tahap ini, tingkah laku bayi lebih banyak bersifat refleks dan spontan. Pada akhir tahap ini, ketika anak berusia 2 tahun, ia telah memiliki pola-pola sensorimotor yang kompleks dan mulai beroperasi dengan simbol-simbol primitif.
b. Tahap Pra operasi
Tahap ini dimulai ketika anak berusia 2 tahun hingga 7 tahun. Pada tahap ini, anak-anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar. Anak-anak menjadi lebih sosial dan menggunakan bahasa serta tanda untuk menggambarkan suatu konsep. Secara jelas penggunaan bahasa pada masa ini menggambarkan cara berpikir simbolik. Selain dicirikan dengan berpikir simbolik, tahap ini juga dicirikan dengan pemikiran intuitif. Pemikiran simbolis adalah pemikiran dengan menggunakan simbol atau tanda yang berkembang sewaktu anak
mulai suka menirukan sesuatu. Keaktifan anak menirukan orang tuanya akan memperlancar pemikiran simbolisnya. Kemampuan seorang anak menirukan berbagai hal yang dialami dalam hidupnya akan membantu pembentukan pengetahuan simbolisnya. Dengan adanya penggunaan simbol, anak dapat mengungkapkan sesuatu hal yang terjadi dan dapat membicarakan bermacam-macam benda dalam waktu bersamaan. Pemikiran intuitif adalah persepsi langsung akan dunia luar tetapi tanpa dinalar terlebih dahulu, sedangkan intuisi merupakan pemikiran imaginer atau secara langsung tanpa dipikir terlebih dahulu. Pemikiran intuitif memiliki kelemahan yaitu anak hanya dapat melihat satu arah saja, sehingga anak belum dapat melihat pluralitas suatu gagasan. Apabila beberapa gagasan digabungkan, pemikiran anak menjadi kacau.
Pada masa ini, anak belum mampu berpikir decentred dan tidak dapat melihat berbagai segi dalam satu kesatuan.
c. Tahap Operasional Konkret
Tahap ini dimulai dari umur 7 tahun hingga 11 tahun. Pada tahap ini, anak-anak dapat melakukan operasi dan penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan ke dalam contoh-contoh yang spesifik atau konkret. Proses-proses penting selama tahapan operasional konkret dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Pengurutan, yaitu kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Sebagai contoh, ketika anak diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya mulai dari benda yang paling besar sampai benda yang paling kecil.
2) Klasifikasi, yaitu kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).
3) Decentering, yaitu proses di mana anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Misalnya, anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibandingkan dengan cangkir kecil yang tinggi.
4) Reversibility, yaitu proses di mana anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah dan dikembalikan ke bentuk awal. Contohnya, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
5) Konservasi, yaitu proses di mana anak memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di dalam gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
6) Penghilangan sifat egosentrisme, yaitu kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah).
d. Tahap Operasi Formal
Tahap ini dimulai dari umur 11 tahun sampai dewasa. Pada tahap ini, anak-anak sudah memiliki pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir secara abstrak serta logis. Mereka memecahkan permasalahan yang dihadapi dengan pemikiran dan logika. Ada pembebasan pemikiran dari pengalaman langung menuju pemikiran yang berdasarkan proposisi dan hipotesis.
Asimilasi dan akomodasi terus berperan dalam membentuk skema yang lebih menyeluruh pada pemikiran formal. Pada pemikiran formal, unsur pokok pemikiran adalah pemikiran deduktif, induktif, dan abstraktif. Pemikiran deduktif mengambil kesimpulan dari pengalaman yang umum ke yang khusus. Pemikiran induktif
mengambil kesimpulan umum dari pengalaman-pengalaman yang khusus dan pemikiran abstraktif tidak langsung dari objek. Pada tahap perkembangan ini, anak sudah dapat memahami konsep proposisi dengan baik, menggunakan kombinasi dalam pemikirannya, dapat menggabungkan dua referensi pemikiran, dan sudah mengerti peluang dengan unsur yang menyertainya serta penyusunan kembali (Ichsan, 2007).
Teori Piaget menunjukkan bahwa perkembangan anak usia sekolah dasar (7-11 tahun) berada pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini, anak dapat melakukan operasi dan penalaran logis yang menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran yang dapat diterapkan ke dalam contoh-contoh yang spesifik atau konkret. Anak dapat mengembangkan pemikiran logis yang dapat diterapkan dalam memecahkan masalah-masalah konkret yang dihadapi. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran, yang harus ditekankan adalah pemikiran peserta didik bukan pemikiran pendidik. Pendidik sebaiknya memahami cara berpikir peserta didik, pengalaman peserta didik, dan bagaimana peserta didik mendekati suatu persoalan (Ichsan, 2007; Sulistyowati, 2014).
Piaget (dalam Prensky, 2001) menjelaskan bahwa siswa sekolah dasar yang berusia 6 sampai 12 tahun berada pada tahap operasional konkret. Sekarang ini, anak-anak dalam usia tersebut disebut sebagai generasi Alpha. Generasi Alpha lahir dan tumbuh dengan teknologi yang
berada di lingkungannya. Generasi Alpha adalah anak-anak dari generasi mileneal yang akan menjadi generasi yang paling banyak di antara yang pernah ada (Adam, 2017). Anak-anak generasi Alpha setiap harinya dikelilingi oleh komputer, internet, handphone dan smartphone. Anak- anak juga sudah sangat fasih dalam menggunakan sebuah smartphone.
Anak tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mengetahui letak/posisi permainan pada smartphone dan bagaimana cara memainkannya.
Halim (2017) menjelaskan beberapa ciri generasi Alpha sebagai berikut.
1) Berpendidikan tinggi
2) Hidup dibantu oleh gadget-gadget berteknologi tinggi
3) Tidak mempunyai skill atau kemahiran yang banyak dan tidak berminat untuk menambah kemahiran
4) Obsesi terhadap benda/alat/produk baru dan apabila sudah bosan akan membuangnya dan digantikan dengan yang lebih baru
5) Diramalkan kebanyakan dari mereka adalah obesitas atau mengalami berat badan yang berlebihan akibat kurang pergerakan karena hidup di dalam dunia teknologi yang semuanya berada di hujung jari tanpa perlu keluar dari rumah
Abdullah (2012) menjelaskan beberapa ciri generasi Alpha. Ciri- ciri tersebut adalah sebagai berikut.
1) Mewarisi kemewahan material dari generasi X dan Y 2) Berpendidikan tinggi
3) Hidup dibantu oleh gadget berteknologi tinggi
4) Tidak memiliki skill atau kemahiran yang banyak dan tidak berminat untuk menambah kemahiran dari yang disediakan
5) Obsesi dengan benda/alat/produk baru dan apabila sudah bosan akan membuangnya serta digantikan dengan yang lebih baru
6) Kebanyakan anak mengalami berat badan yang berlebih akibat kurang gerak karena hidup di dalam dunia teknologi yang semuanya tidak perlu keluar dari rumah
7) Kurangnya sosialisasi
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa generasi Alpha adalah generasi yang akrab dengan teknologi. Anak generasi Alpha tumbuh dan berkembang dengan teknologi di sekitar mereka. Generasi Alpha memiliki ciri-ciri yaitu hidup dibantu dengan gadget, berpendidikan tinggi dan kurangnya minat untuk menambah kemahiran.
Anak generasi Alpha sudah sangat terbiasa dengan teknologi informasi. Guru harus memiliki kemampuan dasar tentang teknologi informasi dan sikap tegas terhadap penggunaan teknologi yang digunakan oleh siswa. Guru dapat menggunakan teknologi berupa game/
permainan yang dapat mendukung proses belajar mengajar. Prensky
lebih menitikberatkan pada penggunaan game/permainan sebagai alat belajar sehingga siswa dapat belajar konsep, logika, dan semua kemampuan berpikir tingkat tinggi dengan cara yang menyenangkan (Prensky, 2001).
2. Penggunaan Game dalam Pembelajaran
Guru sebagai pendidik sebaiknya dapat memanfaatkan media pembelajaran yang berbasis teknologi seperti game. Game merupakan permainan komputer yang dibuat dengan teknik dan metode animasi (Nilwan, 1995). Neumann (1953) menjelaskan bahwa game merupakan permainan yang terdiri atas sekumpulan peraturan yang membangun situasi bersaing dengan memilih strategi yang dibangun untuk memaksimalkan kemampuan sendiri atau meminimalkan kemenangan lawan. Edward (2009) mengemukakan bahwa game merupakan sebuah tools/alat yang efektif untuk mengajar karena mengandung prinsip- prinsip pembelajaran dan teknik instruksional yang efektif digunakan dalam penguatan pada level-level yang sulit.
Terdapat berbagai jenis game, seperti game tradisional, game android, game komputer, dan sebagainya. Game komputer dapat digunakan sebagai sarana belajar sambil bermain dan bersenang-senang (Prensky, 2012). Game komputer dapat digunakan sebagai media pembelajaran untuk generasi Alpha yang setiap harinya berhadapan dengan teknologi. Game komputer dapat membantu siswa mengasah
kecerdasan otak dan keterampilan otak dalam mengatasi konflik/permasalahan yang terjadi di kehidupan sehari-hari (Prabowo, 2016).
Game digital yang digunakan dalam pembelajaran biasanya disebut digital game-based learning. Digital game-based learning (DGBL) adalah aplikasi perangkat lunak yang digunakan untuk mendukung pembelajaran dengan memanfaatkan game (Brom, Sisler, Slavik, 2009). DGBL mencoba untuk menggunakan pembelajaran dan potensi motivasi yang ada pada video game untuk mengajari pengetahuan umum yang dibutuhkan oleh peserta didik. Digital game- based learning dirancang untuk memperkuat materi pelajaran dengan menggunakan permainan dan kemampuan pemain untuk menerapkannya ke dunia nyata (Schneider, 2013).
DGBL tidak hanya berisi teori tentang game yang bermacam- macam, tetapi juga bagaimana kita dapat menemukan sesuatu dalam pembelajaran dan latihan. DGBL mampu membuat proses pembelajaran menjadi lebih menarik dan mengasyikkan. Prensky (2001) menjelaskan bahwa digital game-based learning dapat memainkan peran penting dalam materi pembelajaran yang membosankan akan tetapi wajib untuk dipelajari. Seperti halnya pelajaran sejarah ataupun hukum akan lebih menyenangkan apabila dilakukan dengan media pembelajaran berupa permainan (Prabowo, 2016)
Tujuan dari DGBL adalah (1) membantu anak mengembangkan dirinya sehingga anak dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan temannya, (2) membantu anak menciptakan hal baru atau memberi inovasi pada suatu permainan, (3) meningkatkan cara berpikir pada anak, (4) meningkatkan perasaan anak sehingga timbul rasa percaya diri , (5) merangsang imajinasi pada anak, melatih kemampuan bahasa pada anak, dan (6) membentuk moralitas anak yang dapat mengembangkan rasa sosial anak (Dikiria, 2011).
Selain tujuan, Pamungkas (2018) menjelaskan bahwa game-based learning memiliki beberapa karakteristik yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Ada tantangan dan penyesuaian
Terdapat tantangan yang semakin kompleks, peserta didik dapat menyesuaikan tingkat kesulitan di dalam game.
b. Menarik dan mengasyikkan
Game mampu membuat peserta didik senang dalam sebuah aktifitas yang mereka pahami tujuannya serta berkaitan dengan pencapaian kompetensi mereka.
c. Tidak menggurui dan berdasar pada pengalaman
Peserta didik tidak harus dilatih terlebih dahulu untuk memainkan game, melainkan peserta didik langsung mencoba bermain. Mereka mungkin akan mendapatkan kekalahan atau kemenangan sehingga dapat lalu mengulang dan memperbarui strategi dalam bermain.
d. Interaktif
Peserta didik berinteraksi dengan cara menanggung akibat dari tindakan yang mereka lakukan dan dengan melihat pengaruhnya terhadap game yang dimainkannya.
e. Umpan balik
Peserta didik dapat menarik kesimpulan pada saat memainkan sebuah game.
f. Sosial dan kerja sama
Game dapat meningkatkan dialog serta pertukaran pendapat dan pengetahuan peserta didik.
g. Keahlian
Peserta didik yang sudah mahir dalam memainkan game dapat membantu peserta didik lainnya menjelaskan tentang game dan bagaimana cara memainkannya.
h. Perenungan
Peserta didik harus diberikan kesempatan untuk mengevaluasi kinerja mereka dan apa yang mereka pelajari dari memainkan sebuah game.
Ismail (2006) menjelaskan fungsi game-based learning adalah (1) memberikan ilmu pengetahuan kepada anak melalui proses pembelajaran bermain sambil belajar, (2) merangsang pengembangan daya pikir, daya cipta, dan bahasa agar dapat menumbuhkan sikap, mental dan akhlak yang baik, (3) menciptakan lingkungan bermain yang
menarik, memberikan rasa aman dan menyenangkan, dan (4) meningkatkan kualitas pembelajaran anak.
DGBL dapat membuat siswa menjadi lebih kreatif. Hogle (dalam Liu & Chen, 2011) menjelaskan bahwa game-based learning memberikan beberapa kelebihan yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Merangsang ketertarikan
Unsur permainan seperti rasa ingin tahu, harapan, kontrol, interaktivitas, dan fantasi (plot cerita) yang akan meningkatkan minat belajar serta motivasi peserta didik. Peserta didik termotivasi untuk mencoba beberapa cara yang berbeda dalam melewati tantangan yang ada dalam game.
b. Peningkatan daya ingat
Permainan simulasi memberikan daya ingat yang lebih baik dibandingkan dengan permainan dengan cara tradisional.
c. Latihan dan umpan balik
Banyak game edukasi yang memungkinkan pengguna untuk memainkan game secara berulang serta memperoleh umpan balik secara langsung yang bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi pembelajaran oleh peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran.
d. Meningkatkan keterampilan
Desain game dapat menyatukan isi bahan pembelajaran dan mendorong peserta didik untuk mencari solusi dalam permainan.
Peserta didik akan mampu mengintegrasikan proses belajar mereka sendiri dan mendapatkan solusi pada saat bermain. Materi pembelajaran akan sering dikeluarkan pada saat game berlangsung sehingga terekam dalam pikiran peserta didik.
Gamification atau gamifikasi adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan elemen-elemen di dalam game atau video game dengan tujuan memotivasi siswa dalam proses pembelajaran dan memaksimalkan perasaan senang dan ketertarikan terhadap pembelajaran tersebut Pelling (dalam Jusuf, 2016). Gamifikasi merupakan konsep yang menggunakan mekanika berbasis permainan, estetika, dan permainan berpikir untuk mengikat orang-orang, tindakan memotivasi, mempromosikan pembelajaran serta menyelesaikan masalah. Gamifikasi memberikan motivasi tambahan untuk menjamin peserta didik mengikuti kegiatan pembelajaran secara lengkap (Jusuf, 2016).
Gamifikasi bekerja dengan membuat teknologi yang lebih menarik Takashi (dalam Jusuf, 2016). Stuart (dalam Jusuf, 2016) menjelaskan bahwa gamifikasi mendorong pengguna untuk terlibat dalam perilaku yang diinginkan. Gamifikasi juga dapat menunjukkan jalan untuk penguasaan dan otonomi, membantu untuk memecahkan masalah dan tidak menjadi gangguan dan mengambil keputusan dari kecenderungan psikologis manusia untuk terlibat dalam game Radoff (dalam Jusuf,
2016). Gamifikasi membentuk cara berpikir untuk memecahkan masalah dengan menggunakan games (Zicherman, 2011).
Tabel 2.1 Perbandingan Game vs Game Based Learning vs Gamification (Lahri, 2015)
Game Game-based learning Gamification Permainan hanya
untuk bersenang- senang dan mungkin tidak memiliki aturan dan tujuan yang ditetapkan
Permainan
mempunyai tujuan pembelajaran
Kumpulan tugas dengan poin atau beberapa bentuk imbalan
Menang dan kalah adalah bagian dari permainan
Kekalahan dapat dijadikan motivasi untuk mengambil beberapa tindakan belajar sebagai sebuah akibat
Kekalahan dapat dijadikan motivasi untuk mengambil beberapa tindakan dan melakukan sesuatu Memainkan game
datang pertama, penghargaan kedua
Terkadang bermain
game adalah
penghargaan intrinsik
Penghargaan secara intrinsik merupakan pilihan alternatif selain penghargaan secara fisik
Permainan biasanya keras dan mahal untuk dibangun
Biasanya keras dan mahal untuk dibangun
Gamification biasanya lebih mudah dan murah
Cerita dan adegan ini bagian dari permainan
Isi biasanya berubah sesuai dengan cerita dan adegan dalam permainan
Biasanya fitur yang ditambahkan untuk LMS atau sistem lain tidak merubah isi permainan
Game dalam penelitian ini termasuk dalam game-based learning karena memiliki karakteristik game-based learning yang dijelaskan sebagai berikut.
a. Ada tantangan dan penyesuaian
Game dalam penelitian ini memiliki tantangan berupa soal-soal KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil) dua bilangan. Game ini dapat membantu peserta didik dalam memahami materi KPK.
b. Tidak menggurui dan berdasarkan pengalaman
Peserta didik tidak harus dilatih terlebih dahulu untuk memainkan game. Peserta didik dapat langsung mencoba bermain sehingga mereka mendapatkan kemenangan atau kekalahan dari game supaya dapat mengulang/memperbaharui strategi dalam bermain.
c. Interaktif
Peserta didik berinteraksi dengan menanggung akibat dari tindakan yang dilakukan dengan melihat pengaruhnya terhadap game yang dimainkan.
d. Perenungan
Peserta didik dapat menarik kesimpulan dan mengevaluasi apa yang didapatkan dari memainkan game tersebut.
3. Scratch
Scratch merupakan sebuah pemrograman visual yang memungkinkan penggunanya untuk belajar pemrograman komputer pada saat mengerjakan proyek secara pribadi seperti cerita animasi dan permainan. Scratch diciptakan oleh Lifelong Kindergarten Group di MIT Media Laboratory yang bekerja sama dengan Yasmin Kafai’s Grup
di UCLA. Scratch dibangun di atas ide Logo dengan mengganti kode pengetikan dengan drag and drop yang terinspirasi oleh LogoBlocks dan EToys (Kadir, 2011;Resnick, 2009 ; Wulan, 2017).
Scratch dapat digunakan oleh semua umur, mulai dari anak usia 8- 16 tahun yang termasuk murid/pelajar di sekolah maupun guru dan orang tua. Scratch mempermudah setiap orang dari beragam latar belakang untuk membantu mereka mengembangkan keterampilan belajar kreatif dalam membuat animasi, permainan (games), cerita interaktif dan simulasinya sendiri. Pengguna Scratch dapat membuat program (project) dengan menyusun blok-blok perintah (blocks) secara visual sehingga memudahkan semua orang untuk dapat fokus dengan logika dan alur pemrograman tanpa mendapatkan kesalahan (error) (Iskandar & Raditya, 2017; Kadir, 2011; Resnick, 2009; Wulan, 2017).
Gambar 2.1 Antarmuka Scratch
Manus (2013) menjelaskan bahwa Scratch memiliki beberapa fitur penting yang dapat dijabarkan sebagai berikut.
a. Stage (Panggung) : tempat di mana pembuat atau pengguna Scratch melihat animasi
dan gamenya beraksi
b. Sprite List (Daftar Sprite) : fitur yang ada di dalam Scratch
yang dapat digunakan untuk
memilih berbagai macam
karakter
c. Block Pallete (Palet Blok) : fitur yang ada di dalam Scratch yang berguna untuk memberi perintah atau instruksi untuk menjalankan sprite
d. Script Area (Area skrip) : tempat membuat program di
Scratch
e. Backpack : fitur yang ada di dalam Scratch yang dapat menyalin skrip atau sprite.
Scratch dapat disebut sebagai program visual karena Scratch digunakan untuk membuat suatu program dengan cara menyusun blok- blok perintah yang tersusun dari beberapa warna. Block yang ada di dalam Scratch disebut block warna. Blok warna memudahkan pengguna
dalam menggunakan Scratch. Blok warna dapat meminimalisir terjadinya kesalahan dalam penulisan kode pemrograman karena bentuknya hanya dapat digunakan dengan pasangan yang tepat. Hal itu menjadi bantuan bagi pengantar pemrograman dan menyelamatkan banyak pelajar yang frustasi ketika mereka lupa menuliskan titik, koma, atau tanda kurung pada saat menuliskan kode pemrograman (Wilson &
Moffat, 2017).
Maloney, Resnick, Rusk, Silverman, dan Eastmond (2010) menjelaskan bahwa secara umum block dalam Scratch dibedakan menjadi empat macam, yaitu block perintah, block fungsi, block pemicu, dan block perintah struktur kontrol. Jenis block dalam Scratch dan kegunaannya dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 2.2 Tipe block warna Scratch
Gambar Keterangan
Blok perintah ada di bagian atas dan tonjolan yang cocok di bagian bawah.
Blok perintah dapat digabungkan untuk membuat urutan perintah yang disebut tumpukan
Blok fungsi mengembalikan nilai. Blok fungsi tidak memiliki lekukan
Blok pemicu memiliki bagian atas yang bundar. Blok menjalankan taktik di bawahnya pada saat peristiwa terjadi.
Blok perintah struktur kontrol memiliki bukaan untuk menahan nested
Seng (2010) menjelaskan bahwa keempat macam block di atas dapat dibagi lagi menjadi 10 jenis command block yang dijelaskan sebagai berikut.
a. Motion : blok motion berisikan blok-blok yang dapat digunakan untuk menggerakkan sprites dalam project user
b. Looks : blok ini dapat digunakan untuk mengganti costume sprites, background stage, ukuran sprite, dan sebagainya
c. Sound : blok-blok yang mengatur penggunaan efek suara dapat ditemukan dalam sound block ini d. Pen : mengatur penggunaan pen dan stamps di
project
e. Data : berisi blok-blok yang dapat digunakan untuk membuat variabel dan list, maupun
menghapusnya
f. Events : berisi perintah awal suatu kejadian untuk membuat kapan suatu sprite dapat bergerak g. Control : blok ini berisikan sejumlah blok utama script
agar dijalankan dan blok struktur kendali h. Sensing : terkait hal-hal yang dapat dikerjakan sprites
i. Operators : berisi berbagai operator aritmatika yang dapat digunakan dalam project
j. More Blocks : berisi blok yang dapat digunakan untuk membuat blok baru jika diperlukan.
Blok-blok tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.2 Command Blocks
Selain beberapa fungsi blocks di atas, Scratch juga memiliki beberapa kelebihan. Scratch didapatkan secara gratis (freeware) dengan mengunduh perangkat lunak tersebut dari internet. Scratch memudahkan penggunanya untuk tidak perlu mengingat atau mengetik perintah apapun, cukup dengan menggeser dan menarik (drag and drop). Selain itu, program visual Scratch tersedia dalam berbagai bahasa seperti Bahasa Indonesia, Arab, English, dll. Scratch memandu pengguna pada saat menulis program sehingga Scratch meminimalisir kesalahan logis pada saat pengetikan kode pemrograman (Iskandar & Raditya, 2017).
Perintah di dalam Scratch diberi kode warna (block warna) agar dapat memudahkan penggunanya untuk menulis kode pemrograman. Scratch
juga membantu siswa memahami konsep logika komputer dan matematika secara menyenangkan (Gunawan & Irsyadi, 2016; Martanti, Hardyanto, Sopyan , 2013; Manus, 2013). Kelebihan Scratch, menurut Resnick (2009), dibagi menjadi 2 yaitu perbedaan (diversity) dan personalisasi. Perbedaan mendukung banyak tipe proyek yang berbeda (cerita, permainan, animasi, dan simulasi), sehingga orang-orang dengan berbagai macam kalangan tertarik untuk bekerja pada proyek yang mereka buat. Personalisasi mempermudah orang-orang untuk membuat proyek Scratch dengan memasukkan foto dan video, merekam suara, dan membuat grafik.
Meskipun memiliki beberapa kelebihan, Scratch juga memiliki kekurangan yaitu hasil pembuatan tidak bisa langsung di-export ke dalam bentuk –exe. Meskipun demikian, Scratch dapat di-export ke dalam bentuk SWF dan dimainkan dalam laptop atau komputer yang memiliki Flash Player. Selain itu latar atau gambar yang ada pada Scratch tidak tersedia secara lengkap (Fefuli, 2017; Prasetyo, 2016;
Sanjaya, 2008).
Dari semua paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Scratch merupakan sebuah program visual yang dapat digunakan untuk semua umur yang didapatkan secara gratis. Scratch memudahkan penggunanya menuliskan kode pemrograman dengan drag and drop. Hasil pembuatan bisa di-export ke format SWF dengan bantuan aplikasi converter SWF.
4. Matematika
Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu sama lain yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu, aljabar, analisis, serta geometri (Suherman, 2003). Kline (dalam Subekti, 2011) menjelaskan bahwa matematika bukanlah sebuah pengetahuan tersendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri. Keberadaan matematika adalah untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai persoalan sosial, ekonomi, dan alam. Sujono (dalam Fathani, 2009) mengemukakan bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik dan juga selalu berhubungan dengan penalaran yang logis serta masalah yang berhubungan dengan bilangan.
Pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang untuk belajar tentang konsep dan struktur matematika dengan menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan siswa untuk aktif melaksanakan kegiatan belajar matematika. Pembelajaran matematika memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika. Pembelajaran matematika menuntut para siswa agar dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan tidak dimiliki dari sekumpulan objek (Hudoyo, 1998; Rahayu, 2007; Suherman 2003).
Pembelajaran matematika di sekolah dasar memiliki dua tujuan.
Secara umum, pembelajaran matematika di sekolah dasar bertujuan
untuk memampukan dan membuat terampil siswa dalam mempelajari matematika. Selain itu, pembelajaran matematika diharapkan mampu memberikan tekanan penataran nalar dalam penerapan matematika.
Secara khusus, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah (1) agar siswa mampu memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep, (2) siswa dapat menggunakan penalaran pada pola dan sifat, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan, dan pernyataan matematika, (3) siswa dapat memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) siswa dapat mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah, dan (5) siswa dapat memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari (Susanto, 2013).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan eksak yang terorganisasi secara sistematis dan mencakup penalaran/logika, bilangan, aljabar, geometri, yang dapat membantu manusia untuk mempelajari ilmu lain.
Pembelajaran matematika merupakan proses di mana siswa belajar tentang konsep dan struktur matematika dengan memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika. Pembelajaran matematika menuntut siswa untuk mampu
dan terampil dalam menggunakan matematika dalam memecahkan masalah-masalah yang ada di kehidupan sehari-hari.
Materi pembelajaran matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil). KPK adalah kelipatan yang sama dari dua bilangan atau bilangan terkecil diantara kelipatan-kelipatan persekutuannya. KPK diajarkan dari kelas IV SD mulai dari KPK dua bilangan sampai tiga bilangan. Penelitian ini mencakup Kompetensi Dasar 4.6 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan faktor persekutuan, Faktor Persekutuan Perbesar (FPB), kelipatan persekutuan dan Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) dari dua bilangan yang berkaitan dengan kehidupan sehari hari.
B. Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
Zafwianur (2017) melakukan penelitian yang berjudul Penerapan Media Scratch pada Materi Diagram Momen, Diagram Normal, Gaya Lintang di Kelas XI SMK Negeri 3 Jombang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan media Scratch mampu meningkatkan hasil belajar pada pelajaran mektek (Mekanika Teknik) dengan rata-rata yang diperoleh untuk hasil belajar adalah 75 atau sama dengan nilai KKM. Setelah diberikan treatment dengan menggunakan media Scratch, ketuntasan klasikal meningkat menjadi 22 orang
lulus atau sebanyak 64,71%, dari nilai ketuntasan klasikal sebelum dilakukan treatment media Scratch yang hanya berkisar 12 orang siswa (35,29%).
Penelitian di atas membuktikan bahwa penggunaan Scratch dapat meningkatkan hasil belajar. Penelitian tersebut relevan dengan penelitian yang dibuat oleh peneliti di mana produk berupa game dengan menggunakan Scratch dapat dijadikan sebagai evaluasi belajar matematika untuk siswa kelas IV sekolah dasar.
Fitria (2016) melakukan penelitian yang berjudul Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis ICT Mengacu Kurikulum 2013 pada Subtema Hewan dan Tumbuhan di Lingkungan rumahku untuk siswa Kelas IV SD Negeri Kalasan 1. Hasil penelitian menunjukkan media pembelajaran ini layak digunakan untuk siswa kelas IV SD. Hal ini dibuktikan dari perolehan hasil penilaian oleh dua orang ahli dan dua orang guru yang menhasilkan skor 3,72 (sangat baik), 3,79 (sangat baik), 3,13 (sangat baik), dan 3,18 (sangat baik) dengan rata-rata 3,50 (sangat baik). Dengan demikian, media pembelajaran berbasis ICT yaitu PowerPoint interaktif yang dikembangkan sudah layak digunakan. Penelitian diatas menunjukkan bahwa pengembangan media pembelajaran berbasis ICT dengan menggunakan PowerPoint layak digunakan untuk siswa kelas IV sekolah dasar. Penelitian tersebut relevan dengan produk yang dibuat oleh peneliti merupakan bagian dari ICT. Produk tersebut berupa game yang dibuat dengan menggunakan Scratch yang dimainkan dengan menggunakan laptop atau komputer. Produk tersebut juga dapat layak digunakan untuk siswa sekolah dasar.
Crishinta (2017) melakukan penelitian yang berjudul Pengembangan Tes Hasil Belajar Matematika Kompetensi Dasar 1.2 Menggunakan Faktor Prima untuk Menentukan KPK dan FPB untuk Siswa Kelas V Sekolah Dasar Tahun Ajaran 2016/2017. Tujuan dari penelitian ini untuk mengembangkan tes hasil belajar matematika yang berkualitas baik dan mendeskripsikan produk tes hasil belajar matematika. Hasil penelitian menunjukkan kualitas produk tes hasil belajar matematika sudah baik. Hal itu ditunjukkan dengan perolehan rerata skor 3.33 yang masuk dalam kategori sangat baik. Penelitian di atas juga menunjukkan hubungan dengan penelitian yang dibuat oleh peneliti dari pengembangan tes hasil belajar untuk materi KPK.
Wulan (2017) melakukan penelitian yang berjudul Pengembangan Media Game Edukasi Kimia Menggunakan Scratch pada Anak Tahapan Operasional Formal. Penelitian ini bertujuan mengembangkan suatu media pembelajaran dalam bentuk game materi kimia aliran energi di sekitar kita untuk anak tahap operasional formal di Kota Jambi. Berdasarkan hasil penilaian respon siswa diperoleh persentase 91, 4 (sangat baik). Dengan demikian, media pembelajaran game edukasi kimia ini sangat baik digunakan sebagai media pembelajaran kimia untuk anak tahapan operasional formal.
Penelitian di atas berhubungan dengan penelitian yang dibuat oleh peneliti dengan mengembangkan game edukasi menggunakan Scratch. Produk yang dikembangkan peneliti merupakan pembaharuan dari penelitian di atas yaitu untuk siswa yang berada pada tahap operasional konkret. Produk yang peneliti kembangkan juga mendapat respon yang sangat baik dari siswa.
Berikut adalah bagan literatur map yang digunakan dalam penelitian ini.
Gambar 2.3 Literatur map
Ketiga penelitian di atas memiliki persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Persamaan tersebut terletak pada aplikasi yang digunakan yaitu program visual Scratch. Persamaan lain terletak pada kompetensi dasar yang mencakup materi KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil). Selain memiliki persamaan dengan penelitian terdahulu, penelitian ini juga memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut yaitu penelitian ini mengembangkan game edukasi berbasis teknologi untuk anak sekolah dasar.
Game dalam penelitian ini menggunakan program visual Scratch. Penelitian Zafwianur
(2017) Penerapan Media Scratch
pada Materi Diagram
Momen, Diagram Normal, Gaya
Lintang di Kelas XI SMK
Negeri 3 Jombang
Fitria (2016) Pengembangan
Media Pembelajaran Berbasis ICT
Mengacu Kurikulum
2013
Crishinta (2017) Pengembangan Tes Hasil Belajar
Matematika Kompetensi Dasar 1.2 Menggunakan
Faktor Prima untuk Menentukan KPK dan FPB
untuk Siswa Kelas V Sekolah
Dasar Tahun Ajaran 2016/2017
Pengembangan Game Pembelajaran Matematika untuk Siswa Kelas IV SDN Jomblang 2 dengan Menggunakan Program Visual Scratch.
Wulan (2017) Pengembangan
Media Game Edukasi Kimia
Menggunakan Scratch pada Anak Tahapan
Operasional Formal