• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI DAN EKOLOGI

TERHADAP PRODUKSI KOPI ARABIKA SPESIALTI

DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

DI KABUPATEN SIMALUNGUN

RINGKASAN DISERTASI

Oleh

JEF RUDIANTHO SARAGIH NIM : 098105009

Program Doktor (S3) Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2 0 1 2

(2)

Disertasi telah Diuji pada Ujian Terbuka (Promosi Doktor) Tanggal : 18 Oktober 2012

PANITIA PENGUJI DISERTASI

Ketua :

Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) (Rektor Universitas Sumatera Utara)

Anggota :

Prof. Dr. lic. rer. reg. Sirojuzilam, SE (USU) Prof. Dr. Suwardi Lubis, M.S. (USU)

Prof. Dr. Ir. Sengli J. Damanik, M.Sc. (USU) Prof. Erlina, SE, M.Si., Ph.D, Ak. (USU) Dr. Ir. Salmiah, M.S. (USU)

Prof. Dr. Mohd. Nur Syehchalad, M.S. (UNSYIAH)

Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE (Direktur SPs USU)

Promotor:

Prof. Dr. lic. rer. reg. Sirojuzilam, SE (USU) Copromotor:

Prof. Dr. Suwardi Lubis, M.S. (USU)

Prof. Dr. Ir. Sengli J. Damanik, M.Sc. (USU) Penguji Luar Komisi:

Prof. Erlina, SE, M.Si., Ph.D, Ak. Dr. Ir. Salmiah, M.S.

(3)
(4)

i

PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI DAN EKOLOGI TERHADAP PRODUKSI KOPI ARABIKA SPESIALTI

DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL DI KABUPATEN SIMALUNGUN

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor sosial ekonomi dan ekologi terhadap produksi kopi arabika spesiati di Kabupaten Simalungun. Selain itu, dikaji manfaat program sertifikasi kopi, tata guna lahan, dan analisis kebutuhan kebijakan dan program. Kajian-kajian ini mendasari rekomendasi model pengembangan ekonomi lokal (PEL) berbasis agribisnis kopi arabika spesialti. Pemilihan sampel wilayah dilakukan dengan multi-stage cluster sampling (MSCS) sementara penentuan sampel rumah tangga menggunakan teknik probability-proportional-to-size (PPS) dan sampel acak sederhana untuk 79 unit usahatani kopi sertifikat dan 210 usahatani kopi non-sertifikat. Data usahatani dianalisis dengan model regresi linier berganda. Peran komoditas kopi arabika dalam PEL dikaji dengan koefisien korelasi, analisis pangsa, analisis skenario, kajian kebijakan dan analisis kebutuhan.

Peningkatan produksi dan produktivitas kopi arabika spesialti dilakukan dengan strategi intensifikasi melalui: (1) peningkatan jumlah pupuk sesuai rekomendasi, (2) fasilitasi kredit usahatani kopi arabika spesialti, (3) optimalisasi pemanfaatan lahan (tumpangsari atau kopi multistrata), (4) optimalisasi penggunaan tenaga kerja keluarga, (5) penerapan praktik pertanian yang baik (pohon pelindung, pupuk organik, pemangkasan tanaman kopi, konservasi lahan, dan pengendalian PBKo). Sementara upaya ekstensifikasi (perluasan lahan) sebaiknya dilakukan apabila upaya intensifikasi telah menunjukkan peningkatan produksi dan produktivitas. Faktor ekologi memiliki peran penting dalam pengembangan kopi arabika spesialti di dataran tinggi Simalungun. Peningkatan penerapan variabel ekologi di tingkat usahatani akan berperan ganda dalam meningkatkan produktivitas, kualitas kopi serta mendukung keberlanjutan produksi kopi secara ekologis.

Produktivitas kopi arabika sertifikat lebih rendah (8%) dari produktivitas kopi arabika non-sertifikat. Sementara harga kopi sertifikat hanya sedikit lebih tinggi (3,57%) daripada harga kopi non-sertifikat. Diperlukan upaya untuk meningkatkan harga premium kopi menjadi 26% agar pendapatan petani kopi sertifikat lebih tinggi sebesar 25% dibandingkan dengan pendapatan petani non-sertifikat. Usahatani kopi arabika spesialti sangat prospektif dan strategis untuk mencapai tujuan pengembangan ekonomi lokal. Usahatani kopi arabika spesialti memberikan kontribusi 3,27% dalam pendapatan wilayah dan 8,29% dalam penyerapan tenaga kerja total Kabupaten Simalungun. Kebijakan pengembangan ekonomi lokal dinilai gayut untuk pengembangan komoditas kopi arabika spesialti, namun program SKPD dinilai belum optimal, bahkan kurang fokus. Oleh karena itu, hasil penelitian ini merekomendasi 14 program untuk mendukung Model PEL berbasis Agribisnis Kopi Arabika Spesialti di dataran tinggi Simalungun. Disamping itu, model yang dikembangkan harus didukung tata ruang rinci sentra produksi kopi arabika spesialti serta percepatan revisi SK Menteri Kehutanan No. 44/2005.

Kata kunci: produksi, kopi spesialti, faktor sosial-ekonomi dan ekologi, PEL, tata guna lahan, kajian kebijakan

(5)

ii

THE INFLUENCE OF SOCIOECONOMIC AND ECOLOGICAL FACTORS ON PRODUCTION OF SPECIALTY ARABICA COFFEE

FOR LOCAL ECONOMIC DEVELOPMENT IN SIMALUNGUN DISTRICT

ABSTRACT

The objective of this research is to know the influence of socioeconomic and ecological factors on production of specialty Arabica coffee in Simalungun District. In addition, research also examined the benefit of coffee certification program, land use and analysis of policy and program need. This studies underlying model of local economic development (LED) based on agribusiness of specialty Arabica coffee. Selection of the sample area is carried out by multi-stage cluster sampling (MSCS) while the determination of the sample of households using probability-proportional-to-size and simple random sampling for 79 units certified coffee farms and 210 units non-certified coffee farms. Farms data was analyzed with multiple linear regression model. The role of Arabica coffee in LED examined in correlation coefficient, share analysis, scenario analysis, policy review and need assessment.

Increased production and productivity of specialty arabica coffee is done with intensification strategy through: (1) increased of suitable fertilizer recommen-dations, (2) facilitation of specialty arabica coffee farm credit, (3) optimization of land use (intercropping or coffee multistrata), (4) optimization of the use of family labour, (5) application of good agricultural practices (shade tree, organic fertilizer, coffee pruning, land conservation, and control of coffee berry borer). While the efforts of extensification should be conducted if an effort of intensification have shown an increase in production and productivity. Ecological factors have an important role in the development of specialty arabica coffee in the highlands of Simalungun. An increase in the application of ecological variables at the level of farming will double role in improving productivity, quality coffee and support the sustainability of the coffee production by ecologically.

Productivity of certified arabica coffee is lower (8%) than productivity of non-certificate coffee. While certified coffee price is only slightly higher (3.57%) than non-certified coffee price. It takes an effort to raise the premium coffee price to 26% for higher income of certified coffee by 25% as compared to the non-certified coffee. Specialty arabica coffee farming is highly prospective and strategic to achieving the purpose of the local economic development. Specialty arabica coffee farming contributed 3.27% in the regional income and 8.29% of the total workforce in Simalungun District. Local economic development policy are assessed relevant for the development of specialty arabica coffee commodities, but SKPD programs are not optimal, even less focused. Therefore, the results of this study recommend 14 programs to support Model of LED based on Agribusiness of Specialty Arabica Coffee in the Simalungun Highlands. In addition, the model that is developed must be supported by spatial detail a specialty arabica coffee production region as well as accelerating the revision of Decree of Ministry of Forestry No. 44/2005.

Key words: production, specialty coffee, socioeconomic and ecological factors, LED, land use, policy review

(6)

iii

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih karena atas berkat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan Disertasi yang berjudul “Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Ekologi terhadap Produksi Kopi

Arabika Spesialti dalam Pengembangan Ekonomi Lokal di Kabupaten Simalungun”.

Dalam penyusunan Disertasi ini, penulis sudah berupaya mencurahkan seluruh daya dan kemampuan penulis untuk menyusun Disertasi ini agar lebih baik. Namun penulis menyadari sepenuhnya akan kelemahan dan kekurangan dalam Disertasi ini, baik dalam isi maupun penyajiannya.

Selama proses penyusunan naskah Disertasi ini sampai layak dipertahankan pada Ujian Promosi Doktor, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan pencerahan, baik secara langsung maupun tidak langsung, terutama dari promotor dan ko-promotor. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. lic. rer. reg. Sirojuzilam, SE, selaku Ketua Program Doktor Perencanaan Wilayah, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sekaligus selaku promotor penulis, yang dengan sabar dan sistematis membimbing penulis terutama terkait dengan core ilmu perencanaan wilayah dan kajian pengembangan ekonomi lokal (PEL).

4. Prof. Erlina, SE, MSi, Ph.D, Ak, selaku Sekretaris Program Doktor Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, atas masukan yang diberikan sejak persiapan sampai pelaksanaan Ujian Kualifikasi, kolokium, dan seminar hasil penelitian disertasi, terutama masukan terkait dengan konsep variabel penelitian.

5. Prof. Dr. Suwardi Lubis, M.S., selaku ko-promotor yang telah banyak memberikan waktu dan pemikirannya dalam penyusunan Disertasi ini, terutama terkait dengan penetapan variabel dan metode penelitian.

6. Prof. Dr. Ir. Beater Sengli Janus Damanik, M.Sc., selaku ko-promotor yang telah banyak memberikan waktu dan pemikirannya dalam penyusunan Disertasi ini, terutama terkait dengan aspek lingkungan dan metode sampling.

7. Dr. Ir. Salmiah, M.S., selaku penguji luar Komisi Pembimbing atas masukannya terutama tentang alur berpikir pada latar belakang dan pemahaman tentang makna produksi dan produktivitas.

8. Prof. Dr. Mohd. Nur Syehchalad, M.S. (Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh), selaku penguji luar Komisi Pembimbing atas masukannya terutama

(7)

iv

tentang strategi dan kebijakan pengembangan kopi arabika ke depan untuk dapat meningkatkan pendapatan petani dan penyerapan tenaga kerja lokal.

9. Bapak dan ibu dosen Program Doktor Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (Prof. Bachtiar Hassan Miraza, Prof. Dr. Ramli, Prof. Dr. Suwardi Lubis, Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, Prof. Dr. Sumono, Dr. Polin Pospos, Prof. Dr. A. Rahim Matondang, Dr. Ibnu Syabri, Prof. Dr. Soetiastie Soemitro Remi, Dr. Murny Daulay, Prof. Dr. Bomer Pasaribu, dan Dr. Ridwan Siregar), yang telah memberikan teori dan konsep ilmu dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, semoga Tuhan Yang Maha Pengasih membalasnya.

10. Semua pihak yang telah membantu, baik langsung maupun tidak langsung, proses penelitian dan penulisan naskah disertasi ini: rekan mahasiswa PW angkatan 2009, para pimpinan dan staf SKPD terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun, Bapak Yanuar Arianto (Ditjen Perkebunan), para enumerator dan para petani kopi arabika spesialti yang menjadi mitra dalam pengumpulan data usahatani. 11. Para narasumber pakar, akademisi, praktisi, aktivis lingkungan, dan LSM, atas bantuannya memberikan pandangan terkait peran dan prospek komoditas kopi arabika spesialti dalam PEL dan identifikasi kebutuhan program pengembangan kopi arabika spesialti.

12. International Finance Corporation/IFC (Bapak Rahmad Syakib) atas ijin yang diberikan untuk menggunakan sebagian data usahatani kopi arabika di Kabupaten Simalungun untuk kepentingan akademis penulisan Disertasi ini. Data dimaksud merupakan hasil survai dan pendampingan petani dalam mengisi Buku Catatan Petani Kopi di Kabupaten Simalungun, Dairi, dan Tapanuli Utara; yang merupakan kerjasama Universitas Simalungun dengan IFC dimana penulis bertindak sebagai Koordinator Lapangan.

Penulis mengenang kedua orang tua yang telah tiada, yang meninggalkan penulis di tengah masa studi, atas doa dan dukungannya semasa hidup mereka. Kepada kedua mertua penulis diucapkan terima kasih atas doa, perhatian dan dukungan yang diberikan. The last but not least, terima kasih kepada istri tercinta dan ketiga buah hati kami, yang seringkali kurang mendapat perhatian; saat penulis belajar, mengunduh jurnal, pengumpulan data lapang, dan menyusun disertasi ini. Sesungguhnya, disertasi ini didedikasikan untuk mereka.

Akhirnya, semoga Disertasi ini dapat menjadi penelitian dasar sekaligus penelitian terapan dan bermanfaat untuk pengembangan kopi arabika spesialti di Kabupaten Simalungun dan Sumatera Utara.

(8)

v DAFTAR ISI

ABSTRAK i

ABSTRACT ii KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI v DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR LAMPIRAN xiii DAFTAR SINGKATAN xiv BAB I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 17 1.3. Tujuan Penelitian ... 18 1.4. Manfaat Penelitian ... 19 1.4.1. Manfaat Teoritis ... 19 1.4.2. Manfaat Praktis ... 20 1.5. Novelty ………... 20

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 21 2.1. Perencanaan Wilayah ... 2.1.1. Ilmu Wilayah ... 2.1.2. Teori Perencanaan ………... 2.1.3. Konsep Wilayah ... 2.1.4. Perencanaan Wilayah ... 2.2. Produksi dan Produktivitas Pertanian ... 2.3. Aspek Sosial Ekonomi dan Ekologi dalam Produksi Kopi Berkelanjutan ... 2.4. Landasan Penelitian Terdahulu ... 2.5. Pengembangan Ekonomi Lokal ……… 2.6. Kopi Arabika ... 21 21 22 23 26 29 33 40 44 52 2.6.1. Sejarah Kopi ………..……….. 2.6.2. Kopi Spesialti ………... 52 54 BAB III. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 61 3.1. Kerangka Konseptual ... 61

3.1.1. Faktor Sosial Ekonomi ... 64

3.1.2. Faktor Ekologi ... 67

3.1.3. Produktivitas dan Pengembangan Ekonomi Lokal ... 71

3.1.4. Sertifikasi Kopi ... 72

(9)

vi

BAB IV. METODE PENELITIAN 75

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 4.2. Rancangan Penelitian ...

75 75 4.3. Populasi, Sampel, dan Besar Sampel ………...

4.3.1. Populasi ... 4.3.2. Sampel ... 4.3.3. Besar Sampel ... 4.4. Teknik Pengambilan Sampel ……… 4.5. Sampel Kopi Arabika Spesialti Bersertifikat ……… 4.6. Teknik Pengumpulan Data ………

77 77 77 78 79 85 88 4.7. Variabel Penelitian ... 95 4.7.1. Klasifikasi Variabel ... 4.7.2. Landasan Empiris Kaitan antara Variabel Bebas dan Produksi ... 4.7.2. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 90 91 92 4.8. Metode Analisis Data ... 4.8.1. Kinerja Produksi dan Produktivitas Kopi Dunia, Nasional, Regional, dan Lokal ... 4.8.2. Uji Asumsi Klasik ... 4.8.2.1. Uji normalitas ... 4.8.2.2. Uji multikolinearitas ... 4.8.2.3. Uji heteroskedastisitas ... 4.8.2.4. Uji linearitas ... 4.8.3. Uji Kesesuaian model ...…………... 4.8.4. Uji Pengaruh Faktor secara Serempak ………... 4.8.5. Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Ekologi …... 4.8.6. Pengujian Hipotesis Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Ekologi ………....…....………... 4.8.7. Kinerja Ekonomi Usahatani Kopi Arabika Spesialti Sertifikat vs. Non-sertifikat ...………... 4.8.8. Tata Guna Lahan, Kajian Kebijakan dan Dukungan Program ... 4.8.9. Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) ……….. 94 94 95 95 95 96 97 97 98 98 99 100 102 103 BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 106 5.1. Kinerja Produksi dan Produktivitas Kopi Global, Nasional, Regional, dan Lokal ... 106

5.1.1. Kinerja Kopi Indonesia ... 106

5.1.2. Kinerja Kopi Arabika Sumatera Utara ... 111

5.1.3. Kinerja Kopi Arabika Simalungun ... 115

5.1.4. Kinerja Produksi Kopi Arabika Spesialti Simalungun ... 117

5.2. Karakteristik Petani Kopi Arabika Spesialti ... 119

5.2.1. Karakteristik Sosial ... 119

5.2.2. Karakterisitik Ekonomi ... 120

5.2.3. Kondisi Ekologis ... 128

5.3. Uji Asumsi Klasik ... 130

5.4.1. Uji Normalitas ... 130

5.4.2. Uji Multikolinearitas ... 132

5.4.3. Uji Heteroskedastisitas ... 133

(10)

vii

5.5. Uji Kesesuaian Model ... 136

5.6. Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Ekologi terhadap Produksi 137 5.7.1. Pengujian Hipotesis ... 137

5.7.1.1. Hipotesis 1 (Pengaruh faktor sosial-ekonomi terhadap produksi) ... 137 5.7.1.2. Hipotesis 2 (Pengaruh faktor ekologi terhadap produksi) ... 150 5.7.1.3. Hipotesis 3 (Pengaruh faktor sosial-ekonomi dan ekologi secara bersama terhadap produksi) ... 161 5.7. Hipotesis 4 (Uji Beda Rata-rata Kinerja Usahatani Kopi Sertifikat vs. Non-sertifikat) ... 162 BAB VI. PERENCANAAN WILAYAH DAN PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL 171 6.1. Perencanaan Wilayah ... 171

6.1.1. Pola Ruang Wilayah Kabupaten Simalungun ... 171

6.1.2. Tata Guna Lahan ... 178

6.2. Perencanaan Pembangunan ... 179

6.2.1. Kajian Kebijakan ... 181

6.2.2. Analisis Kebutuhan Program ... 184

6.3. Pengembangan Ekonomi Lokal ... 186

6.3.1. Kinerja Sektor Perekonomian Kabupaten Simalungun ... 187

6.3.2. PDRB Sektor Pertanian dan Subsektor Perkebunan ... 189

6.4. Peran Kopi Arabika Spesialti dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) ... 190

6.4.1. PEL Berbasis Agribisnis Kopi Arabika Spesialti ... 192

6.4.2. Produktivitas, Pendapatan, dan Kesempatan Kerja ... 193

6.4.3. Peran Kopi Arabika Spesialti dalam Pendapatan dan Penyerapan Tenaga Kerja ... 195

6.4.4. Pola Penyerapan Tenaga Kerja ... 197

6.4.5. Analisis Skenario Pengembangan Kopi Arabika Spesialti 199

6.4.6. Peningkatan Aktivitas Ekonomi Wilayah ... 202

6.5. Rekomendasi Model PEL Berbasis Agribisnis Kopi Arabika Spesialti ... 206

6.5.1. Kajian Empiris Terdahulu tentang PEL ... 206

6.5.2. Model PEL Berbasis Kopi Arabika Spesialti ... 210

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN 217 7.1. Kesimpulan ... 217

7.2. Saran ... 220

DAFTAR PUSTAKA 222

(11)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1 Negara produsen kopi dunia dan jenis kopi yang dihasilkan, 2010 .... 2

2 Luas kebun, produksi, dan produktivitas kopi perkebunan rakyat (arabika dan robusta) di Indonesia menurut provinsi ... 3

3 Perkembangan produksi kopi arabika si Indonesia, 2006-2012 ... 3

4 Produksi, luas kebun, dan produktivitas kopi arabika di Sumatera Utara menurut kabupaten, 2010 ………... 4

5 Perkembangan luas kebun, produksi, produktivitas dan jumlah petani pada perkebunan kopi arabika di Kabupaten Simalungun tahun 1999-2010 ... 8

6 Luas areal atau potensi yang dimiliki kelompok tani tahun 2010 ... 11

7 Isu keberlanjutan dalam perencanaan (sustainability planning) ... 22

8 Indikator pembangunan wilayah ……….. 30

9 Penggunaan istilah „ekologi‟ dan „lingkungan‟ dalam beberapa kajian empiris dan dokumen terpilih untuk produksi kopi berkelanjutan ... 34

10 Penggunaan istilah „ekologi‟ dalam beberapa kajian empiris mengenai pertanian berkelanjutan di Indonesia ... 36

11 Dimensi sosial ekonomi dan lingkungan (ekologi) dalam produksi kopi berkelanjutan ... 38

12 Hasil penelitian yang gayut tentang faktor sosial ekonomi dan lingkungan yang memengaruhi produksi kopi ... 41

13 Pendekatan baru teori pengembangan ekonomi lokal ... 45

14 Perbedaan utama antara kebijakan pembangunan tradisional dan pengembangan ekonomi lokal ... 47

15 Sasaran PEL dari beberapa kepustakaan terpilih ... 51

16 Standar kopi spesialti untuk semua kopi arabika ... 57

17 Panduan umum standar C.A.F.E. Practices ... 60

18 Nilai statistik usahatani kopi arabika dari survai sebelumnya ... 79

19 Luas areal, produksi serta jumlah petani kopi arabika di Kabupaten Simalungun berdasarkan kecamatan, tahun 2010 ……… 82

20 Luas kebun, produksi, dan jumlah petani kopi arabika di Kabupaten Simalungun berdasarkan kecamatan sebagai Primary Sampling Unit 83 21 Jumlah sampel untuk masing-masing kecamatan ... 83

(12)

ix

23 Lokasi sampel penelitian ... 85

24 Nilai statistik usahatani kopi arabika spesialti bersertifikat dari survai sebelumnya ... 87

25 Lokasi penelitian dan jumlah sampel usahatani kopi arabika spesialti sertifikat ... 88

26 Landasan empiris variabel yang digunakan dalam penelitian ... 91

27 Definisi operasional dan pengukuran faktor dan variabel penelitian .. 93

28 Luas kebun, produksi, produktivitas, dan jumlah petani perkebunan rakyat kopi arabika di Indonesia menurut provinsi tahun 2010 ... 113

29 Perkembangan produksi kopi arabika per kecamatan di Kabupaten Simalungun tahun 2000-2011 ... 117

30 Karakteristik sosial ekonomi petani dan lingkungan usahatani kopi arabika ... 120

31 Nilai tolerance dan VIF untuk uji multikolinearitas ... 133

32 ANOVA untuk pengujian linearitas dengan analisis varian ... 135

33 Nilai Deviation from Linearity (DfL) untuk uji linearitas ... 135

34 Statistik R2 dan F-hitung untuk uji kesesuaian model ... 137

35 Hasil estimasi koefisien regresi linier berganda untuk faktor sosial ekonomi ... 138

36 Hasil estimasi koefisien regresi linier berganda untuk faktor ekologi . 151 37 ANOVA untuk uji pengaruh seluruh variabel bebas secara serempak 162 38 Kinerja usahatani kopi arabika spesialti sertifikat vs. non-sertifikat .. 164

39 Alokasi luas perkebunan di Kabupaten Simalungun ... 172

40 Nagori/lokasi sentra produksi kopi arabika spesialti dalam kawasan hutan pasca SK 44/2005 ... 174

41 Kendala program revitalisasi perkebunan terkait dengan tata guna lahan ... 179

42 Arah kebijakan, sasaran, dan program SKPD dalam pengembangan kopi arabika ... 184

43 Program eksisting dan program yang dibutuhkan dalam pengembangan kopi arabika spesialti ... 186

44 Struktur perekonomian Kabupaten Simalungun tahun 2010 ... 187

45 Perkembangan PDRB Sektor Pertanian dan Subsektor Perkebunan .. 189

46 Pendapat narasumber mengenai potensi dan prospek kopi arabika spesialti dalam PEL ... 193

47 Korelasi antara produktivitas, pendapatan, dan tenaga kerja ... 194

48 Peran komoditas kopi arabika spesialti dalam pendapatan dan penyerapan tenaga kerja wilayah ... 196

(13)

x

49 Analisis skenario kondisi yang mungkin dicapai, 2015 dan 2020 ... 201 50 Rekomendasi kebutuhan input dan sarana pendukung usahatani kopi

arabika spesialti untuk menghitung peningkatan aktivitas ekonomi .. 204 51 Peningkatan aktivitas ekonomi berdasarkan kebutuhan input

produksi dan sarana lain tahun 2012-2020 ... 206 52 Temuan teoritis penelitian dibandingkan dengan kajian empiris

(14)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1. Kerangka produktivitas pertanian ... 34

2. Kebijakan pembangunan wilayah dengan pendekatan PEL ... 46

3. Kerangka konseptual penelitian ... 74

4. Lokasi petani responden penelitian (Kabupaten Simalungun) ... 81

5. Diagram dari proses multi-stage cluster sampling (MSCS) ... 84

6. Perkembangan produksi kopi negara produsen utama dunia ... 107

7. Pangsa produksi kopi dunia tahun 2011 dan produktivitas tahun 2009 109 8. Perbandingan produksi dan luas kebun negara produsen utama dunia tahun 2009 ... 109

9. Produksi, ekspor, dan konsumsi domestik produsen kopi utama 2010 111 10. Volume ekspor kopi negara produsen utama tahun 2000-2011 ... 111

11. Perkembangan produksi kopi arabika per provinsi ... 112

12. Luas kebun, produksi dan jumlah petani pada perkebunan rakyat kopi arabika di Indonesia tahun 2010 ... 114 13. Pangsa produksi dan produktivitas kopi arabika per provinsi ... 115

14. Perkembangan produksi kopi Sumatera Utara tahun 2001-2009 ... 116

15. Pangsa produksi dan produktivitas kopi arabika per kabupaten di Sumatera Utara tahun 2009 ... 117

16. Perkembangan produksi kopi arabika spesialti Simalungun ... 118

17. Pangsa produksi dan produktivitas kopi arabika per kecamatan di Kabupaten Simalungun tahun 2010 ... 119

18. Kinerja karakteristik sosial dan distribusi pendidikan petani ... 121

19. Kinerja variabel ekonomi usahatani kopi arabika spesialti ... 123

20. Kinerja variabel ekonomi usahatani kopi arabika spesialti ... 124

21. Kinerja variabel ekologi usahatani kopi arabika spesialti ... 128

22. Ilustrasi pemangkasan ringan pada tanaman kopi arabika ... 129

23. Scatter plot untuk uji normalitas data ... 132

24. Histogram untuk uji normalitas data ... 132

25. Scatter plot uji heteroskedastisitas model penelitian ... 134

26. Manfaat pohon pelindung menurut pandangan petani ... 153

27. Kondisi topografi lahan usahatani kopi arabika ... 158

28. Ilustrasi pengendalian PBKo dengan brocap trap di kebun petani ... 159

(15)

xii

30. Perkembangan harga kopi di pasar internasional tahun 2011 ... 167 31. Saluran distribusi perdagangan kopi arabika spesialti Simalungun ... 168 32. Rencana pola ruang Kabupaten Simalungun (usulan revisi SK

44/2005) ... 173 33. Pertanian lahan kering, sentra kopi arabika, dan potensi perluasan

areal tanam di dataran tinggi Simalungun ... 175 34. Mekanisme perencanaan pembangunan ... 181 35. Alur pikir analisis dukungan kebijakan dan program pemerintah

daerah dalam pengembangan kopi arabika spesialti ... 182 36. Pangsa sektor dalam perekonomian Kabupaten Simalungun tahun

2010 ... 188 37. Struktur PDRB sektor pertanian Kabupaten Simalungun 2010 ... 188 38. Struktur PDRB sektor pertanian Kabupaten Simalungun tahun

2003-2010 ... 190 39. Peran kopi arabika spesialti dalam pengembangan ekonomi lokal ... 192 40. Kurva pengangguran musiman dan penyerapan tenaga kerja usahatani

kopi arabika spesialti ... 198 41. Model pemberdayaan ekonomi masyarakat perdesaan berbasis

agribisnis ... 207 42. Model PEL yang disarankan untuk tingkat kabupaten ... 207 43. Model produksi dan pendapatan untuk usahatani kopi dari kajian

empiris terpilih ... 209 44. Model pengembangan ekonomi lokal berbasis kopi arabika spesialti

(16)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Teks Halaman 1. Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor 205/Kpts/SR.120/4/2005

tentang Pelepasan Varietas Kopi Sigarar Utang sebagai Varietas

Unggul ... 2. Statistik deskriptif usahatani kopi arabika spesialti gabungan, sertifikat,

dan non-sertifikat ... 3. Distribusi frekuensi (pola penyebaran) karakteristik sosial ekonomi dan

ekologi usahatani kopi arabika spesialti ... 4. Output SPSS ver. 17 untuk uji linearitas ... 5. Output SPSS ver. 17 untuk analisis regresi berganda (uji asumsi klasik,

uji kesesuaian model, uji t, dan uji F) ... 6. Output SPSS ver. 17 untuk uji beda rata-rata kinerja usahatani kopi

arabika spesialti sertifikat vs. non-sertifikat ... 7. Pandangan narasumber tentang program pengembangan kopi arabika

spesialti saat ini dan program yang diperlukan ... 8. Pendapat narasumber tentang peran kopi arabika spesialti dalam

pengembangan ekonomi lokal (PEL) ... 9. Output SPSS ver. 17 untuk korelasi Spearman antara produktivitas vs.

pendapatan dan produkstivitas vs. tenaga kerja ... 10. Daftar lembaga tempat responden narasumber ... 11. Analisis skenario kondisi yang mungkin dicapai tahun 2012-2020

berdasarkan skenario 1, skenario 2, dan skenario 3 ... 12. Peningkatan aktivitas ekonomi berdasarkan kebutuhan input produksi

dan sarana lain tahun 2012-2020 ... 13. Model PEL Berbasis Agribisnis Kopi Arabika Spesialti di Dataran

Tinggi Simalungun ... 239 244 247 251 253 256 258 261 263 266 267 268 271

(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kopi merupakan komoditas ekspor terpenting kedua dalam perdagangan global, setelah minyak bumi (Gregory dan Featherstone, 2008; ICO, 2010; Amsalu dan Ludi, 2010). Kopi adalah komoditas pertanian yang diperdagangkan paling meluas di dunia, sebagian besar dikelola petani skala kecil dengan peran wanita yang signifikan (ITC, 2011). Kopi dihasilkan oleh lebih dari 70 negara sedang berkembang dimana 45 negara diantaranya memasok 97% produksi kopi dunia.

Pada tingkat nasional, Provinsi Sumatera Utara berada pada posisi keempat dalam produksi total kopi arabika dan robusta. Produksi total Sumatera Utara pada tahun 2010 mencapai 55 ribu ton. Produsen kopi terbesar di Indonesia adalah Provinsi Lampung (145 ribu ton), disusul Sumatera Selatan (138 ribu ton) dan Bengkulu (hampir 56 ribu ton). Dari sisi produktivitas, Provinsi Sumatera Utara dengan produktivitas 1.022 kg/ha/tahun, menempati posisi kedua setelah NAD dengan produktivitas sebesar 1.158 kg/ha/tahun. Secara nasional, produktivitas kopi di Indonesia adalah 780 kg/ha/tahun dalam bentuk kopi biji.

Keunggulan Sumatera Utara adalah sebagai produsen kopi arabika terbesar di Indonesia. Produksi tahun 2010 mencapai 46.814 ton dengan pertumbuhan 4,59% per tahun periode 2006-2010. Jumlah produksi ini memberikan kontribusi 33,20% dalam produksi kopi arabika nasional. Kabupaten penghasil kopi arabika yang utama di Sumatera Utara adalah Kabupaten Dairi, Tapanuli Utara, Simalungun, Karo, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, Samosir, dan Pakpak Bharat. Kopi arabika dari Sumatera Utara telah lama dikenal dan memiliki reputasi global dengan nama Mandheling Coffee dan Lintong Coffee.

Kabupaten Simalungun merupakan penghasil kopi arabika ketiga terbesar di Sumatera Utara, setelah Kabupaten Dairi dan Tapanuli Utara (BPS, 2011), dan menjadi salah satu wilayah penting penghasil kopi arabika spesialti di Sumatera Utara. Saat ini, komoditas kopi arabika menjadi sumber pendapatan yang penting bagi petani di wilayah dataran tinggi Kabupaten Simalungun.

Meskipun posisi Simalungun berada pada peringkat ketiga dalam produksi total, pemilihan Kabupaten Simalungun sebagai lokasi penelitian didasarkan pada dua landasan pemikiran. Kopi arabika dari Kabupaten Simalungun merupakan salah satu jenis kopi spesialti dalam kelompok Mandheling Coffee (Wahyudi dan Misnawi, 2007) namun masih relatif kurang dikenal sebagai komoditas khas wilayah (regional brand) sebagaimana kopi sejenis di Sumatera Utara seperti kopi Lintong atau kopi Sidikalang. Kajian mengenai regional brand antara lain dilakukan oleh Neilson (2011) untuk kopi Toraja dan kopi Kintamani. Selain itu, kopi arabika spesialti dari Simalungun masih sedikit yang memeroleh pengakuan sertifikasi bila dibandingkan dengan kopi dari Kabupaten Dairi dan Tapanuli Utara.

Tanaman kopi arabika Sigarar utang mulai ditanam secara meluas sejak 10-15 tahun yang lalu, dan perkembangannya merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji. Sejak dikembangkan 15 tahun yang lalu; beberapa masalah dan potensi pengembangan kopi arabika spesialti perlu mendapat kajian. Masalah dan potensi pengembangannya menunjukkan pentingnya penelitian tentang produksi kopi arabika dengan beberapa dasar pemikiran.

(18)

2

Pertama, kopi arabika merupakan komoditas unggulan Kabupaten Simalungun (Dinas Perkebunan Kabupaten Simalungun, 2007) namun produktivitasnya masih relatif rendah, yaitu hanya 50-65% dari potensi produksi. Kedua, luas areal dan produksi kopi dari Simalungun selama ini didominasi oleh kopi robusta, maka sepuluh tahun terakhir terjadi peningkatan luas areal dan produksi kopi arabika yang relatif cepat. Ketiga, pengelolaan kebun kopi arabika di Sumatera Utara seluruhnya dalam bentuk perkebunan rakyat, berbeda dengan tanaman perkebunan lainnya seperti kelapa sawit dan karet yang sebagian besar dikelola oleh perkebunan besar negara (PBN) dan perkebunan besar swasta (PBS). Keempat, agropedoklimat wilayah Kabupaten Simalungun sesuai untuk kopi arabika. Kelima, komoditas kopi ditetapkan oleh Kementerian Pertanian RI sebagai komoditas prioritas dalam Program Revitalisasi Perkebunan (PRP) di Indonesia mulai tahun 2011. Keenam, potensi lahan kering di Kabupaten Simalungun masih terbuka luas untuk pengembangan kopi arabika spesialti. Ketujuh, hasil kajian empiris terdahulu (Wollni dan Brümmer, 2009; Doutriaux et al., 2008; Poudel et al., 2011; Poudel et al., 2010; Nchare, 2007; Saliu et al., 2010; Mauro, 2010; van der Vossen, 2005; Safa, 2005; Suwarno et al., 2005) telah menganalisis pengaruh faktor sosial ekonomi dan ekologi terhadap produksi kopi.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menggali sejauhmana pengaruh faktor sosial ekonomi dan ekologi terhadap produksi kopi arabika spesialti dan bagaimana perannya dalam pengembangan ekonomi lokal (PEL) di Kabupaten Simalungun. Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah untuk:

(1) Menganalisis pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap produksi kopi arabika spesialti.

(2) Menganalisisi pengaruh faktor ekologi terhadap produksi kopi arabika spesialti. (3) Menganalisis pengaruh faktor sosial ekonomi dan faktor ekologi secara serempak

terhadap produksi kopi arabika spesialti.

(4) Menganalisis kinerja usahatani kopi arabika spesialti bersertifikat dibandingkan dengan usahatani kopi arabika spesialti non-sertifikat.

(5) Menganalisis pola ruang dan tata guna lahan usahatani kopi arabika spesialti. (6) Menganalisis dukungan kebijakan dan program pengembangan kopi arabika

spesialti.

(7) Menganalisis peran komoditas kopi arabika spesialti dalam pengembangan ekonomi lokal (PEL) di Kabupaten Simalungun.

1.3. Novelty

Kebaruan yang muncul dalam penelitian ini adalah: (1) merupakan penelitian survai lapang pertama dengan jumlah sampel besar untuk komoditas kopi arabika spesialti di Kabupaten Simalungun, bahkan di Sumatera Utara. Selain itu, penelitian ini melakukan sintesis faktor sosial ekonomi, ekologi, tata guna lahan, dukungan kebijakan dan program dalam kaitannya dengan produksi kopi arabika spesialti dalam kerangka pengembangan ekonomi lokal (PEL). Kebaruan lainnya adalah (2) penambahan dan modifikasi beberapa variabel ekonomi dari kajian empiris sebelumnya, dan (3) manfaat praktis berupa model pengembangan ekonomi lokal (PEL) berbasis agribisnis kopi arabika spesialti di wilayah dataran tinggi Kabupaten Simalungun.

(19)

3

BAB II

DAFTAR PUSTAKA

2.1. Produksi dan Produktivitas Pertanian

Fungsi produksi menggambarkan suatu hubungan antara input dan output atau menjelaskan transformasi input (sumberdaya) menjadi output (komoditas). Secara simbolik, fungsi produksi dapat ditulis sebagai: Y = f (X1, X2, X3, ..., Xn), dimana Y adalah output, X1 ... Xn adalah input yang digunakan untuk menghasilkan Y (Debertin, 1986; Doll dan Orazem, 1984).

Fungsi produksi menggambarkan respon produksi pada semua tingkat dan kombinasi input dalam kaitannya dengan teori penawaran, dan memperhatikan variasi dalam masing-masing input. Fungsi produksi merupakan model ekonomi yang berfungsi membantu dalam pembuatan prediksi, rekomendasi kebijakan, dan proyeksi (Lewis, 1969). Fungsi produksi merupakan representasi matematis yang menunjukkan jumlah output maksimum yang dapat dihasilkan dari sejumlah input yang digunakan (Besanko, 2004).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), produksi pertanian merupakan barang, baik berupa tanaman maupun hewan atau yang lain, yang dihasilkan oleh suatu usahatani atau perusahaan pertanian; sementara produktivitas adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu atau daya produksi (Pusat Bahasa, 2008). Produktivitas merupakan isu sentral penting dalam perekonomian sebab menjadi penentu utama kesejahteraan ekonomi. Analisis produktivitas pertanian mendapat tempat khusus dalam ekonomi pertanian karena: (1) ketergantungan sektor pertanian pada sumberdaya alam, (2) keterbatasan ketersediaan sumberdaya alam dalam mendukung produksi pertanian, dan (3) dalam jangka panjang produktivitas pertanian berimplikasi pada pengurangan kemiskinan di negara sedang berkembang dan tantangan lingkungan global seperti perubahan iklim (Fuglie dan Schimmelpfennig, 2010).

Produktivitas pertanian merupakan rasio antara output pertanian dan input pertanian. Produktivitas faktor total (PFT) didefinisikan sebagai rasio antara nilai output dengan nilai semua input yang digunakan. Namun PFT sulit diukur karena kendala menilai input-input utama ketika pasar tidak berfungsi dengan baik. Suatu pendekatan alternatif adalah produktivitas faktor parsial (PFP). PFP diukur dengan membagi output fisik (Q) dengan input faktor fisik (Xi), PFP = Q/Xi. Produktivitas dapat bervariasi sebagai akibat dari penerapan teknologi yang berbeda atau variasi dalam input-input yang tidak terukur, dalam suatu fungsi produksi sebagai berikut:

Q = f (X1, X2, … Xn; t).

Ukuran parsial yang dibangun secara hati-hati merupakan ukuran yang sah mengukur variasi output dan variasi input (Alston et al., 1994; Ramaila et al., 2011; Owuor, 1998). Brambilla dan Porto (2006) mendefinisikan produktivitas sebagai hasil per hektar dalam unit fisik. Definisi ini berbeda dengan definisi standar yang digunakan dalam analisis industri, yang biasanya menggunakan ukuran nilai tambah pada harga konstan. Definisi produktivitas dalam unit fisik secara ekonomi lebih memiliki makna karena merefleksikan teknologi yang digunakan; sementara nilai tambah tergantung pada situasi pasar melalui harga.

Odhiambo et al. (2004) menemukan bahwa tenaga kerja dan lahan merupakan faktor yang sangat penting sebagai penentu pertumbuhan dan produktivitas pertanian. Faktor penting lainnya adalah kebijakan perdagangan, iklim, dan pengeluaran pemerintah

(20)

4

untuk sektor pertanian. Handayani dan Dewi (2006) mendefinisikan produktivitas tenaga kerja sebagai pendapatan dalam satu musim panen (merupakan output) dibagi dengan curahan jam kerja selama musim panen tersebut (merupakan input).

Studi tentang perubahan produktivitas pertanian dalam ekonomi global pada negara produsen pertanian besar di negara sedang berkembang telah dilakukan di China, India, Indonesia, negara-negara eks Uni Soviet dan Eropa Timur. Negara-negara ini merupakan produsen pertanian besar yang memiliki konsekuensi besar bagi ekonomi pangan global. Selain itu, kebijakan dan kelembagaan yang dibutuhkan untuk menjaga pertumbuhan produktivitas yang lestari seperti system penelitian dan pengembangan (R&D system) dan pasar yang efisien belum mantap, dan karenanya prospek pertumbuhan ke depan menjadi kurang meyakinkan dibandingkan dengan negara-negara industri maju (Fuglie dan Schimmelpfennig, 2010).

Merujuk Heimlich (2003), perubahan output pertanian (ΔO) merupakan hasil dari perubahan input pertanian (ΔI) dan pertumbuhan produktivitas (ΔY). Dalam formula sederhana dituliskan sebagai: ΔO = ΔI + ΔY. Output pertanian diukur dengan output yang dapat dipasarkan, input pertanian merupakan faktor-faktor produksi seperti intermediate input (pupuk, pestisida, benih/bibit, energi), tenaga kerja, dan modal.

Sementara pertumbuhan produktivitas ditentukan oleh penelitian dan pengembangan pertanian (agriculture R&D), penyuluhan, pendidikan, infrastruktur, dan program-program pemerintah. Hal yang menarik dari Heimlich (2003) adalah bahwa produktivitas diukur bukan hanya untuk memperoleh informasi tentang peran faktor penentu produktivitas tersebut secara terpisah, tetapi yang terpenting adalah memahami sumber-sumber pertumbuhan produktivitas dalam memformulasi kebijakan yang tepat untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat. Brambilla dan Porto (2006) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas usahatani. Beberapa faktor yang dikaji antara lain adalah: umur, gender, pendidikan, teknologi, akses kredit, penyuluhan pertanian, dan pemanfatan lahan.

Penm (2012) menyatakan bahwa pertumbuhan produktivitas pertanian dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu kondisi makroekonomi, input di tingkat usahatani, dan faktor eksternal. Ketiga faktor tersebut harus didukung oleh kondisi oprasional yang inovatif yang dapat dicapai melalui pendekatan kebijakan pemerintah. Kebijakan yang ditempuh pemerintah difokuskan pada pengembangan sumberdaya manusia, pengembangan infrastruktur, investasi dalam penelitian dan pengembangan (investing in R&D), insentif harga, dan perbaikan fleksibilitas operasional.

2.2. Aspek Sosial Ekonomi dan Ekologi dalam Produksi Kopi Berkelanjutan

Pada dekade terakhir, konsumen kopi menaruh perhatian terhadap kondisi sosial ekonomi dan ekologi yang dihadapi oleh petani di negara-negara sedang berkembang untuk mendorong pertumbuhan berkelanjutan yang berorientasi pada standar tertentu (ITC, 2011). Aspek sosial ekonomi dan ekologi yang dikaitkan dengan perencanaan komoditas kopi telah banyak dikaji oleh berbagai pakar dan ditulis oleh berbagai lembaga. Aspek sosial berkaitan dengan karakteristik sosial petani yang berkaitan dengan produksi kopi berkelanjutan, sementara aspek ekonomi umumnya terkait dengan faktor produksi dan biaya dalam produksi kopi berkelanjutan. Aspek ekologi yang terkait dengan produksi kopi berkelanjutan dapat saling dipertukarkan dengan istilah lingkungan, dimana secara umum istilah lingkungan dan istilah ekologi memiliki indikator yang hampir sama. Kajian empiris penggunaan istilah ekologi dikemukakan oleh Subiyakto (2011), yang menganalisis aspek tumpangsari, perlakukan benih dengan insektisida, budidaya tanpa olah tanah, penggunaan mulsa, dan pengunaan pestisida nabati. Mustika (2005) melakukan kajian pengendalian hama dan penyakit terpadu (PHT)

(21)

5

berdasarkan pertimbangan kelayakan teknologi, ekologi, ekonomi, dan sosial budaya. Aspek yang dikaji terkait kelayakan ekologi adalah teknik budidaya (varietas tahan atau toleran, pergiliran tanaman, tanaman perangkap, bahan organik), agen hayati (penggunaan jamur), dan pestisida (nabati dan kimia).

Thamrin et al. (2007) menggunakan dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, infrastruktur dan teknologi, serta hukum dan kelembagaan dalam menganalisis keberlanjutan wilayah perbatasan untuk pengembangan kawasan agropolitan. Nurmalina (2008) menggunakan dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, kelembagaan, dan teknologi dalam menganalisis keberlanjutan sistem ketersediaan beras di beberapa wilayah di Indonesia.

Laba (2010) menggunakan istilah PHT berbasis ekologi dalam menganalisis penggunaan insektisida dalam pertanian berkelanjutan. Metode pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) meliputi penggunaan varietas resisten atau toleran, kultur teknis, agen hayati, pengendalian secara genetik, dan pestisida jika diperlukan. Situmorang et al. (2008) menggunakan dimensi ekologi, ekonomi, social budaya, kelembagaan dan teknologi dalam menganalisis keberlanjutan pembangunan. Berdasarkan beberapa landasan empiris tersebut, penelitian ini menggunakan istilah ekologi untuk variabel pohon pelindung, pupuk organik, pemangkasan tanaman kopi, konservasi lahan, dan pengendalian hama penggerek buah kopi (PBKo).

Aspek sosial ekonomi dan ekologi menjadi pertimbangan utama dalam menyusun perencanaan pembangunan berkelanjutan berbasis sektor atau komoditi pertanian pada suatu wilayah. Konsep produksi kopi berkelanjutan diajukan oleh Giovannucci et al. (2008), SAI (2009), UNCTAD-IISD (2003), ICO (2009), van der Vossen (2005), Claro dan Claro (2003), Danse dan Wolters (2003), Zhen dan Routray (2003), dan FAO (1997). Giovannucci et al. (2008) dan UNCTAD-IISD (2003) melakukan kajian untuk menilai keberlanjutan komoditas kopi dengan mengadopsi aspek ekonomi, lingkungan dan sosial. Sustainable Agriculture Initiative (SAI, 2009) merilis praktek dan prinsip dasar produksi kopi berkelanjutan ke dalam empat bagian: system usahatani berkelanjutan, keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan sosial, dan keberlanjutan lingkungan.

International Coffee Organization (ICO), berdasarkan International Coffee Agreement 2007, mengidentifikasi tujuh strategi utama untuk mendorong perkembangan sosial dan ekonomi kopi berkelanjutan. Ketujuh strategi itu adalah: promosi ekonomi kopi berkelanjutan, peningkatan konsumsi dan pengembangan pasar, peningkatan kualitas, diversifikasi, perbaikan sistem pemasaran, penelitian dan pengembangan teknologi baru, dan rehabilitasi kapasitas produksi.

Van der Vossen (2005) menyatakan keberlanjutan agronomis (ekologis) produksi kopi dilihat dari aspek best practices agronomy, perlindungan tanaman dan pengolahan pasca-panen. Indicator operasionalnya mencakup: konservasi tanah, pohon pelindung, aplikasi pupuk organik dan anorganik, verietas tahan hama, integrated pest management (IPM), dan penggunaan peralatan pengolah yang baru. Claro dan Claro (2003) melakukan kajian keberlanjutan atas tiga dimensi: ekonomi, ekologi dan sosial. Keberlanjutan dalam pertanian dipicu oleh profitabilitas usahatani, perlindungan lingkungan, dan kualitas hidup keluarga petani dan masyarakat pedesaan.

Zhen dan Routray (2003) mengusulkan indikator operasional untuk mengukur pertanian berkelanjutan secara umum di negara-negara sedang berkembang. Keberlanjutan ekonomi diukur melalui indikator produktivitas tanaman, pendapatan bersih usahatani, rasio manfaat-biaya, dan produksi bahan pangan per kapita. Keberlajutan sosial diukur melalui indikator swassembada pangan, pemerataan pendapatan dan distribusi bahan pangan, akses ke sumberdaya, serta pengetahuan petani dan kesadaran konservasi sumberdaya. Sementara keberlanjutan ekologi diukur melalui

(22)

6

indikator jumlah pupuk dan pestisida, jumlah air irigasi, kandungan nutrisi tanah, kedalaman air tanah, efisiensi penggunaan air, dan kandungan nitrat.

Namun Zhen dan Routray (2003) mencatat bahwa indikator-indikator tersebut tidak dapat digunakan dengan mudah untuk semua wilayah dan waktu. Oleh karena itu, sangat penting mengevaluasi keberlanjutan praktik usahatani spesifik dengan mengembangkan indikator spesifik wilayah dalam kerangka waktu yang spesifik pula. FAO (1997) merilis kriteria yang relevan untuk merencanakan dan mengevaluasi sektor pertanian, baik pada level rumah tangga petani maupun level sosial yang lebih luas. Kriteria tersebut adalah produktivitas, profitabilitas, stabilitas, diversitas, fleksibilitas, dispersi waktu, keberlanjutan, serta keseimbangan dan kesesuaian lingkungan.

(23)

7

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Survai usahatani kopi arabika spesialti dilakukan di wilayah dataran tinggi Kabupaten Simalungun. Sementara aspek kebijakan dan dukungan program dari pemerintah daerah diperoleh melalui dokumen perencanaan (RTRWK, RPJMD) dan wawancara dengan pimpinan SKPD (Dinas Perkebunan; Badan Pelaksanan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan; Bappeda; Dinas Perindustrian dan Perdagangan; dan Dinas Kehutanan) yang berlokasi di Kecamatan Raya dan Kecamatan Panei.

3.2. Data

Data primer diperlukan untuk menjelaskan masalah penelitian dan untuk menguji hipotesis penelitian. Sebagian data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data survai usahatani kopi arabika yang dilakukan oleh International Finance Corporation (IFC) pada tahun 2011. Data yang diambil dari IFC terutama untuk usahatani kopi arabika spesialti sertifikat (di Kecamatan Sidamanik dan Pamatang Sidamanik) dan sebagian data usahatani kopi arabika spesialti non-sertifikat di Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kecamatan Dolok Pardamean, dan Kecamatan Purba. Untuk memperoleh data usahatani kopi arabika spesialti non-sertifikat dari Kecamatan Sidamanik, Silimakuta, Pamatang Silimahuta, dan sebagian Kecamatan Purba, dilakukan survai usahatani dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner yang digunakan untuk survai usahatani adalah modifikasi kuesioner dari Buku Catatan Petani Kopi IFC.

Data sekunder yang terutama dikumpulkan adalah data produksi kopi arabika, luas areal, dan harga tingkat dunia, nasional, Sumatera Utara, dan Kabupaten Simalungun. Data kopi tingkat dunia diperoleh dari situs International Coffee Organization (ICO), data tingkat nasional diperoleh dari situs ICO dan Direktorat Jenderal Perkebunan, data tingkat provinsi diperoleh dari Direktorat Jenderal Perkebunan dan BPS Sumatera Utara, data tingkat kabupaten diperoleh dari BPS Sumatera Utara, BPS Simalungun, Dinas Perkebunan Kabupaten Simalungun, serta publikasi resmi lainnya. Secara keseluruhan, data sekunder dianalisis secara deskriptif dengan metode analisis data sekunder.

3.3. Populasi, Sampel dan Besar Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah bersifat terbatas dan memiliki ciri yang sama yaitu seluruh petani yang mengelola usahatani kopi arabika spesialti di Kabupaten Simalungun. Berdasarkan data dari Dinas Perkebunan Kabupaten Simalungun (2011), jumlah petani yang mengelola usahatani kopi arabika spesialti di Kabupaten Simalungun pada tahun 2010 adalah 16.416 rumah tangga. Dengan demikian, besarnya populasi (N) dalam penelitian ini adalah 16.416 rumah tangga petani yang mengelola kopi arabika spesialti.

Sampel (responden) dalam penelitian ini merupakan bagian dari populasi petani yang mengelola usahatani kopi arabika. Sampel merupakan bagian dari 16.416 rumah tangga petani kopi arabika yang tersebar di sembilan kecamatan penghasil kopi arabika spesialti di Kabupaten Simalungun. Sembilan kecamatan dimaksud berada di dataran tinggi Kabupaten Simalungun. Dengan demikian, keseluruhan sampel rumah tangga petani kopi arabika spesialti dalam penelitian ini berasal dari wilayah dataran tinggi Kabupaten Simalungun. Dengan menggunakan nilai statistik dari survai terdahulu,

(24)

8

perhitungan ukuran sampel dalam penelitian ini adalah ditetapkan sebanyak 210 rumah tangga petani.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik cluster sampling. Teknik ini dilakukan dengan memilih sampel dari kelompok unit-unit yang kecil, yang disebut klaster. Teknik ini dapat digunakan jika catatan lengkap tentang unit elementer dalam populasi tidak diperoleh. Karena kelompok atau klaster dalam penelitian ini berupa wilayah tertentu yang jelas batas-batasnya –yaitu enam kecamatan terpilih-- maka teknik sampling yang digunakan disebut area sampling. Untuk sampai pada pemilihan sampel di tingkat petani, diperlukan beberapa tahap sampling, sehingga teknik yang digunakan dinamakan multi-stage cluster sampling (Nazir, 2009; Sudjarwo dan Basrowi, 2009; Bungin, 2008; Sudarso, 2007; Lubis, 2002; Magnani, 1997; Mantra dan Kasto, 1995). Wollni dan Zeller (2006) menggunakan multi-stage cluster sampling (MSCS) dalam pemilihan rumah tangga sampel dalam penelitian partisipasi petani kopi di Kosta Rica.

3.4. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu variabel terikat dan variabel bebas.

(1) Variabel terikat (dependent variable) yaitu variabel yang keragamannya dijelaskan oleh variabel bebas. Terdapat variabel sisa (e = error/residual) yaitu keragam-an yang tidak terjelaskan dan dihubungkan dengan variabel terikat. Dalam penelitian ini, variabel terikat adalah Produksi Kopi Arabika Spesialti (Y).

(2) Variabel bebas (independent variable) yaitu variabel yang memberikan pengaruh kepada variabel terikat dan tidak dipengaruhi oleh variabel lain. Dalam penelitian ini, yang termasuk variabel bebas adalah faktor sosial ekonomi (variabel X1–X9) dan

faktor ekologi (variabel X10–X14).

3.5. Metode Analisis Data

Untuk menggambarkan kinerja produktivitas kopi digunakan analisis deskriptif berupa tabulasi, grafis, dan analisis tren. Analisis kinerja produktivitas dilakukan untuk: (1) kopi robusta dan arabika Indonesia di tingkat internasional, (2) kopi arabika Sumatera Utara di tingkat nasional, (3) kopi arabika spesialti Simalungun di Sumatera Utara, dan (4) kinerja produktivitas kopi arabika spesialti di wilayah sentra produksi Kabupaten Simalungun.

Untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel dalam faktor sosial ekonomi dan lingkungan terhadap produktivitas kopi arabika spesialti digunakan Model Regresi Linear Berganda (Multiple Linear Regression Model). Sebelum dilakukan analisis regresi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik (uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas), dan uji linearitas atas model yang digunakan (Pratisto, 2009; Koutsoyiannis, 1977; Pindyck dan Rubinfeld, 1991; Gujarati, 1988).

(25)

9

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.6. Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Ekologi terhadap Produksi Pengaruh faktor sosial-ekonomi terhadap produksi

Hasil estimasi model penelitian untuk mengetahui pengaruh faktor sosial ekonomi dan ekologi terhadap produksi kopi arabika spesialti, dari 14 (empat belas) variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model, terdapat delapan variabel yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi kopi arabika spesialti di Kabupaten Simalungun. Variabel-variabel yang berpengaruh positif dan signifikan tersebut adalah pengalaman usahatani (X1), luas lahan (X3), jumlah tenaga kerja (X6), modal (X7), pemanfaatan lahan (X8), likuiditas petani (X9), pemangkasan tanaman kopi (X12), dan pengendalian penggerek buah kopi (X14). Sementara itu, enam variabel lainnya (yaitu peran perempuan [X2], jumlah tanaman kopi [X4], lama produktif [X5], pohon pelindung [X10], pupuk organik [X11], dan konservasi lahan [X13]) berpengaruh tidak signifikan terhadap produksi kopi arabika spesialti di Kabupaten Simalungun.

Variabel pengalaman usahatani berpengaruh positif dan sangat signifikan terhadap produksi kopi arabika, dengan nilai koefisien sebesar 54,401. Secara statistik dapat dilihat dari nilai t-hitung yang lebih besar dari t-tabel(1%, 274) yaitu 2,888 > 2,340. Demikian juga

jika dilihat dari p-value (sig) yang lebih kecil dari tingkat = 1% (0,004 > 0,01). Hasil penelitian ini lebih baik dari penelitian Nchare (2007) yang menemukan bahwa semakin tinggi pengalaman usahatani memberikan indikasi peningkatan inefisiensi produksi kopi arabika. Penelitian Poudel et al. (2011) di Nepal menunjukkan bahwa pengalaman usahatani berpengaruh tidak signifikan terhadap efisiensi produksi kopi.

Variabel peran perempuan berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap produksi kopi arabika, dengan nilai koefisien sebesar 1,823. Secara statistik dapat dilihat dari t-hitung yang lebih kecil dari t-tabel(10%, 274) yaitu 0,451 < 1,284), atau jika dilihat dari

p-value (sig) yang lebih besar dari tingkat = 10% (0,652 > 0,10). Peran perempuan adalah persentase tenaga kerja perempuan yang diupah dibandingkan dengan jumlah total tenaga kerja diupah yang digunakan untuk pengelolaan usahatani kopi arabika spesialti. Pengelolaan usahatani mencakup mengendalikan gulma, mengendalikan hama dan penyakit, memupuk, panen, dan

menggiling buah kopi (pulping). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi alokasi tenaga kerja perempuan dalam pemeliharaan kebun kopi cenderung meningkatkan produksi kopi arabika spesialti.

Tenaga kerja perempuan merupakan tenaga kerja yang dominan dalam pemeliharaan kebun kopi arabika, dengan porsi 78% dari tenaga kerja yang diupah (hired labor). Tenaga kerja perempuan diperlukan dalam jumlah yang banyak untuk kegiatan panen kopi. Sejauh ini, belum ditemukan hasil penelitian yang menganalisis secara langsung bagaimana pengaruh proporsi tenaga kerja perempuan terhadap produksi kopi arabika. Namun demikian, hasil penelitian Mutsotso dan Chirchir (2005) setidaknya dapat dijadikan sebagai pembanding. Mutsotso dan Chirchir (2005) mendeskripsikan peran perempuan dan pengambilan keputusan pada usahatani kopi di Kenya. Tenaga kerja yang diupah biasanya diperlukan pada saat panen kopi. Tenaga kerja yang digunakan untuk usahatani kopi terdiri atas sekitar 72% tenaga kerja diupah temporer, 9% tenaga kerja yang diupah permanen, dan 19% tenaga kerja keluarga. Perempuan menyumbang 80% tenaga kerja (pada penelitian ini 78%) dan menciptakan 60% pendapatan usahatani. Meskipun perannya besar, perempuan masih mengalami kendala dalam mengakses dan

(26)

10

mengendalikan sumberdaya produksi terutama lahan, kredit dan teknologi pertanian modern.

Jumlah tenaga kerja perempuan dalam usahatani kopi arabika spesialti relatif cukup besar dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki. Namun jumlah yang besar tersebut kurang berperan dalam upaya peningkatan produksi, karena tenaga kerja perempuan cenderung diposisikan hanya untuk kegiatan panen dan pascapanen. Oleh karena itu, tenaga kerja perempuan sebaiknya juga berperan aktif dalam kegiatan lainnya dalam pengelolaan usahatani kopi arabika spesialti. Variabel luas lahan berpengaruh positif dan sangat signifikan terhadap produksi kopi arabika spesialti dengan nilai koefisien sebesar 445,009 dan secara statistik dapat dilihat dari nilai t-hitung (4,323) yang lebih besar dari t-tabel (1,650) atau pvalue yang lebih kecil dari tingkat = 1% (0,000 < 0,01). Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan luas lahan akan meningkatkan produksi kopi arabika. Hasil yang diperoleh penelitian ini sesuai dengan penelitian Wollni dan Brümmer (2009) di Kosta Rika, Doutriaux et al. (2008) di Vietnam, Poudel et al. (2010) di Nepal, dan Safa (2005) di Yaman.

Variabel jumlah tanaman kopi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap produksi kopi arabika, dengan nilai koefisien sebesar 0,068. Secara statistik dapat dilihat dari t-hitung yang lebih kecil dari t-tabel(10%, 274) yaitu 1,054 < 1,650). Sama halnya jika

dilihat dari p-value (sig) yang lebih besar dari tingkat = 10% (0,293 > 0,10). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin banyak populasi tanaman kopi arabika cenderung meningkatkan produksi kopi arabika spesialti.

Variabel lama produktif berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap produktivitas kopi arabika, dengan nilai koefisien sebasar 9,326. Secara statistik dapat dilihat dari t-hitung (0,517) yang lebih kecil dari t-tabel (1,650) atau p-value yang lebih besar dari tingkat = 10% (0,605 > 0,10). Hal ini menunjukkan bahwa lama produktif tanaman kopi cenderung meningkatkan produksi kopi arabika spesialti. Lama produktif adalah lamanya tanaman kopi sejak mulai berbuah pertama kali sampai saat dilakukan penelitian. Variabel lama produktif merupakan modifikasi dari variabel umur tanaman yang digunakan beberapa peneliti sebelumnya. Penelitian yang menggunakan variabel umur tanaman dalam penelitian produksi kopi dilakukan oleh Wollni dan Brümmer (2009) di Kosta Rika yang menemukan bahwa umur tanaman kopi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap produksi buah kopi (cherry).

Variabel jumlah tenaga kerja yang diupah (hired labor) berpengaruh positif dan sangat signifikan terhadap produksi kopi arabika, dengan nilai koefisien sebesar 3,611. Secara statistik dapat dilihat dari nilai t-hitung (7,328) yang lebih besar dari t-tabel (2,340) atau p-value yang lebih kecil dari tingkat = 1% (0,000 < 0,01). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja sangat berperan dalam meningkatkan produksi kopi arabika spesialti. Dengan kata lain, bila jumlah tenaga kerja meningkat maka pemeliharaan dan pertumbuhan tanaman kopi akan semakin baik yang pada gilirannya dapat meningkatkan produksi.

Variabel modal berpengaruh positif dan sangat signifikan terhadap produksi kopi arabika, dengan nilai koefisien sebesar 0,037. Meskipun dengan nilai koefisien regresi yang kecil, secara statistik p-value untuk variabel ini lebih kecil dari tingkat = 1% (0,000 < 0,01). Modal adalah jumlah biaya produksi untuk membeli pupuk organik dan pupuk kimia yang digunakan untuk tanaman kopi arabika. Hal ini menunjukkan bahwa modal usahatani sangat berperan dalam meningkatkan produksi kopi arabika spesialti. Dengan kata lain, jika biaya pupuk meningkat maka jumlah pupuk yang diberikan untuk tanaman kopi juga akan meningkat. Peningkatan jumlah pupuk akan memperbaiki pertumbuhan tanaman dan akan meningkatkan produksi kopi arabika.

(27)

11

Variabel pemanfaatan lahan berpengaruh positif dan sangat signifikan terhadap produksi kopi arabika pada tingkat = 1%, dengan nilai koefisien sebesar 214,318. Secara statistik dapat dilihat dari t-hitung yang lebih besar dari t-tabel(1%, 275) yaitu 2,586

> 2,340. Variabel pemanfaatan lahan merupakan variabel dummy, dimana sistem usahatani tumpangsari, kopi berpelindung, atau multistrata diberi nilai 1, sementara usahatani kopi monokultur diberi nilai 0. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan dengan sistem tumpangsari, kopi berpelindung, dan sistem multistrata (kopi-tanaman semusim-pelindung) dapat meningkatkan produksi kopi arabika spesialti. Ketiga sistem pemanfaatan lahan tersebut akan meningkatkan penggunaan pupuk dan tenaga kerja, sehingga dapat meningkatkan produksi kopi arabika.

Variabel likuiditas petani berpengaruh positif dan sangat signifikan terhadap produksi kopi arabika, dengan nilai koefisien sebasar 384,864. Secara statistik pengaruh signifikan tersebut dapat dilihat dari p-value yang lebih kecil dari tingkat = 1% (0,001 < 0,01). Variabel likuiditas petani merupakan variabel dummy, dimana nilai 1 diberikan untuk petani yang memiliki ketersediaan dana relatif untuk melakukan pemeliharaan kebun kopi. Ketersediaan dana didekati (proxy) dengan adanya penghasilan tetap petani di luar usahatani, yaitu petani (baik suami dan/atau istri) yang bekerja sebagai pegawai perkebunan, PNS, TNI/Polri, dan pekerjaan lainnya yang memberikan penghasilan tetap. Nilai 1 diberikan untuk petani yang keuangan rumah tangganya relatif likuid. Sebaliknya, petani yang tidak memiliki ketersediaan dana relatif untuk melakukan pemeliharaan kebun kopi atau tidak memiliki penghasilan tetap di luar usahatani, diberi nilai 0. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan dana untuk melakukan pemeliharaan dan pengelolaan kebun kopi memiliki peran penting dalam upaya peningkatan produksi kopi arabika spesialti.

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap produksi kopi arabika spesialti adalah sebagai berikut:

(1) Jumlah tenaga kerja perempuan dalam usahatani kopi arabika spesialti relatif cukup besar dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki. Namun jumlah yang besar tersebut kurang berperan dalam upaya peningkatan produksi, karena tenaga kerja perempuan cenderung diposisikan untuk kegiatan panen dan pascapanen. Oleh karena itu, tenaga kerja perempuan sebaiknya juga berperan aktif dalam kegiatan lainnya dalam pengelolaan usahatani kopi arabika spesialti.

(2) Pengalaman usahatani merupakan variabel penting dalam upaya peningkatan produksi kopi arabika spesialti di Kabupaten Simalungun. Pengaruh pengalaman usahatani yang sangat signifikan terhadap produksi kopi sebaiknya dikombinasikan dengan intervensi pelatihan yang gayut serta metode dan modul penyuluhan yang sesuai dengan pengembangan kopi arabika spesialti, baik dari pemerintah daerah maupun dari institusi non-pemerintah.

(3) Jumlah tenaga kerja, modal (biaya pupuk), pemanfaatan lahan, dan likuiditas petani berpengaruh signifikan terhadap produksi kopi arabika spesialti memiliki makna yang sangat penting bagi pengembangan kopi arabika di Kabupaten Simalungun. Sebagai usahatani yang padat tenaga kerja, rumah tangga petani sebaiknya mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja dari keluarga untuk mengelola usahatani kopi arabika. Hal ini bertujuan untuk mengurangi jumlah dan biaya tenaga kerja yang diupah. Untuk meningkatkan produksi kopi arabika diperlukan modal yang cukup untuk membeli input produksi terutama pupuk organik dan pupuk kimia. Pada sisi lain, untuk melakukan pemeliharaan tanaman dengan baik diperlukan likuiditas keuangan rumah tangga petani. Oleh karena itu, pemerintah daerah dan stakeholder kopi lainnya sebaiknya melakukan pendampingan dan/atau fasilitasi kredit usahatani kopi arabika spesialti bagi petani.

(28)

12

(4) Meskipun jumlah tenaga kerja dan modal yang digunakan pada usahatani kopi non-sertifikat relatif lebih sedikit dibandingkan dengan usahatani sertifikat, namun kenyataannya dapat berbeda. Sejumlah 68% petani kopi arabika nonsertifikat melakukan usahatani sistem tumpangsari kopi dengan tanaman semusim. Sistem tumpangsari kopi-tanaman semusim mengalokasikan tenaga kerja dan pupuk secara intensif untuk kopi-tanaman semusim (seperti cabai, kentang, tomat, kubis, wortel, jagung). Pupuk dan tenaga kerja yang digunakan untuk tanaman semusim tersebut merupakan biaya bersama (joint cost) dengan tanaman kopi arabika. Kondisi ini diduga kuat sebagai faktor yang berpengaruh positif terhadap produksi dan pendapatan usahatani yang lebih tinggi pada usahatani kopi arabika sertifikat. Sebagaimana diketahui, empat kecamatan lokasi petani kopi non-sertifikat (Kecamatan Dolok Pardamean, Purba, Silimakuta, dan Pamatang Silimahuta) merupakan sentra hortikultura yang sangat penting di Provinsi Sumatera Utara, bahkan di Indonesia.

Pengaruh faktor ekologi terhadap produksi

Variabel pohon pelindung berpengaruh tidak signifikan terhadap produksi kopi arabika, dengan nilai koefisien sebesar -2,070. Secara statistik dapat dilihat dari thitung yang lebih kecil dari t-tabel(5%, 275) yaitu -1,815 < 1,650; atau jika dilihat dari p-value (sig)

yang lebih besar dari tingkat = 10% yaitu 0,071 > 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin banyak populasi pohon pelindung pada tanaman kopi arabika cenderung menurunkan produksi kopi arabika spesialti. Jumlah populasi pohon pelindung yang semakin banyak mengakibatkan penurunan intensitas cahaya sehingga mengurangi proses fotosintesis yang akan mengakibatkan penurunan produksi. Vossen (2005) menyatakan bahwa pohon pelindung berfungsi sebagai pencegah terjadinya over-bearing karena pengurangan intensitas cahaya. Disamping itu, pohon pelindung juga mencegah tanaman mati pucuk (shoot dieback) sehingga masa produktifnya lebih panjang. Sejalan dengan hasil penelitian ini, Winaryo et al.

(1987) menemukan bahwa populasi penaung yang lebih sedikit dapat meningkatkan daya regenerasi batang dan pertumbuhan tanaman kopi lebih baik.

Bila dibandingkan dengan produktivitas kopi arabika di wilayah lain, diperoleh gambaran sebagai berikut. Produktivitas kopi arabika Simalungun mencapai 2.299 kg/ha/tahun (kopi gabah). Hasil ini setara dengan 803 kg kopi biji/ha/tahun. Rasio konversi yang digunakan adalah 1 kg kopi gabah = 0,343 kg kopi biji (Mawardi et al., 2008). Marsh dan Nelson (2007a) melaporkan produktivitas kopi arabika Toraja adalah 150–200 kg kopi biji/ha, sementara di Enrekang dan Gowa mencapai 500 kg/ha. Alam (2007) melaporkan produktivitas kopi arabika di Enrekang dan Tana Toraja mencapai 597 kg/ha. Sementara Marsh dan Neilson (2007b) melaporkan produktivitas kopi arabika di Flores sebesar 301 kg kopi biji. Sementara Romano (2009) melaporkan produktivitas kopi arabika di wilayah pegunungan Gayo. Produktivitas kopi arabika pada tahun pertama berbuah di wilayah penghasil utama kopi arabika di Indonesia itu mencapai 1.217 kg kopi gabah/ha/tahun (setara dengan 508 kg kopi biji). Sementara pada tahun ketiga 1.237 kg/ha, pada tahun keempat 2.458 kg, dan mencapai puncaknya pada tahun ketujuh yaitu 4.899 kg (setara 1.680 kg kopi biji). Dengan menggunakan rata-rata semua tahun tersebut, maka produktivitas kopi arabika di wilayah Gayo adalah 2.452 kg/ha. Hasil ini setara dengan 841 kg kopi biji/ha (lebih tinggi dari produktivitas Simalungun yang 803 kg kopi biji/ha/tahun). Sementara Mawardi et al. (2008) melaporkan produktivitas kopi arabika di wilayah Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues mencapai 680 kg kopi biji/ha.

Harga premium yang diperoleh kopi bersertifikat di Kabupaten Simalungun hanya sebesar 3,57%. Sebagai pembanding, misalnya, kopi arabika di Tana Toraja memperoleh

(29)

13

harga premium sebesar 12,5% (Marsh dan Neilson, 2007a). Bahkan menurut Lyngbæk et al. (2001), produktivitas kopi yang lebih rendah pada usahatani kopi spesialti organik harus dikompensasi dengan harga premium minimal 38%. Perkembangan harga kopi di tingkat petani tahun 2011 mengalami tren positif. Sepanjang tahun 2011 harga kopi gabah di tingkat petani di Kabupaten Simalungun mengalami kenaikan rata-rata 2,16%, yaitu 2,40% untuk kopi sertifikat (S), 2,11% untuk kopi non-sertifikat (NS), dan 2,16% harga gabungan.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dalam makalah ini dilanjutkan dengan pengamatan sifat magnetik dan serapan gelombang mikro pada bahan NiFe 2 O 4 yang disubstitusi ion La 3+ dengan metode ko-presipitasi..

menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul “Peramalan Jumlah Ekspor Provinsi Sumatera Utara Menurut Sektor Pertambangan dan Penggalian Tahun 2018”. Terimakasih penulis sampaikan

This study suggested that road management should therefore concentrate some efforts on maintained road surface and improved road facilities in national road to increase

Dalam mengkategorikan tingkat pengetahuan rendah dan tingkat pengetahuan tinggi, peneliti menggunakan cara nilai tengah (median) sehingga kriteria dalam pengkategorian

Maksud dari inovasi disini adalah solusi yang belum digunakan di dalam perusahaan, yang mungkin menjadi solusi yang baru dari permasalahan utama untuk melakukan efisiensi

kelapa sawit lebih efektif dalam menekan kematian tanaman, dan dapat megurangi kerentanan akar kecambah dan bibit terhadap penyerangan penyakit busuk pangkal

Agar diperoleh hasil yang lebih baik dari pembuatan aplikasi Sistem Pendukung Keputusan pemilihan santri teras tahfidz di Teras Dakwah Yogyakarta menggunakan metode