• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SUHU PENYIMPANAN DAN CARA EKSTRAKSI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) TERHADAP MUTU MINYAK YANG DIHASILKAN SELAMA PENYIMPANAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH SUHU PENYIMPANAN DAN CARA EKSTRAKSI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) TERHADAP MUTU MINYAK YANG DIHASILKAN SELAMA PENYIMPANAN"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SUHU PENYIMPANAN DAN CARA EKSTRAKSI

VIRGIN COCONUT OIL (VCO) TERHADAP MUTU MINYAK

YANG DIHASILKAN SELAMA PENYIMPANAN

Oleh :

MOCHAMAD HADI FADLANA F34102130

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PENGARUH SUHU PENYIMPANAN DAN CARA EKSTRAKSI

VIRGIN COCONUT OIL (VCO) TERHADAP MUTU MINYAK

YANG DIHASILKAN SELAMA PENYIMPANAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MOCHAMAD HADI FADLANA F34102130

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH SUHU PENYIMPANAN DAN CARA EKSTRAKSI

VIRGIN COCONUT OIL (VCO) TERHADAP MUTU MINYAK

YANG DIHASILKAN SELAMA PENYIMPANAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MOCHAMAD HADI FADLANA F34102130

Dilahirkan pada tanggal 3 September 1984 di Jakarta

Menyetujui, Bogor, Juni 2006

Ir. H. M. Zein Nasution, MAppSc. Dr. Ir. Irawadi Jamaran Dosen Pembimbing II Dosen Pembimbing I

(4)

Mochamad Hadi Fadlana. F34102130. Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Cara Ekstraksi Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Mutu Minyak yang Dihasilkan Selama Penyimpanan. Di bawah bimbingan Irawadi Jamaran dan M. Zein Nasution. 2006

RINGKASAN

Pada pengolahan minyak kelapa biasa atau minyak goreng secara tradisional dihasilkan minyak kelapa dengan mutu yang kurang baik. Hal tersebut ditandai dengan adanya kadar air dan asam lemak bebas yang cukup tinggi di dalam minyak kelapa, warnanya agak kecoklatan sehingga menjadi cepat tengik dan daya simpannya yang tidak lama. Dengan memperbaiki teknik pengolahan minyak kelapa biasa menjadi pengolahan Virgin Coconut Oil atau lebih dikenal dengan nama VCO akan diperoleh mutu minyak kelapa yang lebih baik. Minyak kelapa yang dihasilkan memiliki kadar air dan kadar asam lemak bebas yang rendah, berwarna bening serta berbau harum dan daya simpannya menjadi lebih lama. Selain itu, minyak ini tidak mengandung kolesterol tetapi mengandung asam laurat yang diubah menjadi monolaurin sehingga bersifat antivirus. Perbedaan cara ekstraksi minyak kelapa akan mempengaruhi mutu minyak yang dihasilkan sehingga mempengaruhi daya simpan minyak tersebut. Selain itu, faktor-faktor lain juga akan mempengaruhi mutu minyak kelapa selama proses penyimpanan, yaitu kondisi ruang penyimpanan, suhu, sinar matahari dan bahan pengemas minyak.

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menentukan cara ekstraksi VCO yang paling baik yang dihasilkan oleh tiga cara ekstraksi yang berbeda, yaitu dengan pengepresan, penambahan ragi (Saccharomyces cerevisiae) dan penambahan minyak pemancing terhadap mutu minyak selama penyimpanan dan untuk menentukan pengaruh suhu 25 ºC, 30 ºC dan 45 ºC terhadap mutu dan daya simpan VCO.

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui cara ekstraksi mana yang menghasilkan VCO yang mempunyai mutu terbaik. Analisis yang dilakukan meliputi kadar air, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, bilangan asam dan asam lemak bebas (sebagai asam laurat) dengan dua kali ulangan. Pada penelitian utama, dilakukan penyimpanan terhadap VCO yang dihasilkan oleh tiga cara ekstraksi. Masing-masing contoh sebanyak 50 gram dimasukkan ke dalam botol kemasan kaca berwarna gelap dan ditutup rapat. Masing-masing contoh disimpan di dalam inkubator bersuhu 25 ºC, 30 ºC dan 45 ºC. Penyimpanan dilakukan selama 70 hari. Analisis dilakukan setiap 10 hari dari hari ke-0 sampai hari ke-70. Analisis yang dilakukan meliputi kadar air, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, bilangan asam dan asam lemak bebas (sebagai asam laurat) dengan dua kali ulangan.

VCO yang dihasilkan dengan cara pengepresan menghasilkan kadar air sebesar 0.181 %, bilangan peroksida 0.497 mg oksigen/100 g contoh, bilangan penyabunan 243.734 mg KOH/g, bilangan asam 0.694 mg KOH/g dan asam lemak bebas 0.253 %. VCO yang dihasilkan dengan cara peragian menghasilkan kadar air sebesar 0.189 %, bilangan peroksida 0.141 mg oksigen/100 g contoh, bilangan penyabunan 244.881 mg KOH/g, bilangan asam 1.257 mg KOH/g dan

(5)

asam lemak bebas 0.460 %. VCO yang dihasilkan dengan cara pemancingan menghasilkan kadar air sebesar 0.176 %, bilangan peroksida 0.142 mg oksigen/100 g contoh, bilangan penyabunan 243.942 mg KOH/g, bilangan asam 0.918 mg KOH/g dan asam lemak bebas 0.336 %. Dari hasil analisis mutu VCO sebelum penyimpanan disimpulkan ketiga sampel VCO yang dihasilkan dengan tiga cara ekstraksi yang berbeda memiliki mutu yang baik karena memenuhi syarat mutu Codex Stan 19-1981 (rev.2-1999).

Analisis mutu VCO yang dilakukan selama penyimpanan memberikan hasil bahwa diantara ketiga contoh VCO dan ketiga suhu yang digunakan pada penelitian ini yang memiliki mutu terbaik dibandingkan dengan syarat mutu Codex Stan 19-1981 (rev.2-1999) adalah VCO yang dihasilkan dengan cara peragian dan disimpan pada suhu 30 °C dengan nilai rata-rata kadar air sebesar 0.378 %, bilangan peroksida 0.323 mg oksigen/100 g contoh, bilangan penyabunan 222.917 mg KOH/g, bilangan asam 1.671 mg KOH/g dan asam lemak bebas 0.607 %.

(6)

Mochamad Hadi Fadlana. F34102130. The Effect of Storage Temperature and Extraction Method of Virgin Coconut Oil (VCO) to Oil Quality During Storage. Supervised by Irawadi Jamaran and M. Zein Nasution. 2006

SUMMARY

At processing of ordinary coconut oil or traditional cooking oil yielded coconut oil with unfavourable quality. It marked with existence of high water content and free fatty acid in coconut oil, the color rather brown so that become rancid quickly and less shelf-life. By improve, repairing the technique processing of ordinary coconut oil become the processing of Virgin Coconut Oil or more knowledgeable by the name of VCO will be obtained by the better coconut oil quality. It have low water content and free fatty acid, the color was transparent, the smell was good and long shelf-life. Besides that, the oil is not containing cholesterol but is containing lauric acid which is turned into monolaurin so it have the character of antivirus. The difference of extraction methods of coconut oil will influence the yielded oil quality so that influence the shelf-life. Besides that, other factors also influence the coconut oil quality during storage process, such as storage space condition, temperature, sunlight and the materials of strorage oil.

The aim of this research was to determined the best extraction of VCO from three methods of extraction, such as extraction with press, extraction with addition of yeast and extraction with addition of angler oil to oil quality during storage and was to determined the influence of temperature of 25 ºC, 30 º C and 45 º C to quality of VCO.

Research of antecedent done to know which extraction methods of VCO have the best quality. The analysis included water content, peroxide value, saponifiable value, acid value and free fatty acid (as lauric acid) with twice repeated. At main research, storage done to VCO yielded by three extraction methods. Each sample counted 50 gram packed into dark glasses bottle and closed tidely. Each sample was kept in incubator with temperature of 25 ºC, 30 º C and 45 ºC. Storage done for 70 days. Analysis done every 10 days of day-0 to day-70. The analysis included water content, peroxide value, saponifiable value, acid value and free fatty acid (as lauric acid) with repeated twice.

VCO yielded with press had the water content 0.181 %, peroxide value 0.497 mg oksigen/100 g sample, saponifiable value 243.734 mg KOH/g, acid value 0.694 mg KOH/g and free fatty acid 0.253 %. VCO yielded with addition of yeast had the water content 0.189 %, peroxide value 0.141 mg oksigen/100 g sample, saponifiable value 244.881 mg KOH/g, acid value 1.257 mg KOH/g and free fatty acid 0.460 %. VCO yielded with addition of angler oil had the water content 0.176 %, peroxide value 0.142 mg oksigen/100 g sample, saponifiable value 243.942 mg KOH/g, acid value 0.918 mg KOH/g and free fatty acid 0.336 %. From the quality analysis VCO before storage, the three sample VCO had good quality compared to the condition quality of Codex Stan 19-1981 (rev.2-1999)

Analysis quality of VCO done during storage give the result that between third sample of VCO and third temperature that have been used

(7)

determined VCO that was extracted with addition of yeast and was kept at 30 ºC had the best quality compared to the condition quality of Codex Stan 19-1981 (rev.2-1999) with average value of water content was 0.378 %, peroxide value was 0.323 mg oksigen/100 g example, saponifiable value 222.917 mg KOH/g, acid value was 1.671 mg KOH/g and free fatty acid (FFA) was 0.607 %.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirobbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang diberi judul “Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Cara Ekstraksi Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Mutu Minyak yang Dihasilkan Selama Penyimpanan”.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut :

1. Dr. Ir. Irawadi Jamaran sebagai dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis.

2. Ir. H. M. Zein Nasution, M.App.Sc. sebagai dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis.

3. Drs. Chilwan Pandji, Apt.M.Sc. sebagai dosen penguji atas saran dan kritiknya sehingga penyajian skripsi ini menjadi lebih baik.

4. Kedua orang tuaku (alm.), kakak-kakakku dan seluruh keluargaku atas segala bantuan moral, spiritual dan material yang telah diberikan.

5. Pak Irvan dan Ibu Tjitjah atas bantuannya dalam pembuatan VCO.

6. Semua laboran di laboratorium-laboratorium TIN atas segala bantuan dan pinjamannya.

7. Teman-teman di Majlis Ta’lim Al-Islamy atas segala bantuan dan doanya. 8. Teman-teman TIN 39 terutama anak-anak GIBOL dan Useless Community atas

segala bantuan dan dukungan semangatnya.

9. Teman-teman di Wisma Galih atas segala bantuan dan sarannya.

8. Teman-teman Staf Departemen HRD periode 2003-2005, HIMALOGIN dan pihak lain yang banyak membantu yang namanya tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan penulisan selanjutnya.

(9)

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR……….…vii DAFTAR TABEL………...………....….x DAFTAR GAMBAR………...xi-xiii DAFTAR LAMPIRAN………...xiv I. PENDAHULUAN……….………..1 A. LATAR BELAKANG……….………..1 B. TUJUAN………...4

II. TINJAUAN PUSTAKA………..………....5

A. KELAPA……….………..5

B. EMULSI SANTAN………...8

C. MINYAK DAN LEMAK………...9

D. MINYAK KELAPA...10

E. VIRGIN COCONUT OIL (VCO)...12

F. PENGOLAHAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO)………..14

G. MANFAAT VIRGIN COCONUT OIL (VCO)………..22

H. PENYIMPANAN DAN KERUSAKAN MINYAK...23

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN………..………....25

A. BAHAN DAN ALAT…...………25

B. METODE PENELITIAN...………25

C. RANCANGAN PERCOBAAN...………..27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………..………...29

(10)

B. PENELITIAN UTAMA...………....…31

V. KESIMPULAN DAN SARAN……….59

A. KESIMPULAN………...59

B. SARAN………...60

DAFTAR PUSTAKA……….….61

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Nilai ekspor industri pengolahan kelapa Indonesia

tahun 2000-2004...2

Tabel 2. Komposisi buah kelapa...7

Tabel 3. Komposisi kimia daging buah kelapa segar pada berbagai tingkat kematangan...8

Tabel 4. Komposisi asam lemak minyak kelapa...12

Tabel 5. Standar mutu VCO...13

Tabel 6. Komposisi asam lemak VCO...14

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Pohon industri tanaman kelapa...6 Gambar 2. Penampang melintang buah kelapa...6 Gambar 3. Rumus kimia trigliserida...10 Gambar 4. Diagram alir proses pengolahan VCO

dengan cara pengepresan (proses mekanis)...17 Gambar 5. Diagram alir proses pengolahan VCO

dengan cara penambahan ragi...………..19 Gambar 6. Diagram alir proses pengolahan VCO

dengan cara penambahan minyak pemancing...21 Gambar 7. Struktur kimia asam lemak jenuh ( asam laurat

dari minyak kelapa)...22 Gambar 8. Diagram alir penelitian...27 Gambar 9. Pengaruh perlakuan terhadap kadar air VCO

selama penyimpanan ………...32 Gambar 10. Pengaruh suhu terhadap kadar air VCO hasil ekstraksi

dengan pengepresan...34 Gambar 11. Pengaruh suhu terhadap kadar air VCO hasil ekstraksi

dengan peragian...34 Gambar 12. Pengaruh suhu terhadap kadar air VCO hasil ekstraksi

dengan pemancingan..………..35 Gambar 13. Pengaruh cara ekstraksi terhadap kadar air VCO

pada suhu 25 °C...35 Gambar 14. Pengaruh cara ekstraksi terhadap kadar air VCO

pada suhu 30 °C...36 Gambar 15. Pengaruh cara ekstraksi terhadap kadar air VCO

pada suhu 45 °C...36 Gambar 16. Proses oksidasi minyak …...37

(13)

Gambar 17. Pengaruh perlakuan terhadap bilangan peroksida VCO

selama penyimpanan ………...38 Gambar 18. Pengaruh suhu terhadap bilangan peroksida VCO

hasil ekstraksi dengan pengepresan...40 Gambar 19. Pengaruh suhu terhadap bilangan peroksida VCO

hasil ekstraksi dengan peragian...41 Gambar 20. Pengaruh suhu terhadap bilangan peroksida VCO

hasil ekstraksi dengan pemancingan..……...………..41 Gambar 21. Pengaruh cara ekstraksi terhadap bilangan peroksida VCO pada suhu 25 °C...42 Gambar 22. Pengaruh cara ekstraksi terhadap bilangan peroksida VCO pada suhu 30 °C...43 Gambar 23. Pengaruh cara ekstraksi terhadap bilangan peroksida VCO pada suhu 45 °C...43 Gambar 24. Pengaruh perlakuan terhadap bilangan penyabunan VCO

pada awal dan akhir penyimpanan …………...………...45 Gambar 25. Pengaruh perlakuan terhadap bilangan asam VCO

selama penyimpanan ………...47 Gambar 26. Pengaruh suhu terhadap bilangan asam VCO hasil ekstraksi dengan pengepresan...49 Gambar 27. Pengaruh suhu terhadap bilangan asam VCO hasil ekstraksi

dengan peragian...49 Gambar 28. Pengaruh suhu terhadap bilangan asam VCO hasil ekstraksi

dengan pemancingan..……….50 Gambar 29. Pengaruh cara ekstraksi terhadap bilangan asam VCO

pada suhu 25 °C...51 Gambar 30. Pengaruh cara ekstraksi terhadap bilangan asam VCO

pada suhu 30 °C...51 Gambar 31 Pengaruh cara ekstraksi terhadap bilangan asam VCO

pada suhu 45 °C...51 Gambar 32. Pengaruh perlakuan terhadap asam lemak bebas VCO

(14)

Gambar 33. Pengaruh suhu terhadap asam lemak bebas VCO

hasil ekstraksi dengan pengepresan...55 Gambar 34. Pengaruh suhu terhadap asam lemak bebas VCO

hasil ekstraksi dengan peragian...55 Gambar 35. Pengaruh suhu terhadap asam lemak bebas VCO

hasil ekstraksi dengan pemancingan..……...………..56 Gambar 36. Pengaruh cara ekstraksi terhadap asam lemak bebas VCO

pada suhu 25 °C...57 Gambar 37. Pengaruh cara ekstraksi terhadap asam lemak bebas VCO

pada suhu 30 °C...57 Gambar 38. Pengaruh cara ekstraksi terhadap asam lemak bebas VCO

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Data hasil pengukuran kadar air VCO selama penyimpanan...64 Lampiran 2. Analisis ragam terhadap kadar air VCO.………..…...65-66 Lampiran 3. Uji lanjutan rentang Newman-Keuls

terhadap kadar air VCO...67-68 Lampiran 4. Data hasil pengukuran bilangan peroksida VCO

selama penyimpanan...69 Lampiran 5. Analisis ragam terhadap bilangan peroksida VCO.…..……...70-71 Lampiran 6. Uji lanjutan rentang Newman-Keuls

terhadap bilangan peroksida VCO...72-73 Lampiran 7. Data hasil pengukuran bilangan penyabunan VCO

pada awal dan akhir penyimpanan...74 Lampiran 8. Analisis ragam terhadap bilangan penyabunan VCO.…….…...74 Lampiran 9. Uji lanjutan rentang Newman-Keuls

terhadap bilangan penyabunan VCO...74 Lampiran 10. Data hasil pengukuran bilangan asam VCO

selama penyimpanan...75 Lampiran 11. Analisis ragam terhadap bilangan asam VCO.………...…...76-77 Lampiran 12. Uji lanjutan rentang Newman-Keuls terhadap bilangan asam VCO...78-80 Lampiran 13. Data hasil pengukuran asam lemak bebas VCO

selama penyimpanan...81 Lampiran 14. Analisis ragam terhadap asam lemak bebas VCO.…….…….82-83 Lampiran 15. Uji lanjutan rentang Newman-Keuls

terhadap asam lemak bebas VCO...84-86 Lampiran 16. Formasi molekul trigliserida………..87 Lampiran 17. Prosedur Uji Mutu VCO...88-90

(16)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia adalah salah satu dari sekian banyak negara yang mempunyai iklim tropis. Salah satu dari banyak tanaman yang tumbuh di negara yang beriklim tropis ini adalah tanaman kelapa. Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan jenis tanaman yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena hampir semua bagian tanaman kelapa dapat memberikan manfaat bagi manusia.

Selama ini, petani-petani kelapa hanya mengolah buah kelapa menjadi kopra untuk dibuat minyak kelapa atau minyak goreng. Upaya diversifikasi dari produk kelapa ini akan tercipta aneka produk olahan lain yang memiliki nilai ekonomis yang yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan harga kopra di sentra produksi kelapa sangat berfluktuasi pada tahun-tahun terakhir.

Apabila buah kelapa diolah menjadi minyak goreng biasa, nilai tambah yang diperoleh hanya 190 % dari harga kopra sedangkan bila diolah menjadi VCO, nilai tambah yang diperoleh mencapai 584 % dari harga kopra (Rindengan dan Novarianto, 2005). Dengan keterangan tersebut, sangatlah jelas bahwa buah kelapa memiliki prospek yang bagus dalam meningkatkan pendapatan petani apabila diolah menjadi VCO.

Total luas areal perkebunan kelapa di Indonesia mencapai 3.712 juta hektar (31.4 %) dan merupakan luas areal perkebunan kelapa terbesar di dunia. Nilai ekspor minyak kelapa Indonesia adalah 32.2 % dari total ekspor dunia pada tahun 2004. Nilai ini masih di bawah Filipina (45.6 % dari total ekspor dunia) yang total luas areal perkebunannya di bawah Indonesia, yaitu 3.314 juta hektar (27.7 %). Ekspor Indonesia masih dalam bentuk minyak kelapa biasa sedangkan Filipina sudah mulai menjangkau dunia dengan VCO-nya dengan harga yang tiga atau empat kali miVCO-nyak kelapa biasa. Konsumsi minyak kelapa terbesar adalah negara-negara Eropa Barat sebesar 570 000 ton atau 20,3 % kemudian Amerika Serikat sebesar 467 000 ton (16,6 %) dan

(17)

India sebesar 451 000 ton (16,1 %) (Alam Syah, 2005 ; Suhirman di dalam Kompas, Oktober 2005). Perkembangan nilai ekspor industri pengolahan kelapa dari tahun 2000-2004 dapat dilihat pada Tabel 1. Dengan informasi-informasi yang disebutkan di atas, dapat diketahui bahwa VCO mempunyai prospek ekspor yang bagus yang dapat memberikan kontribusi yang nyata terhadap devisa total Indonesia, terutama dari sektor non migas.

Tabel 1. Nilai ekspor industri pengolahan kelapa Indonesia tahun 2000-2004 (Badan Pusat Statistik, 2005)

Tahun Nilai (juta US $)

2000 2 044.8

2001 1 687.3

2002 2 910.4

2003 3 247.5

2004 4 840.3

Pada pengolahan minyak kelapa biasa atau minyak goreng secara tradisional dihasilkan minyak kelapa dengan mutu yang kurang baik. Hal tersebut ditandai dengan adanya kadar air dan asam lemak bebas yang cukup tinggi di dalam minyak kelapa, warnanya agak kecoklatan sehingga menjadi cepat tengik dan daya simpannya yang tidak lama.

Dengan memperbaiki teknik pengolahan minyak kelapa biasa menjadi pengolahan Virgin Coconut Oil atau lebih dikenal dengan nama VCO akan diperoleh mutu minyak kelapa yang lebih baik. Minyak kelapa yang dihasilkan memiliki kadar air dan kadar asam lemak bebas yang rendah, berwarna bening serta berbau harum dan daya simpannya menjadi lebih lama. Selain itu, minyak ini tidak mengandung kolesterol tetapi mengandung asam laurat yang diubah menjadi monolaurin sehingga bersifat antivirus.

Umumnya, masyarakat mengenal pengolahan daging buah kelapa menjadi minyak melalui cara kering dan basah. Pada pengolahan cara kering (dry rendering), daging buah yang sudah dipotong-potong dikeringkan sehingga diperoleh kopra lalu dilakukan pengepresan guna mendapatkan minyak. Teknik pengolahan ini biasanya dilakukan dalam skala besar (pabrik). Pada pengolahan cara basah (wet rendering), daging buah kelapa

(18)

diparut kemudian dicampur dan diekstrak dengan air panas (hangat) pada perbandingan tertentu. Hasil ekstraksi berupa emulsi minyak dalam air yang disebut santan. Pemanasan dilakukan untuk memecah emulsi guna mendapatkan minyak, yang kerap disebut minyak kelentik. Kedua metode ini akan menghasilkan minyak yang berbau harum tetapi warnanya kurang bening akibat penggunaan panas dalam proses pengolahannya (Sibuea di dalam Kompas, 2004).

Untuk memperoleh VCO, penggunaan panas diminimalkan atau sama sekali dihilangkan. Caranya adalah dengan menggunakan enzim secara langsung atau mikroba penghasil enzim tertentu untuk memecah protein yang berikatan dengan minyak dan karbohidrat sehingga minyak dapat terpisah secara baik. Pengolahan minyak kelapa dengan menggunakan enzim lazim disebut teknik fermentasi. Pembuatan VCO dengan teknik fermentasi diawali dengan proses pembuatan santan, caranya sama dengan metode basah. Santan ditempatkan pada wadah yang bersih dan selanjutnya dibiarkan beberapa saat hingga terbentuk gumpalan krim atau "biang santan". Krim dipisahkan ke dalam wadah yang tembus pandang seperti stoples yang relatif besar lalu ditambahkan ragi atau larutan cuka nira secukupnya. Campuran diaduk secara merata dan difermentasi selama 10-14 jam atau semalam. Proses fermentasi dinyatakan berjalan baik jika dari campuran tersebut terbentuk tiga lapisan, yakni lapisan atas berupa minyak (VCO), lapisan tengah berupa blondo (warna putih) dan lapisan bawah berupa air. Lapisan minyak dipisahkan secara hati-hati. Minyak ini memberi aroma khas dan warna yang lebih jernih (Sibuea di dalam Kompas, 2004).

Perbedaan cara ekstraksi minyak kelapa akan mempengaruhi mutu minyak yang dihasilkan sehingga mempengaruhi daya simpan minyak tersebut. Selain itu, faktor-faktor lain juga akan mempengaruhi mutu minyak kelapa selama proses penyimpanan, yaitu kondisi ruang penyimpanan, suhu, sinar matahari dan bahan pengemas minyak.

(19)

B. TUJUAN

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menentukan cara ekstraksi VCO yang paling baik yang dihasilkan oleh tiga cara ekstraksi yang berbeda, yaitu dengan pengepresan, penambahan ragi (Saccharomyces cerevisiae) dan penambahan minyak pemancing terhadap mutu minyak selama penyimpanan dan untuk menentukan pengaruh suhu 25 ºC, 30 ºC dan 45 ºC terhadap mutu dan daya simpan VCO.

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KELAPA

Pohon kelapa memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, mulai dari buah, daun, batang sampai akarnya. Salah satu contohnya adalah air kelapa. Air kelapa digunakan sebagai minuman segar, pembuat cuka, penawar racun dan pencegah demam. Air kelapa juga diyakini sebagai penawar saat makan masakan laut seperti kupang. Batang pohon kelapa dapat dimanfaatkan sebagai tiang penyangga dalam pembuatan rumah sedangkan daunnya sering digunakan sebagai bahan pembuat hiasan pada acara pernikahan (resepsi pengantin) (Rindengan dan Novarianto, 2005; Sutarmi dan Rozaline, 2005).

Bagian pohon kelapa yang banyak memiliki manfaat adalah buahnya. Sejak berabad-abad tahun yang lalu, buah kelapa sudah digunakan sebagai makanan utama. Pada masyarakat Indonesia, kelapa memang sulit dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari, baik di pedesaan maupun perkotaan. Buah kelapa sering digunakan sebagai bumbu masak yang mempunyai kelezatan yang tidak disangsikan lagi. Salah satu contohnya, buah kelapa dibuat sebagai santan dan minyak goreng. Cara penyajiannya pun beragam. Ada yang disajikan sebagai hidangan utama, campuran sayur, bumbu maupun minuman (Rindengan dan Novarianto, 2005; Sutarmi dan Rozaline, 2005). Pohon industri dari tanaman kelapa dapat dilihat pada Gambar 1.

(21)

Gambar 1. Pohon industri tanaman kelapa ( www.bi.go.id ).

Buah kelapa berbentuk bulat panjang dengan ukuran kurang lebih sebesar kepala manusia. Buah terdiri dari sabut (eksokarp dan mesokarp), tempurung (endokarp), daging buah (endosperm) dan air buah (Aten et, al., 1958 di dalam Djatmiko, Bambang, Goutara dan Irawadi. 1985). Gambar penampang buah kelapa dapat dilihat pada Gambar 2 dan komposisi buah kelapa dapat dilihat pada Tabel 2.

(22)

Air kelapa

Daging buah

Tempurung Sabut

Gambar 2. Penampang melintang buah kelapa (Aten et, al., 1958 di dalam Djatmiko, Bambang, Goutara dan Irawadi. 1985)

Tabel 2. Komposisi buah kelapa

Daging buah (buah tua) Jumlah berat (%)

Sabut 35 Tempurung 12

Daging buah 28

Air buah 25

Sumber : Aten et, al. (1958) di dalam Djatmiko, Bambang, Goutara dan Irawadi. (1985)

Komposisi kimia daging buah kelapa ditentukan oleh umur buah. Pada Tabel 3 dapat dilihat komposisi kimia buah kelapa pada berbagai tingkat kematangan.

(23)

Tabel 3. Komposisi kimia daging buah kelapa segar pada berbagai tingkat kematangan Komponen (per 100 g) Buah muda Buah setengah tua Buah tua

Kalori (kal) 68.0 180.0 359.0 Protein (g) 1.0 4.0 3.4 Lemak (g) 0.9 13.0 34.7 Karbohidrat (g) 14.0 10.0 14.0 Kasium (g) 17.0 88.0 21.0 Fosfor (g) 30.0 55.0 21.0 Besi (g) 1.0 1.3 2.0 Vitamin A (IU) 0.0 10.0 1.0 Tiamin (mg) 0.0 0.05 0.1 Vitamin C (mg) 4.0 4.0 2.0 Air (g) 83.3 70.0 46.9

Bagian yang dapat dimakan (g)

53.0 53.0 53.0 Sumber : Thieme (1968)

Dari Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa dengan makin tua umur buah maka kandungan lemaknya makin tinggi (Djatmiko, Bambang, Goutara dan Irawadi. 1985)

B. EMULSI SANTAN

Cairan berwarna putih yang dipisahkan dari daging buah kelapa disebut santan. Santan merupakan cairan yang berbentuk emulsi. Emulsi merupakan suatu sistem yang heterogen yang mengandung dua fasa cairan (fasa terdispersi dan fasa pendispersi). Fasa terdispersi berbentuk globular-globular dan medium pendispersi berbentuk droplet (butiran). Substansi ketiga yang membuat emulsi permanen adalah emulsifier yang daya afinitasnya harus parsial dan berbeda dari kedua fasa di atas (Suryani, Sailah dan Hambali, 2000).

(24)

Proses demulsifikasi atau pemecahan suatu emulsi sangat tergantung pada stabilitas emulsi. Stabilitas emulsi adalah suatu keadaan dimaan terdapat keseragaman ukuran molekul fasa pendispersi dan fasa terdispersinya dengan konfigurasi yang terbaik. Apabila kerapatan antara fasa pendispersi dan fasa terdispersi tinggi maka konfigurasi partikelnya sudah baik dan sistem emulsi semakin stabil. Kestabilan emulsi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ukuran partikel, jenis emulsifier yang terkandung di dalamnya, rasio antara fasa terdispersi dan fasa pendispersi serta perbedaan tegangan antar ada fasa. Semakin baik distribusi ukuran dan semakin kecil ukuran droplet maka akan stabil suatu emulsi. Berdasarkan komponen fasa terdispersi dan fasa pendispersinya, emulsi dibedakan menjadi dua tipe yaitu tipe minyak dalam air (oil in water, o/w) dan tipe air dalam minyak (water in

oil, w/o). Emulsi o/w fasa terdispersinya adalah minyak dengan pendispersi

air sedangkan emulsi w/o fasa terdispersinya adalah air dan fasa pendispersinya adalah minyak (Suryani, Sailah dan Hambali, 2000).

C. MINYAK DAN LEMAK

Menurut Djatmiko, Bambang, Goutara dan Irawadi (1985), minyak dan lemak adalah suatu trigliserida campuran, yaitu ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang (Lampiran 16). Sedangkan menurut Ketaren (1986), minyak dan lemak (trigliserida) yang diperoleh dari berbagai sumber mempunyai sifat fisiko kimia yang berbeda satu sama lain karena perbedaan jumlah dan jenis ester yang terdapat di dalamnya. Struktur trigliserida dapat dilihat pada Gambar 3.

(25)

O || H2C―O―C―R O || H2C―O―C―R O || H2C―O―C―R

Gambar 3. Rumus kimia trigliserida

Trigliserida dapat berwujud padat atau cair, hal ini tergantung dari komposisi asam lemak yang menjadi penyusunnya. Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh, yaitu asam oleat, linoleat atau linolenat dengan titik cair yang rendah (Ketaren, 1986).

Trigliserida terdiri dari 96 % asam lemak dan berdasarkan komposisi tersebut maka sifat fisiko kimia minyak sangat ditentukan oleh sifat fisiko kimia asam lemaknya. Asam lmak yang terutama menentukan sifat minyak adalah asam lemak yang terbanyak dalam minyak tersebut (Djatmiko, Bambang, Goutara dan Irawadi. 1985).

D. MINYAK KELAPA

Minyak kelapa ialah minyak yang diperoleh dengan cara mengepres kopra yang telah dikeringkan atau hasil ekstraksi bungkil kopra (SNI 01-2902-1992). Menurut Djatmiko, Bambang, Goutara dan Irawadi (1985), minyak kelapa adalah trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak. Sedangkan menurut Thieme (1968), minyak kelapa termasuk salah satu minyak nabati yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Minyak kelapa dapat dipergunakan untuk kebutuhan pangan seperti minyak goreng, bahan margarin dan mentega putih (shortening). Selain itu, minyak kelapa

(26)

dipergunakan untuk keperluan non pangan, yaitu sebagai minyak lampu, bahan sabun dan kosmetik.

Minyak kelapa mengandung 84 % trigliserida yang ketiga asam lemaknya jenuh, 12 % trigliserida dengan dua asam lemak jenuh dan satu asam lemak tidak jenuh dan 4 % trigliserida yang mempunyai satu asam lemak jenuh dan dua asam lemak tidak jenuh (Swern, 1979).

Minyak kelapa dikenal sebagai minyak laurat karena sebagian besar asam lemak penyusunnya adalah asam laurat. Minyak kelapa mengandung lebih kurang 90 % asam lemak jenuh yang terdiri dari asam laurat, miristat dan palmitat. Hal ini menyebabkan minyak kelapa tahan terhadap oksidasi (Swern, 1979).

Berdasarkan tingkat ketidakjenuhannya, yang dinyatakan dengan bilangan iod (Iodine value) maka minyak kelapa dapat dimasukkan ke dalam golongan “non drying oils” karena bilangan iod yang dipunyai kurang dari 90, aitu 7.5 – 10.0 (Djatmiko, Bambang, Goutara dan Irawadi. 1985).

(27)

Tabel 4. Komposisi asam lemak minyak kelapa Asam lemak jenuh

Asam lemak Jumlah (%) Jumlah (%)

Menurut Thieme (1968) Menurut Swern (1979) Kaproat 0.0-0.8 0.0-0.8 Kaprilat 7.8-9.5 5.0-9.0 Kaprat 4.5-9.7 6.0-10.0 Laurat 44.1-51.3 44.0-52.0 Miristat 13.1-18.5 13.0-19.0 Palmitat 7.5-10.5 8.0-11.0 Stearat 1.0-3.2 1.0-3.0 Arachidat - 0.0-0.4

Asam lemak tidak jenuh

Asam lemak Jumlah (%) Jumlah (%)

Menurut Thieme (1968) Menurut Swern (1979) Oleat 5.0-8.2 5.0-8.0 Linoleat 1.0-2.6 Trace-2.5 Palmitoleat - 0.0-1.0

E. VIRGIN COCONUT OIL (VCO)

Virgin Oil adalah minyak dan lemak makan yang dihasilkan tanpa

mengubah sifat fisiko kimia minyak, minyak diperoleh dengan hanya perlakuan mekanis dan pemakaian panas minimal serta tidak menggunakan bahan kimia kecuali yang tidak mengalami reaksi dengan minyak Minyak ini dimurnikan dengan cara pencucian menggunakan air, pengendapan, penyaringan dan sentrifugasi saja. (Codex Alimentarius, 1999). Standar mutu dari VCO dapat dilihat pada Tabel 5 (Codex Stan 19-1981 (rev.2-1999)).

(28)

Tabel 5. Standar mutu VCO

Karakteristik Kandungan

Kadar air (%) 0.1-0.5

Bilangan Peroksida (mg oksigen/100 g contoh) Maks 3.0 Bilangan Penyabunan (mg KOH/g contoh) 250-260 Bilangan Asam (mg KOH/g contoh) Maks. 13 Kadar Asam Lemak Bebas (% asam laurat) Maks. 0.5

Warna Jernih kristal

Komponen minyak kelapa terdiri dari asam lemak jenuh (90 %) dan minyak tak jenuh (10 %). Tingginya kandungan asam lemak jenuh menjadikan minyak kelapa sebagai sumber saturated fat. Dalam VCO terdapat Medium Chain Fatty Acid (MCFA). MCFA merupakan komponen asam lemak berantai sedang yang memiliki banyak fungsi, antara lain mampu merangsang produksi inulin sehingga proses metabolisme glukosa dapat berjalan normal. MCFA juga bermanfaat dalam mengubah protein menjadi sumber energi (Fife, 2003 ; Fife, 2004; Rindengan dan Novarianto, 2005; Sutarmi dan Rozaline, 2005). Komposisi asam lemak VCO dapat dilihat pada Tabel 6.

(29)

Tabel 6. Komposisi asam lemak VCO

Sumber : Riset Muhammad Ahkam Subroto (Duryatmo di dalam Trubus, Oktober 2005)

F. PENGOLAHAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO)

Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak (Ketaren, 1986). Pengolahan kelapa untuk mendapatkan VCO hampir sama dengan pengolahan minyak kelapa biasa. Ada dua cara pengolahan, yaitu cara tradisional dan cara modern. Minyak kelapa yang dihasilkan dengan kedua cara tersebut berwarna

Asam lemak jenuh

Asam lemak Jumlah (%)

VCO Asam kaproat 0.5 Asam kaprilat 8.0 Asam kaprat 7.0 Asam laurat 48.0 Asam miristat 17.0 Asam palmitat 9.0 Asam stearat 2.0 Asam arakhidat 0.1 Asam dodekanoat 0

Total asam lemak jenuh 91.1 Asam lemak tak jenuh

Asam lemak Jumlah (%)

VCO

Asam palmitoleat 0.1

Asam oleat 6.0

Asam linoleat 0.1

Asam a-linoleat 0

(30)

bening, tidak seperti minyak kelapa biasa yang warnanya kuning kecoklatan bahkan minyaknya sendiri berbau harum. Hanya saja proses pengolahannya harus sesuai. Apabila tidak sesuai maka hasilnya akan sama dengan minyak kelapa biasa (Rindengan dan Novarianto, 2005).

Pengolahan VCO dengan cara tradisional adalah tahapan pengolahan kelapa melalui proses fermentasi santan yang didiamkan selama 12 jam atau lebih. Pada proses fermentasi ini santan akan terpisah menjadi tiga lapisan. Lapisan teratas adalah krim, lapisan tengah adalah skim (kaya protein) dan lapisan terbawah adalah endapan. Dari ketiga lapisan tersebut, lapisan krimlah yang digunakan untuk pembuatan VCO. Lapisan krim yang sudah dipisahkan dari lapisan lainnya dipanaskan hingga diperoleh blondo yang berwarna coklat. Oleh karena proses pemasakannya hingga mendapatkan blondo berwarna coklat maka minyak yang terbentuk pun menjadi kuning kecoklatan. Padahal, VCO berwarna bening. Agar berwarna bening, minyak tersebut dipanaskan kembali lalu disaring dengan kertas saring. Dapat juga minyaknya tidak disaring tetapi didiamkan hingga berbentuk minyak berwarna bening. Oleh karena proses tersebut dilakukan dua kali pemanasan maka proses ini disebut pemanasan bertahap. Hal ini berbeda dengan pembuatan minyak kelapa biasa cara tradisional yang proses pemanasannya dilakukan satu kali (Rindengan dan Novarianto, 2005).

Kelapa yang diolah menjadi VCO dengan cara modern sebenarnya hampir sama dengan cara tradisional. Perbedaannya hanya terletak pada penggunaan minyak pancing. Penggunaan minyak pancing ini bertujuan untuk memecahkan emulsi santan sehingga lemak atau minyaknya terpisah. Untuk petani, mendapatkan minyak pancing ini sebaiknya melalui tenaga berpengalaman. Selanjutnya minyak yang diperoleh perlu disaring untuk mendapatkan minyak kelapa yang berwarna bening dan bebas asam lemak. Penyaringan menggunakan kertas saring yang dapat diperoleh di apotek. Kertas saring dijual dalam bentuk lembaran (Rindengan dan Novarianto, 2005).

Teknologi pengolahan VCO ada bermacam-macam. Sampel VCO yang digunakan pada penelitian ini menggunakan tiga macam teknik

(31)

pengolahan, yaitu dengan pengepresan, penambahan ragi dan penambahan minyak pancing.

1. Pengolahan VCO dengan pengepresan

Menurut Alam Syah (2005), prinsip teknologi pengolahan VCO dengan cara pengepresan (proses mekanis) adalah pengeluaran minyak dari daging kelapa parut pada kadar air tertentu dengan menggunakan alat pengepres yang bernama screw press. Alur proses pengolahan VCO diawali dengan pemarutan daging kelapa yang bertujuan untuk memperkecil ukuran dan merusak sel-sel daging kelapa untuk mempermudah ekstraksi minyak. Pemarutan juga memperbesar luas permukaan kelapa parut sehingga proses perpindahan panas dan massa pada proses pengeringan menjadi mudah. Bahan baku yang digunakan adalah daging kelapa segar. Daging kelapa yang telah diparut kemudian dikeringkan dengan menggunakan alat pengering. Proses pengeringan dihentikan apabila daging kelapa parut yang dikeringkan sudah mencapai kadar optimal untuk dipres. Suhu optimal pengeringan berkisar antara 50-60 °C dan lama pengeringan berkisar antara 70-85 menit. Tujuan dari pengeringan daging kelapa parut adalah untuk memudahkan minyak keluar dari sel dan menginaktifkan enzim serta mikroorganisme tertentu. Pengeringan juga berfungsi untuk menguapkan air serta menaikkan keenceran minyak (fluidity). Selain itu, pengeringan dapat mengakibatkan penggumpalan (koagulasi) beberapa protein yang berikatan dengan minyak sehingga memudahkan pemisahan minyak lebih lanjut. Kelapa parut kering yang sudah siap dipres kemudian dipres menggunakan screw

press dan menghasilkan VCO. VCO yang dihasilkan dari pengepresan

disaring dengan kertas saring untuk menjernihkan warnanya dan menyaring ampas kelapa yang tercampur ke dalam minyak. Diagram alir proses pengolahan VCO dengan pengepresan dapat dilihat pada Gambar 4.

(32)

Gambar 4. Diagram alir proses pengolahan VCO dengan cara pengepresan (proses mekanis) (Alam Syah, 2005)

Daging kelapa segar tanpa testa

Pemarutan

Kelapa parut

Pengeringan

Suhu optimal = 50-60 °C Lama pengeringan = 70-85 menit Kelapa parut kering Pengepresan dengan screw press Minyak kelapa Ampas kelapa Penyaringan dengan kertas saring Virgin Coconut Oil

(33)

2. Pengolahan VCO dengan penambahan ragi

Menurut Alam Syah (2005) serta Setiaji dan Prayugo (2006), proses pengolahan VCO dengan cara penambahan ragi diawali dengan pembuatan santan dengan mencampurkan air dengan daging kelapa yang sudah diparut dengan perbandingan 1 kg kelapa parut dengan 2 liter air. Santan dibiarkan beberapa saat hingga terbentuk gumpalan krim. Krim dipisahkan lalu ditambahkan ragi. Campuran diaduk secara merata dan difermentasi selama 10-14 jam. Proses fermentasi dinyatakan berjalan baik jika dari campuran tersebut terbentuk tiga lapisan, yakni lapisan atas berupa minyak, lapisan tengah berupa skim (kaya protein) dan lapisan terbawah berupa air dan endapan. Lapisan minyak kemudian dipisahkan secara hati-hati. Minyak yang telah dipisahkan kemudian disaring dengan kertas saring untuk menjernihkan warnanya dan menyaring kotoran yang tercampur ke dalam minyak. Diagram alir proses pengolahan VCO dengan penambahan ragi dapat dilihat pada Gambar 5.

(34)

Gambar 5. Diagram alir proses pengolahan VCO dengan cara penambahan ragi (Alam Syah, 2005 ; Setiaji dan Prayugo, 2006)

Daging kelapa segar tanpa testa

Pemarutan

Pencampuran kelapa parut dengan air = 1 : 2 Santan Pendiaman Krim Ampas kelapa Penambahan ragi Virgin Coconut Oil Skim Fermentasi (10-14 jam)

Pemisahan minyak Blondo dan air

Penyaringan Minyak kelapa

(35)

3. Pengolahan VCO dengan penambahan minyak pancing

Menurut Alam Syah (2005), proses pengolahan VCO dengan cara penambahan minyak pancing diawali dengan pembuatan santan dengan mencampurkan air dengan daging kelapa yang sudah diparut dengan perbandingan 1 kg kelapa parut dengan 2 liter air. Santan didiamkan (diendapkan) selama dua jam. Selama proses pengendapan akan terjadi pemisahan antara air dan krim. Air akan berada di lapisan bawah dan krim akan menggumpal di permukaan. Krim kemudian dipisahkan dan dilakukan pemancingan dengan memasukkan VCO yang sudah jadi. Pemancingan dilakukan dengan takaran 3 liter krim dicampur dengan 1 liter minyak pancing (3 :1). Setelah itu, campuran diaduk hingga rata selama sekitar 20 menit. Campuran krim dengan minyak pancing didiamkan selama 6-7 jam. Secara perlahan-lahan, campuran krim dengan minyak pancing akan terpisah menjadi tiga bagian. Bagian paling bawah berupa blondo, bagian tengah berupa air dan bagian paling atas berupa minyak. Bagian minyak kemudian diambil dan disaring dengan kertas saring. Diagram alir proses pengolahan VCO dengan penambahan ragi dapat dilihat pada Gambar 6.

(36)

Gambar 6. Diagram alir proses pengolahan VCO dengan cara penambahan minyak pemancing (Alam Syah, 2005)

Daging kelapa segar tanpa testa

Pemarutan

Pencampuran kelapa parut dengan air = 1 : 2 Santan Pendiaman Krim Ampas kelapa Penambahan minyak pancing Virgin Coconut Oil Skim Pengadukan dan pendiaman (6-7 jam)

Pemisahan minyak Blondo dan air

Penyaringan Minyak kelapa

(37)

G. MANFAAT VIRGIN COCONUT OIL (VCO)

Buah kelapa memiliki banyak manfaat, yaitu sebagai minyak makan atau santan dalam sayur-sayuran. Saat ini ada temuan baru, yaitu sebagai obat. Minyak kelapa yang dijadikan sebagai obat biasanya disebut sebagai

Virgin Coconut Oil atau VCO. Berbagai penyakit yang berasal dari virus dan

belum ditemukan obatnya dapat ditangkal dengan mengonsumsi VCO seperti flu burung, HIV/AIDS, hepatitis dan jenis virus lainnya. VCO dapat juga mengatasi kegemukan, penyakit kulit hingga penyakit yang tergolong kronis, misalnya kanker prostat, jantung, darah tingggi dan diabetes (Fife, 2003 ; Fife, 2004; Rindengan dan Novarianto, 2005; Sutarmi dan Rozaline, 2005).

Asam laurat dan asam lemak jenuh berantai pendek seperti asam kaprat, kaprilat dan miristat yang terkandung dalam VCO dapat berperan positif dalam proses pembakaran nutrisi makanan menjadi energi. Fungsi lain dari zat ini, antara lain sebagai antivirus, antibakteri dan antiprotozoa (Fife, 2003 ; Fife, 2004; Rindengan dan Novarianto, 2005; Sutarmi dan Rozaline, 2005). Struktur kimia dari asam laurat dari VCO dapat dilihat pada Gambar 7.

H H H H H H H H H H H H O H__ C__ C__ C__ C__ C__ C__ C__ C__ C__ C__ C__ C__ C (ω1) OH H H H H H H H H H H H H O H3C OH

Sumber : Mann, J. Dan M. Skeaf, 2001 di dalam Alam Syah, 2005 Gambar 7. Struktur kimia asam lemak jenuh

(38)

H. PENYIMPANAN DAN KERUSAKAN MINYAK

Bila minyak kelapa disimpan dalam gudang, diangkut dengan truk yang boksnya panas dan dibiarkan dalam rak penyimpanan, minyak itu menjadi tengik. Kerusakan minyak dan lemak dapat terjadi selama pengolahan dan selama penyimpanan. Selama penyimpanan minyak, akan terjadi perubahan flavor dan rasa, yang disertai dengan terbentuknya komponen-komponen yang tidak diinginkan dan ditandai dengan timbulnya bau tengik (Fife, 2004; Ketaren, 1986).

Penyebab ketengikan dalam minyak dan lemak dibagi atas tiga golongan, yaitu oxidative rancidity (ketengikan oleh oksidasi), enzymatic

rancidity (ketengikan oleh enzim) dan hydrolitic rancidity (ketengikan oleh

proses hidrolisis) (Djatmiko, Bambang, Goutara dan Irawadi. 1985).

.Ketengikan oleh oksidasi terjadi karena proses oksidasi oleh oksigen udara terhadap asam lemak tidak jenuh dalam minyak. Pada suhu kamar sampai suhu 100 ºC, setiap satu ikatan tidak jenuh dapat mengabsorpsi dua atom oksigen sehingga terbentuk persenyawaan peroksida yang bersifat labil. Pembentukan peroksida ini dipercepat oleh adanya cahaya, suasana asam, kelembaban udara dan katalis. Ketengikan oleh proses hidrolisis disebabkan oleh hasil hidrolisis minyak yang mengandung asam lemak jenuh berantai pendek sedangkan ketengikan enzimatis disebabkan oleh aktivitas organisme yang menghasilkan enzim tertentu yang dapat menguraikan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Enzim peroksidase dapat mengoksidasi asam lemak tidak jenuh sehingga terbentuk peroksida (Djatmiko, Bambang, Goutara dan Irawadi. 1985).

Sifat-sifat dan daya tahan minyak terhadap kerusakan sangat tergantung pada komponen-komponen penyusunnya, terutama kandungan asam lemaknya. Minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh cenderung untuk mengalami oksidasi sedangkan yang mengandung lebih banyak asam lemak jenuh lebih mudah terhidrolisis. (Mahatta, 1975 di dalam Widiyanti, 1995).

(39)

Faktor-faktor yang dapat mempercepat oksidasi pada minyak adalah suhu, cahaya atau penyinaran, tersedianya oksigen dan adanya logam-logam yang bersifat sebagai katalisator proses oksidasi. Oleh karena itu, minyak harus disimpan pada kondisi penyimpanan yang sesuai dan bebas dari pengaruh logam dan harus dilindungi dari kemungkinan serangan oksigen, cahaya serta temperatur tinggi. Keadaan lingkungan yang mempengaruhi penyimpanan minyak dan lemak, yaitu RH (kelembaban udara) ruang penyimpanan, suhu (temperatur), ventilasi, tekanan dan masalah pengangkutan (Ketaren, 1986).

Salah satu cara untuk mencegah atau menghambat kerusakan minyak dan lemak yaitu dengan mengemas bahan-bahan tersebut. Syarat-syarat kemasan yang baik digunakan untuk minyak dan lemak adalah dapat mencegah atau mengurangi proses oksidasi oleh oksigen udara atau peroksidan (senyawa-senyawa yang mempercepat terjadinya proses oksidasi) lainnya. Bagian dalam dari alat pengemas sebaiknya dipoles dengan antioksidan dan jenis bahan kemasan baik. Bahan-bahan kemasan tersebut dapat berupa gelas, kertas, plastik berwarna atau kaleng dan harus bersifat tahan terhadap lemak atau minyak , yang bertujuan untuk mencegah penetrasi minyak dan lemak ke luar melalui dinding pengemas (Hambali et al., 1990).

Kemasan gelas mempunayi sifat-sifat yang menguntungkan seperti

inert (tidak bereaksi) kuat, tahan terhadap kerusakan serta sangat baik

digunakan sebagai barrier (pelindung) untuk benda padat, cair dan gas. Kelemahan kemasan gelas adalah mudah pecah dan kurang baik bagi produk-produk yang peka terhadap penyinaran (Hambali et al., 1990).

(40)

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan utama yang menjadi obyek penelitian adalah VCO yang sudah jadi yang dihasilkan dengan tiga cara ekstraksi yang berbeda, yaitu dengan pengepresan, penambahan ragi (Saccharomyces cerevisiae) serta penambahan minyak pancing. VCO yang dihasilkan dengan cara pengepresan didapatkan dari industri VCO yang terletak di wilayah Sawah Baru dan VCO yang dihasilkan dengan penambahan ragi dan pemancingan didapatkan dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat-Obatan (Balitro). Bahan kimia untuk analisis meliputi aquades, alkohol-KOH 0.5 N (KOH + air + alkohol 95 %), HCl 0.5 N, asam asetat glasial, alkohol 95 %, kloroform, larutan KI jenuh, natrium tiosulfat 0.01 N, KOH 0.1 N, indikator phenolptalein dan indikator larutan kanji.

Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah hot plate, pengaduk pendek, pipet tetes, pipet volumetrik, erlenmeyer 250 ml, erlenmeyer 300 ml, erlenmeyer 500 ml, gelas piala 100 ml, gelas piala 300 ml, pendingin tegak (kondensor), penangas air, mikroburet, buret, neraca analitik, desikator, corong, botol kemasan, termometer, oven dan inkubator.

B. METODE PENELITIAN

1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui cara ekstraksi mana yang menghasilkan VCO yang mempunyai mutu terbaik. Analisis yang dilakukan meliputi kadar air, bilangan peroksida, bilangan

(41)

penyabunan, bilangan asam dan asam lemak bebas (sebagai asam laurat) dengan dua kali ulangan.

2. Penelitian Utama

Pada penelitian utama, dilakukan penyimpanan terhadap VCO yang dihasilkan oleh tiga cara ekstraksi. Masing-masing contoh sebanyak 50 gram dimasukkan ke dalam botol kemasan kaca berwarna gelap dan ditutup rapat. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kontak dengan sinar matahari dan ketengikan akibat proses oksidasi. Masing-masing contoh disimpan di dalam inkubator bersuhu 25 ºC, 30 ºC dan 45 ºC. Penyimpanan dilakukan selama 70 hari. Jumlah contoh yang disimpan sebanyak 63 buah dengan rincian 3 buah contoh dengan cara ekstraksi berbeda dikali 3 suhu penyimpanan dikali 7 kali analisis. Analisis dilakukan setiap 10 hari dari hari ke-0 sampai hari ke-70. Analisis yang dilakukan meliputi kadar air, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, bilangan asam dan asam lemak bebas (sebagai asam laurat) dengan dua kali ulangan. Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8.

(42)

Gambar 8. Diagram alir penelitian

C. RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor dan dua kali ulangan. Percobaan faktorial dicirikan oleh perlakuan yang merupakan komposisi dari semua kemungkinan kombinasi dari taraf-taraf dua faktor atau lebih (Sudjana, 1994 ; Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Faktor pertama adalah cara ekstraksi (A) yang terdiri dari tiga taraf, yaitu pengepresan (A1), penambahan ragi

Mulai P Peerrssiiaappanan bbaahhaann uuttaammaa,, bbaahhanan k kiimmiiaa ddaann aallaatt ppeenneelliittiiaann P Peenneelliittiiaann ppeennddahahuulluuaann :: AAnnaalliissiiss m muuttuu VVCCOO sseebbeelluumm ppeennyyiimmppaannanan P Penenyyiimmppaannaann P Peenneelliittiiaann UUttaammaa :: AAnnaalliissiiss mmuuttuu V VCCOO sseettiiaapp 1100 hhaarrii sseellaammaa 7700 hhaarrii P Peenngogolalahhaann ddaattaa ddaann a annalaliissiiss ddaattaa P Penenggaammbbiillaann k kesesiimmppuulalann S Seelleessaaii

(43)

(Saccharomyces cerevisiae) (A2) dan penambahan minyak pancing (A3). Faktor kedua adalah suhu penyimpanan (B) yang terdiri dari tiga taraf, yaitu suhu 25 ºC (B1), 30 ºC (B2) dan 45 ºC (B3). Model rancangannya adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + Ek(ij) dimana :

Yijk = nilai pengamatan µ = rata-rata umum

Ai = pengaruh cara ekstraksi ke-i (i = 1,2,3) Bj = pengaruh suhu penyimpanan ke-j (j = 1,2 3)

ABij = pengaruh interaksi antar cara ekstraksi ke-i dan suhu penyimpanan ke-j

(44)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

Pada penelitian pendahuluan dilakukan analisis mutu VCO sebelum dilakukan penyimpanan untuk mengetahui cara ekstraksi mana yang menghasilkan VCO yang mempunyai mutu terbaik. Analisis mutu meliputi kadar air, bilangan peroksida, bilangan penyabunan dan bilangan asam dan kadar asam lemak bebas (Free Fatty Acid, FFA). VCO yang digunakan pada penelitian ini dihasilkan melalui tiga cara ekstraksi, yaitu pengepresan, peragian dan pemancingan.

VCO yang dihasilkan dengan pengepresan dilakukan dengan menggunakan alat pengepres untuk mengeluarkan minyak dari daging kelapa parut pada kadar air tertentu. Alat pengepres yang biasa digunakan adalah

screw press. VCO yang dihasilkan dengan cara peragian dilakukan dengan

menambahkan ragi (Saccharomyces cerevisiae) ke dalam krim santan. Ragi yang digunakan mengandung enzim yang dapat memecah protein yang berikatan dengan minyak dan karbohidrat sehingga minyak dapat terpisah dengan baik (Alam Syah, 2005). VCO yang dihasilkan dengan pemancingan dilakukan dengan menambahkan minyak kelapa yang sudah jadi pada krim santan agar krim santan berubah menjadi minyak. Untuk mengetahui cara ekstraksi VCO yang paling baik digunakan standar mutu Codex Stan 19-1981 (rev.2-1999) yang ditetapkan oleh Codex Alimentarius. Codex Alimentarius adalah suatu lembaga di bawah FAO yang bekerjasama dengan WHO yang mengurus standar makanan.

(45)

Tabel 7. Hasil analisis mutu VCO sebelum penyimpanan

Analisis Pengepresan Peragian Pemancingan Codex Stan 19-1981 (rev.2-1999) Kadar Air (%) 0.181 0.189 0.176 0.1-0.5 Bilangan Peroksida (mg oksigen/100 g contoh) 0.497 0.141 0.142 Maks 3.0 Bilangan Penyabunan (mg KOH/g contoh) 243.734 244.881 243.942 250-260 Bilangan Asam (mg KOH/g contoh) 0.694 1.257 0.918 Maks. 13 Kadar Asam Lemak Bebas (% asam laurat) 0.253 0.460 0.336 Maks. 0.5

Warna Jernih kristal, agak

kekuningan

Jernih kristal Jernih kristal Jernih kristal

Hasil analisis mutu VCO yang dihasilkan dengan cara pengepresan, peragian dan dengan menggunakan minyak pemancing ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan bahwa VCO yang dihasilkan dengan cara pengepresan, peragian dan pemancingan pada penelitian ini memiliki karakteristik mutu yang memenuhi syarat mutu Codex Stan 19-1981 (rev.2-1999) kecuali untuk bilangan penyabunan. Rendahnya bilangan penyabunan disebabkan oleh tingginya berat molekul minyak yang dihasilkan. Tingginya berat molekul minyak menandakan adanya asam-asam lemak jenuh yang berantai panjang yang menjadi asam-asam lemak penyusunnya.

VCO yang dihasilkan dengan cara pengepresan menghasilkan kadar air sebesar 0.181 %, bilangan peroksida 0.497 mg oksigen/100 g contoh,

(46)

bilangan penyabunan 243.734 mg KOH/g, bilangan asam 0.694 mg KOH/g dan asam lemak bebas 0.253 %. VCO yang dihasilkan dengan cara peragian menghasilkan kadar air sebesar 0.189 %, bilangan peroksida 0.141 mg oksigen/100 g contoh, bilangan penyabunan 244.881 mg KOH/g, bilangan asam 1.257 mg KOH/g dan asam lemak bebas 0.460 %. VCO yang dihasilkan dengan cara pemancingan menghasilkan kadar air sebesar 0.176 %, bilangan peroksida 0.142 mg oksigen/100 g contoh, bilangan penyabunan 243.942 mg KOH/g, bilangan asam 0.918 mg KOH/g dan asam lemak bebas 0.336 %. Dari hasil analisis mutu VCO sebelum penyimpanan disimpulkan ketiga sampel VCO yang dihasilkan dengan tiga cara ekstraksi yang berbeda memiliki mutu yang baik. Ketiga sampel VCO ini dapat dijadikan bahan baku industri.

B. PENELITIAN UTAMA

Penelitian utama bertujuan untuk mempelajari pengaruh cara ekstraksi VCO dan suhu penyimpanan terhadap mutu minyak yang dihasilkan selama penyimpanan. VCO yang dihasilkan dari ketiga cara ekstraksi tersebut dikemas ke dalam kemasan jenis gelas yang berwarna gelap dan bertutup. Penggunaan kemasan jenis gelas yang berwarna gelap untuk menghindari terjadinya proses migrasi apabila menggunakan kemasan jenis plastik dan terkena cahaya yang dapat menyebabkan ketengikan. VCO yang telah dikemas lalu disimpan di dalam inkubator bersuhu 25 °C, 30 °C dan 45 °C. VCO yang telah disimpan diamati perubahan mutunya setiap 10 hari selama 70 hari penyimpanan. Analisis mutu yang dilakukan meliputi kadar air, bilangan peroksida dan bilangan asam dan kadar asam lemak bebas. Khusus untuk bilangan penyabunan, diukur pada awal dan akhir penyimpanan saja karena nilai awal bilangan penyabunan tidak memenuhi syarat mutu Codex Stan 19-1981 (rev.2-1999). Selain itu, bilangan penyabunan tidak berhubungan dengan cara ekstraksi VCO.

(47)

1. Kadar Air

Kadar air mempengaruhi mutu VCO. Adanya sejumlah air dalam minyak dapat menyebabkan terjadinya proses hidrolisis sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan minyak (Ketaren, 1986).

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0 20 40 60 80

Lama Penyimpanan (Hari)

K adar A ir ( % ) Pengepresan - 25 °C Pengepresan - 30 °C Pengepresan - 45 °C Peragian - 25 °C Peragian - 30 °C Peragian - 45 °C Pemancingan - 25 °C Pemancingan - 30 °C Pemancingan - 45 °C

Gambar 9. Pengaruh perlakuan terhadap kadar air VCO selama penyimpanan

Hasil pengukuran kadar air VCO selama penyimpanan ditunjukkan pada Lampiran 1. VCO yang dihasilkan dengan cara pengepresan, kadar airnya memiliki nilai antara 0.178 % sampai dengan 0.744 %. VCO yang dihasilkan dengan cara peragian, kadar airnya memiliki nilai antara 0.167 % sampai dengan 0.779 %. VCO yang dihasilkan dengan cara pemancingan, kadar airnya memiliki nilai antara 0.157 % sampai dengan 0.883 %.

Data-data yang terdapat pada Lampiran 1 dan Gambar 9 menunjukkan bahwa kadar air VCO mengalami peningkatan selama penyimpanan. Peningkatan kadar air VCO selama penyimpanan disebabkan oleh reaksi oksidasi yang terjadi pada asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam minyak selama penyimpanan. Selama proses oksidasi berlangsung, akan terbentuk gas CO2, asam-asam volatil, aldehid dan juga

(48)

VCO yang dihasilkan dengan cara pengepresan, yang disimpan pada suhu 25 °C, kadar airnya sudah tidak memenuhi syarat mutu Codex Stan 19-1981 (rev.2-1999) pada penyimpanan hari ke-60 dengan nilai sebesar 0.627 % dan yang disimpan pada suhu 30 °C pada penyimpanan hari ke-40 dengan nilai sebesar 0.567 % dan yang disimpan pada suhu 45 °C pada penyimpanan hari ke-50 dengan nilai sebesar 0.615 %. VCO yang dihasilkan dengan cara peragian, yang disimpan pada suhu 25 °C, kadar airnya sudah tidak memenuhi syarat mutu Codex Stan 19-1981 (rev.2-1999) dengan nilai sebesar 0.601 % pada penyimpanan hari ke-50 dan yang disimpan pada suhu 30 °C dan 45 °C pada penyimpanan hari ke-40 dengan nilai sebesar 0.501 % dan 0.568 %. VCO yang dihasilkan dengan cara pemancingan, yang disimpan pada suhu 25 °C, kadar airnya sudah tidak memenuhi syarat mutu Codex Stan 19-1981 (rev.2-1999) pada penyimpanan hari ke-40 dengan nilai sebesar 0.774 % dan yang disimpan pada suhu 30 °C pada penyimpanan hari ke-50 dengan nilai sebesar 0.657 % dan yang disimpan pada suhu 45 °C pada penyimpanan hari ke-20 dengan nilai sebesar 0.505 %.

Hasil analisis ragam terhadap kadar air VCO yang terdapat pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa pada penyimpanan hari ke-10, hari ke-20, hari ke-40 dan hari ke-50, kadar air VCO dipengaruhi secara nyata oleh interaksi antara cara kemasan dan suhu penyimpanan pada taraf 5 %. Pada penyimpanan hari ke-30, kadar air VCO dipengaruhi secara nyata oleh cara ekstraksi, suhu penyimpanan dan interaksi antara cara kemasan dan suhu penyimpanan pada taraf 1 % dan 5 %. Pada penyimpanan hari ke-60, kadar air VCO dipengaruhi secara nyata oleh cara ekstraksi pada taraf 5 %. Pada penyimpanan hari ke-70, kadar air VCO dipengaruhi secara nyata oleh cara ekstraksi dan suhu penyimpanan pada taraf 1 % dan 5 %.

Uji lanjutan rentang Newman-Keuls terhadap kadar air VCO pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa pada penyimpanan hari ke-10, hari ke-20 dan hari ke-30, minyak yang dihasilkan dengan cara pemancingan dan disimpan pada suhu 45 °C memiliki nilai rata-rata kadar air tertinggi. Pada penyimpanan hari ke-40 dan hari ke-70, uji lanjutan rentang

(49)

Newman-Keuls terhadap kadar air VCO, minyak yang dihasilkan dengan cara pemancingan dan disimpan pada suhu 25 °C memiliki nilai rata-rata kadar air tertinggi. Pada penyimpanan hari ke-50, uji lanjutan rentang Newman-Keuls terhadap kadar air VCO, minyak yang dihasilkan dengan cara peragian dan disimpan pada suhu 45 °C memiliki nilai rata-rata kadar air tertinggi. Pada penyimpanan hari ke-60, uji lanjutan rentang Newman-Keuls terhadap kadar air VCO, minyak yang dihasilkan dengan cara pengepresan memiliki nilai rata-rata kadar air tertinggi.

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0 20 40 60 80

Lama Penyimpanan (Hari)

K ada rA ir (% ) 25 °C 30 °C 45 °C

Gambar 10. Pengaruh suhu terhadap kadar air VCO hasil ekstraksi dengan pengepresan

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0 20 40 60 80

Lama Penyimpanan (Hari)

K adar A ir ( % ) 25 °C 30 °C 45 °C

(50)

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0 20 40 60 80

Lama Penyimpanan (Hari)

K adar A ir ( % ) 25 °C 30 °C 45 °C

Gambar 12. Pengaruh suhu terhadap kadar air VCO hasil ekstraksi dengan pemancingan Gambar 10, 11 dan 12 menunjukkan pengaruh suhu terhadap kadar air VCO selama penyimpanan. Gambar tersebut menunjukkan bahwa VCO yang dihasilkan dengan pengepresan, peragian dan pemancingan yang disimpan pada suhu 25 °C memiliki nilai rata-rata kadar air yang paling rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata kadar air VCO yang disimpan pada suhu 30 °C dan 45 °C. Kadar air VCO yang disimpan pada suhu 45 °C memiliki nilai rata-rata kadar air paling tinggi. Suhu memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air suatu VCO selama penyimpanan. Semakin tinggi suhu, kadar air dalam minyak semakin tinggi karena suhu yang tinggi dapat meningkatkan reaksi oksidasi pada minyak.

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0 20 40 60 80

Lama Penyimpanan (Hari)

K adar A ir ( % ) Pengepresan Peragian Pemancingan

(51)

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0 20 40 60 80

Lama Penyimpanan (Hari)

K a d a r A ir (% ) Pengepresan Peragian Pemancingan

Gambar 14. Pengaruh cara ekstraksi terhadap kadar air VCO pada suhu 30 °C

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0 20 40 60 80

Lama Penyimpanan (Hari)

K a d a r A ir (% ) Pengepresan Peragian Pemancingan

Gambar 15. Pengaruh cara ekstraksi terhadap kadar air VCO pada suhu 45 °C

Gambar 13, 14 dan 15 menunjukkan pengaruh cara ekstraksi VCO terhadap kadar air VCO selama penyimpanan. Gambar tersebut menunjukkan bahwa pada suhu 25 °C, 30 °C dan 45 °C VCO yang dihasilkan dengan peragian memiliki nilai rata-rata kadar air yang paling rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata kadar air VCO yang dihasilkan dengan pengepresan dan pemancingan. Kadar air VCO yang dihasilkan dengan pemancingan memiliki nilai rata-rata kadar air yang paling tinggi. VCO yang dihasilkan dengan peragian mempunyai kemampuan menghambat peningkatan kadar air dalam minyak selama penyimpanan yang lebih baik dibandingkan dengan VCO yang dihasilkan dengan

(52)

pengepresan dan pemancingan. Pada penelitian pendahuluan, VCO yang dihasilkan dengan pemancingan memiliki kadar air terendah tetapi selama penyimpanan memiliki nilai rata-rata kadar air tertinggi. Hal ini disebabkan kemampuan VCO yang dihasilkan dengan pemancingan untuk menghambat peningkatan kadar air dalam minyak selama penyimpanan sangat rendah dibandingkan dengan peragian dan pengepresan.

2. Bilangan Peroksida

Bilangan peroksida merupakan nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak. Pembentukan peroksida dan hidroperoksida merupakan awal dimulainya proses oksidasi dan selanjutnya akan mengalami konversi menjadi aldehid, keton dan asam-asam lemak bebas. Kenaikan bilangan peroksida merupakan indikator dan pemberi peringatan bahwa minyak sebentar lagi akan berbau tengik (Ketaren, 1986). Gambar 16 menunjukkan proses oksidasi minyak sehingga menghasilkan aldehid.

PV*

Aldehid

PV turun karena terurai

*PV = Peroxide Value (Bilangan Peroksida) Gambar 16. Proses oksidasi minyak (Ketaren, 1986)

(53)

-0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 0 20 40 60 80

Lama Penyimpanan (Hari)

B ila n g a n P e ro k s id a Pengepresan - 25 °C Pengepresan - 30 °C Pengepresan - 45 °C Peragian - 25 °C Peragian - 30 °C Peragian - 45 °C Pemancingan - 25 °C Pemancingan - 30 °C Pemancingan - 45 °C

Gambar 17. Pengaruh perlakuan terhadap bilangan peroksida VCO selama penyimpanan

Hasil pengukuran bilangan peroksida VCO selama penyimpanan ditunjukkan pada Lampiran 4. VCO yang dihasilkan dengan cara pengepresan, bilangan peroksidanya memiliki nilai antara 0.054 mg oksigen/100 gram sampai dengan 5.007 mg oksigen/100 gram. VCO yang dihasilkan dengan cara peragian, bilangan peroksidanya memiliki nilai antara 0.015 mg oksigen/100 gram sampai dengan 2.454 mg oksigen/100 gram. VCO yang dihasilkan dengan cara pemancingan, bilangan peroksidanya memiliki nilai antara 0.02 mg oksigen/100 gram sampai dengan 2.642 mg oksigen/100 gram.

Data-data yang terdapat pada Lampiran 4 dan Gambar 17 menunjukkan bahwa bilangan peroksida VCO mengalami peningkatan selama penyimpanan dan setelah mencapai nilai maksimal selanjutnya mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena selama penyimpanan terjadi proses oksidasi terhadap asam-asam lemak tidak jenuh sehingga terbentuk persenyawaan peroksida yang merupakan bahan pengoksidasi. Persenyawaan peroksida tersebut menyebabkan oksidasi tetap berlanjut dan meningkatnya bilangan peroksida. Setelah jumlah persenyawaan peroksida mencapai nilai maksimal, bilangan peroksida mengalami penurunan karena persenyawaan peroksida tersebut terurai menjadi aldehid, keton dan asam-asam lemak bebas. Peningkatan bilangan peroksida VCO terjadi pada penyimpanan hari ke-30 dan 40. Walaupun mengalami peningkatan, bilangan peroksida VCO masih memenuhi syarat mutu Codex Stan

(54)

19-1981 (rev.2-1999) tetapi minyak sudah berbau tengik. Nilai bilangan peroksida VCO yang masih memenuhi syarat mutu Codex Stan 19-1981 (rev.2-1999) menandakan proses oksidasi VCO yang dihasilkan dengan pengepresan, peragian dan pemancingan terjadi pada nilai bilangan peroksida yang rendah.

VCO yang dihasilkan dengan cara pengepresan, yang disimpan pada suhu 25 °C, 30 °C dan 45 °C, bilangan peroksidanya mengalami peningkatan pada penyimpanan hari ke-40 dengan nilai sebesar 1.763 mg oksigen/100 gram, 0.887 mg oksigen/100 gram dan 2.584 mg oksigen/100 gram. VCO yang dihasilkan dengan cara peragian, yang disimpan pada suhu 25 °C, 30 °C dan 45 °C, bilangan peroksidanya mengalami peningkatan pada penyimpanan hari ke-40 dengan nilai sebesar 2.378 mg oksigen/100 gram, 1.025 mg oksigen/100 gram dan 1.055 mg oksigen/100 gram. VCO yang dihasilkan dengan cara pemancingan, yang disimpan pada suhu 25 °C, 30 °C dan 45 °C, bilangan peroksidanya mengalami peningkatan pada penyimpanan hari ke-30 dengan nilai sebesar 2.301 mg oksigen/100 gram, 1.429 mg oksigen/100 gram dan 0.961 mg oksigen/100 gram.

Hasil analisis ragam terhadap bilangan peroksida VCO yang terdapat pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa pada penyimpanan hari ke-30, bilangan peroksida VCO dipengaruhi secara nyata oleh cara ekstraksi pada taraf 1 % dan 5 % dan suhu penyimpanan pada taraf 5 %. Pada penyimpanan hari ke-50, bilangan peroksida VCO dipengaruhi secara nyata oleh cara ekstraksi pada taraf 5 %, suhu penyimpanan dan interaksi antara cara kemasan dan suhu penyimpanan pada taraf 1 % dan 5 %. Pada penyimpanan hari ke-60 dan hari ke-70, bilangan peroksida VCO dipengaruhi secara nyata oleh cara ekstraksi, suhu penyimpanan dan interaksi antara cara kemasan dan suhu penyimpanan pada taraf 1 % dan 5 %.

Uji lanjutan rentang Newman-Keuls terhadap bilangan peroksida VCO pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa pada penyimpanan hari ke-30, minyak yang dihasilkan dengan cara pemancingan dan disimpan pada suhu

(55)

25 °C memiliki nilai rata-rata bilangan peroksida tertinggi. Pada penyimpanan hari ke-50, uji lanjutan rentang Newman-Keuls terhadap bilangan peroksida VCO, minyak yang dihasilkan dengan cara peragian dan disimpan pada suhu 25 °C memiliki nilai rata-rata bilangan peroksida tertinggi. Pada penyimpanan hari ke-60, uji lanjutan rentang Newman-Keuls terhadap bilangan peroksida VCO, minyak yang dihasilkan dengan cara peragian dan disimpan pada suhu 45 °C memiliki nilai rata-rata bilangan peroksida tertinggi. Pada penyimpanan hari ke-70, uji lanjutan rentang Newman-Keuls terhadap bilangan peroksida VCO, minyak yang dihasilkan dengan cara pemancingan dan disimpan pada suhu 45 °C memiliki nilai rata-rata bilangan peroksida tertinggi.

-0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 0 20 40 60 80

Lama Penyimpanan (Hari)

B ila ng an P e rok s id a 25 °C 30 °C 45 °C

(56)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 0 20 40 60 80

Lama Penyimpanan (Hari)

B il a ng an P e rk s ida 25 °C 30 °C 45 °C

Gambar 19. Pengaruh suhu terhadap bilangan peroksida VCO hasil ekstraksi dengan peragian

0 0.5 1 1.5 2 2.5 0 20 40 60 80

Lama Penyimpanan (Hari)

B ilang an P e rok s ida 25 °C 30 °C 45 °C

Gambar 20. Pengaruh suhu terhadap bilangan peroksida VCO hasil ekstraksi dengan pemancingan

Gambar 18, 19 dan 20 menunjukkan pengaruh suhu terhadap bilangan peroksida VCO selama penyimpanan. VCO yang dihasilkan dengan pengepresan, peragian dan pemancingan yang disimpan pada suhu 30 °C memiliki nilai rata-rata bilangan peroksida yang paling rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata bilangan peroksida VCO yang disimpan pada suhu 25 °C dan 45 °C. Bilangan peroksida VCO yang disimpan pada suhu 25 °C memiliki nilai rata-rata bilangan peroksida paling tinggi.

Cahaya, suasana asam, kelembaban udara dan katalis dapat mempercepat terjadinya proses pembentukan peroksida (Ketaren, 1986).

(57)

Minyak kelapa berbentuk cair pada suhu 26-35 °C tetapi berubah menjadi lemak beku jika suhunya turun. Minyak kelapa pada keadaan padat, titik lelehnya 24-27 °C dan diindikasikan lebih mudah rusak dibandingkan fase cairnya. Diantara minyak nabati pada umumnya, minyak kelapa memiliki turbiditas minimum (Alam Syah, 2005). VCO yang disimpan pada suhu 25 °C memiliki nilai rata-rata bilangan peroksida paling tinggi karena bentuknya yang mulai menggumpal. Minyak yang menggumpal dapat mempercepat terbentuknya persenyawaan peroksida sehingga VCO yang disimpan pada suhu 25 °C lebih cepat rusak dibandingkan dengan VCO yang disimpan pada suhu 30 °C dan 45 °C.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 0 20 40 60 80

Lama Penyimpanan (Hari)

B ilanga n P e ro k s id a Pengepresan Peragian Pemancingan

(58)

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 0 20 40 60 80

Lama Penyimpanan (Hari)

B ilangan P e ro k s ida Pengepresan Peragian Pemancingan

Gambar 22. Pengaruh cara ekstraksi terhadap bilangan peroksida VCO pada suhu 30 °C

-0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 0 20 40 60 80

Lama Penyimpanan (Hari)

B il ang an P e ro k s id a Pengepresan Peragian Pemancingan

Gambar 23. Pengaruh cara ekstraksi terhadap bilangan peroksida VCO pada suhu 45 °C Gambar 21, 22 dan 23 menunjukkan pengaruh suhu terhadap bilangan peroksida VCO selama penyimpanan. Pada penyimpanan suhu 25 °C, 30 °C dan 45 °C, VCO yang dihasilkan dengan peragian memiliki nilai rata-rata bilangan peroksida yang paling rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata bilangan peroksida VCO yang dihasilkan dengan pemancingan dan pengepresan. Bilangan peroksida VCO yang dihasilkan dengan pengepresan memiliki nilai rata-rata bilangan peroksida paling tinggi.

Walaupun nilai rata-rata bilangan peroksida VCO yang dihasilkan dengan peragian paling rendah dibandingkan dengan pemancingan dan pengepresan, VCO yang dihasilkan dengan peragian memiliki nilai

Gambar

Gambar 1. Pohon industri tanaman kelapa ( www.bi.go.id ).
Tabel 3. Komposisi kimia daging buah kelapa segar pada berbagai tingkat kematangan  Komponen (per 100 g)  Buah muda  Buah setengah tua  Buah tua
Gambar 5. Diagram alir proses pengolahan VCO dengan cara penambahan ragi (Alam Syah, 2005
Gambar 6. Diagram alir proses pengolahan VCO dengan cara penambahan minyak pemancing  (Alam Syah, 2005)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hipotesis di atas dapat disimpulkan bahwa variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen, artinya bahwa sanksi perpajakan tidak berpengaruh atau pengaruhnya

1. ,PSOHPHQWDVL .HELMDNDQ $ORNDVL 'DQD 'HVD GL .DPSXQJ %DQMDU 6HPLQDL 7DKXQ EHOXP RSWLPDO KDVLO SHQHOLWLDQ PHQXQMXNDQ EDKZD EHOXP GLODNVDQDNDQ VRVLDOLVDVL WHQWDQJ $ORNDVL 'DQD

No statistical difference between gypsum and combination of gypsum-CHA implants in capsule quality, interface quality, capsule thickness, and total score indicated that gypsum

Untuk itu perlu cara atau metode pengumpulan data penduduk yang selama ini kita ketahui telah dilakukan oleh Pemerintah dengan melakukan pendaftaran (registrasi), disamping itu

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data profil fitokimia dan data bioktivitas antifungi ekstrak MeOH, fraksi n-heksana, fraksi CHCl 3 dan fraksi EtOAc daun laban

upaya untuk mendorong Kesatuan Republik isu global yang dibahas di Swedia clan Latvia Indonesia, sebagai negara berbagai forum internasional; senantiasa meningkatkan

fossil energy and minerals through the establishment of Centers of Research Excellence (CoRE). KONSEP

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana pengaruh audit manajemen terhadap kinerja manajerial pada