• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi DKI Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Ekonomi Regional Provinsi DKI Jakarta"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

Kajian Ekonomi Regional

Provinsi DKI Jakarta

(2)

ii

(3)

Kata Pengantar

Perekonomian Provinsi DKI Jakarta pada triwulan I 2015 tumbuh lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Meski demikian level pertumbuhan yang dicapai relatif masih cukup baik yaitu sebesar 5,1% (yoy). Hal tersebut terutama disebabkan oleh melambatnya komponen pertumbuhan utama Jakarta yaitu konsumsi dan investasi. Adapun kinerja ekspor luar negeri DKI Jakarta masih terkontraksi, meski dengan nilai yang lebih kecil, sejalan dengan belum solidnya pemulihan perekonomian global. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi Jakarta didominasi oleh empat lapangan usaha utama, yaitu perdagagan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor, industri pengolahan, konstruksi dan jasa keuangan dan asuransi. Sama halnya sisi pengeluaran, kinerja sebagian besar lapangan usaha utama Jakarta tumbuh melambat.

Perekonomian Jakarta berpotensi tumbuh melambat pada tahun 2015. Pada akhir tahun berjalan, perekonomian Jakarta diprakirakan tumbuh di kisaran 5,3% - 5,8% (yoy), lebih lambat daripada pertumbuhan 2014. Hal ini menimbang pada capaian kinerja perekonomian Jakarta yang melambat signifikan pada triwulan I 2015. Sementara itu, untuk triwulan II 2015, pertumbuhan ekonomi Jakarta diproyeksikan lebih baik dari triwulan sebelumnya, terutama dengan dukungan konsumsi dan investasi pemerintah pada sejumlah proyek infrastruktur skala besar.

Di sisi inflasi, tekanan inflasi Jakarta pada tahun 2015 diperkirakan lebih rendah dari tahun sebelumnya, yaitu berada di kisaran 4,5% - 4,9% (yoy). Penurunan inflasi tersebut dikontribusikan oleh langkah-langkah guna menjamin ketahanan pangan dengan dukungan ketersediaan pasokan dan terjaganya ekspektasi.

Demikian asesmen ringkas Bank Indonesia mengenai perkembangan terkini dan prospek perekonomian Jakarta. Asesmen lengkap disajikan dalam publikasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi DKI Jakarta ini. Adapun tujuan dari penyusunan KEKR triwulanan ini selain sebagai masukan perumusan kebijakan moneter Bank Indonesia, juga diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi para pemangku kepentingan dan pemerhati ekonomi Jakarta.

Akhir kata, semoga kajian ini dapat memberikan manfaat bagi pembangunan ekonomi daerah khususnya Jakarta.

Jakarta, 20 Mei 2015

Departemen Kebijakan Ekonomi Dan Moneter

Juda Agung Direktur Eksekutif

(4)

iv

(5)

Daftar Isi

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI RINGKASAN UMUM TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA

halaman iii

halaman v

halaman vi

halaman viii

BAB I. EKONOMI MAKRO REGIONAL halaman 1

A. Dinamika Sisi Permintaan Perekonomian Jakarta halaman 1

B. Dinamika Sektor Ekonomi Utama Jakarta Boks 1: Prospek Pasar Properti di Tengah perlambatan Ekonomi

halaman 5 halaman 10

BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH BAB III. INFLASI

halaman 15

halaman 19

BAB IV. PERBANKAN, SISTEM PEMBAYARAN, DAN PENGELOLAAN UANG

halaman 25

A. Ketahanan Sektor Korporasi B. Ketahanan Sektor Rumah Tangga

halaman 26 halaman 27

C. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang halaman 28

BAB V. PROSPEK PEREKONOMIAN JAKARTA A. Pertumbuhan Ekonomi B. Inflasi Boks 2: Roadmap Pengendalian Inflasi Jakarta

halaman 31 halaman 31 halaman 42 halaman 44

(6)

vi

Ringkasan Umum

Perekonomian Provinsi DKI Jakarta pada triwulan I 2015 tumbuh lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Meski demikian level pertumbuhan yang dicapai relatif masih cukup baik yaitu sebesar 5,1% (yoy). Lebih rendahnya pertumbuhan Jakarta terutama disebabkan oleh impor yang tumbuh cukup tinggi. Impor yang tumbuh cukup tinggi, disertai oleh ekspor yang terkontraksi, memberikan dampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi. Faktor lain yang berkontribusi pada lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi Jakarta yaitu hilangnya dampak kegiatan Pemilu, yang pada periode sama tahun sebelumnya menjadi faktor pendorong ekonomi Jakarta. Selain itu belanja pemerintah juga masih rendah, menyebabkan daya dukung fiskal terhadap perekonomian terbatas. Meski demikian konsumsi rumah tangga masih terjaga stabil, dan investasi tumbuh meningkat, sehingga dapat menahan perlambatan ekonomi lebih jauh. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi Jakarta didominasi oleh empat lapangan usaha utama, yaitu perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor, industri pengolahan, konstruksi dan jasa keuangan dan asuransi. Selain lapangan usaha konstruksi, lapangan usaha utama lainnya mengalami perlambatan pertumbuhan.

Realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam triwulan I 2015 secara nominal sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan I 2014. Pemprov DKI Jakarta berusaha untuk memaksimalkan pendapatan pajak pada tahun 2015. Meski demikian realisasinya relatif belum optimal pada periode laporan. Rendahnya penyerapan belanja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada triwulan I 2015 sebagai akibat dari terkendalanya proses pengesahan RAPBD DKI Jakarta 2015.

Tekanan inflasi Jakarta pada awal tahun 2015 jauh menurun dibandingkan dengan periode sebelumnya. Realisasi inflasi Jakarta pada triwulan I 2014 tercatat sebesar 7,10% (yoy). Kendati realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, capaian inflasi tersebut sedikit di atas nasional (6,38%). Inflasi pada periode ini lebih banyak dikontribusikan oleh komoditas dalam kelompok inti. Sementara itu, sumbangan inflasi atas komoditas yang diatur pemerintah (administered prices) masih cukup besar pada periode laporan. Sebaliknya, tekanan inflasi volatile food pada triwulan I 2015 mulai mereda sehubungan dengan melimpahnya pasokan beberapa komoditas strategis, sehingga mengalami deflasi cukup dalam pada periode dimaksud.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta yang belum optimal, tercermin pada kegiatan intermediasi perbankan yang secara umum mengalami

(7)

perlambatan, pada triwulan I 2015. Kendati demikian, pembiayaan keuangan sektor rumah tangga relatif masih terjaga, yang tercermin dari kenaikan pertumbuhan pembiayaan sektor rumah tangga pada level yang moderat. Selain itu, pertumbuhan pembiayaan sektor korporasi yang melambat masih cukup terjaga kualitas kreditnya (NPL dibawah 5%), di tengah melemahnya kinerja perekonomian. Sejalan dengan hal tersebut, transaksi sistem pembayaran di Jakarta pada triwulan I 2015 juga masih tumbuh terbatas.

Pada triwulan II 2015, pertumbuhan ekonomi Jakarta diproyeksikan lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Mesin pendorong perekonomian terutama konsumsi dan investasi pemerintah pada sejumlah proyek infrastruktur berskala besar.

Pada akhir tahun 2015, perekonomian Jakarta berpotensi tumbuh melambat dibandingkan dengan tahun 2014. Pertumbuhan ekonomi Jakarta diprakirakan berada di kisaran 5,3%-5,8% (yoy), lebih rendah daripada realisasi tahun 2014. Menurunnya proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut dipengaruhi oleh capaian kinerja pada triwulan I 2015 yang melambat cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan IV 2014. Dari sisi permintaan, perlambatan ekonomi Jakarta tahun 2015 terutama bersumber dari konsumsi rumah tangga. Meski kinerja investasi dan ekspor diperkirakan membaik pada tahun 2015, impor diprediksi terus meningkat, khususnya untuk barang modal yang mendukung pembangunan proyek infrastruktur. Impor yang diproyeksikan meningkat tersebut, akan menjadi penahan laju pertumbuhan ekonomi Jakarta. Secara sektoral, pertumbuhan ditopang oleh lapangan usaha non-tradable (jasa-jasa) maupun lapangan usaha industri manufaktur pendukung ekspor.

Di sisi inflasi, tekanan inflasi Jakarta pada tahun 2015 diprakirakan lebih rendah dari tahun sebelumnya. Inflasi diprakirakan berada di kisaran 4,5% - 4,9% (yoy). Langkah-langkah guna menjamin ketersediaan pasokan dan menjaga ekspektasi harga masyarakat, menjadi faktor yang dapat membawa turun tekanan inflasi. Meski demikian, perlu dicermati berbagai risiko yang dapat mendorong meningkatnya inflasi, seperti kenaikan harga pangan akibat kenaikan Harga Pokok Penjualan gula, pergeseran musim tanam, pelemahan nilai tukar, penerapan kebijakan energi (BBM, TTL dan LPG), dan

(8)

viii

TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA

2015

Total Total IV Total I

Ekonomi Makro Regional

Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)* 6.5 6.1 6.2 6.0 5.1

Berdasarkan Lapangan Usaha:

1 Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 3.3 1.9 0.7 0.7 0.9 2 Pertambangan dan Penggalian -0.7 -0.2 -1.1 -0.9 -1.1

3 Industri Pengolahan 2.4 5.5 3.8 5.5 2.9

4 Pengadaan Listrik dan Gas 5.3 1.0 6.4 1.8 4.6 5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 4.1 3.7 3.4 3.8 1.1

6 Konstruksi 5.4 6.1 3.0 4.7 3.6

7 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 6.8 5.3 5.1 5.0 3.8 8 Transportasi dan Pergudangan 6.9 7.1 14.2 13.7 7.5 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.3 6.5 5.6 5.8 4.0 10 Informasi dan Komunikasi 13.8 12.1 9.6 11.1 9.5 11 Jasa keuangan dan Asuransi 9.4 7.8 11.9 4.5 7.5

12 Real Estate 6.7 5.1 5.6 5.0 5.4

13 Jasa Perusahaan 7.0 8.2 8.9 9.0 7.3

14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 1.4 -2.9 2.4 1.2 1.1

15 Jasa Pendidikan 6.0 3.5 3.6 3.7 3.5

16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8.4 5.8 7.3 6.9 7.5

17 Jasa Lainnya 8.7 7.6 8.0 8.5 7.9

Berdasarkan Permintaan:

1 Konsumsi 6.3 6.0 - 5.1 4.2

a. Pengeluran Konsumsi Rumah Tangga 6.2 5.4 5.0 5.4 5.1 b. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 9.4 5.8 -0.7 16.9 -12.9 c. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 6.0 8.7 1.4 2.0 2.1

3 PMTB 9.6 5.8 2.5 3.0 3.7

4 Perubahan Invesntori 7.2 7.9 -37.9 -16.3 4.8 5 Ekspor Barang dan Jasa 11.3 3.4 -3.1 -0.5 -1.5 6 Impor Barang dan Jasa 9.1 0.5 0.8 -1.2 6.2 7 Net Ekspor Antar Daerah 4.8 -5.8 18.8 0.6 -11.2 Ekspor

- Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta) 11,578 12,660 3,025 11,529 2,927 - Volume Ekspor Non Migas (ribu ton) 3,053 3,380 8,024 755,138 723,680 Impor

- Nilai Impor Non Migas (USD Juta) 63,877 70,197 13,638 56,039 12,470 - Volume Impor Non Migas (ribu ton) 30,382 38,043 7,711 22,514 7,032 Indeks Harga Konsumen 133.58 144.27 118.77 118.77 122.16 Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) 4.52 8.00 8.95 8.95 7.10 Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun) 1,630 1,856 2,088 2,088 2,132 Kredit (Rp Triliun) 1,305 1,622 1,803 1,803 1,806

- Modal Kerja 684 852 934 934 916

- Investasi 357 480 545 545 564

- Konsumsi 264 290 323 323 326

Kredit UMKM (Rp Triliun) 93 99 119 119 124

Loan to Deposit Ratio (%) 80.42 86.47 86.35 86.35 84.72

NPL Gross (%) 1.55 1.36 1.90 1.90 2.05

Sistem Pembayaran

Transaksi RTGS

- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Triliun) 85.0 91.4 32.4 88.5 25.9 - Rata-rata Harian Volume Transaksi (ribu) 13.2 16.2 5.4 18.1 3.4

Transaksi Kliring (Rp Triliun)

- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Triliun) 4.6 3.5 6.6 6.4 7.1 - Rata-rata Harian Volume Transaksi (ribu) 289.2 219.0 286.2 273.3 312.9

Indikator

Perbankan

(9)

BAB I

EKONOMI MAKRO REGIONAL

Pada triwulan I 2015 perekonomian Provinsi DKI Jakarta tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, meski masih pada level yang cukup tinggi. DKI Jakarta tumbuh sebesar 5,1% (yoy), atau relatif melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,2% (yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta terutama bersumber dari konsumsi rumah tangga dan investasi. Di satu sisi, kinerja ekspor luar negeri DKI Jakarta masih terkontraksi, meski dengan nilai yang lebih kecil dibandingkan periode sebelumnya, sejalan dengan masih rentannya pemulihan perekonomian global. Di sisi lain, impor melonjak cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, sehingga menekan laju pertumbuhan ekonomi Jakarta. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi Jakarta didominasi oleh empat lapangan usaha utama, yaitu perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor, industri pengolahan, konstruksi dan jasa keuangan dan asuransi.

A. Dinamika Sisi Permintaan Perekonomian Jakarta

Dorongan pertumbuhan bersumber dari konsumsi dan investasi (PMTB). Pengeluaran konsumsi dan investasi, masing-masing berkontribusi sebesar 3,0% dan 1,7% terhadap total pertumbuhan DKI Jakarta. Konsumsi tumbuh positif pada level yang moderat sebesar 4,2% (yoy), pada triwulan I 2015. Secara umum, level pertumbuhan tersebut relatif terendah dibandingkan dengan rata-rata konsumsi sejak 3 tahun terakhir ebesar 5,8% (yoy). Faktor utama yang memengaruhi tertahannya pertumbuhan konsumsi pada awal tahun adalah menurunnya kegiatan ekonomi pada sebagian besar lapangan usaha utama, serta masih terbatasnya belanja pemerintah. Di samping itu, aktivitas Pemilu yang pada tahun lalu cukup berperan dalam mendorong kegiatan konsumsi, kini tidak ada lagi. Dampak Pemilu terhadap konsumsi mulai hilang pada menjelang akhir triwulan III 2014.

Meski tumbuh di bawah rata-rata 3 tahun terakhir, konsumsi masih menjadi faktor pendorong utama pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta, khususnya konsumsi rumah tangga. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga mencapai 5,1% (yoy), relatif stabil dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang tumbuh 5,0% (yoy). Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan penurunan harga BBM bersubsidi sebanyak dua kali pada Januari 2015 diprakirakan memberikan ruang gerak lebih besar untuk meningkatkan konsumsi. Meski demikian berdasarkan hasil liaison, peningkatan UMP 2015 dirasakan masyarakat tidak setinggi kenaikan biaya hidup.

(10)

2

Beberapa indikator mengonfirmasi relatif masih kuatnya konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2015. Kondisi tersebut tercermin pada kredit konsumsi yang masih tumbuh meningkat pada level yang moderat dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hasil Survei Penjualan Eceran periode Januari sampai dengan Maret 2015 juga mencerminkan aktivitas konsumsi rumah tangga yang masih terjaga, sebagaimana terlihat dari tren penjualan beberapa barang yang cenderung meningkat (Grafik I.1). Hasil survei konsumen juga menunjukkan masih terdapatnya optimisme akan pendapatan yang lebih baik, meskipun optimisme tersebut mulai melemah (Grafik I.2). Kemudian, dari kegiatan liaison diketahui bahwa sebagian besar contact masih cukup optimis akan kondisi perekonomian domestik sehingga mayoritas berencana meningkatkan target produksi dan penjualan. Selain itu, masih cukup baiknya daya beli masyarakat juga dirasakan oleh perusahaan waralaba. Dari kegiatan liaison kepada perusahaan waralaba diketahui bahwa sebagian besar contact masih cukup optimis akan kondisi perekonomian domestik sehingga mayoritas berencana meningkatkan target produksi dan penjualan.

Meski demikian, konsumsi rumah tangga masih belum optimal. Beberapa faktor yang memengaruhinya antara lain diterapkannya sejumlah kebijakan energi (penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak, Tarif Tenaga Listrik dan LPG) dan kebijakan pajak Pemerintah Daerah DKI Jakarta yang relatif menahan daya beli masyarakat. Kenaikan pajak kendaraan bermotor pemerintah DKI Jakarta, berimbas pada penjualan kendaraan bermotor yang merupakan salah satu barometer konsumsi rumah tangga di Jakarta, menunjukan tren yang menurun1.

Dari sisi pembiayaan, dukungan sektoral masuh cukup besar terhadap kegiatan konsumsi rumah tangga. Realisasi kredit konsumsi pada triwulan I 2015 tercatat tumbuh 8,48% (yoy) atau senilai Rp179,6 miliar, meningkat dibandingkan dengan akhir triwulan lalu yang tumbuh sebesar 7,79% (yoy) atau senilai Rp178,0 miliar. Kenaikan kredit konsumsi terutama berasal dari jenis kredit multiguna, yang digunakan oleh masyarakat sebagai sumber pembiayaan yang relatif mudah dan cepat.

(11)

Grafik I.1 Indeks Penjualan Eceran dan Konsumsi Barang Tahan Lama

Grafik I.2 Perkembangan Indeks Penghasilan Konsumen, Ketersediaan

Lapangan Kerja, dan Ketersediaan

Meskipun tumbuh membaik, peran konsumsi perintah belum optimal dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Hal ini tercermin dari kontrubusinya sebesar 0,2%, yang lebih rendah dibandingkan dengan kontribusi pada triwulan sebelumnya (0,3%,). Kinerja belanja pemerintah yang belum optimal tersebut, terutama disebabkan oleh kendala proses pengesahan belanja APBD Provinsi DKI Jakarta yang berlanjut hingga triwulan II 2015, sehingga berpengaruh pada penurunan realisasi belanja yang cukup signifikan, khususnya pada triwulan I 2015.

Investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto) Jakarta menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi dari periode sebelumnya. Pada triwulan I 2015, investasi Jakarta tercatat tumbuh sebesar 3,7% (yoy) lebih tinggi dari sebelumnya 2,5%. Peningkatan investasi terutama terjadi pada investasi nonbangunan (penambahan mesin, production line dan kendaraan pabrik) yang dilakukan korporasi. Dari kegiatan liaison diketahui bahwa beberapa pengusaha masih berencana untuk melakukan ekspansi dengan membuka outlet baru. Meski demikian masih terdapat juga pengusaha yang bersikap terhadap implementasi kebijakan pemerintahan baru yang telah dicanangkan. Dengan kondisi ini maka ekspansi usaha di Jakarta belum dapat melaju cepat untuk mendorong perkembangan ekonomi nasional. Dari sisi investasi bangunan, pada triwulan I 2015 kegiatan di sektor properti, terutama properti swasta, menghadapi sejumlah kendala. Kendala sektor properti yang paling mengemuka yaitu meningkatnya harga tanah dan bahan bangunan akibat terdepresiasinya nilai tukar. Masih terbatasnya kegiatan investasi di Jakarta terindikasi dari data investasi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), yang menunjukkan pertumbuhan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) masih tertahan, sementara pertumbuhan investasi PMDN masih tumbuh terbatas. Dari sisi pembiayaan, masih rendahnya geliat investasi tercermin dari pertumbuhan penyaluran kredit investasi yang masih dalam tren menurun. -80 -60 -40 -20 0 20 40 60 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3* 4** 2013 2014 2015 % yoy

gKredit Konsumsi gPenjualan Makanan Minuman

gPenjualan barang Rumah Tangga gTotal Penjualan gPerlengkapanRT lain (termasuk bhn konstruksi)

20 40 60 80 100 120 140 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 2012 2013 2014 2015

Indeks Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Indeks Penghasilan Konsumen

Indeks Ketersediaan Lap. Kerja

Optimis Pesimis

(12)

4

Grafik I.3 Perkembangan Kredit Investasi Sumber:Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)

Grafik I.4 Realisasi PMA & PMDN

Pada triwulan I 2015, kinerja ekspor luar negeri DKI Jakarta masih terkontraksi meski dengan nilai yang lebih kecil dibandingkan periode sebelumnya. DKI Jakarta mengalami pertumbuhan negatif sebesar 1,5% (yoy), sedikit membaik dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang terkontraksi hingga 3,1% (yoy). Hal ini sejalan dengan masih rentannya pemulihan perekonomian global. Berdasarkan data Bea dan Cukai, pertumbuhan nilai ekspor produk Jakarta tercatat tumbuh sebesar 6,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan lalu sebesar 4,7% (yoy). Pertumbuhan ekspor pada triwulan laporan, terutama didorong oleh masih terjaganya permintaan ekspor dari negara mitra dagang utama (AS) meski belum optimal. Adapun, potensi peningkatan ekspor cukup tinggi terutama untuk komoditas garmen dan perhiasan ke AS (seiring pemulihan ekonomi AS) dan ekspor otomotif ke pasar-pasar baru sehubungan dengan diberlakukannya kebijakan impor kendaraan hemat bahan bakar di negara-negara Timur Tengah pada tahun depan.

Grafik I.5 Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor

Pertumbuhan impor Jakarta pada triwulan I 2015 lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya. Impor Jakarta tercatat tumbuh sebesar 6,2% (yoy), meningkat dari IV 2014 yang tumbuh 0,8% (yoy). Kenaikan impor luar negeri terutama terjadi pada kelompok barang modal. Hal ini sejalan dengan program kerja Pemerintahan baru yang akan

100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000 0 5 10 15 20 25 30 35 40 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 2011 2012 2013 2014 2015 % yoy

Nominal Kredit Investasi gKredit Investasi

(100) (50) 0 50 100 150 200 250 300 350 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2010 2011 2012 2013 2014 2015

% yoy CMA

Investasi PMA (Miliyar Rp) Investasi PMDN (Miliyar Rp) gPMDN gPMA

(30.0) (20.0) (10.0) 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 -20 -10 0 10 20 30 40 50 60 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 2011 2012 2013 2014 2015 %, yoy

(13)

menggenjot pembangunan infrastruktur. seperti pengadaan mesin pengeboran tunnel dan alat berat pendukung konstruksi Mass Rapid Transit (MRT) dan juga mendukung sektor pertanian (alat mesin pertanian) dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan nasional. Meski demikian, pertumbuhan impor masih belum optimal (grafik I.6). Berdasarkan hasil liaison, banyak pengusaha yang cenderung menunda atau menunggu keputusan investasi ataupun ekspansi lainnya sehubungan dengan kebijakan-kebijakan pemerintahan baru.

Grafik I.6 Perkembangan Nilai dan Volume Impor Jakarta

Grafik I.7 Perkembangan Nilai Impor Barang Konsumsi, Barang Modal, dan

Bahan Baku

B. Dinamika Lapangan Usaha Utama Jakarta

Stuktur perekonomian Jakarta menurut lapangan usaha tahun didominasi oleh empat lapangan usaha dengan pangsa cukup besar. Empat lapangan usaha utama yang paling berpengaruh pada perekonmian Jakarta yaitu perdagagan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor (16,8%); industri pengolahan (13,9%); konstruksi (13,3%) dan jasa keuangan dan asuransi (10,3%)2. Keempat lapangan usaha tersebut memberikan kontribusi sebesar 2,3% terhadap total pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan I 2015 sebesar 5,1%.

Lapangan Usaha Konstruksi

Kinerja lapangan usaha konstruksi Jakarta pada triwulan I 2015 tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV 2014. Pada periode laporan, lapangan usaha konstruksi tumbuh sebesar 3,6% (yoy), atau meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh 3,0% (yoy). Hal tersebut juga tercermin pada tren konsumsi semen, yang menunjukkan peningkatan pada akhir triwulan dimaksud (Grafik I.8). Aktivitas di lapangan usaha konstrukusi yang meningkat juga ditunjukkan

2 Pada rilis BPS triwulan IV 2014, terjadi perubahan perhitungan tahun dasar dari

2000 menjadi 2010, dimana struktur PDRB. Pada sisi penawaran, strukturlapangan usaha 9 sektor berubah menjadi 17 kategori. Sedangkan pada sisi permintaan, menambah point net ekspor antar daerah.

(80) (60) (40) (20) 0 20 40 60 80 100 120 140 (40) (20) 0 20 40 60 80 100 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 2011 2012 2013 2014 2015

g.Nilai Impor JKT g.Vol Impor JKT (rhs)

%, yoy %, yoy (15.0) (10.0) (5.0) 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 2011 2012 2013 2014 2015

g.Nilai Imp Konsumsi g.Nilai Imp Bahan Baku g.Nilai Imp Brg Modal

(14)

6

oleh sejumlah proyek yang masih dalam tahap pembangunan pada triwulan ini antara lain pembangunan MRT, pembangunan jalan layang di Permata Hijau, proyek jalan Trans Jakarta (Koridor XIII Ciledug - Blok M), Proyek rel Dwiganda (double track) dan Pembangunan Tol Bekasi Cawang Kampung Melayu (Becakayu).

Khususnya pada sektor properti, pertumbuhannya disinyalir belum optimal sehubungan dengan pasar yang relatif jenuh. Relatif tingginya suku bunga kredit perbankan menyebabkan pelanggan menunda pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Selain itu, kondisi perekonomian yang masih dalam tahap transisi, penyesuaian harga BBM serta suku bunga yang masih stabil pada level tinggi, dan depresiasi nilai tukar rupiah menyurutkan rencana investasi yang ekspansif. Meski demikian, sektor properti masih akan tumbuh lebih tinggi seiring pertumbuhan masyarakat kelas menengah yang menginginkan hunian berkualitas.

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia

Grafik I.8 Konsumsi Semen di Jakarta

Grafik I.9 Indikasi Penjualan Emiten Real Estate

Lapangan Usaha Industri Pengolahan

Lapangan usaha industri pengolahan Jakarta tumbuh melambat, meski masih pada level positif, sejalan dengan masih terjaganya daya beli masyarakat. Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh melambat menjadi sebesar 2,9% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 3,8% (yoy). Indikasi menurunnya kinerja sektor industri terlihat dari produksi kendaraan bermotor yang tumbuh melambat pada triwulan I 2015, jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik I.10). Dari hasil liaison terkonfirmasi bahwa produsen kendaraan bermotor merasakan adanya tekanan pada margin keuntungan sebagai akibat dari peningkatan biaya impor bahan baku dan terbatasnya penyesuaian harga jual terkait dengan kompetisi antarprodusen kendaraan bermotor. Hal yang sama juga dialami oleh produsen barang elektronik, yang memiliki ketergantungan cukup tinggi pada komponen impor. Selain itu, permintaan hasil industri lain seperti makanan-minuman, bahan kimia, dan peralatan listrik mengalami peningkatan permintaan sejalan dengan pemulihan perekonomian dunia.

-40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50 60 70 0 100 200 300 400 500 600 700 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 2012 2013 2014 2015 % (yoy) Ribu Ton

(15)

Sumber : CEIC diolah

Grafik I.10 Produksi Kendaraan Bermotor

Meski demikian, pertumbuhan produksi industri besar dan sedang DKI Jakarta pada periode laporan masih tumbuh sebesar 8,8% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan nasional yang hanya tumbuh 5,1% (yoy). Penambahan produksi terbesar berasal dari kelompok industri kendaraan bermotor, trailer dan semi trailer, dengan pertumbuhan sangat tinggi yaitu 16,4% (yoy). Hal ini menunjukkan bahwa pengusah masih memiliki optimisme perbaikan kondisi ekonomi nasional dengan tetap meningkat produksinya.

Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor.

Lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor tumbuh positif, meski tumbuh melambat dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pertumbuhan yang terbatas atas lapangan usaha dimaksud, sejalan dengan kondisi perekonomian makro yang belum dapat tumbuh optimal. Hasil liaison mengonfirmasi daya beli masyarakat relatif tertahan akibat tekanan kenaikan harga barang dan jasa. Hal ini tercermin dari hasil produksi contact liaison yang relatif stagnan atau tumbuh terbatas. Subsektor hotel dan restauran juga cenderung masih tertahan akibat kebijakan Pemerintahan baru untuk membatasi jumlah dan skala pertemuan/rapat di luar kantor (hotel) bagi instansi pemerintah.

Sumber: BPS

Grafik I.11 Bongkar dan Muat Barang

Beberapa indikator mengonfirmasi penurunan aktivitas di lapangan usaha dimaksud. Indikator tersebut di antaranya penurunan jumlah bongkar muat barang pada triwulan I 2015. Selain itu, Survei Konsumen juga

-6 -4 -2 0 2 4 6 8 10 12 14 0 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000 120,000 140,000 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 2011 2012 2013 2014 2015 Unit

Produksi Kendaraan Bermotor g.Indeks Produksi Industri (rhs)

%, yoy (40) (30) (20) (10) 0 10 20 30 40 50 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 2011 2012 2013 2014 2015 %,yoy gBongkar gMuat

(16)

8

menunjukkan hal yang searah, bahwa meski indeks penghasilan konsumen masih berada berada pada area optimis, terdapat kecenderungan penurunan indeks dimaksud pada Maret 2015.

Lapangan Usaha Jasa Keuangan dan Asuransi

Pada periode laporan, lapangan usaha keuangan dan asuransi tumbuh lebih rendah dari triwulan sebelumnya, meski masih pada level yang tinggi. Sektor keuangan dan asuransi tercatat masih tumbuh cukup baik sebesar 7,5% (yoy), menurun cukup dalam dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan IV 2014 sebesar 11,9% (yoy). Pertumbuhan lapangan usaha tersebut, terutama dipengaruhi oleh kinerja perbankan dan pasar modal, yang merupakan subsektor yang dominan. Perlambatan pertumbuhan yang terjadi sejalan dengan menurunnya laju pertumbuhan kredit, yaitu dari sebesar 9,39% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 8,36% (yoy) pada Maret 2015. Tingginya suku bunga dan tren pelemahan rupiah, menjadi faktor penyebab pelemahan lapangan usaha dimaksud. Sejalan perekonomian yang melemah, kinerja pasar modal belum dapat menunjukkan perbaikan. Hal itu juga terkonfirmasi oleh hasil liaison kepada salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa brokerage pasar modal. Perlambatan yang terjadi terutama disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan nasional. Pelemahan nilai tukar rupiah dalam waktu yang cukup lama dan masih tingginya suku bunga perbankan3, cenderung memberikan signal yang negatif ke pasar modal, di tengah tekanan neraca perdagangan dan defisit fiskal.

Grafik I.12 Perkembangan Kredit di Jakarta

Sumber: BI, diolah

Grafik I.13 Perkembangan Kredit Sektoral

3 Liaison kepada salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang brokeragepasar

modal. 0 5 10 15 20 25 30 0 200 400 600 800 1,000 1,200 1,400 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2012 2013 2014 % yoy Triliun Rp

Kredit g-Kredit (skala kanan) (20) (10) 0 10 20 30 40 50 60 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 12 1 2 3 2012 2013 2014 2015 % yoy Total Industri Pengolahan Perdagangan Besar& Eceran Perantara Keuangan

Real Estate, Usaha Persewaan & Js Perusahaan Konstruksi

(17)

Sumber: CEIC, diolah

Grafik I.14 Kinerja Emiten Terpilih Pasar Modal dan Kredit

Sumber: BI, diolah

Grafik I.15 Nilai Tukar

Kemudian pertumbuhan persewaan dan jasa perusahaan diperkirakan tertahan akibat melambatnya kinerja dunia bisnis. Hasil liaison pada bisnis persewaan kendaraan mengonfirmasi terjadinya penurunan jumlah penyewaan kendaraan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal tersebut kemudian menyebabkan target usaha tidak dapat tercapai. Selain itu, aktivitas bisnis properti yang melemah secara tidak langsung menekan pertumbuhan sub-lapangan usaha persewaan pada periode laporan. Berdasarkan update dari kontak liaison terkonfirmasi bahwa terjadi pelemahan permintaan dan menurunnya pasokan di pasar properti komersial, baik gedung kantor, ritel maupun hunian komersial. Sama dengan kondisi subsektor lainnya, kinerja jasa perusahaan juga cenderung tumbuh terbatas, sejalan dengan adanya kenaikan tarif jasa di Jakarta.

0 500 1000 1500 2000 2500 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 2011 2012 2013 2014 2015

gEmiten Properti gEmiten Keuangan gEmiten Perdagangan gEmiten Barang Konsumsi

-10.0% -5.0% 0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 20.0% 25.0% 6,000 7,000 8,000 9,000 10,000 11,000 12,000 13,000 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2011 2012 2013 2014 2015

Rata-rata Kurs Tengah yoy

(18)

10

BOKS 1

Prospek Pasar Properti di Tengah Perlambatan Ekonomi

Perkembangan perekonomian yang cenderung melemah, berpengaruh pada prospek pasar properti di Jakarta. Kinerja pasar properti mengalami penurunan pada triwulan I 2015, berkebalikan dari prediksi awal yang memproyeksikan kembali membaiknya sektor properti dengan adanya kepastian investasi dan penguatan perekonomian pasca Pemilu 2014. Melemahnya sektor properti ini merupakan kelanjutan dari tahun sebelumnya, yang dipicu oleh faktor peningkatan suku bunga dan kebijakan loan-to-value (LTV) untuk menahan laju kenaikan harga properti yang tajam pada beberapa periode lalu. Menurunnya kinerja sektor properti terkonfirmasi dari menurunnya tingkat okupansi perkantoran sewa di kawasan central business district (CBD) menjadi 93,6% pada akhir triwulan I 2015, dari 95,7% pada akhir tahun 20144. Adapun jumlah suplai unit properti yang dipasarkan bertambah dalam level yang relatif moderat, khususnya pada kantor sewa dan apartemen. Berbagai perkembangan terakhir yang mengindikasikan adanya ketidakpastian dalam politik dan ekonomi makro, menjadi pertimbangan bagi investor properti dalam meningkatkan investasinya.

Meski kinerja pasar properti menurun, indeks emiten properti masih menunjukkan arah peningkatan. Hingga akhir Februari 2015, pergerakan indeks emiten properti masih menunjukkan tren peningkatan (Grafik B1.1). Hal ini ditengarai sebagai pengaruh kuatnya optimisme pasar pada awal tahun dengan disahkannya APBN-P 2015 pada pertengahan Februari serta berbagai kebijakan yang diarahkan untuk mendorong pembangunan infrastruktur strategis. Relatif terkendalinya dampak lanjutan dari kenaikan harga BBM pada akhir tahun 2014, yang tercermin dari rendahnya inflasi pada Januari dan Februari 2015, serta terjaganya nilai tukar rupiah, turut memengaruhi optimisme tersebut.

Sumber : Salah satu Perusahaan Portal Investasi Online yang Terintegrasi di Indonesia Grafik B1.1 Indeks Emiten Properti Indonesia

4

(19)

Perubahan dinamika perekonomian terindikasi semenjak Maret 2015 yang berpengaruh pada prospek pasar properti ke depan. Data penjualan properti di Jabodetabek terus menurun pada periode yang sama dalam 3 tahun terakhir (Grafik B1.2). Kinerja penjualan perusahaan properti yang tercatat di pasar modal juga secara umum menunjukkan penurunan pada triwulan I 2015 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2014 (Grafik B1. 3). Penurunan indeks emiten properti ditengarai sebagai pengaruh dari persepsi negatif dan menurunnya optimisme investor terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Pelemahan nilai tukar rupiah serta penyesuaian harga BBM bersubsidi, sejalan dengan kenaikan harga minyak dunia (mekanisme sistem fixed subsidy), menjadi faktor yang ditengarai mendasari turunnya prospek pasar properti. Kondisi ini juga didorong oleh tekanan pada daya beli masyarakat, dengan ekspektasi kenaikan harga, serta menurunnya kinerja perekonomian secara umum.

Prospek pasar properti yang menurun juga dikaitkan dengan rencana pemerintah untuk menerapkan tambahan pajak penjualan properti. Kebijakan penerapan tambahan PPN untuk properti, yang dianggap sebagai barang mewah, diharapkan dapat mendukung pemasukan pajak negara. Dalam rencana kebijakan yang diusulkan, tambahan tarif sebesar 5% dikenakan pada transaksi properti di atas Rp2 miliar. Sementara itu, untuk properti dengan harga yang lebih mahal dari Rp2 miliar, diusulkan untuk membayar pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sebesar 20% dari harga jual. Di satu sisi, meski kebijakan yang dimaksud belum dipastikan efektif waktu penerapannya, sejumlah investor sektor properti cenderung telah merespons secara negatif. Di sisi lain, penundaan kebijakan tersebut juga dapat memberikan ketidakpastian pada pasar properti.

Sumber : Salah satu Perusahaan Portal Investasi Online yang Terintegrasi di Indonesia

Grafik B1.2 Penjualan Properti

Sumber : Salah satu Perusahaan Portal Investasi Online yang Terintegrasi di Indonesia

Grafik B1.3 Penjualan Perusahaan Properti

(20)

12

Terkait dengan kebijakan LTV. yang bertujuan untuk meningkatkan kehati-hatian bank dalam menyalurkan kredit, saat ini sedang dikaji kemungkinan dilakukan relaksasi. Merespons tren perlambatan sektor properti yang konsisten dalam beberapa triwulan terakhir, saat ini sedang dikaji kemungkinan revisi kebijakan LTV sebagai salah satu bentuk relaksasi kebijakan makroprudensial oleh otoritas moneter dan jasa keuangan.5 Opsi relaksasi dikaji sebagai satu upaya untuk mendukung prospek sektor properti, yang terkait dengan investasi dan lapangan usaha konstruksi. Penyerapan tenaga kerja pada lapangan usaha konstruksi yang cukup tinggi juga menjadi pertimbangan. Hal lain yang juga dipertimbangkan yaitu relatif masih tingginya suku bunga, sejalan dengan kebijakan moneter ketat yang diambil sebagai antisipasi dari potensi repatriasi dana modal asing dengan kenaikan suku bunga Amerika Serikat pada tahun 2015.

Sejumlah proyek properti komersial masih berlanjut di tengah lesunya pasar properti saat ini. Sejumlah pengembang tetap melanjutkan sejumlah proyek investasi properti yang diasumsikan masih akan memberikan nilai imbal hasil lebih tinggi dibandingkan dengan jenis investasi lainnya (Grafik B1.4 dan Tabel B1.1). Meski terdapat harapan akan prospek sektor properti yang membaik, didukung dengan terus berkembangnya kelas menengah dan urbanisasi di Jakarta, perlu tetap diwaspadai potensi over supply yang akan berdampak pada penurunan harga jual maupun sewa dari properti komersial. Kondisi tersebut, selain akan memberikan imbas pada penurunan investasi, juga berpotensi meningkatkan risiko kredit di sektor properti. Hingga saat ini, penurunan harga properti belum terdeteksi, meski peningkatan harga relatif tidak secepat beberapa tahun terakhir.

Sumber : Konsultan Properti Terbesar di Indonesia

Grafik B1.4 Rencana Penambahan Suplai Kantor Sewa

5Kebijakan LTV berlaku sejak 2012 dan diperketat pada 2013, menimbang dari pertumbuhan

harga properti yang mengindikasikan ketidakwajaran. Sejauh ini, pengetatan kebijakan LTV relatif cukup efektif dalam meredam peningkatan harga, meskipun disertai dengan penurunan permintaan.

(21)

Tabel B1.1 Gedung Perkantoran Komersial dalam Tahap Pembangunan

(Sumber : Konsultan Properti Terbesar di Indonesia)

Meski terjadi perlambatan pada sektor properti secara umum, prospek investasi properti di Jakarta masih cukup baik di masa mendatang. Hal ini didukung dengan kondisi Jakarta sebagai kota urban, yang memiliki keterbatasan lahan, di tengah ekspansi aktivitas perekonomian yang terus berlanjut, khususnya di sektor jasa. Terdapat sejumlah kondisi yang akan mendukung perbaikan kinerja sektor properti ke depan, di antaranya adalah dukungan kebijakan investasi yang mencakup aspek kejelasan tata ruang, pengadaan lahan, serta perizinan. Upaya mendorong investasi ke Jakarta, terutama pasca-Komunitas Ekonomi ASEAN (KNA), akan turut berkontribusi pada penyerapan properti komersial, yang suplainya terus bertambah sepanjang tahun. Di samping itu, dukungan pemerintah pada pembangunan properti hunian vertikal untuk golongan menengah bawah juga akan mendorong geliat di sektor properti. Salah satu dukungan pemerintah terhadap pembangunan properti golongan menengah bawah yaitu program pembangunan sejuta rumah dalam bentuk rusunawa di Jakarta. Beberapa fasilitas pendorong dapat diberikan agar target yang diharapkan tercapai.

(22)

14

(23)

BAB II

KEUANGAN PEMERINTAH

Realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dalam triwulan I 2015 secara nominal sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan I 2014. Pemprov DKI Jakarta telah berusaha untuk memaksimalkan pendapatan pajak pada tahun 2015, meski demikian realisasinya relatif belum optimal pada periode laporan. Adapun, penyerapan belanja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam triwulan I 2015 sangat rendah. Penyebab utama tertahannya penyerapan belanja APBD DKI Jakarta adalah terkendalanya proses pengesahan RAPBD DKI Jakarta 2015 pada akhir periode laporan.

A. Pendapatan Daerah

Pendapatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada triwulan I 2015 secara nominal sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan I 2014. Pendapatan Pemprov DKI Jakarta terutama bersumber dari penerimaan pajak. Oleh karena itu, target penerimaan pajak Pemprov DKI Jakarta tahun 2015 meningkat sekitar 18% apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Meski demikian, realisasi penerimaan pajaknya belum optimal karena hanya meningkat 1% dibandingkan dengan tahun 2014. Realisasi pendapatan pajak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta triwulan I 2015 tercatat sebesar Rp4,83 triliun atau sebesar 12,58% dari total target pendapatan sebesar Rp38,4 triliun (Tabel II.1).

Tabel II.1 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Triwulan I 2014 dan 2015

*Pemprov DKI Jakarta menetapkan pajak rokok sebesar 10% dari harga eceran per Januari 2014

Sumber: Pemprov. DKI Jakarta, Dinas Pendapatan Daerah

TARGET REALISASI

S.D MAR % TARGET

REALISASI S.D MAR % 1 Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) 5,150 1,180 22.91 7,000 1,237 17.67 2 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) 6,400 1,377 21.52 6,500 1,174 18.06 3 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB) 1,200 279 23.27 1,400 303 21.61 4 Pajak Air Tanah (PAT) 120 327 272.41 120 291 242.81 5 Pajak Hotel 1,400 427 30.47 2,301 438 19.05 6 Pajak Restoran 2,000 110 5.50 2,768 122 4.41 7 Pajak Hiburan 500 147 29.35 1,000 165 16.46 8 Pajak Reklame 2,400 153 6.38 1,800 183 10.16 9 Pajak Penerangan Jalan (PPJ) 630 23 3.71 690 23 3.33 10 Pajak Parkir 800 94 11.70 800 92 11.46 11 Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) 5,000 480 9.61 5,500 504 9.17 12 Pajak Bumi Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) 6,500 203 3.12 8,000 295 3.69 13 Pajak Rokok* 400 - - 500 - - 32,500 4,800 14.77 38,379 4,826 12.58 2015 NO JENIS PENERIMAAN/PAJAK TAHUN 2014 JUMLAH

(24)

16

Realisasi pajak terbesar berasal dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yakni sekitar Rp1.237 miliar. Realisasi tersebut menurun dibandingkan dengan triwulan I 2014 yang mencapai Rp1,252 miliar (Tabel II.3). Turunnya realisasai dimaksud, diduga terkait dengan restrukturisasi pajak jenis Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang bersifat progresif. Persentase pajak untuk kepemilikan mobil pertama, kedua, dan ketiga mengalami peningkatan. Bahkan, Pemprov DKI Jakarta menetapkan tarif pajak yang yang cukup tinggi yaitu delapan persen untuk kepemilikan kendaraan keempat dan seterusnya.

Tabel II.2 Penerimaan Pajak DKI Jakarta

(Rp Miliar)

Sumber: Pemprov. DKI Jakarta, Dinas Pendapatan Daerah

Terjadinya pola keengganan untuk terkena pajak progresif, menyebabkan masyarakat memilih untuk melakukan balik nama kendaraan. Hal ini terkonfirmasi terlihat dari kenaikan penerimaan pajak tertinggi, yang berasal dari Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) yaitu sebesar 17,34% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun, seiring dengan tren penjualan kendaraan bermotor yang menurun sejak tahun 2014, maka target penerimaan DKI Jakarta dari BBN-KB diprakirakan akan menurun kedepannya.

Sumber-sumber pendapatan pajak DKI Jakarta lainnya, masih banyak yang belum dapat menghasilkan pemasukan bagi Pemda DKI Jakarta secara optimal. Pajak-pajak tersebut antara lain PBB-KB, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, PPJ dan BPHTB. Beberapa kebijakan pajak diprakirakan menjadi kontraproduktif terhadap penerimaan pajak, akibat

PKB 1,180.09 1,300.29 1,246.17 1,252.56 1,237.24 -4.62 BBN-KB 1,377.16 1,457.11 1,286.02 1,406.20 1,173.68 17.34 PBB-KB 279.29 295.13 285.05 310.64 302.50 -7.67 P. HOTEL 326.89 330.00 310.11 414.44 291.38 12.19 P. RESTORAN 426.58 441.47 469.45 493.70 438.28 -2.67 P. HIBURAN 110.09 124.21 131.59 134.30 122.01 -9.77 P. REKLAME 146.75 197.39 216.53 302.14 164.60 -10.85 PPJ 153.10 150.89 167.42 184.30 182.86 -16.27 PAT 23.37 22.66 19.91 29.27 23.00 1.63 P. PARKIR 93.60 101.57 97.48 110.06 91.66 2.12 BPHTB 480.45 801.10 798.86 1,454.40 504.14 -4.70 PBB 203.06 695.52 4,179.10 719.07 294.96 -31.16 PAJAK ROKOK - 41.45 97.19 154.08 - - JUMLAH 4,597 5,222 9,305 6,965 4,826 -4.74 REALISASI TRW I 2015 REALISASI RIW I 2015 TERHADAP TRIW I 2014 (%) REALISASI TRW IV 2014 REALISASI TRW III 2014 REALISASI TRW II 2014 REALISASI TRIW I 2014 JENIS PAJAK DAERAH

(25)

kenaikan pajak yang sangat tinggi seperti kenaikan pajak reklame hingga 25% sejak April 2014 menyebabkan penurunan pemakaian papan reklame.

B. Belanja Daerah

Penyerapan belanja APBD Provinsi DKI Jakarta pada triwulan I 2015 masih sangat minim. Hingga akhir Maret 2015, realisasi belanja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tercatat sebesar Rp0,51 triliun atau 0,80% dari total anggaran belanja sebesar Rp63,7 triliun (Tabel II.4). Realisasi belanja tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I 2014 yang tercatat sebesar 3,07% dari total anggaran belanja tahun 2014 sebesar Rp64,88 triliun.

Terkendalanya proses pengesahan APBD DKI Jakarta 2015, kemudian berimbas pada realisasi belanja triwulan I 2015. Pada periode ini, realisasi belanja Pemda DKI Jakarta cenderung hanya terkonsentrasi pada belanja operasional dan proporsi realisasinya sangat kecil yaitu sebesar 0,80% dari target anggaran sebesar Rp0,51 triliun. Selain itu, belanja modal pun relatif stagnan karena lelang proyek-proyek pembangunan menjadi tertahan.

Tabel II.3 Pendapatan dan Belanja APBD DKI Jakarta Triwulan I 2015 (Rp Miliar)

Sumber : Pemprov. DKI Jakarta, Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Tw I Realisasi (miliar Rp) Realisasi (miliar Rp) PENDAPATAN 64,715.7 5,421.2 8.38 60,442.7 5,975.6 9.89 PAD 39,559.4 6,853.2 17.3 40,355.9 5,718.6 14.17 Pajak Daerah 32,500.0 5,887.2 36,079.1 4,869.2 Retribusi Daerah 1,760.1 100.8 600.0 84.0

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan1,000.0 166.5 600.0 7.1

Lain-Lain PAD 4,299.3 699.8 3,076.8 758.5

PENDAPATAN TRANSFER 17,770.0 - - 12,760.5 0.0

-Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan 17,770.0 - 12,760.5

-Dana Bagi Hasil Pajak 17,434.0 - 12,660.0

-Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) 250.0 - 100.5

-Dana Alokasi Umum 86.0 - 0.0

-Dana Alokasi Khusus - - - -Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya - - -

-Transfer Pemerintah Provinsi - - -

-LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 7,386.3 - - 7,326.4 256.9 3.51

Pendapatan Hibah 7,386.3 - 4,566.9 3.7

Pendapatan Dana Darurat - - - -Pendapatan Lainnya - - 2,759.5 253.2 BELANJA 64,882.7 1,989.7 3.07 63,650.09 507.10 0.80 BELANJA OPERASI 35,767.7 - 43,138.6 507.1 1.18 Belanja Pegawai 14,784.8 - 21,097.4 136.7 Belanja Barang 17,104.0 - 16,659.1 114.8 Belanja Bunga 4.4 - 46.1 1.8 Belanja Hibah 2,617.2 - 1,681.9 253.8

Belanja Bantuan Sosial 1,221.0 - 3,252.9

-Belanja Bantuan Keuangan 36.4 - 401.2

-BELANJA MODAL 29,036.4 - 20,444.0 - -BELANJA TIDAK TERDUGA 78.6 - 67.5 -

-Belanja Tidak Terduga 78.6 - 67.5

-TRANSFER - - - -Anggaran (miliar Rp) APBD 2015 APBD 2014 Total Penyerapan (%) Total Penyerapan (%) Anggaran (miliar Rp) Tw I U R A I A N

(26)

18

(27)

BAB III INFLASI

Tekanan inflasi Jakarta pada awal tahun 2015 jauh menurun dibandingkan periode sebelumnya. Realisasi inflasi Jakarta pada triwulan I 2014 tercatat sebesar 7,10% (yoy). Kendati realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, capaian inflasi tersebut sedikit di atas nasional (6,38%). Inflasi pada periode ini lebih banyak dikontribusikan oleh komoditas dalam kelompok inti karena naiknya biaya produksi akibat dampak lanjutan penyesuaian harga energi sejak akhir 2014, yaitu penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM), Liquefied Petroleum Gas (LPG) dan Tarif Tenaga Listrik (TTL). Kemudian sumbangan inflasi atas komoditas yang diatur pemerintah (administered prices) seperti bensin, angkutan udara, tarif listrik, bahan bakar rumah Ttngga, rokok kretek dan rokok kretek filter, masih cukup besar pada periode laporan. Sementara itu, tekanan inflasi volatile foods pada triwulan I 2015 mulai mereda sehubungan dengan melimpahnya pasokan beberapa komoditas strategis sehingga mengalami deflasi cukup dalam pada periode dimaksud.

Tekanan inflasi Jakarta pada awal tahun mulai mereda. Realisasi inflasi Jakarta pada triwulan I 2015 tercatat sebesar 7,10% (yoy). Kendati inflasi Jakarta mulai menunjukkan tren yang menurun, sejak Januari 2015 inflasi Jakarta tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional (Grafik III.1). Pada triwulan ini, inflasi nasional tercatat sebesar 6,38% (yoy).

Berdasarkan diasagregasi inflasi, kelompok inti memberikan sumbangan terbesar terhadap inflasi IHK, kemudian diikuti oleh kelompok administered prices. Pada triwulan I 2015, inflasi inti berkontribusi sebesar 4,70% (yoy) terhadap inflasi umum. Posisi kedua ditempati oleh kelompok administered prices yang menyumbang sebesar 1,42% (yoy) dan sumbangan terkecil berasal dari kelompok volatile food yaitu sebesar 0,98% (yoy). Meski demikian, laju inflasi tertinggi pada awal tahun diduduki oleh kelompok administered prices kemudian diikuti oleh kelompok volatile food. Tekanan inflasi kelompok administered prices tercatat paling tinggi sebesar 12,37% (yoy), kemudian disusul oleh inflasi pada kelompok volatile food dan inflasi inti, yang masing-masing sebesar 6,93% (yoy) dan 5,33% (yoy) (Grafik III.2).

(28)

20

Sumber: BPS

Grafik III.1 Inflasi Jakarta dan Nasional

Sumber: BPS(diolah menggunakan

pendekatan subkelompok)

Grafik III.2 Disagregasi Inflasi Jakarta

Inflasi Jakarta pada triwulan I 2015 lebih banyak dikontribusikan oleh komoditas kelompok inflasi inti. Beberapa komoditas yang memberikan andil signifikan terhadap inflasi inti adalah komoditas-komoditas makanan jadi, sewa rumah, kontrak rumah, upah pembantu rumah tangga, emas perhiasan, serta komoditas dengan kandungan impor tinggi, seperti jam tangan, sendal kulit, dan mesin cuci (Tabel III.2). Pergerakan harga komoditas makanan jadi terutama disebabkan oleh naiknya biaya pengolahan makanan tersebut akibat dampak lanjutan penyesuaian harga energi sejak akhir 2014, antara lain perubahan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), penyesuaian harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) dan Tarif Tenaga Listrik (TTL).

Tabel III.2 Kontribusi Komoditas Inflasi Inti

Sumber: BPS

Meningkatnya tarif sewa rumah maupun kontrak rumah didorong oleh tingginya permintaan sewa maupun kontrak rumah, di tengah meningkatnya komponen biaya hidup lainnya. Hal-hal tersebut kemudian secara tidak langsung mendorong upah pembantu rumah tangga untuk naik, sementara supply pembantu rumah tangga relatif terbatas dibandingkan dengan permintaannya. Kebutuhan pembantu rumah tangga cenderung meningkat di kota Metropolitan, DKI Jakarta. Selain itu, komoditas emas perhiasan di Jakarta juga cendurung meningkat. Hal ini tidak terlepas dari pergerakan harga komoditas emas di pasar internasional. Meski secara umum harga emas

3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 2012 2013 2014 2015 %, yoy Jakarta Nasional (4) (2) 0 2 4 6 8 10 12 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 2012 2013 2014 2015

%,mtm Core Adm Price Volatile Foods

Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan sub kelompok)

Komoditas Kontribusi (%, mtm) Komoditas Kontribusi (%, mtm) Komoditas Kontribusi (%, mtm)

Daster 0.0067 Emas perhiasan 0.0436 Nasi dengan lauk 0.0235

Jam tangan 0.0061 Sewa rumah 0.0395 Ketupat/lontong sayur 0.0221

Sandal kulit 0.0020 Nasi dengan lauk 0.0306 Upah pembantu RT 0.0187

Susu cair kemasan 0.0010 Upah pembantu RT 0.0190 Rak piring 0.0153

Semen 0.0010 Kontrak rumah 0.0184 Air kemasan 0.0142

Kue basah 0.0072 Kue basah 0.0122

roti manis 0.0057 Mesin cuci 0.0118

Mie instant 0.0057 Air conditioner 0.0111

Gula pasir 0.0041 Kopi manis 0.0101

Air kemasan 0.0036 pasir 0.0097

(29)

berada pada tren menurun, namun pada akhir triwulan I 2015 mengalami sedikit pembalikan arah (rebound).

Inflasi administered prices masih memberikan andil yang cukup besar terhadap inflasi Jakarta pada periode laporan, meski sudah menunjukan pola yang menurun apabila dibandingkan dengan triwulan IV 2014 maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Beberapa komoditas administered prices yang memberikan andil inflasi signifikan adalah bensin, angkutan udara, tarif listrik, bahan bakar rumah tangga, rokok kretek dan rokok kretek filter. Inflasi komoditas bahan bakar rumah tangga disebabkan oleh kenaikan harga LPG. Sementara itu, inflasi terhadap komoditas bensin disebabkan oleh penyesuaian harga BBM bersubsidi yang dilakukan sejak November 2014, dan pada Maret 2015 telah terjadi kenaikan BBM bersubsidi sekitar 14% dibandingkan periode yang sama tahun 2014.

Beberapa kebijakan pemerintah di Jakarta di bidang energi, menyebabkan inflasi komoditas bahan bakar rumah tangga. Pemprov. DKI melakukan penyesuaian harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kg sejak 15 Januari 2015. Sementara itu, kebijakan perubahan mekanisme penetapan harga LPG 12 kg sesuai harga keekonomiannya diterapkan sejak September 2014. Pertamina juga melakukan penyesuaian harga setiap 3 bulan. Harga LPG 12 kg telah mengalami kenaikan sekitar 47% per Maret 2015 apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Selain itu, penetapan kebijakan energi lainnya yang cukup signifikan berpengaruh pada inflasi triwulan I 2015 adalah perubahan Tarif Tenaga Listrik (TTL). Sejak 1 Januari 2015, PLN memberlakukan perubahan TTL dengan mekanisme tariff adjustment, yang mengacu pada peraturan Menteri ESDM No.31 Tahun 2014. Penetapan TTL setiap bulannya akan disesuaikan dengan 3 komponen dasar, yaitu perubahan nilai tukar rupiah, harga bahan bakar dan inflasi bulanan. Peraturan tersebut berlaku untuk kelompok rumah tangga 1300 VA keatas, Bisnis 6600 VA keatas, industri 200.000 VA keatas, Kantor Pemerintahan 6600 VA keatas, Lampu penerangan jalan dan Layanan khusus.

Tabel III.1 Komoditas dengan Kontribusi Administered Prices

Sumber: BPS Komoditas Kontribusi (%, mtm) Komoditas Kontribusi (%, mtm) Komoditas Kontribusi (%, mtm)

Bensin 0.6330 Angkutan udara 0.2341 Bensin 0.1418

Angkutan udara 0.2474 tarif listrik 0.0955 Rokok kretek filter 0.0336

Bahan bakar RT 0.0220 Bahan bakar RT 0.3560 Rokok kretek 0.0078

Solar 0.0037 Rokok kretek 0.0060

Rokok kretek filter 0.0052

Maret 2015

(30)

22

Tekanan inflasi untuk angkutan udara disebabkan oleh penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 91 Tahun 2014, tentang perubahan mekanisme formulasi penghitungan dan penetapan tarif batas atas penumpang pelayanan kelas ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri per 31 Desember 2014. Implikasinya adalah tarif batas bawah ditetapkan sekurang-kurangnya 40% dari tarif batas atas, dengan maksud membuat industri manajemen penerbangan Indonesia menjadi lebih baik pasca jatuhnya pesawat maskapai yang berbasisikan low cost fare pada akhir Desember 2014 di Laut Jawa. Penyesuaian tarif tersebut disesuaikan dengan beberapa faktor kondisi dan situasi yang substansial, antara lain sewa pesawat, premi asuransi, gaji awak pesawat, gaji teknisi, maintenance pesawat, avtur, pelumas dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.

Kemudian, pada komoditas rokok kretek maupun rokok kretek filter, juga terjadi tekanan harga yang cukup besar. Perubahan tarif cukai Hasil Tembakau mulai diberlakukan pada tanggal 01 Januari 2015. Perubahan tarif tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan No. 205/PMK.011/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan No. 179/PMK.011/2012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Pada awal triwulan I 2015, harga rokok secara rata-rata sudah mengalami kenaikan sekitar 2%-3% akibat naiknya biaya produksi dan juga tarif cukai, yang mempertimbangkan tingkat inflasi, besaran pertumbuhan ekonomi dan kenaikan target penerimaan cukai dalam APBN tahun 2015. Sehubungan dengan penyesuaian cukai rokok secara bertahap, maka disinyalir harga rokok kretek masih akan terus mengalami tekanan lebih besar akibat faktor ekspektasi masyarakat atas kenaikan harga dimaksud.

Secara umum, inflasi volatile foods pada triwulan I 2015 menurun cukup signifikan setelah sempat mengalami tekanan yang cukup besar pada triwulan sebelumnya. Sejak awal triwulan I 2015, tekanan inflasi pada kelompok volatile foods sangat rendah, meski sedikit meningkat pada akhir periode laporan. Pada Januari 2015, deflasi terbesar terjadi pada komoditas cabai merah tercatat sebesar 20,84% (mtm), setelah sebelumnya pada Desember 2014 mengalami inflasi cukup tinggi hingga mencapai 37,13% (mtm). Komoditas lainnya yang juga mencatat deflasi cukup besar adalah cabe rawit dan sayur-sayuran, dengan deflasi masing-masing sebesar 16,91% (mtm) dan 1,44% (mtm). Meski demikian, tekanan inflasi dari komoditas daging dan telur (daging ayam ras, daging sapi, dan telur ayam ras) masih cukup tinggi.

(31)

Tabel III.4 Komoditas dengan Kontribusi Volatile Foods

Sumber: BPS

Namun, memasuki akhir triwulan I 2015, sebagian besar komoditas pangan strategis yang sempat mengalami inflasi pada awal periode laporan, justru mengalami deflasi. Komoditas panganyang mengalami deflasi antara lain komoditas daging ayam ras, dan telur ayam (Grafik III.6). Komoditas cabai masih mengalami deflasi hingga akhir triwulan I 2015 (Grafik III.5), yang disebabkan oleh berlimpahnya pasokan yang datang dari daerah sentra. Pada bulan Maret 2015, meski tekanan harga pada komoditas beras masih cukup tinggi, disinyalir telah terjadi peningkatan pasokan yang cukup tinggi, sejalan dengan telah adanya panen di sejumlah sentra produksi pada akhir periode dimaksud. Kemudian, tekanan inflasi pada beras yang masih cukup tinggi hingga akhir triwulan disebabkan oleh tingginya rigiditas harga khususnya di tingkat pengecer, meski pasokan di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) telah meningkat signifikan (Grafik III.3).

Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta

Grafik III.3 Pasokan dan Harga Beras Di Pasar Induk Beras Cipinang

Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta

Grafik III.4 Pasokan dan Harga Bawang Merah di Pasar Induk Kramat Jati Komoditas Kontribusi (%, mtm) Komoditas Kontribusi (%, mtm) Komoditas Kontribusi (%, mtm)

Cabai merah 0.1751 Beras 0.1469 Beras 0.1048

Cabai rawit 0.0250 Bayam 0.0130 Bawang merah 0.0877

Kacang panjang 0.0186 Jeruk 0.0113 Bayam 0.0148

Buncis 0.0103 Kangkung 0.0111 Pepaya 0.0144

Kangkung 0.0068 Anggur 0.0105 Kangkung 0.0057

Jeruk 0.0040 Kembung 0.0100

Sawi hijau 0.0035 Udang basah 0.0046

Ketimun 0.0029 Ketimun 0.0040

Tongkol/ambu-ambu 0.0028 Teri 0.0040

Cabe hijau 0.0026 Lele 0.0038

Januari 2015 Februari 2015 Maret 2015

0 3000 6000 9000 12000 15000 18000 21000 24000 6,000 7,000 8,000 9,000 10,000 11,000 12,000 13,000 1 3 5 2 4 2 4 2 4 1 3 1 3 1 3 1 3 2 4 2 4 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 5 2 4 2 4 2 4 1 3 1 3 5 2 4 2 4 1 3 1 3 1 3 1 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 2013 2014 2015

Pasokan Beras PIBC (skala kanan) Harga Beras Grosir Harga Beras Eceran

Ton/Mgu

Rp/Kg Ton/Mgu

Rp/Kg

Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta

200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 1 3 5 2 4 2 4 2 4 1 3 1 3 1 3 1 3 2 4 2 4 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 5 2 4 2 4 2 4 1 3 1 3 5 2 4 2 4 1 3 1 3 1 3 1 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 2013 2014 2015 Rp/kg

Pasokan Bawang Merah (skala kanan) Harga Bawang Merah Grosir Harga Bawang Merah Eceran

Ton/Mgu Ton/Mgu

(32)

24

Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta

Grafik III.5 Pasokan dan Harga Cabai di Pasar Induk Kramat Jati

Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta

Grafik III.6 Harga Daging Ayam, Telur Ayam, dan Daging Sapi di Jakarta

200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 90000 100000 1 3 5 2 4 2 4 2 4 1 3 1 3 1 3 1 3 2 4 2 4 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 5 2 4 2 4 2 4 1 3 1 3 5 2 4 2 4 1 3 1 3 1 3 1 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 2013 2014 2015

Rp/kg Pasokan Cabai Merah (skala kanan) Harga Cabai Merah Grosir Harga Cabai Merah Eceran

Ton/Mgu

Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta

62,000 72,000 82,000 92,000 102,000 112,000 122,000 132,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 135242424131313132424131313131313524242413135242413131313 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 2013 2014 2015 Rp/Kg Rp/Kg Daging Ayam Telur Ayam Daging Sapi (skala kanan)

(33)

BAB IV

PERBANKAN, SISTEM PEMBAYARAN, DAN PENGELOLAAN UANG

Pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta yang belum optimal, tercermin pada kegiatan intermediasi perbankan yang secara umum mengalami

perlambatan, pada triwulan I 2015. Kendati demikian,pembiayaan keuangan

sektor rumah tangga relatif masih terjaga, yang tercermin dari kenaikan pertumbuhan pembiayaan sektor rumah tangga pada level yang moderate. Selain itu, pertumbuhan korporasi yang melambat masih cukup terjaga di tengah melemahnya kinerja perekonomian. Sejalan dengan hal tersebut, transaksi sistem pembayaran di Jakarta pada triwulan I 2015 juga masih tumbuh terbatas.

Penyaluran kredit perbankan pada triwulan I 2015 relatif stabil secara nominal, namun pertumbuhannya masih dalam tren melambat. Pertumbuhan kredit di Jakarta tercatat sebesar 8,36% (yoy) pada Maret 2015, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (9,39%; yoy). Perlambatan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain tren pelemahan mata uang rupiah terhadap dolar Amerika sejak akhir tahun 2014 sampai dengan akhir triwulan I 2015. Kondisi ini menyebabkan banyak perusahaan menahan rencana bisnisnya sehingga berpengaruh kepada terhambatnya penyaluran kredit perbankan. Hal tersebut tercermin pada pertumbuhan kredit konsumsi yang belum meningkat secara signifikan pada triwulan laporan. Selain itu, terlambatnya pengesahan APBD DKI Jakarta untuk Tahun Anggaran 2015 menyebabkan minimnya penyerapan anggaran pada periode triwulan I 2015. Hal ini tentu saja secara tidak langsung menyebabkan tertahannya penyaluran kredit perbankan sehubungan dengan belum adanya stimuli yang besar sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi pada periode laporan.

Kredit konsumsi Jakarta menunjukan peningkatan pertumbuhan pada level yang moderat. Pertumbuhan kredit konsumsi relatif terbatas yaitu dari 7,79% menjadi 8,48% pada triwulan laporan. Sumber kenaikan kredit konsumsi terutama berasal dari jenis kredit multiguna. Tekanan terhadap daya beli masyarakat yang masih cukup tinggi menyebabkan masyarakat menahan laju belanja konsumsi tersier. Penurunan daya beli masayarakat tersebut juga mendorong masyarakat untuk mengambil kredit multiguna untuk menutupi kebutuhan dasar. Pada Maret 2015, realisasi kredit multiguna yang disalurkan oleh perbankan di Provinsi DKI Jakarta tercatat sebesar Rp33,56 triliun mengalami pertumbuhan 28,39% (yoy) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan akhir triwulan lalu yang tumbuh 23,49% (yoy).

(34)

26

Grafik IV.1 Kinerja Penyaluran Kredit

Perbankan Grafik IV.2 Penyaluran Jenis Kredit Perbankan

Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun oleh perbankan di Provinsi DKI Jakarta menunjukkan peningkatan pertumbuhan yang cukup baik. Pada triwulan I 2015, DPK yang terhimpun oleh perbankan di Jakarta tercatat sebesar Rp2.153 triliun atau tumbuh sebesar 18,30% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan lalu yang tumbuh sebesar 12,90% (yoy). Peningkatan DPK dimaksud akibat msyarakat masih cenderung menahan pembelian barang-barang tahan lama sehubungan dengan tren kenaikan harga yang terjadi akibat kondisi perekonomian internal dan eksternal yang masih bergerak ke proses perbaikan. Terkait dengan sikap kehati-hatian dalam melakukan pengerluaran, perkembangan pertumbuhan kredit cenderung melambat. Sedangkan, DPK relatif meningkat sehingga LDR perbankan DKI Jakarta cenderung menurun menjadi sebesar 55,81% pada akhir triwulan laporan.

Grafik IV.3 DPK Perbankan Jakarta Grafik IV.4 LDR Perbankan Jakarta

A. Ketahanan Sektor Korporasi

Pembiayaan keuangan korporasi melambat, di tengah melemahnya kinerja perekonomian. Berdasarkan jenis kredit, perlambatan terjadi pada kredit investasi dan kredit modal kerja. Berdasarkan penyaluran kredit kepada sektor utama juga menunjukkan arah yang sama. Pertumbuhan kredit kepada sektor utama perekonomian Jakarta, seperti kredit kepada subsektor

0 5 10 15 20 25 30 0 200 400 600 800 1,000 1,200 1,400 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 2012 2013 2014 2015 % yoy Triliun Rp

Kredit gKredit (skala kanan)

(30) (20) (10) 0 10 20 30 40 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 2012 2013 2014 2015 % yoy

gKredit Modal Kerja gKredit Investasi gKredit Konsumsi

800 1,000 1,200 1,400 1,600 1,800 2,000 2,200 2,400 0 5 10 15 20 25 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 2012 2013 2014 2015 Triliun Rp % yoy DPK g.DPK 48% 50% 52% 54% 56% 58% 60% 62% 64% 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 2012 2013 2014 2015 LDR 55.81% 57.39%

(35)

perdagangan besar dan eceran, industri pengolahan serta perantara keuangan masih dapat tumbuh positif, meski dalam tren (Grafik IV.5). Penyaluran kredit sektor perdagangan melambat dari sebesar 8,84% (yoy) menjadi 5,75% (yoy). Perlambatan kredit di sektor perdagangan sejalan dengan menurunnya kredit modal kerja dari 6,08% (yoy) menjadi 3,83% (yoy). Selain itu, terjadi kontraksi lebih mendalam pada kredit real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan, yaitu tumbuh negatif 5,93% (yoy) setelah pada periode sebelumnya tumbuh negatif 4,74% (yoy).

Masih tertahannya pertumbuhan kredit sektor-sektor tersebut terutama disebabkan laju perekonomian DKI Jakarta yang masih belum optimal. Kemudian, perlambatan juga terjadi pada kredit sektor konstruksi yang merupakan salah satu sektor utama DKI Jakarta. Belum optimalnya pertumbuhan kredit sektor dimaksud, disinyalir sehubungan dengan pasar yang relatif jenuh. Relatif tingginya suku bunga kredit perbankan menyebabkan pelanggan menunda pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Meski demikian, risiko kredit sektor konstruksi masih terkendali, yang tercermin dari kinerja non performing loan yang masih berada di bawah level lima persen (3,02%) (Grafik IV.6).

Pada sektor industri, pertumbuhan kredit masih dalam tren yang meningkat. Masih cukup membaiknya kondisi eksternal, membuat prospek industri Jakarta diperkirakan akan tetap baik, dan menjadi salah satu mesin pertumbuhan ekonomi Jakarta. Kondisi ini membuat dukungan perbankan terhadap sektor industri masih cukup kuat. Namun, kredit terhadap sektor industri perlu diwaspadai mengingat risikonya, yang tercermin pada kenaikan Non Performing Loan (NPL). Selain itu, pelemahan rupiah dan masih rentannya perbaikan kondisi ekonomi negara mitra dagang, menjadi risiko sektor industri Jakarta yang perlu diwaspadai, mengingat porsi ekspor hasil industri Jakarta relatif cukup besar.

Grafik IV.5 Kredit Bank berdasarkan

Sektor Ekonomi (Lokasi Proyek) Grafik IV.6 Rasio NPL Kredit Sektor Utama Perbankan (Lokasi Proyek)

28 25 19 34 21 20 28 28 30 27 14 7 10 (20) (10) 0 10 20 30 40 50 60 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2012 2013 2014 2015 % yoy

Total Industri Pengolahan

Perdagangan Besar& Eceran Perantara Keuangan Real Estate, Usaha Persewaan & Js Perusahaan

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 12 1 2 3 2012 2013 2014 2015

% TotalRasio NPL Industri Rasio NPL Perdagangan Rasio NPL Konstruksi Rasio NPL Real Estate & Js Perush

Gambar

TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA
Grafik I.1 Indeks Penjualan Eceran dan  Konsumsi Barang Tahan Lama
Grafik I.3 Perkembangan Kredit Investasi  Sumber:Badan Koordinasi Penanaman Modal  (BKPM)
Grafik I.6 Perkembangan  Nilai dan  Volume Impor Jakarta
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kinerja sektor pertanian mengalami perlambatan walaupun masih tumbuh pada level yang cukup tinggi, yaitu sebesar 7,9% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya

Perekonomian Kalimantan Barat pada triwulan II-2010 tumbuh hingga 5,74% (y-o-y), jauh meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar

Seperti halnya dengan tahun-tahun sebelumnya, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I/2013 juga masih didominasi oleh sektor keuangan-real estat-jasa

Namun demikian, secara kuartalan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan laporan mengalami kontraksi dibandingkan triwulan sebelumnya, Pertumbuhan

Perekonomian Gorontalo triwulan III-2009 diperkirakan melambat 7.60% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan III-2008 sebesar 9.00% (yoy). Melemahnya

Sektor pertanian pada periode triwulan II-2013 mengalami pertumbuhan cukup besar sebesar 4,90% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

Meningkatnya impor barang konsumsi sejalan dengan pergerakan konsumsi rumah tangga yang masih cukup baik dalam menopang pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan laporan,

Rencana Kerja Biro Perekonomian Setda Provinsi DKI Jakarta Tahun 2020 IV-2 Rencana Kerja dan Pendanaan Biro Perekonomian Setda Provinsi DKI Jakarta yang diambil dari tarikan sistem