• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas imunomodulator dari fraksi air herba Songgolangit (Tridax procumbens L.) terhadap mencit jantan galur balb/C dengan metode Carbon Clearance dan Neutrophil Adhesion - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Aktivitas imunomodulator dari fraksi air herba Songgolangit (Tridax procumbens L.) terhadap mencit jantan galur balb/C dengan metode Carbon Clearance dan Neutrophil Adhesion - USD Repository"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS IMUNOMODULATOR DARI FRAKSI AIR HERBA SONGGOLANGIT ( Tridax procumbens L. ) TERHADAP MENCIT JANTAN GALUR BALB/C DENGAN METODE CARBON CLEARANCE

DAN NEUTROPHIL ADHESION

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh: Ika Rahayu NIM : 068114063

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

AKTIVITAS IMUNOMODULATOR DARI FRAKSI AIR HERBA SONGGOLANGIT ( Tridax procumbens L. ) TERHADAP MENCIT JANTAN GALUR BALB/C DENGAN METODE CARBON CLEARANCE

DAN NEUTROPHIL ADHESION

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh: Ika Rahayu NIM : 068114063

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Ika Rahayu

NIM : 068114063

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“Aktivitas Imunomodulator dari Fraksi Air Herba Songgolangit (Tridax

procumbens L.) Terhadap Mencit Jantan Galur Balb/c dengan

Metode Carbon Clearance dan Neutrophil Adhesion”.

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan, dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 21 Februari 2011 Yang menyatakan

(7)

vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 21 Februari 2011 Penulis,

(8)

viii

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Aktivitas Imunomodulator Dari Fraksi Air Heba Songgolangit ( Tridax procumbens L.) Terhadap Mencit Jantan Galur Balb/c dengan Metode Carbon Clearance dan

Neutrophil Adhesion”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) pada Program Studi Farmasi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulisan skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa adanya bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Dr. C.J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Pembimbing, yang selalu memberikan semangat, dukungan, bimbingan, dan saran selama penyusunan skripsi.

3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., Apt., selaku Dosen Penguji yang telah berkenan menguji, memberikan masukan, dan saran.

(9)

ix

5. Mas Heru, Mas Parjiman, Mas Wagiran, Mas Kayat, Mas Andri, Mas Sigit, Mas Bimo dan segenap dosen dan karyawan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan bimbingan dan bantuan.

6. Bayu Reztha Nagara atas motivasi untuk tidak pernah menyerah dan bantuan-bantuannya.

7. Ko Ahian yang selalu mengingatkan dan memberi semangat disaat-saat sulit.

8. M.A Ratna Kumalasari, Pius Perwita, , Kho Jimmy, Yohanes Pungky, Jayanti Michele, atas kerjasama, diskusi, canda tawa dan keluh kesah selama penyusunan skripsi ini.

9. Seluruh anggota “kos Dewi” terutama Eka Hapsari, Dwitya Kusuma, Reni Agustina, Irene Christina, Nisia Anggita, Elizabeth Himawan, dan Venny Handayani.

10.Teman-teman angkatan 2006 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas kebersamaannya.

11.Semua pihak yang telah banyak memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

(10)

x

perkembangan ilmu kefarmasian pada umumnya, utamanya dalam bidang imunologi.

(11)

xi

(12)

xii

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 24

(13)

xiii

B. Pengumpulan Herba Songgolangit dan Pembuatan Simplisia ... 31

C. Hasil Ekstraksi ... 32

D. Identifikasi Flavonoid ... 34

E. Hasil Perlakuan Terhadap Hewan Uji ... 35

F. Cara Kerja Makrofag dan Neutrofil Terhadap Sistem Imun ... 38

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Hasil Uji Kualitatif KLT Fraksi Air Herba Songgolangit ... 35

Tabel II. Deskripsi Indeks Fagositosis dengan Carbon Clearance Test ... 42

Tabel III. Test Homogeneity of Variances Indeks Fagositosis ... 43

Tabel IV. One Way ANOVA Indeks Fagositosis... 44

Tabel V. Rangkuman Hasil Post Hoc Test Bonferroni Carbon Clearance .. 44

Tabel VI. Deskripsi Persentase Neutrophil Adhesion Test ... 47

Tabel VII. Test Homogeneity of VariancesNeutrophil Adhesion Test ... 48

Tabel VIII. One Way ANOVA Neutrophil Adhesion ... 48

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman Tridax procumbens ... 5

Gambar 2. Struktur Molekuler dari Rangka Flavon (2-fenil-1,4-benzopiron 8

Gambar 3. Struktur Isoflavon ... 8

Gambar 4. Struktur Neoflavonoid ... 8

Gambar 5. Sistem Imun ... 11

Gambar 6. Neutrofil Segmen dan Neutrofil Batang ... 19

Gambar 7. Makrofag ... . 20

Gambar 8. Profil Rata-Rata Berat Badan Mencit Tiap Hari dengan Metode Carbon Clearance... 38

Gambar 9. Profil Rata-Rata Berat Badan Mencit Tiap Hari dengan Metode Neutrophil Adhesion... 38

Gambar 10. Ilustrasi Sel Makrofag ... 40

Gambar 11. Histogram Rata-Rata Indeks Fagositosis ... 45

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Dosis Fraksi Air Herba Songgolangit ... 57

Lampiran 2. Perhitungan Konsentrasi untuk Pembuatan 50ml Ekstrak Fraksi Air Herba Songgolangit ... 59

Lampiran 3. Perhitungan Volume Pemberian Fraksi Air Herba Songgolangit Dosis I, II, III, dan Kontrol Negatif CMC Na 0,5% ... 60

Lampiran 4. Perhitungan Data Carbon Clearance Fraksi Air Herba Songgolangit Dosis I, II, III, Kontrol Negatif, dan Kontrol Positif ………....…... 62

Lampiran 5. Perhitungan Data Neutrophil Adhesion Fraksi Air Herba Songgolangit Dosis I, II, III, Kontrol Negatif, dan Kontrol Positif ... 63

Lampiran 6. Data Pembuatan Ekstrak Herba Songgolangit ... 65

Lampiran 7. Perhitungan Rendemen Fraksi Air Herba Songgolangit ... 66

Lampiran 8. Foto Hewan Uji ... 67

Lampiran 9. Foto Ekstrak Kental Fraksi Air Herba Songgolangit...… 68

Lampiran 10. Foto Kontrol Positif Imboost®... 69

Lampiran 11. Foto Preparat Sel darah Mencit Setelah Diberi Pewarna Giemsa...………... 70

(17)

xvii

(18)

xviii

INTISARI

Sistem imun merupakan sistem pertahanan tubuh terhadap suatu penyakit. Tanaman herba songgolangit adalah salah satu tanaman yang diduga dapat meningkatkan sistem imun tubuh. Berbagai penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa ekstrak etanolik herba songgolangit berkhasiat meningkatkan sistem imun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas imunomodulator herba songgolangit terhadap mencit jantan galur balbc/c bila dibandingkan dengan kontrol.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah. Mencit jantan galur balb/c diberi perlakuan ekstrak fraksi air herba songgolangit, kemudian diteliti aktivitas imunomodulatornya dengan menggunakan metode carbon clearance dan neutrophil adhesion. Pengukuran aktivitas imunomodulator dilakukan dengan menghitung indeks fagositosis dan jumlah persen pelekatan neutrofil pada jaringan darah. Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik dengan uji One Way ANOVA.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak fraksi air herba songgolangit mempunyai aktivitas imunomodulator dengan adanya peningkatan indeks fagositosis dan persen pelekatan neutrofil dibandingkan kontrol. Aktivitas imunomodulator herba songgolangit paling besar terjadi pada kelompok perlakuan dosis III (529,984 mg/kg BB), berbeda signifikan bila dibandingkan dengan kontrol negatif dan berbeda tidak bermakna bila dibandingkan dengan kontrol positif Imboost®. Hal ini menunjukan bahwa fraksi air herba songgolangit memiliki efek aktivitas imunomodulator yang sama dengan kontrol positif Imboost® bila diberikan pada hewan uji mencit Balb/c.

Kata kunci : carbon clearance, neutrophil adhesion, mencit jantan, fraksi air

(19)

xix

ABSTRACT

Immune system protects the body from many diseases. Tridax procumbens

L. is plant which is expected to increase immune system. Various researches had been done previously show that ethanolic extract of Tridax procumbens’s increased immune system. The purposes of this research are to know the immunomodulatory activity of aqueous extract of Tridax procumbens’s whole plant on balb/c male mice if compared with control.

This research is a pure experimental research with the complete random design one way pattern. Balb/c male mice were given aqueous extract of Tridax procumbens’s whole plant, then the immunomodulatory activity was observed by using carbon clearance and neutrophil adhesion method. The result was analysed statistically by using One Way Anova test.

The result indicates that aqueous extract of Tridax procumbens’s whole plant shows immunomodulatory activity by the increase of phagocytic index and precentage of neutrophil adhesion compared with control. The highest immumodulatory activity is achieved at the dose of 529,984 mg/kg BB, significantly different from negative control and not significantly different from positive control Imboost® . Its means that the Tridax procumbens L. have activity immunodulatory effect as same as with the control positive Imboost® if its given to the Balb/c mice.

(20)

1

BAB I

PENGANTAR

A.Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang kaya akan berbagai tanaman, termasuk tanaman obat. Ada lebih dari 1.000 jenis tanaman obat yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat modern dan tradisional. Walaupun sebagian spesies tanaman obat tersebut sudah diuji secara klinis menyangkut kandungan fitokimia, khasiat, dan keamanan penggunaannya, namun masih banyak juga yang belum diketahui potensi dan kegunaannya. Hal ini membuka peluang besar untuk dilakukan penelitian lebih lanjut, meskipun pada awalnya informasi tentang khasiat bahan alami hanya berdasarkan pengalaman turun temurun (Rukmana, 2002).

(21)

maka imunomodulator tersebut tidak akan menghadapi langsung mikroorganismenya, melainkan sistem imunitas akan didorong untuk menghadapi melalui efektor sistem imun (Subowo, 1993).

Tridax procumbens Linn yang biasanya dikenal dengan sebutan “coat buttons” merupakan tanaman yang penting digunakan untuk melawan berbagai macam penyakit dalam pengobatan tradisional seperti penyembuhan luka, hepatoprotektif, antiinflamasi, antidiabetes, dan aktivitas imunomodulator (Zambare, Chakraborthy, dan Banerjee, 2010).

Keistimewaan lain adalah songgolangit tidak beracun, tidak ada kerusakan yang terjadi pada pemberian ekstrak herba songgolangit terhadap hewan uji, jadi aman untuk hati dan ginjal. Ekstrak-ekstrak dari Tridax procumbens telah dilaporkan memiliki berbagai macam efek farmakologis, aktivitas antimikroba melawan bakteri gram negatif dan gram positif, dan menstimulasi penyembuhan luka. Flavon, glikosida, polisakarida, monosakarida,

asteraceae telah diisolasi dari bagian tanaman ini (Oladunmoye, 2006).

Dari penelitian ini diharapkan adanya pengembangan sediaan herbal yang mampu meningkatkan sistem imun sehingga imunitas tubuh meningkat dan tubuh dalam kondisi siap dalam menghadapi penyakit.

1. Permasalahan

(22)

b. Bagaimana perbandingan pelekatan jumlah neutrofil pada serat nilon dalam pembuluh darah mencit yang diberi fraksi air herba songgolangit bila dibandingkan dengan kontrol?

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang telah dilakukan oleh penulis, telah dilakukan penelitian mengenai “Immunomodulatory Effects of Tridax procumbens on Swiss Albino Rats Orrogastrically Dosed with Pseudomonas aeruginosa

(NCIB 950) oleh Oladunmoye (2006) dengan hasil penelitian, yaitu Tridax procumbens memiliki efek stimulan pada sistem imun humoral terhadap mencit Swiss albino, meningkatkan fagositosis, dan juga memberikan perlindungan terhadap infeksi dari Pseudomonas aeruginosa. Namun, Uji Aktivitas Immunomodulator dari Fraksi Air Herba Songgolangit (Tridax procumbens L.) Terhadap Mencit Jantan Galur Balb/c dengan Metode Carbon Clearance dan

Neutrophil Adhesion belum pernah dilakukan. Perbedaan dengan penelitian imunomodulator Tridax procumbens sebelumnya adalah cara uji imunomodulator, peringkat dosis, metode ekstraksi, dan pada penelitian ini tidak menggunakan

(23)

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah khasanah dan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kefarmasian, terkait dengan bidang imunitas.

b. Manfaat praktis penelitian ini adalah pemanfaatan herba songgolangit sebagai peningkat sistem imun atau dapat dikembangkan menjadi produk herbal imunostimulan.

B.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian mengenai uji “Aktivitas Immunomodulator dari Fraksi Air Herba Songgolangit (Tridax procumbens L.) terhadap Mencit Jantan Galur Balb/c dengan Metode Carbon Clearance dan Neutrophil Adhesion”, yaitu: 1. Mengetahui perbandingan nilai indeks fagositosis mencit yang diberi fraksi air

herba songgolangit dengan metode bersihan karbon bila dibandingkan dengan kontrol.

(24)

5

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Songgolangit

1. Keterangan botani

Gambar 1. Tanaman Tridax procumbens L.

Herba songgolangit (Tridax procumbens L.) termasuk dalam familia Asteraceae. Nama lain dari tanaman songgolangit antara lain Gletang, Ind, J, Gobesan, J, Katumpang, J, Londotan, J, Orang-aring, J, Prepes, J, Sidawala, J, Srunen, J, Tar setaran, Md, Toroto, Md (van Steenis, 1975).

(25)

Berasal dari Amerika tropis, terutama di tempat kering, cerah matahari, 1-1500 m. Tepi jalan dan tanggul, tepi sungai, ladang, lapangan rumput (van Steenis, 1975).

2. Morfologi

Herba menahun, dengan akar tombak dan menjalar pada pangkalnya, batang tegak serong ke atas, tinggi 0,2-0,8 m. Batang bulat, sering keunguan, berambut panjang. Daun berhadapan, bertangkai, helaian daun bulat telur memanjang, bergerigi panjang hingga berlekuk menyirip, berambut, 2,5-6 kali 2-4,5 cm. Bongkol terminal atau seolah-olah di ketiak, bertangkai panjang. Pembalut bentuk lonceng. Dasar bunga majemuk dengan sisik jerami bentuk garis, tetap tinggal. Bunga tepi betina, tabung langsing, kuning kehijauan, berambut panjang, pinggiran oval lebar, dengan pangkal dan ujung membulat, bercangap 3-4. Bunga cakram banyak, berkelamin dua, pinggiran bentuk tabung, berbibir lima. Tabung kepala sari kuning. Cabang tangkai putik panjang, runcing, berambut. Buah keras bersegi, coklat tua atau hitam, berambut rapat, lk 2 meter tinggi, dimahkotai oleh 15-20 rambut sikat, seperti bulu, kuat dan runcing (van Steenis, 1975).

3. Khasiat songgolangit

(26)

Daunnya juga dipakai untuk menyembuhkan diare, disentri, bronchial catarrh, dan mencegah rambut rontok. Flavonoid baru (procumbenetin) belakangan telah diisolasi dari daunnya dan merupakan 3,6-dimethoxy-5,7,2',3',4'-pentahydroxyflavone 7-O-beta-D-glucopyranoside (Kartika, 2007).

Bunganya juga bermanfaat sebagai antiseptik, insecticidal, dan

paracitidal, juga mengandung steroidal saponin, yaitu beta sitosterol 3-O-beta-D-xylopiranoside. Tanaman ini juga kaya akan kandungan zat mineral diantaranya kalium (K), magnesium (Mg), dan kalsium (Ca) yang baik untuk menjaga kondisi tulang dan jaringannya (Kartika, 2007).

B. Flavonoid

(27)
(28)

Flavonoid dapat bekerja sebagai inhibitor kuat pernafasan, merupakan senyawa pereduksi yang baik, penghambat banyak reaksi oksidasi, baik secara enzim maupun non enzim, mengurangi pembekuan darah, antihipertensi, dan antimutagen. Flavonoid bertindak sebagai penampung yang baik radikal hidroksi dan superoksida yang baik. Dengan demikian, flavonoid dapat melindungi membran lipid terhadap reaksi yang merusak. Aktivitas antioksidannya mungkin dapat menjelaskan mengapa flavonoid tertentu merupakan komponen aktif tumbuhan yang digunakan secara tradisional untuk mengobati gangguan fungsi hati (Robinson, 1995).

Aktivitas flavonoid yang bermanfaat untuk kesehatan antara lain efek antioksidan, antikarsikogenik, antiproliferatif, antiangiogenik, antiinflamasi, dan antiestrogenik dengan tidak ada atau sedikit toksik. Berdasarkan sifat di atas, banyak suplemen makanan atau produk herbal yang mengandung flavonoid dapat diterima secara komersial pada saat ini (Zhang dan Morris, 2003).

Flavonoid merupakan kandungan khas pada tumbuhan hijau, kecuali untuk golongan alga. Menurut penelitian, kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berkaitan erat dengannya. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nektar, bunga, dan buah buni (Harborne, 1987)

(29)

polaritas yang sesuai dengan polaritas flavonoid tersebut. Pelarut-pelarut alkoholik umumnya merupakan pelarut pilihan untuk mengekstraksi semua golongan flavonoid. Biasanya digunakan metanol, etanol, dan propanol. Bahan-bahan kering dan berkayu dapat digunakan alkohol berair, hal ini disesuaikan dengan glikosida flavonoid. Pelarut yang kurang polar seperti benzena, kloroform, eter, dan etil asetat digunakan untuk mengekstraksi aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, flavon, flavavonol, dan flavonol yang termetilasi pada gugus hidroksinya (Harborne, 1987)

C. Sistem Imun

Sistem imun merupakan mekanisme yang digunakan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh berbagai bahan dalam lingkungan hidup (Baratawidjaja, 2006).

Pertahanan imun terdiri dari sistem imun alamiah atau non spesifik (natural/innate) dan sistem imun didapat atau spesifik (adaptive/acquired) (Baratawidjaja, 2006).

(30)

Fungsi kedua disebut homeostasis, yaitu menjaga keseimbangan pergantian sel dimana terjadi proses degradasi dan katabolisme yang bersifat normal agar unsur seluler yang telah rusak dapat dibersihkan dari tubuh.

Fungsi ketiga disebut pengawasan (surveillance). Fungsi ini mengawasi sel-sel abnormal yang secara tetap selalu timbul dalam badan. Sel-sel abnormal ini dapat terjadi secara spontan atau disebabkan pengaruh virus tertentu atau zat-zat kimia.

Gambar 5. Sistem Imun (Baratawidjaja, 2004)

1. Sistem imun non spesifik

(31)

a. Pertahanan fisik/mekanik

Dalam sistem pertahanan fisik atau mekanik, kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk, dan bersin, merupakan garis pertahanan terhadap infeksi. Keratinosit dan lapisan epidermis kulit sehat, dan lapisan epitel mukosa yang utuh tidak dapat ditembus kebanyakan mikroba.

b. Pertahanan biokimia

Kebanyakan mikroba tidak dapat menembus kulit yang sehat. Namun beberapa dapat masuk tubuh melalui kelenjar sebaseus dan folikel rambut. pH asam, keringat, dan sekresi sebaseus, berbagai asam lemak yang dilepas kulit mempunyai efek denaturasi.

Lisozim dalam keringat, ludah, air mata dan air susu ibu, melindungi tubuh terhadap berbagai kuman positif-Gram oleh karena dapat menghancurkan lapisan peptidoglikan dinding bakteri.

Saliva mengandung enzim seperti laktooksidase yang merusak dinding sel mikroba dan menimbulkan kebocoran sitoplasma dan juga mengandung antibodi serta komplemen yang dapat berfungsi sebagai opsonin dalam lisis sel mikroba.

Laktoferin dan transferin dalam serum mengikat besi yang merupakan metabolit esensial untuk hidup beberapa jenis mikroba seperti pseudomonas.

Asam neuraminik yang mempunyai sifat antibakterial terhadap

(32)

c. Pertahanan Humoral

1) Komplemen. Komplemen terdiri atas sejumlah besar protein yang bila diaktifkan akan memberikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respon inflamasi.

2) Interferon. Merupakan sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi makrofag yang diaktifkan, Natural Killer (NK) dan berbagai sel tubuh yang mengandung nukleus dan dilepas sebagai respon terhadap infeksi virus. Interferon mempunyai sifat antivirus dan dapat menginduksi sel-sel sekitar sel yang terinfeksi virus menjadi resisten terhadap virus.

3) C-Reactive Protein (CRP). CRP merupakan salah satu protein fase akut, trmasuk golongan protein yang kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut sebagai respon imunitas nonspesifik.

d. Pertahanan Selular

(33)

spesifik lain. Penghancuran kuman terjadi dalam beberapa tingkat berikut, kemotaksis, menangkap, memakan (fagositosis), membunuh, dan mencerna.

2) Makrofag. Monosit bermigrasi ke jaringan dan disana berdiferensiasi menjadi makrofag yang seterusnya hdup di dalam jaringan sebagai makrofag residen. Makrofag dapat hidup lama, mempunyai beberapa granul dan melepas berbagai bahan, antara lain lisozim, komplemen, interferon, dan sitokin yang semuanya memberikan kontribusi dalam pertahanan nonspesifik dan spesifik.

3) Sel NK. Limfosit terdiri atas sel B, sel T (Th, CTL) dan sel

Natural Killer (sel NK). Sel-sel tersebut berfungsi dalam imunitas nonspesifik terhadap virus dan sel tumor.

4) Sel Mast. Sel mast berperan dalam reaksi alergi dan juga dalam pertahanan pejamu, jumlahnya menurun pada sindrom imunodefisiensi. Sel mast juga berperan pada imunitas terhadap parasit dalam usus dan terhadap invasi bakteri.

2. Sistem imun spesifik

a. Sistem imun spesifik humoral

(34)

Fungsi utama antibodi ini adalah pertahanan terhadap infeksi ekstraselular, virus dan bakteri serta menetralisasi toksinnya.

b. Sistem imun spesifik selular

Limfosit T atau sel T berperan pada sistem imun spesifik selular. Sel tersebut juga berasal dari sel asal yang sama seperti sel B. Fungsi utama sistem imun spesifik selular ialah untuk pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraselular, virus, jamur, parasit, dan keganasan (Baratawidjaya, 2004).

D. Imunomodulator

Imunomodulator dapat didefinisikan sebagai substansi biologi atau sintetis yang mampu menstimulasi, menekan, atau memodulasi komponen-komponen pada sistem imun. Fungsi utama sistem imun adalah melindungi individu dalam menghadapi agen infeksi dan potensial patogen. Hal ini menempatkan sistem imun pada posisi vital yaitu antara kondisi sehat dan sakit (Juyal, 2003).

Imunomodulator dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu imunorestorasi, imunosupresan, dan imunostimulan. Imunorestorasi adalah pengembalian fungsi sistem imun yang terganggu dengan memberikan berbagai komponen sistem imun, seperti imunoglobulin (Baratawidjaja, 2004).

Imunostimulan adalah senyawa dari luar yang dapat membantu meningkatkan resistensi tubuh terhadap antigen yang masuk (Juyal, 2003).

(35)

saponin, polisakarida, artemisin, ginsenosid, inosin, limonen, asam linoleat, asam oleanolik, asam ursolik (Duke, 1996).

Metode uji aktivitas imunomodulator yang dapat digunakan, yaitu: 1. Metode bersihan karbon ("Carbon-Clearance")

Pengukuran secara spektrofluorometrik laju eliminasi partikel karbon dari daerah hewan. Ini merupakan ukuran aktivitas fagositosis.

2. Uji granulosit

Percobaan in vitro dengan mengukur jumlah sel ragi atau bakteri yang difagositir oleh fraksi granulosit yang diperoleh dari serum manusia. Percobaan ini dilakukan di bawah mikroskop.

3. Bioluminisensi radikal

Jumlah radikal 02 yang dibebaskan akibat kontak mitogen dengan granulosit atau makrofag, merupakan ukuran besarnya stimulasi yang dicapai.

4. Uji transformasi limfosit T

Suatu populasi limfosit T diinkubasi dengan suatu mitogen. Timidin bertanda (3 H) akan masuk ke dalam asam nukleat limfosit 1. Dengan mengukur laju permbentukan dapat ditentukan besarnya stimulasi dibandingkan dengan fitohemaglutinin A (PHA) atau konkanavalin A (Con A) (Widianto, 1987).

E. Ekstraksi

(36)

yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut dalam cairan penyari (Dirjen POM RI, 2000).

Cairan penyari yang biasa digunakan adalah air, eter atau campuran etanol dan air. Penyarian simplisia dengan air dapat dilakukan dengan maserasi, perkolasi atau penyeduhan dengan air mendidih. Penyarian campuran etanol dan air dilakukan dengan cara maserasi dan perkolasi (Dirjen POM RI, 1979).

Maserasi adalah salah satu cara penyarian yang sederhana yang dilakukan dengan cara merencam serbuk dalam cairan penyari. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain (Dirjen POM RI, 1986).

Etanol dipertimbangkan sebagai cairan penyari karena lebih selektif, sulit ditumbuhi kapang dan kuman dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral, absorbsinya baik, etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan, dan panas yang dibutuhkan untuk pemekatan tidak terlalu tinggi (Dirjen POM RI, 1986).

(37)

F. Neutrophil Adhesion

Adhesi neutrofil pada serat nilon menggambarkan marginasi dari sel dalam jaringan darah dan jumlah neutrofil yang mencapai tempat inflamasi (Thomas, Asad, Hrishikeshavan, Chandrakala, 2007 ).

Sitokin dikeluarkan melalui aktivasi sel imun, untuk marginasi proses fagositosis, terutama sel polymorfonuklear neutrofil. Serupa dengan makrofag, sel neutrofil juga bermigrasi dalam jaringan, merespon adanya stimulasi tertentu. Aktivasi sel neutrofil ini dapat dipelajari melalui adanya neutrophil adhesion. (Ghaisas, Shaikh, Deshpande, 2009).

G. Carbon Clearance

Metode bersihan karbon ("Carbon-Clearance") adalah pengukuran secara spektrofluorometrik laju eliminasi partikel karbon dari darah hewan. Ini merupakan ukuran aktivitas fagositosis. (Widianto, 1987).

Adannya peningkatan indeks carbon clearance, menggambarkan peningkatan fungsi fagositosis dari makrofag mononuklear dan imun non spesifik. Fagositosis makrofag penting dalam melawan benda asing berukuran kecil dan efektif sebagai penanda untuk peningkatkan proses opsonisasi parasit oleh antibodi (Ghaisas, dkk., 2009).

H. Neutrofil

(38)

mengeluarkan cairan kimia yang dapat membunuh bakteri lain yang berada di sekitarnya (Ridwan, 2010).

Gambar 6. Neutrofil Segmen (kiri) dan Neutrofil Batang (kanan) (Firman, 2007).

Neutrofil mengandung butiran yang melepaskan enzim untuk membantu membunuh dan mencerna sel ini. Neutrofil beredar didalam aliran darah dan harus diberi tanda untuk meninggalkan aliran darah dan memasuki jaringan. Tanda tersebut seringkali datang dari bakteri itu sendiri, dari protein tambahan, atau dari makrofag, semuanya menghasilkan bahan-bahan yang menarik neutrofil menuju daerah yang bermasalah (proses penarikan sel disebut kemotaksis) (Fahmi, 2010).

(39)

I. Makrofag

Sel-sel ini berasal dari promonosit sumsum tulang yang kemudian berdiferensiasi menjadi monosit darah dan pada akhirnya tinggal di dalam jaringan sebagai makrofag dewasa dan membentuk sistem fagosit mononukleus. Sel-sel tersebut ditemukan di seluruh jaringan ikat dan di sekitar membran dasar dari pembuluh darah kecil dan terbanyak terdapat di paru-paru (makrofag alveolar), hati, peritoneum (makrofag dalam cairan peritoneal) dan di permukaan sinusoid-sinusoid limpa dan sinus-sinus meduler kelenjar getah bening pada posisi strategis untuk menyaring bahan-bahan asing (Roitt, 2002).

Makrofag sanggup mengembara melalui jaringan, tetapi kebanyakan monosit sewaktu memasuki jaringan dan setelah menjadi makrofag menjadi melekat ke jaringan dan tetap melekat sampai tahunan sampai diminta melakukan fungsi perlindungan spesifik (Marsidi, 2008).

(40)

Makrofag mempunyai fungsi antara lain :

1. Fungsi utama adalah melahap partikel dan mencernakan partikel tersebut oleh lisozom dan mengeluarkan sederetan substansi yang berperan dalam fungsi pertahanan dan perbaikan.

2. Dalam sistem imun tubuh sel ini berperan serta dalam mempengaruhi aktivitas dari respon imun, mereka menelan, memproses dan menyimpan antigen dan menyampaikan informasi pada sel-sel berdekatan secara imunologis kompeten (limfosit dan sel plasma).

3. Makrofag yang aktif juga merupakan sel sekretori yang dapat mengeluarkan beberapa substansi penting, termasuk enzim-enzim, lisozim, elastase, kolagenase, dua protein dari sistim komplemen dan gen anti virus penting, interferon (Efendi, 2003).

J. Imboost®

(41)

sebagai antiinflamasi, dan mengaktivasi fibroblast yang salah satu fungsinya adalah untuk mempercepat penyembuhan luka (Sarmoko, 2009).

Echinacea berfungsi sebagai imunostimulan dengan mempengaruhi sistem imun terutama sistem imun non spesifik. Pemberian Echinacea

meningkatkan respon imun fase awal dan mempercepat terjadinya respon imun adaptif (Piogama, 2007).

Echinacea juga tidak boleh digunakan dalam jangka waktu panjang yaitu tidak boleh lebih dari delapan minggu karena dapat menyebabkan sistem imun tubuh menjadi menurun. Echinacea hanya mempunyai efektivitas pada pemberian 1-2 minggu (Piogama, 2007).

K. Landasan Teori

Sistem imun merupakan pertahanan tubuh terhadap segala macam antigen yang masuk dalam tubuh. Peranannya sangat penting untuk mencegah seseorang terserang penyakit. Karena fungsinya yang sangat penting inilah, dibutuhkan sistem imun yang kuat. Peningkatan sistem imun dapat dilakukan dengan cara pemberian imunomodulator.

(42)

L. Hipotesis

(43)

24

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian aktivitas imunomodulator dari fraksi air herba songgolangit (Tridax procumbens L.) terhadap mencit jantan galur balb/c dengan metode

carbon clearance dan neutrophil adhesion ini termasuk penelitian eksperimental murni, rancangan lengkap acak pola satu arah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dosis perlakuan. Peringkat dosis fraksi air herba songgolangit dibuat dalam 3 peringkat dosis, yaitu: 132,496 g/kg BB; 264,992 g/kg BB; 529,984 g/kg BB.

b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah besar aktivitas imunomodulator fraksi air herba songgolangit.

(44)

d. Variabel pengacau tidak terkendali dalam penelitian ini adalah umur dari tanaman herba songgolangit yang dipanen dan kelarutan fraksi air herba songgolangit dalam pelarut CMC Na 0,5%.

2. Definisi operasional

a. Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan galur Balb/c yang diperoleh dari Unit Pemeliharaan Hewan Percobaan (UPHP) UGM berumur ±10 minggu.

b. Fraksi air herba songgolangit adalah hasil penyarian herba songgolangit dengan metode maserasi, yaitu dengan penarikan kandungan zat aktif dengan menggunakan cairan penyari etanol yang kemudian dipartisi bertingkat dengan pelarut kloroform dan etil asetat.

c. Imunomodulator dapat didefinisikan sebagai substansi biologi atau sintetis yang mampu menstimulasi, menekan, atau memodulasi komponen-komponen pada sistem imun.

d. Carbon clearance adalah pengukuran secara spektrofluorometrik laju eliminasi partikel karbon dari darah hewan. Ini merupakan ukuran aktivitas fagositosis.

(45)

C. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat

Alat-alat yang digunakan untuk uji aktivitas fagositosis in vivo antara lain spuit injeksi (Terumo) untuk pemberian per-oral dan i.v, spektrofotometer visibel (Perkin Elmer Lambda-20), alat-alat gelas (Pyrex), tabung Eppendorf, dan pipa kapiler (IVD Brand), lempeng KLT selulosa, spektrofotometer ultraviolet-cahaya tampak, inkubator (Memmett),  timbangan analitik (Mettler Toledo), rotary vacuum (Junke and Kunkel IKA Laborteknik RV 05-S1), alat maserasi (Inova 2100 – New Brunswich Scientific), Oven (Memmert), waterbath (Memmert),

stirrer (IKA Combimag Ret).

2. Bahan

Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan galur Balb/c dari Unit Pengembangan Hewan Uji untuk Penelitian UGM. Bahan yang digunakan antara lain, herba songgolangit yang dipanen pada bulan Juli 2010 dari daerah Pogung, Yogyakarta, suspensi karbon (tinta Pelikan B-17, Wekker Hannover), larutan gelatin 1%, larutan natrium karbonat 1%, heparin, EDTA, sirup Imboost® (Soho). Fase gerak KLT etil asetat : asam asetat : asam formiat : air (100 : 11 : 11 : 27).

D. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi tanaman

(46)

Yogyakarta dan dipastikan kebenarannya menggunakan acuan buku (van Steenis, 1975).

2. Pengumpulan bahan

Herba songgolangit diambil dari tanaman yang sedang berbunga daerah Pogung Baru, Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Juli 2010.

3. Pembuatan fraksi air herba songgolangit

Simplisia segar herba songgolangit dipersiapkan sebanyak 3 kg. Herba dicuci bersih dan dilakukan sortasi untuk menghilangkan beberapa bagian herba yang telah rusak dan pengotor-pengotor lain seperti tanah, pasir, kerikil dan beberapa jenis tanaman lain. Setelah dicuci bersih, herba ditiriskan sampai kelihatan kering (bebas dari air pencuci). Herba dipotong kecil-kecil dan di blender untuk memperluas permukaan simplisia. Ketika di blender, ditambahkan sedikit cairan penyari (etanol) untuk mempermudah proses pengecilan ukuran simplisia.

(47)

Ekstrak etanolik herba songgolangit ditambah air hangat 150 ml dan dipartisi dengan kloroform dalam corong pisah dengan perbandingan volume kloroform dan air adalah 1:1 v/v. Ekstrak herba songgolangit dipartisi dengan kloroform sebanyak tiga kali, dengan penggojogan lemah selama 5 menit, kemudian didiamkan sampai terpisah sempurna. Fase air akan berada pada bagian atas, sedangkan fraksi kloroform pada bagian bawah.

Dari hasil partisi diperoleh dua fraksi, yaitu fraksi kloroform (non polar) dan fraksi air (polar). Fraksi air kemudian dipartisi kembali dengan pelarut etil asetat dalam corong pisah dengan perbandingan volume etil asetat dan air 1:1 v/v. Fraksi air dipartisi dengan etil asetat sebanyak tiga kali dengan penggojokan lemah selama 5 menit, kemudian didiamkan sampai terpisah sempurna. Fase air akan berada pada bagian bawah, sedangkan fase etil asetat pada bagian atas. Kemudian fraksi air dievaporasi menggunakan vakum evaporator sampai didapat ekstrak kental fraksi air.

4. Identifikasi senyawa flavonoid dengan metode kromatografi lapis tipis

(48)

5. Prosedur penelitian

Digunakan 50 ekor mencit Balb/c sehat umur ± 10 minggu dan berat 20-30 g. Mencit tersebut dibagi menjadi dua group, masing-masing 5 kelompok perlakuan, terdiri dari 5 ekor mencit, yaitu: kelompok I sebagai kontrol negatif diberi larutan CMC 0,5%, kelompok II sebagai kontrol positif diberi Imboost®, kelompok III, IV dan V sebagai kelompok perlakuan diberi fraksi air herba songgolangit dengan dosis 132,496 g/kg BB; 264,992 g/kg BB; 529,984 g/kg BB. Dosis kontrol positif Imboost® 139,000 g/kg BB dan kontrol negatif CMC Na 71,400 g/kg BB. Bahan uji diberikan dalam bentuk suspensi (dalam CMC 0,5%) sekali sehari selama 7 hari untuk group I dan selama 10 hari untuk group II.

6. Carbon Clearance Test

Aktivitas fagositosis ekstrak herba songgolangit diukur dengan menggunakan tinta Pelikan B-17 (Pelikan-Werke, Hannover, Jerman). Suspensi tinta karbon dibuat dengan menambahkan 1,6 ml tinta karbon ke dalam 8,4 ml larutan gelatin 1% b/v dalam NaCl 0,9 %. Tinta karbon disuspensikan dalam larutan gelatin 1% .

Pada hari ke-12 seluruh kelompok uji diberikan 0,1 ml suspensi karbon secara intra vena melalui vena ekor perlahan-lahan. Sampel darah diambil melalui

retro orbital plexus segera pada menit ke-0 setelah pemberian suspensi karbon dan menit ke-15, kemudian diteteskan ke tabung Eppendorf yang mengandung heparin. Sejumlah 40 μl darah dipipet, dilisis dengan 3 ml larutan natrium karbonat 1% v/v, kemudian diukur serapannya pada λ 660 nm.

(49)

7. Neutrophil Adhesion Test

Mencit diberikan perlakuan fraksi air herba songgolangit dengan dosis 132,496 g/kg BB; 264,992 g/kg BB; 529,984 g/kg BB, kontrol positif (Imboost®) dan kontrol negatif (CMC 0.5%) secara per-oral selama 7 hari. Pada hari ke 7, sampel darah diambil melalui retro orbital plexus dan dimasukan dalam vial yang telah diberi EDTA, kemudian dianalisis untuk total leukocyte count (TLC) dan differential leukocyte count (DLC). Perhitungan TLC dan DLC dilakukan oleh

Laboratorium Klinik Sadewa, Yogyakarta. Darah diinkubasikan dalam 80 mg/ml

serat nilon. Selama 10 menit pada 37°C, lalu dianalisis lagi untuk perhitungan

total leukocyte count (TLC) dan differential leukocyte count (DLC). Persentase dari Neutrofil dalam darah yang diberi perlakuan dan tanpa perlakuan dan

perbedaannya dinyatakan sebagai Indeks Neutrophil Adhesion.

% Neutrophil adhesion =

UnB

Neutrofil Indeks UnB = Neutrofil Indeks sebelum inkubasi Neutrofil Indeks FTB = Neutrofil Indeks setelah inkubasi

E. Analisis Hasil

(50)

31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Tanaman

Untuk memastikan apakah tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah benar merupakan tanaman Tridax procumbens L., maka perlu dilakukan determinasi tanaman terhadap sampel yang digunakan. Determinasi dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta dengan buku acuan (van Steenis, 1975). Determinasi dilakukan secara makroskopis terhadap herba songgolangit yang diperoleh dari daerah Pogung Baru, Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemeriksaan meliputi habitus (perawakan) tanaman dari akar, batang, daun, dan bunga. Determinasi dilakukan sampai tingkat spesies dan diketahui bahwa tanaman yang digunakan adalah Tridax procumbens L. (Lampiran 16 ).

B. Pengumpulan Herba Songgolangit dan Pembuatan Simplisia

(51)

tumbuhan yang lain atau dari bahan asing yang ikut terbawa saat pemanenan herba songgolangit. Herba dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan debu dan kotoran yang menempel.

Herba yang sudah dibersihkan dikeringkan di bawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam untuk mencegah kerusakan senyawa kemudian setelah daun cukup kering, herba dikeringkan dengan oven pada suhu 40 – 60o C selama 24 jam sampai herba mudah dihancurkan. Herba kemudian diblender, diayak dan disimpan sebagai serbuk simplisia kering.

C. Hasil Ekstraksi

(52)

pengadukan terus-menerus karena metode ini sederhana, mudah untuk dilakukan, tidak memerlukan panas tinggi dan dapat menyari secara efektif.

Maserasi dilakukan dalam bejana tertutup agar etanol tidak menguap karena etanol mudah menguap pada suhu kamar, Selain itu untuk mencegah masuknya kontaminan dari luar. Untuk mengurangi intensitas cahaya dan sinar matahari yang masuk, bejana maserasi ditempatkan ditempat yang gelap atau dibungkus dengan plastik hitam. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya reaksi senyawa tertentu oleh adanya cahaya dan rusaknya senyawa-senyawa oleh sinar ultraviolet matahari.

Pengadukan secara terus-menerus dilakukan dengan shaker dan lama penyarian selama 24 jam. Ekstrak yang didapat dienapkan dengan tujuan untuk mengendapkan zat-zat tidak larut etanol sehingga lebih mudah dipisahkan dari cairan. Setelah dienapkan, sari etanol disaring dan filtratnya kemudian dipekatkan dengan vaccum rotary evaporator sampai menjadi ekstrak kental. Pada pembuatan ekstrak etanolik digunakan 300,500 g serbuk dan kemudian didapat 30,010 g ekstrak etanolik kental. Ekstrak etanolik kental selanjutnya dipartisi dengan kloroform menggunakan corong pisah. Campuran tersebut digojok lemah untuk mencegah terjadinya emulsi. Setelah dipartisi akan didapatkan dua fraksi, yaitu fraksi air dan fraksi kloroform. Fraksi air berwarna kuning muda dan fraksi kloroform berwarna coklat kehitaman. Fraksi air kemudian dipartisi lagi dengan etil asetat. Fraksi air berada pada bagian bawah, dikeringkan dan didapat filtrat fraksi air sebesar 22,620 g.

(53)

D. Identifikasi Flavonoid

Identifikasi ada tidaknya senyawa flavonoid pada sampel yang diteliti, dapat dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis. Fase diam yang digunakan adalah selulosa mikrokristal dengan fase gerak etil asetat : asam asetat : asam formiat : air (100 : 11 : 11 : 27). Salah satu tidak digunakannya silika adalah karena pemisahannya yang tidak begitu baik. Logam berat Aluminium yang ada pada silika dapat membentuk kompleks dengan flavonoid sehingga akan banyak flavonoid yang hilang (Harborne, 1984).

Lempeng kromatografi lapis tipis yang telah ditotol dengan sampel, diuapi dengan uap amonia untuk melihat perubahan warna yang terjadi pada bercak. Deteksi dengan uap amonia bersifat reversibel dan warna bercak yang timbul cenderung cepat hilang, oleh karena itu pengamatan bercak pada kromatografi lapis tipis harus segera dilakukan.

Pada uji flavonoid ini, digunakan suatu pembanding, yaitu rutin sebagai standar flavonoid. Rutin merupakan senyawa flavonoid yang mempunyai sifat antioksidan kuat. Dilihat dari strukturnya, rutin mempunyai aglikon berupa flavonol.

Identifikasi senyawa flavonoid pada fraksi air herba songgolangit dapat dilakukan dengan melihat data yang diperoleh setelah pengamatan pada lempeng kromatografi lapis tipis.

(54)

Tabel I. Hasil Uji Kualitatif KLT Fraksi Air Herba Songgolangit Bercak Setelah dielusi Setelah diuapi amoniak Rf

visibel 254

Fraksi air herba songgolangit

- - - kuning kuning ungu

Rutin - - - kuning kuning ungu 0,67

Warna flavonoid di visibel : kuning

Fase diam : plat selulosa

Fase gerak : etil asetat : asam formiat : asam asetat : air (100 : 11 : 11 : 27)

Deteksi : uap amoniak

Jarak pengembangan : 8,5 cm

Dari hasil uji KLT dapat dilihat bahwa pada fraksi air herba songgolangit memiliki warna bercak yang sama dengan rutin, maka dapat dikatakan fraksi air herba songgolangit mengandung senyawa flavonoid, meskipun bukan flavonoid jenis rutin karena memiliki Rf yg nilainya berjauhan dengan Rf rutin (Rf fraksi air herba songgolangit sebesar 0,82). Nilai Rf didapat dengan membandingkan jarak bercak dari titik pengembangan dengan jarak pengembangan.

E. Hasil Perlakuan terhadap Hewan Uji

(55)

manusia, mudah didapat, mudah ditangani selama masa perlakuan. Mencit yang digunakan adalah galur Balb/c. Alasan dipilihnya galur Balb/c dalam penelitian ini berdasar pada penelitian sebelumnya yang berjudul “Inter-Mouse Strain Differences In Macrophage Function and Its Relationship to Antibody Responses” oleh Passwell, Steward, dan Soothill (1973). Dari penelitian tersebut didapat hasil bahwa mencit galur Balc/c memiliki nika K (aktivitas fagositosis) lebih tinggi daripada mencit galur lain (T = 6,01 ; p < 0,005) dan α (T = 2,19, p < 0,005). Hal ini menunjukan bahwa mencit galur Balb/c memiliki sensitivitas lebih baik terhadap respon antibodi dibandingkan dengan galur lain. Jenis kelamin mencit dipilih jantan karena lebih sedikit dipengaruhi hormon reproduksi sehingga variasi lebih sedikit dibanding mencit betina. Adanya hormon estrogen yang dimiliki oleh mencit betina sangat berpengaruh selama pertengahan siklus haid dan masa kehamilan. Hormon ini dapat menyebabkan berbagai efek fisiologik, estrogen juga mencegah aktivitas sel T pada mencit betina sehat, jumlah sel T akan berfluktuasi selama siklus haid normal. Sedangkan pada masa kehamilan, hormon ini meningkatkan sintesis IgA dan IgG. Keadaan ini dapat mempengaruhi hasil penelitian, maka digunakan mencit jantan untuk meminimalisir adanya pengaruh hormon tersebut.

(56)

adalah 132,496 mg/kg BB, 264,992 mg/kgBB dan 529,984 mg/kg BB mencit. Dalam penelitian ini dibuat tiga peringkat dosis dengan dasar dosis umum untuk terapi jamu/serbuk adalah 7 gram untuk manusia Indonesia dengan berat badan rata-rata 50 kg (Soegihardjo, 2009). Dosis orientasi sebesar 0,6759 g / 20 kg BB, 0,0946 g / 20 kg BB, dan 0,1325 g / 20 kg BB, menunjukan hasil kurang optimal karena dosis yang diberikan tidak menunjukan efek imunomodulator pada hewan uji, maka dalam penelitian selanjutnya, dosis tertinggi orientasi dijadikan sebagai dosis terendah dan dibuat 2 kalinya untuk dosis tengah dan tertinggi. Selain itu, juga terdapat kelompok kontrol negatif yang mendapat perlakuan CMC Na 0,5% 71,400 g/kg BB dan kontrol positif Imboost® 139 g/kg BB. Rute pemberian yang dipilih adalah rute oral karena sama dengan rute yang digunakan pada manusia.

(57)
(58)

digunakan tinta karbon dengan alasan bahwa tinta karbon dianggap sebagai benda atau partikel asing berukuran kecil yang dapat dikenali oleh makrofag dan memicu fagositosis serta respon imun non spesifik.

Tinta karbon sebagai partikel asing dimasukan ke dalam jaringan tubuh melalui pembuluh darah vena ekor hewan uji. Makrofag akan teraktivasi, menjadi lebih besar dengan pseudopodi bertambah panjang, mengenali tinta karbon tersebut dan akan bergerak mendekatinya karena sel makrofag harus berada pada jarak yang dekat dengan benda asing atau lebih tepat lagi bahwa partikel karbon harus melekat pada permukaan fagosit agar dapat terfagosit. Setelah tinta karbon melekat pada permukaan makrofag, maka makrofag akan membentuk sitoplasma dan melekuk ke dalam membungkus partikel tinta karbon tersebut.

Tonjolan sitoplasma yang saling bertemu dan melebur menjadi satu sehingga partikel karbon terperangkap. Partikel karbon yang terlarut dipecah dalam fagolisosom menjadi partikel berukuran lebih kecil. Partikel ini kemudian akan ditampilkan di permukaan sel berikatan dengan molekul peptida MHC kelas II dan akan dikenal oleh sel Th. Peristiwa ini disebut antigen processing, yang merupakan tahap awal terjadinya respon imun humoral dan selular.

(59)

pada sistem retikuloendotelial. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya nilai absorbansi pada menit ke-15.

Gambar 10. Ilustrasi Sel Makrofag (Anonim, 2007)

Neutrofil bekerja sebagai salah satu sel fagosit yang sangat berperan dalam sistem imun. Dalam penelitian ini, diteliti mengenai pengaruh pemberian fraksi air herba songgolangit terhadap peningkatan proses neutrophil adhesion

pada jaringan pembuluh darah mencit. Sampel yang digunakan adalah sel darah mencit yang dihitung jumlah persentase pelekatan neutrofil sebelum dan sesudah inkubasi dengan serat nilon. Pelekatan neutrofil (neutrophil adhesion) sendiri merupakan reaksi neutrofil terhadap jaringan darah yang terluka atau mengalami inflamasi dengan berakumulasi mendekati sel endotel dinding venula, dan proses ini disebut pula dengan marginasi.

(60)

mengeluarkan pseudopodia, mengerutkan diri menyusup melewati celah antara membran basalis sel endotel dan bermigrasi meninggalkan kapiler menuju jaringan interstial yang rusak.

Dari hasil percobaan, didapat bahwa dengan pemberian fraksi air herba songgolangit pada hewan uji, terbukti dapat meningkatkan persentase pelekatan neutrofil pada sel endotel dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukan adanya peningkatan kerja respon imun pada tubuh hewan uji.

G. Hasil Uji Carbon Clearance

Aktivitas fagositosis fraksi air herba songgolangit diukur dengan metode

carbon clearance untuk mengetahui seberapa besar eliminasi karbon dalam darah yang dianggap sebagai benda asing oleh makrofag. Penelitian indeks fagositosis dengan metode carbon clearance merupakan penelitian untuk mengetahui cara kerja sistem imun non spesifik karena meneliti cara kerja sel-sel fagositosis yang bekerja dengan merespon zat asing dimana sebelumnya tubuh belum pernah mengenali zat asing tersebut. Dengan adanya pemberian fraksi air herba songgolangit pada hewan uji diharapkan dapat menstimulasi kerja sistem imun non spesifik dalam proses fagositosis benda asing yang masuk dalam jaringan tubuh.

(61)

larutan gelatin 1%. Hal ini dimaksudkan agar larutan yg diberikan pada hewan uji bersifat isotonis dengan cairan tubuh. Bila tidak isotonis dengan cairan tubuh dapat menyebabkan sel-sel darah mengembang dan pecah atau terjadi pengkerutan sel-sel darah.

Pada hari ke-12 seluruh kelompok uji diberikan 0,1 ml suspensi karbon secara intravena melalui vena ekor perlahan-lahan. Pemberian suspensi karbon melalui intravena karena pembuluh darah vena pada mencit paling banyak terdapat pada bagian ekor, selain itu diharapkan agar onset yang didapat lebih cepat. Sampel darah diambil melalui retro orbital plexus segera pada menit ke-0 dan menit ke-15 setelah pemberian suspensi karbon, dan diteteskan ke tabung

Eppendorf yang mengandung heparin. Heparin berfungsi sebagai antikoagulan agar sel-sel darah tidak menggumpal, sel-sel darah yang menggumpal akan dikelilingi fibrinogen sehingga akan sulit diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometri visibel. Sejumlah 40 μl darah dipipet, dilisis dengan 3 ml larutan natrium karbonat 1% v/v, kemudian diukur serapannya pada λ 660 nm.

Hasil pengujian carbon clearance secara deskriptif ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel II. Deskripsi Indeks Fagositosis dengan Carbon Clearance Test

Perlakuan Indeks Fagositosis

Songgolangit Dosis 1 0.0468 ± 0.0043

Songgolangit Dosis 2 0.0477 ± 0.0031

Songgolangit Dosis 3 0.0490 ± 0.0051

Kontrol Positif Imbost 0.0520 ± 0.0138

Kontrol Negatif CMC Na 0.5% 0.0158 ± 0.0046

(62)

Berdasarkan Tabel II terlihat bahwa mean indeks fagositosis songgolangit dosis I adalah 0.0468 ± 0.0043. Mean indeks fagositosis songgolangit dosis II adalah 0.0477 ± 0.0031. Mean indeks fagositosis songgolangit dosis III adalah 0.0490 ± 0.0051. Mean indeks fagositosis kontrol positif adalah 0.0520 ± 0.0138, sebagai mean tertinggi. Mean indeks fagositosis kontrol negatif adalah 0.0158 ± 0.0046, sebagai mean terendah.

Sebelum dilakukan uji ANOVA, terlebih dahulu dilakukan uji

Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui apakah data dari penelitian ini berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov terhadap indeks fagositosis menunjukkan bahwa data berdistribusi normal, hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, yaitu 0,642 (Lampiran 15), sehingga dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal dan dapat dilanjutkan uji tahap selanjutnya yaitu uji ANOVAuntuk melihat signifikansi antar kelompok perlakuan fraksi air herba songgolangit.

Tabel III. Test of Homogeneity of Variances Indeks Fagositosis

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.946 4 20 .142

(63)

Tabel IV. One Way ANOVA Indeks Fagositosis Indeks Fagositosis

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .004 4 .001 4.141 .013

Within Groups .005 20 .000

Total .010 24

Hasil uji F pada One Way ANOVA didapatkan nilai Fhitung=4,141 dengan

p=0,013. Oleh karena probabilitas <0,05, maka Ho ditolak, atau rata-rata indeks

fagositosis memang berbeda.

Tabel V. Rangkuman hasil post hoc test Bonferroni Carbon Clearance

Kelompok Dosis II Dosis III Kontrol Positif Kontrol Negatif

Dosis I TB TB TB TB

Dosis II - TB TB TB

Dosis III TB - TB B

Kontrol Positif TB TB - B

Kontrol Negatif TB B B -

Keterangan: B = Berbeda Bermakna; TB = Berbeda Tidak Bermakna

Dosis I = 132,496 mg/kg BB Dosis II = 264,992 mg/kgBB Dosis III = 529,984 mg/kg BB Kontrol Positif = 139,000 g/kg BB Kontrol Negatif = 71,400 g/kg BB

(64)

B

(65)

Berdasarkan Gambar 11, terlihat bahwa pemberian fraksi air herba songgolangit menunjukan peningkatan nilai mean indeks fagositosis seiring dengan semakin besarnya dosis yang diberikan pada hewan uji. Hal ini menunjukan bahwa semakin besar pula kemampuan fagositosis dari makrofag hewan uji bila diberikan dosis yang makin tinggi, yaitu dosis III herba songgolangit. Pemberian kontrol negatif pada hewan uji menunjukan kemampuan fagositosis yang terendah diantara semua perlakuan, sedangkan pemberian kontrol positif Imboost® menunjukan kemampuan fagositosis tertinggi diantara semua perlakuan.

H. Hasil Uji Neutrophil adhesion

Mencit diberikan perlakuan herba songgolangit dengan dosis 132,496 g/kg BB; 264,992 g/kg BB; 529,984 g/kg BB, kontrol positif (Imboost®) dan kontrol negatif (CMC 0.5%) secara per-oral selama 7 hari. Pada hari ke-7, sampel darah diambil melalui retro orbital plexus dan dimasukan dalam vial yang telah diberi EDTA, kemudian dianalisis untuk total leukocyte count (TLC) dan differential leukocyte count (DLC). Darah diinkubasikan dalam 80 mg/ml serat

nilon. Selama 10 menit pada 37°C . Pemberian serat nilon menggambarkan

jaringan darah yang ada di dalam tubuh yang terluka atau mengalami inflamasi.,

sedangkan inkubasi dimaksudkan untuk mengkondisikan keadaan sesuai dengan

suhu tubuh manusia normal. Setelah inkubasi, lalu dianalisis lagi untuk

(66)

Leukosit terutama neutrophil harus memiliki potensi yang kuat dalam jumlah, kemotaksis, dan fagositosis. Potensi tersebut dapat ditingkatkan dengan pemberian imunomodulator seperti Tridax procumbens L. Penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa Tridax procumbens L mampu meningkatkan kemotaksis neutrofil, yang pada hakekatnya akan mempengaruhi jumlah leukosit dan kecepatannya dalam mencapai area radang sehingga meningkatkan efektifitas dalam mengeliminasi bakteri.

Persentase dari neutrophil dalam darah yang diberi perlakuan dan tanpa

perlakuan dan perbedaannya dinyatakan sebagai Persentase Neutrophil adhesion

pada tabel berikut:

Tabel VI. Deskripsi Persentase Neutrophil adhesion

Perlakuan Neutrophil adhesion

Songgolangit 1 43.00 ± 5.630

Songgolangit 2 44.86 ± 5.749

Songgolangit 3 54.71 ± 6.963

Kontrol Positif Imbost 62.30 ± 6.310

Kontrol Negatif CMC Na 0.5% 11.774 ± 3.667

Nilai Neutrophil adhesion menunjukkan Mean ± S. E. M

Berdasarkan Tabel VI terlihat bahwa mean neutrophil adhesion

songgolangit dosis I adalah 43.00 ± 5.630. Mean neutrophil adhesion

songgolangit dosis II adalah 44.86 ± 5.7. Mean neutrophil adhesion songgolangit dosis 3 adalah 54.71 ± 6.963. Mean neutrophil adhesion kontrol positif Imboost® adalah 62.30 ± 6.310, sebagai mean tertinggi. Mean neutrophil adhesion kontrol negatif adalah 11.774 ± 3.667, sebagai mean terendah.

Hasil uji Kolmogorov-Smirnov terhadap neutrophil adhesion

(67)

signifikansi lebih besar dari 0,05, yaitu 0,80 (Lampiran 14), sehingga dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal dan dapat dilanjutkan uji tahap selanjutnya yaitu uji ANOVA untuk melihat signifikansi antar kelompok perlakuan fraksi air herba songgolangit.

Tabel VII. Test of Homogeneity of Variances Neutrophil Adhesion

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.427 4 20 .262

Pada uji homogenitas ANOVA didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,262; nilai tersebut lebih besar dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan variansi

neutrophil adhesion pada satu kelompok percobaan berbeda secara bermakna.

Tabel VIII. One Way ANOVA Neutrophil Adhesion

Neutrophil Adhesion Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 7437.992 4 1859.498 11.166 .000

Within Groups 3330.774 20 166.539

Total 10768.766 24

Hasil uji F pada One Way ANOVA didapatkan nilai Fhitung=11.166

(68)

Tabel IX. Rangkuman Hasil Post Hoc Test Bonferroni Neutrophil adhesion

Kelompok Dosis II Dosis III Kontrol Positif Kontrol Negatif

Dosis I TB TB TB B

Dosis II - TB TB B

Dosis III TB - TB B

Kontrol Positif TB TB - B

Kontrol Negatif B B B -

Keterangan: B = Berbeda Bermakna; TB = Berbeda Tidak Bermakna

Dosis I = 132,496 mg/kg BB Dosis II = 264,992 mg/kgBB Dosis III = 529,984 mg/kg BB Kontrol Positif = 139,000 g/kg BB Kontrol Negatif = 71,400 g/kg BB

Berdasarkan Tabel IX diketahui bahwa pada kelompok perlakuan songgolangit I, memberikan perbedaan yang signifikan hanya dengan kontrol negatif, sedangkan dengan kelompok yang lain tidak memberikan perbedaan yang signifikan.

Pada kelompok perlakuan songgolangit dosis II, memberikan perbedaan yang signifikan dengan kontrol negatif, sedangkan dengan kelompok yang lain tidak memberikan perbedaan yang signifikan.

(69)
(70)

51

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pemberian fraksi air herba songgolangit dengan metode carbon clearance

memiliki efek imunomodulator berbeda bermakna secara statistik dibandingkan dengan kontrol negatif, tetapi berbeda tidak bermakna dengan kontrol positif Imboost®.

(71)

B. Saran

Untuk melengkapi konsep dalam penelitian ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Penulis memberikan saran kepada peneliti berikutnya sebagai berikut:

1. Pemeriksaan terhadap pengaruh dari pemberian Fraksi Air Herba Songgolangit (Tridax procumbens L.) dikombinasi herba yang lain atau antibiotika, dengan harapan lebih mengetahui manfaat Tridax procumbens

L. sebagai terapi pendamping untuk meningkatkan imunitas.

2. Melakukan penelitian yang lebih lanjut dengan variasi dosis dan metode yang berbeda untuk mengetahui efek herba songgolangit terhadap peningkatan sistem imun secara humoral dan selular.

(72)

53

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010, Makrofaga, http://id.wikipedia.org/wiki/Makrofaga, diakses tangal 20 Oktober 2010.

Baratawidjaja, K. G., 2000, Imunologi Dasar, Edisi 4, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Baratawidjaja, K. G., 2004, Imunologi Dasar, Edisi 6, 431, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Baratawidjaja, K.G. 2006, Imunologi Dasar, Edisi 7, 1-3, 17, 22-25, 409-420, 431, 450, 514-515. Balai Penerbit fakultas Kedokteran Umum Universitas Indonesia, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1986, Sediaan Galenika, 10-16, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, 49-52, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 2000, Parameter standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Cetakan 1, 1-6, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Dhanabalan, R., Doss, A., Jagadeeswari, M., Balachandar, S., Kezia, E, Parivuguna, V., et al., 2008, In vitro Phytochemical Screeninng and Antibacterial Activity of Aqueous and Methanolic Leaf Extracts of Tridax procumbens against Bovine Mastitis Isolated Staphilococcus aureus,

Ethnobotanical Leaflets, Vol 12.

Duke, J., 1996, Dr. Duke’s Phytochemical and Ethnobotanical Databases,

Azadiractha indica A. Juss Activities,

http://sun.ars-grin.gov:8080/npgspub/xsql/duke/plantdisp.xsql?taxon=146, diakses tanggal 10 November 2009.

Efendi, Z., 2003, Daya Fagositosis Makrofag Pada Jaringan Longgar Tubuh, Bagian histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

(73)

Fulzele SV, Satturwar PM, Joshi SB, Doric AK, 2003, Study of the immunomodulatory activity of Haridradi Ghrita in rats, Indian J Pharmacol; 35: 51–54.

Gaur, K., Kori, M. L., dan Nema, R. K., 2009, Comparative Screening of Immunomodulatory Activity of Hydro-Alcoholic Extract of Hibiscus rosa sinensis Linn and Ethanolic Extract of Cleome gynandra Linn., Global Journal of Pharmacology, 3 (2): 85-89.

Ghaisas, M. M., Shaikh, S. A., dan Deshpande, A. D., 2009, Evaluation of the Immunomodulatory Activity of Ethanolic Extract of the Stem Bark of Bauhinia variegata Linn, International Journal of Green Pharmacy, 70-74. Guyton, A. C. and Hall, J.E., 1997, Textbook of Medical Physiology, diterjemahkan oleh Irawati Setiawan, Edisi 9, 529-568, 1103-1109, EGC, Jakarta.

Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia : Penentuan Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Edisi 2, 47-109, diterjemahkan oleh Padmawinata K. Dan Sudiro, I., ITB, Bandung.

Hudson L. and Hay F.C. 1980. Practical Immunology. 2nd ed. Blackwell Sci. Publ. Oxford. 73-78, 122-135.

Ismail, S., dan Asad, M., 2009, Immunomodulatory Activity of Acacia catechu,

Indian J Physiol Pharmacol, 53 (1) : 25–33.

Johnson, K. E., 1993, Histologi dan Biologi Sel, diterjemahkan oleh F. Arifin Gunawijaya M. S., 160, Binarupa Aksara, Jakarta Barat.

Juyal, P.D., Singla L.D., 2008, Herbal Immunomodulatory and Therapeutics

Approaches to Control Parasitic Infection in Lifestock,

http://hillagric.ernet.in/education/covas/vpharma/winter%20school/lecture s/24%20Herbal%20immunomodulatory%20approaches%20parasitic.pdf, diakses tanggal 10 November 2009.

Kartika, G. F., 2007, Tridax procumbens, http://toiusd.multiply.com/journal/ item/24/Tridax_procumbens, diakses tanggal 30 Noember 2009.

(74)

Marsidi, 2008, Darah dan Fungsinya, http://fusion-kandagalante.blogspot.com/2008/08/ darah-dan-fungsinya.html, diakses tanggal 20 Oktober 2010.

Passwell, J. H., Steward, M. W., Soothill, J. F., 1974, Inter-Mouse Strain Differences in Macrophage Function and Its Relationship to Antibody Responses, Clinn, exp, Immunol, Vol 17, Hal 159-167.

Piogama, 2009, Mengenal Produk Imunostimulan, http://piogama.ugm.ac.id/ index.php/2009/02/mengenal-produk-imunostimulan/, diakses tanggal 20 Oktober 2010.

Ridwan, 2010, Sistem Imun, http://www.sith.itb.ac.id/ profile/pakAR/ SistemImun.pdf, diakses tanggal 20 Oktober 2010.

Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, 191-213, terjemahan oleh Padmawinata, K., Penerbit ITB, Bandung.

Roitt, I., 2002, Essential Immunology, diterjemahkan oleh Alida Harahap, Edisi 8, 4, Widya Medika, Jakarta.

Rukmana, R.H., 2002, Mengkudu Agronomi dan Prospek Bisnis, Kanisius, Yogyakarta.

Sarmoko, 2009, 18. Imunomodulator, pilih yang mana? Stimuno, Fituno, atau Imboost ?,http://moko31.wordpress.com/2009/01/26/18-imunomodu-lator-pilih-yang-mana-stimuno-fituno-atau-imboost/, diakses tanggal 20 Oktober 2010.

Subowo, 1993, Imunobiologi, 11, Penerbit Angkasa, Bandung.

Turner, Ronald B., Rudolf Bauer, Karin Woelkart, 2005, Echinacea Treatment of Experimental Rhinovirus Infection, New England Journal of Medicine, Vol 353 no 4.

Oladunmoye, M. K., 2006, Immunomodulatory Effect of Ethanolic Extract of

Tridax procumbens on Swiss Albino Rats Orogastrically Dosed with

Pseudomonas aeruginosa (NCIB 950), International Journal of Tropical Medicine I, Hal 152-155.

(75)

Widianto, M. B., 1987, Imunomodulator, Cermin Dunia Kedokteran, No. 44, 43-46, Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma.

(76)

Lampiran 1. Perhitungan Dosis Fraksi Air Herba Songgolangit

Perhitungan dosis orientasi

1. Dosis fraksi air herba songgolangit

Dosis untuk manusia : 7 g/50 kg BB

Faktor konversi manusia ke mencit : 0,0026

Buat tiga peringkat dosis (kelipatan 1,4) : 5g, 7g, dan 9,8g

Fraksi air herba songgolangit

304,500 g serbuk herba songgolangit kering~ 22,620 g fraksi air kental Dosis manusia untuk 5 g = 5/ 304,500 x 22,620

(77)
(78)

Lampiran 2. Perhitungan Konsentrasi untuk Pembuatan 50ml Ekstrak

Fraksi Air Herba Songgolangit

D × BB = C × V

Dosis I →0,1325 mg/ kg BB × 35 mg = C × 0.5 ml

C = 9,2747 mg/ ml × 50

= 463,736 mg/ ml Dosis II →0,2650 mg/ kg BB × 35 mg = C × 0.5 ml

C = 18,5494 mg/ ml × 50

= 927,427 mg/ ml Dosis III →0,5300 mg/ kg BB × 35 mg = C × 0.5 ml

C = 37,0989 mg/ ml × 50

(79)

Lampiran 3. Perhitungan Volume Pemberian Fraksi Air Herba

Songgolangit Dosis I, II, III, dan Kontrol Negatif CMC Na

0,5%

Contoh perhitungan volume ekstrak dosis I untuk berat mencit 24,3 mg

( D × BB ) = ( C × V )

0,1325 mg/ kg BB × 24,3 mg = 9,2747 mg/ ml × V V = 0,35 ml

Contoh perhitungan volume ekstrak dosis II untuk berat mencit 26,4 mg

( D × BB ) = ( C × V )

0,2650 mg/ kg BB × 26,4 mg = 18,5494 mg/ ml × V V = 0,38 ml

Contoh perhitungan volume ekstrak dosis III untuk berat mencit 25,3 mg

( D × BB ) = ( C × V )

0,5300 mg/ kg BB × 25,3 mg = 37,0989 mg/ ml × V V = 0,36 ml

Contoh perhitungan volume CMC Na 0,5%

CMC Na 0,5% = 0,5 g/100 ml = 500 mg/100 ml = 5 mg/ ml

( D × BB ) = ( C × V )

(80)

Contoh pemberian volume CMC Na 0.5% untuk berat mencit 19,3 mg

( D × BB ) = ( C × V )

(81)

Lampiran 4. Perhitungan Data Carbon Clearance Fraksi Air Herba

Songgolangit Dosis I, II, III, Kontrol Negatif, dan Kontrol

Positif

  Songgolangit 1  Songgolangit 2  Songgolangit 3  Kontrol  Negatif 

Kontrol Positif 

   Absor Contoh perhitungan dosis I herba songgolangit

K= 

(82)

Lampiran 5. Perhitungan Data Neutrophil Adhesion Fraksi Air Herba

Songgolangit Dosis I, II, III, Kontrol Negatif, dan Kontrol Positif

% Neutrophil Adhesion =

UnB

Neutrophil Indeks UnB = Neutrophil Indeks sebelum inkubasi

Neutrophil Indeks FTB = Neutrophil Indeks setelah inkubasi

(83)

Gambar

Tabel I. Hasil Uji Kualitatif KLT Fraksi Air Herba Songgolangit ...............        35
Gambar 1. Tanaman Tridax procumbens L.
Gambar 5. Sistem Imun (Baratawidjaja, 2004)
Gambar 6. Neutrofil Segmen (kiri) dan Neutrofil Batang (kanan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Uji t digunakan untuk menguji salah satu hipotesis di dalam penelitian yang menggunakan regresi linier berganda. Uji t digunakan untuk menguji secara parsial

Catatan Data Tahun 2020: 1) Tidak memasukkan penduduk tanpa keterangan umur (TT) 2) Sumber data usia penduduk berasal dari Ditjen Dukcapil.. Kegiatan di Tahun 2021: Pendataan

Program Peningkatan Sistem Pengawasan Internal dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan

(4) Pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman untuk setiap pelanggaran peraturan disiplin adalah Rektor dengan berdasarkan hasil pemeriksaan, kesimpulan dan

The Koppen climate classification using the Thiessen polygon method indicates that for regencies in the Central Java Province, areas with light blue color exhibit Aw

pada masa kejayaan Aceh. Beberapa diantaranya berciri khas Islam, tetapi banyak diantaranya mempunyai kaitan dengan sejarah kebudayaan lama. Sumber kekuatan yang membentuk

Partisi 5 cluster tersebut, kelompok-kelompok yang perlu dipertimbangkan sebagai wakil dari preferensi pelanggan dalam memilih kartu kredit adalah cluster pertama dengan proporsi

Dari dukungan seri data yang lengkap dalam waktu yang panjang tersebut, penelitian ini menghasilkan analisis efikasi cahayaglobal dan difus berdasarkan