• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISTRIBUSI DAN POPULASI LUTUNG JAWA (Trachypithecus auratus, Geoffroy 1812) DI DAERAH CETUT, CIKABODAS DAN CIKOLOMBERAN CAGAR ALAM LEUWEUNG SANCANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DISTRIBUSI DAN POPULASI LUTUNG JAWA (Trachypithecus auratus, Geoffroy 1812) DI DAERAH CETUT, CIKABODAS DAN CIKOLOMBERAN CAGAR ALAM LEUWEUNG SANCANG"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

DISTRIBUSI DAN POPULASI LUTUNG JAWA (

Trachypithecus

auratus

, Geoffroy 1812) DI DAERAH CETUT, CIKABODAS DAN

CIKOLOMBERAN CAGAR ALAM LEUWEUNG SANCANG

Adistya Oktaviani P. Utami

1

, Risya P. N. Lathifah

1

, Erri N. Megantara

1 1

Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran ([email protected])

ABSTRAK

Cagar Alam Leuweung Sancang adalah salah satu kawasan konservasi yang saat ini hutannya telah mengalami kerusakan. Hal tersebut berdampak pada menurunnya jumlah populasi berbagai satwa liar, salah satunya adalah lutung jawa. Oleh karena itu, studi terkini terkait keberadaan lutung jawa yang mencakup sebaran, jumlah individu dan kelompok serta struktur umur lutung jawa sangat diperlukan. Penelitian distribusi dan populasi lutung jawa di hutan pantai daerah Cetut, Cikabodas dan Cikolomberan, Cagar Alam Leuweung Sancang telah dilakukan pada tanggal 5 Agustus sampai dengan 11 Agustus 2016. Metode yang digunakan adalah survey (sigi) dengan cara menelusuri jalan setapak dan perhitungan menggunakan total count yang mencakup pencatatan struktur umur dan jenis kelamin. Data distribusi lutung jawa diperoleh dengan menggunakan GPS dan dipetakan ke dalam software

Google Earth. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa jumlah populasi lutung jawa sebanyak 76 individu dengan komposisi 30 adult, 28 subadult, 16 juvenile dan 2 infant sedangkan jumlah kelompok berjumlah 11 kelompok dengan jumlah kelompok di daerah Cetut sebanyak 2 kelompok, Cikabodas 4 kelompok, dan Cikolomberan 5 kelompok yang tersebar di sepanjang hutan pantai.

Kata kunci : Cagar Alam Leuweung Sancang, Distribusi, Hutan pantai, Lutung jawa, Populasi

1. Pendahuluan

Indonesia merupakan salah satu negara dengan ragam jenis primata terkaya di dunia. Dari sekitar 195 jenis primata yang ada, 40 jenis ditemukan di Indonesia, dan 24 jenis diantaranya merupakan satwa endemik yang hanya hidup di negeri ini (Supriatna dan Wahyono, 2000). Salah satu primata endemik Indonesia tersebut adalah lutung jawa (Trachypithecus auratus).

Lutung jawa adalah salah satu satwa liar yang dilindungi. Hal ini sesuai dengan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia Nomor: 733/KptsII/1999 yang menetapkan bahwa lutung jawa adalah satwa yang tergolong dilindungi karena jumlah dan keberadaannya yang sudah jarang dijumpai di Pulau Jawa. Selain itu, CITES juga memasukkan spesies lutung jawa ke dalam kategori Apendiks II (Supriatna dan Wahyono, 2000). Menurut IUCN Red List (2014), pada tahun 2000 lutung jawa dikategorikan dalam status konservasi Endangered, sedangkan pada tahun 2008 status konservasi lutung jawa adalah Vulnerable.

Penyebaran lutung jawa di Indonesia meliputi Pulau Jawa, Bali, Lombok, Bangka, Belitung, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur dan Selatan, Sumatera Selatan (Supriatna dan Wahyono, 2000). Salah satunya berada di Cagar Alam Leuweung Sancang, Garut, Jawa Barat.

nelayan yang memungkinkan banyaknya kehadiran manusia sehingga berpengaruh terhadap kehidupan lutung jawa. Oleh sebab itu, perlu diadakan penelitian mengenai distribusi dan populasi lutung jawa di blok Cikabodas, Cetut dan Cikolemberan untuk mengetahui jumlah populasi dan jumlah kelompok serta titik persebarannya, sehingga dapat menambah informasi untuk membantu menjaga populasinya agar tidak terus mengalami penurunan di masa mendatang.

2. Metode

Gambar 1. Daerah Pengamatan di Kawasan Cagar Alam Sancang

(2)

lutung di wilayah Cagar Alam Leuweung Sancang.

Cikabodas merupakan suatu daerah dengan vegetasi hutan pantai, dan hutan dataran rendah. Cikabodas terletak dibagian tenggara Cagar Alam Leweung Sancang berbatasan dengan sungai Cipangikisan. Pada lokasi ini ditemukan salah satu pohon yang menjadi ciri khas daerah Cagar Alam Leuweung Sancang, yaitu pohon kaboa (Aegiceras sp.). Flora yang dapat ditemukan di Cikabodas, antara lain beberapa jenis kiara (Ficus sumatrana), ketapang (Terminalia catappa), dahu (Dracontomelon dao), nyamplung (Callophyllum inophyllum), dan lain-lain. Beberapa fauna yang ditemukan di Blok Cikabodas, antara lain Owa Jawa

(Hylobates moloch), Lutung jawa

(Trachypithecus auratus), Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Elang laut perut putih (Haliaetus leucogaster), dan tupai terbang (Glaucomys volans).

Cetut merupakan suatu daerah dengan vegetasi hutan pantai. Daerah ini terletak di bagian tenggara Cagar Alam Leweung Sancang berada diantara Cikabodas dan Cikolmberan. Daerah ini memiliki kanopi yang sangat rapat dan tidak terdapat jalan setapak sehingga cukup sulit untuk melakukan pengamatan. Flora yang dapat ditemukan di Cetut antara lain beberapa jenis ketapang (Terminalia catappa), dahu (Dracontomelon dao) dan lain-lain. Beberapa fauna yang ditemukan di Cetut antara lain Owa Jawa (Hylobates moloch), Lutung jawa (Trachypithecus auratus), Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Babi Hutan (Sus scrofa).

Cikolomberan merupakan suatu daerah dengan vegetasi hutan pantai, hutan dataran rendah, dan hutan mangrove. Daerah ini berada di bagian tenggara Cagar Alam Leuweung Sancang berbatasan dengan sungai Cipalawah. Daerah ini merupakan tempat peristirahatan nelayan dan hampir sebagian besar hutan di daerah ini adalah hutan mangrove. Beberapa contohnya antara lain Kaboa (Aegiceras corniculatum), Kaboa (Aegiceras floridum), Kijingkang (Rhizophora mucronata), Pedada (Sonneratia alba), Tancang (Bruguiera gymnorrhiza), Bogem (Xylocarpus granatum). Beberapa fauna yang dapat ditemukan di daerah ini antara lain Owa Jawa (Hylobates moloch), Lutung jawa (Trachypithecus auratus), Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Babi Hutan (Sus scrofa).

2.1 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey (sigi) (Parikesit et al., 2009). Metode ini dilakukan dengan cara berjalan menelusuri jalan setapak. Sebelum dilakukan pengamatan di lapangan, dilakukan studi pendahuluan terlebih dahulu dengan cara survei peninjauan lokasi. Data yang diambil dalam penelitian ini meliputi data populasi dan data distribusi.

2.1.1 Populasi

Pengambilan data populasi lutung jawa dilakukan selama empat hari. Pengamatan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pagi dan sore. Pengamatan pagi dilakukan pukul 06.00 WIB hingga pukul 11.00 WIB, sedangkan pengamatan sore dilakukan pukul 14.00 WIB hingga 17.00 WIB. Pengambilan data populasi lutung jawa meliputi jumlah individu, jumlah kelompok, dan komposisi kelompok berdasarkan umur. Selain itu, diambil pula data lingkungan meliputi waktu pengamatan, lokasi perjumpaan, cuaca, dan tipe habitat.

2.1.2 Distribusi

Pemetaan distribusi dilakukan untuk mengetahui persebaran kelompok lutung jawa dalam suatu wilayah dan dilakukan bersama dengan pengambilan data populasi. Pemetaan ini dilakukan dengan cara memetakan setiap titik perjumpaan pada GPS kemudian dicatat lokasi dan koordinatnya.

2.2 Metode Analisis Data 2.2.1 Analisis Data Populasi

Pengumpulan data populasi dilakukan melalui observasi langsung di lapangan yaitu dengan melakukan sensus atau total count dimana data perhitungan diambil dari jumlah individu yang paling banyak.

2.2.2 Analisis Data Distribusi

Data dari hasil analisis populasi tersebut dibuat pola penyebaran populasi dalam peta. Titik koordinat ditemukannya lutung diplotkan dalam peta sehingga dapat ditentukan distribusi kelompok lutung. Distribusi kelompok lutung ini di dukung dengan beberapa data seperti data lingkungan.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Distribusi

Pemetaan distribusi lutung yang berada di Cikabodas, Cetut dan Cikolomberan Cagar Alam Leuweung Sancang, Garut Jawa Barat dilakukan dengan menggunakan peta Google Earth dan didapatkan hasil sebagai berikut.

(3)

Gambar 2. Peta Distribusi Kelompok Lutung jawa di Blok Cikabodas, Cetut dan Cikolomberan Cagar Alam Leuweung Sancang

Peta diatas adalah hasil pemetaan distribusi lutung jawa di tiga daerah yaitu Cikabodas, Cetut, dan Cikolomberan. Lokasi tersebut ditandai dengan GPS dan diberi kode pada setiap kelompok yang berbeda. Tipe vegetasi tempat ditemukan lutung merupakan hutan pantai dan juga hutan daratan rendah.

Jumlah kelompok yang ditemukan di tiga daerah ini sebanyak 11 kelompok. Masing-masing daerah memilki jumlah kelompok yang berbeda, pada daerah Cikabodas ditemukan 4 kelompok, daerah Cetut ditemukan 2 kelompok, dan pada daerah Cikolomberan ditemukan 5 kelompok (Tabel 1).

Tabel 1. Penyebaran Lutung jawa di Blok Cikabodas, Cetut, dan Cikolomberan

No Kelompok Blok Lokasi Koordinat

1 1 Cikabodas Hutan Dataran Rendah (Dekat Cipangikisan)

7°43'15.13"S 107°50'6.54"T

2 2 Cikabodas Hutan Dataran Rendah

7°43'24.04"S 107°50'7.46"T

3 3 Cikabodas Hutan Dataran Rendah

7°43'31.67"S 107°50'11.43"T

4 4 Cikabodas Hutan Pantai 7°43'35.62"S 107°50'9.98"T

5 5 Cetut Hutan Pantai 7°43'41.94"S 107°50'12.84"T

6 6 Cetut Hutan Pantai 7°43'51.54"S 107°50'23.61"T

7 7 Cikolomberan Hutan Dataran Rendah (Belakang

camp)

7°44'7.29"S 107°50'37.78"T

8 8 Cikolomberan Hutan dekat Mangrove

7°44'8.21"S 107°50'44.44"T

9 9 Cikolomberan Hutan dekat Mangrove

7°44'3.32"S 107°50'55.83"T

10 10 Cikolomberan Hutan Pantai 7°43'59.90"S 107°51'.17"T

11 11 Cikolomberan Hutan Dataran Rendah

7°43'57.70"S 107°51'8.98"T Sumber : Data Primer (2016)

(4)

Tabel diatas menunujukan bahwa lutung jawa di Cagar Alam Leuweung Sancang, menempati daerah hutan pantai, hutan dataran rendah dan hutan mangrove. Hal ini sesuai dengan pendapat Ferbriyanti (2008) yang menyatakan bahwa habitat lutung jawa meliputi hutan primer, hutan sekunder, hutan pantai, hutan mangrove maupun hutan hujan tropis.

Pada daerah Cikabodas dan Cikolomberan ditemukan jumlah kelompok yang lebih banyak daripada daerah Cetut. Hal ini terjadi karena ketersedian pakan di kedua blok tersebut lebih banyak daripada daerah Cetut. Menurut Jolly (1985) dalam Husodo dan Megantara (2002) menyatakan bahwa distribusi primata pada suatu daerah sangat dipengaruhi oleh ketersidaan pakan, kondisi topografi, iklim lingkungan, dan tingkat gangguan. Oleh karena itu, daerah Cikabodas dan Cikolomberan lebih menunjang kehidupan lutung jawa daripada daerah Cetut.

Pada daerah Cikabodas ditemukan empat kelompok lutung jawa, yaitu kelompok 1, 2, 3, dan 4. Kelompok ini berdekatan dengan kelompok monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), bahkan terlihat makan dan beristirahat di pohon yang sama. Namun, baik kelompok lutung jawa maupun monyet ekor panjang tidak berbaur ataupun berkelahi. Hal ini dapat diakibatkan oleh penggunaan ruang yang berbeda sehingga tidak saling mengganggu satu sama lain. Ungar (1995) menyatakan bahwa pada monyet ekor panjang, gibbon kepala putih, orang utan dan lutung Thomas yang berkohabitasi, pemisahan relung terjadi karena preferensi jenis pakan dan posisi ketinggian aktivitas makan. Kelompok ini beraktivitas di dalam hutan pantai dengan kanopi yang rapat. Vegetasi di lokasi ini didominasi oleh pepohonan yang tingginya sekitar 10-15 meter seperti pohon ketapang (Terminalia catappa), dahu (Dracontomelon dao) dan nyamplung (Callophyllum inophyllum) sehingga cocok sebagai habitat lutung mengingat lutung yang arboreal.

Kelompok 2 terletak sekitar 200 meter dari lokasi kelompok 1. Kedua kelompok ini dapat dikatakan sebagai dua kelompok yang berbeda karena melakukan pergerakan yang saling berlawanan arah. Aktivitas kelompok ini mudah teramati namun sangat sensitif terhadap manusia. Kelompok ini teramati beraktivitas di pohon ketapang (Terminalia catappa), kiara (Ficus sp.), nyamplung (Callophyllum inophyllum) dengan pergerakan menuju ke arah pantai di sore hari. Kanopi di lokasi pergerakan kelompok lutung ini rapat. Pada saat pengamatan berlangsung ditemukan hewan lain di sekitar lutung jawa adalah tupai terbang (Glaucomys volans). Kelompok 3 ditemukan di dekat tempat singgah nelayan dan sungai Cikabodas. Sekitar

100 m dari tempat singgah nelayan dapat terlihat adanya aktivitas lutung yang sering teramati di pohon ketapang (Terminalia catappa) pada sore hari. Aktivitas yang dilakukan meliputi makan dan istirahat. Kanopi di lokasi ini cukup rapat. Kelompok ini mudah teramati dan kurang sensitif terhadap manusia. Padahal menurut Nursal (2001) umumnya lutung jawa mempunyai sifat agonistik atau mewaspadai terhadap predator, pesaing, pengganggu dan sejenisnya termasuk kepada manusia. Sensitivitas lutung berkurang karena pada daerah tersebut merupakan tempat yang sering dilalui manusia untuk melaut dan banyak dilewati oleh kendaraan bermotor sehingga lutung sudah terbiasa dengan kehadiran manusia dan merasa tidak terganggu. Pada waktu yang berbeda kelompok ini terlihat sedang beraktivitas di dekat sungai Cikabodas

Selanjutnya kelompok terakhir yang berada di blok Cikabodas yaitu kelompok 4. Kelompok ini berjarak sekitar 200 meter dari kelompok 4 dan teramati beraktivitas di dekat pantai. Sama halnya dengan kelompok lainnya, vegetasi di lokasi ini pun didominasi oleh pohon Ketapang (Terminalia catappa) yang tingginya dapat mencapai 10 meter. Kanopi pepohonan di lokasi ini cukup rapat.

Pada daerah Cetut ditemukan 2 kelompok lutung jawa. Dua kelompok lutung yang ditemukan ini yaitu kelompok 5 dan kelompok 6. Pada daerah Cetut, hutan ditumbuhi dengan vegetasi yang di dominasi dengan beberapa pohon antara lain pohon ketapang (Terminallia cattapa), pohon Dahu (Dracontomelon dao), dan pohon Kiara (Ficus sp.) yang umumnya menjadi tempat beristirahat dan makan kelompok lutung di Cagar Alam Leuweung Sancang ini. Dua kelompok lutung ini hanya di temukan 2 kali dari total pengamatan yang dilakukan. Kanopi yang terdapat pada blok Cetut ini sangat rapat dan tidak terdapat jalan setapak untuk menyusuri ke dalam hutan sehingga cukup sulit untuk melakukan pengamatan di daerah ini.

Kedua kelompok lutung jawa ini lebih sensitif terhadap manusia daripada kelompok lain, karena saat jarak antara pengamat dengan lutung sekitar 20-30 meter dari pantai, dengan cepat lutung tersebut pergi memasuki hutan. Hal ini disebabkan karena lutung yang berada di daerah ini sangat jarang bertemu dengan manusia. Arah pergerakan lutung jawa yang ditemukan pun berbeda, sehingga pengamat meyakini bahwa terdapat dua kelompok pada blok Cetut yaitu kelompok 5 dan kelompok 6.

Pada daerah Cikolomberan ditemukan sebanyak 5 kelompok yaitu kelompok 7 sampai dengan kelompok 11. Lokasi ditemukannya lutung jawa tersebar dari hutan pantai hingga

(5)

hutan mangrove. Jenis vegetasi lutung jawa tidak berbeda dengan kelompok lutung dari daerah lainnya, seperti pohon ketapang (Terminalia catappa), dahu (Dracontomelon sp.) dan kiara (Ficus sp.). Kelompok primata lainnya yang ditemukan adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang ditemukan tidak jauh dengan kelompok lutung jawa.

Kelompok 7 ditemukan di belakang camping ground yang berdekatan dengan tempat singgah nelayan. Jarak kanopi cukup rapat. Vegetasi yang ditemukan adalah pohon ketapang (Terminalia catappa) dan waru laut (Thespesia populnea). Tipe habitat berupa hutan pantai yang memiliki ciri tanah yang bercampur pasir pantai dan dasar hutan datar.

Kelompok 8 ditemukan sekitar 100 meter dari titik kelompok 7. Lokasi kelompok 8 ditemukan pada perbatasan dengan hutan mangrove. Tipe habitat adalah hutan pantai dengan ciri tanah yang bercampur pasir pantai. Jenis vegetasi yang ditemukan tidak berbeda jauh yaitu ketapang (Terminalia catappa) dan dahu (Dracontomelon sp.), dengan jarak kanopi yang cukup rapat. Kelompok ini mudah terlihat karena dapat diamati dari jalan setapak yang dilewati.

Kelompok 9 ditemukan sekitar 400 meter dari titik kelompok 8. Lokasi kelompok 9 ditemukan berbatasan dengan hutan mangrove. Namun, habitat kelompok ini adalah hutan dataran rendah. Hal ini ditandai dengan tanah yang sudah tidak bercampur dengan pasir pantai

dan cenderung 1 tipe. Jenis vegetasi yang ditemukan adalah pohon dahu (Dracontomelon sp.) dan pohon kiara (Ficus sp.) dengan jarak kanopi yang tidak terlalu rapat. Pada titik ini ditemukan daun-daun muda yang berada di tanah yang merupakan daun dari pohon yang menjadi tempat peristirahatan lutung tersebut, terlihat bekas gigitan pada daun.

Kelompok 10 ditemukan 200 meter dari titik kelompok 9. Lokasi ditemukan kelompok tersebut jauh lebih ke dalam hutan, dan merupakan tipe habitat hutan dataran rendah. Jenis vegetasi yang ditemukan adalah pohon dahu (Dracontomelon sp.) dan pohon kiara (Ficus sp.). Pada tempat ini juga ditemukan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang tidak jauh dari tempat ditemukannya lutung.

Kelompok 11 ditemukan sekitar 200 meter dari titik kelompok 10. Lokasi ditemukan kelompok tersebut terdapat di dalam hutan, dengan jarak kanopi yang cukup rapat, tipe habitat adalah hutan dataran rendah.

3.2 Populasi

Populasi lutung jawa di Cagar Alam Leuweung Sancang sebanyak 76 individu dengan komposisi 30 adult, 28 subadult, 16 juvenile dan 2

infant yang terbagi ke dalam 11 kelompok dengan jumlah kelompok di daerah Cetut sebanyak 2 kelompok, Cikabodas 4 kelompok, dan Cikolomberan 5 kelompok (Tabel 2).

Tabel 2. Komposisi Kelompok Lutung jawa berdasarkan Kelas Umur

No Koordinat Kelompok I J SA A Jumlah Blok Lokasi

1 7°43'15.13"S 107°50'6.54"T

1 - 1 2 2 5 Cikabodas Hutan Dataran Rendah

2 7°43'24.04"S 107°50'7.46"T

2 - 2 5 3 10 Cikabodas Hutan Dataran Rendah 3 7°43'31.67"S 107°50'11.43"T 3 - 2 2 2 6 Cikabodas Hutan Belakang Warung 4 7°43'35.62"S 107°50'9.98"T

4 1 2 3 2 8 Cikabodas Hutan Pantai

5 7°43'41.94"S 107°50'12.84"T

5 - 2 2 2 6 Cetut Hutan Pantai

6 7°43'51.54"S 107°50'23.61"T

6 - 1 2 2 5 Cetut Hutan Pantai

7 7°44'7.29"S 107°50'37.78"T 7 - 1 1 3 5 Cikolomberan Hutan Belakang camp 8 7°44'8.21"S 107°50'44.44"T

8 - 1 5 4 10 Cikolomberan Hutan dekat Mangrove

9 7°44'3.32"S 107°50'55.83"T

9 1 1 1 4 7 Cikolomberan Hutan dekat Mangrove

10 7°43'59.90"S 107°51'.17"T

10 - 1 3 4 8 Cikolomberan Hutan Pantai

(6)

Keterangan (-) : Tidak ditemukan I : Infant J : Juvenile SA : Subadult A : Adult

Penentuan jumlah kelompok lutung jawa ditentukan berdasarkan luas daerah dan arah pergerakan dari kelompok lutung jawa. Menurut Supriatna dan Wahyono (2000), daerah jelajah mereka mencapai 15 – 23 Ha. Pada saat pengamatan di lapangan, jarak antar kelompok lutung jawa berkisar antara 200-400 meter. Meskipun jarak antar kelompok berdekatan, arah pergerakan dari masing-masing kelompok berbeda-beda. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kelompok yang ditemukan berbeda.

Berdasarkan hasil pengamatan, populasi kelompok 1 relatif kecil dibading dengan jumlah kelompok di daerah lain di Indonesia. Secara umum koloni lutung jawa terdiri dari 6-23 individu dengan satu jantan pemimpin, beberapa betina dewasa, anak dan bayi (Medway, 1970 dalam Sulistyadi, dkk, 2013). Hasil studi Sulistyadi, dkk (2013) di Taman Wisata Alam Gunung Pancar (TWAGP) Bogor menyebutkan bahwa populasi lutung jawa yang berhasil tercatat adalah sebanyak 20 individu yang terbagi dalam dua kelompok masing-masing beranggotakan sembilan individu (kelompok 1) dan 11 individu (kelompok 2). Penelitian lain Megantara (2004) di TWA Pangandaran menunjukkan kepadatan lutung jawa berkisar antara 18-26 kel/km2. Rendahnya populasi pada kelompok ini dapat terjadi karena beberapa faktor. Faktor yang paling mempengaruhi jumlah populasi di kelompok ini adalah banyaknya aktivitas manusia. Hal tersebut karena daerah ini merupakan tempat nelayan berlalu lalang untuk pergi melaut. Basalamah et al. (2010) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah populasi antara lain kondisi habitat, ketersediaan pakan, keberadaan predator dan aktivitas manusia. Salah satu faktor yang mempengaruhi sedikitnya jumlah populasi pada kelompok ini adalah banyaknya nelayan yang berlalu lalang menggunakan sepeda motor sehingga menyebabkan terjadinya kebisingan. Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaan satwa primata sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia.

Pada kelompok 2, lutung jawa yang ditemukan lebih banyak beraktivitas di pohon kiara, ketapang, dan waru. Aktivitas yang banyak dijumpai adalah feeding dan moving. Selain lutung, pada kawasan ini ditemukan pula beberapa ekor monyet ekor panjang. Hal tersebut memungkinkan terjadinya persaingan yang intensif untuk mendapatkan pakan. Seleksi alami mendorong terjadinya perbedaan kesesuaian ekologis spesies dalam komunitas dan pada

akhirnya terjadi pemisahan relung (Pianka, 1988).

Pada kelompok 3, di temukan lutung dengan jumlah populasi yang sedikit yakni sebanyak 6 individu. Husodo dan Megantara (2002) menyebutkan bahwa populasi lutung dalam kelompok terbesar antara 20 hingga 21 ekor, sedangkan populasi lutung terkecil dalam kelompok antara 5 hingga 6 ekor. Pada kawasan ini dipenuhi oleh pohon Kiara (Ficus sp.). Ark (1993) dalam Sulistyadi dkk 2013) mengungkapkan bahwa keberadaan berbagai spesies tumbuhan berhubungan dengan ketersediaan pakan serta terkait dengan pola aktivitas dan home range primata. Adanya keragaman struktur fisik tumbuhan dan keragaman jenisnya baik secara terpisah atau bersama-sama akan menyediakan berbagai relung yang potensial dalam sebaran satwa. Pada kelompok primata, kuantitas dan kualitas tumbuhan penyusun habitat menjadi komponen yang sangat penting. Dengan demikian kerusakan habitat menjadi ancaman yang sangat serius bagi kelestarian satwa primata termasuk lutung Jawa.

Pada kelompok 4, populasi lutung Jawa yang ditemukan di Cikabodas berada di sekitar hutan pantai. Pada kelompok 5, populasi lutung Jawa yang ditemukan di blok Cetut berada di sekitar hutan pantai. Jumlah kelompok ini hanya teramati dua hari saja yaitu pada hari ketiga dan keempat dari total pengamatan selama 4 hari. Hal ini karena lutung jawa mempunyai kebiasaan untuk makan dan beristirahat di tempat yang berbeda. Hal ini didukung oleh Bismark (1988) bahwa kelompok primata akan sering berjalan atau berpindah jauh pada home range yang luas untuk mencari pakan.

Pada kelompok 6, populasi lutung Jawa yang ditemukan di Cetut berada di sekitar hutan pantai. Hal ini terjadi karena pada daerah ini terdapat satwa lain yang mungkin mengganggu keberadaan lutung jawa. Satwa lain yang ditemukan di daerah ini adalah burung elang dan babi hutan. Menurut Nursal (2001) lutung Jawa mempunyai sifat agonistik atau mewaspadai terhadap predator, pesaing, pengganggu dan sejenisnya.

Pada kelompok 7, populasi lutung Jawa ditemukan di Cikolomberan. Lokasi pengamatan pada Cikolomberan dimulai dari hutan di dekat camping ground. Lutung banyak ditemukan di dalam hutan sekitar kurang lebih 120 meter dari bagian luar hutan. Hal ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh keberadaan manusia, mengingat lokasi pengamatan ini berada dekat dengan tempat peristirahatan nelayan. Selain itu,

(7)

sikap sensitif lutung terhadap keberadaan manusia juga terlihat dari gerakan refleks menjauh ketika melakukan pengamatan. Menurut Tobing (2002), terpengaruhnya perilaku primata secara awal dapat dideteksi dari perilaku kewaspadaan berupa respon terhadap kehadiran manusa. Pengaruh keadaan lingkungan terhadap perilaku kewaspadaan terjadi karena adanya gangguan langsung terhadap primata, seperti perburuan dan atau pembisingan yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia.

Pada kelompok 8, populasi lutung Jawa ditemukan di Cikolomberan tepatnya di hutan dekat mangrove berjumlah berjumlah 10 individu. Lutung tersebut ditemukan di pohon ketapang, dahu dan kiara dodot. Pohon-pohon tersebut lebih banyak digunakan untuk aktivitas makan dan sebagai tempat beristirahat. Berbeda dengan spot sebelumnya, spot pengamatan ini letaknya tidak terlalu dekat dengan perumahan warga sehingga jumlah individu pada kelompok ini pun lebih banyak. Jumlah individu pada kelompok ini terbilang normal, sesuai dengan pendapat Supriyatna dan Wahyono (2000), bahwa lutung Jawa membentuk kelompok mulai dari 6 - 23 ekor. Dalam setiap kelompok hanya ada satu jantan dewasa sebagai pimpinan, dan beberapa betina dewasa sebagai pasangan serta anak-anak yang masih dalam asuhan induknya.

Pada kelompok 9, populasi lutung Jawa ditemukan di hutan dekat mangrove pada blok Cikolomberan. Saat pengamatan pada kelompok ini aktivitas kelompok yang sedang berlangsung ialah moving ke daerah dalam hutan dataran rendah, hal ini dikarenakan menyadari adanya keberadaan manusia sehingga pergi menjauhi pengamat.

Pada kelompok 10, populasi lutung Jawa ditemukan di Cikolomberan. Kelompok ini ditemukan pada daerah hutan pantai dan kelompok yang terbilang normal, dari 4 adult salah satu betina mengalami kebuntingan yang akan mempengaruhi populasi di kelompoknya, menurut Medway (1970), lutung Jawa memberikan kelahiran tunggal pada keturunannya. Jenis ini tidak ditemukan mempunyai musim lahir dengan kelahiran terjadi pada keseluruhan tahun.

Pada kelompok 11, populasi lutung Jawa ditemukan di Cikolomberan berjumlah 6 kelompok lainnya karena sensifitas mereka terhadap kehadiran pengamat diperkuat diperkuat saat pengamatan kelompok ini bergerak ke arah 0° utara karena kondisi hutan lebih rapat.

4. Kesimpulan

Dari hasil penelitian distribusi dan populasi lutung jawa di Cetut, Cikabodas dan Cikolomberan Cagar Alam Leuweung Sancang yang dilakukan selama empat hari dapat disimpulkan bahwa:

1. Jumlah kelompok lutung jawa yang teramati sebanyak 11 kelompokdengan jumlah total individu sebanyak 76 individu dengankomposisi 2infant, 16juvenile, 28 subadult, dan 30 adultdengan jumlah individu terbanyak adalah kelompok 2 dan kelompok 8 pada sebanyak 10 individu dan jumlah individu terkecil adalah kelompok 1, kelompok 6, dan kelompok 7 sebanyak 5 individu.

2. Persebaran kelompok lutung jawa di Cagar Alam Leuweung Sancang tersebar ke dalam tiga blok yaitu blok Cetut sebanyak 2 kelompok, blok Cikabodas sebanyak 4 kelompok, dan blok Cikolomberan sebanyak 2 kelompok. Vegetasi tempat ditemukan lutung merupakan hutan pantai dan juga hutan daratan rendah.

Penulis menyarankan perlu adanya monitoring dan dilakukan penelitian lain tentang distribusi dan populasi lutung jawa berdasarkan jenis kelamin mengingat penelitian ini terbatas pada distribusi dan populasi berdasarkan tingkatan usia dan juga dapat dilakukan penelitian lain mengenai lutung jawa seperti aktivitas harian, pola makan, dan lain-lain.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada tim mammalogi, M. Rizki Pamungkas, Sya Sya Shanida, dan BKSDA Sancang yang telah berkontribusi dalam memberikan sarana prasana dan dukungan selama penelitian berlangsun

Daftar Pustaka

Basalamah, Fitriah, Achi, Zulfa, Dewi, S., Devi, A., Susilowati, Agnes, Anggraeni, dan Rahmalia Nurul. 2010. Status Populasi Satwa Primata di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Halimun Salak, Jawa Barat.

Bismark, M. 1988. Biologi dan Konservasi Primata di Indonesia. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Febriyanti, Nisa Syachera. 2008. Studi

(8)

Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan IPB Bogor.

Husodo, Teguh dan Megantara, Erri Noviar. 2002. Status Populasi Satwa Primata di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Halimun Salak, Jawa Barat. Jurnal Biotika. Vol. 1(1): 36-47. IUCN. 2014. Trachypithecus auratus - The

IUCN Red List of Threatened Species.

(online) tersedia di:

http://www.iucnredlist.org/details/22034/ 0 (Diakses pada 22 Agustus 2016). Megantara, Erri Noviar. 2004. Penyebaran dan

populasi lutung (Trachypithecus auratus sondaicus) di Cagar Alam/Taman Wisata Pangandaran. Jurnal Bionatura (6)3: 260– 271.

Nursal. 2001. Aktifitas harian lutung jawa (Trachypiihecus auratus Geoffroy 1812) di pos Selabintana Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa Barat. Skripsi. IPB.

Parikesit, Teguh Husodo dan Yayat Ruchiyat. 2009. Distribusi dan Keanekaragaman Laba-Laba (Aranea) pada Beberapa Variasi Talun di Desa Karamatmulya, Kec. Soreang Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Indonesian Scientific Resource – LIPI.

Pianka E. 1981. Competition and Niche Theory. In: R May (Ed.), Theoretical ecology:

Principles and applications. Blackwell Scientic Publications. Oxford. pp. 167. Subagyo, Agus, Evid Arfan dan Jodion Siburian.

2008. Pola aktivitas harian lutung (Presbytis cristata, Raffles 1821) di hutan sekitar kampus Pinang Masak, Universitas Jambi. Vol. 1(1).

Sulistyadi, Eko, Agus, P. K., dan Ibnu Maryanto. 2013. Pergerakan Lutung jawa Trachypithecus Auratus (E. Geoffroy 1812) Pada Fragmen Habitat Terisolasi di Taman Wisata Alam Gunung Pancar (Twagp) Bogor. Berita Biologi. Vol.12 (3):383-395.

Supriatna, J., Edy, H.Wahyono. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Susety, Budi. 2004. Penaksiran Populasi Lutung Budeng (Trachypithecus auratus) di Resort Rowobendo Taman Nasional Alas Purwo Jawa Timur. Skripsi. Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta

Tobing, Imran S. 2002. Respon PrimataTerhadap Kehadiran ManusiadiKawasan Cikaniki,Taman Nasional Gunung Halimun. Beriia Biologi. Vol. 6(1). Ungar P. 1995. Fruit preferences of four

sympatric primate species at Ketambe, northern Sumatra, Indonesia. International Journal of Primatology 16: 221

Gambar

Gambar 1. Daerah Pengamatan di Kawasan Cagar Alam  Sancang
Tabel 1. Penyebaran Lutung jawa di Blok Cikabodas, Cetut, dan Cikolomberan
Tabel 2. Komposisi Kelompok Lutung jawa berdasarkan Kelas Umur

Referensi

Dokumen terkait

STUDI POPULASI DAN PERILAKU HARIAN LUTUNG JAWA ( Trachypithecus auratus ) DI SITU SANGIANG RESORT SANGIANG TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI PROVINSI JAWA

Posisi duduk lutung saat makan yang ditemukan dalam penelitian ini diduga karena ranting pada pohon pakan tersebut mampu untuk menopang tubuh lutung dan sumber

Lutung jawa di Resort Tamanjaya menggunakan ruang BI, BII, BIII, CI, CII dan CIII dalam melakukan aktivitas makan, ruang tersebut pada umumnya berada pada ujung cabang, hal ini

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pendugaan Daya Dukung dan Model Pertumbuhan Populasi Rusa Timor di Cagar Alam/Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis Jawa Barat

Penelitian mengenai estimasi populasi dan karakteristik habitat Lutung Jawa ( Trachypithecus auratus ) perlu dilakukan, hal ini terkait dengan statusnya yang

Tingginya aktivitas istirahat yang dilakukan oleh individu 2 dikandang habituasi sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Wirdateti dkk (2009), bahwa Lutung Jawa

Pada jalur 3, aktivitas yang paling banyak ditemukan sedang dilakukan oleh lutung jawa pada pagi hari adalah makan dengan jumlah kontak sebanyak 5 kali dan berbeda dengan

Penelitian mengenai struktur dan komposisi vegetasi di Cagar Alam Sancang ini dilakukan dengan maksud untuk mengkaji dengan mengambil data keanekaan tumbuhan pada