• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAPASITAS LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU WULUNG POLOS. Flexural Capacity of Reinforced Concrete Beam s With Plain Wulung Bamboo SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAPASITAS LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU WULUNG POLOS. Flexural Capacity of Reinforced Concrete Beam s With Plain Wulung Bamboo SKRIPSI"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

KAPASITAS LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN

BAMBU WULUNG POLOS

Flexural Capacity of Reinforced Concrete Beam’s With Plain

Wulung Bamboo

SKRIPSI

Disusun sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pada Jurusan Tekn ik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh :

HANANTO NUGROHO

NIM. I 1105017

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013

(2)
(3)
(4)

commit to user

vi

ABSTRAK

Hananto Nugroho, 2013. “Kapasitas Lentur Balok Beton Bertulangan Bambu Wulung Polos”. Skripsi, Jurusan Teknik Sip il Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Baja Tulangan adalah produk hasil tambang yang keberadaannya suatu saat akan habis. Untuk mengatasi masalah tersebut, sebagai alternatif dicoba pemakaian tulangan bambu yang murah dan berkekuatan tinggi. Bambu adalah tanaman yang termasuk Gramineae, salah satu anggota sub familia rumput, pertumbuhannya sangat cepat.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan total benda uji 6 buah. Benda uji yang digunakan adalah balok beton berukuran 100 x 150 x 1700 mm. Tiga buah menggunakan tulangan baja dan tiga buah menggunakan tulangan bambu Wulung polos. Mutu beton yang direncanakan adalah fc’ = 15 MPa. Uji lentur dilakukan pada umur 28 hari dengan metode third point loading.

Ditinjau dari kapasitas lenturnya, balok beton dengan tulangan bambu Wulung polos memiliki kapasitas lentur setara dengan 72,33% dibanding pada balok dengan tulangan baja pada momen hasil pengujian dan 95,76% pada momen analisis. Pola keruntuhan pada balok beton dengan tulangan baja maupun pada balok beton dengan tulangan bambu Wulung polos terletak antara 1/3 bentang tengah. Keruntuhan yang demikian termasuk dalam keruntuhan lentur.

(5)

commit to user

vii

ABSTRACT

Hananto Nugroho, 2013. “Flexural Capacity of Reinforced Concrete Beam’s With Plain Wulung Bamboo”. Skripsi, Department of Civil Engineering, Faculty of Engineering, Sebelas Maret University of Surakarta.

Steel Reinforcement is the product of mine whose existence will someday be depleted. To overcome these problems, as an alternative effort using bamboo reinforcement that cheap and has high strength. Bamboo is a plant included Gramineae, one member of the sub-family of grasses and it is growing very fast.

This study uses an experimental method with a total of 6 samples objects. The sample used in this research is a concrete block measuring 100 x 150 x 1700 mm. The three samples using plain steel reinforcement and three others using plain bamboo Wulung. The quality of concrete is planned fc'= 15 MPa. Bending test performed at 28 days with third-point loading method.

The results of this research, reinforced twisted bamboo Wulung beams has a plain moment capacity is equivalent to 72.33% compared to the beams with steel reinforcement at the moment of the test and 95.76% at the moment of analysis. Crack pattern on a block of concrete with steel reinforcement in concrete beams and bamboo Wulung with torsion bars are located plain 1 / 3 spans the middle. Such a collapse is included in the bending collapse.

(6)

viii

Alhamdulilllah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Kapasitas Lentur Balok Beton Bertulangan Bambu Wulung Polos”, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian skripsi dan penyusunan laporannya. Kami mengucapkan terima kasih kepada:

1. Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Yang terhormat Bapak Agus Setiya Budi, ST, MT selaku Dosen Pembimbing I. 4. Yang terhormat Bapak Edy Purwanto, ST, MT selaku Dosen Pembimbing II. 5. Yang terhormat Ibu Endah Safitri, ST, MT selaku Dosen Pembimbing Akademis. 6. Tim Penguji Pendadaran pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

7. Semua staff Laboratorium Bahan dan Struktur Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

8. Rekan-rekan satu kelompok yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini.

Kami menyadari bahwa dalam laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun selalu kami harapkan. Akhir kata, semoga laporan ini bermanfaat bagi kami khususnya dan semua pihak pada umumnya.

Surakarta, Februari 2013

(7)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PESEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR NOTASI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 2 1.3. Batasan Masalah ... 2 1.4. Tujuan Penelitian ... 3 1.5. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka... 5

2.2. Landasan Teori ... 8

2.2.1. Pengertian Beton ... 8

2.2.2 Material Penyusun Beton... 10

2.2.2.1. Semen PPC ... 10

2.2.2.2. Agregat ... 11

2.2.2.3. Air ... 13

(8)

x

2.2.4. Beton Tulangan ... 22

2.2.5. Balok ... 23

2.2.5.1. Anggapan-anggapan ... 23

2.2.5.2. Pembatasan Tulangan Tarik...24

2.2.5.3. Analisis Balok ... 25

2.2.6. Standar Penelitian dan Spesifikasi Bahan Dasar ... 26

2.2.6.1 Standar Pengujian Terhadap Agregat Halus ... 26

2.2.6.2. Standar Pengujian Terhadap Agregat Kasar ... 26

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum ... 27

3.2. Benda Uji ... 27

3.3. Peralatan Penelitian ... 29

3.4. Tahap dan Prosedur Penelitian ... 36

3.5. Perancangan Campuran Beton ( Mix Design )... 36

3.6. Pengujian Bahan Dasar Beton ... 40

3.6.1. Pengujian Gradasi Agregat Halus ... 40

3.6.2. Pengujian Kadar Lumpur Agregat Halus ... 41

3.6.3. Pengujian Kadar Zat Organik Dalam Agregat Halus ... 43

3.6.4. Pengujian Spesific Grafity Agregat Halus... 44

3.6.5. Pengujian Gradasi Agregat Kasar ... 45

3.6.6. Pengujian Spesific Grafity ... 46

3.6.7. Pengujian Abrasi... 47

3.6.8. Pengujian Gradasi ... 48

3.7. Pengujian Bambu Wulung ... 49

3.7.1. Alat-alat yang digunakan ... 49

3.7.2. Pengujian Pendahuluan... 51

3.7.3. Pengujian Karakteristik Bambu ... 52

3.8. Pengujian Kuat Tekan Beton... 55

(9)

xi

BAB 4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengujian Material ... 65

4.1.1 Hasil Pengujian Agregat Halus ... 65

4.1.2. Hasil Pengujian Agregat Kasar ... 68

4.2. Hasil Pengujian Kuat Tarik Baja Tulangan Dan Bambu Wulung Polos ... 71

4.3. Rencana Campuran Adukan Beton ... 73

4.4. Hasil Pengujian Slump... 74

4.5. Hasil Pengujian Kuat Desak Beton ... 74

4.6. Hasil Pengujian Kuat Lentur Dan Analisis Data... 75

4.6.1. Perhitungan Kapasitas Lentur Hasil Pengujian ... 72

4.6.2. Analisis Tampang Kuat Lentur Balok Beton Bertulang ... 82

4.7. Pembahasan ... 86

4.7.1. Kuat Tarik Tulangan ... 86

4.7.2 Kuat Lentur Balok Beton Bertulang ... 87

4.8. Pola Retak Balok Beton Beton Bertulang ... 88

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 91

5.2. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93

(10)

xii

% = Persentase

= Phi (3,14285)

ASTM = American Society for Testing and Material

A = Luas permukaan benda uji tertekan

cm = Centimeter

fc’ = Kuat tekan beton

fy = Tegangan leleh baja

gr = Gram

kN = Kilo Newton

kg = Kilogram

lt = Liter

mm = Milimeter

MPa = Mega Pascal

P = Beban tekan

(11)

xiii

Tabel 2.1. Susunan Unsur Semen Portland ... 10

Tabel 2.2. Jenis-jenis Unsur Semen Portland ……….. 11

Tabel 2.3. Persyaratan Gradasi Agregat Halus……….. ... 12

Tabel 2.4. Berat jenis dari 6 jenis bambu (gr/cm2) ... 14

Tabel 2.5. Kuat tarik bambu kering oven ... ……….. 16

Tabel 2.6. Nilai Kuat Batas Dan Tegangan Ijin Bambu ( Morisco, 1999 ) ... 20

Tabel 2.7. Nilai Kuat Acuan (MPa) Berdasarkan Atas Pemilahan Secara Mekanis Pada Kadar Air 15% (Berdasarkan PKKI NI – 5 2002) ... 21

Tabel 3.1. Jumlah Benda Uji Untuk Uji Kuat Lentur ... 28

Tabel 3.2. Perkiraan Kuat Tekan Beton (Mpa) dengan Faktor Air Semen 0,50 ………...……….….. 37

Tabel 3.3. Persyaratan Faktor Air-Semen Maksimum Untuk Berbagai Pembetonan dan Lingkungan Khusus………. 38

Tabel 3.4. Perkiraan Kebutuhan Air Per Meter Kubik Beton (liter) ... . 38

Tabel 3.5. Kebutuhan semen Minimum Berbagai Pembetonan dan Lingkungan Khusus ………... . 39

Tabel 3.6. Daerah Gradasi Agregat Halus…………. ... . 39

Tabel 3.7. Pengaruh Zat Organik Terhadap Persentase Penurunan Kekuatan Beton ... . 43

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Kandungan Lumpur Pasir Seberat 100 Gram ... 65

Tabel 4.2. Tabel Perubahan Warna ... ... 66

Tabel 4.3. Hasil Pengujian Spesific Gravity Agregat Halus ... 66

Tabel 4.4. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Halus Serta Persyaratan Batas dari ASTM C 33... 67

Tabel 4.5. Hasil Pengujian Spesific Grafity agregat Kasar... . 69

Tabel 4.6. Hasil Pengujian abrasi Agregat Kasar ... . 69

Tabel 4.7. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Kasar ... . 70

Tabel 4.8. Hasil pengujian Kuat Tarik Baja ( Pmaks )... . 72

(12)

xiv

Bertulang... . 73

Tabel 4.12. Hasil Pengujian Kuat desak Beton Normal Umur 28 Hari ... . 75 Tabel 4.13. Hasil Pengujian Kuat Lentur Balok Beton Bertulangan

Baja ... . 75

Tabel 4.14. Hasil Pengujian Kuat Lentur Balok Beton Bertulangan

Bambu Wulung Polos…………. ... . 75

Tabel 4.15. Beban Dan Lendutan Pada Saat Retak Pertama.. ... . 76 Tabel 4.16. Beban Dan Lendutan Pada Pembebanan Maksimum ... . 76 Tabel 4.17. Hasil Perhitungan Kapasitas Lentur Balok Bertulangan

Baja ... . 80

Tabel 4.18. Hasil Perhitungan Kapasitas Lentur Dengan Tulangan Bambu

Wulung………. ... 81

Tabel 4.19. Hasil Perhitungan Kekakuan Benda Uji ... 81 Tabel 4.20. Perbandingan Momen Pada Balok Hasil Analisis Dan

(13)

xv

Gambar 2.1. Bambu Wulung (Gigantochloa Antroviolacea) ... 6

Gambar 2.2. Diagram Tegangan-Regangan Bambu dan baja (Morisco, 1999) ... 8

Gambar 2.3. Batang Bambu Menerima Gaya Tarik ... 15

Gambar 2.4. Batang Bambu Menerima Gaya Tekan Tegak Lurus Serat ... 17

Gambar 2.5. Batang Bambu Menerima Gaya Geser ... 17

Gambar 2.6. Batang Bambu Menerima Beban Lentur.. ... 18

Gambar 2.7. Diagram Tegangan-Regangan Kuat Tekan Beton (Dipohusodo, 1999) ... 22

Gambar 2.8. Distribusi Tegangan dan Regangan Pada Penampang Beton ... 24

Gambar 2.9. Distribusi Tegangan dan Regangan Pada Penampang Beton ... 25

Gambar 3.1. Tulangan Bambu Wulung Polos ... 28

Gambar 3.2. Benda Uji Balok Beton ... 28

Gambar 3.3. Penulangan dan Pembebanan Balok... 28

Gambar 3.4.. Neraca Murayama Siesakusho Ltd Japan ... 29

Gambar 3.5. Timbangan Bascule……… ... 29

Gambar 3.6. Ember, Gelas Ukur Kapasitas 250 ml ... 30

Gambar 3.7. Ayakan Untuk Sieve Analysis ... 30

Gambar 3.8. Oven ... 31

Gambar 3.9. Mesin Los Angeles ... 31

Gambar 3.10. Kerucut Abrams ... 32

Gambar 3.11. Cetakan silinder ... 32

Gambar 3.12. Universal Testing Machine (UTM) ... 33

Gambar 3.13. Compression Testing Machine (CTM) ... 33

Gambar 3.14. Setting Up Alat Pengujian Balok ... 34

Gambar 2.15. Dial Gauge ... 34

Gambar 3.16. Bagan Alir Tahap-tahap Penelitian ... 35

Gambar 3.17. Benda Uji Pendahuluan Kuat Tarik Bambu Sejajar Serat ... 52

Gambar 3.18. Benda Uji Pendahuluan Kuat Tekan Tegak Lurus Serat ... 53

(14)

xvi

Gambar 3.22. Pembebanan Benda Uji Pada Pengujian Kuat Tekan... 55

Gambar 3.23. Alat Uji Kuat Tekan ( Compression Testing Machine ) ... 55

Gambar 3.24. Bambu Wulung Dan Pemotongan Bambu ... 56

Gambar 3.25. Pembuatan Tulangan Bambu ... 57

Gambar 3.26. Perangkaian Tulangan ... 57

Gambar 3.27. Memasukan Tulangan Kedalam Begisting ... 57

Gambar 3.28. Pengadukan Beton Dengan Mollen ... 58

Gambar 3.29. Pengujian Nilai Slump ... 58

Gambar 3.30. Pengecoran Balok ... 59

Gambar 3.31. Perawatan Benda Uji Balok Bertulang... 60

Gambar 3.32. Memasang Balok Pada Perletakan ... 60

Gambar 3.33. Penggambaran Garis Kotak-kotak Untuk Mengetahui Pola Retak Beton ... 61

Gambar 3.34. Pembagi Beban ... 61

Gambar 3.35. Pemasangan Load cell ... 61

Gambar 3.36. Pemasangan Dial Gauge di Bagian Bawah balok Uji... 62

Gambar 3.37. Pemasangan Kabel Power Supply Tranducer ke Trafo ... 62

Gambar 3.38. Tranducer ... 62

Gambar 3.39. Hidraulic Pump ... 63

Gambar 3.40. Pengujian Kuat Lentur ... 63

Gambar 3.29. Kondisi Retakan Pertama ... 64

Gambar 3.30. Kondisi Balok Beton Sudah Runtuh ... 64

Gambar 4.1. Grafik Gradasi Agregat Halus ... 68

Gambar 4.2. Grafik Gradasi Agregat Kasar ... 71

Gambar 4.3. Grafik Perbandingan Hubungan Beban dan Lendutan Antara Balok Bertulangan Baja dan Bambu Wulung pada Dial Gauge 1 ... 77

Gambar 4.4. Grafik Perbandingan Hubungan Beban dan Lendutan Antara Balok Bertulangan Baja dan Bambu Wulung pada Dial Gauge 2 ... 77

(15)

xvii

Dial Gauge 3 ... 78

Gambar 4.7. Rencana Pengujian Balok Uji dan Diagram Gayanya Reaksi

Tumpuan ... 78

Gambar 4.8. Pola Retak Balok Beton Normal ... 88 Gambar 4.6. Pola Retak Balok Beton Bertulangan Bambu Wulung Polos... 89

(16)

xviii

Lampiran A. Pengujian Pendahuluan Bambu Lampiran B. Penrencanaan Adukan Beton (Mix Design) Lampiran C. Pemeriksaan Agregat Halus

Lampiran D. Pemeriksaan Agregat Kasar Lampiran E. Data Pengujian Lendutan Kuat Lentur Lampiran F. Administrasi

(17)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penggunaan baja sebagai tulangan beton ternyata masih menimbulkan beberapa kendala, m isalnya harga yang cukup mahal, sehingga biaya pembuatan beton bertulang menjadi besar. Selain itu, ketersediaan bahan dasar pembuatan baja (bijih besi) juga semakin terbatas dan tidak mungkin diupayakan peningkatan produksinya karena termasuk sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Para ahli struktur telah meneliti kemungkinan penggunaan bahan lain, seperti yang dilakukan oleh Morisco (1996) yaitu dengan memanfaatkan bambu sebagai tulangan beton.

Bambu tergolong hasil hutan non kayu yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Bambu dikatakan sebagai tanaman serba guna yang dapat digunakan sebagai alternatif pengganti kayu. Bambu yang digunakan diharapkan dapat mengurangi penggunaan kayu yang akhirnya dapat mengurangi penebangan hutan. Bambu merupakan tanaman berumpun dan dimasukan dalam family Gramineae (Krisdianto et al. 2000).

Semakin mahalnya harga tulangan baja ini sangat memberatkan bagi masyarakat terutama masyarakat golongan ekonomi lemah dan masyarakat pedesaan dalam memenuhi kebutuhan primer mereka yang berupa bangunan perumahan sederhana layak huni. Oleh sebab itulah perlu diupayakan mencari alternatif baru pengganti tulangan baja pada beton

Bambu dipilih sebagai tu langan beton alternatif karena selain harganya lebih murah, bambu juga mempunyai kuat tarik cukup tinggi yang mana setara dengan kuat tarik baja lunak. Kuat tarik bambu dapat mencapai 1280 kg/cm2 (Morisco,1996). Menurut Jansen (1980), kekuatan tarik bambu sejajar serat antara

(18)

200-300 MPa, kekuatan lentur rata-rata 84 MPa, modulus elastisitas 200.000 MPa.

Bambu merupakan produk hasil alam yang renewable yang dapat diperoleh dengan mudah, murah, mudah ditanam, pertumbuhan cepat, dapat mereduksi efek

global warming serta memiliki kuat tarik sangat tinggi yang dapat dipersaingkan

dengan baja (Setiyabudi, A, 2010).

Hasil penyelidikan yang dilaporkan dalam referensi menyatakan bahwa bambu dapat digunakan sebagai tulangan beton pengganti baja karena mempunyai kekuatan tarik tinggi yang mendekati kekuatan baja. Mengacu pada penelitian tersebut dapat dipertimbangkan bahwa bambu dapat digunakan sebagai bahan baku pada struktur bangunan. Dengan demikian pemakai bahan lokal di samping dapat merangsang tumbuh dan barkembangnya industri lokal yang yang pada akhirnya menambah penghasilan rakyat khususnya di pedesaan. Dalam kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia, bambu memegang peranan sangat penting.

Oleh karena itu lah dalam penelitian in i akan mengkaji kapasitas lentur balok beton bertulangan bambu Wulun g polos pada b alok yang dapat dipergunakan sebagai komponen struktur, den gan harga murah serta secara teknis aman dipergunakan. Penelitian ini sebagai kelanjutan d ari penelitian yan g telah dilakukan penulis dengan tem a Kapas itas Lentur Balok Beton Bertulangan Bambu Wulung, pad a tahun 2012. Hasil akhir penelitian akan menampilkan besar kapasitas lentur balok beserta analisis perhitungannya, sehingga dapat diaplikasikan dan dimanfaatkan secara riil di lapangan struktur, terutama bagi masyarakat di pedesaan yang umumnya disekitar pekarangan/lahan mereka masih mempunyai potensi tanaman bambu yang melimpah.

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, maka perumusan masalah yang timbul adalah mengkaji kapasitas lentur balok beton bertulangan bambu Wulung polos.

(19)

1.3. Batasan Masalah

Untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini, maka diperlukan batasan-batasan masalah sebagai berikut :

a. Mix design balok beton direncanakan dengan f’c minimal = 15 MPa. b. Semen yang digunakan adalah semen PPC.

c. Bambu masih dalam keadaan segar dan mengalami susut alami selama satu minggu pada suhu kamar.

d. Sebagai tulangan digunakan bambu Wulung yang berasal dari Jatipuro Karanganyar dengan umur diatas 2,5 tahun, sesuai yang dikemukakan Morisco (1999) bahwa bambu dengan kualitas baik dapat dipanen pada usia 2,5 – 3 tahun. Selain itu bambu pada usia tersebut dapat mengurangi sifat higroskopis.

e. Mechanical properties dipakai adalah small sample dimana bambu yang diteliti merupakan bambu yang masih alami dan tidak ada perubahan bentuk fisik akibat proses pengawetan atau proses kimia lainnya.

f. Mechanical properties konstan dari setiap jenis bambu pada tiap sampel.

1.4. Tujuan Penelitian

Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah dapat menyusun analisis dan perhitungan kebutuhan tulangan bambu polos pada balok beton bertulangan bambu Wulung, yang dapat diaplikasikan secara riil dan dapat digunakan untuk analisis kapasitas lentur balok beton.

1.5. Manfaat Penelitian

(20)

1. Dapat memberi wawasan baru bagi pengembang ilmu pengetahuan khususnya pada penelitian balok beton normal dengan tulangan bambu.

2. Sebagai salah satu input data desain dalam perancangan balok beton normal dengan tulangan bambu.

(21)

commit to user

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2. 1. Tinjauan Pustaka

Beton merupakan bahan gabungan yang terdiri dari agregat kasar (batu pecah atau kerikil) dan agregat halus (pasir) yang dicampur semen sebagai bahan perekatnya dan air sebagai bahan pembantu untuk keperluan untuk reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung (chemical admixture) atau bahan pengisi tertentu bila diperlukan (Neville, 1996).

Beton sangat banyak digunakan secara luas sebagai bahan bangunan. Bahan tersebut diperoleh dengan cara mencampurkan semen PPC, air dan agregat (dan kadang-kadang bahan tambah yang sangat bervariasi, mulai dari bahan kimia tambahan, serat, sampai bahan buangan non-kimia) pada perbandingan tertentu. Kekuatan, keawetan dan sifat beton yang lain tergantung pada sifat bahan dasar tersebut diatas, cara pengadukan maupun cara pengerjaan selama penuangan adukan beton, cara pemadatan dan cara perawatan selama proses pengerasan.

Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir dan lain- lain) ialah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan, yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap proses pembekuan waktu musim dingin dan agresi kim ia, serta ketahanan terhadap penyusutan (Murdok &

Brook, 1999).

Bambu merupakan tanaman berumpun yang hidup di daerah tropis dan subtropis dan termasuk dalam family gramineae dan terdapat hampir diseluruh dunia kecuali di Eropa, Jumlah yang ada di daerah Asia Selatan dan Asia Tenggara kira-kira 80% dari keseluruhan yang ada di dunia, Di seluruh dunia diperkira-kirakan ada

(22)

sekitar 1.000 jenis bambu dimana Indonesia memiliki 142 jenis, baik yang endemik (hanya terdapat di satu kawasan) maupun yang tersebar di Asia Tenggara. Sepanjang tradisi, penggunaan bambu secara luas telah banyak terlihat dalam berbagai bentuk konstruksi. Terdapat banyak macam bambu, tetapi dari ratusan jenis itu, hanya ada empat macam saja yang dianggap penting sebagai jenis bambu dan yang umum dipasarkan di Indonesia, yaitu bambu Petung, bambu Wulung, bambu Tali dan bambu Duri (Frick, 2004).

Bambu merupakan salah satu dari beberapa material atau bahan konstruksi yang sudah cukup lama dikenal di masyarakat. Sebagai material bangunan, bambu sangat mudah didapatkan tanaman rakyat ini dikenal pertumbuhannya sangat cepat, bambu dengan kualitas tinggi dapat diperoleh pada umur 2 sampai 5 tahun. (Morisco, 1999). Panennya pun cukup ramah lingkungan. Proses panen yang masih menyisakan rumpun bambu tidak mengganggu keseimbangan kondisi tanah sehingga erosi dapat dihindari.

Gambar 2. 1. Bambu Wulung (Gigantochloa atroviolacea)

Bambu memiliki potongan melintang dengan bagian-bagian sebagai berikut:

1. Kulit Luar

Kulit luar adalah bagian yang paling luar atau paling atas, pada bambu Wulung biasanya berwarna hijau kehitam-hitaman atau hitam. Tebal kulit bambu relatif seragam pada sepanjang batang yaitu kurang lebih 1 mm,

(23)

sifatnya keras dan kaku. Maka dari itu bambu yang tipis akan mempunyai porsi kulit besar, sehingga kekuatan rata-ratanya tinggi, sedangkan pada bambu tebal berlaku sebaliknya (Morisco, 1999).

2. Bambu Bagian Luar

Bagian ini terletak di bawah kulit atau diantara kulit luar dan bagian tengah. Tebal bagian ini kurang lebih 1mm, sifatnya keras dan kaku.

3. Bambu Bagian Tengah

Bagian tengah terletak di bawah luar atau antara bagian luar dan bagian dalam, disebut juga daging bambu. Tebalnya kurang lebih 2/3 dari tebal bambu, seratnya padat dan elastis. Untuk bagian tengah yang paling bawah sifat seratnya agak kasar.

4. Bambu Bagian Dalam

Bagian dalam adalah bagian yang paling bawah dari tebal bambu, sering pula disebut hati bambu. Sifat seratnya kaku dan mudah patah.

Secara umum batang bambu terbagi atas dua bagian yaitu:

1. Nodia (ruas/buku bambu)

Nodia adalah bagian terlemah terhadap gaya tarik sejajar sumbu batang dari bambu, karena pada nodia sebagian serat bambu berbelok., pada nodia arah gaya tidak lagi sejajar semua serat (Morisco,1999). Secara umum nodia mempunyai kapasitas memikul beban yang tidak efektif baik dari segi kekuatan maupun deformasi. Meskipun demikian adanya nodia pada batang bambu mencegah adanya tekuk lokal yang sangat penting pada perancangan bambu sebagai elemen tekan (kolom).

2. Internodia (antar ruas)

Internodia adalah daerah antar nodia, semua sel yang terdapat pada internodia mengarah pada sumbu aksial, sedang pada nodia mengarah pada sumbu transversal. Bagian internodia adalah bagian terkuat dari bambu, sehingga mempunyai kapasitas memikul beban yang efektif. Tiap-tiap jenis bambu memiliki panjang internodia yang berbeda-beda.

(24)

Menurut Morisco berdasarkan penelitiannya pada tahun 1994-1999 dalam membandingkan kuat tarik bambu Ori dan Petung dengan baja struktur bertegangan leleh 2400 kg/cm2, dilaporkan kuat tarik kulit bambu Ori cukup tinggi yaitu hampir mencapai 5000 kg/cm2 atau sekitar dua kali tegangan leleh baja. Sedang untuk spesimen dari bambu petung kuat tarik rata-ratanya juga lebih tinggi dari tegangan leleh baja, hanya satu spesimen saja yang kuat tariknya dibawah tegangan leleh baja.

Gambar 2. 2. Diagram Tegangan – Regangan Bambu dan Baja (Morisco, 1999)

2. 2. Landasan Teori 2.2.1. Pengertian Beton

Beton diperoleh dari pencampuran agregat halus, semen dan air serta kadang- kadang bahan tambah lainnya. Semen jika diaduk dengan air akan terbentuk adukan pasta semen, sedangkan jika diaduk dengan air kemudian ditambah pasir maka akan menjadi mortar semen dan jika ditambah dengan kerikil atau batu pecah sehingga mengeras maka akan disebut beton.

Beton normal merupakan beton yang cukup berat, dengan berat 2400 kg/m ³, kuat tekan 15 sampai 40 MPa dan menghantarkan panas. Agregat dalam bahan penyusun beton paling berpengaruh terhadap berat beton yang tinggi. Pada beton

(25)

normal biasanya digunakan agregat yang berat jenisnya antara 2,5 sampai 2,7 kg/m³, seperti granit, basalt, kuarsa dan sebagainya.

Beton sering d igunakan dalam konstruksi bangunan dikarenakan mempunyai banyak sekali keuntungan diantaranya adalah :

a. Bahan pembentuk beton mudah didapat dengan harga relatif murah. b. Beton tahan terhadap aus dan juga api atau kebakaran.

c. Beton segar mudah diangkut maupun dicetak dalam bentuk apapun dengan ukuran seberapapun sesuai keinginan, cetakan dapat dipakai beberapa kali sehingga ekonomis dan menjadi lebih murah.

d. Perawatannya mudah dan murah.

e. Beton segar dapat disemprotkan dipermukaan beton lama yang retak maupun diisikan ke dalam retakan beton dalam proses perbaikan dan dapat dipompakan sehingga memungkinkan untuk dituang pada tempat-tempat yang posisinya sulit.

f. Beton sangat kuat dalam menahan tekan serta mempunyai sifat tahan terhadap perkaratan dan pembusukan oleh kondisi lingkungan. Bila dibuat dengan cara baik kuat tekannya sama dengan batuan alami.

Beton juga mempunyai kelemahan yang perlu ditinjau oleh perencanaan dalam merencanakan struktur bangunan, antara lain :

a. Beton mempunyai kuat tarik rendah. Sehingga mudah retak, oleh karena itu perlu diberi baja tulangan atau serat.

b. Beton sulit untuk kedap air sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air, air yang membawa kandungan garam dapat merusak beton.

c. Beton keras mengembang jika basah sehingga dilatasi (contraction joint) perlu diadakan pada beton yang panjang atau lebar untuk memberi tempat bagi susut pengerasan dan pengembangan beton.

d. Beton bersifat getas (tidak daktail) sehingga harus dihitung dan didetail secara seksama agar setelah dikompositkan dengan baja tulangan menjadi bersifat daktail, terutama pada struktur tahan gempa.

(26)

2.2.2. Material Penyusun Beton

Pemilihan bahan-bahan pembentuk beton yang mempun yai kualitas baik, perhitungan proporsi campuran yang tepat, cara pengerjaan dan perawatan yang baik dan penambahan bahan tambah yang tepat dengan kadar yang optimum yang diperlukan akan menentukan kualitas beton yang dihasilkan. Bahan pembentuk beton diantaranya adalah semen, agregat, air, dan bahan tambahan.

2.2.2.1. Semen PPC

Semen PPC dibuat dari semen hidraulis yang dihasilkan den gan cara menghaluskan klinker yang terbuat dari batu kapur (CaCO3) yang ju mlahnya amat banyak serta tanah liat dan bahan dasar berkadar b esi, terutama dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis ditambah dengan bahan yang mengatur waktu ikat. (SK SNI 03 – 2847 – 2002 ).

Semen PPC berfungsi sebagai perekat antara butir-butir agregat agar terjadi suatu massa yang padat dan mengisi juga rongga-rongga diantara butir agregat.

Bahan dasar pembentuk semen Portland terdiri dari kapur, silika, alumina dan oksida besi. Oksida tersebut bereaksi membentuk suatu produk yang terbentuk akibat peleburan. Unsur-unsur pembentuk semen dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1 Susunan Unsur Semen Portland

Oksida Persen (%) Kapur (CaO) Silika (SiO2) Alumina (Al2O3) Besi (Fe2O3) Magnesium (MgO) Sulfur (SO3) Soda/ 60-65 17-25 3-8 0,5-6 0,5-4 1-2 0,5-1

(27)

Menurut Kardiyono Tjokrodimuljo unsur yang paling penting pada semen ada empat buah, yaitu:

a. Trikalsium Silikat (C2S) atau 3CaO.SiO2 b. Dikalsium Silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2 c. Trikalsium Aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3

d. Tetrakalsium Aluminoferit (C4AF) atau 4CaO.Al2O3.Fe2O3

Berdasarkan tujuan pemakaiannya, semen portland di Indonesia dibagi menjadi lima jenis seperti tertera pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Jenis-jenis Semen Portland Jenis

Semen Karakteristik Umum

Jenis I Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus

Jenis II Semen portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang

Jenis III Semen portland yang penggunaannya memerlukan persyaratan awal yang tinggi setelah terjadi pengikatan

Jenis IV Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut panas hidrasi yang rendah

Jenis V Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut ketahanan yang kuat terhadap sulfat

Sumber : Tjokrodimuljo, 1996

2.2.2.2. Agregat

Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisian dalam campuran mortar dan beton. Agregat ini akan menempati sebanyak 60% sampai 80% dari volume mortar atau beton. Meskipun hanya sebagai bahan pengisi, namun agregat sangat berpengaruh terhadap sifat mortar atau beton, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan mortar atau beton. Berdasarkan ukuran besar butirnya, agregat yang d ipakai dalam adukan beton dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

(28)

a. Agregat Halus

Agregat halus merupakan batuan halus yang terdiri dari butiran sebesar 0,14– 5 mm yang didapat dari hasil penghancuran batuan alam (natural sand) atau dapat juga dengan memecahnya (artificial sand), tergantung dari kondisi pembentukan terjadi.

Persyaratan gradasi agregat halus dapat dilihat dalam Tabel 2.3. berikut ini : Tabel 2.3 Persyaratan Gradasi Agregat Halus

Ukuran Saringan Persentase Lolos Saringan (%)

9,5 mm (3/8 in) 100 4,75 mm (No.4) 95 – 100 2,36 mm (No.8) 80 – 100 1,18 mm (No.16) 50 – 85 600 mm (No.30) 25 – 60 300 mm (No.50) 5 – 30 150 mm (No.100) 0 - 10 Sumber : ASTM C33-03 b. Agregat Kasar

Agregat kasar adalah agregat yang ukuran butirannya sudah melebihi 5 mm (PBI 1971). Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil atau batu pecah. Kerikil adalah bahan yang terjadi sebagai hasil desintegrasi alam i dari batu-batuan dan berbentuk agak bulat serta permukaannya yang licin, sedangkan batu pecah (kricak) ialah bahan yang diperoleh dari batu yang digiling / dipecah menjadi pecahan-pecahan berukuran 5 – 70 mm.

Persyaratan gradasi untuk agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut ini : Tabel 2.4. Persyaratan Gradasi Untuk Agregat Kasar

Ukuran Saringan Persentase Lolos Saringan (%)

2 in (50 mm) 100 1,5 in (38 mm) 95 - 100 3/4 in (19 mm) 35 - 70 3/8 in (9,5 mm) 10 - 30 No.4 (4,75 mm) 0 - 5 Sumber : ASTM C33-03

(29)

2.2.2.3 Air

Air diperlukan pada pembuatan beton agar terjadi reaksi kimiawi dengan semen, untuk membasahi agregat dan untuk campuran agar mudah pengerjaannya. Pada umumnya air dapat dipakai untuk campuran beton. Di dalam adukan beton, air mempunyai dua fungsi, yang pertama adalah untuk memungkinkan terjadinya reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan antara pasta semen dengan agregat pada saat terjadinya pengerasan, dan yang kedua adalah sebagai pelicin campuran kerikil, pasir, dan semen agar mudah dalam proses pencetakan beton.

Air yang memenuhi syarat sebagai air m inum, memenuhi syarat pula untuk bahan campuran beton. Tetapi tidak berarti air harus memenuhi persyaratan air minum. Jika diperoleh air dengan standar air minum, maka dapat dilakukan pemeriksaan secara visual yang menyatakan bahwa air tidak berwarna, tidak berbau dan cukup jernih.

Tetapi jika masih diragukan, dapat dilakukan uji Laboratorium sehingga memenuhi persyaratan, yaitu :

a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.

b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.

c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter. d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

2.2.3. Bambu

Sifat-sifat dasar pada bambu meliputi:

1. Sifat Fisika

a. Kandungan Air

Menurut Leise (1980), kandungan air dalam batang bambu bervariasi baik arah memanjang maupun arah melintang. Hal itu juga tergantung pada umur, waktu penebangan, dan jenis bambu.

(30)

Untuk menghitu ng kadar air benda uji tersebut dapat digunakan rumus sebagai berikut :

= × 100 %

Dengan :

Wb= berat kering udara Wa = berat kering oven Ka = kadar air (%) b. Penyusutan

Menurut Prawiroatmodjo (1990), perubahan dimensi bambu tidak sama dalam ketiga arah struktur radial, tangensial dan longitudinal sehingga kayu atau bambu bersifat anisotropik.

c. Berat Jenis

Berat jenis bambu adalah perbandingan berat bambu terhadap berat suatu volume air yang sama dengan volume bambu tersebut. Menurut Leise (1980), berat jenis bambu berkisar antara 0,5 – 0,9 gr/cm2. Tabel 2.5. Berat Jenis Dari 6 Jenis Bambu (gr/cm2)

Jeni Nilai berat jenis

Apus 0,590 Legi 0,613 Wulung 0,685 Petung 0,717 Ori 0,744 Ampel 0,769 Rata-rata 0,685 Sumber : Hakim, 1987 2. Sifat Kim ia

Penelitian sifat kim ia bambu telah dilakukan o leh Sumadiwangsa (1988) dalam Ganie (2008) meliputi penetapan kadar selulosa, lignin, pentosan, abu, silika, kelarutan dalam air dingin, air panas, dan alkohol benzen. Hasil pengujian menunjukan bahwa kadar selulosa berkisar antara 42,4%-53,6%, kadar lignin bambu berkisar antara 19,8%-26,2%, kadar pentosan

(31)

1,24%-3,77%, kadar abu 1,24%-3,77% , kadar s ilika 0,10%-1,78%, kadar kelarutan dalam air d ingin 4,5%-9,9%, air panas 5,3%-11,8%, kadar kelarutan dalam alkohol benzen 0,9% -6,9%.

3. Sifat Mekan ik Bambu a. Kuat Tarik Bambu

Kuat tarik bambu yaitu suatu ukuran kekuatan bambu dalam hal kemampuannya untuk menahan gaya yang cederung menyebabkan bambu itu terlepas satu sama lain. Kekuatan tarik d ibedakan menjadi dua macam yaitu kekuatan tarik tegak lurus serat dan kekuatan tarik sejajar serat. Kekuatan tarik sejajar arah serat merupakan kekuatan tarik yang terbesar pada bambu. Kekuatan tarik tegak lurus serat mempunyai hubungan dengan ketahanan bambu terhadap pembelahan.

Untuk menghitung b esarnya tegangan tarik dari bambu sejajar serat dapat dipergunakan rumus sebagai berikut :

Dengan :

= kekuatan/tegangan tarik bambu Pmaks = beban tarik maksimum

A = luas tampang tarik bambu

Gambar 2. 3. Batang Bambu Menerima Gaya Tarik

Kekuatan tarik bambu untuk menahan gaya-gaya tarik berbeda-beda pada bagian batang dalam atau bagian luar, garis-ten gah batang (batang yang langsing memiliki ketahanan terhadap gaya tarik yang lebih tinggi), serta pada bagian batang mana yang digun akan karena bagian kepala atau ujung mem iliki kekuatan terhadap gaya tarik yang 12% lebih rendah dibandingkan dengan bagian batang kaki atau pangkal.

(32)

Tabel. 2. 6. Kuat Tarik Bambu Kering Oven

Sumber :Morisco, (1996)

Dari tabel diatas terlihat bahwa kekuatan bambu dengan nodia lebih rendah dari bambu tanpa nodia. Turunnya kekuatan ini disebabkan karena serat bambu di sekitar nodia tidak lurus, sebagian berbelok menjauhi sumbu batang sedang sebagian lain berbelok menuju sumbu batang.

b. Kuat Tekan Bambu

Kekuatan tekan merupakan kekuatan bambu untuk menahan gaya dari luar yang datang pada arah sejajar serat yang cenderung memperpendek atau menekan bagian bambu secara bersama-sama (Pathurahman, 1998).

Gaya tekan yang bekerja sejajar serat bambu akan menimbulkan bahaya tekuk pada bambu sedangkan gaya tekan yang bekerja tegak lurus arah serat akan menimbulkan retak pada bambu.

Untuk menghitung besarnya kuat tekan/tegangan tekan bambu sejajar serat dapat dipergunakan rumus sebagai berikut :

=

= ; = Dengan :

= ke kuatan/tegangan tekan bam bu

= kekuatan/tegangan tekan pada batas maksimum A = luas tampang tekan bambu

Jenis Bambu

Kuat Tarik (Kg/cm2) Tanp a Nodia Dengan Nodia

Ori 2968 1305

Petung 1938 1183

Wulung 1693 1499

(33)

Pn = beban tekan bambu Pmaks = beban tekan maksimum E = modulus elastisitas

p = kekuatan/tegangan tekan pada batas elastic p = regangan tekan pada batas elastic

Gambar 2. 4. Batang Bambu Menerima Gaya Tekan Tegak Lurus Serat

Kekuatan tekan bambu semakin tinggi dari pangkal menuju ujung, sesuai dengan meningkatnya jumlah serat sklerenkim yang merupakan pendukung utama keteguhan bambu dan dipengaruhi oleh berat jenis dan masa dari bambu tersebut.

Jadi kekuatan tekan dari bambu meningkat dari pangkal menuju ujung seiring dengan berkurangnya kadar air/kenaikan berat jenis dari bambu tersebut juga diakibatkan prosentase kulit (bagian yang keras) terhadap tebal dinding pada ujung lebih besar dari pangkal.

c. Kuat Geser

Kekuatan geser adalah ukuran kekuatan bambu dalam hal kemampuannya menahan gaya-gaya yang membuat suatu bagian bambu bergeser dari bagian lain didekatnya.

(34)

Kekuatan geser berbeda-beda pada tebalnya dinding batang bambu (kekuatan geser pada dinding bambu 10 mm menjadi 11% lebih rendah daripada dinding bambu setebal 6 mm), pada bagian ruas dan bagian antara ruas batang bambu. Bambu umur 5 tahun mempunyai keteguhan tekan sejajar serat tertinggi.

Nilai kuat geser bambu memiliki prinsip dan hubungan yang sama dengan kuat tekan bambu dimana kekuatan geser bambu juga turut dipengaruhi oleh berat jenis bambu dan masa serat dari bambu itu sendiri. A P = Dengan:

= kekuatan/tegangan geser bambu

P = beban maksimum (kg) A = luas bidang geser (cm2)

d. Kuat Lentur Bambu

Kuat Lentur merupakan ukuran kemampuan suatu bahan menahan lentur (Beban) yang bekerja tegak lurus sumbu memanjang serat di tengah-tengah bahan yang di tumpu pada kedua ujungnya tanpa terjdi perubahan bentuk yang tetap.

Kuat Lentur dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu kuat Lentur statik dan kuat Lentur pukul. Kuat Lentur statik menunjukkan kekuatan bambu dalam menahan gaya yang mengenainya perlahan-lahan, sedangkan kuat Lentur pukul adalah kekuatan bambu dalam menahan gaya yang mengenainya secara mendadak.

(35)

Balok bambu yang terletak pada dua tumpuan atau lebih, bila menerima beban berlebihan akan melengkung/melentur. Pada bagian sisi atas balok akan terjadi tegangan tekan dan pada sisi bawah akan terjadi tegangan tarik yang besar (lihat Gambar 2.6). Akibat tegangan tarik yang melampaui batas kemampuan bambu maka akan terjadi regangan yang cukup berbahaya.

2 . . 2 3 h b PI = Dengan: = kekuatan/tegangan lentur P = beban maksimum (kg) L = bentang bebas (cm) b = lebar benda uji (cm) h = tebal benda uji (cm)

2. 2. 3. 1. Tegangan Ijin Bambu Untuk Perancangan

Dalam perancangan struktur, bangunan yang akan dibuat harus ekonomis, aman dan tidak mengkhawatirkan. Kekuatan bambu sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, kesuburan tanah serta lokasi tempat tumbuh. Perancangan struktur harus didasarkan kekuatan bambu dengan memperhitungkan faktor aman secukupnya.

Menyadari bahwa pemakaian bambu sebagai bahan bangunan cukup banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum melalui Pusat penelitian dan Pengembangan Pemukiman telah melakukan penelitian mendalam tentang bambu khususnya dalam upaya untuk membuat pedoman bagi masyarakat untuk mengetahui sifat fisik dan mekanika bambu. Adapun hasil penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. 7.

(36)

Tabel 2. 7. Kuat batas dan tegangan ijin bambu (Morisco, 1999)

Pada Tabel 2. 7 merekomendasikan tegangan ijin yang dapat dipakai oleh berbagai macam bambu. Tentunya tegangan ijin yang direkomendasikan ini cenderung berada pada posisi yang aman untuk pemakaian. Dengan demikian angka-angka tersebut jika dipakai sebagai dasar dalam perancangan tentunya akan menghasilkan struktur yang konservatif.

Dalam praktek bambu sering dipasang dalam keadaan masih segar sehabis dipotong dari rumpun. Setelah terpasang pada bangunan, secara berangsur-angsur air bambu akan menguap. Prawirohatmodjo (1990) telah membuktikan bahwa pemakaian bambu segar tidak membahayakan, karena setelah bambu kering kekuatannya bahkan sedikit meningkat.

2. 2. 3. 2.Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Mekanis

Pemilihan secara mekanis untuk mendapatkan modulus elastisitas lentur harus dilakukan dengan mengikuti standar pemilahan mekanis yang baku. Berdasarkan modulus elastis lentur yang diperoleh secara mekanis, kuat acuan lainnya dapat diambil mengikuti Tabel 2.8 Kuat acuan yang berbeda dengan Tabel 2.8 dapat digunakan apabila ada pembuktian secara eksperimental yang mengikuti standar-standar eksperimen yang baku.

(37)

Tabel 2. 8. Nilai kuat acuan (MPa) berdasarkan atas pemilahan secara mekanis pada kadar air 15% ( berdasarkan PKKI NI - 5 2002 )

Dimana : Ew = Modulus elastis lentur Fb = Kuat lentur

Ft = Kuat tarik sejajar serat Fc = Kuat tekan sejajar serat Fv = Kuat Geser

(38)

2. 2. 4. Beton Tulangan

Karena beton mempunyai sifat yang kuat terhadap tekan dan mempunyai sifat yang relatif rendah terhadap tarik maka umumnya beton hanya diperhitungkan bekerja dengan baik hanya di daerah tekan saja pada penampangnya dan hubungan tegangan-regangan yang timbul karena pengaruh pengaruh gaya tekan tersebut digunakan sebagai dasar pertimbangan.

Nilai dari kuat tekan beton ditentukan dari tegangan tekan tertinggi (fc’) yang dicapai benda uji umur 28 hari akibat beban tekan selama percobaan. Dengan demikian, seperti tampak pada gambar, harap dicatat bahwa tegangan fc’ bukanlah tegangan yang timbul pada saat benda uji hancur melainkan tegangan maksimum

b) mencapai nilai ± 0,002. Selanjutnya nilai tegangan fc’ akan turun dengan bertambahnya nilai regangan sampai benda uji hancur pada

– 0.005.

Gambar 2.7. Diagram Tegangan-Regangan Kuat Tekan Beton (Dipohusodo, 1999)

Pada SK SNI 03 – 2847 – 2002 menetapkan regangan kerja maksimum yang diperhitungkan di serat tep i beton tekan terluar adalah 0.003 sebagai batas hancur namun tidak konservatif untuk beton kuat tinggi dengan nilai fc' antara 55-80 MPa.

Kuat tekan beton umur 28 hari berkisar antara nilai ± 10 – 65 MPa. Untuk struktur beton bertulang pada umumnya menggunakan beton dengan kuat tekan berkisar 17 – 30 MPa, sedangkan untuk beton prategang digunakan beton dengan kuat tekan lebih tinggi berkisar antara 30 – 45 MPa. (Dipohusodo, 1999).

(39)

Faktor – faktor penting lainnya yang mempengaruhi kuat tekan beton yaitu antara lain:

1. Jenis semen dan kualitasnya, mempengaruhi kekuatan rata – rata dan kuat batas beton.

2. Perawatan (curing), kehilangan kekuatan sampai 40 % dapat terjadi bila pengeringan diadakan sebelum waktunya.

3. Suhu pada umumnya kecepatan pengerasan beton bertambah dengan bertambahnya suhu. Pada titik beku kuat hancur akan tetap rendah untuk waktu yang lama.

4. Umur pada keadaan yang normal kekuatan beton bertambah dengan dengan umurnya, Kecepatan bertambahnya kekuatan tergantung pada jenis semen. Misalnya dengan kadar alumina yang tinggi menghasilkan beton yang kuat hancurnya pada 24 jam sama dengan Semen Portland biasa pada umur 28 hari. Pengerasan berlangsung terus secara lambat sampai beberapa tahun.

2. 2. 5. Balok

Penelitian yang dilakukan Pathurahman, (2003), menunjukkan bahwa keruntuhan yang terjadi pada benda uji balok beton ukuran 150x200x2000 mm diawali dengan retaknya beton. Retak yang selalu terjadi pada awal proses keruntuhan adalah retak lentur ditandai dengan pola retak yang tegak lurus. Secara umum retak tersebut terjadi pada saat beban mencapai di atas 90% dari beban teoritis atau sekitar 78% dari beban runtuh. Retak awal biasanya terjadi pada daerah pembebanan di sekitar tumpuan rol, kemudian retak terjadi di daerah tengah bentang selanjutnya di daerah sekitar sendi, atau sebaliknya. Dan dari hasil perbandingan antara teori dengan eksperimen menunjukkan bahwa bambu memiliki peluang untuk digunakan sebagai tulangan balok beton, khususnya untuk struktur sederhana.

2. 2. 5. 1. Anggapan - anggapan

Menurut Istimawan (1994), pendekatan dan pengembangan metode perencanaan kekuatan di dasarkan atas anggapan-anggapan sebagai berikut :

(40)

2. Tengangan beton dapat disederhanakan menjadi tegangan kotak.

3. Kuat tarik beton diabaikan (tidak diperhitungkan) dan seluruh gaya tarik dilimpah kan kepada tulangan bambu.

Gambar 2. 8. Distribusi tegangan dan regangan pada penampang beton

Untuk menghitung tinggi luasan tekan pada balok dan nilai beta, digunakan persamaan a

Dimana : c = jarak serat tekan garis terluar ke garis netral

= konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton Menurut SK SNI T-15-1991-03, menetapkan nilai

fc’ 30 MPa = 0.85

30 < fc’ < 50 MPa = 0.85 – (fc’ – 30) fc’ 50 MPa = 0.65

2. 2. 5. 2. Pembatasan Tulangan Tarik

Pada perhitungan beton bertulang menurut SK SNI T-15-1991-03, ditetapkan bahwa jumlah tulangan baja tarik, As, tidak boleh meleb ihi 0.75 dari tulangan balans, Asb, yaitu jumlah tulangan tarik bila beton dan baja kedua-duanya mencapai regangan hancur,

As 0,75. Asb

Dalam penelitian ini tulangan bambu ditetapkan tidak leb ih dari 60 persen tulangan balans,

(41)

Sedangkan modulus elastis itas dan tegangan leleh bambu ditetapkan sebagai berikut:

Es = Modulus elastisitas bambu = 180.000 kg/m² fy = Tegangan leleh bambu = 223,33 Mpa 2. 2. 5. 3. Analisis Balok

Gambar 2. 9. Distribusi tegangan dan regangan pada penampang beton Kondisi regangan seimbang (balance) terjadi jika :

= 0.003 dan = Dimana:

fy = tegangan leleh bambu = 223,33 MPa Es = Modulus elastisitas bambu = 180.000 kg/m² Pada kondisi balans didapat:

ab * Cb Cc = 0.85 fc’*b*ab T = Asb * fy Karena H = 0, maka T = Cc Asb * fy = 0.85 * fc’ * b * ab Mn = T (d - a/2) Mr = 0.80 Mn

(42)

Dari hasil analisa balok dapat diketahui besarnya beban, P, yang dapat bekerja pada balok, dari hasil percobaan juga akan diperoleh nilai P yang berguna untuk menghitung besarnya momen ultimit yang dapat dilayani, kedua nilai momen hasil dari analisis dan hasil pengujian akan dibandingkan.

2. 2. 6. Standar Penelitian dan Spesifikasi Bahan Dasar

Pengujian bahan pembentuk beton dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakterikstik dari material pembentuk. Pengujian dilakukan terhadap agregat halus dan agregat kasar. Sedangkan untuk semen tidak dilakukan pengujian. Air yang digunakan sesuai dengan spesifikasi standar air dalam PBI 1971 pasal 3.6

2. 2. 6. 1. Standar Pengujian Terhadap Agregat Halus

Pengujian yang dilakukan terhadap agregat halus harus berdasarkan ASTM dan disesuaikan dengan spesifikasi bahan yang ditentukan ASTM. Standar pengujian terhadap agregat halus adalah sebagai berikut :

a. ASTM C-23 : Standar penelitian untuk pengujian berat isi agregat halus. b. ASTMC-40 : Standar penelitian untuk tes kotoran organik dalam

agregat halus

c. ASTM C-117 : Standar penelitian untuk agregat yang lolos saringan no. 200 dengan pencucian.

d. ASTM C-128 : Standar penelitian untuk menentukan specific gravity agregat halus.

e. ASTM C-136 : Standar penelitian untuk analisis saringan agregat halus 2. 2. 6. 2. Standar Pengujian Terhadap Agregat Kasar

a. ASTM C-29 : Standar penelitian untuk pengujian berat isi agregat kasar. b. ASTM C-127 : Standar penelitian untuk menentukan specific gravity

agregat kasar.

c. ASTM C-131 : Standar penelitian untuk pengujian keausan (abrasi) agregat kasar.

(43)

commit to user

27

BAB III

METODE PENELITIAN

3. 1. Tinjauan Umum

Metodologi sangat diperlukan dalam suatu penelitian. Metodelogi penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental Laboratorium, metode dengan melakukan percobaan untuk mendapatkan data hasil penelitian. Kemudian data dianalisis untuk pengambilan kesimpulan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis dan perhitungan kebutuhan tulangan bambu pada balok beton bertulangan bambu Wulung polos yang dapat digunakan untuk analisis kapasitas lentur balok bertulangan bambu Wulung polos pada beton normal. Hasil tersebut kemudian dibandingkan dan ditarik kesimpulan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan dan Struktur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3.2. Benda Uji

Benda uji yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk balok dengan dimensi P = 170 cm, L = 10 cm, T = 15 cm. Ditanam bambu Wulung polos pipih dengan dimensi P = 1500 mm, L = 15 mm dan T = 5,2 mm (setara dengan tulangan diameter 10 mm) di tengahnya dengan panjang penanaman 150 cm. Sebagai pembanding ditanam baja polos dengan diameter 8 mm dengan panjang penanaman yang sama. Mix design dihitung dengan metode Inggris (The British

Mix Design Method). Pada bagian tengah balok (50 cm) diharapkan akan

terjadi lentur murni. Hal ini dimaksudkan agar pada bagian tersebut tulangan yang berpengaruh hanya tulangan tarik saja dan menjadi bagian yang terlemah dari balok uji. Maksud pemasangan penulangan tersebut agar kemungkinan patah benar-benar pada daerah lentur murni, sehingga tidak terjadi kegagalan percobaan karena patah pada bagian lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 3.1 berikut ini:

(44)

Tabel 3.1. Jumlah Benda Uji untuk Uji Kuat Lentur

NO DITANAM KODE JUMLAH SAMPEL

1 Baja polos BNB 3

2 Bambu Wulung polos BNBW 3

Gambar 3. 1 Tulangan Bambu Wulung Polos

Gambar 3. 2. Benda Uji Balok Beton

Potongan 2-2 potongan 1-1 Gambar 3. 3. Penulangan dan Pembebanan Balok

15 mm 1500 mm 5,2 mm 150 mm 100 mm 1700 mm 2 2 10 cm 50 cm 50 cm 50 cm 10 cm 100 mm 100 mm 2 5,2 mm x 15 mm 150 mm 15 mm 15 mm 150 mm 2 8 mm

(45)

3. 3. Peralatan Penelitian

Pada pelaksanaan penelitian diperlukan peralatan untuk menunjang kelancaran serta untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Penelitian ini menggunakan alat-alat yang tersedia di Laboratorium Bahan dan Struktur, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Univers itas Sebelas Maret Surakarta, antara lain:

a. Timbangan

Ada dua jenis timbangan yang digunakan dalam penelitian ini :

1. Neraca merk Murayama Seisakusho Ltd Japan, dengan kapasitas 5 kg dengan ketelitian hingga 0,10 gram. Alat ini digunakan untuk menimbang berat material yang berada di bawah kapas itasnya.

Gambar 3. 4. Neraca Murayama Seisakusho Ltd Japan

2. Timbangan “Bascule” merk DSN Bola Dunia, dengan kapasitas 150 kg dengan ketelitian 0,10 kg. Jenis ini digunakan untuk mengukur berat material yang jauh lebih berat dan tidak memerlukan ketelitian yang sangat tepat.

(46)

Untuk kelancaran dan kemudahan penelitian, pada saat pembuatan benda uji digunakan beberapa alat bantu yaitu:

a) Cetok semen, digunakan untuk memindahkan bahan batuan dan memasukkan campuran beton kedalam cetakan beton.

b) Gelas ukur kapasitas 250 ml digunakan untuk meneliti kandungan zat organik dan kandungan lumpur agregat halus.

c) Ember untuk tempat air dan sisa adukan. d) Cangkul untuk mengaduk campuran beton. e) Mollen untuk mengaduk campuran beton.

f) Gelas ukur dengan kapas itas 2000 ml, untuk mengukur kebutuhan air.

(a) (b)

Gambar 3. 6. Ember (a) ; Gelas ukur kapasitas 250 m l (b)

b. Ayakan

Ayakan yang digunakan adalah merk Control Italy, bentuk lubang ayakan bujur sangkar dengan ukuran 38 mm, 25 mm, 19,0 mm, 12,5 mm, 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36 mm, 1,18 mm, 0,85 mm, 0,30 mm, 0,15 mm dan pan.

(47)

c. Mesin Pengetar Ayakan

Mesin penggetar ayakan yang digunakan adalah mesin penggetar dengan merk

”Controls” Italy, mesin digunakan sebagai dudukan sekaligus penggetar

ayakan. Penggunaannya untuk uji gradasi agregat halus maupun kasar.

d. Oven

Oven yang digunakan merk Binder, dengan temperatur maksimum 300o C, daya listrik 1500 W, digunakan untuk mengeringkan material (pasir dan kerikil).

Gambar 3. 8. Oven e. Corong konik / Conical mould

Corong konik dengan ukuran diameter atas 3,8 cm, diameter bawah 8,9 cm dan tinggi 7,6 cm lengkap dengan alat penumbuk. Alat ini digunakan untuk mengukur keadaan Saturated Surface Dry (SSD) agregat halus.

f. Mesin Los Angeles

Mesin Los Angeles dengan merk ”Controls”, italy, yang dilengkapi dengan 12 buah bola baja. Alat ini digunakan untuk menguji ketahanan aus (abrasi) agregat kasar.

(48)

g. Kerucut Abrams

Kerucut Abrams yang terbuat dari baja dengan ukuran diameter atas 10 cm, diameter bawah 20 cm, tinggi 30 cm lengkap dengan tongkat baja penusuk dengan ukuran panjang 60 cm, diameter 16 mm digunakan untuk mengukur nilai slump adukan beton.

Gambar 3. 10. Kerucut Abrams

h. Cetakan benda uji

Digunakan untuk mencetak benda uji beton yang berbentuk silinder. Cetakan benda uji yang digunakan adalah cetakan silinder baja dengan ukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 cm.

Gambar 3. 11. Cetakan Silinder

i. Universal Testing Machine ( UTM )

Universal Testing Machine atau mesin uji kuat tarik dengan merek

“SHIMATSU” tipe UMH 30 yang berkapasitas 30 ton. Alat ini digunakan untuk pengujian pendahuluan yaitu uji kuat tarik bambu sejajar serat dan kuat geser sejajar serat bambu serta uji kuat tekan bahan pengisi (beton).

(49)

Gambar 3. 12. Universal Testing Machine (UTM)

j. Compression Testing Machine ( CTM )

Compression Testing Machine dengan kapasitas 2000 kN digunakan untuk

pengujian kuat desak beton.

Gambar 3. 13. Compression Testing Machine (CTM)

l. Loading Frame

Bentuk dasar loading frame berupa portal segiempat yang berdiri diatas lantai beton dengan perantara pelat dasar dari besi setebal 14 mm. agar loading

frame tetap stabil, pelat dasar dibaut ke lantai beton dan kedua kolomnya

dihubungkan oleh balok WF 450 x 200 x 9 x 14 mm. Posisi balok portal dapat diukur untuk menyesuaikan dengan bentuk dan ukuran model yang akan diuji dengan cara melepas sambungan baut. Alat ini digunakan dalam pengujian utama yaitu pengujian kapasitas lentur balok beton bertulang.

(50)

Gambar 3. 14. Setting Up Alat Pengujian Balok

m. Dial Gauge

Alat ini digunakan untuk mengetahui besarnya gaya dan regangan yang terjadi pada saat pengujian.

Gambar 3. 15. Dial Guage

Loading Frame Balok Uji Hidraulic Jack Tranducer Hidraulic Pump Dial Gauge Load Cell

(51)

Studi Literatur

Persiapan alat dan bahan

Uji pendahuluan:

Bambu : Uji tarik Uji tekan Uji lentur Uji geser Bahan pengisi: Uji tekan

Pengujian utama:

Uji lentur beton normal dengan tulangan

bambu Wulung, baja dan uji silinder

Analisa data

Kesimpulan

Selesai

TAHAP I

TAHAP II

TAHAP III

TAHAP IV

TAHAP V

(52)

3. 4. Tahap dan Prosedur Penelitian a. Tahap I

Disebut tahap persiapan. Pada tahap ini dilakukan studi literatur, seluruh bahan dan peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian dipersiapkan terleb ih dahulu agar penelitian dapat berjalan dengan lancar.

b. Tahap II

Disebut tahap uji pendahuluan. Pada tahap ini dilakukan penelitian sampel material bambu (Bambu Wulung) dan baja tulangan polos tentang uji tarik, uji tekan, uji lentur dan uji geser, serta uji pendahuluan beton normal berupa uji kelayakan agregat halus, agregat kasar dan uji desak beton normal.

c. Tahap III

Disebut tahap uji pendahuluan, Pada tahap ini pekerjaan yang dilakukan adalah melakukan pengujian kuat lentur bambu Wulung, baja dan uji silinder.

d. Tahap IV

Disebut tahap analisis data. Pada tahap ini, data yang diperoleh dari hasil pengujian dianalisis untuk mendapatkan hubungan antara variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian.

e. Tahap V

Disebut tahap kesimpulan. Pada tahap ini, data yang telah dianalisis dibuat suatu kesimpulan yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

3. 5. Perancangan Campuran Beton (Mix Design)

Perhitungan rancang campur beton bertujuan untuk menentukan proporsi campuran berat semen, agregat halus, agregat kasar dan air seh ingga mendapatkan campuran yang berkualitas baik sesuai dengan yang direncanakan.

Perancangan campuran beton normal ini menggunakan metode Perancangan Menurut Cara Inggris (The British Mix Design Method), adapun langkah-langkah pokoknya sebagai berikut :

(53)

a. Menetapkan kuat tekan beton yang disyaratkan (fc’) pada umur tertentu dan nilai standar deviasi (Sd) berdasarkan hasil pengalaman praktek pelaksana. b. Menghitung nilai tambah (margin) (M) dengan rumus berikut :

M = k . Sd

Dengan : M = nilai tambah, MPa

k = 1,64

Sd = deviasi standar, MPa

c. Menetapkan kuat tekan rata-rata yang direncanakan (f’cr) dengan rumus :

f’cr = f’c + M

dengan : f’cr = kuat tekan rata-rata, MPa

f’c = kuat tekan yang disyaratkan, MPa

M = nilai tambah, MPa

d. Menetapkan jenis semen PPC.

e. Menentukan jenis agregat, berupa agregat alami atau batu pecah berdasarkan Tabel 3.2

Tabel 3.2. Perkiraan Kuat Tekan Beton (MPa) dengan Faktor Air Semen 0,50. 3 7 28 91 Alami 17 23 33 40 Batu pecah 19 27 37 45 Alami 21 28 38 44 Batu pecah 25 33 44 48 Umur (hari) I, II, III III Jenis Semen Jenis Agregat Kasar

f. Menetapkan faktor air-semen berdasarkan jenis semen, jenis agregat kasar dan kuat tekan rata-rata.

(54)

g. Menetapkan faktor air-semen maksimum berdasarkan Tabel.3.3.

Tabel 3. 3. Persyaratan Faktor Air-Semen Maksimum Untuk Berbagai Pembetonan dan Lingkungan Khusus.

Jenis Pembetonan FAS

Maksimum Beton di dalam ruang bangunan :

a. Keadaan keliling non-korosif

b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau uap korosi

0,60

0,52

Beton di luar ruang bangunan :

a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung

0,55 0,60

Beton yang masuk ke dalam tanah :

a. Mengalamai keadaan basah dan kering berganti-ganti b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah

0,55 Lihat Tabel 3.3.a

Beton yang selalu berhubungan dengan air tawar/payau/laut Lihat Tabel 3.3.b

h. Menentukan nilai slump.

i. Menetapkan besar butir agregat maksimum.

j. Menetapkan jumlah air yang diperlukan per meter kubik beton, berdasarkan ukuran maksimum agregat, jenis agregat, dan nilai slump yang diinginkan.

Tabel 3. 4. Perkiraan Kebutuhan Air Per Meter Kubik Beton (liter) Besar Ukuran Maks. Kerikil (mm) Jenis Batuan Slump (mm) 0 10 30 60 10 Alam i 150 180 205 225 Batu pecah 180 205 230 250 20 Alam i 135 160 180 195 Batu pecah 170 190 210 225 40 Alam i 115 140 160 175 Batu pecah 155 175 190 205

(55)

k. Menghitung Berat semen yang diperlukan dan kebutuhan semen minimum berdasarkan tabel 3.5 berikut :

Tabel 3. 5. Kebutuhan Semen Minimum Untuk Berbagai Pembetonan dan Lingkungan Khusus.

Jenis Pembetonan

Semen Minimum (kg/m3 beton) Beton di dalam ruang bangunan :

a. Keadaan keliling non-korosif

b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau uap korosi

275 325 Beton di luar ruang bangunan :

a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung

b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung

325 275

Beton yang masuk ke dalam tanah :

a. Mengalamai keadaan basah dan kering berganti-ganti b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah

325 Lihat Tabel

3.5.a Beton yang selalu berhubungan dengan air

tawar/payau/laut

Lihat Tabel 3.5.b

l. Menentukan daerah gradasi agregat halus berdasarkan Tabel 3. 6 berikut : Tabel 3. 6. Daerah Gradasi Agregat Halus

Lubang Ayakan (mm)

Persen Berat Butir yang Lewat Ayakan

1 2 3 4 10 100 100 100 100 4,8 90 – 100 90 - 100 90 - 100 95 – 100 2,4 60 – 95 75 - 100 85 - 100 95 – 100 1,2 30 – 70 55 - 90 75 - 100 90 – 100 0,6 15 – 34 35 - 59 60 - 79 80 – 100 0,3 5 – 20 8 - 30 12 - 40 15 – 50 0,15 0 – 10 0 - 10 0 - 10 0 – 15

m. Menetapkan nilai perbandingan antara agregat halus dan agregat kasar. n. Menghitung nilai berat jenis agregat campuran dengan rumus :

(56)

Bj. Camp = P bjag halus K bj.ag.kasar 100 . . 100´ + ´ Dengan :

Bj. Camp = berat jenis agregat campuran

bj. ag. halus = berat jenis agregat halus

bj. ag. Kasar = berat jenis agregat kasar

P = persentase agregat halus terhadap agregat campuran

K = persentase agregat kasar terhadap agregat campuran

o. Menghitung kebutuhan agregat campuran dengan rumus :

Wpasir + kerikil = Wbeton - kebutuhan air – kebutuhan semen

p. Menghitung berat agregat halus yang diperlukan dengan rumus :

Wpasir = (Persentase agregat halus) x Wpasir + kerikil

q. Menghitung berat agregat kasar yang diperlukan dengan rumus :

Wkerikil = Wpasir + kerikil - Wpasir

3. 6. Pengujian Bahan Dasar Beton

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dan karateristik dari material pembentuk beton. Pengujian dilakukan sesuai dengan standar yang ada. Dalam penelitian ini hanya dilakukan pengujian terhadap agregat halus dan kasar, sedangkan terhadap semen tidak dilakukan pengujian.

3. 6. 1. Pengujian Gradasi Agregat Halus

Gradasi adalah keseragaman diameter pasir sebagai agregat halus lebih diperhitungkan dari pada agregat kasar, karena sangat menentukan sifat pengerjaan dan kohesi campuran adukan beton.

Gambar

Gambar 2. 2. Diagram Tegangan – Regangan Bambu dan Baja (Morisco, 1999)
Tabel 2.2  Jenis-jenis Semen Portland  Jenis
Gambar 2. 3. Batang Bambu Menerima Gaya Tarik
Gambar 2.7. Diagram Tegangan-Regangan Kuat Tekan Beton (Dipohusodo, 1999)  Pada  SK  SNI  03  –  2847  –  2002  menetapkan  regangan  kerja  maksimum  yang  diperhitungkan di serat tep i beton tekan terluar adalah 0.003 sebagai batas hancur  namun  tidak
+7

Referensi

Dokumen terkait

MsgBox &#34;Masukan Nama Ruas terlebih dahulu..&#34;.

Bila kita ingin menggunakan identifier yang berisi nilai-nilai konstanta yang bernilai tetap (tidak berubah selama program berjalan), maka diawali dengan kata cadangan Const

With the other types of data stores, it is possible to store a friend’s relationship to a user in a document, but still, it can then be really complex to store friends’ relationships;

Soal selidik yang digunakan dalam kajian ini terdiri daripada empat bahagian, iaitu (A) aspek demografi, (B) aspek hubungan minat kanak-kanak terhadap membaca

If a human gets bitten after grabbing an egg, they can keep the egg, but must give a Blood token to the Mosquito that bit him/her and return to the Safe Zone till the end of that

Dengan demikian, koperasi bermanfaat bagi anggotanya, yaitu dapat membelikan atau melayani kebutuhan bahan baku para anggota dengan kualitas yang terjamin, jumlah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan motivasi belajar IPS pada siswa kelas IV di SD Negeri Daratan tahun pelajaran

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan kemampuan menulis puisi antara sebelum menerapkan teknik pembelajaran rangsang gambar dan sumbang kata dengan