12 2.1 Pengertian Pemasaran
Pemasaran merupakan salah satu kegiatan atau aktivitas penting bagi perusahaan karena terkait langsung dengan kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Pemasaran dilakukan oleh suatu perusahaan dengan tujuan agar tetap dapat bertahan dalam persaingan dan terus berkembang. Praktiknya saat ini, pemasaran dianggap sebagai kegiatan penjualan namun dalam arti sebenarnya pemasaran merupakan kegiatan yang sangat kompleks dan lebih dari sekedar kegiatan penjualan produk. Pandangan seperti ini perlu diubah karena sebenarnya penjualan merupakan bagian dari kegiatan pemasaran.
Pengertian pemasaran menurut Kotler dan Keller (2012:5) adalah sebagai berikut :
“Marketing is about identifying and meeting human and social needs. One of the shortest good definitions of marketing is meeting needs profitably.”
“Pemasaran adalah mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan sosial. Salah satu definisi yang baik dan singkat dari pemasaran adalah memenuhi kebutuhan dengan cara yang menguntungkan.”
2.2 Pengertian Manajemen Pemasaran
Manajemen pemasaran memegang peranan penting dalam perusahaan karena manajemen pemasaran bertugas untuk mengatur semua kegiatan pemasaran. Pengertian manajemen pemasaran menurut Kotler dan Keller (2012:27) adalah :
“Manajemen pemasaran sebagai seni dan ilmu dalam memilih target pasar dan mendapatkan, mempertahankan, dan meningkatkan konsumen dengan membuat, memberikan, dan mengkomunikasikan nilai konsumen yang superior.”
Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa manajemen pemasaran sebagai proses yang mencakup analisis, perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian atas kegiatan pertukaran dan bertujuan menghasilkan kepuasan kepada pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.
2.3 Brand
Brand merupakan salah satu atribut yang penting dari sebuah produk, terutama dalam menumbuhkan persepsi yang positif dan konsumen akan percaya
setelah menilai atribut yang dimiliki suatu brand. Agar memiliki gambaran yang
jelas mengenai brand, penulis akan menjelaskan beberapa hal yang terkait
dengan brand seperti yang dijelaskan dibawah ini.
2.3.1 Pengertian Brand
Menurut Aaker (Keller, 2013:30) definisi merek adalah :
“Sebuah kombinasi nama, istilah, simbol atau gambaran tertentu yang dibentuk untuk mengidentifikasi merek tersebut dari kompetitor bisnis perusahaan, sehingga ketika perusahaan sedang menciptakan sebuah nama, logo, atau simbol untuk produk baru, mereka sedang membentuk merek.”
Menurut American Marketing Association (Kotler, 2009) definisi merek
ialah :
"Nama, istilah, tanda, lambang, atau desain atau kombinasinya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari salah satu penjual atau kelompok penjual dan mendiferensiasikan mereka dari para pesaing.”
Kotler (2012:272) menyatakan bahwa suatu merek memiliki enam
tingkatan pengertian, yaitu:
a. Atribut : Setiap merek memiliki atribut. Atribut ini perlu dikelola
dan diciptakan agar pelanggan dapat mengetahui dengan pasti
atribut-atribut apa saja yang terkandung dalam suatu merek.
b. Manfaat : Selain atribut, merek juga memiliki serangkaian manfaat.
Konsumen tidak saja memberi atribut tetapi juga membeli manfaat.
c. Nilai : Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen.
Merek memiliki nilai tinggi dan dihargai oleh konsumen sebagai
merek yang berkualitas dan berkelas, sehingga dapat mencerminkan
siapa pengguna merek tersebut.
d. Budaya : Merek memiliki budaya tertentu yang dapat
e. Kepribadian : Merek memiliki kepribadian, yaitu kepribadian bagi
penggunanya. Jadi diharapkan dengan menggunakan merek,
kepribadian pengguna akan tercermin melalui merek yang
digunakan.
f. Pemakai : Merek menunjukan jenis konsumen pemakai merek
tersebut. Itulah sebabnya para pemasar selalu menggunakan
orang-orang yang terkenal untuk menggunakan mereknya.
2.3.2 Elemen Merek
Sebuah brand atau merek terdiri dari beberapa elemen atau unsur yang
menjadi sebuah kesatuan. Menurut Kotler dan Pfoertsch (2006:92).
menyebutkan bahwa elemen merek atau elemen brand merupakan upaya visual
dan bahkan terkadang fisik yang bertindak mengidentifikasi dan mendiferensiasi
suatu produk atau jasa perusahaan. Menurut Kotler (2009:269) juga
mengungkapkan bahwa elemen merek merupakan alat pemberi nama dagang
yang mengidentifikasikan dan mendiferensiasikan merek. Merek setidaknya
harus memiliki beberapa elemen yang mampu memberikan kontribusi positif
dalam penciptaan merek yang ideal. Berikut ini merupakan kunci elemen brand
secara fisik untuk membangun merek yang kuat.
2.3.2.1 Nama
Kotler dan Pfoertsch (2006:92) menjelaskan bahwa nama brand adalah
nama brand harus dipilih dengan hati-hati karena mengandung informasi penting
bagi pemangku kepentingan. Nama brand umumnya memiliki semacam citra
yang diasosiasikan, baik secara kultural, linguistik maupun geografis. Dalam
Kotler (2009:269) nama merek merupakan bagian dari merek yang dapat
diucapkan. Nama merek merupakan unsur sentral yang ada di dalam suatu
merek. Nama merek harus mudah di ucapkan, dapat di ingat dengan baik oleh
konsumen, serta memiliki konotasi yang baik di dalam pikiran penggunanya.
Melalui penciptaan nama merek maka akan dapat diperoleh beberapa manfaat
antara lain :
1. Mempengaruhi kecepatan konsumen dalam menyadari suatu merek
2. Mempengaruhi citra merek
3. Berperan penting dalam pembentukan ekuitas merek
2.3.2.2 Logo
Kotler dan Pfoertsch (2006:98), logo adalah suatu tampilan grafis dari
nama merek atau perusahaan. Sebuah logo yang baik memenuhi secara imperatif
grafis dan fungsional. Nilai-nilai perusahaan dan karakteristik harus tercermin
dalam logo dan merek dalam menjalankan strategi pemasaran. Dalam Kotler
(2009:269), logo dan atau simbol merupakan seperangkat gambar atau huruf
yang diciptakan untuk mengindikasikan keorisinilan, kepemilikan ataupun
asosiasi. Walaupun kunci elemen dalam merek adalah nama merek, namun logo
dan simbol sangat penting agar dapat dikaitkan dengan suatu nama merek dalam
2.3.2.3 Slogan
Dalam Kotler dan Pfoertsch (2006:101), slogan atau tagline memainkan
peran yang unik dan berbeda dalam membuat identitas merek yang harmonis.
Slogan memiliki tujuan untuk mendukung citra merek yang diproyeksikan
perusahaan oleh nama merek dan logo. Slogan harus mewakili nilai fungsional
dan emosional pada saat yang sama bagi target yang dituju. Sedangkan dalam
Keller (2003:175), slogan merupakan ungkapan pendek dalam komunikasi
informasi yang berbentuk deskriptif atau persuasi tentang brand. Slogan sering
kali muncul dalam periklanan tetapi dapat memainkan satu peran penting dalam
kemasan dan dalam aspek yang lain dari program pemasaran.
2.3.2.4 Warna
Menurut Shimp (2003:308), warna memiliki kemampuan untuk
mengkomunikasikan banyak hal pada para pembeli prospektif, termasuk kualitas
serta kemampuan produk untuk memuaskan beragam kebutuhan psikologis.
Berbagai penelitian telah mendokumentasikan peran penting bahwa warna
berperan dalam mempengaruhi panca indera.
2.3.3 Kriteria Elemen Brand
Dalam Kotler dan Pfoertsch (2006:92) menjelaskan bahwa unsur resmi
seperti nama, logo atau slogan diciptakan untuk membentuk identitas visual dari
sebuah brand dari perusahaan. Elemen tersebut harus mencerminkan esensi
menjamin konsistensi kinerja suatu merek harus sesuai dengan kriteria sebagai
berikut:
1. Available, yaitu merek yang ditawarkan harus tersedia dan dapat digunakan pasar.
2. Meaningful, yaitu idealnya elemen merek harus menangkap esensi merek dan mengkomunikasikan sesuatu tentang sifat bisnis.
3. Memorable, yaitu elemen merek yang baik adalah khas dan harus
mudah diingat. Nama merek harus mudah apalagi untuk dibaca dan
dieja.
4. Protectable, yaitu nama merek dapat dilindungi secara hukum. 5. Future-Oriented, yaitu elemen merek yang dipilih dapat diposisikan
oleh perusahaan sebagai suatu bentuk pertumbuhan, perubahan dan
kesuksesan.
6. Positive, elemen merek yang efektif adalah yang dapat
membangunkan asosiasi yang positif pada pasar sasaran.
7. Transferable, yaitu merek dimungkinkan untuk menjadi pembeda di kategori pasar yang sama atau berbeda.
2.3.4 Manfaat Merek
Perusahaan harus memutuskan dan menentukan bagaimana suatu merek
dapat menjadi sebuah identitas bagi produknya. Brand memiliki beberapa
manfaat bagi produsen dan konsumen. Menurut Kotler dan Keller (2012:259)
1. Menyederhanakan penanganan atau penelusuran produk.
2. Membantu mengatur pencatatan persediaan dan catatan akutansi.
3. Menawarkan perlindungan hukum kepada perusahaan untuk
fitur-fitur atau aspek-aspek yang unik sebuah produk. Bagi perusahaan,
merek mempresentasikan bagian properti hukum yang sangat
berharga, dapat mempengaruhi konsumen, dapat dibeli dan dijual,
serta memberikan keamanan pendapatan di masa yang akan datang.
Manfaat brand bagi penjual menurut Kotler dan Amstrong (2008:212)
adalah sebagai berikut:
1. Brand name menjadi dasar dari keseluruhan tingkat yang dapat dibangun sekitar kualitas produk yang special,
2. Brand name dan merek dagang penjual memberikan perlindungan
hukum untuk fitur produk yang unik dengan kata lain mungkin akan
ditiru oleh pesaing,
3. Brand membantu penjual dalam mensegmenkan pasar.
Sedangkan manfaat brand bagi konsumen menurut Kotler dan
Amstrong (2008:212) adalah sebagai berikut:
1. Brand name membantu konsumen mengidentifikasi produk yang mungkin bermanfaat bagi merek,
2. Brand juga menyatakan tentang mutu dan konsistensi produk.
Menurut Rangkuti (2008:139) brand banyak memberikan manfaat, bagi
1. Manfaat merek bagi perusahaan
a. Nama merek memudahkan penjual untuk mengolah
pesanan-pesanan dan memperkecil timbulnya kesalahan.
b. Nama merek dan tanda dagang akan secara hukum melindungi
penjualan dari pemalsuan ciri-ciri produk, karena bila setiap
pesaing akan meniru produk yang telah berhasil dipasaran.
c. Merek memberikan peluang bagi penjual untuk mempertahankan
kesetiaaan konsumen akan melindungi penjual dari persaingan
serta membantu memperketat pengendalian dalam merencanakan
strategi bauran pemasaran.
d. Merek dapat membantu penjual dalam mengelompokkan pasar
dalam segmen-segmen.
e. Citra perusahaan dapat dibina dengan adanya nama baik. Dengan
membawa perusahaan, merek ini sekaligus mengiklankan kualitas
dan besarnya perusahaan.
2. Manfaat merek bagi konsumen
a. Merek dapat membantu konsumen untuk mengidentifikasi produk
yang hendak dibeli, sehingga dengan adanya merek maka akan
membantu untuk membedakan mutu dari tiap-tiap merek yang
ada.
b. Dapat berjalan dengan mudah dan efisien, terutama ketika
2.4 Rebranding
Rebranding merupakan kombinasi dari dua kata yaitu re- dan brand yang
berasal dari Bahasa Inggris. Re- memiliki arti kembali dan brand yang berarti
merek. Jika diartikan berdasarkan asal kata, rebranding memilki arti pemberian
nama kembali terhadap suatu merek atau brand.
Rebranding dapat terjadi apabila perusahaan mengalami situasi tertentu yang memaksa perusahaan melakukan rebranding. Rebranding dapat
mengindikasikan adanya tujuan penghapusan atau pelepasan atas sesuatu yang
sebelumnya telah terjadi, misalnya penghapusan citra atau reputasi yang
terbentuk sebelumnya atau sebagai penyegaran yang dilakukan perusahaan.
Menurut Stuart dan Muzellec dalam Arzia (2007:9), dorongan atas
rebranding adalah untuk mengirimkan sinyal kepada pasar serta
mengkomunikasikan kepada pemegang modal (stakeholder) bahwa sesuatu
mengenai organisasi telah berubah.
2.4.1 Pengertian Rebranding
Menurut Muzellec et al. (2003:32) rebranding terdiri dari dua kata yakni
“re” memberikan arti melakukan hal untuk kedua kalinya atau pengulangan dan “brand”. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa rebranding sebagai
praktek membangun sebuah nama baru kembali yang mewakili posisi yang
berbeda dalam benak pemegang kepentingan (stakeholders) dan sebuah identitas
khusus dibandingkan dengan kompetitor.
“Rebranding merupakan proses menciptakan suatu nama yang baru,
istilah, simbol, desain atau suatu kombinasi kesemuanya untuk satu
brand yang tidak dipungkiri dengan tujuan dari pengembangan
diferensiasi (baru) posisi didalam pikiran stakeholdersdan pesaing.”
2.4.2 Jenis dan Tingkatan Rebranding
Proses rebranding terdiri atas dua tipe, tipe pertama adalah apabila dalam
proses rebranding terjadi penggantian merek yang sudah mapan dengan merek
yang baru, sedangkan tipe kedua adalah apabila dalam proses rebranding terjadi
suatu modifikasi dari merek yang sudah mapan. Bentuk lain dari proses
rebranding adalah segmentasi pasar dan diferensiasi produk.
Secara spesifik, perubahan merek (rebranding) dikelompokkan
berdasarkan tiga tipe yang berbeda, yaitu perubahan nama, logo dan perubahan
slogan. Namun perubahan merek (rebranding) juga dapat dikelompokkan
menjadi lima jenis yaitu:
1. Perubahan nama dan logo baru
2. Perubahan nama baru
3. Perubahan logo dan slogan baru
4. Perubahan logo baru
5. Perubahan slogan baru.
Rebranding dapat terjadi pada tiga level yang berbeda dalam sebuah
perusahaan yang mewakili identitas yakni:
1. Rebranding perusahaan (corporate rebranding) yang terkait dengan pendefinisian ulang atas keseluruhan entitas perusahaan dan
bertujuan untuk membentuk citra dan atau merefleksikan perubahan
identitas perusahaan.
2. Rebranding unit bisnis perusahaan (rebranding of business units) yang meliputi pemberian identitas pada anak atau divisi perusahaan
yang terpisah dari perusahaan.
3. Rebranding produk individual (rebranding of individual products) yang meliputi perubahan identitas bagi suatu produk yang diproduksi
perusahaan.
2.4.3 Penyebab Rebranding
Proses rebranding dapat dilakukan sebagai tindakan emergency terhadap
masalah yang dihadapi perusahaan atau sebagai reaksi dinamis atas
restrukturisasi perusahaan. Beberapa hal yang dapat menjadi alasan dilakukannya
rebranding menurut Muzellec et. al (2003:33) ialah sebagai berikut:
1. Perubahan dalam kepemilikan perusahaan
2. Perubahan strategi perusahaan
3. Perubahan posisi persaingan
4. Perubahan lingkungan luar perusahaan.
2.4.4 Tujuan Rebranding
Terdapat tujuan atas dilaksanakannya rebranding oleh suatu perusahaan.
Menurut Muzellec dan Lambkin (2006) tujuan perubahan merek (rebranding)
perusahaan atau menciptakan citra yang baru. Adapun alasan dan motivasi
rebranding adalah sebagai berikut:
1. Untuk restrukturisasi, membuat start baru atau penyegaran.
2. Pemulihan dari krisis atau skandal.
3. Merger. 4. Cost Control.
5. Untuk menyatukan brand secara global.
6. Untuk mendukung arah baru, budaya baru perusahaan.
7. Membentuk produk baru.
2.4.5 Manfaat Rebranding
Brand bukan hanya sekedar desain atau identitas produk dari sebuah
perusahaan. Brand merupakan sebuah hubungan antara konsumen dan perusahaan, antara konsumen dan produk atau antara konsumen dan jasa. Brand
harus dibuat sebaik mungkin untuk memberikan kesan yang positif kepada
konsumennya.
Terkadang sebuah bisnis perlu membuat atau menciptakan citra baru
dalam produk atau jasa mereka dengan rebranding. Larslong dalam Budi
(2010:37) mengungkapkan bahwa rebranding diperlukan ketika citra suatu
perusahaan dinilai negatif oleh konsumen karena adanya permasalahan pada
perusahaan itu sendiri atau dengan adanya perubahan pasar.
Berdasarkan penjelasan mengenai rebranding tersebut dapat ditarik
dalam rangka mengubah citra perusahaan yang dikomunikasikan melalui merek
atau brand dengan beberapa proses perubahan yang terkait nama, logo dan
simbol, slogan serta warna atau kombinasinya dari suatu produk agar lebih
representatif yang didasari oleh beberapa faktor penyebab.
2.5 Loyalitas Pelanggan
2.5.1 Pengertian Loyalitas
Secara harfiah loyal berarti setia, atau loyalitas dapat diartikan sebagai
suatu kesetiaan. Kesetiaan ini timbul tanpa adanya paksaan, tetapi timbul dari
kesadaran sendiri pada masa lalu. Usaha yang dilakukan untuk menciptakan
kepuasaan konsumen lebih cenderung mempengaruhi sikap konsumen.
Sedangkan konsep loyalitas konsumen lebih menekankan kepada perilaku
pembeliannya.
Istilah loyalitas sering kali diperdengarkan oleh pakar pemasaran maupun
praktisi bisnis, loyalitas merupakan konsep yang tampak mudah dibicarakan
dalam konteks sehari-hari, tetap menjadi lebih sulit ketika dianalisis maknanya.
Menurut Griffin (2008:5) pengertian loyalitas sebagai berikut pengertian
loyalitas sebagai berikut:
“Loyalitas adalah pembentukan sikap dan pola perilaku seorang konsumen terhadap pembelian dan penggunaan produk merupakan hasil dari pengalaman mereka sebelumnya.”
Menurut Kotler dan Keller (2012:207) pengertian loyalitas sebagai
berikut:
masa depan meskipun pengaruh situasional dan upaya pemasaran memiliki potensi untuk menyebabkan konsumen
beralih ke produk lain”.
Dari beberapa penjelasan ahli diatas dapat diketahui bahwa pelanggan
atau konsumen memiliki dasar loyalitas yang berbeda, hal ini tergantung dari
obyektivitas masing-masing individu. Loyalitas dapat didefiniskan sebagai suatu
kecenderungan emosional terhadap suatu obyek. Kecenderungan emosional
dapat terbentuk berdasarkan pengalaman terdahulu terhadap suatu obyek atau
merek atau berdasarkan informasi yang didapat dari orang lain.
Kesimpulannya, loyalitas adalah kesetiaan konsumen terhadap suatu
obyek yang terbentuk atas kecenderungan emosional terkait pengalaman pribadi
yang dipengaruhi juga oleh informasi yang berasal dari luar.
2.5.2 Pengertian Pelanggan
Dalam kehidupan sehari-hari, pelanggan atau yang biasa disebut juga
konsumen merupakan orang yang kegiatannya membeli dan menggunakan suatu
produk baik berupa barang maupun jasa. Pelanggan atau konsumen adalah
orang-orang yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan
produsen atau perusahaan.
Menurut Yamit dalam Kholilurrahman (2007:21-22) berpendapat
bahwa pelanggan adalah orang yang membeli dan menggunakan produk. Dalam
perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa, pelanggan adalah orang yang
Sedangkan Griffin berpendapat bahwa customer (pelanggan) memberikan pandangan mendalam yang penting untuk memahami mengapa
perusahaan harus menciptakan dan memelihara pelanggan dan bukan hanya
menarik pembeli. Definisi tersebut berasal dari kata custom yang didefinisikan
sebagai membuat sesuatu menjadi kebiasaan atau biasa dan mempraktikan
kebiasaan.
Pelanggan (customer) berbeda dengan konsumen (consumer), yaitu
seseorang dapat dikatakan sebagai pelanggan apabila orang tersebut mulai
membiasakan diri untuk membeli produk atau jasa yang ditawarkan oleh suatu
perusahaan. Kebiasaan tersebut dapat dibangun melalui pembelian
berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu, apabila dalam jangka waktu tertentu tidak
melakukan pembelian ulang maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai
pelanggan tetapi sebagai seorang pembeli atau konsumen.
Dari penjelasan diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pelanggan
adalah orang yang melakukan pembelian berulang atas suatu produk dalam
jangka waktu tertentu.
2.5.3 Pengertian Loyalitas Pelanggan
Sebagaimana diketahui bahwa tujuan umum dari suatu bisnis adalah
untuk menciptakan kepuasan pelanggan yang berujung kepada penggunaan
produk perusahaan oleh konsumen. Berbagai usaha dilakukan perusahaan untuk
mendapatkan pelanggan yang loyal. Berikut beberapa pengertian menurut para
Menurut Griffin (2007:4) menyatakan pendapatnya tentang loyalitas
pelanggan antara lain:
”Loyalitas pelanggan adalah perilaku pembelian yang didefinisikan pembelian non random yang diungkapkan dari waktu ke waktu oleh beberapa unit pengambil keputusan.”
Menurut Tjiptono (2011:110) pengertian loyalitas pelanggan adalah:
“Loyalitas pelanggan sebagai komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko, pemasok, berdasarkan sikap yang sangat positif tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten.”
Dari beberapa pengertian menuruh ahli dapat disimpulkan bahwa
kesetiaan atau loyalitas terhadap merek yang diperoleh karena adanya kepuasan
suatu individu terhadap suatu produk atas referensi serta didukung dengan
pengalaman dalam menggunakan produk tersebut. Kepuasan pelanggan hadir
dari seberapa besar kinerja perusahaan untuk menimbulkan kepuasan tersebut
dengan meminimalisir keluhan sehingga diperoleh pembelian jangka panjang
dan berulang yang dilakukan oleh konsumen yang pada akhirnya menjadi
pelanggan.
2.5.4 Manfaat Loyalitas Pelanggan
Menurut Griffin (2007:13) mengemukakan bahwa pelanggan yang loyal
dapat menghemat biaya perusahaan antara lain sebagai berikut:
1. Penjualan naik karena pelanggan membeli banyak.
2. Memperkuat posisi perusahaan di pasar karena pembeli membeli
3. Biaya pemasaran menurun karena tidak perlu mengeluarkan uang
untuk memikat pelanggan berulang.
4. Lebih terlindungi dari persaingan harga karena pelanggan yang loyal
kecil kemungkinannya terpikat diskon.
5. Pelanggan yang puas cenderung mencoba lini produk kita dengan
demikian membantu kita mendapatkan pangsa pelanggan yang lebih
besar.
2.5.5 Karakteristik Loyalitas Pelanggan
Menurut Griffin (2008:31) pelanggan yang loyal merupakan aset yang
penting bagi perusahaan. Hal ini dikarenakan beberapa karakteristik yang
dimilikinya. Berikut ini karakteristik dari pelanggan yang loyal yaitu:
1. Melakukan Pembelian Ulang Secara Teratur
Konsumen melakukan pembelian secara berkesinambungan terhadap
suatu produk tertentu.
2. Membeli Antarlini Produk dan Jasa
Konsumen tidak hanya membeli jasa dan produk utama tetapi
konsumen juga membeli lini produk dan jasa dari perusahaan yang
sama.
3. Mereferensikan Kepada Orang Lain.
Dimana konsumen melakukan komunikasi dari mulut ke mulut
(word of mouth) berkenaan dengan produk tersebut.
Konsumen menolak untuk menggunakan produk atau jasa alternatif
yang ditawarkan oleh pesaing.
Oleh karena itu, loyalitas konsumen merupakan suatu hal yang bisa
diandalkan untuk memprediksi pertumbuhan dimasa yang akan datang bagi suatu
perusahaan.
2.5.6 Tahapan Loyalitas Pelanggan
Menurut Hill dalam Griffin (2005) membagi tahapan loyalitas pelanggan
menjadi enam tahap mulai dari suspect sampai pada tahap partner. Di bawah ini
digambarkan mengenai piramida tahapan loyalitas pelanggan tersebut.
Partner
Advocate
Clients
* Customer *
Prospect
Suspect
*→ Profit Starts Here (keuntungan dimulai disini) Gambar 2.1. Piramida tahap-tahap loyalitas pelanggan
Sumber : Griffin (2005)
Namun menurut Griffin (2005) menjelaskan bahwa tingkatan loyal
1. Suspect
Bagian ini termasuk semua pembeli produk atau jasa dalam
pemasaran, jadi suspects adalah menyadari akan produk atau jasa
perusahaan atau tidak mempunyai kecenderungan terhadap
pembelian.
2. Prospects
Prospects adalah pelanggan potensial yang mempunyai daya tarik
terhadap perusahaan namun belum mengambil langkah untuk
melakukan bisnis dengan perusahaan.
3. Customers
Suatu jenis pembelian produk (walaupun dalam kategori ini
termasuk beberapa pembelian ulang) yang tidak memiliki loyalitas
pada perusahaan.
4. Clients
Pembelian ulang yang menunjukkan loyalitas pada perusahaan
namun lebih memiliki dorongan pasif dibandingkan dengan
dorongan aktif terhadap perusahaan.
5. Advocates
Client yang memberikan dorongan yang positif pada perusahaan
dengan merekomendasikannya kepada orang lain.
6. Partners
Partners adalah hubungan yang sangat erat antara konsumen dengan
2.5.7 Jenis-jenis Loyalitas Pelanggan
Menurut Griffin (2007:22) menyatakan bahwa ada empat jenis loyalitas
konsumen yang berbeda dan muncul apabila keterikatan rendah dan tinggi
diklasifikasi silang dengan pola pembelian ulang yang rendah dan tinggi. Hal ini
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.1 Keterikatan Relatif
Tinggi Rendah Tinggi Loyalitas premium Loyalitas tersembunyi
Rendah Loyalitas yang lemah Tanpa loyalitas Sumber: Jill, Griffin (2007:22), Customer Loyalty
1. Tanpa Loyalitas (No Loyalty)
Tanpa loyalitas terjadi bila tingkat keterikatan dan perilaku pembelian
ulang konsumen yang sama-sama lemah, sehingga loyalitas tidak
terbentuk. Ada dua kemungkinan penyebab. Pertama, sikap yang
lemah (mendekati netral) dapat terjadi jika suatu produk dan jasa baru
diperkenalkan dan atau pemasarnya tidak mampu
mengkomunikasikan keunggulan unik produknya. Penyebab kedua
berkaitan dengan dinamika pasar, dimana merek-merek yang
berkompetisi dipersepsikan serupa atau sama.
2. Loyalitas Lemah (Spurious Loyalty)
Tingkat keterikatan yang rendah bila digabung dengan perilaku
pembelian berulang yang tinggi akan menghasilkan loyalitas lemah.
Hal ini termasuk jenis pembelian ”karena konsumen selalu
menggunakannya” atau ”karena sudah terbiasa”. Pembeli ini
merasakan tingkat kepuasan tertentu dengan perusahaan atau
minimal tiada ketidakpuasan yang nyata. Loyalitas jenis ini paling
umum terjadi pada produk yang sering dibeli.
3. Loyalitas Tersembunyi (Latent Loyalty)
Tingkat preferensi yang relatif tinggi bila digabung dengan perilaku
pembelian berulang yang rendah akan menunjukan loyalitas
tersembunyi. Bila konsumen memiliki loyalitas tersembunyi,
pengaruh situasi dan bukan pengaruh sikap yang akan menentukan
pembelian berulang. Dengan memahami faktor situasi yang
berkontribusi pada loyalitas tersembunyi, perusahaan dapat
menggunakan berbagai strategi untuk mengatasinya.
4. Loyalitas Premium (Premium Loyalty)
Loyalitas premium merupakan jenis loyalitas yang paling dapat
ditingkatkan. Loyalitas ini terjadi bila ada tingkat keterikatan yang
tinggi dan perilaku pembelian berulang yang juga tinggi. Ini
merupakan jenis loyalitas yang paling diharapkan oleh setiap
perusahaan. Pada tingkat preferensi yang paling tinggi tersebut,
konsumen akan merasa bangga apabila mengkonsumsi atau
menggunakan produk tertentu yang disertai dengan pola pembelian
dalam membagi pengetahuan tentang produk tersebut kepada rekan
dan keluarga mereka.
2.6 Posisi Skripsi dibandingkan dengan Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu digunakan sebagai dasar pijakan atau acuan dalam
penyusunan skripsi ini. Untuk mengetahui posisi skripsi jika dibandingkan
dengan penelitian terdahulu, maka didahului dengan melihat hubungan antara
variabel dalam penelitian ini seperti digambarkan pada Gambar 2.2.
Penelitian ini terdiri dari 2 variabel dimana variabel bebas atau
independent (X) yaitu rebranding dengan indikator perubahan nama, logo, slogan dan warna sementara variabel terikat atau dependent (Y) adalah loyalitas
pelanggan. Sumber lain yang dapat digunakan adalah melihat hasil penelitian
terkait variabel X (rebranding) dan variabel Y (loyalitas pelanggan) dapat dilihat
pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu terkait Analisis Rebranding dan Dampaknya Terhadap Loyalitas Pelanggan
No
Peneliti dan Tahun Penelitian
Variabel Penelitian dan Objek Penelitian
Teori yang
Digunakan Temuan Penelitian
Perusahaan Konsumen, Oliver (1999) 3. Brand Association, Aaker (1991) 4. Kepuasan, (2003) 5. Reputasi Perusahaan , Tjiptono (2006)
(dalam hal ini penghuni) jika melalui Brand Association namum memiliki pengaruh langsung terhadap Kepuasan dan Reputasi Perusahan
2. Ansory Wiranata (2014) Pengaruh Rebranding Terhadap Loyalitas Konsumen pada Fourspeed Nomad Bandung 1. Rebranding, Muzellec et al. (2003) 2. Loyalitas Konsumen, Griffin (2005) Rebranding memiliki pengaruh terhadap loyalitas pelanggan. Namun pengaruh dari masing-masing sub variabel rebranding terbilang kecil Jurnal
3. Harri Pranata (2013)
Pengaruh Perubahan Merek Sari Puspa menjadi Soffell Terhadap Loyalitas Konsumen 1. Rebranding, Daly dan Moloney (2004) 2. Loyalitas Konsumen, Oliver (1997) Rebranding memiliki pengaruh positif sebesar 16% terhadap loyalitas pelanggan dan sisanya dipengaruhi faktor yang tidak diteliti
Jurnal 4. Ricky Octavianus (2008) Pengaruh Rebranding Terhadap Loyalitas Pelanggan UNKL 347
1. Rebranding, Muzellec and Lambkin (2005) 2. Loyalitas Rebranding memiliki pengaruh yang sangat siginifikan terhadap loyalitas pelanggan
Konsumen, Griffin (2005) 5. Febriansyah (2013) Pengaruh Perubahan Logo (Rebranding) Terhadap Citra Merek Pada PT Telkom, Tbk. di Bandar Lampung 1. Rebranding, Daly dan Moloney (2004) 2. Citra Merek, Kotler (2005) Perubahan logo (Rebranding) PT Telkom, Tbk. memiliki pengaruh terhadap citra merek Jurnal
2.7 Kerangka Pemikiran
Semakin ketatnya persaingan dalam bisnis transportasi menuntut setiap
perusahaan untuk memiliki brand yang kuat. Pada dasarnya rebranding
merupakan strategi yang dilakukan perusahaan untuk mendapatkan identitas
serta brand image baru untuk mencapai tujuan umum suatu usaha yaitu kepuasan
pelanggan. Tujuan perubahan merek (rebranding) dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu merefleksikan identitas baru dari suatu perusahaan atau menciptakan
citra yang baru (Muzellec dan Lambkin, 2006).
Menurut Griffin (2005:5) menyatakan pendapatnya tentang loyalitas
pelanggan. Loyalitas pelanggan merupakan suatu bentuk perilaku dari kepuasan
pelanggan. Terciptanya kepuasaan dapat memberikan beberapa manfaat,
diantaranya hubungan antara perusahaan dengan pelanggannya menjadi
harmonis sehingga memberikan dasar yang baik bagi pembelian berulang,
terciptanya kesetiaan terhadap merek serta membuat suatu rekomendasi dari
(Tjiptono, 2000:105). Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas maka dapat
ditarik kerangka pemikiran sebagai berikut.
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Sumber : Griffin (2005) (data diolah)
Hubungan rebranding dengan loyalitas konsumen dalam penelitian ini
adalah rebranding yang dilakukan bukan karena suatu brand telah usang
melainkan untuk memperbaiki citra negatif atau pemulihan dari krisis yang
melibatkan merek sebelumnya. Rebranding diharapkan dapat mengembalikan
keyakinan kosumen yang dapat ditunjukkan melalui loyalitas pelanggan yang
dapat diukur melalui karakteristik loyalitas pelanggan terhadap brand M-GO
Shuttle.
2.8 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2012:93) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka penulis menarik hipotesis penelitian sebagai berikut
Rebranding
(X)
Loyalitas Pelanggan