• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindak Tutur Asertif Dan Direktif Dalam Novel Perahu Kertas Karya Dewi Lestari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tindak Tutur Asertif Dan Direktif Dalam Novel Perahu Kertas Karya Dewi Lestari"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar

bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003: 558).

2.1.1 Tindak Tutur Asertif

Searle (dalam Tarigan, 1990: 47) menyatakan bahwa tindak tutur asertif merupakan suatu

kategori tindak ilokusi yang menuntut penutur terikat pada kebenaran proposisi yang

dingungkapkan, seperti menyatakan, memberitahukan, menyarankan, membanggakan,

mengeluh, menuntut, dan melaporkan.

Dengan kata lain, tindak tutur asertif merupakan tindak tutur yang mengikat penutur pada

kebenaran proposisi yang diungkapkan. Tindak tutur ini berkaitan dengan fakta. Tindak tutur ini

berkaitan dengan pengetahuan, data, apa yang ada atau diadakan, atau telah terjadi atau tidak

terjadi, dengan tujuan bahwa tindak tutur ini memiliki fungsi sebagai penyampaian informasi

kepada mitra tuturnya.

2.1.2 Tindak tutur Direktif

Tarigan (1986: 470) tuturan direktif merupakan tuturan yang dimaksud untuk

menimbulkan beberapa efek tindakan sang penyimak.

Searle (dalam Leech, 1993 : 164) memberikan batasan pengertian tentang direktif, yaitu

tuturan yang berjalan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur.

(2)

tutur. Direktif dapat dibagi menjadi enam macam yaitu meminta, bertanya, menginstruksikan,

melarang, menyetujui, menasihati.

Fungsi direktif berpusat pada penerima pesan. Dalam hal ini, bahasa digunakan sebagai

mempengaruhi orang lain dari segi emosi maupun perasaan serta tingkah lakunya. Untuk itu juga

bahasa digunakan untuk memberi keterangan, mengundang, memerintah, memesan,

mengingatkan, mengancam, dan lain-lain yang termasuk tuturan direktif.

2.1.3 Novel Perahu Kertas

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen

Pendidikan Nasional (2007: 788), novel didefinisikan sebagai karangan prosa yang panjang

mengandung rangkaian cerita kehidupan seorang dengan orang di sekelilingnya dengan

menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Penelitian ini menggunakan novel Perahu Kertas

sebagai objek kajiannya. Novel yang telah difilmkan sebanyak dua seri ini merupakan sebuah

karangan fiksi yang disajikan oleh penulis, yakni Dewi Lestari (dee) tentang cerita anak muda

yang mewujudkan kehidupan sesuai dengan diri sendiri serta hidup yang berjalan sesuai dengan

apa adanya. bagaimana caranya memandang dunia, hidup, dan segala sesuatu di sekitarnya

dengan cara yang berbeda. Novel dengan tebal sebanyak 444 halaman ini diterbitkan pada

agustus 2009 oleh Bantang Pustaka. Dari novel ini, penulis menyajikan sebuah analisis

penggunaan bahasa yang dilakonkan oleh beberapa tokoh dalam sebuah wacana tulis dalam

(3)

2.1.4 Sinopsis Perahu Kertas

Novel Perahu Kertas ini merupakan sebuah karangan fiksi karya Dewi Lestari yang

dibuat khusus untuk memiliki cara hidup yang apa adanya tanpa dibuat-buat. Dengan adanya

novel ini penulis ingin menampilkan sebuah kisah yang menyentuh antara Kugy dan Keenan

memiliki watak dan karakter yang sama yakni mempertahankan dirinya sesuai dengan diri

sendiri.

Kugy, Eko, dan Noni adalah tiga orang sahabat yang selalu kompak. Kugy merupakan

seorang gadis yang suka berkhayal. Dia bercita-cita untuk menjadi seorang penulis dongeng,

sebuah cita-cita yang mungkin oleh sebagian orang pada masa sekarang sudah dianggap hal yang

aneh dan tidak cukup menghasilkan uang. Kugy juga menganggap dirinya agen Neptunus, dan

selalu menulis surat dan melipatnya menjadi sebuah perahu kertas yang kemudian berlayar untuk

disampaikannya pesan tersebut ke Neptunus. Eko dan Noni adalah sepasang kekasih sekaligus

sahabat dari Kugy. Eko merupakan teman Kugy semenjak SMP dan Noni adalah sahabat Kugy

dari kecil.

Kisah ini bermula saat Kugy diterima untuk berkuliah di salah satu perguruan tinggi di

Bandung, satu kampus dengan Eko dan Noni. Eko memiliki sepupu bernama Keenan yang juga

berkuliah ditempat yang sama. Pertemuan Kugy dan Keenan terjadi saat Eko, Noni dan Kugy

menjemput Keenan di stasiun Bandung. Keenan merupakan seorang pelukis. Pertemuan tersebut

menjadi awal kisah cinta Kugy dan Keenan, kisah cinta yang begitu rumit untuk diungkapkan.

Kisah yang diceritakan novel ini, penuh dengan konflik batin, sulit untuk melepaskan

perasaan yang sudah tertanam begitu dalam di hati seseorang. Rumit dan banyak kejadian yang

(4)

Novel ini juga mengajarkan bahwa kita harus yakin dengan apa yang kita lakukan. Hobi

adalah pekerjaan paling menyenangkan. Menjadi diri sendiri, bebas dan berkarya apapun

hasilnya, namun kepuasan batin dan menyenangkan orang banyak dengan hasil karya pribadi

yang mencerminkan diri sendiri adalah makna kehidupan dan hasil yang berharga dan tak ternilai

dengan materi. Novel ini juga mengajarkan arti persahabatan. Bahwa sesungguhnya sahabat

walaupun dalam masa sulit sekalipun, tak akan bisa melihat sahabatnya terluka.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pragmatik

Tarigan (1990: 32) mengatakan bahwa pragmatik sangat berkaitan dengan tindak ujar

atau speech act. Pragmatik juga menelaah ucapan-ucapan khusus dalam situasi-situasi khusus

dan terutama memusatkan perhatian pada aneka ragam cara yang merupakan wadah aneka

konteks sosial performansi bahasa dapat mempengaruhi tafsiran atau interpretasi. Pragmatik

adalah telaah mengenai ‘hubungan tanda-tanda dengan penafsir” Morris (dalam Tarigan, 1990:

33). Teori pragmatik menjelaskan alasan atau pemikiran para pembicara dan para penyimak

menjelaskan alasan atau pemikiran para pembicara dan para penyimak dalam menyususn

korelasi dalam suatu konteks sebuah tanda kalimat dengan suatu proposisi.

2.2.2 Aspek Situasi Tuturan

Aspek-aspek situasi ujaran adalah salah satu hal yang memudahkan kita untuk

menentukan dengan jelas serta rinci tentang hal yang menyangkut telaah pragmatik. Fungsi dari

aspek tuturan ini juga memudahkan kita untuk dapat membedakan antara telaah bidang

(5)

menelaah makna dalam situasi ujaran atau sering disebut dengan tindak tutur. Pragmatik juga

merupakan sebuah kajian dalam ilmu bahasa yang memerlukan konteks dalam tuturan karena

tanpa adanya konteks maka jalannya sebuah tuturan tersebut tidak akan dapat diketahui maksud

yang akan disampaikan.

Maka dengan adanya aspek tersebut, Tarigan (1990: 35) menyebutkan beberapa aspek tuturan,

yakni :

a) Pembicara /penyimak/pembaca

Dalam situasi ujaran antara pihak pembicara dan pihak penulis harus disertakan karena

dalam situasi ujaran pragmatik tidak hanya terbatas pada bahasa lisan tetapi juga mencakup

bahasa tulis.

b) Konteks ujaran

Konteks merupakan latar belakang pengetahuan yang diperkirakan dimiliki dan disetujui

bersama oleh pembicara dan penyimak. Konteks ini berperan membantu mitra tutur di dalam

menafsirkan maksud yang ingin dinyatakan oleh penutur.

c) Tujuan ujaran

Situasi ujaran tentu mengandung maknsa dan tujuan tertentu. Dengan kata lain, antara

penyimak dan pembicara terlibat dalam suatu kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu.

d) Tindak ilokusi

Apabila bahasa menelaah kesatuan-kesatuan statis yang abstrak seperti kalimat-kalimat

dan proposisi-proposisi. Maka, pragmatik menelaah tindak – tindak verbal atau

performansi-performansi yang berlangsung dalam situasi-situasi khusus dalam waktu tertentu. Ucapan

(6)

e) Tuturan sebagai produk tindak verbal

Tindak verbal sama halnya seperti tindakan atau kegiatan tindak ujar. Maka, tuturan dapat

digunakan dalam pengertian lain, yaitu sebagai produk suatu tindak verbal.

2.2.3 Tindak tutur

Tindak tutur merupakan analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang mengkaji

bahasa aspek pemakaian aktual. Telaah mengenai bagaimana cara kita melakukan sesuatu

dengan memanfaatkan kalimat-kalimat (Tarigan, 1990: 33). Tindak tutur merupakan gejala

individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa

si penutur dalam menghadapi situasi tertentu, dalam tindak tutur yang diperhatikan adalah makna

atau arti tindakan dalam tuturannya (Chaer, 1985: 65).

Teori mengenai tindak tutur pertama dicetuskan oleh filsuf berkebangsaan Inggris, yaitu

John L. Austin pada tahun 1995 di Universitas Harvad dan menerbitkan bukunya yang berjudul

How to Do Things with Words pada tahun 1962 (Rani, 2004:158). Austin dalam bukunya

membedakan antara ujaran performatif dan konstantif atau deskriptif. Ujaran yang dibedakan

oleh Austin yaitu ujaran berdasarkan perlakuan dan ujaran berdasarkan penyata. Teori Austin

mengenai konsep tindak tutur berkembang setelah Searle menerbitkan bukunya yang berjudul

Speech Acts, an Essay in the Philosophy of Language pada tahun 1969.

Menurut Searle dalam berkomunikasi, bahasa terdapat tindak tutur. Tindak tutur tersebut

terbagi menjadi tiga bagian, yakni tindak tutur lokusi (locutionary act), tindak tutur ilokusi

(ilocutionary act ), dan tindak tutur perlokusi ( perlocutionary act) yang dijabarkan (Chaer,

(7)

(1) Tindak lokusi

Tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Bila diamati secara seksama konsep lokusi

adalah konsep yang berkaitan dengan proposisi kalimat. Kalimat atau tuturan dalam hal ini

dipandang sebagai satu satuan yang terdiri dari dua unsur, yakni subyek/topik dan predikat.

(2) Tindak ilokusi

Sebuah tuturan yang berfungsi untuk mengatakan atau menginformasi sesuatu, dapat juga

dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Tindak ilokusi sangat sukar diidentifikasi karena harus

mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan di mana tindak tutur itu terjadi dan

sebagainya. Dengan demikian tindak ilokusi merupakan bagian sentral untuk memahami tindak

tutur.

(3) Tindak perlokusi

Sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh,

atau efek bagi yang mendengarkannya. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau

tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Tindak tutur yang pengaturannya dimaksudkan untuk

mempengaruhi lawan tutur disebut dengan tindak perlokusi.

Secara khusus Searle (dalam Tarigan, 1990: 46) mengembangkan tindak tutur ilokusi menjadi

lima kategori, yakni tindak tutur asertif atau representatif, direktif, komisif, dan deklarasi.

a. Asertif atau Representatif

Melibatkan pembicara pada kebenaran proposisi yang diekspresikan. Semua yang terlibat

dalam tindak tutur asrtif dapat dinilai pada penilaian yang menggunakan asas “benar” dan “salah”.

Jadi, Searle mengemukakan tindak tutur asertif ini dengan tuturan yang diyakini benar oleh

penutur dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai fakta dan kenyataanya seperti menyatakan,

(8)

b. Direktif

Direktif adalah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penututr untuk menyuruh orang lain

melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur.

Tindak tutur ini meliputi perintah, pemesanan, permohonan, pemberian saran.

c. Komisif

Komisif adalah jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk mengikatkan dirinya

terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang. Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang

dimaksudkan oleh penutur. Tindak tutur ini dapat berupa janji, ancaman, dan penolakan.

d. Ekspresif

Ekspresif adalah jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur

dengan cara mengekspresikan. Tindak tutur itu mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis

dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kebencian, kesenangan atau kesengsaran .

e. Deklaratif

Deklarasi adalah ilokusi apabila performasinya berhasil akan menyebabkan

korespondensi yang baik antara isi proposional dengan realitas, seperti menyerahkan diri,

memecat, membebaskan, membabtis, memberi nama, menamai, memvonis, menunjuk, dan

(9)

2.3 Tinjauan Pustaka

Alwi (2005: 1198) mengatakan bahwa tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan,

pendapat (sesudah menyelidiki atau mempelajari ) sedangkan pustaka adalah kitab, buku, buku

primbon (Alwi, 2005: 912).

Penelitian mengenai tindak tutur sudah banyak diteliti, di antaranya Malau (2009) dalam

skripsinya berjudul “Tindak Tutur dalam Seri Cerita Kenangan Argenteuil Hidup Memisahkan

Dir” karya N.H. Dini. Penulis menyatakan bahwa penelitian ini mendeskripsikan empat macam

bentuk tindak tutur, yaitu tindak tutur representatif, komisif, direktif, dan ekspresif yang

diterapkan oleh J.R. Searle. Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan tindak tutur yang

terdapat dalam seri cerita kenangan Argenteuil Hidup Memisahkan Diri. Percakapan-percakapan

tersebut merupakan wacana yang padu sehingga pendengar dapat memahami tuturan yang

diucapkan oleh pembicara, sedangkan tindak tutur yang dominan adalah tindak tutur

representatif pernyataan.

Hutapea (2010) pada skripsinya yang berjudul “Tuturan pada Upacara Adat Perkawinan

Masyarakat Batak Toba”. Penelitian ini menggunakan tindak tutur yang diterapkan oleh Searle

yakni membagi tindak tutur ilokusi menjadi beberapa kategori berupa representatif, komisif,

direktif, ekspresif. Tindak tutur yang diperoleh ialah melalui percakapam-percakapan berbagai

masyarakat yang bertutur dalam upacara adat perkawinan dalam masyarakat Batak Toba.

Percakapan-percakapan tersebut merupakan wacana yang padu sehingga pendengar dapat

memahami tuturan yang diucapkan oleh pembicara. Dari percakapan tersebut peneliti

mengategorikan setiap tuturan sesuai dengan bentuk tindak tutur yang dimaksud.

Ginting (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Tindak Tutur dalam Dialog

(10)

dapat disimpulkan bahwa tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi banyak terdapat dalam dialog film

Perempuan Punya Cerita. Tindak ilokusi adalah bentuk tindak tutur yang paling banyak

ditemukan dalam dialog tersebut. Selanjutnya, bentuk tindak tutur yang lebih sedikit ditemukaan

dalam dialog film tersebut adalah tindak lokusi dan perlokusi.

Tarigan (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Tindak Tutur Direktif dan Ekspresif

dalam Dialog Film Alangkah Lucunya Negeri Ini” karya Dedy Mizwar. Penelitian ini

mendeskripsikan bentuk-bentuk pemakaian tindaak tutur melalui pendekatan ilmu pragmatik.

Penelitian ini menggunakan teori Searle tentang bentuk-bentuk tindak tutur tindak tutur ilokusi

terutama tindak tutur direktif dan ekspresif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

bentuk ujaran direktif dan bentuk ujaran ekspresif. Tindak tutur direktif yang terdapat dalam

dialog film ini ialah mengajak, mempersilahkan, menasihati, menyuruh, menyarankan, melarang,

dan mendesak sedangkan tindak tutur ekspresif yang terdapat dalam dialog film ini ialah

menyatrakan terima kasih, permohonan, maaf, rasa takut, rasa kaget, terkejut, marah, rasa

senang, dan menyatakan rasa memuji. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode

deskriptif kualitatif sedangkan pengumpulan data yang terdapat dalam penelitian ini

menggunakan teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat.

Dari penelitian yang terdapat sebelumnya, penelitian mengenai tindak tutur memang

sudah pernah dianalisis, tetapi penelitian mengenai “Tindak Tutur Asertif dan Direktif dalam

Novel Perahu Kertas“ belum pernah dianalisis sebelumnya. Sehingga membuat penulis tertarik

Referensi

Dokumen terkait

 Peserta dapat mengupload link google drive pada website INVENTION di halaman tim → kolom Lomba pada waktu penyisihan yang telah ditentukan..  Apabila terjadi kesalahan

Ditambah lagi dengan sudah lelahnya Laporan akhir CAIB menyimpulkan, “seiring waktu, secara perlahan dan tanpa disengaja, pemeriksaan dan penyeimbangan (check

[r]

Tabel 4.1 Isi Komunikasi dalam Forum Diskusi Online 45 Tabel 4.2 Daftar Pencarian Informasi e-WOM Mengenai

Melakukan penyiapan bahan pembinaan, pembimbingan, dan fasilitasi pelaksanaan kebijakan teknis, norma, standar, prosedur, kriteria, serta pemantauan dan evaluasi di

Sehingga begitu banyak upaya yang dapat dilakukan yaitu mengiventariasi Ruang terbuka hijau privat dan publik untuk dapat diketahui seberapa besar daya serap karbon dalam

tanah, yang selanjutnya disebut hak tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam undnag- undnag nomor 5 tahun 1960

Studi arsip penelitian dilakukan dengan mengunjungi lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dan arsip daerah di Banda Aceh. Penelitian ini menunjukkan bahwa uleebalang