• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN TUGAS AKHIR KONSEP CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK (CPPB) PADA PROSES PEMBUATAN INTIP BUNTEL COKELAT DI UKM INTIP BUNTEL JATEN, KARANGANYAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LAPORAN TUGAS AKHIR KONSEP CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK (CPPB) PADA PROSES PEMBUATAN INTIP BUNTEL COKELAT DI UKM INTIP BUNTEL JATEN, KARANGANYAR"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

LAPORAN TUGAS AKHIR

KONSEP CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK (CPPB) PADA PROSES PEMBUATAN INTIP BUNTEL COKELAT DI UKM

“INTIP BUNTEL” JATEN, KARANGANYAR

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Ahli Madya Teknologi Hasil Pertanian di Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh:

Amalia Dwi Aryani H3116005

PROGRAM STUDI DIPLOMA DIII TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2019

FINAL

(2)

commit to user

ii

FINAL

(3)

commit to user

iii MOTTO

“Barang siapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhan itu adalah untuk dirinya sendiri”

Surat Al-Ankabut ayat 6

FINAL

(4)

commit to user

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyesesaikan laporan tugas akhir ini sebagian persyaratan guna mencapai gelar Ahli Madya Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam pembuatan laporan ini, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya kepada :

1. Prof. Dr. Samanhudi, S.P., M.Si selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. R. Baskara KA, S.T.P. M.P, selaku Ketua Program Diploma Tiga Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ardhea Mustika Sari,S.T.P., M.Sc. selaku dosen pembimbing tugas akhir yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan laporan tugas akhir.

4. Asri Nursiwi, S.T.P., M.Sc selaku penguji tugas akhir yang telah memberikan banyak ilmu dan membimbing dalam memperbaiki laporan tugas akhir.

5. Ibu Cahyani dan semua karyawan UKM “Intip Buntel” yang telah membantu memberikan data selamamenyelesaikan tugas akhir.

6. Ayah, ibu, dan kakakyang telah memberi dukungan kepada penyusun baik secara moril maupun materiil.

7. Seluruh teman-teman seperjuangan D3 THP 2016 yang telah memotivasi sehingga laporan tugas akhir ini terselesaikan.

Penulis menyadari pada laporan magang ini masih banyak kekurangan.

Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun penulis harapkan.

Semogalaporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis dan dapat memberikan wawasan kepada pembaca.

Surakarta, Juli 2019

Penulis

FINAL

(5)

commit to user

v DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... .i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

MOTTO ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

ABSTRAK ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan ... 2

D. Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intip ... 4

B. Bahan Pembuatan Produk ... 5

C. Proses Pembuatan Intip Buntel Cokelat...13

D. Konsep CPPB...15

BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... ...32

B. Alat dan Bahan ... 32

C. Tahapan Pelaksanaan ... 34

D. Metode Analisis ... 34

E. Evaluasi dan Penerapan Konsep CPPB...35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Lingkungan Produksi ... 37

B. Bangunan dan Fasilitas ... 38

FINAL

(6)

commit to user

vi

C. Peralatan Produksi ... 53

D. Suplai Air ... 57

E. Fasilitas Kegiatan Higiene dan Sanitasi ... 59

F. Kesehatan dan Higiene Pekerja ... 63

G. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi Pekerja ... 67

H. Penyimpanan ... 73

I. Pengendalian Mutu... 79

J. Pengendalian Mutu Produk Akhir ... 109

K. Kemasan ... 113

L. Pelabelan Pangan ... 117

M. Pengawasan dan Penanggungjawab ... 118

N. Penarikan Produk ... 119

O. Pencatatan dan Dokumentasi...120

P. Pelatihan Karyawan...121

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 123

B. Saran ... 123

DAFTAR PUSTAKA...124

LAMPIRAN ... 127

FINAL

(7)

commit to user

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1Lokasi UKM “Intip Buntel” ... 39

Gambar 4.2 Denah Lokasi UKM “Intip Buntel” ... 39

Gambar 4.3Tata Letak UKM “Intip Buntel” ... 41

Gambar 4.4Dinding Semi Permanen ... 42

Gambar 4.5 Layout Yang Sesuai Dengan CPPB ... 42

Gambar 4.6 Lantai Produksi UKM “Intip Buntel” ... 44

Gambar 4.7 Dinding Permanen ... 45

Gambar 4.8Dinding Semi Permanen ... 45

Gambar 4.9Langit-Langit Produksi UKM “Intip Buntel” ... 46

Gambar 4.10 Pintu UKM “Intip Buntel” ... 48

Gambar 4.11 Jendela UKM “Intip Buntel” ... 50

Gambar 4.12Ventilasi UKM “Intip Buntel” ... 51

Gambar 4.13Permukaan tempat kerja dari plastik... 52

Gambar 4.14 Permukaan tempat kerja dari stainless steel ... 52

Gambar 4.15Penerangan di UKM “Intip Buntel” ... 54

Gambar 4.16 RakTempat Penyimpanan Produk Akhir ... 55

Gambar 4.17 RakTempat Penyimpanan Bahan ... 55

Gambar 4.18Peralatan Berbahan Plastik ... 57

Gambar 4.19Peralatan Berbahan Stainless Steel ... 57

Gambar 4.20Tata Letak Peralatan ... 58

Gambar 4.21Timbangan Analitik………61

Gambar 4.22Air Galon Isi Ulang ... 61

Gambar 4.23Air PDAM ... 59

Gambar 4.24Tempat Pencucian ... 62

Gambar 4.25Sabun Cuci ... 62

Gambar 4.26Toilet UKM “Intip Buntel” ... 64

Gambar 4.27 Toilet UKM “Intip Buntel” ... 65

Gambar 4.28Saluran Air ... 66

Gambar 4.29 Tempat Sampah ... 66

FINAL

(8)

commit to user

viii

Gambar 4.30Kebersihan Karyawan ... 69

Gambar 4.31Karyawan Menggunakan Cincin ... 70

Gambar 4.32Sabun Pembersih ... 71

Gambar 4.33Perendaman... 72

Gambar 4.34 Peralatan Pembersih...74

Gambar 4.35 Kasa Pada Ventilasi...76

Gambar 4.36 Tempat Sampah...77

Gambar 4.37 Penyimpanan Produk...78

Gambar 4.38 Penyimpanan bahan...78

Gambar4.39 Penyimpanan Pengemas...79

Gambar4.40 Penyimpanan Label Pengemas...80

Gambar4.41 Penyimpanan Peralatan...81

Gambar4.42 Penyimpanan Sabun Pembersih...83

Gambar 4.43Beras ... 84

Gambar 4.44Air Isi Ulang ... 86

Gambar 4.45Air PDAM ... 86

Gambar 4.46Minyak Goreng ... 88

Gambar 4.47Garam ... 89

Gambar 4.48Bawang Putih ... 91

Gambar 4.49Cokelat bubuk ... 92

Gambar 4.50Dark Chocolate Compound ... 94

Gambar 4.51Gula Halus………..…96

Gambar 4.52Diagram Alir Pembuatan Bawang Putih Halus………..97

Gambar 4.53Diagram Alir Pembuatan Campuran Bubuk...97

Gambar 4.54 Diagram Alir Pelelehan Cokelat Batangan………...97

Gambar 4.55Diagram Alir Pembuatan Intip Buntel ………...98

Gambar 4.56Bawang Putih………...99

Gambar 4.57Toples Bubuk Campuran ………...100

Gambar 4.58Cokelat Leleh………...102

Gambar 4.59Proses Pencucian Beras...103

Gambar 4.60Penanakan Nasi...105

FINAL

(9)

commit to user

ix

Gambar 4.61Proses Pengeringan Pertama...106

Gambar 4.62Proses Pengasinan...108

Gambar 4.63Proses Pengeringan...109

Gambar 4.64Proses Penggorengan...110

Gambar 4.65Penirisan...112

Gambar 4.66Pemotongan Intip...113

Gambar 4.67Proses Pengolesan Cokelat Leleh...115

Gambar 4.68Penaburan Cokelat Bubuk dan Gula Halus...116

Gambar 4.69Pengemas Primer...117

Gambar 4.70Pengemas Sekunder...117

Gambar 4.71Pengemas Primer...123

Gambar 4.72Pengemas Sekunder...123

Gambar 4.73Label Kemasan Depan...125

Gambar 4.74 Label Kemasan Belakang...125

Gambar 4.75 Label Kemasan Samping Kanan...125

Gambar 4.76 Label Kemasan Samping Kiri...125

Gambar 4.77Buku Pencatatan...128

FINAL

(10)

commit to user

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1Syarat mutu kerupuk beras SNI 01-4307-1996……….…5

Tabel 2.2Mutu Beras SNI 6128: 2015……….….6

Tabel 2.3Persyaratan Mutu Cokelat Batangan SNI 7934:2014……….…...8

Tabel 2.4 Persyaratan Mutu Cokelat Bubuk SNI 3747: 2009……….…...8

Tabel 2.5Persyaratan mutu minyak goreng SNI 01-3741-2002………...8

Tabel 2.6Syarat Mutu Air (SNI 01-3553-2006) ... 10

Tabel 2.7Syarat Mutu Garam Menurut SNI 01-3556-2000 ... 11

Tabel 2.8Persyaratan Mutu Gula Pasir SNI 3140.3:2010 ... 12

Tabel 2.9Persyaratan Mutu Bawang Putih SNI 01-3160-1992 ... 13

Tabel 3.1Metode Analisis Uji Persyaratan Mutu Intip Buntel Cokelat... 35

Tabel 4.1Persyaratan Lokasi dan Lingkungan CPPB-IRT (2012) ... 39

Tabel 4.2 Persyaratan Desain dan Tata Letak CPPB-IRT (2012) ... 40

Tabel 4.3Persyaratan Lantai CPPB-IRT (2012) ... 43

Tabel 4.4Persyaratan Dinding CPPB-IRT (2012) ... 45

Tabel 4.5Persyaratan Langit-Langit CPPB-IRT (2012) ... 46

Tabel 4.6Persyaratan Pintu CPPB-IRT (2012) ... 48

Tabel 4.7Persyaratan Jendela CPPB-IRT (2012) ... 49

Tabel 4.8Persyaratan Lubang Angin atau Ventilasi CPPB-IRT (2012) ... 50

Tabel 4.9Persyaratan Permukaan Tempat Kerja CPPB-IRT (2012) ... 52

Tabel 4.10Persyaratan Penggunaan Bahan Gelas CPPB-IRT (2012) ... 53

Tabel 4.11 Persyaratan Kelengkapan Ruang Produksi CPPB-IRT (2012) ... 53

Tabel 4.12Persyaratan Tempat Penyimpanan CPPB-IRT (2012) ... 55

Tabel 4.13Persyaratan Bahan Peralatan Produksi CPPB-IRT (2012) ... 56

Tabel 4.14 Persyaratan Tata Letak CPPB-IRT (2012) ... 57

Tabel 4.15Persyaratan Bahan Perlengkapan dan Alat Ukur atauTimbangan CPPB-IRT (2012)……….….59

Tabel 4.16 Persyaratan Pengawasan dan Pemantauan Peralatan ProduksiCPPB- IRT (2012) ... 60

Tabel 4.17 Persyaratan Suplai AirCPPB-IRT (2012) ... 61

FINAL

(11)

commit to user

xi

Tabel 4.18 Persyaratan Sarana Pembersihan dan PencucianCPPB-IRT(2012)..62

Tabel 4.19 Persyaratan Higiene Karyawan (Toilet, Cuci Tangan)CPPB-IRT (2012) ... 63

Tabel 4.20Persyaratan Sarana Toilet dan Jamban CPPB-IRT (2012) ... 64

Tabel 4.21Persyaratan Pembuangan Air dan Limbah CPPB-IRT (2012) ... 66

Tabel 4.22Persyaratan Kesehatan Karyawan CPPB-IRT (2012) ... 67

Tabel 4.23Persyaratan Kebersihan Karyawan CPPB-IRT (2012) ... 68

Tabel 4.24Persyaratan Kebiasaan Karyawan CPPB-IRT (2012)...69

Tabel 4.25Persyaratan Pemeliharaan dan Pembersihan CPPB-IRT (2012) .... ...71

Tabel 4.26Persyaratan Prosedur Pembersihan dan Sanitasi CPPB-IRT(2012) .... 72

Tabel 4.27Persyaratan Program Higiene dan Sanitasi CPPB-IRT (2012) ... 73

Tabel 4.28Persyaratan Pengendalian dan Pemberantasan Hama CPPB-IRT (2012) ... 75

Tabel 4.29 Persyaratan Penanganan Sampah Sanitasi CPPB-IRT (2012) ... 76

Tabel4.30Persyaratan Penyimpanan Bahan dan Produk Akhir CPPB-IRT (2012) ... 78

Tabel 4.31 Persyaratan Penanganan Sampah Sanitasi CPPB-IRT (2012) ... 79

Tabel 4.32 Persyaratan Penyimpanan Label Pangan CPPB-IRT (2012) ... 80

Tabel 4.33 Persyaratan Penyimpanan Peralatan Produksi CPPB-IRT (2012) ... 81

Tabel 4.34Persyaratan Penyimpanan Bahan Berbahaya CPPB-IRT (2012) ... 82

Tabel 4.35 Hasil Pengujian Organoleptik Beras ... 85

Tabel 4.36 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Beras ... 85

Tabel 4.37 Pengamatan Mutu Air ... 86

Tabel 4.38 Persyaratan Air CPPB-IRT (2012) ... 86

Tabel 4.39 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Air Isi Ulang ... 87

Tabel 4.40 Pengamatan Mutu Minyak Goreng ... 88

Tabel 4.41 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Minyak Goreng ... 88

Tabel 4.42 Pengamatan Mutu Garam ... 89

Tabel 4.43 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Garam... 90

Tabel 4.44Pengamatan Mutu Bawang Putih ... 90

Tabel 4.45 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Bawang Putih ... 91

FINAL

(12)

commit to user

xii

Tabel 4.46 Pengamatan Cokelat Bubuk ... 92

Tabel 4.47 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Cokelat Bubuk ... 93

Tabel 4.48 Pengamatan Cokelat Batangan ... 94

Tabel 4.49 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Cokelat Batangan ... 94

Tabel 4.50 Pengamatan Gula Halus ... 95

Tabel 4.51 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Gula Halus ... 96

Tabel 4.52Evaluasi Mutu Proses Penghalusan Bawang Putih ... 99

Tabel 4.53Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Proses Penghalusan Bawang Putih ... 100

Tabel 4.54Evaluasi Mutu Proses Pencampuran Cokelat Bubuk Dan Gula Halus... 101

Tabel 4.55Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Proses Pencampuran Cokelat Bubuk Dan Gula Halus ... 101

Tabel 4.56Evaluasi Mutu Proses Pelelehan Cokelat Batangan ... 102

Tabel 4.57Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Proses Pelelehan Cokelat ... 102

Tabel 4.58Evaluasi Mutu Proses Pencucian Beras ... 103

Tabel 4.59Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Proses Pencucian Beras ... 104

Tabel 4.60Evaluasi Mutu Penanakan Nasi ... 105

Tabel 4.61Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Proses Penanakan ... 105

Tabel 4.62Evaluasi Mutu Pengeringan Pertama ... 106

Tabel 4.63Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Proses Pengeringan Pertama .... 107

Tabel 4.64Evaluasi Mutu Pengasinan ... 108

Tabel 4.65Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Proses Pengasinan ... 108

Tabel 4.66Evaluasi Mutu Pengeringan ... 109

Tabel 4.67Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Proses Pengeringan ... 110

Tabel 4.68Evaluasi Mutu Penggorengan ... 111

Tabel 4.69Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Proses Penggorengan ... 111

Tabel 4.70Evaluasi Mutu Penirisan ... 112

Tabel 4.71Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Proses Penirisan ... 113

Tabel 4.72Evaluasi Mutu Pemotongan Intip ... 113

Tabel 4.73Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Proses Pemotongan Intip ... 114

FINAL

(13)

commit to user

xiii

Tabel 4.74Evaluasi Mutu Pengolesan Cokelat Leleh ... 114

Tabel 4.75Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Proses Pengolesan Cokelat Leleh ... 115

Tabel 4.76Evaluasi Mutu Penaburan Cokelat Bubuk dan Gula Halus ... 116

Tabel 4.77Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Proses Penaburan Cokelat Bubuk Dan Gula Halus ... 116

Tabel 4.78Evaluasi Mutu Pengemasan ... 117

Tabel 4.79Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Proses Pengemasan ... 118

Tabel 4.80Hasil Analisis Intip Buntel Cokelat UKM “Intip Buntel” ... 119

Tabel 4.81Konsep Pengendalian Mutu Produk Akhir Intip Buntel Cokelat ... 122

Tabel4.82Persyaratan Kemasan CPPB-IRT (2012) ... 123

Tabel 4.83Persyaratan Pelabelan Pangan CPPB-IRT (2012) ... 124

Tabel4.84Persyaratan Pengawasan dan Penanggung Jawab CPPB-IRT (2012) 126 Tabel 4.85Persyaratan Penarikan Produk CPPB-IRT (2012)... 127

Tabel 4.86Persyaratan Pencatatan dan Dokumentasi CPPB-IRT (2012)……..128

Tabel 4.87Persyaratan Pelatihan Karyawan CPPB-IRT (2012)……….129

KONSEP CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK (CPPB)

FINAL

(14)

commit to user

xiv

PADA PROSES PEMBUATAN INTIP BUNTEL COKELAT DI UKM

“INTIP BUNTEL” JATEN, KARANGANYAR Amalia Dwi Aryani1

Ardhea Mustika Sari2

ABSTRAK

Intip merupakan makanan tradisional dengan bahan utama beras yang ditanak sehingga memunculkan lapisan kerak yang agak keras dan sedikit gosong, kerak ditambahkan bumbu-bumbu sehingga memunculkan rasa gurihdan manis. Penelitian di UKM “Intip Buntel” bertujuan untuk mengetahui tahapan proses pembuatan intip buntel coklat, mengetahui sampai mana konsep CPPB- IRT diterapkan pada proses produksi intip buntel cokelat dan menerapkan konsep CPPB-IRT yang benar pada proses produksi intip buntel cokelat. Tahapan proses pembuatan intip buntel cokelat yaitu pencucian beras, penanakan nasi, pengeringan intip pertama, pengasinan intip, pengeringan intip kedua, penggorengan intip, penirisan intip, pengolesan cokelat leleh, penaburan campuran bubuk cokelat dan gula halus, dan pengemasan. Evaluasi pengendalian mutu dilakukan dengan pengecekan dan pengawasan terhadap bahan baku, proses produksi dan produk akhir. Perancangan konsep CPPB-IRT dilakukan berdasarkan peraturan BPOM tahun 2012 nomor HK. 03.1.23.04.12.2206 tentang Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT).

Hasil pengujian menunjukkan bahwa intip buntelcokelat di UKM “Intip Buntel”

memiliki rata-rata kadar air 2.385%, kadar lemak22,395 %, angka lempeng total 0,86x 105 koloni/g, asam lemak bebas 0,23% dan tekstur47,51 N. Pentingnya konsep CPPB-IRT yaitu dapat meningkatkan mutu produk, memenuhi standar mutu pangan, aman dan layak konsumsi. Hasil evaluasi perlu ada perbaikan pada proses pengeringan, proses penirisan, kebiasaan karyawan, langit-langit, fasilitas higiene karyawan.

Kata Kunci: Intip cokelat, Proses Pembuatan Intip Buntel Cokelat,Pengendalian Mutu, Konsep CPPB

GOOD MANUFACTURING PRACTICE (GMP) CONCEPT

1Mahasiswa Prodi D3 Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret dengan Nama Amalia Dwi Aryani NIM H3116005

2Dosen Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

FINAL

(15)

commit to user

xv

IN MAKING CHOCOLATEINTIP IN SMALL AND MEDIUM ENTERPRISES “INTIP BUNTEL”JATEN, KARANGANYAR

Amalia Dwi Aryani1 Ardhea Mustika Sari2

ABSTRACT

Intip is a traditional food with the main ingredient of rice being cooked so as to bring out a layer of crust that is rather hard and slightly charred, the crust is added with spices to give rise to a savory and sweet taste. The research in SME

"Intip Buntel" aims to find out the process of making a chocolate intip buntel, knowing to what extent the GMP concept is applied to the production process of chocolate intipand applying the correct GMP concept in the process of producing chocolate intip. The process of making chocolate intip are rice washing, rice cooking, first drying, marinade, second drying, frying, cooling, basting chocolate, sprinkling a mixture of chocolate powder and refined sugar, and packaging.

Evaluation of quality control is carried out by checking and monitoring of raw materials, production processes and final products. The GMP concept is based on the BPOM (2012) HK number. 03.1.23.04.12.2206. The results of the analysis showed that the chocolate intip in the SME "Intip Buntel" obtained the water content respectively of 2.385%, fat content respectively of 22.395%, total plate number respectivelyof 0.86 x 105 colony/g, free fatty acid respectively of 0.23%

and texture has Fmax respectivelyof 47,51 N. Good Manufacturing Practice concept is needed that it can improve product quality, ensure food quality standards, safe for healt and are suitable for consumption. The Evaluation results need to be improved in the drying process, draining process, employee habits, ceilings, employee hygiene facilities.

Keywords: Chocolate Intip, Chocolate IntipProduction Process, GMP Concept, Quality Control,

1Under-graduated Student of D-III Agricultural Product Technology Study Program, Faculty of Agriculture, UniversitasSebelasMaret Surakarta

2Lecturer of D-III Agricultural Product Technology Study Program, Faculty of Agriculture, UniversitasSebelasMaret Surakarta

FINAL

(16)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Produksi beras selama Januari sampai Maret 2019 berpotensi mencapai 14.288.120 ton. Bagi masyarakat Surakarta dan sekitarnya beras bukan hanya dijadikan makanan pokok saja, namun beras juga diolah menjadi beberapa produk pangan. Salah satu olahan beras yang banyak tersebar di Surakarta yaitu intip. Karena banyak yang menyukai intip maka masyarakat Surakarta dan sekitarnya banyak yang menjual intip untuk cemilan maupun oleh-oleh.

Intip merupakan lapisan kerak yang agak keras dan sedikit hangus, kerak muncul akibat nasi yang ditanak terpapar panas secara langsung. Sejarah produk intip yaitu ibu-ibu pada zaman dulu setiap kali memasak nasi selalu ada intipnya, karena sayang jika dibuang maka diolah kembali agar bisa dimakan, caranya dengan menjemur intip sampai kering lalu menggorengnya, terciptalah intip goreng yang renyah dan gurih. Semenjak saat itu karena banyak yang menyukai intip goreng maka banyak orang kemudian dengan sengaja membuat intip untuk dijual.

Salah satu UKM yang memproduksi dan menjual intip adalah UKM

“Intip Buntel”. UKM “Intip Buntel” merupakan Usaha Kecil dan Menengah milik Ibu Cahyani yang berlokasi di Jl. Tj. Gn. Puntukrejo, Ngringo, Jaten, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. UKM ini mengolah beras menjadi intip buntel dengan berbagai varian rasa.

Perbedaan intip buntel dengan intip yang lainnya adalah intip buntel memiliki varian rasa, bentuk dan kemasan yang lebih kekinian. Intip buntel memiliki beberapa rasa seperti keju, cokelat, sambal bawang, manis, dan gurih. Kemasan intip buntel didesain handy sehingga mudah untuk dibawa dan kekinian. Bentuk intip buntel juga berbeda, umumnya intip berbentuk

FINAL

(17)

commit to user

2

bulat besar namun intip buntel berukuran kecil. Hal ini karena pemilik ingin ukuran intipnya bite size (pas untuk ukuran gigitan).

Intip Buntel Cokelat merupakan salah satu varian rasa dari produk ini.

Intip buntel cokelat terbuat dari intip yang dilapisi dengan cokelat. Cokelat yang digunakan untuk melapisi intip yaitu cokelat batangan yang dilelehkan dan campuran dari cokelat bubuk serta gula halus.

Faktor yang berpengaruh terhadap kulitas produk adalah bahan baku yang digunakan dan setiap tahap proses pembuatan intip. Produk ini juga berpotensi menjadi tengik karena adanya proses penggorengan dengan minyak dan tidak renyah. Maka dari ini diperlukan pengendalian mutu bahan, proses produksi dan sampai dengan produk akhir. Salah satu caranya yaitu dengan menerapkan konsep CPPB-IRT (Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga).

CPPB-IRT merupakan pedoman tentang berbagai cara untuk menghasilkan makanan yang bermutu, aman dan layak untuk dikonsumsi (Komala dkk., 2017). Pentingnya CPPB-IRT yaitu dengan menerapkan konsep ini dapat memenuhi standar mutu pangan, aman dikonsumsi dan layak dikonsumsi. Dengan begitu kepercayaan konsumen akan meningkat. Selain itu dengan penerapan CPPB-IRT UKM akan terus berkembang menjadi lebih baik. Karena pentingnya mutu dan kemanan pangan, sehingga dilakukan kajian CPPB-IRT sebagai upaya peningkatan mutu produk UKM “Intip Buntel”.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian diatas dapat disusun rumusan masalah yaitu:

1. Bagaimana proses pembuatan intip buntel coklat di UKM “Intip Buntel”?

2. Apakah UKM “Intip Buntel” sudah menerapkan CPBB-IRT (Cara Produksi yang Baik untuk Industri Rumah Tangga) ?

FINAL

(18)

commit to user

3

3. Bagaimana evaluasi CPBB-IRT (Cara Produksi yang Baik untuk Industri Rumah Tangga) yang dapat diterapkan dalam pembuatan intip buntel coklat di UKM “Intip Buntel”

C. Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan Praktik Quality Control “Konsep CaraPengolahan Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB- IRT) Pada Pembuatan Intip buntel coklat UKM “Intip Buntel” adalah:

1. Mengetahui tahapan proses pembuatan intip buntel coklat di UKM “Intip Buntel”

2. Mengetahui sampai mana konsep CPPB-IRT diterapkan pada proses produksi intip buntel cokelat di UKM “Intip Buntel”

3. Menerapkan konsep CPPB-IRT yang benar pada proses produksi intip buntel cokelat

D. Manfaat

Manfaat dari pelaksanaan Praktik Quality Control “Konsep Cara Pengolahan Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT) Pada Pembuatan Intip buntel coklat UKM “Intip Buntel” adalah:

1. Manfaat bagi mahasiswa yaitu dapat memperoleh ilmu dan menganalisis proses pembuatan produk intip buntel coklat sesuai CPPB-IRT (Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga).

2. Manfaat bagi UKM yaitu mendapatkan saran evaluasi sesuai CPPB-IRT (Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga) agar menjadi lebih baik kedepannya

3. Manfaat bagi masyarakat yaitu dapat dijadikan referensi dalam memproduksi produk pangan yang baik

FINAL

(19)

commit to user

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Intip

Intip merupakan kerak hasil dari nasi yang ditanak dengan kuali. Intip atau dapat juga disebut kerak nasi bertekstur keras berwarna kecoklatan.

Kerak dapat dikeringkan dengan cara digoreng dengan merubah bentuk atau utuh (Gardjito dkk., 2018). Ada 2 jenis intip yang beredar dipasaran yaitu intip cetakan, yaitu nasi di cetak dengan cetakan intip dan intip asli, yaitu intip atau kerak yang berasal dari hasil menanak nasi. Kerak terbentuk karena nasi terpapar langsung dengan panas permukaan panci sehingga terbentuk kerak nasi (Hidayat dan Sutrisno, 2018).

Intip asli adalah kerak yang tercipta dari beras yang ditanak sehingga membentuk lapisan kerak yang agak keras dan biasanya sedikit hangus. Hal ini dikarenakan nasi terpapar secara langsung dengan permukaan kuali atau panci yang panas. Kerak yang terbentuk selanjutnya diproses lebih lanjut, yaitu dijemur sampai kering, kerak yang sudah kering digoreng dan diberi varian rasa baik manis maupun gurih (Hidayat dan Sutrisno, 2018).

Proses pembuatan intip yaitu beras ditanak dengan kuali atau panci sampai menjadi nasi. Kerak akan terbentuk pada permukaan panci, kemudian kerak dikeringkan dengan cara dijemur ataupun pengeringan menggunakan metode lainnya. Setelah kering, kerak akan digoreng dengan minyak panas dan pada tahap akhir karak akan di beri varian rasa baik manis maupun gurih, rasa manis biasanya kerak ditambahkan lelehan gula jawa pada permukaan kerak dan rasa gurih biasanya ditambahkan garam agar rasanya menjadi asin (Hidayat dan Sutrisno, 2018).

Produk intip buntel cokelat mengacu pada SNI kerupuk beras yaitu SNI 01-4307-1996 karena bahan baku utama kedua produk ini adalah beras.

FINAL

(20)

commit to user

5

Sehingga SNI kerupuk beras dapat dijadikan acuan. Syarat mutu kerupuk beras SNI 01-4307-1996 dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Syarat mutu kerupuk beras SNI 01-4307-1996 No Komponen Mutu Satuan

Mutu

Persyaratan

Mentah Sudah digoreng 1. Keadaan

1.1 Bau - Normal Normal

1.2 Rasa - Normal Normal

1.3 Warna - Normal Normal

1.4 Kenampakan - Renyah Renyah

1.5 Keutuhan % b/b Min. 95 Min. 85

2. Benda-benda asing % b/b Tidak boleh ada Tidak boleh ada

3. Air % b/b Maks. 12 Maks. 8

4. Abu tanpa garam % b/b Maks. 1 Maks. 1 5. Bahan tambahan

makanan 5.1 Pewarna

Sesuai SNI 01-0222-1995 Peraturan Menkes No

722/MENKES/per/IX/88

5.2 Boraks Tidak nyata Tidak nyata

6. Cemaran logam

6.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0 Maks. 2,0 6.2 Tembang (Cu) mg/kg Maks. 30,0 Maks. 30,0 6.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0 Maks. 40,0 6.4 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0 Maks. 40,0 6.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks 0,03 Maks 0,03

6.6 Arsen (As) mg/kg Maks 1,0 Maks 1,0

7. Cemaran mikroba

7.1 Angka lempeng total Koloni/g Maks. 106 Maks. 105

7.2 E. coli APM/g <3 <3

7.3 Kapang Koloni/g Maks. 105 Maks. 104 Sumber: Badan Standarisasi Nasional (1996)

B. Bahan pembuatan produk

FINAL

(21)

commit to user

6 1. Beras

Beras merupakan bulir gabah yang telah yang telah dikupas kulitnya. Beras umumnya memiliki warna putih, namun ada pula varietas yang menghasilkan beras dengan warna merah, hitam, kuning tua, cokelat dan juga ungu. Masing-masing jenis beras memiliki sifat yang berbeda mulai dari rasa, tingkat kepulenan, khasiat dan lainnya. Hal ini dikarenakan kandungan pati, protein, serat, fenolat, vitamin, antosianin, ligunin yang berbeda-beda (Utama, 2015).

Kandungan gizi beras tertinggi yaitu karbohidrat. Namun ada pula kandungan gizi lainnya yaitu per 100 gram mengandung 79,34 g karbohidrat 6,6g protein dan 0,58g lemak. Beras putih menjadi makanan pokok dihampir semua wilayah di Indonesia (BSN, 2015).

Tabel 2.2 Mutu Beras SNI 6128: 2015

No Komponen

Mutu

Satuan Mutu

Premi um

Mediu m I

Mediu m II

Mediu m III 1. Derajat sosoh

(min)

% 100 95 90 80

2. Kadar air (maks)

% 14 14 14 15

3. Beras kepala (min)

% 95 78 73 60

4. Butir patah (maks)

% 5 20 25 35

5. Butir menir (maks)

% 0 2 2 5

6. Butir merah (maks)

% 0 2 3 3

7. Butir

kuning/rusak (maks)

% 0 2 3 5

8. Butir kapur (maks)

% 0 2 3 5

9. Benda asing (maks)

% 0 0,02 0,05 0,2

10 .

Butir gabah (maks)

(butir/

100 g)

0 1 2 3

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2015)

FINAL

(22)

commit to user

7

Fungsi beras pada pembuatan intip yaitu sebagai bahan utama pembuatan intip buntel coklat. Stadar mutu beras yaitu Syarat umum beras adalah Bebas hama, Bebas bau apek penyakit, asam atau bau asing lainnya, Bebas dari bahan kimia yang membahayakan konsumen dan Bebas dari campuran dedak dan bekatul. Sedangkan persyaratan khusus beras berdasarkan pada komponen mutu: derajat sosoh, kadar air, butir merah, butir kuning/rusak butir kepala, butir patah, butir menir, butir mengapur, benda asing dan butir gabah (BSN, 2015).

2. Cokelat

a. Cokelat Batang

Coklat batang adalah produk hasil olahan kakao yang memiliki sifat yang spesial dari pangan lainnya karena sifatnya yaitu padat pada suhu ruang, rapuh saat dipatahkan dan meleleh di mulut. Ada 3 jenis coklat yaitu dark, milk, dan white. Perbedaan ketiganya teletak pada jenis kakao, mentega susu, lemak dan susu (Wiguna dkk.,2014).

Fungsi cokelat batang pada pembuatan intip buntel yaitu sebagai perekat campuran gula bubuk dan cokelat bubuk serta sebagai penambah rasa cokelat.

Kandungan gizi cokelat yaitu Protein sebanyak 5,5 gram, lemak sebanyak 52,9 gram. Kalsium sebanyak 98 mg, fosfor 446 mg dan vitamin a 60 SI. Sementra kandungan cokelat bubuk yaitu protein18,5 gram, lemak 21,7 gram, pati 11,5 gram natrium 950 mg, kalium 1500 mg, kalsium 130 mg, fosfor 660 mg dan besi 10,5 mg (Ide, 2008).

Standar mutu cokelat batangan berdasarkan SNI 7934:2014 yaitu warna, aroma, rasa khas normal coklat, total lemak ≥ 20 %, maksimal cemaran logam 1mg/kg, kandungan timah maksimal 40,0 mg/kg. Pada cemaran mikroba maksimal 1 x 104 koloni/g (BSN, 2014).

FINAL

(23)

commit to user

8

Persyaratan mutu cokelat batangan berasarkan SNI 7934:2014 dijelaskan pada Tabel 2.3 berikut:

Tabel 2.3 Persyaratan Mutu Cokelat Batangan SNI 7934:2014

b. Cokelat Bubuk

Coklat bubuk adalah bungkil biji cokelat yang telah dipisah dari lemak coklat. Bungkil ini nantinya akan dikeringkan lalu di haluskan sampai menjadi bubuk. Cokelat bubuk ini rendah lemak dan rasanya pahit (Ide, 2008). Penggunaan cokelat bubuk pada pembuatan intip buntel yaitu sebagai pelapis luar intip dan memperkuat rasa cokelat.

Standar mutu cokelat bubuk berdasarkan SNI 3747: 2009 yaitu warna khas kakao dan bebas dari bau asing, rasa khas normal coklat, total lemak ≥ 20 %, maksimal cemaran logam 1mg/kg, kandungan timah maksimal 40,0 mg/kg. Persyaratan mutu cokelat bubuk SNI 3747: 2009 dapat dilihat pada Tabel 2.4

Tabel 2.4 Persyaratan Mutu Cokelat Bubuk SNI 3747: 2009

Kriteria Uji Satuan Mutu

Warna Khas Cokelat

Aroma - Khas Cokelat

Rasa - Khas Cokelat

Total Lemak % b/b ≥ 20

Maksimal

cemaran logam mg/kg 1

Kandungan timah

maks. mg/kg 40,0

Cemaran mikroba

maks. Koloni/g 1 x 104

Kriteria Uji Satuan Mutu

Warna Khas Cokelat

Aroma - Khas Cokelat

Rasa - Khas Cokelat

Total Lemak % b/b ≥ 20

Cemaran logam mg/kg Maks 1

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2014)

FINAL

(24)

commit to user

9

Sumber Badan Standarisasi Nasional (2009) 3. Minyak Goreng

Minyak goreng merupakan minyak yang digunakan untuk keperluan memasak khususnya menggoreng yang berasal dari minyak sawit. Minyak sawit termasuk dalam minyak nabati, minyak ini didapat dari kelapa sawit yang diproses dengan ekstraksi mesokarp yang selanjutnya masuk ke proses pemurnian dan fraksinasi. Minyak sawit memiliki stabilitas yang tinggi terhadap oksidasi, jumlah minyak sawit yang ada melimpah dan murah sehingga sering digunakan sebagai minyak goreng (Taufik dan Hermawan, 2018).

Standar mutu minyak goreng yaitu memiliki bau dan rasa normal, warna putih kuning pucat sampai kuning. Kadar air minyak goreng yaitu antara 0,01-0,30%. Kadar asam lemak bebas pada minyak goreng dan kadar asam laurat pada minyak goreng yaitu maksimal 0,30%. Standar mutu minyak goreng berasarkan SNI 01-3741-2002 dapat dilihat pada Tabel 2.5 Tabel 2.5 Persyaratan mutu minyak goreng SNI 01-3741-2002

Su

Kriteria Uji Satuan Mutu

Kandungan

timah mg/kg Maks 40,0

Cemaran

mikroba Koloni/g Maks 1 x 104

Kriteria Uji Satuan Mutu

Keadaan

Bau - Normal

Rasa - Normal

Warna - Putih kuning pucat-kuning

Kadar air % b/b 0,01-0,30

Asam lemak bebas % b/b Maks 0,30

Asam laurat* % b/b Maks 0,30

Asam linolenat % b/b Maks 2,00

Asam palmitat % b/b Maks 0,30

Asam oleat % b/b Maks 0,30

Bilangan asam mg KOH/g Maks 0,60

Bilangan peroksida mg O2/100 g Maks 1,00 Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2002)

FINAL

(25)

commit to user

10 4. Air

Air adalah salah satu faktor yang akan mempengaruhi produk pangan, misalnya tekstur, citra rasa dan keawetan dari produk pangan. Air mempengaruhi kewatean produk pangan dikarenakan mikroba pembususk menggunakan air sebagai media media untuk menyebabkan kebusukan pada produk pangan. Produk pangan yang kering lebih awet dari pada produk pangan yang basah, karena produk pangan kering lebih sedikit kandungan airnya (Indrati dan Murdijati, 2013).

Air minum (air isi ulang) digunakan untuk menanak beras dan untuk membuat larutan garam. Standar mutu air minum secara organoleptik yaitu tidak berbau dan rasanya normal. Warna air minum maksimal 5 unit Pt-Co, Ph anatar 6-8,5, kekeruhan maksimal 1,5 NTU.

Standar mutu air minum lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.6 Tabel 2.6 Syarat Mutu Air (SNI 01-3553-2006)

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Air mineral Air demineral 1. Keadaan

1.1 Bau - Tidak berbau Tidak berbau

1.2 Rasa - Normal Normal

1.3 Warna Unit Pt-Co Maks. 5 Maks. 5

2. pH - 6,0-8,5 5,0-7,5

3. Kekeruhan NTU Maks. 1,5 Maks. 1,5

4. Zat yang terlarut mg/l Maks. 500 10 5. Zat organik (angka

KmnO4) mg/l Maks. 1,0 -

6. Total organik karbon mg/l - Maks. 0,5 7. Nitrat ( sebagai NO3) mg/l Maks. 45 -

8. Nitrit ( sebagai NO2) mg/l Maks.0,005 - 9. Amonium (NH4) mg/l Maks. 0,15 - 10. Sulfat (SO4) mg/l Maks. 200 -

11. Klorida (Cl) mg/l Maks. 250 -

12. Fluorida (F) mg/l Maks. 1 -

13. Sianida (CN) mg/l Maks. 0,05 -

14. Besi (Fe) mg/l Maks. 0,1 -

15. Mangan (Mn) mg/l Maks. 0,05 -

16. Klor bebas (Cl2) mg/l Maks. 0,1 -

17. Kromium (Cr) mg/l Maks. 0,05 -

FINAL

(26)

commit to user

11

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Air Mineral Air Demineral

18. Barium (Ba) mg/l Maks. 0,7 -

19. Boron (B) mg/l Maks.0,3 -

20. Selenium (Se) mg/l Maks.0,01 -

21. Cemaran logam

21.1 Timbal (Pb) mg/l Maks. 0,005 Maks. 0,005 21.2 Tembaga (Cu) mg/l Maks. 0,5 Maks. 0,5 21.3 Kadmium (Cd) mg/l Maks. 0,003 Maks. 0,003 21.4 Raksa (Hg) mg/l Maks. 0,001 Maks. 0,001

21.5 Perak (Ag) mg/l - Maks. 0,025

21.6 Kobalt (Co) mg/l - Maks. 0,01

21.4 Raksa (Hg) mg/l Maks. 0,001 Maks. 0,001 22. Cemaran Arsen mg/l Maks. 0,01 Maks. 0,01 23. Cemaran mikroba

23.1 Angka lempeng total

awal*) Koloni/ml Maks. 1,0x102 Maks. 1,0x102 23.2 Angka lempeng tital

akhir**) Koloni/ml Maks. 1,0x105 Maks. 1,0x105 23.3 Bakteri bentuk koli APM/100ml <2 <2

23.4 Salmonella - Negatif/100ml Negatif/100ml 23.5 Pseudomonas

aeruginosa Koloni/ml Nol Nol

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2006) 5. Garam

Garam secara alami berasal dari air laut. Garam didapat setelah air laut di keringkan sehingga air menguap sehingga hanya tertinggal garam saja, Garam terdiri dari atas natrium dan klorida natrium yang jumlahnya hingga 40% dari molekul (Durack et al., 2008).

Garam memiliki beberapa standar mutu, dengan kriteria uji yaitu kadar air, jumlah klorida, yodium dan semaran logam. Berdasarkan SNI 01-3556-2000 kadar air garam maksimal 7%, jumlah klorida minimal 94,7%, jumlah yodium minimal 30mg/kg. Standar mutu lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.7

Tabel 2.7 Syarat Mutu Garam Menurut SNI 01-3556-2000

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan mutu 1. Kadar air (H2O) % (b/b) Maks. 7

FINAL

(27)

commit to user

12

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan mutu 2. Jumlah klorida

(Cl)

% (b/b) Min. 94,7 3. Yodium dihitung

sebagai kalium iodat (KIO3)

mg/kg Min. 30

4. Cemaran logam

Timbal (Pb) mg/kg Maks. 10 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0.1 Arsen (As) mg/kg Maks. 0,1 Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2000)

Garam memiliki peran penting dalam proses pembuatan makanan yaitu berkontribusi dalam rasa, tekstur dan warna. Garam juga dapat menjadi pengawet makanan dikarenakan garam dapat menurunkan aktivitas air (aw). Hal ini dikarenakan aktivitas air yang kecil dapat mempengaruhi pertumbuhan dan metabolism dari mikroba dan menurunkan reaksi enzimatis (Durack et al., 2008).

6. Gula Halus

Gula atau pemanis adalah komponen dari karbohidrat yang diperoleh ari hasil fotosistesis. Gula secara alami ada pada produk buah, susu dan madu. Gula untuk komersial biasanya yaitu sugar cane dan sugar beets (Coulston and Rachel, 2002).

Gula halus digunakan untuk menambah rasa manis. Persyaratan mutu gula halus berpatokan pada persyaratan mutu gula pasir, berdasarkan SNI 3140.3:2010 ada beberapa parameter uji yang dijadikan standar untuk gula pasir dapat dilihat pada Tabel 2.8

Tabel 2.8 Persyaratan Mutu Gula Pasir SNI 3140.3:2010 No Parameter Uji Satuan Persyaratan

GKP 1 GKP 2

1 Warna

1.1 Warna kristal CT 4,0 –7,5 7,6–10,0 1.2 Larutan (ICUMSA) IU 81-200 201-300 2 Besar jenis butir mm 0,8 -1,2 0,8–1,2

FINAL

(28)

commit to user

13

No Parameter Uji Satuan Persyaratan

GKP 1 GKP 2

3 Susut Pengeringan (b/b)

% Maks. 0,1 Maks.0,1 4 Polarisasi (Z,20C) Z Min. 99,6 Min.99,5 5 Abu Konduktifiti % Maks. 0,10 Maks.0,15 6 Bahan Tambahan

Pangan

6.1 Belerang dioksida mg/kg Maks. 30 Maks. 30 7 Cemaran logam

7.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2 Maks. 2 7.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 2 Maks. 2 7.3 Arsen (As) mg/kg Maks. 1 Maks. 1 Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2010)

7. Bawang Putih

Bawang putih adalah antibakteri, antivirus dan pencegah infeksi seperti layaknya antibiotik. Sehingga bawang putih sangat penting ada di dalam makanan yang manusia konsumsi. Bawang putih mampu dijadikan detoksifikasi, serta memiliki vitamin c dan mineral antioksidan yang tinggi sehingga dapat menangkal radikal bebas (Selby dan Oona, 2004).

Bawang putih dalam pembuatan intip digunakan sebagai antibakteri alami dan memberi rasa gurih. Bawang putih memiliki beberapa persyaratan mutu mulai dari kesamaan sifat varietas, tingkat ketuaan, keompakan siung dan sebagainya. Persyaratan mutu bawang putih berdasarkan SNI 01-3160-1992 dapat dilihat pada Tabel 2.9

Tabel 2.9 Persyaratan Mutu Bawang Putih SNI 01-3160-1992

Karakteristik Syarat Cara Pengujian

Mutu I Mutu II

Kesamaan sifat Varietas

Seragam Seragam Organoleptik

Tingkat ketuaan Tua Tua Organoleptik

Kekompakan siung Kompak Kurang kompak Organoleptik Kebernasan siung Bernas Kurang bernas Organoleptik Kekeringan Kering

simpan

Kering simpan Organoleptik

FINAL

(29)

commit to user

14

Karakteristik Syarat Cara Pengujian

Mutu I Mutu II

Kulit luar

pembungkus umbi

Sempurna menutup

Kurang sempurna menutup umbi

Organoleptik

Kerusakan, % (bobot/bobot) maks.

5 8 SP-SMP-310-1981

Busuk, % (bobot/bobot)

1 2 SP-SMP-311-1981

Diameter minimum, cm

3,0 2,5 SP-SMP-309-1981

Kotoran Tidak ada Tidak ada Organoleptik Sumber: (BSN, 1992)

C. Proses Pembuatan Intip Buntel Cokelat 1. Pencucian Beras

Mencuci beras merupakan tujuan utama agar debu yang menempel pada beras tidak ikut termasak. Beras dicuci dengan dengan air minimal dua kali pengulangan. Pencucian beras harus dilakukan dengan hati-hati agar vitamin B1 pada beras tidak hilang (Wardhani, 2018).

2. Penanakan Nasi

Nasi memiliki dua cara dalam pembuatannya yaitu secara tradisional dan modern. Membuat nasi secara tradisional yaitu merebus beras dengan air sampai nasi matang, sedangkan membuat nasi secara modern yaitu merebus beras dengan air namun menggunakan alat yang lebih modern yaitu rice cooker sehingga nasi tanak. Kandungan utama nasi yaitu glukosa (Novianti dkk., 2017).

3. Pengeringan

Pengeringan merupakan penghilangan air sampai kadar yang diinginkan dari suatu bahan pangan. Tujuan dari pengeringan ini yaitu menurunkan aw atau yang disebut aktifitas air sehingga produk akan lebih awet. Penurunan aw akan mempengaruhi aktivitas baik mikroorganisme, kimia atau pun biokimia (Purwaningsih, 2007).

FINAL

(30)

commit to user

15 4. Penggorengan

Tujuan dari menggoreng yaitu menghasilkan kerupuk yang renyah serta mengembang. Pada saat penggorengan air yang terikat didalam jaringan dapat menguap. Cara penggorengan ada dua yaitu langsung digoreng dengan minyak panas dan menggoeng dengan minyak hangat/dingin lalu di goreng dengan minyak panas sehingga kerupuk dapat mengembang. Pada saat proses penggorengan akan terdapat suara desis dari gelembung-gelembung yang pecah (Koswara, 2009).

5. Penirisan

Penirisan merupakan proses dimana bahan padat dan bahan cair dipisahkan, namun keduanya sulit untuk dipisahkan karena adanya gaya adesi. Proses penirisan ini akan memperpanjang keawetan produk karena kandungan minyaknya rendah sehingga lebih tidak mudah tengik (Purwantana dkk, 2004).

Penirisan yang baik yaitu dalam proses penirisan menggunakan kertas minyak maupun kertas roti bukan menggunakan kertas Koran. Hal ini dikarenakan kertas koran dapat membahayakan pangan, kertas koran mengandung logam berat pada tintanya sehingga tidak baik jika digunakan untuk penirisan

6. Pengemasan

Pengemasan merupakan suatu metode yang sangat penting karena pengemasan mencegah adanya kontaminasi ulang. Kebersihan pengemas, jenis pengemas, dan teknik pengemasan sangat mempengaruhi pencegahan kontaminasi ulang. Produk olahan yang dikemas tidak boleh dalam keadaan panas karena akan menimbulkan uap air yang dapat memepercepat kerusakan produk (Waluyo dan Bayu, 2017).

Plastik yang digunakan untuk mengemas biasanya PP maupun PE.

Polipropilen (PP) memiliki permeabilitas yang lebih kecil dari pada Polietilen (PE) sehingga uap air akan sulit menembus plastik Polipropilen

FINAL

(31)

commit to user

16

(PP). Namun kedua jenis plastic ini memiliki kerapatan tinggi, tahan terhadap kelembapan dan suhu. Daya serap keduanya tergolong rendah sehingga dapat melindungi produk. Dan kedua jenis plastik ini bersifat elastic serta bening sehingga produk dapat terlihat (Furqon, 2016).

D. Konsep Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB)

Menurut Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 Tahun 2012, Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) adalah suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi pangan agar bermutu, aman dan layak untuk dikonsumsi. Pangan adalah segala sesuatau yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolahmaupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai pangan bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam prses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman.

1. Lokasi dan Lingkungan Produksi

Untuk menetapkan lokasi IRTP perlu mempertimbangkan keadaan dan kondisi lingkungan yang mungkin dapat merupakan sumber pencemaran potensial dan telah mempertimbangkan berbagai tindakan pencegahan yang mungkin dapat dilakukan untuk melindungi pangan yang diproduksinya.

a) Lokasi IRTP

Lokasi IRTP seharusnya dijaga tetap bersih, bebas dari sampah, bau, asap, kotoran, dan debu.

b) Lingkungan

Lingkungan seharusnya selalu dipertahankan dalam keadaan bersih dengan cara-cara sebagai berikut:

1) Sampah dibuang dan tidak menumpuk.

2) Tempat sampah selalu tertutup.

FINAL

(32)

commit to user

17

3) Jalan dipelihara supaya tidak berdebu dan selokannya berfungsi dengan baik.

2. Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas IRTP seharusnya menjamin bahwa pangan tidak tercemar oleh bahaya fisik, biologis, dan kimia selama dalam proses produksi serta mudah dibersihkan dan disanitasi.

a) Bangunan Ruang Produksi 1) Desain dan Tata Letak

Ruang produksi sebaiknya cukup luas dan mudah dibersihkan.

Ruang produksi sebaiknya tidak digunakan untuk memproduksi produk lain selain pangan. Konstruksi Ruangan: Sebaiknya terbuat dari bahan yang tahan lama. Seharusnya mudah dipelihara dan dibersihkan atau didesinfeksi, serta meliputi: lantai, dinding atau pemisah ruangan, atap dan langit-langit, pintu, jendela, lubang angin atau ventilasi dan permukaan tempat kerja serta penggunaan bahan gelas.

2) Lantai

Lantai sebaiknya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus tetapi tidak licin, kuat, memudahkan pembuangan atau pengaliran air, air tidak tergenang, memudahkan pembuangan atau pengaliran air, air tidak tergenang. Lantai seharusnya selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir, dan kotoran lainnya serta mudah dibersihkan.

3) Dinding atau Pemisah Ruangan

Dinding atau pemisah ruangan sebaiknya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas, dan kuat. Dinding atau pemisah ruangan seharusnya selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir, dan kotoran lainnya.

Dinding atau pemisah ruangan seharusnya mudah dibersihkan.

4) Langit-Langit

FINAL

(33)

commit to user

18

Langit-langit sebaiknya dibuat dari bahan yang tahan lama, tahan terhadap air, tidak mudah bocor, tidak mudah terkelupas atau terkikis. Permukaan langit-langit sebaiknya rata, berwarna terang dan jika di ruang produksi menggunakan atau menimbulkan uap air sebaiknya terbuat dari bahan yang tidak menyerap air dan dilapisi cat tahan panas. Konstruksi langit-langit sebaiknya didesain dengan baik untuk mencegah penumpukan debu, pertumbuhan jamur, pengelupasan, bersarangnya hama, memperkeil terjadinya kondensasi.

Langit-langit seharusnya selalu dalam keadaan bersih dari debu, sarang laba-laba.

5) Pintu Ruangan

Pintu sebaiknya dibuat dari bahan tahan lama, kuat, tidak mudah pecah atau rusak, rata, halus, berwarna terang. Pintu seharusnya dilengkapi dengan pintu kasa yang dapat dilepas untuk memudahkan pembersihan dan perawatan. Pintu ruangan produksi seharusnya didesain membuka ke luar/ ke samping sehingga debu atau kotoran dari luar tidak terbawa masuk melalui udara ke dalam ruangan pengolahan. Pintu ruangan, termasuk pintu kasa dan tirai udara seharusnya mudah ditutup dengan baik dan selalu dalam keadaan tertutup.

6) Jendela

Jendela sebaiknya dibuat dari bahan tahan lama, kuat, tidak mudah pecah atau rusak. Permukaan jendela sebaiknya rata, halus, berwarna terang, dan mudah dibersihkan. Jendela seharusnya dilengkapi dengan kasa pencegah masuknya serangga yang dapat dilepas untuk memudahkan pembersihan dan perawatan. Konstruksi jendela seharusnya didesain dengan baik untuk mencegah penumpukan debu.

7) Lubang Angin atau Ventilasi

FINAL

(34)

commit to user

19

Lubang angin atau ventilasi seharusnya cukup sehingga udara segar selalu mengalir di ruang produksi dan dapat menghilagkan uap, gas, asap, bau dan panas yang timbul selama pengolahan. Lubang angin atau ventilasi seharusnya selalu dalam keadaan bersih, tidak berdebu, dan tidak dipenuhi sarang laba-laba. Lubang angin atau ventilasi seharusnya dilengkapi dengan kasa untuk mencegah masuknya serangga dan mengurangi masuknya kotoran. Kasa pada lubang angin atau ventilasi seharusnya mudah dilepas untuk memudahkan pembersihan dan perawatan.

8) Permukaan Tempat Kerja

Permukaan tempat kerja yang kontak langsung dengan bahan pangan harus dalam kondisi baik, tahan lama, mudah dipelihara, dibersihkan dan disanitasi. Permukaan tempat kerja harus dibuat dari bahan yang tidak menyerap air, permukaannya halus dan tidak bereaksi dengan bahan pangan, detergen dan desinfektan.

9) Penggunaan Bahan Gelas (Glass)

Pimpinan atau pemilik IRTP seharusnya mempunyai kebijakan penggunaan bahan gelas yang bertujuan mencegah kontaminasi bahaya fisik terhadap produk pangan jika terjadi pecahan gelas.

b. Fasilitas

1) Kelengkapan Ruang Produksi

Ruang produksi sebaiknya cukup terang sehingga karyawan dapat mengerjakan tugasnya dengan teliti. Di ruang produksi seharusnya ada tempat untuk mencuci tangan yang selalu dalam keadaan bersih serta dilengkapi dengan sabun dan pengeringnya.

2) Tempat Penyimpanan

Tempat penyimpanan bahan pangan termasuk bumbu dan bahan tambahan pangan (BTP) harus terpisah dengan produk akhir.

FINAL

(35)

commit to user

20

Tempat penyimpanan khusus harus tersedia untuk menyimpan bahan- bahan bukan untuk pangan seperti bahan pencuci, pelumas, dan oli.

Tempat penyimpanan harus mudah dibersihkan dan bebas dari hama seperti serangga, binatang pengerat seperti tikus, burung, atau mikroba dan ada sirkulasi udara.

3. Peralatan Produksi

Tata letak peralatan produksi diatur agar tidak terjadi kontaminasi silang. Peralatan produksi yang kontak langsung dengan pangan sebaiknya didesain, dikonstruksi, dan diletakkan sedemikian untuk menjamin mutu dan keamanan pangan yang dihasilkan.

a. Persyaratan Bahan Peralatan Produksi

1) Peralatan produksi sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan atau dibongkar pasang sehingga mudah dibersihkan dan dipelihara serta memudahkan pemantauan dan pengendalian hama.

2) Permukaan yang kontak langsung dengan pangan harus halus, tidak bercelah atau berlubang, tidak mengelupas, tidak berkarat dan tidak menyerap air.

3) Peralatan harus tidak menimbulkan pencemaran terhadap produk pangan oleh jasad renik, bahan logam yang terlepas dari mesin/

peralatan, minyak pelumas, bahan bakar dan bahan-bahan lain yang menimbulkan bahaya; termasuk bahan kontak pangan/ zat kontak pangan dar kemasan pangan ke dalam pangan yang menimbulkan bahaya.

b. Tata Letak Peralatan Produksi

Peralatan produksi sebaiknya diletakkan sesuai dengan urutan prosesnya sehingga memudahkan bekerja secara higiene, memudahkan pembersihan dan perawatan serta mencegah kontaminasi silang.

c. Pengawasan dan Pemantauan Peralatan Produksi

FINAL

(36)

commit to user

21

Semua peralatan seharusnya dipelihara, diperiksa dan dipantau agar berfungsi dengan baik dan selalu dalam keadaan bersih.

d. Bahan perlengkapan dan alat ukur/ timbang

1) Bahan perlengkapan peralatan yang terbuat dari kayu seharusnya dipastikan cara pembersihannya yang dapat menjamin sanitasi.

2) Alat ukur/ timbang seharusnya dipastikan keakuratannya, terutama alat ukur/ timbang bahan tambahan pangan (BTP).

4. Suplai Air atau Sarana Penyediaan Air

Sumber air bersih untuk proses produksi sebaiknya cukup dan memenuhi persyaratan kualitas air bersih atau air minum. Air yang digunakan untuk proses produksi harus air bersih dan sebaiknya dalam jumlah yang cukup memenuhi seluruh kebutuhan proses produksi.

5. Fasilitas serta Kegiatan Higiene dan Sanitasi

Fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi diperlukan untuk menjamin agar bangunan dan peralatan selalu dalam keadaan bersih dan mencegah terjadinya kontaminasi silang dari karyawan.

a. Fasilitas Higiene dan Sanitasi 1) Sarana Pembersihan/ Pencucian

Sarana pembersihan/ pencucian bahan pangan, peralatan, perlengkapan dan bangunan (Iantai, dinding dan lain-lain), seperti sapu, sikat, pel, lap dan/atau kemoceng, deterjen, ember, bahan sanitasi sebaiknya tersedia dan terawat dengan baik. Sarana pembersihan harus dilengkapi dengan sumber air bersih. Air panas dapat digunakan untuk membersihkan peralatan tertentu, terutama berguna untuk melarutklan sisa-sisa lemak dan tujuan disinfeksi, bila diperlukan.

2) Sarana Higiene Karyawan

Sarana higiene karyawan seperti fasilitas untuk cuci tangan dan toilet/ jamban seharusnya tersedia dalam jumlah cukup dan dalam

FINAL

(37)

commit to user

22

keadaan bersih untuk menjamin kebersihan karyawan guna mencegah kontaminasi terhadap bahan pangan.

3) Sarana Cuci Tangan seharusnya :

Diletakkan di dekat ruang produksi, dilengkapi air bersih dan sabun cuci tangan. Dilengkapi dengan alat pengering tangan seperti handuk, lap atau kertas serap yang bersih. Dilengkapi dengan tempat sampah yang tertutup.

4) Sarana toilet / jamban seharusnya :

Didesain dan dikonstruksi dengan memperhatikan persyaratan higiene, sumber air yang mengalir dan saluran pembuangan. Diberi tanda peringatan bahwa setiap karyawan harus mencuci tangan dengan sabun sesudah menggunakan toilet. Terjaga dalam keadaan bersih dan tertutup. Mempunyai pintu yang membuka ke arah luar ruang produksi.

5) Sarana pembuangan air dan limbah

Sistem pembuangan limbah seharusnya didesain dan dikonstruksi sehingga dapat mencegah resiko pencemaran pangan dan air bersih, Sampah harus segera dibuang ke tempat sampah untuk mencegah agar tidak menjadi tempat berkumpulnya hama binatang pengerat, serangga atau binatang lainnya sehingga tidak mencemari pangan maupun sumber air. Tempat sampah harus terbuat dari bahan yang kuat dan tertutup rapat untuk menghindari terjadinya tumpahan sampah yang dapat mencemari pangan maupun sumber air.

b. Kegiatan Higiene dan Sanitasi

1) Pembersihan/ pencucian dapat dilakukan secara fisik seperti dengan sikat atau secara kimia seperti dengan sabun/ deterjen atau gabungan keduanya.

2) Jika diperlukan, penyucihamaan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan kaporit sesuai petunjuk yang dianjurkan.

FINAL

(38)

commit to user

23

3) Kegiatan pembersihan/ pencucian dan penyucihamaan peralatan produksi seharusnya dilakukan secara rutin.

4) Sebaiknya ada karyawan yang bertanggung jawab terhadap kegiatan pembersihan/ pencucian dan penyucihamaan.

6. Kesehatan dan Higiene Karyawan

Kesehatan dan higiene karyawan yang baik dapat menjamin bahwa karyawan yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan pangan tidak menjadi sumber pencemaran.

a. Kesehatan Karyawan

Karyawan yang bekerja di bagian pangan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) Dalam keadaan sehat. Jika sakit atau baru sembuh dari sakit dan diduga masih membawa penyakit tidak diperkenankan masuk ke ruang produksi.

2) Jika menunjukkan gejala atau menderita penyakit menular, misalnya sakit kuning (virus hepatitis A), diare, sakit perut, muntah, demam, sakit tenggorokan, sakit kulit (gatal, kudis, luka, dan lain-lain), keluarnya cairan dari telinga (congek), sakit mata (belekan), dan atau pilek tidak diperkenankan masuk ke ruang produksi.

b. Kebersihan Karyawan

1) Karyawan harus selalu menjaga kebersihan badannya.

2) Karyawan yang menangani pangan seharusnya mengenakan pakaian kerja yang bersih. Pakaian kerja dapat berupa celemek, penutup kepala, sarung tangan, masker dan/ atau sepatu kerja.

3) Karyawan yang menangani pangan harus menutup luka di anggota tubuh dengan perban khusus luka.

4) Karyawan harus selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum memulai kegiatan mengolah pangan, sesudah menangani bahan

FINAL

(39)

commit to user

24

mentah, atau bahan/ alat yang kotor dan sesudah ke luar dari toilet/

jamban.

c. Kebiasaan Karyawan

1) Karyawan yang bekerja sebaiknya tidak makan dan minum, merokok, meludah, bersin atau batuk ke arah pangan atau melakukan tindakan lain di tempat produksi yang dapat mengakibatkan pencemaran produk pangan.

2) Karyawan di bagian pangan sebaiknya tidak mengenakan perhiasan seperti giwang/ anting, cincin, gelang, kalung, arloji/ jam tangan, bros dan peniti atau benda lainnya yang dapat membahayakan keamanan pangan yang diolah.

7. Pemeliharaan serta Program Higiene dan Sanitasi

Pemeliharaan dan program sanitasi terhadap fasilitas produksi (bangunan, mesin/ peralatan, pengendalian hama, penanganan limbah dan lainnya) dilakukan secara berkala untuk menjamin terhindarnya kontaminasi silang terhadap pangan yang diolah.

a. Pemeliharaan dan Pembersihan

1) Lingkungan, bangunan, peralatan dan lainnya seharusnya dalam keadaan terawat dengan baik dan berfungsi sebagaimana mestinya.

2) Peralatan produksi harus dibersihkan secara teratur untuk menghilangkan sisa-sisa pangan dan kotoran.

3) Bahan kimia pencuci sebaiknya ditangani dan digunakan sesuai prosedur dan disimpan di dalam wadah yang berlabel untuk menghindari pencemaran terhadap bahan baku dan produk pangan.

b. Prosedur Pembersihan dan Sanitasi

Prosedur Pembersihan dan Sanitasi sebaiknya dilakukan dengan menggunakan proses fisik (penyikatan, penyemprotan dengan air bertekanan atau penghisap vakum), proses kimia (sabun atau deterjen)

FINAL

(40)

commit to user

25

atau gabungan proses fisik dan kima untuk menghilangkan kotoran dan lapisan jasad renik dari lingkungan, bangunan, peralatan.

c. Program Higiene dan Sanitasi

1) Program Higiene dan Sanitasi seharusnya menjamin semua bagian dari tempat produksi telah bersih, termasuk pencucian alat-alat pembersih.

2) Program Higiene dan Sanitasi seharusnya dilakukan secara berkala serta dipantau ketepatan dan keefektifannya dan jika perlu dilakukan pencatatan.

d. Program Pengendalian Hama

1) Hama (binatang pengerat, serangga, unggas dan lain-lain) merupakan pembawa cemaran biologis yang dapat menurunkan mutu dan keamanan dilakukan untuk mengurangi kemungkinan masuknya hama ke ruang produksi yang akan mencemari pangan.

2) Mencegah masuknya hama

Lubang-lubang dan selokan yang memungkinkan masuknya hama harus selalu dalam keadaan tertutup. Jendela, pintu dan lubang ventilasi harus dilapisi dengan kawat kasa untuk menghindari masuknya hama. Hewan peliharaan seperti anjing, kucing, domba, ayam dan lain-lain tidak boleh berkeliaran di sekitar dan di dalam ruang produksi. Bahan pangan tidak boleh tercecer karena dapat mengundang masuknya hama.

3) Mencegah timbulnya sarang hama di dalam ruang produksi

Pangan seharusnya disimpan dengan baik, tidak langsung bersentuhan dengan lantai, dinding dan langit-langit. Ruang produksi harus dalam keadaan bersih. Tempat sampah harus dalam keadaan tertutup dan dari bahan yang tahan lama. IRTP seharusnya memeriksa lingkungan dan ruang produksinya dari kemungkinan timbulnya sarang hama.

FINAL

(41)

commit to user

26 e. Pemberantasan Hama

1) Sarang hama seharusnya segera dimusnahkan.

2) Hama harus diberantas dengan cara yang tidak mempengaruhi mutu dan keamanan pangan.

3) Pemberantasan hama dapat dilakukan secara fisik seperti dengan perangkap tikus atau secara kimia seperti dengan racun tikus.

4) Perlakuan dengan bahan kimia harus dilakukan dengan pertimbangan tidak mencemari pangan.

5) Penanganan Sampah

Penanganan dan pembuangan sampah dilakukan dengan cara yang tepat dan cepat: sampah seharusnya tidak dibiarkan menumpuk di lingkungan dan ruang produksi, segera ditangani dan dibuang.

8. Penyimpanan

Penyimpanan bahan yang digunakan dalam proses produksi (bahan baku, bahan penolong, BTP) dan produk akhir dilakukan dengan baik sehingga tidak mengakibatkan penurunan mutu dan keamanan pangan.

a. Penyimpanan Bahan dan Produk Akhir

1) Bahan dan produk akhir harus disimpan terpisah dalam ruangan yang bersih, sesuai dengan suhu penyimpanan, bebas hama, penerangannya cukup.

2) Penyimpanan bahan baku tidak boleh menyentuh lantai, menempel ke dinding maupun langit-langit.

3) Penyimpanan bahan dan produk akhir harus diberi tanda dan menggunakan sistem First In First Out (FIFO) dan sistem First Expired First Out (FEFO), yaitu bahan yang lebih dahulu masuk dan/

atau memilki tanggal kadaluwarsa lebih awal harus digunakan terlebih dahulu dan produk akhir yang lebih dahulu diproduksi harus digunakan/ diedarkan terlebih dahulu.

FINAL

(42)

commit to user

27

4) Bahan-bahan yang mudah menyerap air harus disimpan di tempat kering, misalnya garam, gula, dan rempah-rempah bubuk.

b. Penyimpanan Bahan Berbahaya

Bahan berbahaya seperti sabun pembersih, bahan sanitasi, racun serangga, umpan tikus, dll harus disimpan dalam ruang tersendiri dan diawasi agar tidak mencemari pangan.

c. Penyimpanan Wadah dan Pengemas

1) Penyimpanan wadah dan pengemas harus rapih, di tempat bersih dan terlindung agar saat digunakan tidak mencemari produk pangan.

2) Bahan pengemas harus disimpan terpisah dari bahan baku dan produk akhir.

d. Penyimpanan Label Pangan

1) Label pangan seharusnya disimpan secara rapih dan teratur agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaannya dan tidak mencemari produk pangan.

2) Label pangan harus disimpan di tempat yang bersih dan jauh dari pencemaran.

e. Penyimpanan Peralatan Produksi

Penyimpanan mesin/ peralatan produksi yang telah dibersihkan tetapi belum digunakan harus di tempat bersih dan dalam kondisi baik, sebaiknya permukaan peralatan menghadap ke bawah, supaya terlindung dari debu, kotoran atau pencemaran lainnya.

9. Pengendalian Proses

Untuk menghasilkan produk yang bermutu dan aman, proses produksi harus dikendalikan dengan benar. Pengendalian proses produksi pangan industri rumah tangga pangan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Penetapan Spesifikasi Bahan 1) Persyaratan Bahan

FINAL

(43)

commit to user

28

Bahan yang dimaksud mencakup bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong termasuk air dan bahan tambahan pangan (BTP). Harus menerima dan menggunakan bahan yang tidak rusak, tidak busuk, tidak mengandung bahan-bahan berbahaya, tidak merugikan atau membahayakan kesehatan dan memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan. Harus menentukan jenis, jumlah dan spesifikasi bahan untuk memproduksi pangan yang akan dihasilkan. Tidak menerima dan menggunakan bahan pangan yang rusak. Jika menggunakan bahan tambahan pangan (BTP), harus menggunakan BTP yang diizinkan sesuai batas maksimum penggunaannya. Penggunaan BTP yang standar mutu dan persyaratannya belum ditetapkan harus memiliki izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). Bahan yang digunakan seharusnya dituangkan dalam bentuk formula dasar yang menyebutkan jenis dan persyaratan mutu bahan. Tidak menggunakan bahan berbahaya yang dilarang untuk pangan.

2) Persyaratan Air

Air yang merupakan bagian dari pangan seharusnya memenuhi persyaratan air minum atau air bersih sesuai peraturan perundang-undangan. Air yang digunakan untuk mencuci/ kontak langsung dengan bahan pangan, seharusnya memenuhi persyaratan air bersih sesuai peraturan perundang-undangan. Air, es dan uap panas (steam) harus dijaga jangan sampai tercemar oleh bahan-bahan dari luar. Uap panas (steam) yang kontak langsung dengan bahan pangan atau mesin/ peralatan harus tidak mengandUng bahan-bahan yang berbahaya bagi keamanan pangan. Air yang digunakan berkali-kali (resirkulasi) seharusnya dilakukan penanganan dan pemeliharaan agar tetap aman terhadap pangan yang diolah.

b. Penetapan Komposisi dan Formulasi Bahan

FINAL

Gambar

Tabel 2.1 Syarat mutu kerupuk beras SNI 01-4307-1996  No  Komponen Mutu  Satuan
Tabel 2.8 Persyaratan Mutu Gula Pasir SNI 3140.3:2010  No  Parameter Uji  Satuan  Persyaratan
Tabel 3.1 Metode Analisis Persyaratan Mutu Intip Buntel Cokelat
Tabel 4.9 Persyaratan Permukaan Tempat Kerja CPPB-IRT (2012)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa vitalitas Amphiprion oscellaris yang hidup dilingkungan akuarium buatan dengan kondisi lingkungan perairan yang ideal tidak

Selain layanan interkoneksi dengan biaya sebagaimana dimaksud butir 1 diatas, Indosat membuka kemungkinan adanya penyesuaian biaya interkoneksi atas dasar nilai ekonomis

Hasil uji hipotesis pertama telah berhasil menolak H 0 yang menyatakan tidak terdapat perbedaan sikap sosial siswa kelas IV di SD Gugus XIII Kecamatan Buleleng

Order tetap atau standing order akan terus berlaku sampai kapanpun, apabila tidak ada pemberitahuan tertulis/resmi mengenai perubahan order dari pihak hotel, dalam

Pola permukiman dan pola hunian yang terbentuk di dalam kehidupan masyarakat Desa Pakraman Julah maupun desa adat lainnya di Bali, tentunya secara tidak langsung di

(A) Triple tray try in (B) Pemotongan kasa sesuai dengan batas gigi yang akan dipreparasi (C) Pemasangan bahan bite registration pada bagian atas dan bawah triple tray;

Tingkatan bacaan ini adalah yang paling bagus karena dengan bacaan itulah Al- Qur‟an diturunkan. Tartil yaitu membaca dengan pelan-pelan, baik dan benar sesuai

- Perlu sosialisasi dan advokasi pada BPBD kota Bengkulu serta BPBD Provinsi untuk mendukung upaya dan program-program penanggulangan krisis kesehatan dengan prioritas