• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA / DASAR PEMIKIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KERANGKA / DASAR PEMIKIRAN"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

10 2.1 Komunikasi Massa

2.1.1 Pengertian Komunikasi Massa

Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi), yang dikelolah oleh suatu lembaga, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim, dan heterogen. Pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan secara cepat, serentak dan selintas (khususnya media elektronik).1

Kemudian Werner J. Severin dan James W. Tankard Jr., mendefinisikan komunikasi massa sebagai sebagian keterampilan, sebagian seni, dan sebagian ilmu. Ia adalah keterampilan dalam pengertian meliputi teknik-teknik tertentu yang secara fundamental dapat dipelajari seperti memfokuskan kamera televisi, mengoperasikan perekam pita atau mencatat ketika berwawancara. Ia adalah seni dalam pengertian tantangan-tantangan kreatif seperti menulis skrip untuk program televisi, mengembangkan tata letak untuk iklan majalah atau menampilkan teras berita yang memikat bagi

1Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hal 75

(2)

sebuah kisah berita. Ia adalah ilmu dalam pengertian meliputi prinsip-prinsip tertentu tentang bagaimana berlangsungnya komunikasi yang dapat dikembangkan dan dipergunakan untuk membuat berbagai hal menjadi lebih baik.2

Sedangkan komunikasi massa secara sederhana dirumuskan oleh Bitner “Mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people.”(Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang). 3

2.1.2 Karakteristik Komunikasi Massa

Karakteristik komunikasi massa adalah sebagai berikut:4 1. Komunikasi Terlembagakan

Ciri komunikasi massa yang pertama adalah komunikatornya.

Komunikasi massa itu menggunakan media massa, baik cetak maupun elektronik. Komunikasi massa melibatkan lembaga dan komunikatornya bergerak dalam organisasi yang kompleks. Apabila media komunikasi yang digunakan adalah televisi, tentu akan lebih banyak lagi orang yang terlibat,

2Onong Uchjana Effendy. Televisi Siaran Teori dan Praktek, Penerbit Mandar Maju. Bandung, 1993.

Hal 13-14.

3 Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung,1994.

4Elvinaro Ardianto. Et.al., Komunikasi Massa Suatu Pengantar Edisi Revisi, Bandung, Penerbit Simbiosa Rekatama Media, 2007, Hal 6-12.

(3)

seperti juru kamera(lebih dari satu), juru lampu, pengarah acara, bagian make up, floormanager, dan lain-lain.

2. Pesan Bersifat Umum

Komunikasi massa itu bersifat terbuka, artinya komunikasi massa itu ditujukan untuk semua orang dan tidak ditujukan untuk sekelompok orang tertentu. Oleh karenanya, pesan komunikasi massa bersifat umum. Pesan komunikasi massa dapat berupa fakta, peristiwa atau opini. Namun tidak semua fakta dan peristiwa yang terjadi di sekeliling kita dapat dimuat dalam media massa. Pesan komunikasi massa yang dikemas dalam bentuk apa punharus memenuhi kriteria penting atau menarik, atau penting sekaligus menarik, bagi sebagian besar komunikan.

3. Komunikannya Anonim dan Heterogen

Komunikan pada komunikasi massa bersifat anonim dan heterogen.

Pada komunikasi antarpesona, komunikator akan mengenal komunikannya, mengetahui identitasnya, seperti: nama, pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal, bahkan mungkin mengenal sikap dan perilakunya. Sedangkan dalam komunikasi massa, komunikator tidak mengenal komunikan (anonim), karena komunikasinya menggunakan media dan tidak tatap muka. Di samping anonim, komunikan komunikasi massa adalah heterogen, karena terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda, yang dapat dikelompokkan berdasarkan faktor: usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, latar belakang budaya, agama dan tingkat ekonomi.

(4)

4. Media Massa Menimbulkan Keserempakan

Kelebihan komunikasi massa dibandingkan dengan komunikasi lainnya, adalah jumlah sasaran khalayak atau komunikan yang dicapainya relatif banyak dan tidak terbatas. Bahkan lebih dari itu, komunikan yang banyak tersebut secara serempak pada waktu yang bersamaan memperoleh pesan yang sama pula.

5. Komunikasi Mengutamakan Isi Ketimbang Hubungan

Salah satu prinsip komunikasi adalah bahwa komunikasi mempunyai dimensi isi dan dimensi hubungan. Dimensi isi menunjukkan muatan atau isi komunikasi, yaitu apa yang dikatakan. Sedangkan dimensi hubungan menunjukkan bagaimana cara mengatakannya, yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para peserta komunikasi itu. Dalam komunikasi antarpesona yang diutamakan adalah unsur hubungan. Semakin saling mengenal antarpelaku komunikasi, maka komunikasinya semakin efektif.

Sedangkan dalam konteks komunikasi massa, komunikator tidak harus selalu kenal dengan komunikannya, dan sebaliknya. Yang penting, bagaimana seorang komunikator menyusun pesan secara sistematis, baik, sesuai dengan jenis medianya, agar komunikannya bisa memahami isi pesan tersebut.

(5)

6. Komunikasi Massa Bersifat Satu Arah

Ciri komunikasi massa selain merupakan keunggulan juga menjadi kelemahan. Karena komunikasinya melalui media massa, maka komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung.

7. Stimulasi Alat Indra Terbatas

Pada komunikasi antarpesona yang bersifat tatap muka, maka seluruh alat indra pelaku komunikasi, komunikator dan komunikan, dapat digunakan secara maksimal. Kedua belah pihak dapat melihat, mendengar secara langsung, bahkan mungkin merasa. Dalam komunikasi massa, stimulasi alat indra bergantung pada jenis media massa. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat. Pada radio siaran dan rekaman auditif, khalayak hanya mendengar, sedangkan pada media televisi dan film, kita menggunakan indra penglihatan dan pendengaran.

8. Umpan Balik Tertunda (Delayed) dan Tidak Langsung(Indirect)

Komponen umpan balik atau yang lebih populer dengan sebutan feedbackmerupakanfaktor penting dalam proses komunikasi antarpesona,

komunikasi kelompok dan komunikasi massa. Efektivitas komunikasi seringkali dapat dilihat dari feedback yang disampaikan oleh komunikan.

2.2 Film

Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di belahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton

(6)

film di bioskop, film televise dan film video laser setiap minggunya. Di Amerika Serikat dan Kanada lebih dari satu juta tiket film terjual setiap tahunnya. Film lebih dahulu menjadi hiburan dibanding radio siaran dan televise. Menonton film bioskop ini menjadi aktifitas popular bagi orang Amerika pada tahun 1920-an sampai 1950-an.5

Film dalam pengertian sempit adalah penyajian gambar lewat layar lebar, tetapi dalam pengertian lebih luas bisa juga termasuk yang disiarkan di TV. Memang sejak Tv menyajikan film-film seri yang di putar di gedung- gedung bioskop, terdapat kecenderungan orang lebih senang menonton dirumah, karena selain lebih praktis juga tidak perlu membayar. Akibatnya banyak gedung bioskop gulung tikar karena tidak mampu menutup biaya operasionalnya seperti sewa film, pajak, listrik dan sebagainya.6

Pengertian film ada beberapa pengertian tentang film. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, terbitan Balai Pustaka, film adalah selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan di bioskop). Film juga diartikan sebagai lakon (cerita) gambar hidup. Dari definisi yang pertama, kita dapat membayangkan film sebagai sebuah benda yang sangat rapuh, ringkih, hanya sekeping Compact Disc (CD). Sedangkan

5 Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah, 2005, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Bandung, Simbiosa Rekatama Media, Hal 143

6 Hafied Cangara, 2008, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, Hal 136

(7)

film diartikan sebagai lakon artinya adalah film tersebut merepresentasikan sebuah cerita dari tokoh tertentu secara utuh dan berstruktur.

2.3 Dokumenter

Dokumenter adalah Mendokumentasikan cerita nyata, dilakukan pada lokasi yang sesungguhnya. Juga sebuah gaya dalam memfilmkan dengan efek realitas yang diciptakan dengan cara penggunaan kamera, suara, dan lokasi. Selain mengandung fakta.7

Dokumenter sering dianggap sebagai rekaman ‘aktualitas’

potongan rekaman sewaktu kejadian sebenarnya berlangsung, saat orang yang terlibat di dalamnya berbicara, kehidupan nyata seperti apa adanya, spontan dan tanpa media perantara. Walaupun kadang menjadi materi dalam pembuatan dokumenter, faktor ini jarang menjadi bagian dari keseluruhan film dokumenter itu sendiri, karena materi-materi tersebut harus diatur, diolah kembali, dan diatur strukturnya. Terkadang bahkan dalam pengambilan gambar sebelumnya, berbagai pilihan harus diambil oleh para pembuat film dokumenter untuk menentukan sudut pandang, ukuran shot (type of shot), pencahayaan dan lain-lain agar dapat mencapai hasil akhir yang diinginkan.John Grierson pertama-tama menemukan istilah dokumenter dalam sebuah pembahasan film karya Robert Flaherty,

Moana(1925), yang mengacu pada kemampuan sebuah media untuk menghasilkan dokumen visual suatu kejadian tertentu.

7 Ilham Zoebazary, Kamus Istilah Televisi dan Film, Jember 2009

(8)

Grierson sangat percaya bahwa “Sinema bukanlah seni atau hiburan, melainkan suatu bentuk publikasi dan dapat dipublikasikan dengan 100 cara berbeda untuk 100 penonton yang berbeda pula.” Oleh karena itu dokumenter pun termasuk didalamnya sebagai suatu metode publikasi sinematik, yang dalam istilahnya disebut “creative treatment of actuality”(perlakuan kreatif atas keaktualitasan).

Karena ada perlakuan kreatif, sama seperti dalam film fiksi lainnya, dokumenter dibangun dan bisa dilihat bukan sebagai suatu rekaman realitas, tetapi sebagai jenis representasi lain dari realitas itu sendiri.

Kebanyakan penonton dokumenter di layar kaca sudah begitu terbiasa dengan kode dan bentuk yang dominan sehingga mereka tak lagi mempertanyakan lebih jauh tentang isi dari dokumenter tersebut. Misalnya penonton sering menyaksikan dokumenter yang dipandu oleh voiceover, wawancara dari para ahli, saksi dan pendapat anggota masyarakat, set lokasi yang terlihat nyata, potongan-potongan kejadian langsung dan materi yang berasal dari arsip yang ditemukan.

Semua elemen khas tersebut memiliki sejarah dan tempat tertentu dalam perkembangan dan perluasan dokumenter sebagai sebuah bentuk sinematik.Ini penting ditekankan, karena dalam berbagai hal, bentuk dokumenter sering diabaikan dan kurang dianggap di kalangan film seni karena seakan-akan dokumenter cenderung menjadi bersifat jurnalistik dalam dunia pertelevisian. Bukti-bukti menunjukkan bahwa, bagaimanapun,

(9)

dengan pesatnya perkembangan dokumenter dalam bentuk pemberitaan, terdapat perubahan. kembali ke arah pendekatan yang lebih sinematik oleh para pembuat film dokumenter akhir-akhir ini.

Dan kini perdebatannya berpindah pada segi estetik dokumenter karena ide kebenaran dan keaslian suatu dokumenter mulai dipertanyakan, diputarbalikkan dan diubah sehubungan dengan pendekatan segi estetik dokumenter dan film-film non-fiksi lainnya. Satu titik awal yang berguna adalah daftar kategori Richard Barsam yang ia sebut sebagai “film non-fiksi” Daftar ini secara efektif menunjukkan jenis-jenis film yang dipandang sebagai dokumenter dan dengan jelas memiliki ide dan kode etik tentang dokumenter yang sama.8

2.4. Wayang Kulit Betawi

Wayang kulit betawi merupakan salah satu tradisi budaya warga Jakarta sampai saat ini, di setiap daerah masyarakat sudah mulai terjadi pergeseran fungsi baru. Masyarakat yang kurang mengenal sejarah Indonesia khususnya yaitu wayang kulit betawi membuat perkembangan wayang kulit betawi semakin lama.semakin merosot kepopulerannya.Pada wayang kulit betawi, pengaruh budaya jawa dapat kita lihat pada Boneka wayang yang pipih dan terbuat dari kulit kerbau. Tokoh-tokohnya juga mendekati wayang purwa.

8 http://imamsuryanto.wordpress.com/category/film-dokumenter/

(10)

2.5. Teori Sinematik

Unsur sinematik atau juga sering diistilahkan gaya senematik adalah merupakan aspek-aspek teknis pembentuk film. Unsur sinematik terbagi menjadi empat elemen pokok yakni :

a. Mise-en-scene yaitu segala hal yang terletak didepan kamera yang akan diambil gambarnya dalam sebuah produksi film. Sinematografi, editing dan suara. Mise-en-scene terdiri dari empat sapek utama, yaitu : setting (latar), kostume dan tata rias (make-up), pencahayaan (lighting), para pemain dan pergerakannya (akting).

b. Sinematografi yaitu mencakup semua perlakuan sineas terhadap kamera dan stok filmnya. Unsur sinematografi secara umum dapat dibagi menjadi tiga aspek, yakni : kamera dan film, framing serta durasi gambar. Kamera dan film mencakup teknik-teknik yang dapat dilakukan melalui kamera dan stok filmnya, seperti warna penggunaan lensa, kecepatan gerak gambar dan sebagainya. Framing adalah hubungan kamera dengan objek yang diambil, seperti batasan wilayah gambar atau frame, jarak, ketinggian, pergerakan kamera, dan seterusnya. Sementara durasi gambar mencakup lamanya sebuah objek diambil gambarnya oleh kamera.

c. Editing definisi editing pada tahap produksi adalah proses pemilihan serta penyambungan gambar-gambar yang telah diambil. Sementara definisi editing setelah filmnya jadi (pasca produksi) adalah teknik-teknik yang digunakan untuk menghubungkan tiap shoot-nya.

(11)

d. Suara yaitu seluruh suara yang keluar dari gambar, yakni dialog, musik dan efek suara.

Masing-masing elemen sinematik tersebut juga saling berinteraksi dan berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk gaya sinematik secara utuh.

2.6. Editing

Dalam Editing pekerjaan dilakukan oleh Editor yaitu seseorang yang bertanggung jawab mengkonstruksi cerita secara estetis dari shot shot yang dibuat berdasarkan skenario dan konsep penyutradaran sehingga menjadi sebuah cerita yang utuh.

2.6.1 Fungsi Editing

Terdapat empat fungsi editing dalam video ataupun film : 1. Combine (mengkombinasi)

Hal paling sederhana dalam editing adalah mengkombinasi shot gambar yang bervariasi pada saat Taping. Semakin detail dan bervariasi seorang kameramen mengambil gambar, maka akan semakin mudah kerja seorang editor.

2. Shorten (menyingkat)

Salah satu fungsi editing, ialah memperpendek atau menyingkat materi yang ada baik stock shots ataupun naskah. Editor dituntut untuk dapat menceritakan secara lengkap suatu kejadian dengan durasi yang terbatas, hanya 30’ hingga 2 menit, dari keseluruhan materi yang tersedia sepanjang

(12)

10 menit – 20 menit. Dan pada saat melakukan screening materi, mungkin saja terdapat banyak shot gambar yang luar biasa menarik, tapi justru gambar yang dibutuhkan untuk naskah tidak ada. Di sinilah editor harus dengan cepat menari gambar yang relevan dengan naskah.

3. Correct (mengkoreksi)

Mengkoreksi kesalahan pengambilan gambar pada saat Taping, editor harus dengan segera mengganti suatu shot yang bermasalah dengan shot yang serupa namun hal ini akan beresiko pada aspek continuity baik pada gerakan, temperature warna, gesture subjek, kualitas suara dan field of view (terlalu dekat dan terlalu jauh). Hal ini merupakan suatu tantangan, tapi akan menjadi fatal apabila tidak diperhitungkan secara cermat.

4. Build (membangun)

Fungsi membangun cerita yang utuh dengan menggabungkan berbagai stock shot yang diambil dengan angel yang berbeda-beda. Tapi editor tidak bisa mengkombinasikan begitu saja tanpa perhitungan keutuhan cerita, semuanya harus tetap berdasarkan naskah. Jadi, setiap scene/sekuen terbangun secara utuh melalui shot demi shot.

Berdasarkan 4 fungsi yang dikemukakan Zettl dalam bukunya television production handbook, penulis telah mempraktekan keempat fungsi tersebut dan dari keempatnya, penulis menemukan bahwa fungsi yang terakhir yaitu build, merupakan yang tersulit karena editor dituntut untuk

(13)

dapat menceritakan suatu peristiwa secara utuh, pada hard news, durasi yang diberikan sangat singkat.

2.6.2 Prinsip Dasar Editing

Prinsip dasar editing meliputi kontinuitas kompleksitas dan etika : 1. Kontinuitas

Kontinuitas yang dimaksud ialah keberhasilan editor membuat jalan cerita secaralogis melalui gambar-gambar yang kontinue/berkelanjutan, frame demi frame harus tersusun secara berurutan. Apabila adagambar yang hilang, maka editor harus dengan cermat membuat suatu kontinuitas dengan gambar baru, agar penonton tidak dibingungkan dengan perubahan gambar yang jumping. Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan terlebih dahulu yaitu : (1) identifikasi subjek, (2) mental map, (3) vektor, (4) gerakan, (5) warna dan (6) suara.

2. Kompleksitas

Pilihan gambar dan sekuen yang dilakukan tidak lagi berdasarkan kontinuitas visual dan aural, melainkan lebih ditekankan pada bagaimana menyedot perhatian penonton dan menaikkan tingkat emosional mereka.

Kompleksitas editing berarti mengabaikan beberapa prinsip dasar, untuk mengintensifkan komunikasi secara menyeluruh.

3. Etika

Editor memiliki kuasa lebih banyak dibanding kamera person dalam hal menampilkan atau tidak menampilkan shot-shot yang menarik. Dan prinsip

(14)

utama editing, dan umumnya bagi pekerja media, adalah peristiwa yang terjadi harus ditangani dan ditampilkan sedekat mungkin dengan fakta yang ada. Penyesuaian gambar serta pemberian efek harus ditempatkan sesuai dengan suasana dari kejadian tersebut.

Editor bertanggung jawab atas apa yang penonton lihat melalui pilihan gambar, karena sebagai salah satu komunikator professional, editor berperan sebagai penyeimbang dan safeguard dari kemungkinan adanya persuasi miring dan manipulasi dari sebuah informasi yang diterima audiens dan juga sebagai penghormatan mendasar kepada audiens.

2.7.Konsep Editing

2.7.1 Discontinuity Editing

Konsep editing yang penulis gunakan dalam karya film ” Wayang kulit betawi” ini adalah discontinuity editing. Adapaun alasan penulis menggunakan konsep editing seperti ini dikarenakan film ” Wayang kulit betawi” ini bergenre dokumenter. Didalam film dokumenter alur cerita tidak selamanya sesuai dengan skenario yang sudah dibuat pada tahap editingnya nanti.

Metode Discontinuity editing merupakan konsep editing cukup populer di kalangan editor, disadari atau tidak bahkan banyak dilakukan oleh editor yang belajar dengan otodidak sekalipun. Secara sederhana konsep editing dibagi dua yakni visible cutting dan invisible cutting. Editing continuity masuk pada kategori invisible cutting. Dengan invisible cutting,

(15)

penonton tidak “melihat” atau merasakan adanya sambungan antar shot.

Inilah dasar konsep editing continuity, selain cutting untuk melanjutkan cerita juga bagaimana agar ada kesinambungan/matching antar shot. Match atau kesinambungan antar shot inilah yang ditemukan oleh para leluhur film editing semisal Edwin S. Porter serta Pudkovin yang melanjutkan kiprah D.W. Griffith sebelumnya.

Definisi dari dicontinuity editing sudah pasti berbanding terbalik dengan continuity editing. Karena continuity editing menjunjung tinggi aturan editing yang sudah ada seperti menyambung shot sesuai skenario, menyesuaikan audio dengan shot yang diambil, dan sebagai nya dengan tujuan menghindari kebingungan dari para audien.

Sedangkan discontinuity menentang aturan yang tadi dengan tujuan tertentu semisal menimbulkan kebingungan dengan mengacak shot tidak sesuai skenario, penggabungan dua shot dengan angel yang berbeda dan sebagainya dengan tujuan meningkatkan ketegangan suatu scene, memperjelas aksi dalam scene dan sebagainya.

2.7.2 Metode Editing

Secara umum, proses editing film dibedakan menjadi dua metode, yakni Continuity Cutting dan Dynamic Cutting. Penulis akan lebih memfokuskan pada continuity editing hampir diseluruh scene film ini.

(16)

Continuity Cutting adalah metode editing film yang berisi penyambungan dari dua buahm adegan yang mempunyai kesinambungan.Metode continuity editing merupakan konsep editing cukup populer di kalangan editor, disadari atau tidak bahkan banyak dilakukan oleh editor yang belajar dengan otodidak sekalipun. Secara sederhana konsep editing dibagi dua yakni visible cutting dan invisible cutting. Editing continuity masuk pada kategori invisible cutting. Dengan invisible cutting, penonton tidak “melihat” atau merasakan adanya sambungan antar shot. Inilah dasar konsep editing continuity, selain cutting untuk melanjutkan cerita juga bagaimana agar ada kesinambungan/matching antar shot. Sedangkan Dynamic adalah kebalikannya gambar shot yang tidak berurut shot tetapi disusun dengan dinamis.

2.7.3 Transisi Shot

Penulis akan menggunakan transisi dibeberapa pergantian scene.

Transisi merupakan suatu efek yang terjadi ketika dua buah video bertemu secara tumpang tindih. Artinya, transisi hanya dapat diciptakan pada daerah tertentu dimana kedua video tersebut saling menimpa. Jika hanya terdapat satu gambar transisi tidak dapat digunakan.

1. Additive Dissolve

Efek ini semacam bentuk transparasi pada dua video yang bertemu.

Pada daerah yang tumpang tindih (wilayah transisi) tersebut video A akan

(17)

semakin tinggi transparansinya hingga habis pada akhir batas transisi.

Berbeda dengan video B yang transparansinya mulai dari maksimum pada batas awal transisi sampai bentuk normal pada akhir transisi. Karena itu pada daerah transisi ini kedua video tampak seolah transparan meskipun dampaknya menjadi lebih terang selama transisi.

Dissolve adalah teknik perpindahan gambar dengan cara penumpukan gambar antara gambar yang satu dengan gambar lainnya. Teknik ini digunakan untuk menghaluskan proses pemindahan gambar sesuai dengan karakter dan kebutuhan program acara yang diproduksi. Teknik dissolve pada acara bertempo lambat. Biasanya teknik dissolve khususnya digunakan pada gambar-gambar yang menunjukan keindahan, kecantikan, kepedihan, dan tragedi. Dissolve suatu efek pengambilan gambar dimana gambar 1 lambat laun memudar dan menghilang, tampak dengan rangkaian gambar mulai dengan pudar yang makin jelas. Adapun jenis atau model transparan selama transisi dapat dipilih sesuai dengan daftar pilihan yang disediakan, Cross Dissolve,Dip to Black, Dither Dissolve, Non-Additivi Dissolve, Random Invert.

2. Cross Effect

Efek transisi ini merupakan efek komposit yang bentuk efeknya dapat dipilih apakah bentuk zoom, pixelate atau blur. Adapun jenis atau model transparan selama transisi dapat dipilih sesuai dengan daftar pilihan yang disediakan.

(18)

Fade Range : Menentukan posisi saat melekukan cross fade selama karakteristik transisi

Effect : Pilihan bentuk atau tipe transisi : None, Zoom Apply to : Menentukan video mana yang dilibatkan Effect Settings : Menampilkan parameter untuk menentukan

karakter transisi

Source Center : Menentukan awal transisi.

Destination Center : Menentukan kemana arah transis menuju.

3. Cross Fade

Efek ini nyaris sama seperti effect additive dissollve. Perbedaanya terdapat pada saat transisi, Cross Fade tidak akan mengubah transisi menjadi lebih terang. Adapun jenis atau model transparan selama transisi dapat dipilih sesuai dengan daftar pilihan yang disediakan.

Fade In : Pengambilan gambar yang mulai dengan gambar- gambar yang gelap dan lambat laun menjadi terang sampai normal.

Fade Out : Pengambilan gambar yang mulai dengan gambar- gambar terang dan lambat laun menjadi gelap.

2.8 Tahapan Kerja Pasca Produksi 2.8.1 Offline Editing

Offline editing merupakan sebuah proses menata gambar sesuai dengan skenario dan urutan shot yang telah ditentukan sutradara. Dalam

(19)

tahapan ini terjadi aktivitas mengambil gambar yang telah di-logging dan di- digitizing sebelumnya untuk diurutkan sesuai konsep cerita.

2.8.2 Online Editing

Online editing adalah tahapan editing dimana editor mulai memperhalus hasil offline, memperbaiki kualitas cutting antar shot dan memberi tambahan transisi serta efek khusus yang dibutuhkan. Transisi adalah proses perpindahan gambar antara shot yang satu dengan shot yang lain. Terdapat berbagai macam jenis transisi (Sumarno, 1996:60), antara lain:

1. Rough cut

Rough cut diartikan sebagai perpindahan secara langsung antara shot yang satu ke shot yang lainnya. Pada umumnya, rough cut ini lebih sering disebut cut saja. Transisi dengan jenis cut ini biasa digunakan untuk menciptakan kesinambungan antar shot dan membentuk sebuah adegan utuh yang bercerita. Dasar pertimbangan untuk melakukan cut adalah untuk menunjukkan adegan yang ingin dilihat oleh mata penonton (Djauhari, 2003). Macam-macam cut adalah sebagai berikut:

Cut in, adalah cut yang dilakukan untuk menunjukkan detail sebuah kegiatan yang dilakukan oleh tokoh pada bagian-bagian tertentu. Cut in ini biasanya berupa shot CU atau ECU. Misalnya pada adegan orang yang sedang berjalan kemudian membungkuk untuk mengambil dompet yang

(20)

terjatuh, maka cut ini dilakukan pada tangan yang tengah mengambil dompet.

Cut aways, adalah cut yang dilakukan menuju gambar selain adegan tetapi yang tetap berhubungan. Bentuk shot untuk cut aways bisa bermacam-macam, mulai dari CU, MS, sampai LS. Pada kejadian orang yang berlari karena sedang terlambat menemui seseorang, cut aways dilakukan pada orang yang sedang menunggunya di suatu tempat.

Cut on motion, adalah cut yang dilakukan pada gerakan yang akan dilakukan oleh sebuah obyek.

Cut on action, adalah cut yang ditujukan untuk menunjukkan gerakan yang tengah dilakukan tokoh.

2. Fine cut

Fine cut diartikan sebagai perpindahan secara halus antar shot yang satu dengan shot yang lainnya. Biasanya fine cut ini digunakan ketika terjadi pergantian adegan atau babak dalam sebuah film, atau memberikan ilusi waktu untuk sebuah kejadian. Transisi semacam ini dikenal dalam beberapa jenis (Gaskill dan Englander, 1947:81):

Dissolve, pergantian antara shot satu dengan shot yang lain dengan cara tumpang tindih atau bersilangan. Transisi jenis ini biasanya digunakan untuk memberikan efek waktu yang agak panjang dari sebuah kejadian yang kemudian disingkat. Efek yang bisa ditimbulkan dari transisi ini

(21)

adalah efek dramatisasi adegan, seperti misalnya kisah cinta yang romantis, atau drama dengan alur waktu kisah kehidupan yang panjang.

Fade in, pergantian dari layar gelap menuju adegan berikutnya secara perlahan-lahan dan halus. Transisi ini biasa digunakan untuk pergantian ke babak baru.

Fade out, pergantian dari sebuah shot adegan menuju layar gelap secara perlahan-lahan. Transisi jenis ini biasanya digunakan sebagai penutup dari sebuah adegan.

2.8.3 Audio Mixing

Audio mixing adalah tahapan didalam pasca produksi dimana penggabungan gambar – gambar dari shooting dengan suara audio yang ditangkap pada saat shooting atau menyisipkan audio tambahan seperti audio efek, backsound berupa lagu dan sebagainya. Tahap ini juga merupakan proses menjernihkan audio yang dibawa pada saat shooting. Dengan menjernihkan audio, suara yang didengar bisa menjadi jelas tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun tabel volume pohon jenis Merbau ( Intsia spp. Tabel volume lokal dapat digunakan di Areal Kerja IUPHHK-HA PT Arfak Indra

Kegiatan perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi ikan di Zona Pemanfaatan meliputi: (a) perlindungan proses-proses ekologis yang menunjang kelangsungan hidup dari

Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa return on investment adalah rasio yang mengukur laba bersih yang diperoleh perusahaan atas jumlah aktiva

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa : (1) Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara latihan pukulan lob bulutangkis menggunakan metode drill dengan metode game

Berdasarkan hasil penelitian diketahui kemampuan dasar pukulan servis panjang siswa putra SMP Negeri 3 Gombong Kebumen Yang Mengikuti Ekstrakurikuler Bulutangkis yang

Menurut Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan dalam Suwatno dan Juni (2011), sifat dasar pengupahan agar proses pemberian insentif berhasil adalah pembayaran

Tujuan utama dari penelitian ini yaitu menganalisis metode ARIMA dan bootstrap pada nilai ekspor Indonesia , sehingga dapat diperoleh metode peramalan terbaik yang akan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah air, pupuk hijau cair yang berasal dari daun Kihujan ( Samanea saman ) dan Azolla ( Azolla pinnata ), EM4, tanah, dan