DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
PERNYATAAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... v
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 12
D. Manfaat Penelitian ... 13
E. Definisi Operasional ... 14
F. Hipotesis Penelitian ... 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran dengan Pendekatan Konstruktivisme ... 16
B. Pembelajaran Menurut Aliran Konstruktivisme ... 20
C. Pembelajaran Sebagai Proses Konstruktivisme ... 23
D. Teori Belajar dalam Pendekatan Konstruktivisme ... 25
E. Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matematika ... 31
F. Keuntungan, Kelemahan Pembelajaran dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cara Mengatasinya ... 36
G. Kemampuan Penalaran Matematik ... 37
I. Pembelajaran Biasa (Konvensional) ... 45
J. Hasil Penelitian yang Relevan ... 47
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 49
B. Subjek Penelitian ... 50
C. Instrumen Penelitian ... 50
D. Pengembangan Bahan Ajar ... 63
E. Prosedur Penelitian ... 64
F. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 67
G. Pengolahan Data ... 67
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 75
A.1 Kemampuan Penalaran Matematik Siswa ... 78
A.1.1 Kemampuan Awal Siswa ... 78
A.1.2 Kemampuan Penalaran Siswa setelah Proses Belajar Mengajar (PBM) ... 84
A.1.3 Pengujian Hipotesis Penelitian Pertama ... 91
A.2 Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ... 94
A.2.1 Kemampuan Awal Siswa ... 94
A.2.2 Kemampuan Komunikasi Siswa setelah Proses Belajar Mengajar (PBM) ... 101
A.2.3 Pengujian Hipotesis Penelitian Kedua ... 108
A.3 Kualitas Peningkatan Kemampuan Siswa ... 112
A.3.1 Kualitas Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 112
A.4 Pengujian Hipotesis Penelitian Ketiga ... 118
A.5 Hasil Penelitian tentang Sikap Siswa terhadap Matematik ... 122
A.6 Efektivitas Siswa dan Guru dalam Proses Pembelajaran ... 129
A.7 Deskripsi Pendapat Guru tentang Pembelajaran dengan Pendekatan Konstruktivisme ... 131
B. Pembahasan ... 134
B.1 Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematik ... 134
B.2 Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik ... 137
B.3 Kualitas Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa yang Belajar dengan Pendekatan Konstruktivisme ... 139
B.4 Kaitan antara Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Eksperimen... 141
B.5 Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran ... 142
B.6 Sikap Siswa Terhadap Matematika ... 143
B.7 Pendapat Guru tentang Belajar dengan Pendekatan Konstruktivisme ... 145
C. Keterbatasan ... 147
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 149
B. Rekomendasi ... 150
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3.1 Tahapan Alur Kerja Penelitian ... 66 4.1 Rata-rata Skor Tes Awal Kemampuan Penalaran Matematik Siswa
Kelas Eksperimen dan Kontrol dengan Skor Ideal 12 ... 79 4.2 Rata-rata Skor Tes Akhir Kemampuan Penalaran Matematik Siswa
Kelas Eksperimen dan Kontrol dengan Skor Ideal 12 ... 85 4.3 Rata-rata Skor Tes Awal, Skor Tes Akhir, dan N-Gain Kemampuan
Penalaran Matematik Kelas Eksperimen dan Kontrol dengan Skor Ideal 12 ... 93 4.4 Rata-rata Skor Tes Awal Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol dengan Skor Ideal 16 ... 95 4.5 Rata-rata Skor Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematik
Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol dengan Skor Ideal 16 ... 102 4.6 Rata-rata Skor Tes Awal, Skor Tes Akhir, dan N-Gain Kemampuan
Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol dengan Skor Ideal 16 ... 111 4.7 Rata-rata Gain Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Eksperimen
dan Kontrol ... 113 4.8 Rata-rata Gain Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran Matematik
Menggunakan Holistic Scoring Rubrics ... 52
3.2 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi Matematik Menggunakan Holistic Scoring Rubrics ... 52
3.3 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas ... 54
3.4 Hasil Perhitungan Koefisien Korelasi dan Signifikansi serta Validitas Soal Hasil Ujicoba Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik ... 55
3.5 Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas ... 56
3.6 Kriteria Tingkat Kesukaran ... 58
3.7 Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal Hasil Uji Coba ... 58
3.8 Klasifikasi Daya Pembeda ... 59
3.9 Perhitungan Daya Pembeda Soal Hasil Uji Coba ... 60
3.10 Koefisien Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Penalaran Matematik ... 60
3.11 Koefisien Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 61
3.12 Jadwal Penelitian ... 67
3.13 Kriteria Skor Gain Ternormalisasi ... 69
3.14 Persentase Angket Sikap Siswa ... 74
4.1 Hasil Tes Awal, Tes Akhir, dan Gain Ternormalisasi Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 76
4.3 Hasil Uji Normalitas Skor Tes Awal Kemampuan Penalaran Kelas Eksperimen ... 80 4.4 Hasil Uji Normalitas Skor Tes Awal Kemampuan Penalaran Kelas
Eksperimen ... 81 4.5 Hasil Uji Normalitas Skor Tes Awal Kemampuan Penalaran Kelas
Kontrol ... 81 4.6 Hasil Uji Normalitas Skor Tes Awal Kemampuan Penalaran Kelas
Kontrol ... 82 4.7 Hasil Uji Homogenitas Tes Awal Kemampuan Penalaran
Matematik Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 83 4.8 Hasil Pengujian Perbedaan Dua Rata-rata Kemampuan Penalaran
Kelas Eksperimen dan Kontrol pada Skor Tes Awal ... 84 4.9 Statistik Deskriptif Skor Tes Akhir Kemampuan Penalaran Kelas
Eksperimen dan Kontrol ... 85 4.10 Hasil Uji Normalitas Skor Tes Akhir Kemampuan Penalaran Kelas
Eksperimen ... 86 4.11 Hasil Uji Normalitas Skor Tes Akhir Kemampuan Penalaran Kelas
Eksperimen ... 87 4.12 Hasil Uji Normalitas Skor Tes Akhir Kemampuan Penalaran
Matematik Kelas Kontrol ... 88 4.13 Hasil Uji Normalitas Skor Tes Akhir Kemampuan Penalaran
Matematik Kelas Kontrol ... 88 4.14 Hasil Uji Homogenitas Varians Tes Akhir Kemampuan Penalaran
Matematik ... 89 4.15 Hasil Pengujian Perbedaan Dua Rata-rata Kemampuan Penalaran
Matematik Kelas Eksperimen dan Kontrol pada Skor Tes Akhir ... 90 4.16 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-rata Skor Gain Ternormalisasi
Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 92 4.17 Statistik Deskriptif Skor Tes Awal Kemampuan Komunikasi
4.18 Hasil Uji Normalitas Skor Tes Awal Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen ... 96 4.19 Hasil Uji Normalitas Skor Tes Awal Kemampuan Komunikasi
Matematik Kelas Eksperimen ... 97 4.20 Hasil Uji Normalitas Skor Tes Awal Kemampuan Komunikasi
Kelas Kontrol ... 98 4.21 Hasil Uji Normalitas Skor Tes Awal Kemampuan Komunikasi
Kelas Kontrol ... 99 4.22 Hasil Uji Homogenitas Tes Awal Kemampuan Penalaran
Matematik Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 100 4.23 Hasil Pengujian Perbedaan Dua Rata-rata Kemampuan Komunikasi
Kelas Eksperimen dan Kontrol pada Skor Tes Awal ... 101 4.24 Statistik Deskriptif Skor Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Kelas
Eksperimen dan Kontrol ... 102 4.25 Hasil Uji Normalitas Skor Tes Akhir Kemampuan Komunikasi
Kelas Eksperimen ... 103 4.26 Hasil Uji Normalitas Skor Tes Akhir Kemampuan Komunikasi
Matematik Kelas Eksperimen ... 104 4.27 Hasil Uji Normalitas Skor Tes Akhir Kemampuan Komunikasi
Kelas Kontrol ... 105 4.28 Hasil Uji Normalitas Skor Tes Akhir Kemampuan Komunikasi
Kelas Kontrol ... 106 4.29 Hasil Uji Homogenitas Varians Tes Akhir Kemampuan
Komunikasi Matematik ... 107 4.30 Hasil Pengujian Perbedaan Dua Rata-rata Kemampuan Komunikasi
Matematik Kelas Eksperimen dan Kontrol pada Skor Tes Akhir ... 108 4.31 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-rata Skor Gain Ternormalisasi
Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 110 4.32 Skor Gain Ternormalisasi Kemampuan Penalaran Matematik Kelas
4.34 Skor Gain Ternormalisasi Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 115 4.35 Rekapitulasi Rata-rata Skor Gain Ternormalisasi Kemampuan
Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 116 4.36 Koefisien Korelasi antara Kemampuan Penalaran dan Komunikasi
Matematik Siswa Sesudah Perlakuan pada Kelas Eksperimen ... 118 4.37 Pengelompokkan Skor Kemampuan Penalaran dan Komunikasi
Matematik ... 120 4.38 Sikap Siswa Terhadap Mata Pelajaran Matematik ... 123 4.39 Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran dengan Pendekatan
Konstruktivisme ... 125 4.40 Sikap Siswa Terhadap Soal-soal Kemampuan Penalaran dan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
A. Rencana Pembelajaran dan Lembar Kerja Siswa
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Nomor 01 Kelas Eksperimen ... 157 2. Lembar Kerja Siswa (LKS-01) ... 162
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Nomor 02 Kelas Eksperimen ... 169 4. Lembar Kerja Siswa (LKS-02) ... 174
5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Nomor 03 Kelas Eksperimen ... 180 6. Lembar Kerja Siswa (LKS-03) ... 185
7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Nomor 04 Kelas Eksperimen ... 190 8. Lembar Kerja Siswa (LKS-04) ... 194
9. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Nomor 05 Kelas Eksperimen ... 198 10. Lembar Kerja Siswa (LKS-05) ... 202
11. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Nomor 06 Kelas Eksperimen ... 206 12. Lembar Kerja Siswa (LKS-06) ... 210 B. Instrumen Penelitian
1. Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik ... 214 2. Instrumen Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi
3. Kunci Jawaban Instrumen Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik ... 219
4. Kisi-kisi Angket Sikap Siswa ... 232
5. Angket Sikap Siswa ... 233
6. Lembar Observasi Terhadap Aktivitas Siswa Selama Proses Pembelajaran ... 235
7. Lembar Observasi Kegiatan Guru Selama Proses Pembelajaran ... 236
8. Daftar Pertanyaan Wawancara dengan Guru ... 237 C. Hasil Uji Coba Instrumen
1. Data Perhitungan Validitas Item Soal Kemampuan Penalaran Matematik ... 239 2. Data Perhitungan Validitas Item Soal Kemampuan Komunikasi
Matematik ... 240
3. Perhitungan Reliabilitas Tes Soal Kemampuan Penalaran Matematik ... 241
4. Perhitungan Reliabilitas Tes Soal Kemampuan Komunikasi Matematik ... 242
5. Perhitungan Daya Pembeda Tes Soal Kemampuan Penalaran Matematik ... 243
6. Perhitungan Daya Pembeda Tes Soal Kemampuan Komunikasi Matematik ... 245
7. Perhitungan Tingkat Kesukaran Tes Soal Kemampuan Penalaran Matematik ... 247
8. Perhitungan Tingkat Kesukaran Tes Soal Kemampuan Komunikasi Matematik ... 248
D. Hasil Penelitian
2. Data Hasil Tes Awal Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen ... 250
3. Data Hasil Tes Awal Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Kontrol ... 251
4. Data Hasil Tes Awal Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Kontrol ... 252
5. Data Hasil Tes Akhir Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Eksperimen ... 253
6. Data Hasil Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen ... 254
7. Data Hasil Tes Akhir Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Kontrol ... 255
8. Data Hasil Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Kontrol ... 256
9. Gain Ternormalisasi Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Eksperimen ... 257
10. Gain Ternormalisasi Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen ... 258
11. Gain Ternormalisasi Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Kontrol ... 259
12. Gain Ternormalisasi Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Kontrol ... 260
13. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Skor Tes Awal Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa ... 261
14. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Skor Tes Akhir Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa ... 266
16. Hasil Pengujian Perbedaan Rata-rata Dua Sampel Tes Awal, Tes Akhir, Gain Ternormalisasi Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 273
17. Uji Korelasi Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa Sesudah Perlakuan pada Kelas Eksperimen ... 275
18. Perhitungan Assosiasi Kontingensi antara Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik ... 276
19. Hasil Observasi Kegiatan Siswa dalam Proses Pembelajaran ... 279
20. Hasil Observasi Kegiatan Guru dalam Proses Pembelajaran ... 280
E. Dokumentasi Penelitian
1. Foto Proses Pembelajaran ... 281 2. Keputusan Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia tentang Pengangkatan Pembimbing Tesis Program Magister (S2) SPs UPI Angkatan 2008 ... 283
3. Surat Permohonan Izin Mengadakan Studi Lapangan/Penelitian ... 285
4. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Studi Lapangan/Penelitian 286
5. Riwayat Hidup ... 287
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu bangsa. Penduduk yang banyak tidak akan menjadi beban suatu negara apabila berkualitas, terlebih memasuki era globalisasi yang penuh tantangan. Untuk menghadapi tantangan era globalisasi diperlukan sumber daya manusia yang memiliki keterampilan intelektual tingkat tinggi, yang melibatkan kemampuan penalaran logis, sistematis, kritis, cermat, dan kreatif dalam mengkomunikasikan gagasan atau dalam memecahkan masalah.
Kemampuan-kemampuan tersebut dapat dikembangkan melalui pembelajaran Matematika, karena matematika sebagai ilmu yang memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan siswa dituntut untuk terampil berpikir rasional. Seperti yang diungkapkan Plato (Dahlan, 2004) bahwa seseorang yang baik dalam belajar matematika, akan menjadi seorang pemikir yang baik dalam kaitan dengan pemunculan ide dan konsep matematika.
sikap logis, kritis, kreatif, objektif, rasional, cermat, disiplin, dan mampu bekerja sama secara efektif; dan 4) melatih siswa untuk berfikir secara teratur, sistematis, dan terstruktur dalam konsepsi yang jelas (Sidi, 2002, dalam Rusmini, 2008).
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Depdiknas, 2006) dinyatakan bahwa setelah pembelajaran, siswa harus memiliki seperangkat kompetensi matematika yang harus ditunjukkan pada hasil belajarnya dalam mata pelajaran matematika (Standar Kompetensi). Adapun kemampuan matematik yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa dalam belajar matematika mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA), adalah sebagai berikut: 1) pemahaman konsep; 2) penalaran; 3) komunikasi; 4) pemecahan masalah; 5) dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Selain kelima kemampuan matematik yang terdapat pada dokumen KTSP di atas, National Council of
Teachers of Mathematics atau NCTM (2000), juga merumuskan kemampuan
matematik yang harus dikuasai siswa, yaitu kemampuan komunikasi, penalaran, pemecahan masalah, koneksi dan pembentukan sikap positif terhadap matematika.
siswa di lihat dari kinerja dalam bernalar, yaitu misalnya kesalahan dalam penyelesaian soal matematika disebabkan karena kesalahan menggunakan penalaran. Hal senada juga diungkapkan Wahyudin (1999:251-252) yang menemukan salah satu kelemahan yang ada pada siswa adalah kurang memiliki kemampuan nalar yang logis dalam menyelesaikan persoalan atau soal-soal matematika. Sejalan dengan itu, penelitian yang dilakukan oleh Sumarmo (1987:297) menemukan bahwa skor kemampuan siswa dalam penalaran matematik masih rendah.
Selain itu, kenyataan di lapangan rendahnya hasil belajar matematik dipengaruhi oleh siswa kurang mampu memberikan penjelasan dengan menggunakan gambar, menjelaskan sifat dan pola yang ada pada gambar, dan kurang mampu memberikan argumen-argumen logis dalam menyelesaikan soal-soal matematika. Oleh karena itu kemampuan penalaran harus memperoleh penelitian yang lebih serius dan lebih ditingkatkan lagi, sehingga nantinya prestasi belajar siswa menjadi lebih baik.
menilai daya serap dan kekuatan penalaran sebagai bagian dari matematik.
Disamping mengembangkan kemampuan penalaran pembelajaran matematika juga bertujuan untuk mengembangkan kemampuan komunikasi, yaitu mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan (Depdiknas, 2003). Lebih lanjut Sumarmo (2005) merinci karakteristik kemampuan komunikasi matematis dalam beberapa indikator sebagai berikut: 1) membuat hubungan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematika; 2) menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika secara lisan maupun tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar; 3) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa dan simbol matematika; 4) mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematika, membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis; 5) membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi, dan 6) menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari. Melihat pentingnya kemampuan komunikasi matematik dirasa perlu untuk mengupayakan suatu pendekatan pembelajaran yang mampu mendorong siswa untuk melatih kemampuan komunikasi.
dan komunitas siswa dapat dibentuk.
Mengingat pentingnya kemampuan komunikasi matematik maka peningkatan tersebut haruslah diperhatikan dalam pembelajaran matematika. Namun kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa masih rendah, seperti siswa kurang mampu menjelaskan idea dalam bentuk tulisan dan gambar, sulit menyatakan suatu diagram ke dalam bahasa simbol, dan siswa kurang mampu mengemukaan suatu idea dengan kata-kata sendiri serta siswa kurang mampu menyampaikan pendapatnya di dalam pembelajaran. Hal ini terungkap dalam penelitian yang dilakukan Wihatma (2004), Rusmini (2008) dan Asmida (2009) bahwa rata-rata kemampuan komunikasi siswa berada pada kualifikasi kurang dan dalam mengkomunikasikan ide-ide matematika kurang sekali.
perlu direformasi terutama dari segi pembelajarannya. Dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada guru menjadi pendekatan yang berorientasi pada siswa. Karena tidak dapat kita pungkiri masih banyak guru matematika yang menganut paradigma transfer ilmu. Dalam pembelajaran matematika aktivitas masih didominasi oleh guru, siswa masih belum berperan aktif dalam pembelajaran.
Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah sikap positif siswa terhadap matematika. Dienes (Ruseffendi, 2006:156) mengemukakan bahwa dalam pengamatan dan pengalamannya terdapat anak-anak yang menyenangi matematika hanya pada permulaan mereka berkenalan dengan matematika yang sederhana. Makin tinggi tingkatan sekolahnya dan makin sukar matematika yang dipelajarinya akan semakin berkurang minatnya. Hal ini sangat penting karena bila siswa kurang berminat dalam belajar matematika (karena merasa matematika bukan merupakan hal yang penting untuk dipelajari dan siswa merasa tidak ada manfaatnya belajar matematika) maka akan menyebabkan matematika itu makin sulit untuk dipelajari.
memiliki ciri antara lain: terlihat sungguh-sungguh dalam belajar matematika, memperhatikan guru dalam menjelaskan materi matematika, menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu, berpartisipasi aktif dalam diskusi, dan mengerjakan tugas-tugas pekerjaan rumah dengan tuntas dan selesai pada waktunya. Sedangkan siswa yang bersikap negatif terhadap matematika, biasanya terdapat ciri-ciri antara lain: malas dalam belajar matematika, kurang memperhatikan guru saat menjelaskan materi matematika dan jarang menyelesaikan tugas matematika.
Menurut Haji (2005:70) menyatakan bahwa sikap siswa terhadap matematika mempengaruhi ketuntasan belajar mereka. Siswa yang mempunyai sikap positif terhadap matematika akan cenderung dan tertarik untuk belajar dengan sungguh-sungguh serta berupaya keras untuk menuntaskan materi matematika yang mereka pelajari. Sebaliknya siswa yang sikapnya kurang positif terhadap matematika akan cenderung belajar hanya sekedarnya saja dalam arti mereka kurang berupaya untuk menuntaskan materi matematika yang seharusnya ia dapatkan.
berbagai metode atau pendekatan dengan tepat dan benar dalam mengajar, dapat mempengaruhi tingkat penguasaan siswa dalam matematika itu sendiri.
Berdasarkan uraian diatas jelas diperlukan strategi pembelajaran matematika yang disamping mampu meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik juga bertujuan melibatkan para siswa secara aktif dalam proses membangun pengetahuannya, salah satunya adalah pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme. Hal ini sesuai dengan pendapat Marpaung (Sugiman, 2001:166) yang mengatakan bahwa pada pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, setiap siswa secara aktif menggunakan pikirannya untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Guru hanya sebagai fasilitator dan menciptakan kondisi agar siswa aktif dan mandiri melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan, diskusi baik dalam kelompok maupun diskusi kelas.
Lebih jauh dikatakan bahwa dalam pendekatan konstruktivisme aktivitas matematika mungkin diwujudkan melalui tantangan masalah, kerja dalam kelompok kecil, dan diskusi kelas menggunakan apa yang ‘biasa’ muncul dalam materi kurikulum kelas ‘biasa’. Dalam pendekatan konstruktivisme proses pembelajaran senantiasa “problem centered approach” dimana guru dan siswa terikat dalam pembicaraan yang memiliki makna matematika (Steffe dan Kieren, 1995:725). Beberapa ciri itulah yang mendasari pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme.
agar terjadi pemahaman terhadap informasi (materi) secara kompleks.
Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dianggap dapat memenuhi cara belajar siswa aktif dan konstruktif dilihat dari kerangka konseptualnya. Ciri-ciri pembelajaran tersebut menurut Driver dan Oldham (Suparno, 1997:69) adalah sebagai berikut:
orientasi, elicitasi, restrukrisasi ide, penggunaan ide dalam banyak situasi dan
review.
Pada ciri orientasi, siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu pokok bahasan atau suatu topik, kemudian siswa diberi kesempatan untuk mengadakan observasi terhadap apa yang akan dipelajari. Pada tahap elicitasi siswa dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan berdiskusi, menulis, menggambar dan lainnya. Artinya siswa diberi kesempatan untuk mendiskusikan apa yang telah dikerjakan dalam bentuk tulisan, gambar atau poster. Selanjutnya pada restrukturisasi ide, ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu: 1) adanya klarifikasi ide yang dikontraskan dengan ide-ide orang lain melalui diskusi atau melalui pengumpulan ide, dan 2) mengembangkan ide yang baru, serta 3) mengevaluasi ide baru dengan menerapkannya dalam suatu persoalan. Pada ciri keempat yaitu penggunaan ide dalam banyak situasi, siswa perlu mengaplikasikan pengetahuan dan ide yang telah dibentuk pada bermacam-macam situasi yang dihadapi agar dapat membuat pengetahuan siswa lebih lengkap dan lebih rinci dengan segala pengecualiannya. Ciri yang terakhir yaitu
situasi yang dihadapi sehari-hari seseorang perlu merevisi gagasannya.
Dengan mencermati ciri-ciri pada pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, yaitu pada ciri elicitasi, restrukturisasi ide dan penggunaan ide, terlihat bahwa siswa mengkonstruksi sendiri pemahaman akan pengetahuan yang dipelajari. Selain memahami pengetahuan yang dipelajari juga untuk mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan. Kemampuan komunikasi matematika dapat dilakukan baik secara lisan maupun tulisan dengan berbagai aktivitas seperti: mengemukakan berbagai ide matematika, mengevaluasi pendapat teman, adu argumentasi, negosiasi pendapat, pengajuan pertanyaan dan sebagainya. Komunikasi dapat mengembangkan kemampuan yang mendalam tentang matematika yang dipelajari.
Dari uraian di atas, maka diduga pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme dapat meningkatkan penalaran dan kemampuan komunikasi matematik siswa, yang melibatkan cara berpikir dan bernalar melalui kegiatan konstruksi, eksplorasi, dan penemuan; serta melibatkan cara menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan.
kurikulum, untuk cara-cara di mana pertumbuhan pengetahuan siswa dapat di evaluasi (Steffe dan Kieren, 1995:723).
Alasan pemilihan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme dalam penelitian ini yaitu di dalam kelas konstruktivis, para siswa diberdayakan oleh pengetahuan yang mereka miliki sebelumnya. Mereka berbagi strategi dan penyelesaiannya, debat antara satu dengan yang lainnya, berfikir secara kritis tentang cara terbaik untuk menyelesaikan setiap masalah.
Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa. Mungkinkah pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme mampu memberi suatu solusi terhadap rendahnya kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa? Oleh karena itu penulis mengajukan sebuah studi dengan judul: “Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Konstruktivisme (Studi Eksperimen di Salah Satu SMP Negeri di Kabupaten Cirebon”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
belajar dengan pendekatan konstruktivisme lebih baik daripada siswa yang belajar secara konvensional (biasa)?
3. Bagaimanakah kualitas peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa yang belajar dengan pendekatan konstruktivisme?
4. Apakah ada keterkaitan antara kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa?
5. Bagaimanakah aktivitas selama proses belajar mengajar siswa yang belajar dengan pendekatan konstruktivisme dan siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional (biasa)?
6. Bagaimanakah sikap siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme?
7. Bagaimana tanggapan guru terhadap pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme dikaitkan dengan kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan:
belajar menggunakan pendekatan konstruktivisme dengan siswa yang belajar secara konvensional (biasa).
3. Mengidentifikasi kualitas peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa yang belajar dengan pendekatan konstruktivisme
4. Mengetahui keterkaitan antara kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa.
5. Mengidentifikasi aktivitas selama proses belajar mengajar siswa yang belajar dengan pendekatan konstruktivisme dan siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional (biasa).
6. Mengidentifikasi sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme.
7. Mengetahui tanggapan guru terhadap pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme dikaitkan dengan kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dilaksanakan penelitian ini adalah:
dalam pembelajaran matematika di kelas, sehingga selain dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa, juga memperkaya pengalaman belajar siswa.
3. Memberikan informasi tentang kaitan antara kemampuan penalaran dengan kemampuan komunikasi matematik siswa.
E. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi perbedaan pemahaman tentang istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka beberapa istilah perlu didefinisikan secara operasional sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme adalah pembelajaran di kelas yang diawali dengan orientasi dan penyajian masalah yang saling berhubungan dengan konsep-konsep yang akan dibahas, dilanjutkan dengan tahap elicitasi, evaluasi terhadap konsepsi siswa melalui diskusi kelompok atau diskusi kelas, penyusunan ide-ide (restrukturisasi ide) yang telah dikemukakan oleh siswa, penguatan ide dalam banyak situasi dan dilanjutkan review bila ide itu berubah.
persoalan secara tertulis dalam betuk gambar; kemampuan menyatakan suatu persoalan secara tertulis dalam bentuk model matematika; serta kemampuan menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk tulisan (menulis).
4. Sikap siswa terhadap matematika adalah kecenderunggan siswa untuk merespon positif atau negatif tentang obyek matematika.
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa yang belajar menggunakan pendekatan konstruktivisme lebih baik dari siswa yang belajar secara konvensional (biasa).
2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa yang belajar menggunakan pendekatan konstruktivisme lebih baik dari siswa yang belajar secara konvensional (biasa).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini berbentuk eksperimen dengan desain “Kelompok Kontrol
Non-ekivalen” yang merupakan bagian dari bentuk “Kuasi-Eskperimen”. Pada
kuasi eksperimen ini subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek apa adanya (Ruseffendi, 2005).
Penggunaan desain dilakukan dengan pertimbangan bahwa, kelas yang ada telah terbentuk sebelumnya, sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokkan secara acak. Pembentukan kelas baru hanya akan menyebabkan perubahan jadwal pelajaran yang telah ada di sekolah, hal ini dapat menganggu kelancaran proses belajar mengajar.
Penelitian dilakukan pada siswa kelas VIII (delapan) dari dua kelas yang memiliki kemampuan setara, dan menggunakan pendekatan pembelajaran yang berbeda. Kelompok eksperimen adalah kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme. Sedangkan kelompok kontrol merupakan kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran biasa (konvensional), kemudian masing-masing kelas penelitian di beri tes awal dan tes akhir. Tidak ada perlakuan khusus yang diberikan pada kelas kontrol.
O X O
O O
Keterangan:
O : tes awal dan tes akhir (tes kemampuan penalaran dan tes kemampuan komunikasi matematik).
X : perlakuan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme
B. Subjek Penelitian
Penelitian dilakukan terhadap siswa di satu SMP Negeri di Kabupaten Cirebon. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII (delapan) di SMP Negeri 1 Susukanlebak Kabupaten Cirebon. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 2 kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol yang dipilih dari kelas yang telah ada (kelas VIII). Karena desain penelitian ini menggunakan desain
"Kelompok kontrol Non-Ekivalen", maka penentuan sampel dilakukan dengan
menggunakan teknik "Purposive Sampling", yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2007).
Penentuan kelas eksperimen dan kelas kontrol berdasarkan pertimbangan kepala sekolah, wali kelas, guru bidang studi matematika yang mengajar di kelas VIII, dengan pertimbangan bahwa penyebaran siswa tiap kelasnya merata ditinjau dari segi kemampuan akademiknya.
C. Instrumen Penelitian
Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematik; 2) Bentuk non-tes terdiri dari skala sikap, lembar observasi kegiatan pembelajaran siswa, dan lembar observasi guru serta daftar wawancara guru.
1. Bentuk tes
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data kemampuan penalaran matematik siswa adalah tes kemampuan penalaran matematik. Tes kemampuan penalaran matematik dibuat untuk melihat kemampuan siswa dalam memberi penjelasan dengan menggunakan gambar, sifat-sifat, hubungan atau pola yang ada dan kemampuan menyelesaikan soal-soal matematika dengan mengikuti argumen-argumen logis, sedangkan tes kemampuan komunikasi matematika dibuat untuk melihat kemampuan siswa dalam menjelaskan idea, situasi, dan relasi matematika secara tulisan dan gambar (menggambar), menyatakan suatu situasi, gambar, diagram atau benda nyata ke dalam bahasa simbol, ide, atau pendekatan matematika (ekspresi matematika), dan menjelaskan idea atau situasi dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk tulisan (menulis).
Tabel 3.1
Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran Matematik Menggunakan Holistic Scoring Rubrics
Skor Indikator
0 Tidak ada jawaban/menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan/tidak ada yang
benar
1
Hanya sebagian dari penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen-argumen logis, dan menarik kesimpulan logis di jawab dengan benar.
2
Hampir semua dari penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen-argumen logis, dan menarik kesimpulan logis dijawab dengan benar.
3
Semua penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen-argumen logis, dan menarik kesimpulan logis dijawab dengan lengkap/jelas dan benar.
Skor Maksimal = 3
Diadaptasi dari Cai, Lane, dan Jakabcin (1996), Ansari (2003), Wihatma (2004) dan Rusmini (2007).
Tabel 3.2
Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi Matematik Menggunakan Holistic Scoring Rubrics
konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa
1 hanya sebagian lengkap dan benar
benar, meskipun tidak
tersusun secara logis atau terdapat sedikit kesalahan bahasa
atau mendapatkan solusi secara benar dan lengkap
4
Penjelasan secara mate-matis masuk akal dan jelas serta tersusun secara logis
Skor maksimal = 4 Skor maksimal = 3 Skor maksimal = 3
a. Validasi Butir Soal
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu instrumen. Sebuah butir soal dikatakan valid jika mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total atau terdapat kesesuaian antara bagian-bagian instrumen dengan instrumen secara keseluruhan, dengan kata lain sebuah butir soal dikatakan memiliki validitas apabila setiap bagian instrumen mendukung “misi” instrumen secara keseluruhan yaitu mengungkap data dari variabel yang dimaksud. Pada penelitian ini variabel yang dimaksud yaitu kemampuan penalaran dan komunikasi matematik.
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product
moment Pearsons (Arikunto, 2001:72) dengan rumus sebagai berikut:
r xy =
Tabel 3.3
Interpretasi Koefisien Korelasi
Koefisien Korelasi Interpretasi 0,80 < rxy≤ 1,00 Sangat Tinggi
0,60 < rxy≤ 0,80 Tinggi
0,40 < rxy≤ 0,60 Cukup
0,20 < rxy≤ 0,40 Rendah
0,00 < rxy≤ 0,20 Kurang
Kemudian untuk mengetahui signifikansi korelasi diuji dengan uji-t dengan rumus sebagai berikut:
thitung = rxy
2 1
2 xy r N
− −
(Sudjana, 1996: 379)
dengan:
thitung = daya pembeda dari uji –t
N = jumlah subjek rxy = koefisien korelasi
Berdasarkan tabel harga kritis r product moment, jika harga rxy lebih kecil
dari harga kritis dalam tabel (rtabel), maka korelasi tersebut tidak signifikan. Jika
harga rxy lebih besar dari harga kritis dalam tabel (rtabel), maka korelasi tersebut
signifikan.
Signifikansi validitas korelasi juga di uji dengan uji-t. Rumus uji-t yang digunakan adalah rumus t bila diketahui koefisien korelasinya (Sudjana, 1992:380). Penerimaan signifikansi nilai t didasarkan pada hipotesis berikut:
Ho : tidak ada korelasi setiap butir soal terhadap skor total.
Untuk taraf signifikansi = 0,05, dk = n – 2, ttabel = ; Ho
diterima jika –ttabel < thitung < ttabel , selain itu Ho di tolak. Hasil perhitungan
koefisien korelasi dan signifikansi validitas koefisien korelasi (thitung) dengan =
0,05 ditampilkan dalam Tabel 3.4.
Tabel 3.4
Hasil Perhitungan Koefisien Korelasi dan Signifikansi serta Validitas Soal Hasil Uji Coba Kemampuan Penalaran Matematik
Jenis Tes No.
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 seperti yang terlihat pada Tabel 3.4 maka keempat soal kemampuan penalaran matematik diperoleh tiga soal yaitu nomor 3, 7 dan 9 mempunyai validitas tinggi dan satu soal yaitu nomor 4 mempunyai validitas sedang.
b. Reliabilitas Butir Soal
Reliabilitas tes adalah tingkat keajegan (konsistensi) suatu tes, yaitu sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg/konsisten (tidak berubah-ubah).
Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas bentuk uraian dikenal dengan rumus Alpha yaitu:
r11=
r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan
n = banyaknya butir soal
s2
i = varians skor setiap item
s2t = varians skor total yang diperoleh siswa (Suherman, 2003)
Untuk koefisien reliabilitas yang menyatakan derajat keterandalan alat evaluasi dapat digunakan tolak ukur yang dibuat oleh J.P. Guilford (Suherman, 2003) seperti pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5
Dari hasil ujicoba instrumen dengan menggunakan rumus Alpha
2007 diperoleh reliabilitas instrumen tes kemampuan penalaran matematik secara keseluruhan r11 = 0,595 (kategori sedang) dan reliabilitas instrumen tes
kemampuan komunikasi matematik secara keseluruhan r11 = 0,675 (kategori
sedang). Berdasarkan perhitungan, tes ini tergolong baik karena memiliki koefisien reliabilitas sedang. Cara perhitungan reliabilitas instrumen tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematik selengkapnya terdapat pada lampiran.
c. Analisis Tingkat Kesukaran Soal
Bermutu atau tidaknya butir-butir item pada instrumen dapat diketahui dari derajat kesukaran yang dimiliki oleh masing-masing butir item tersebut. Menurut Ruseffendi (2005) butir item tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai butir-butir item yang baik, apabila butir-butir-butir-butir item tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah. Dengan kata lain, butir-butir item tes baik jika derajat kesukaran item itu adalah sedang atau cukup.
Tingkat Kesukaran pada masing-masing butir soal di hitung dengan menggunakan rumus:
dengan:
IK = Indeks Kesukaran
ST = jumlah skor yang diperoleh seluruh siswa pada butir soal yang diolah
Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria tingkat kesukaran butir soal yang dikemukakan oleh Suherman (2003) yaitu pada tabel 3.6.
Tabel 3.6
Dari hasil uji coba instrumen, diperoleh tingkat kesukaran soal kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa seperti pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7
Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal Hasil Uji Coba
yang berkemampuan rendah. Berdasarkan asumsi Galton dinyatakan bahwa suatu perangkat alat tes yang baik harus bisa membedakan antara siswa yang pandai, rata-rata dan kurang pandai, karena dalam satu kelas biasanya terdiri dari ketiga kelompok tersebut (Suherman dan Sukjaya, 1990).
Untuk menghitung daya pembeda atau indeks diskriminan dilakukan dengan membagi dua subjek menjadi 50% - 50% setelah diurutkan menurut rangking perolehan skor hasil tes. Dalam menentukan daya pembeda untuk tiap butir soal mengacu pada perhitungan daya pembeda yang terdapat dalam Suherman dan Sukjaya (1990).
Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus:
dengan:
DP = daya pembeda
SA = jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah
SB = jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah
IA = jumlah skor ideal salah satu kelompok pada butir soal yang diolah
Hasil perhitungan daya pembeda, kemudian diinterpretasikan dengan klasifikasi yang dikemukakan oleh Suherman (2003) seperti pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8
Klasifikasi Daya Pembeda
Dari hasil perhitungan, diperoleh daya pembeda tiap butir soal seperti pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9
Perhitungan Daya Pembeda Soal Hasil Uji Coba
Jenis Tes No.
Berikut ini disajikan rangkuman perhitungan koefisien validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda hasil uji coba instrumen tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa seperti pada Tabel 3.10 dan Tabel 3.11 berikut:
Tabel 3.10
Koefisien Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Penalaran Matematik
Nomor Soal Indeks Daya
Tabel 3.11
Koefisien Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Nomor Soal Indeks Daya
Pembeda Indeks Kesukaran Koefisien Validitas 1 0,163 Rendah 0,444 Sedang 0,625 Valid 2 0,233 Sedang 0,417 Sedang 0,727 Valid 5 0,183 Rendah 0,292 Sukar 0,619 Valid 6 0,267 Sedang 0,333 Sedang 0,687 Valid 8 0,183 Rendah 0,242 Sukar 0,595 Valid Koefisien
Reliabilitas 0,675 (Sedang)
2. Bentuk Non-Tes
Bentuk instrumen non-tes yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis yaitu skala sikap dan observasi.
a. Skala Sikap
Aspek afektif yang diungkapkan dalam penelitian ini adalah sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, sikap siswa terhadap soal kemampuan penalaran dan komunikasi matematik, dan sikap siswa terhadap pelajaran matematika. Pendekatan skala sikap yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket sikap skala Likert.
dengan empat pilihan jawaban yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Pilihan jawaban N (Netral) tidak digunakan untuk menghindari keraguan siswa.
Abdurahman (2002) menyatakan bahwa agar data ordinal dapat diolah maka data harus diberi skor untuk setiap pilihan jawaban dari setiap pernyataan untuk pernyataan positif dengan skor SS = 4, S = 3, TS = 2 dan STS = 1, dan sebaliknya untuk pernyataan negatif dengan skor SS =1, S = 2, TS = 3 dan STS = 4.
Siswa diharapkan dapat memberikan jawaban yang pasti, karena skala sikap diberikan pada siswa kelas eksperimen yang telah mengalami proses pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme. Pernyataan-pernyataan yang diberikan berdasarkan pada pengalaman yang telah dimiliki siswa.
Sebelum menyusun angket sikap siswa, maka terlebih dahulu dibuat kisi-kisi skala sikap, setelah itu dilakukan uji validitas isi butir item dengan meminta pertimbangan teman-teman mahasiswa SPs UPI dan selanjutnya dikonsultasikan dengan dosen pembimbing. Skala sikap ini bertujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran konstruktivisme, sikap siswa terhadap soal kemampuan penalaran dan komunikasi matematik dan sikap siswa terhadap pelajaran matematika, karena itu tidak diujicobakan terlebih dahulu.
b. Lembar Observasi
Sangat Tidak Bagus (1), Kurang Bagus (2), Cukup bagus (3), Bagus (4), dan Sangat Bagus (5).
Pedoman tersebut harus diisi oleh observer sesuai dengan pembelajaran yang berlangsung di kelas. Observasi terhadap aktivitas siswa dilakukan oleh peneliti sendiri, sedangkan selama penelitian berlangsung peneliti di observasi proses pembelajarannya oleh guru mata pelajaran matematika sekolah tempat penelitian.
D. Pengembangan Bahan Ajar
Pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini dengan pendekatan pembelajaran konstruktivisme pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional (biasa) pada kelas kontrol. Pengembangan bahan pengajaran diawali dengan memperhatikan standard kompetensi, kompetensi dasar dan cakupan materi. Materi yang dikembangkan meliputi melukis garis singgung melalui satu titik pada lingkaran, melukis garis singgung melalui titik di luar lingkaran, melukis garis singgung persekutuan luar, melukis garis singgung persekutuan dalam, melukis lingkaran luar segitiga, dan melukis lingkaran dalam segitiga serta menghitung panjang garis singgung persekutuan luar dan dalam.
mengembangkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa. LKS tersebut dirancang dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme.
Pembelajaran konvensional (biasa) diberikan melalui proses pembelajaran ekspositori, diawali dengan pemberian informasi melalui ceramah. Guru mulai menerangkan suatu konsep, mendemosntrasikan keterampilannya mengenai pola/aturan/rumus tentang materi yang disampaikan, kemudian melalui Tanya jawab guru memeriksa apakah siswa sudah menguasai materi atau belum, paham atau belum serta bisa dimengerti atau tidak.
Kegiatan selanjutnya guru memberi contoh-contoh soal, selanjutnya meminta siswa untuk menyelesaikannya di papan tulis. Materi ajar yang dipilih adalah melukis garis singgung melalui satu titik pada lingkaran, melukis garis singgung melalui titik di luar lingkaran, melukis garis singgung persekutuan luar, melukis garis singgung persekutuan dalam, melukis lingkaran luar segitiga, dan melukis lingkaran dalam segitiga serta menghitung panjang garis singgung persekutuan luar dan dalam.
E. Prosedur Penelitian
Penelitian eksperimen ini dilakukan dengan prosedur dan tahapan-tahapan yang diawali dengan studi pendahuluan untuk mengidentifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian yang akhirnya diperoleh perangkat penelitian berupa bahan ajar, penyusunan instrumen penelitian.
Seterusnya dilakukan uji coba instrumen, menganalisis hasil uji coba, melakukan perbaikan instrumen, melakukan observasi di sekolah tempat penelitian dilaksanakan untuk menentukan kelas paralel yang mempunyai kemampuan setara untuk dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol, melakukan tes awal pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui kemampuan awal siswa terhadap materi yang akan diberikan sebelum perlakuan dilaksanakan.
Kemudian melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme di kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional di kelas kontrol. Melakukan observasi pada kelas eksperimen di setiap pembelajaran.
Hasil observasi ini digunakan untuk analisis data secara kualitatif, sedangkan, analisis secara kuantitatif dilakukan terhadap data sikap siswa terhadap matematika, serta data yang diperoleh dari tes awal dan tes akhir untuk setiap kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa.
Analisis secara kuantitatif yang dilengkapi secara kualititatif berdasarkan pendapat yang dikemukakan Glaser dan Strauss (Saragih, 2007), yang mengatakan bahwa dalam banyak hal kedua data kuantitatif dan kualitatif diperlukan, bukan kuantitatif menguji kualitatif, melainkan kedua bentuk data tersebut digunakan bersama dan apabila dibandingkan, masing-masing dapat digunakan untuk menyusun keperluan teori.
Gambar 3.1
Tahapan Alur Kerja Penelitian Identifikasi masalah dan
tujuan penelitian
Penyusunan instrumen dan bahan ajar
Uji coba instrumen
Analisis hasil uji coba instrumen
Perbaikan instrumen
Observasi untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas
kontrol
Kelas kontrol (Pembelajaran biasa)
Kelas eksperimen (Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme)
Tes awal
Tes akhir
Data
Analisis Data
Kesimpulan dan rekomendasi
Observasi
F. Jadwal Kegiatan Penelitian
Penelitian ini direncanakan sesuai dengan jadwal, seperti pada Tabel 3.12 berikut:
Tabel 3.12 Jadwal Penelitian
No Bulan dan Tahun 2009 2010
Kegiatan Des Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agst 1. Membuat proposal penelitian
2. Seminar proposal penelitian 3. Perbaikan proposal penelitian 4.
Menyusun perangkat
pembelajaran dan instrumen penelitian
5. Ujicoba dan perbaikan instrumen
6. Pelaksanaan penelitian
7. Pengumpulan dan pengolahan data
8. Penulisan Tesis 9. Ujian Tesis tahap I 10. Ujian Tesis tahap II
G. Pengolahan Data
Untuk mengolah data dalam penelitian ini berdasarkan pada hipotesis dalam penelitian ini. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa yang belajar menggunakan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme lebih baik dibandingkan dengan siswa yang belajar secara konvensional (biasa).
3. Terdapat kaitan antara kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa.
Untuk menguji hipotesis pertama dan kedua dilakukan analisisa dengan menggunakan rumus statistik perbedaan dua rata-rata terhadap gain kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengujian dilakukan berdasarkan hipotesis statistik berikut:
H0 : ! "
H1 : # ! "
Hipotesis 1:
H0 : peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa yang belajar dengan
dengan pendekatan konstruktivisme dan siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional (biasa) tidak berbeda secara signifikan.
H1 : peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa yang belajar dengan
pendekatan konstruktivisme lebih baik dibandingkan siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional (biasa).
Hipotesis 2:
H0 : peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang belajar dengan
pendekatan konstruktivisme dan siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional (biasa) tidak berbeda secara signifikan.
H1 : peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang belajar dengan
Untuk menguji hipotesis ke-3 digunakan uji korelasi. Jika data sebaran normal maka perhitungan dilakukan dengan uji korelasi product moment Pearson, sedangkan jika sebaran data tidak normal maka perhitungan menggunakan uji statistik non parametrik. Untuk memperjelas hubungan antara dua aspek tersebut dilakukan pengujian assosiasi kontingensi. Untuk menguji hipotesis dilakukan pengolahan data secara statistik. Data yang diperoleh diolah melalui tahapan-tahapan berikut ini:
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Menghitung rata-rata skor hasil tes akhir menggunakan rumus:
2. Menghitung standar deviasi skor hasil tes menggunakan rumus:
s =
∑
( )
3. Menghitung indeks gain ternormalisasi interpretasi. Interpretasi indeks
gain ternormalisasi dilakukan berdasarkan kriteria indeks gain dalam
Meltzer (2002), dengan rumus:
Gain Ternormalisasi (g) = $%&' )*$ +%,-' $%&' )*$ +.+/$%&' -0*+/ $%&' +.+/
Dengan kriteria indeks gain seperti pada tabel 3.13.
4. Menguji normalitas data skor hasil tes, dengan uji Chi Kuadrat
Penerimaan normalitas data didasarkan pada hipotesis berikut: Ho : data berdistribusi normal
H1 : data tidak berdistribusi normal
Untuk taraf signifikansi = 0,05, Ho diterima bila χ1 !23 4 χ!56 "3
dengan χ!56 "3 (1-α)χ2dk(j-3) (Ruseffendi, 1998). Bila tidak berdistribusi
normal dapat dilakukan dengan pengujian nonparametrik. 5. Menguji homogenitas varians menggunakan rumus:
Fmaks = 2
Penerimaan homogenitas varians didasarkan pada hipotesis statistik berikut:
H8:σ3 σ33
H :σ3 :σ33
Untuk taraf signifikansi = 0,05, Ho diterima bila Fhitung < Ftabel.
6. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan dengan menggunakan uji perbedaan dua rata-rata (uji-t).
Penerimaan nilai t didasarkan pada hipotesis statistik berikut:
; : ! "
; : # ! "
Jika sebaran data normal dan homogen, uji signifikansi dengan statistik uji t berikut:
kontingensi. Sedangkan untuk melakukan perhitungan asosiasi kontingensi
dibuat kriteria yang digunakan untuk menggolongkan data berdasarkan
Baik : total skor > 70%
Cukup : 50% ≤ total skor ≤ 70%
Kurang : total skor < 50% (Ruseffendi, 1998)
Untuk mengetahui asosiasi antara kemampuan penalaran dan kemampuan komunikasi matematik, dihitung menggunakan rumus Chi Kuadrat (χ2
).
χ3 < = = 3
= >
dengan: n = banyaknya subjek
fo = frekuensi dari yang diamati
fe = frekuensi yang diharapkan
Setelah dilakukan perhitungan, kemudian χ1 !23 dibandingkan dengan
χ!56 "3 pada taraf signifikansi 0,05 dan derajat kebebasan (dk) = (n-1)(n-2),
dengan n menyatakan banyaknya subjek. Jikaχ1 !23 ? χ!56 "3 , maka
dapat dinyatakan bahwa data tersebut terdapat asosiasi.
Untuk menentukan tingkat assosiasi, digunakan rumus koefisien kontingensi yaitu:
C =
n +
2 2
χ χ
Keterangan: 2
χ = chi- kuadrat
n = jumlah peserta tes
C = 0 Cmaks, tidak mempunyai assosiasi
0,00 Cmaks < C < 0,20 Cmaks , maka assosiasinya rendah sekali
0,20 Cmaks ≤ C < 0,40 Cmaks , maka assosiasinya rendah
0,40 Cmaks ≤ C < 0,70 Cmaks , maka assosiasinya cukup
0,70 Cmaks ≤ C < 0,90 Cmaks , maka assosiasinya tinggi
0,90 Cmaks ≤ C < Cmaks , maka assosianya tinggi sekali
C = Cmaks , maka assosianya sempurna.
sedangkan Cmaks = m m 1−
, dengan m adalah maksimum jumlah kolom
dan baris (Nurgana, 1993).
8. Jika sebaran data normal dan homogen, uji signifikansi dengan statistik uji-t. Jika sebaran data tidak normal maka uji yang digunakan adalah uji statistik nonparametrik, dalam penelitian ini digunakan Uji Kolmogorov-Smirnov dan Uji Wilcoxon.
9. Untuk mempermudah proses penghitungan data statistik digunakan program SPSS 17.00 dan Microsoft Excel 2007.
10. Data yang diperoleh melalui angket dianalisis dengan menggunakan cara pemberian skor butir skala sikap pendekatan Likert.
11. Dari data observasi akan dianalisis aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung. Analisis dilakukan dengan membandingkan skor rata-rata.
1. Mengelompokkan jumlah siswa yang memilih SS, S, TS, dan STS.
2. Menghitung persentase dari jumlah siswa yang memilih jawaban SS, S, TS, dan STS dengan rumus:
@ =A B 100%
dengan:
p = persentase jawaban
f = frekuensi jawaban
n = banyaknya responden
Selanjutnya persentase yang diperoleh diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi persentase seperti pada tabel 3.14.
Tabel 3.14
Persentase Angket Sikap Siswa
Besar Persentase Interpretasi
0% Tidak ada
1% - 25% Sebagian kecil 26% - 49% Hampir setengahnya
50% Setengahnya
51% - 75% Sebagian besar
76% - 99% Pada umumnya
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab I telah dikemukakan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatkan kemampuan penalaran matematik siswa yang belajar dengan pendekatan konstruktivisme dengan siswa yang belajar secara konvesional (biasa), untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang belajar dengan pendekatan konstruktivisme dengan siswa yang belajar secara konvensional (biasa), dan untuk mengetahui kualitas peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa yang belajar dengan pendekatan konstruktivisme serta untuk mengetahui keterkaitan antara kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa, selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui aktivitas belajar siswa dan sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, serta ingin mengetahui tanggapan guru terhadap pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme dikaitkan dengan kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa.
Selanjutnya dari data responden sebanyak 80 orang siswa dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian ini. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
Microsoft Office Excel 2007, dan SPSS 17.00.
A. Hasil Penelitian
Tabel 4.1
Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen dan Kontrol
Aspek n Skor Ideal penalaran matematik pada kelas eksperimen dan kontrol secara deskriptif tampak tidak jauh berbeda. Skor rata-rata kemampuan penalaran matematik pada kelas eksperimen 3,23 dengan Standar Deviasi (s) 1,27, sedangkan skor rata-rata kelas kontrol 3,10 dengan Standar Deviasi (s) 1,15. Skor rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol, sedangkan untuk penyebarannya, kemampuan penalaran kelas eksperimen lebih menyebar daripada kelas kontrol karena Standar Deviasi kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol.
57,08%. Selain itu pada Tabel 4.1 nampak juga rata-rata gain ternormalisasi kemampuan penalaran matematik pada kelas eksperimen dan kontrol berbeda. Skor rata-rata gain ternormalisasi kemampuan penalaran matematik kelas eksperimen 0,63, lebih baik daripada kemampuan penalaran matematik kelas kontrol 0,42.
Untuk aspek kemampuan komunikasi matematik kelas eksperimen dan kontrol dari Tabel 4.1 di dapat, skor rata-rata tes awal kemampan komunikasi matematik pada kelas eksperimen sebesar 3,13 dengan Standar Deviasi (s) 1,59 dan kelas kontrol sebesar 3,05 dengan Standar Deviasi (s) 1,52. Skor rata-rata kemampuan komunikasi matematik kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol, dan penyebaran kemampuan komunikasi matematik kelas eksperimen lebih menyebar daripada kelas kontrol karena Standar Deviasi kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol.
A.1 Kemampuan Penalaran Matematik Siswa
Data yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi skor hasil tes awal, skor hasil tes akhir dan pengujian hipotesis penelitian pertama pada aspek kemampuan penalaran matematik siswa.
A.1.1 Kemampuan Awal Siswa
Untuk mengetahui peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa dilihat dari hasil tes awal dan tes akhir. Deskripsi tentang kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol diperoleh dari hasil tes awal. Berikut ini deskripsi hasil pengolahan data skor tes awal siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Hasil pengolahan data tes awal kemampuan penalaran matematik (lampiran D), diperoleh skor terendah (xmin), skor tertinggi (xmaks), rata-rata dan
Standar Deviasi (s) untuk kelompok eksperimen dan kontrol yang selengkapnya disajikan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif Skor Tes Awal Kemampuan Penalaran Kelas Eksperimen dan Kontrol
Kelas Kemampuan Penalaran Matematik
xmin xmaks Rata-rata s
Eksperimen 1 6 3,23 1,27
Kontrol 1 5 3,10 1,15
Gambar 4.1 Rata-ra
rata Skor Tes Awal Kemampuan Penalaran M s Eksperimen dan Kontrol dengan Skor Ideal 12 4.2 dan Gambar 4.1 dapat diketahui, rata-rat aran matematik pada kelas eksperimen dan tidak jauh berbeda. Skor rata-rata kemam kelas eksperimen 3,23 dengan Standar De
rata kelas kontrol 3,10 dengan Standar Devia perimen lebih tinggi daripada kelas kontrol, se mampuan penalaran kelas eksperimen lebih me
a Standar Deviasi kelas eksperimen lebih besa
getahui ada atau tidaknya perbedaan rata ran matematik dilakukan analisis statistik peng rlebih dahulu dilakukan uji normalitas dengan ogorov-Smirnov pada kelas eksperimen dan dilihat pada lampiran D, sedangkan hasil rangk
uji normalitas data didasarkan pada hipotesis b
H0 : data tes awal kemampuan penalaran berdistribusi normal
H1 : data tes awal kemampuan penalaran tidak berdistribusi normal
Kriteria pengujian hipotesis, untuk taraf signifikansi = 0,05 Ho diterima bila
signifikansi (sig) uji statistik Kolmogorov-Smirnov lebih besar daripada tingkat
yang digunakan, dan H0 ditolak jika lebih kecil dari .
Tabel 4.3
Hasil Uji Normalitas Skor Tes Awal Kemampuan Penalaran Kelas Eksperimen
Kolmogorov-Smirnova
Statistic Df Sig.
Tes Awal Kemampuan Penalaran
Matematik Kelas Eksperimen 0,179 40 0,002
Dari Tabel 4.3 diketahui bahwa tes awal kemampuan penalaran matematik memiliki signifikansi (sig) uji statistik Kolmogorov-Smirnov 0,002. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil daripada tingkat yang digunakan yaitu 0,05, sehingga hipotesis nol yang menyatakan bahwa data berdistribusi normal untuk kelas eksperimen di tolak, dengan demikian data tes awal kemampuan penalaran matematik tidak terdistribusi secara normal. Karena data tes awal kemampuan penalaran matematik kelas eksperimen tidak berdistribusi secara normal, maka selanjutnya data dianalisis kembali dengan uji non parametrik dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.
Tabel 4.4
Hasil Uji Normalitas Skor Tes Awal Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Eksperimen
Tes Awal Kemampuan Penalaran Matematik Kelas
Eksperimen
N 40
Normal Parametersa,,b Mean 3,23
Std. Deviation 1,271
Most Extreme Differences
Absolute 0,179
Positive 0,157
Negative -0,179
Kolmogorov-Smirnov Z 1,132
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,154
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Dari Tabel 4.4 dapat dilihat Asymp. signifikansi (2-tailed) adalah 0,154 lebih besar pada tingkat yang digunakan yaitu 0,05 sehingga hipotesis nol yang menyatakan bahwa distribusi data kemampuan penalaran kelas eksperimen berdistribusi secara normal diterima.
Selanjutnya disajikan hasil rangkuman skor tes awal kemampuan penalaran matematik kelas kontrol pada Tabel 4.5 berikut.
Tabel 4.5
Hasi Uji Normalitas Skor Tes Awal Kemampuan Penalaran Kelas Kontrol
Kolmogorov-Smirnova
Statistic Df Sig.
Tes Awal Kemampuan Penalaran
Matematik Kelas Kontrol 0,208 40 0,000
pada tingkat yang digunakan yaitu 0,05 sehingga hipotesis nol yang menyatakan bahwa distribusi data kelas kontrol tidak berdistribusi secara normal.
Karena data tes awal kemampuan penalaran matematik tidak berdistribusi secara normal, maka digunakan uji non parametrik yaitu Kolmogorov-Smirnov Hasil rangkuman disajikan pada Tabel 4.6 berikut.
Tabel 4.6
Hasil Uji Normalitas Skor Tes Awal Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Kontrol
Tes Awal Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Kontrol
N 40
Normal Parametersa,,b Mean 3,10
Std. Deviation 1,150
Most Extreme Differences Absolute 0,208
Positive 0,181
Negative -0,208
Kolmogorov-Smirnov Z 1,316
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,063
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Dari Tabel 4.6 dapat dilihat signifikansi (2-tailed) adalah 0,063 lebih besar pada tingkat yang digunakan yaitu 0,05, sehingga hipotesis nol yang menyatakan bahwa distribusi data kemampuan penalaran kelas kontrol berdistribusi secara normal, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data tes awal kemampuan penalaran matematik kelas eksperimen dan kontrol berdistribusi secara normal.
hasil rangkuman disajikan pada Tabel 4.7 berikut. Untuk penerimaan homogenitas varians didasarkan pada hipotesis statistik berikut:
H :σ σ (tidak terdapat perbedaan varians)
H :σ σ (terdapat perbedaan varians)
Kriteria pengujian hipotesis, untuk taraf signifikansi α = 0,05, Ho diterima bila signifikansi (sig) uji Levene Statistic lebih besar dari taraf signifikan yang digunakan, dan H0 ditolak jika lebih kecil dari .
Tabel 4.7
Hasil Uji Homogenitas Tes Awal Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Eksperimen dan Kontrol
Tes Awal Kemampuan Penalaran
Levene Statistic df1 df2 Sig.
0,792 4 35 0,538
Dari Tabel 4.7 diatas terlihat bahwa signifikansi (sig) uji Levene Statistic sebesar 0,538. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari taraf signifikan 0,05, sehingga hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan varians pasangan kelas eksperimen dan kontrol data dapat diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan nilai tes awal kelas eksperimen dan kontrol atau dengan kata lain tes awal kemampuan penalaran matematik kelas eksperimen dan kontrol homogen.
pada lampiran D, sedangkan hasil rangkuman disajikan pada Tabel 4.8 dan untuk uji hipotesisnya sebagai berikut:
H0 : tidak ada perbedaan kemampuan tes awal kelas eksperimen dan kontrol.
H1 : ada perbedaan kemampuan tes awal kelas eksperimen dan kontrol.
Kriteria pengujian hipotesis, untuk taraf signifikansi = 0,05 H0 ditolak bila
Asymp. Signifikansi (2-tailed) lebih kecil daripada tingkat yang digunakan, dan
H0 diterima jika lebih besar dari .
Tabel 4.8
Hasil Pengujian Perbedaan Dua Rata-rata Kemampuan Penalaran Kelas Eksperimen dan Kontrol pada Skor Tes Awal
Kelas Kontrol – Kelas Eksperimen
Z -1,812a
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,070
a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Dari Tabel 4.8 terlihat Asymp. Signifikansi (2-tailed) adalah 0,070. Nilai signifikansi ini lebih besar dari pada tingkat yang digunakan yaitu 0,05, sehingga hipotesis nol diterima, ini berarti bahwa kemampuan tes awal kelas eksperimen dan kelas kontrol relatif sama atau tidak perbedaan yang signifikan pada kemampuan tes awal kelas eksperimen dan kontrol sebelum diberikan perlakuan.
A.1.2 Kemampuan Penalaran Siswa setelah Proses Belajar Mengajar (PBM)