• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Burnout Pada Karyawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Burnout Pada Karyawan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan yang dilakukan oleh organisasi akan meningkatkan tuntutan

pekerjaan dan persaingan di tempat kerja. Persaingan kerja dapat berupa

persaingan kerja yang sehat dan tidak sehat. Adanya persaingan kerja yang

kurang sehat antara sesama rekan kerja merupakan suatu kondisi lingkungan

kerja psikologis yang dapat mempengaruhi munculnya burnout pada diri

karyawan (Rizka, 2013). Burnout merupakan suatu respon yang disebabkan

oleh masalah emosional yang kronis dan tekanan dalam hubungan

interpersonal dipekerjaan yang terdiri dari emotional exhaustion,

depersonalization, dan low personal accomplishment (Maslach, Leiter &

Schaufeli, 2001; Sedjo, 2005). Emotional exhaustion merupakan penentu

utama kualitas burnout, dikatakan demikian karena perasaan lelah

mengakibatkan seseorang merasa kehabisan energi dalam bekerja sehingga

timbul perasaan enggan untuk melakukan pekerjaan baru dan enggan untuk

berinteraksi dengan orang lain sedangkan depersonalization, ditandai

dengan kecenderungan individu meminimalkan keterlibatannya dalam

pekerjaan bahkan kehilangan idealismenya dalam bekerja dan low personal

accomplishment yang merupakan kecenderungan memberikan evaluasi

▸ Baca selengkapnya: di manakah latar tempat

(2)

kemampuannya bekerja, sehingga setiap pekerjaan dianggap sebagai beban

yang berlebihan (Maslach, Leiter & Schaufeli, 2001; Asi, 2013).

Terdapat beberapa pernyataan yang mengungkapkan bahwa burnout

cenderung terjadi pada orang yang bekerja dalam bidang human services.

Greenberg & Valletutti (2003) menyatakan bahwa burnout seringkali

dialami oleh orang-orang yang bekerja di bidang pelayanan sosial seperti

perawat, guru, pekerja sosial, polisi, pengacara, konselor, dan pendeta.

Wulandari (2013), juga menyatakan bahwa burnout banyak terjadi pada

karyawan human service, yaitu orang-orang yang bekerja pada bidang yang

berkaitan langsung dengan banyak orang dan melakukan pelayanan kepada

masyarakat umum. Resiko terjadinya burnout pada pekerja bidang

pelayanan sosial disebabkan karena pekerja pada bidang sosial memiliki

keterlibatan langsung dengan objek kerja atau kliennya dan selama proses

pemberian pelayanan, pekerja mengalami situasi yang kompleks dan

mendapatkan beban emosional, seperti menangani klien yang tidak

kooperatif, dan berhubungan dengan penderitaan pasien. Berhadapan

terus-menerus dengan hal seperti itu dapat membuat pekerja menjadi rentan

terhadap burnout (Ema, 2004). Burnout juga dapat terjadi pada pekerja non

human service. Burnout tidak hanya terjadi pada seseorang yang berprofesi

sebagai pekerja pemberi layanan saja, burnout juga banyak ditemukan di

berbagai pekerjaan lain yaitu dalam bidang organisasi maupun industri. Hal

ini terjadi karena setiap manusia tentu mengalami tekanan-tekanan dalam

(3)

Burnout muncul sebagai tanggapan dari tekanan kerja yang berlebihan.

tekanan kerja yang berlebihan, berulang, dan sulit diatasi akan

menghantarkan individu untuk mengalami kondisi yang lebih buruk dimana

muncul apatisme, sinisme, frustrasi, dan berkembangnya penarikan diri

(Widiastuti & Astuti, 2008). Selanjutnya, Lailani (2012) juga menyatakan

bahwa burnout dapat membuat kondisi fisik, emosional, dan mental

individu menjadi memburuk. Selain berdampak pada diri sendiri, burnout

juga berdampak pada organisasi. Burnout akan menyebabkan berkurangnya

kepuasan kerja karyawan, memburuknya kinerja karyawan, dan

produktifitas karyawan menjadi rendah yang akhirnya akan membawa

dampak yang buruk pada kinerja perusahaan (Andarika, 2004; Dam, Ger,

Mare, Verbraak, Paul, Eling, & Eni, 2012).

Berdasarkan survey dari careerbuilder.com pada tahun 2007 dilaporkan

77 persen dari pekerja Amerika merasakan burnout di tempat kerjanya

(Lorenz, 2009). Hal ini juga terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil

penelitian Wulandari (2013) mengenai burnout dan persepsi dukungan

sosial rekan kerja pada teller bank menunjukkan bahwa teller bank yang

mengalami burnout dengan kategori tinggi sebanyak 68% karyawan

(Wulandari, 2013). Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Hardiyanti

(2013) tentang burnout ditinjau dari big five factors personality pada

karyawan kantor pos pusat Malang menunjukkan bahwa 45% karyawan

(4)

Sumber atau penyebab terjadinya burnout yaitu kelebihan beban kerja,

kurangnya kontrol, sistem imbalan yang tidak memadai, hilangnya keadilan,

dan konflik nilai (Maslach & Leiter, 1997; Nurjayadi, 2004). Adawiyah

(2013), juga menyatakan bahwa kecenderungan burnout dapat dipengaruhi

oleh faktor internal dan eksternal individu. Faktor internal antara lain

adalah kecerdasan emosional (EQ). Sedangkan faktor eksternal yang dapat

mempengaruhi burnout adalah lingkungan kerja. Sisi negatif dari

lingkungan kerja yang dapat menimbulkan burnout adalah hubungan

dengan rekan kerja yang buruk yang di warnai dengan konflik, saling tidak

percaya, dan saling bermusuhan (Hariyadi, 2006). Salah satu masalah

mengenai konflik di tempat kerja adalah bullying (Clifford, 2006).

Bullying yang terjadi di tempat kerja merupakan tindakan negatif yang

terus menerus diberikan kepada seseorang atau beberapa orang karyawan

sehingga akan mengakibatkan perasaan tidak berdaya dan tekanan

psikologis pada korban yang kemudian akan mempengaruhi perilaku

kerjanya (Rudi, 2010). Contoh perilaku bullying yaitu mengejek,

mengucilkan, menyebarkan rumor, menakuti, mengancam, menindas, atau

menyerang secara fisik seperti mendorong, menampar dan memukul (Rudi,

2010). Bullying dalam konteks pekerjaan dapat dilakukan oleh semua orang

yang bekerja di dalam organisasi mulai dari atasan, bawahan sampai teman

sekerja dan juga dapat dilakukan oleh pihak dari luar organisasi yaitu client

atau pelanggan (Bullying at Work: A Guide for Employees, 2009). Bullying

(5)

direksi sampai dengan karyawan dengan level yang paling rendah (Gardner,

Bentley, Catley, Cooper-Thomas, O'Driscoll, & Trenberth, 2009).

Fenomena bullying merupakan fenomena yang sedang menjadi pusat

perhatian para peneliti, pendidik, pihak organisasi perlindungan, dan tokoh

masyarakat (Rudi, 2010). National workplace bullying survey mengadakan

sebuah survey yang di mulai pada pertengahan Maret 2005 sampai Mei

2006 pada korban-korban bullying di UK dan melaporkan bahwa 60%

responden menyatakan bahwa bullying yang mereka alami di tempat kerja

telah mempengaruhi kualitas kerja mereka, 51% responden menyatakan

bahwa bullying di tempat kerja menyebabkan mereka sering tidak masuk

kerja, 50,2% responden mengatakan bahwa mereka sudah di bully lebih dari

satu tahun, dan 22,7% mengatakan bahwa mereka sudah di bully selama

enam sampai dua belas bulan (Donnellan, 2006). Hal ini juga sudah menjadi

pembahasan di Indonesia. Kasus bullying di Indonesia juga sudah menjadi

pusat perhatian publik karena banyak korban bullying yang telah melakukan

usaha bunuh diri dan juga banyak korban yang akhirnya bunuh diri (Jakarta

Globe, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Alison & Chris (2004) menemukan

bahwa korban bullying dapat mengalami tekanan. Perry & Potter (2005),

menyatakan bahwa setelah periode tekanan berkepanjangan yang berkaitan

dengan pekerjaan, maka individu akan mengalami kondisi penurunan energi

mental atau fisik yang mana keadaan ini disebut burnout (Perry & Potter,

(6)

adalah hasil psikologis dan fisik yang parah akibat tekanan yang terus

menerus dialami di tempat kerja. Penelitian yang di lakukan oleh Einarsen

& Raknes (1997) dan Zapf & Knorz (1996), juga menunjukkan bahwa

bullying di tempat kerja dapat meningkatkan keluhan-keluhan psikologis

dan burnout pada karyawan (Einarsen & Raknes, 1997; Zapf & Knorz,

1996; Vartia, 2001).

Berdasarkan beberapa hasil dari penelitian, ditemukan bahwa bullying

memiliki hubungan dengan burnout. Hasil penelitian Fei (2010) menyatakan

bahwa bullying di tempat kerja secara signifikan berhubungan positif

dengan Burnout. Trepanier, Fernet & Austin (2013) juga menyatakan bahwa

bullying di tempat kerja berhubungan positif dengan burnout.

Einarsen, Hoel & Notelaers (2009) mengatakan bahwa

indikator-indikator bullying terdiri dari work-related bullying, person-related bullying

dan physical intimidation bullying.

Indikator pertama dari bullying adalah work-related bullying.

Korban-korban yang merasakan work-related bullying mendeskripsikan tempat kerja

mereka sebagai tempat yang kompetitif, tidak ramah, dan banyak terjadi

konflik interpersonal (Seigne, 1998). Tentunya kondisi kerja tersebut tidak

diinginkan dan tidak sesuai dengan harapan karyawan. Putra & Mulyadi

(2010), memaparkan bahwa burnout biasanya disebabkan oleh situasi kerja

yang tidak mendukung atau tidak sesuai dengan kebutuhan dan harapan.

Indikator kedua dari bullying adalah person-related bullying. Bullying

(7)

saling menyerang self-image satu sama lainnya, sering sekali

dikarakteristikkan dengan keterlibatan emosional yang intens (Einarsen,

1999). Burnout yaitu suatu keadaan dimana individu mengalami kelelahan

fisik, mental dan emosional yang terjadi karena tekanan yang dialami dalam

dalam jangka waktu yang cukup lama dalam situasi yang menuntut

keterlibatan emosional yang cukup tinggi (Adawiyah, 2013).

Indikator ketiga dari bullying adalah physical intimidation bullying.

Contoh physical intimidation bullying diantaranya adalah memberikan

perilaku intimidasi seperti mendorong, menunjuk-nunjuk korban,

menghalangi jalannya, memberikan ancaman kekerasan dan lain-lain

(Einarsen, Hoel & Notelaers, 2009). Dari pernyataan ini korban yang

mengalami physical intimidation bullying tentunya akan secara rutin berada

pada suatu situasi yang menuntut keterlibatan emosional yang tinggi yang

mana korban akan sering mengalami rasa cemas, rasa takut, dan kemarahan.

Leatz & Stoler (1993) menyatakan bahwa salah satu hal yang dapat

menimbulkan burnout adalah ketika seseorang harus secara rutin

menghadapi situasi yang menuntut keterlibatan emosional yang tinggi.

Penelitian mengenai bullying di tempat kerja dan burnout juga sudah

banyak dilakukan pada pekerja human service contohnya penelitian yang

dilakukan oleh Trapanier, Fernet & Austin (2013) pada perawat, penelitian

Einarsen, Mathieson & Skogstad (1998) pada perawat dan Chipps,

Stelmaschuk, Albert, Bernhard & Holloman (2013) yang meneliti mengenai

(8)

kesehatan seperti ahli bedah dan lain-lain. Dari pernyataan-pernyataan di

atas maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai bullying di tempat kerja

dan burnout dengan melibatkan subjek-subjek yang bekerja dibidang non

human service juga.

Dari penjelasan di atas peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh

bullying ditempat kerja terhadap burnout pada karyawan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh

bullying di tempat kerja terhadap burnout pada karyawan ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bullying

di tempat kerja terhadap burnout pada karyawan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data-data empiris yang

berkaitan dengan bullying di tempat kerja dan burnout.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pengetahuan yang bermanfaat bagi ilmu psikologi, khususnya

dalam bidang Psikologi Industri dan Organisasi mengenai bullying

(9)

2. Manfaat Praktis

Manfaat Praktis dalam penelitian ini adalah bagi pihak perusahaan

dapat mengetahui tingkat burnout dan bullying yang terjadi di

perusahaan tersebut sehingga dapat menanganinya.

E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disajikan dengan sistematika penelitian sebagai berikut:

1. BAB I : Pendahuluan

Bab ini menyajikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian yang terdiri dari manfaat teoritis dan

manfaat praktis dan sistematika penulisan yang terdiri dari sistematika

penulisan bab satu, dua, tiga, empat, dan lima.

2. BAB II : Tinjauan Pustaka

Bab ini menyajikan teori-teori kepustakaan yang digunakan sebagai

landasan dalam penelitian, antara lain teori mengenai burnout dan

bullying di tempat kerja. Teori burnout terdiri dari definisi burnout,

dimensi burnout, gejala burnout, dan faktor-faktor yang mempengaruhi

burnout. Sedangkan teori bullying di tempat kerja terdiri dari definisi

bullying, pihak-pihak yang terlibat didalam bullying, indikator perilaku

bullying dan dampak bullying. Selain itu bab ini juga menyajikan

pengaruh bullying di tempat kerja terhadap burnout pada karyawan dan

(10)

3. BAB III : Metode Penelitian

Bab ini menjabarkan mengenai metode penelitian yang berisi tentang

identifikasi variabel penelitian yang terdiri dari variabel prediktor dan

variabel kriteria, defenisi operasional variabel penelitian yang terdiri

dari bullying di tempat kerja dan burnout, populasi dan sampel

penelitian, metode dan alat pengumpulan data yang terdiri dari skala

bullying dan skala burnout, uji coba alat ukur yang tediri dari validitas

alat ukur, uji daya diskriminasi aitem dan reliabilitas alat ukur, prosedur

pelaksanaan penelitian yang terdiri dari tahap persiapan penelitian,

tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap pengolahan data dan metode

analisis data serta hasil uji coba alat ukur.

4. BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab ini menjabarkan mengenai hasil penelitian dan pembahasan

yang berisi gambaran umum subjek penelitian yang terdiri dari

gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, status

pernikahan dan masa bekerja, selanjutnya berisi mengenai hasil

penelitian yang terdiri dari hasil uji asumsi dan hasil utama penelitian,

serta berisi tentang pembahasan.

5. BAB V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini menjabarkan mengenai kesimpulan dan saran penelitian.

Kesimpulan berisi mengenai hasil utama apa saja yang didapatkan dari

penelitian dan saran berisi mengenai saran metodologis dan saran

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini adalah Strategi yang digunakan oleh KSPPS BMT AL-Hikmah dalam pengembangan mutu sumber daya manusia adalah pemberian motivasi, pelatihan

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif di mana peserta didik belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan

Tujuan dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika bilangan pecahan melalui model pembelajaran the learning cell

Outstanding Daily Average Transactions Outstanding Daily Average Transactions Year Listed & Traded Volume Frequency Year Listed & Traded Volume

Kategori perusahaan kedua belum menginstall suatu himpunan lengkap enterprise software (walaupun mungkin sudah menginstall beberapa modul ES). Perusahaan ini kami

tagauttgrya Kemegraa ParHdanrnt k*- 32 C «a-Aaia 1974 bulan Eonmbtr yang. akan datang

Sejatinya Payakumbuh merupakan kota kecil yang berpotensi untuk berkembang menjadi kota menengah dengan Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten 50 Kota

Persepsi wisatawan terhadap pengelolaan ekowisata di Desa Margasari dapat dilihat pada.