• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lp Fraktur Cervical

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Lp Fraktur Cervical"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN “FRAKTUR CERVIKAL”

A. DEFINISI

Ada tujuh tulang servikal vertebrae (tulang belakang) yang mendukung kepala dan menghubungkannya ke bahu dan tubuh. Sebuah fraktur (patah atau retak) di salah satu tulang leher disebut fraktur servikal atau kadang-kadang juga disebut patah tulang leher.

Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb (Sjamsuhidayat, 1997).

B. ETIOLOGI

Fraktur servikal paling sering disebabkan oleh benturan kuat, atau trauma pukulan di kepala. Atlet yang terlibat dalam olahraga impact, atau berpartisipasi dalam olahraga memiliki resiko jatuh akibat benturan di leher (ski, menyelam, sepak bola, bersepeda) terkait dengan fraktur servikal. Cedera medulla spinalis servikal disebabkan oleh trauma langsung yang mengenai tulang belakang di mana tulang tersebut melampaui kemampauan tulang belakang dalam melindungi saraf-saraf belakangnya. Menurut Emma, (2011) Trauma langsung tersebut dapat berupa :

 Kecelakaan lalulintas

 Kecelakaan olahraga

 Kecelakaan industry

 Jatuh dari pohon/bangunan

 Luka tusuk

 Luka tembak

(2)

C.EPIDEMIOLOGI

Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit jantung, kanker dan stroke, tercatat ᄆ 50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun, 3 % penyebab kematian ini karena trauma langsung medula spinalis, 2% karena multiple trauma. Insidensi trauma pada laki-laki 5 kali lebih besar dari perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal cord injury disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport, kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama pada usia dekade 3.

(3)
(4)

F. KLASIFIKASI Mekanisme klasifikasi cervical spine injury

1. Fleksi

- Anterior dislokasi (hiperfleksi sprain) - Bilateral inter facetal dislokasi - Simple wedge compression fracture

- Clay-Shovelerr fracture (spinasus process avulsion) - Flexion tear drop fracture

- Flexion – rotation

- Unilateral facet dislocation

2. Extension

- Hyperextention dislocation

- Avulsion tear drop fracture of axis - Fracture of posterior arch of atlas - Lacunar fracture

- Traumatic spodylolistesis (Hangman’s Fracture) - Hyperextension fracture dislocation)

3.Vertical Compresion

- Occipital condyle fracture - Burst fracture

- Jefferson fracture (Bursting fracture of atlas)

4.Lateral Flexion

- Uncinate process fracture

Lesi spesifik dan penanganannya : 1. Occipital condyle fractures

Termasuk fracture yang jarang, klinis pasien datang dengan penurunan kesadaran atau gangguan kranial nerve.

2. Condylar fracture terbagi 3 tipe:

Tipe I : fracture dikarenakan beban axial dari tengkorak ke tulang atlas, fracture terjadi di occipital condyle tanpa/minimal displacement ke foramen magnum

(5)

Tipe II : fracture dari condylus sampai foramen magnum. Tampak fracture linien CT-Scan merupakan fracture stabil

Tipe III : Condyle fracture avulsi Mekanisme trauma biasanya rotasi atau lateral bending atau keduanya merupakan fracture unstable dan harus dilakukan craniocervical fusion.

3. Atlanto occipital dislocation

Pasien datang dengan quadri-plegia dan respiratory arrest Diagnosa ditegakkan dari perhitungan lateral skull X-ray : >1 Normal: 0.7-0.009 Cervical traksi merupakan kontra indikasi. Halo vest, atlanto occipital fusion. Occipital fusion merupakan pilihan

4. Atlas Fracture

5 – 10 % cervical spine injury. Gambaran fracture: posterior arch fracture, lateral mass fracture, Jefferson fracture, Horizontal fracture. Penanganan : mobilisasi dengan halo vest, bila fracture avulsi dengan axial traksi

5. Axis Fracture, terbagi: o Fracture odontoid o Fracture lateral mass

o Hangman’s fracture/traumatic spondylolistesis o Combine fracture

6. Odontoid fracture

7 – 14 % fracture cervical. Keluhan pasien: nyeri pada occipital cervical Pemeriksaan: open mount Ro, CT axial, coronal, sagital Dibagi 3 tipe:

1. Avulsi distal odontoid # cervical collar

2. Fracture pada basis odontoid # imobilisasi 12 mhh halo orthosis

3. Fracture melewati body axis # hale vest 12 mgg Basion – posterior arch Anterior arch atlas for magnum

7. Traumatic spondylolistesis (Hangman’s fracture) Dibagi 3 tipe:

1. Subluksasi C2 – C3 <>

2. Terpisah discus C2 – C3 dan posterior longitudinal ligament subluksasi C2 – C3 <> 11o IIA Seperti II, angulasi lebih besar

(6)

3. Facet C2 – C3 terpisah, Anterior longitudinal ligament terpisah II, IIA, III # halo orthosis, bila gagal anterior fusion plate fixasi

G. KOMPLIKASI

a. Syok neurogenik yaitu hasil dari kerusakan jalur simpatik yang desending pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor dan kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah visceral serta ekstermitas bawah maka akan terjadi penumpukan darah dan konsekuensinya terjadi hipotensi

b. Syok spinal dimana keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlhat setelah terjadinya cedera medulla spinalis. Padas yok spinal mungkin akan tampak seperti lesi komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak

c. Hipoventilasi, hal ini trejadi disebabkan karena paralisis otot intercostal yang merupakan hasil dari cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau torakal atas

d. Hiperfleksia autonomic yang dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak, kongesti nasal, bradikardi dan hipertensi

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Evaluasi Radiologis

Setelah primary survey, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan external, tahap berikutnya adalah evaluasi radiographic tercakup didalamnya, plain foto fluoroscopy, polytomography CT-Scan tanpa atau dengan myelography dan MRI.

Plain foto

Cervical foto series dilakukan atas indikasi pasien dengan keluhan nyeri lokal, deformitas, krepitasi atau edema, perubahan status mental, gangguan neurologis atau cedera kepala, pasien denganmultiple trauma yang potensial terjadi cervical spine injury. Komplit cervical spine seri terdiri dari AP, lateral view, open mount dan oblique. Swimmer dan fleksi ekstensi dilakukan bila diperlukan.

(7)

Computer tomography

Pada saat ini CT-Scan merupakan metode yang terbaik untuk akut spinal trauma, potongan tipis digunakan untuk daerah yang dicurigai pada plain foto. CTScan juga dilakukan bila hasil pemeriksaan radiologis tidak sesuai dengan klinis, adanya defisit neurologis, fraktur posterior arcus canalis cervicalis dan pada setiap fraktur yang dicurigai retropulsion fragmen tulang ke

kanal saat ini CT dapat dilakukan paad segital, coroval atau oblig plane. 3 dimensi CT imaging memberikan gambaran yang lebih detail pada fraktur yang tidak dapat dilihat oleh plain foto.

Myelografi

Pemberian kontras dengan water soluber medium diikuti dengan plain atau CT dapat melihat siluet dari spinal cord, subarachnoid space, nerve root, adanya lesi intra meduler, extrameduler, obstruksi LCS, robekan duramater, tetapi dalam kasus trauma pemeriksaan ini masih kontraversial.

Magentic Resonance Imaging (MRI)

MRI banyak digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal, mendiagnosis akut spinal cord dan cervical spinal injury karena spinal cord dan struktur sekitarnya dapat terlihat.

I. PENATALAKSANAAN

1. Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation) 2.Pertolongan Pertama untuk Fraktur Servikal

Setiap cedera kepala atau leher harus dievaluasi adanya fraktur servikalis. Sebuah fraktur servikal merupakan suatu keadaan darurat medis yang membutuhkan perawatan segera. Spine trauma mungkin terkait cedera saraf tulang belakang dan dapat mengakibatkan kelumpuhan, sehingga sangat penting untuk menjaga leher .

(8)

Jika ada kemungkinan patah tulang leher, leher pasien tidak boleh digerakkan sampai tindakan medis diberikan dan X-ray dapat diambil. Itu jalan terbaik untuk mengasumsikan adanya cedera leher bagi siapa saja yang terkena benturan, jatuh atau tabrakan.

Gejala fraktur servikal termasuk parah dengan rasa sakit pada kepala, nyeri yang menjalar ke bahu atau lengan,memar dan bengkak di bagian belakang leher.

2. Penanganan Operasi

Goal dari penanganan operasi adalah: Reduksi mal aligment, decompresi elemen neural dan restorasi spinal stability. Operasi anterior dan posterior Anterior approach, indikasi:

- ventral kompresi

- kerusakan anterior collum - kemahiran neuro surgeon

Posterior approach, indikasi:

- dorsal kompresi pada struktur neural - kerusakan posterior collum Keuntungan: - dikenal banyak neurosurgeon

- lebih mudah

- medan operasi lebih luas dapat membuka beberapa segmen - minimal morbility

3. Pembatasan aktivitas

Studi spesifik yang membandingkan keluaran dengan atau tanpa pembatasan aktivitas belum ada. Jadi toleransi terhadap respon pengobatan yang bersifat individual sebaiknya menjadi panduan bagi praktisi. Pada tahap akut sebaiknya hindari pekerjaan yang mengharuskan gerak leher berlebihan. Pemberian edukasi mengenai posisi leher yang benar sangatlah membantu untuk menghindari iritasi radiks saraf lebih jauh. Seperti contohnya : penggunaan telepon dengan posisi leher menekuk dapat dikurangi dengan menggunakan headset, menghindari penggunaan kacamata bifokal dengan ekstensi leher

(9)

yang berlebihan, posisi tidur yang salah. Saat menonton pertandingan pada lapangan terbuka , maupun layar lebar sebaiknya menghindari tempat duduk yang menyebabkan kepala menoleh/berotasi ke sisi lesi.

4. Penggunaan collar brace

Ada banyak jenis kolar yang telah dipelajari untuk membatasi gerak leher. Kolar kaku/ keras memberikan pembatasan gerak yang lebih banyak dibandingkan kolar lunak (soft

collars ), kecuali pada gerak fleksi dan ekstensi. Kelebihan kolar lunak : memberikan kenyamanan yang lebih pada pasien. Pada salah satu studi menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan pasien untuk menggunakan kolar berkisar 68-72%. Penggunaan kolar sebaiknya selama mungkin sepanjang hari. Setelah gejala membaik, kolar dapat digunakan hanya pada keadaan khusus , seperti saat menyetir kendaraan dan dapat tidak digunakan lagi bila gejala sudah menghilang. Sangatlah sulit untuk menyatakan waktu yang tepat kolar tidak perlu digunakan lagi, namun dengan berpatokan : hilangnya rasa nyeri, hilangnya tanda spurling dan perbaikan defisit motorik dapat dijadikan sebagai petunjuk.

5. Modalitas terapi lain

Termoterapi dapat digunakan untuk membantu menghilangkan nyeri. Modalitas terapi ini dapat digunakan sebelum atau pada saat traksi servikal untuk relaksasi otot. Kompres dingin dapat diberikan selama 15-30 menit, 1 sampai 4 kali sehari, atau kompres panas /pemanasan selama 30 menit , 2 sampai 3 kali sehari jika dengan kompres dingin/pendinginan tidak efektif. Pilihan antara modalitas panas atau dingin sangatlah pragmatik tergantung pada persepsi pasien terhadap pengurangan nyeri.

Traksi leher merupakan salah satu terapi yang banyak digunakan meskipun efektifitasnya belum dibuktikan dan dapat menimbulkan komplikasi sendi temporomandibular. Ada beberapa jenis traksi, namun yang dapat dilakukan di rumah adalah door traction. Traksi dapat dilakukan 3 kali sehari selama 15 menit , dan dapat dilakukan dengan frekuensi yang lebih sedikit selama 4 sampai 6 minggu. Setelah keluhan nyeri hilang pun traksi masih dapat dianjurkan. Traksi dikontraindikasikan pada pasien dengan spondilosis berat dengan mielopati dan adanya arthritis dengan subluksasi atlanto-aksial. Latihan yang menggerakan leher maupun merangsang nyeri sebaiknya

(10)

dihindari pada fase akut. Saat nyeri hilang latihan penguatan otot leher isometrik lebih dianjurkan.

Penggunaan terapi farmakologik dapat membantu mengurangi rasa nyeri dan mungkin mengurangi inflamasi di sekitar radiks saraf (meskipun inflamasi sebenarnya tidak pernah dapat dibuktikan di radiks saraf maupun diskus).

Jika gejala membaik dengan berbagai modalitas terapi di atas , aktivitas dapat secara progresif ditingkatkan dan terapi dihentikan atau kualitas diturunkan. Jika tidak ada perbaikan atau justru mengalami perburukan sebaiknya dilakukan eksplorasi yang lebih jauh termasuk pemeriksaan MRI dan dipertimbangkan dilakukan intervensi seperti

pemberian steroid epidural maupun terapi operatif. Tidak ada patokan sampai berapa lama terapi non-operatif dilanjutkan sebelum tindakan operatif. Defisit neurologis pada herniasi diskus daerah lumbal yang cukup besar dilaporkan bisa terjadi perbaikan tanpa operasi. Mungkin hal ini juga bisa terjadi pada herniasi diskus di servikal.

6. Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : headtil, chin lip, jaw thrust. Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi), mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring.

7. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar, imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.

8. Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 - C7) dengan menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi), member lipatan selimut di bawah pelvis kemudian mengikatnya.

9. Menyediakan oksigen tambahan.

10. Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan pulse oksimetri. 11. Menyediakan ventilasi mekanik jika diperlukan.

12. Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan pengaruh dari hipotensi dan bradikardi.

13. Meningkatkan aliran balik vena ke jantung. 14. Berikan antiemboli

15. Tinggikan ekstremitas bawah 16. Gunakan baju antisyok. 17. Meningkatkan tekanan darah 18. Monitor volume infus.

(11)

19. Berikan terapi farmakologi ( vasokontriksi)

20. Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi jika terjadi gejala bradikardi.

21. Mengetur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy. 22. Memepersiapkan pasien untuk reposisi spina.

23. Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan memulihkan spinal cord : steroid dengan dosis tinggi diberikan dalam periode lebih dari 24 jam, dimulai dari 8 jam setelah kejadian.

a.Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien.

b.Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung dan kemungkinan aspirasi jika ada indikasi.

c.Memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih. d.Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya dekubitus. e.Memepersiapkan pasien ke pusat SCI (jika diperlukan).

f.Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang teridentifikasi secara konsisten untuk menumbuhkan kepercayaan pasien pada tenaga kesehatan.

g.Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses penyembuhan.

J. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN Asuhan Keperawatan

Aktifitas dan istirahat : Kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal Sirkulasi : Berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, hipotensi, bradikardia ekstremitas dingin atau pucat Eliminasi : Inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut, peristaltik usus hilang

Integritas ego : Menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah dan menarik diri.

Pola makan : Mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang Pola

kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL Neurosensori : Kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flasid, hilangnya sensai dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek,

(12)

perubahan reaksi pupil, ptosis.

Nyeri/kenyamanan : Nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma, dan mengalami deformitas pada derah trauma.

Pernapasan : Nafas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis Keamanan : Suhu yang naik turun

Daftar Masalah Keperawatan

1. Pola napas tidak efektif b.d kelumpuhan otot pernapasan (diafragma), kompresi medulla spinalis.

2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d adanya cedera pada cervikalis

3. Gangguan pola eliminasi uri : inkontinensia uri b.d kerusakan saraf perkemihan

4. Gangguan eliminasi alvi : Konstipasi b.d penurunan peristaltik usus akibat kerusakan persarafan usus & rectum.

5. Hambatan mobiltas fisik b.d kelumpuhan pada anggota gerak Rencana Intervensi

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma Tujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigen

Kriteria hasil :

a) ventilasi adekuat b) PaCo2<45 c) PaO2>80

d) RR 16-20x/ menit

e) Tanda-tanda sianosis(-) : CRT 2 detik Intervensi keperawatan :

(13)

Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak.

Rasional : pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas.

Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret.

Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan mengurangi resiko infeksi pernapasan.

Kaji fungsi pernapasan.

Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial, karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan.

Auskultasi suara napas.

Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat pnemonia.

Observasi warna kulit.

Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera Kaji distensi perut dan spasme otot.

Rasional : kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari.

Rasional : membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran.

Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan. Rasional : menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi adanya kegagalan pernapasan.

Pantau analisa gas darah.

Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh : hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.

(14)

Berikan oksigen dengan cara yang tepat.

Rasional : metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan. Lakukan fisioterapi nafas.

Rasional : mencegah sekret tertahan

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera

Tujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatan Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang dengan skala nyeri 6 dalam waktu 2 X 24 jam

Intervensi keperawatan :

Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5.

Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera. Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus.

Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring lama.

Berikan tindakan kenyamanan.

Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri. Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi.

Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol. Berikan obat antinyeri sesuai pesanan.

(15)

Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan istirahat

3. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan. Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatan

Kriteria hasil :

a) Produksi urine 50cc/jam

b) Keluhan eliminasi urin tidak ada Intervensi keperawatan:

1. Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam. Rasional : mengetahui fungsi ginjal

2. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih.

3. Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari. Rasional : membantu mempertahankan fungsi ginjal. 4. Pasang dower kateter.

Rasional membantu proses pengeluaran urine

4. Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum.

Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasi Kriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kali

Intervensi keperawatan :

1. Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya. Rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal. 2. Observasi adanya distensi perut.

(16)

4. Rasional : pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress.

5. Berikan diet seimbang TKTP cair Rasional : meningkatkan konsistensi feces 6. Berikan obat pencahar sesuai pesanan. Rasional: merangsang kerja usus

5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan

Tujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera diatasi dengan pembedahan.

Kriteria hasil :

a) Tidak ada konstraktur b) Kekuatan otot meningkat

c) Klien mampu beraktifitas kembali secara bertahap Intervensi keperawatan :

1. Kaji secara teratur fungsi motorik.

Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum

2. Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan. Rasional memberikan rasa aman

3.Lakukan log rolling.

(17)

4. Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki. Rasional mencegah footdrop

5.Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling. Rasional : mengetahui adanya hipotensi ortostatik 6.Inspeksi kulit setiap hari.

Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan integritas kulit. 7.Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam.

Rasional : berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan spastisitas.

6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama

Tujuan keperawatan : tidak terjadi gangguan integritas kulit selama perawatan Kriteria hasil : tidak ada dekibitus, kulit kering

Intervensi keperawatan : 1. Inspeksi seluruh lapisan kulit.

Rasional : kulit cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer. 2.Lakukan perubahan posisi sesuai pesanan.

Rasional : untuk mengurangi penekanan kulit 3. Bersihkan dan keringkan kulit.

Rasional: meningkatkan integritas kulit 4. Jagalah selimut tetap kering.

Rasional: mengurangi resiko kelembaban kulit 5. Berikan terapi kinetik sesuai kebutuhan.

(18)

Rasional : meningkatkan sirkulasi sistemik dan perifer dan menurunkan tekanan pada kulit serta mengurangi kerusakan kulit.

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan pada penelitian ini nyeri berat yang dirasakan secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya berbagai gangguan kenyamanan pada pasien, nyeri mengakibatkan

5.3 Diagnosa keperawatan : gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera Tujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatan

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh pasien akan mengalami keluhan dan gejala seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, timbulnya

Gejala khas dari gangguan-gangguan mental tersebut adalah adanya keluhan nyeri atau gejala fisik lain yang berat, dan dengan tidak ditemukannya kondisi patologis

)anyak kanker oral tidak menunjukkan gejala pada tahap awal. Keluhan  pasien yang paling sering adalah luka yang tidak nyeri atau massa yang tidak sembuh.!uka terjadi

Gejala khas dari gangguan-gangguan mental tersebut adalah adanya keluhan nyeri atau gejala fisik lain yang berat, dan dengan tidak ditemukannya kondisi patologis

Nyeri punggung bawah pada pasien ini akibat gangguan sistem saraf karena nyeri yang timbul berupa nyeri radikular. Hal ini karena nyeri dan keluhan lainnya menjalar dari punggung

Pemabuk dan juga pada pasien dengan gangguan mental atau gangguan psikis atau pasien dengan gangguan neurologis lain berisiko mengalami kejadian benda asing esofagus.4 Benda asing yang