PERAN MANAJEMEN WAKTU TERHADAP WORK-STUDY
CONFLICT PADA MAHASISWA YANG BEKERJA DI
YOGYAKARTA
SKRIPSI
Oleh :
Syadza Sausan Wyananda 16320176
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA 2020
PERAN MANAJEMEN WAKTU TERHADAP WORK-STUDY
CONFLICT PADA MAHASISWA YANG BEKERJA DI
YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Program Studi Psikologi, Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi
Oleh :
Syadza Sausan Wyananda 16320176
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA 2020
ii
PERAN MANAJEMEN WAKTU TERHADAP WORK-STUDY CONFLICT PADA MAHASISWA YANG BEKERJA DI YOGYAKARTA
Telah Dipertahankan di depan Dosen Penguji Skripsi Program Studi Psikologi, Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi
Pada Tanggal 16 April 2020
________________________
Mengesahkan, Program Studi Psikologi Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya
Yulianti Dwi Astuti, S.Psi., M.Soc.Sc
Dosen Penguji: Tanda Tangan
1. Dr. H. Fuad Nashori, S.Psi., M.Si., Psikolog, ______________________________
2. Yulianti Dwi Astuti, S.Psi., M.Soc. Sc. ______________________________
3. Hazhira Qudsyi, S.Psi., M
iv
Alhamdulillahirabbil’alamin atas berkat rahmat dan ijin Allah SWT, saya dimudahkan dan dilancarkan untuk menyelesaikan sebagian tugas saya.
Karya ini saya persembahkan untuk: Saya
Terima kasih sudah untuk bisa sampai di tahap ini.
Ibu, Ayah, dan Ummi
Karya ini memang tidak cukup untuk membalas segala hal yang telah Ibu, Ayah, dan Ummi berikan kepada Ananda. Namun, ijinkan Ananda untuk mempersembahkan karya ini untuk Ibu, Ayah, dan Ummi yang telah menjadikan Ananda, Putri, Wafiq, Asyraf, Echa, dan Hadziq sebagai bagian dari hidup Ibu, Ayah, dan Ummi. Terima kasih untuk selalu menjadi kuat meskipun hidup terkadang terasa berat, sulit, dan menumpahkan air mata saat mengadu kepada-Nya. Terima kasih untuk selalu berdiri walau kaki terasa letih untuk menopang segala beban. Terima kasih untuk segala doa dan restu yang telah Ibu, Ayah, dan Ummi panjatkan untuk Ananda. Terima kasih atas segala hal yang telah Ibu, Ayah, dan Ummi berikan, lakukan dan perjuangkan untuk Ananda. Semoga Ibu, Ayah, dan Ummi selalu berada dalam lindungan Allah SWT, diberi kebahagiaan, kesehatan, dan segala kebaikan Ibu, Ayah, dan Ummi dibalas oleh Allah SWT serta menjadi amal yang membawa Ibu, Ayah, dan Ummi menuju surga-Nya. Aamiin ya Allah. Melalui karya ini, Ananda berharap dapat membuat Ibu, Ayah, dan Ummi bahagia dan bangga terhadap Ananda. Ananda sayang Ibu, Ayah, dan Ummi.
v
La tahzan innallaha ma’ana
“Jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS. 9:40)
“Do one thing everyday that scares you.” – unknown
“You will never achieve anything if you only love the outcome and not the process of reaching there.” – unknown
“Finish what you started” – unknown
“Kalau kita sendiri saja tidak mau mengeluarkan effort besar untuk diri kita sendiri, jangan harap orang lain akan melakukannya untuk kita” - Wyananda
vi PRAKATA
Alhamdulillahirabbil alamin, puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat, kekuatan, kemudahan, dan kelancaran yang telah diberikan kepada saya sehingga mampu menyelesaikan tugas akhir ini. Segala yang terjadi selama proses pelaksanaan dan penyelesaian skripsi ini tak pernah lepas dari bantuan dan izin Allah SWT. Tak lupa pula saya mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Fuad Nashori, S.Psi., M.Si., Psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia serta selaku Dosen Pembimbing Skripsi saya, terima kasih atas ilmu yang Bapak berikan. Terima kasih pula atas waktu yang Bapak luangkan untuk selalu membimbing saya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2. Ibu Yulianti Dwi Astuti, S.Psi., M.Soc.Sc., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya yang memberikan dukungan dan bantuan bagi seluruh mahasiswa Program Studi Psikologi selama masa perkuliahan.
3. Bapak Dr. Faraz, SIP., M.M., selaku Dosen Pembimbing Akademik saya, terima
vii
4. Dosen pengampu mata kuliah, terima kasih telah memberikan saya ilmu selama
kuliah. Semoga ilmu yang diberikan menjadi amal jariyah bagi Bapak dan Ibu dosen. Aamiin.
5. Ibu, Ayah, dan Ummi. Terima kasih untuk segala doa dan restu yang telah Ibu, Ayah, dan Ummi untuk Ananda. Terima kasih atas segala hal yang telah Ibu, Ayah, dan Ummi berikan, lakukan, dan perjuangkan untuk Ananda. Semoga Ibu, Ayah, dan Ummi selalu dalam lindungan Allah SWT, diberikan kebahagiaan, kesehatan, dan segala kebaikan Ibu, Ayah, dan Ummi dibalas oleh Allah SWT serta menjadi amal yang membawa Ibu, Ayah, dan Ummi menuju surga-Nya. Aamiin ya Allah. Semoga melalui karya ini dapat membuat Ibu, Ayah dan Ummi bahagia dan bangga karena Ananda. Ananda sayang Ibu, Ayah, dan Ummi.
6. Tante Betty, Om Victoria, Tante Beta, Om Syarif, Tante Rita, Om Eka, Makwo
Dian, Pakwo Arta, Tante Neneng dan Om Zainal. Terima kasih untuk segala doa dan restu yang Tante dan Om untuk Ananda. Terima kasih untuk segala dukungan yang telah Tante dan Om berikan untuk Ananda. Terima kasih untuk selalu ada untuk Ananda saat suka maupun duka. Semoga Tante dan Om selalu dalam lindungan Allah SWT, diberikan kebahagiaan, kesehatan, dan segala kebaikan Tante dan Om dibalas oleh Allah SWT serta menjadi amal yang membawa Tante dan Om menuju surga-Nya. Aamiin ya Allah.
7. Adik-adikku sayang. Putri, Wafiq, Asyraf, Echa dan Hadziq. Terima kasih sudah menjadi alasan utama kakak berjuang hingga sampai saat ini. Terima kasih sudah menjadi sumber kebahagiaan kakak, menjadi sumber penyemangat kakak,
viii
menjadi penguat kakak selama ini, dan menjadi pengingat kakak ketika kakak lengah. Terima kasih, kakak sayang kalian.
8. Wahyu Agung Wicaksono. Terima kasih sudah ada dan tumbuh bersama selama
6 tahun ini. Terima kasih sudah menjadi teman yang paling berharga dalam berbagai situasi. Terima kasih sudah menjadi pendengar yang baik, menjadi penenang, pemberi saran, dan selalu ada disaat aku butuh. Terima kasih atas usaha yang diberikan untuk membuatku bahagia. Semoga kita bisa selamanya. 9. Gloria Octavia, Cindy Bella, dan Fairuz Shabrina Mardhiyah. Terima kasih
sudah menjadi salah satu pondasi terkuatku untuk tumbuh hingga aku menjadi seperti sekarang selama 10 tahun ini. Terima kasih sudah menjadi sahabat yang selalu mendukung apapun pilihan yang telah kuambil dalam kehidupan ini. Terima kasih sudah menerimaku apa adanya. Aku beruntung punya kalian. 10.Hifive. Kenangan yang kita ukir selama 3 tahun ternyata punya kekuatan sebesar
ini. Kekuatan yang membuat kita menjadi orang yang lebih baik, membuat kita menjadi suatu keluarga. Terima kasih atas kenangan dan cerita yang kita bagi hingga saat ini. Terima kasih telah membuat masa-masa SMA menjadi masa terbaik dalam hidupku hingga saat ini. Terima kasih kepada teman-teman Hifive yang ada di Yogyakarta, yang selalu menjaga dan menyayangi satu sama lain. 11.Bang Tirta, Harit, Eko, Vero, Ummu, Idi, Caca, Sekar, dan Ilmal. Terimakasih
sudah menjadi teman seperantauan di kota yang indah ini. Terimakasih atas semua gelak tawa. Semoga kita sukses di jalan masing-masing.
x
HALAMAN PERNYATAAN ETIKA AKADEMIK ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PRAKATA ... vi
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
ABSTRAK ... xiv
BAB I. PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 9
C. Manfaat Penelitian ... 9
D. Keaslian Penelitian ... 10
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Work-Study Conflict ... 16
1.Definisi Work-Study Conflict ... 16
2.Aspek Work-Study Conflict ... 17
3.Faktor Work-Study Conflict ... 19
B. Manajemen Waktu ... 21
xi BAB III. METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel ... 30
B. Definisi Operasional ... 30
1.Work-Study Conflict ... 30
2.Manajemen Waktu ... 30
C. Responden penelitian ... 31
D. Metode Pengumpulan Data ... 31
1.Skala Work-Study Conflict ... 32
2.Skala Manajemen Waktu ... 33
E. Validitas dan Reliabilitas Skala ... 35
F. Metode Analisis Data ... 37
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Orientasi Kancah dan Persiapan ... 39
1.Orientasi Kancah ... 39
2.Persiapan Penelitian ... 40
B. Laporan Pelaksanaan Penelitian ... 45
C. Hasil Penelitian ... 46
1.Deskripsi Responden Penelitian ... 46
2.Deskripsi Data Penelitian ... 48
xii BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 63 B. Saran ... 63 DAFTAR PUSTAKA ... 65 LAMPIRAN ... 69
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Distribusi Aitem Skala Work-Study Conflict Sebelum Uji Coba ... 32
Tabel 2. Distribusi Aitem Skala Manajemen Waktu Sebelum Uji Coba ... 34
Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Work-Study Conflict SetelahUji Coba ... 43
Tabel 4. Distribusi Aitem Skala Manajemen Waktu Setelah Uji Coba ... 44
Tabel 5. Deskripsi Responden penelitian Berdasarkan Usia ... 46
Tabel 6. Deskripsi Responden penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 47
Tabel 7. Deskripsi Responden penelitian Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 47
Tabel 8. Deskripsi Data Penelitian ... 48
Tabel 9. Rumus Kategorisasi ... 49
Tabel 10. Kategorisasi Berdasarkan Skor Subjek ... 49
Tabel 11. Kategorisasi Skala Work-Study Conflict dan Manajemen Waktu ... 50
Tabel 12. Uji Normalitas ... 52
Tabel 13. Uji Linearitas... 52
Tabel 14. Uji Hipotesis Korelasi ... 53
Tabel 15. Deskripsi Responden penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Uji Coba ... 69
Lampiran 2. Tabulasi Data Uji Coba ... 84
Lampiran 3. Hasil Analisis Aitem Uji Coba ... 87
Lampiran 4. Skala Setelah Uji Coba ... 92
Lampiran 5. Tabulasi Data Setelah Uji Coba... 106
Lampiran 6. Data dan Skor Total Partisipan ... 122
Lampiran 7. Tabel Uji Asumsi Data ... 130
Lampiran 8. Tabel Uji Hipotesis dan Sumbangan Efektif ... 132
Lampiran 9. Tabel Hasil Analisis Aitem... 136
Lampiran 10. Tabel Hasil Analisis Tambahan ... 141
xiv
PERAN MANAJEMEN WAKTU TERHADAP WORK-STUDY CONFLICT PADA MAHASISWA YANG BEKERJA DI YOGYAKARTA
Syadza Sausan Wyananda Fuad Nashori
ABSTRAK
Work-study conflict merupakan keadaan dimana tuntutan dan tanggung jawab individu terhadap perannya dalam pekerjaan menghambat individu untuk memenuhi tuntutan dan tanggung jawab terhadap perannya dalam pendidikan. Manajemen waktu merupakan kemampuan pengelolaan waktu yang dimiliki individu untuk melakukan perencanaan, penjadwalan serta melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara manajemen waktu dan work-study conflict pada mahasiswa yang bekerja di Yogyakarta. Hipotesis dari penelitian ini adalah adanya hubungan negatif antara manajemen waktu dan work-study conflict pada mahasiswa yang bekerja. Penelitian ini melibatkan 276 mahasiswa yang bekerja berusia 18 tahun hingga 25 tahun di Yogyakarta. Responden penelitian ini terdiri dari 149 perempuan dan 127 laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis penelitian diterima dengan nilai r = -0,407 dan nilai p = 0,000. Manajemen waktu memberikan sumbangan sebesar 24,8% terhadap work-study conflict pada mahasiswa yang bekerja di Yogyakarta.
Kata kunci: Manajemen waktu, work-study conflict, mahasiswa yang bekerja
xvi
THE ROLE OF TIME MANAGEMENT TOWARDS WORK-STUDY CONFLICT IN WORKING STUDENTS IN YOGYAKARTA
Syadza Sausan Wyananda Fuad Nashori ABSTRACT
Work-study conflict is a condition where the demands and responsibilities of individuals for their role in work prevent individuals from fulfilling demands and responsibilities for their role in education. Time management is the ability to manage time owned by individuals to carry out planning, scheduling and carrying out their duties and responsibilities in daily life. The purpose of this study is to determine the relationship between time management and work-study conflict in students who work in Yogyakarta. The hypothesis of this study is that there is a negative relationship between time management and work-study conflict in working students. This study involved 276 students working 18 years to 25 years in Yogyakarta. The subjects of this study consisted of 149 women and 127 men. The results showed that the research hypothesis was accepted with a value of r = -0,407 and a value of p = 0,000. Time management contributed 24.8% to the work-study conflict on students working in Yogyakarta.
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Terdapat berbagai kegiatan yang dapat dilakukan oleh mahasiswa untuk mendukung perkembangan potensi yang dimilikinya, baik melalui kegiatan akademis maupun kegiatan non-akademis. Kegiatan-kegiatan tersebut misalnya seperti mengikuti perlombaan karya tulis ilmiah, bergabung dalam komunitas atau organisasi kemahasiswaan, berwirausaha, dan bekerja di luar jam perkuliahan.
Setelah menempuh jenjang pendidikan, mahasiswa akan dihadapkan dengan dunia kerja. Bekerja pada dasarnya adalah proses untuk mendidik seseorang menjadi lebih matang atau dewasa secara kemampuan, kognitif, dan emosi karena adanya tanggung jawab yang diberikan untuk melaksanakan tugas-tugas yang ada (Kusuma, 2008). Tingginya persaingan di dunia kerja bagi mahasiswa yang telah menyelesaikan pendidikannya juga menjadi salah satu alasan mahasiswa untuk mempersiapkan diri sedini mungkin mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan dunia kerja (Octavia & Nugraha, 2013). Dengan bekerja, mahasiswa akan mendapatkan pengalaman, kemampuan serta pengetahuan yang dapat bermanfaat bagi karirnya kelak.
Saat ini, tidak sedikit mahasiswa yang memiliki keinginan untuk bekerja di luar jam perkuliahan, baik itu bekerja paruh waktu (part time) maupun bekerja penuh waktu (full time). Penelitian yang dilakukan oleh Ford, Lindsay, Paton-Saltzberg, Van Dyke, dan Little (Manthei & Gilmore, 2005) mengemukakan bahwa sebagian mahasiswa menjadikan bekerja sebagai pilihan untuk mengisi waktu luang di luar jam perkuliahan, refreshing, serta mengembangkan interaksi sosial. Beberapa alasan lainnya yang melatarbelakangi mahasiswa memiliki keinginan untuk bekerja di luar jam perkuliahan adalah untuk membiayai kuliahnya sendiri, meringankan beban orangtua, menambah pemasukan sehari-hari, dan mencari pengalaman kerja (Yud, 2018).
Mahasiswa yang bekerja sudah tidak asing lagi bagi khalayak umum, khususnya di Yogyakarta yang terkenal sebagai kota pelajar. Beberapa perusahaan di Yogyakarta yang bergerak di bidang pelayanan jasa, transportasi, perdagangan, personal service, public service serta pariwisata pun telah memanfaatkan sumber daya manusia dari kalangan mahasiswa untuk memenuhi kebutuhan perusahaannya. Selain itu, tidak jarang pula ditemukan lowongan kerja bagi mahasiswa di beberapa kafe di Yogyakarta sebagai barista, kasir atau pun pramusaji.
Peraturan mengenai ketenagakerjaan diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 pada pasal 77. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa ketentuan jam kerja normal bagi pekerja dalam satu hari adalah 7 jam atau 40 jam untuk 6 hari dalam seminggu , atau 8 jam dalam satu hari atas 40 jam untuk 5 hari dalam seminggu.
Sementara pekerja paruh waktu memiliki jam kerja di bawah jam kerja normal, yaitu kurang dari 35 jam dalam seminggu. Mahasiswa yang bekerja penuh waktu akan tersita waktunya kurang lebih 40 jam dalam seminggu untuk bekerja, sedangkan untuk mahasiswa yang bekerja paruh waktu akan tersita waktunya kurang lebih 35 jam dalam seminggu.
Menjalani perkuliahan sekaligus bekerja memiliki manfaat dan risiko bagi kehidupan pribadi, kehidupan bekerja dan pendidikan mahasiswa. Bekerja sambil kuliah dapat bermanfaat sebagai sarana bagi mahasiswa untuk melatih kemandiriannya serta mengatasi kejenuhan dengan kondisi perkuliahan. Selain itu, dengan bekerja, mahasiswa juga mendapatkan pengalaman praktik di luar kelas, keterampilan, dan pengetahuan mengenai dunia kerja secara langsung. Akan tetapi, bekerja sambil kuliah juga dapat menjadi masalah ketika pekerjaan yang dikerjakan mengganggu konsentrasi dan fokus mahasiswa dalam aktivitas pembelajaran, seperti kurangnya waktu untuk tidur dan istirahat. Yahya dan Widjaja (2019) menjelaskan bahwa mahasiswa yang bekerja cenderung memiliki Indeks Prestasi (IP) yang buruk dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak bekerja. Sumber tersebut mengemukakan bahwa hal ini terjadi karena mahasiswa tidak dapat mengelola waktu antara kuliah dan bekerja dengan baik sehingga mengganggu aktivitas perkuliahan mahasiswa.
Mahasiswa yang bekerja memiliki dua peran utama, yaitu perannya sebagai pekerja dan mahasiswa. Peran mahasiswa dalam perkuliahan mewajibkan mahasiswa untuk mengerjakan tugas serta menyelesaikan
perkuliahannya secara maksimal. Sementara itu, sebagai pekerja, mahasiswa harus mengikuti segala aturan yang ada di tempat kerja dan bekerja secara maksimal sehingga tidak merugikan perusahaan. Octavia dan Nugraha (2013) mengemukakan bahwa ketika seorang mahasiswa tidak bisa mengatur waktu dan energinya untuk mengerjakan segala tuntutan antara pekerjaan dan perkuliahan maka akan menyebabkan ketidakseimbangan peran dalam pekerjaan dan perkuliahan.
Mahasiswa yang kuliah sambil bekerja dituntut untuk bisa mengatur keseimbangan antara aktivitas perkuliahan dan pekerjaan. Mahasiswa harus siap dalam menghadapi segala risiko, beban dan tanggung jawab yang akan semakin bertambah ketika mahasiswa memutuskan untuk bekerja. Di Indonesia, banyak mahasiswa bekerja dengan jam kerja yang cukup tinggi, sehingga sulit untuk menyesuaikan dengan kegiatan kuliah. Octavia dan Nugraha (2013) mengemukakan bahwa pada umumnya, dalam kasus kuliah sambil bekerja pada mahasiswa yang dikorbankan adalah kegiatan akademik.
Peneliti melakukan wawancara kepada 2 orang mahasiswa yang bekerja di Yogyakarta. Wawancara pertama dilakukan dengan CB (wawancara pribadi pada tanggal 12 Oktober 2019), seorang mahasiswi semester 5 yang saat ini bekerja sebagai barista di salah satu coffee shop di Yogyakarta. CB mengatakan bahwa semenjak bekerja, ia menjadi lebih sibuk dan kurang memiliki waktu untuk memikirkan mengenai perkuliahan sehingga nilai-nilai akademiknya menurun. CB juga mengatakan bahwa semenjak bekerja, motivasinya untuk
berkuliah pun semakin menurun dan ia lebih fokus terhadap pekerjaannya. Sepulang dari kerja atau ketika tidak ada shift, CB lebih memilih untuk beristirahat, refreshing, dan bermain bersama teman-temannya daripada untuk belajar atau mengerjakan tugas perkuliahan. Kondisi yang dialami oleh CB ternyata kurang lebih dialami juga oleh MFS, mahasiswa yang kuliah sekaligus bekerja. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan dengan MFS (wawancara pribadi pada tanggal 12 Oktober 2019), diketahui bahwa MFS tidak segan untuk mengorbankan kuliahnya demi menjalankan aktivitas kerjanya. MFS sangat sering memanfaatkan toleransi ketidakhadiran kuliah untuk bekerja. MFS juga tidak segan untuk menitip absen kepada temannya saat jadwal kuliah bertabrakan dengan shift kerjanya. Semenjak bekerja sebagai penyedia jasa transportasi, MFS seringkali lalai terhadap tugas dan tanggung jawabnya dalam perkuliahan sehingga banyak sekali target-target perkuliahan yang gagal dicapai oleh MFS. Ketika ada waktu senggang pun, MFS cenderung memanfaatkannya untuk jalan-jalan, bermain bersama teman, bahkan untuk bersantai sehingga sulit bagai MFS untuk menyediakan waktunya menyelesaikan tugas perkuliahan. Ketika dalam kelas pun, MFS mengaku tidak bisa fokus dan cenderung lebih banyak bermain game di handphone daripada mendengarkan dosen menerangkan materi. Hasil wawancara tersebut mendukung hasil penelitian Ford, Lindsay, Paton-Saltzberg, Van Dyke, dan Little (Manthei & Gilmore, 2005) pada mahasiswa yang bekerja, bahwa aktivitas kerja yang dijalankan dapat mengurangi waktu untuk
menjalankan aktivitas akademik, interaksi sosial, rekreasi atau refreshing, dan kegiatan ekstra di luar kampus lainnya.
Berdasarkan dari kedua wawancara tersebut, dapat menjadi bukti bahwa kuliah sambil bekerja dapat menimbulkan perubahan dalam aktivitas kuliah dan belajar mahasiswa. Apabila mahasiswa tersebut tidak dapat menjalankan peran sebagai mahasiswa dan sebagai pekerja dengan seimbang akan timbul perubahan-perubahan negatif. Terjadinya perubahan negatif, berupa kurangnya jumlah waktu untuk tidur dan istirahat, turunnya motivasi mahasiswa untuk mengikuti perkuliahan, turunnya prestasi akademik mahasiswa, menunda menyelesaikan tugas kuliah, kurangnya konsentrasi dan fokus dalam perkuliahan merupakan indikator adanya konflik antara kuliah dan bekerja yang biasa disebut work-study conflict. Work-study conflict didefinisikan sebagai keadaan ketika tuntutan pekerjaan mengganggu mahasiswa dalam memenuhi tuntutan dan tanggung jawabnya dalam perkuliahan ataupun keadaan ketika aktivitas kuliah mengganggu jadwal kerja (Markel & Frone, 1998).
Mahasiswa yang bekerja memiliki risiko untuk mengalami konflik, baik dalam pekerjaan maupun dalam aktivitas perkuliahan. Greenhaus dan Beutell (1985) mengemukakan bahwa tuntutan dari beberapa peran saling bersaing antara satu peran dengan peran lainnya dalam hal waktu dan energi. Ketika kedua aktivitas dijalankan secara bersamaan, maka akan muncul kemungkinan individu untuk lebih cenderung kepada salah satu aktivitas daripada aktivitas lainnya. Akibatnya, akan terjadi ketidakseimbangan antara peran satu dengan peran
lainnya sehingga terjadi akibat akan memicu munculnya konflik antar peran tersebut.
Mahasiswa yang bekerja memiliki keterbatasan waktu untuk melakukan kegiatan perkuliahan secara optimal. Padatnya jadwal kuliah dan jam kerja menjadi tantangan tersendiri bagi mahasiswa yang bekerja. Gareis, Barnett, Ertel, dan Berkman (2009) menjelaskan bahwa situasi dimana adanya konflik antara pekerjaan dan peran mahasiswa dalam perkuliahan, yang disebabkan oleh tekanan dan kewajiban individu pada masing-masing aktivitas disebut sebagai work-study conflict. Work-study conflict yang dialami mahasiswa dapat diatasi jika mahasiswa memiliki kemampuan yang baik dalam mengelola waktu. Oleh karena itu, kemampuan mengatur dan mengelola waktu sangat dibutuhkan oleh mahasiswa yang bekerja untuk dapat membagi waktu antara pekerjaan dan perkuliahan sehingga tidak ada jadwal yang bertabrakan Octavia dan Nugraha (2013).
Tuttle, McKinney, dan Rago (2005) mengatakan, bahwa kuliah sambil bekerja dapat mempengaruhi ketersediaan waktu untuk berinteraksi antara mahasiswa dan dosen dan pihak akademisi. Keterbatasan waktu untuk berinteraksi dengan sesama mahasiswa, dosen, serta pihak akademisi ini dapat menghambat integrasi sosial dan akademik dalam kehidupan akademik mahasiswa. Penelitian-penelitian terdahulu juga telah menunjukkan bahwa banyaknya waktu yang tersedia untuk fokus pada akademik dapat meningkatkan prestasi mahasiswa. Sedangkan bagi mahasiswa yang meluangkan waktunya
untuk bekerja cenderung mengorbankan kinerja dan penyerapan ilmu di kampus (Golden & Baffoe-Bonnie, 2011).
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi work-study conflict, yaitu beban kerja (Andrade, 2018), jam kerja (Dakas, 2011), adversity quotient (Octavia & Nugraha, 2013), dan manajemen waktu (Adam & Jex, 1999). Pemilihan manajemen waktu sebagai variabel bebas dalam penelitian ini didasari oleh pertimbangan tertentu, yaitu karena salah satu bentuk utama dari work-study conflict adalah konflik berbasis waktu (time-based conflict). Kemudian, salah satu karakteristik pribadi yang tampaknya sangat mungkin mengurangi work-study conflict adalah manajemen waktu. Artinya, individu yang lebih mampu mengatur waktu mereka mungkin mengalami lebih sedikit work-study conflict dan konsekuensi yang terkait daripada individu yang kurang mampu mengatur waktu mereka. Kondisi tersebutlah yang mengharuskan mahasiswa untuk memiliki kemampuan manajemen waktu yang baik agar dapat membuat perencanaan jadwal kegiatan sehingga dapat membagi waktu yang seimbang antara pekerjaan dan perkuliahan untuk menghindari munculnya work-study conflict.
Macan (1994) mengemukakan bahwa manajemen waktu merupakan kemampuan individu untuk mengontrol penggunaan waktu secara efektif dan efisien melalui perencanaan dan penjadwalan, membuat skala prioritas berdasarkan kepentingan, melakukan sesuatu secara terorganisasi serta mempunyai kontrol atas waktu. Kemampuan manajemen waktu dapat
ditunjukkan melalui perilaku seperti mengatur tempat kerja dan tidak menunda-nunda pekerjaan. Manajemen waktu seringkali dilakukan untuk pengaturan kerja dan sangat penting untuk mempelajari mengenai penggunaan waktu yang efektif untuk mengontrol waktu dan kinerja individu (Hafner & Stock, 2010). Dengan kata lain, manajemen waktu adalah kemampuan seseorag dalam memanfaatkan waktu secara terorganisir dalam kehidupan profesional maupun pribadi.
Kemampuan mengatur waktu merupakan salah satu faktor untuk yang sangat berperan atas keberhasilan mahasiswa yang bekerja dalam mengerjakan semua tugas-tugasnya, baik dalam tugas perkuliahan maupun pekerjaan (Kusuma, 2008). Mahasiswa yang bekerja diharapkan untuk memiliki kemampuan manajemen waktu yang baik. Kemampuan tersebut akan mengurangi risiko munculnya work-study conflict dengan membuat jadwal untuk mengerjakan tugas kuliah dan kerja, menyusun jadwal kuliah dan bekerja, dan lain sebagainya. Dengan memiliki kemampuan manajemen waktu yang baik, mahasiswa yang bekerja diharapkan untuk dapat menjalani perannya sebagai pelajar dan pekerja dengan baik tanpa harus mengganggu aktivitas antar kedua peran tersebut.
Banyaknya mahasiswa yang bekerja di Yogyakarta, membuat peneliti tertarik untuk mengetahui peran manajemen waktu terhadap work-study conflict pada mahasiswa yang bekerja di Yogyakarta.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara manajemen waktu dan work-study conflict pada mahasiswa yang bekerja di Yogyakarta.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapat manfaat, antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu psikologi khususnya pada bidang Psikologi Pendidikan dan Psikologi Industri dan Organisasi, mengenai manajemen waktu dan work-study conflict.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan menjadi bahan pertimbangan bagi mahasiswa, baik yang ingin bekerja maupun yang telah bekerja, agar dapat mengoptimalkan aktivitas belajar untuk menurunkan kemungkinan munculnya work-study conflict. Selain itu juga memberikan informasi mengenai kemampuan manajemen waktu dan work-study conflict.
D. Keaslian Penelitian
Penelitian ini bukanlah penelitian pertama yang meneliti mengenai manajemen waktu dan work-study conflict. Sebelumnya, telah banyak penelitian
yang dilakukan untuk mengembangkan teori mengenai manajemen waktu dan work-study conflict. Meskipun begitu, sangat sedikit penelitian yang meneliti mengenai kedua variabel ini secara bersamaan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti kedua variabel tersebut lebih dalam. Salah satu penelitian yang meneliti mengenai work-study conflict adalah penelitian yang dilakukan oleh Andrade pada tahun 2018 dengan judul Professional Workload and Work-to-School Conflict in Working Students: The Mediating Role of Psychological Detachment from Work. Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan 152 mahasiswa bekerja yang sedang menempuh program master. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh dari beban kerja profesional terhadap konflik kerja-kuliah secara penuh dimediasi oleh psychological detachment dari pekerjaan.
Penelitian lainnya yang meneliti mengenai work-study conflict adalah penelitian yang dilakukan oleh Dakas pada tahun 2011 yang berjudul Work-School Conflict and Work Work-School Enrichment: A Student’s Perspective on Taking
on Multiple Roles Through On-campus and Off-campus Employment. Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan 79 mahasiswa yang bekerja. Hasil dari penelitian ini mengemukakan bahwa jam kerja dapat mempengaruhi work-school conflict pada mahasiswa yang bekerja. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa mahasiswa yang bekerja di luar kampus memiliki tingkat work-school conflict yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang bekerja di dalam kampus. Selain itu, Octavia dan Nugraha pada tahun 2013 juga
telah melakukan penelitian mengenai work-study conflict dengan judul Hubungan antara Adversity Quotient dan Work-study conflict pada Mahasiswa yang Bekerja. Subjek dalam penelitian ini adalah 97 mahasiswa yang bekerja di Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adversity quotient berkorelasi negatif dengan work-study conflict. Artinya, semakin tinggi nilai adversity quotient, maka semakin rendah work-study conflict yang dialami subjek.
Penelitian mengenai manajemen waktu juga telah banyak dilakukan oleh peneliti lainnya. Salah satu penelitian mengenai manajemen waktu dilakukan oleh Adam dan Jex pada tahun 1999 dengan judul Relationship Between Time Management, Control, Work-Family Conflict, and Strain. Penelitian ini melibatkan 522 pekerja. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa secara langsung dan tidak langsung terdapat hubungan antara perilaku manajemen waktu dengan work-family conflict. Selain itu, hasil penelitian ini juga menjelaskan bahwa work-study conflict berhubungan dengan tekanan dari ketidakpuasan kerja dan komplain terhadap kesehatan pekerja. Penelitian lainnya yang meneliti mengenai manajemen waktu adalah penelitian oleh Alsalem, Alamodi, Hazazi, Shibah, Jabri dan Albosruor pada tahun 2017 dengan judul The Effect of Time Management on Academic Performance among Students of Jazan University. Responden penelitian ini adalah 491 mahasiswa di Universitas Jazan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa yang memiliki peluang
untuk melatih kemampuan manajemen waktu mereka memiliki kinerja akademik yang lebih baik.
1. Keaslian Topik
Kesamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Andrade pada tahun 2018 adalah pada penggunaan variabel work-study conflict. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah penelitian ini tidak menggunakan mediator. Berbeda dengan penelitian tersebut yang menggunakan peran dari psychological detachment di tempat kerja sebagai mediator antara beban kerja profesional dan work-school conflict.
Kesamaan penelitian ini dengan penelitian Dakas pada tahun 2011 adalah pada penggunaan variabel dan alat ukur work-study conflict. Sedangkan perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah pada penelitian tersebut menggunakan perspektif siswa sebagai variabel bebas. Selain itu, perbedaan lainnya adalah pada penelitian tersebut terdapat satu lagi variabel tergantung yaitu work-school enrichment.
Kemudian, kesamaan penelitian yang dilakukan oleh Adam dan Jex (1999) serta Alsalem, Alamodi, Hazazi, Shibah, Jabri dan Albosruor (2017) dengan penelitian ini adalah keduanya meneliti mengenai manajemen waktu. Selain itu, kesamaan penelitian ini dengan kedua penelitian tersebut adalah kedua penelitian tersebut menggunakan metode penelitian kuantitatif. Meskipun begitu, perbedaan penelitian Alsalem, Alamodi, Hazazi, Shibah,
Jabri dan Albosruor (2017) dengan penelitian ini adalah penelitian tersebut menggunakan kinerja akademik sebagai variabel tergantung. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Adam dan Jex (1999) adalah penelitian tersebut menggunakan work-family conflict dan strain sebagai variabel tergantung.
2. Keaslian Teori
Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian Dakas (2011) yaitu menggunakan teori Gareis, Barnett, Ertel dan Berkman sebagai teori utama dalam mengungkapkan mengenai work-study conflict. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Andrade (2018) menggunakan teori dari Greenhaus & Beutell untuk menjelaskan mengenai work-study conflict. Berbeda dengan kedua penelitian diatas, penelitian ini menggunakan teori Markel dan Frone (1998) sebagai teori utama untuk menjelaskan mengenai work-study conflict.
Kemudian, teori manajemen waktu yang digunakan oleh penelitian ini sama dengan teori yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan Adam dan Jex (1999) yaitu teori dari Macan (1994). Sedangkan teori manajemen waktu yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Alsalem, Alamodi, Hazazi, Shibah, Jabri dan Albosruor (2017) berbeda dengan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam penelitian tersebut, peneliti menggunakan teori dari Britton & Tesser untuk menjelaskan mengenai manajemen waktu.
3. Keaslian Alat Ukur
Perbedaan alat ukur penelitian Andrade (2018) dengan penelitian ini adalah penelitian Andrade menggunakan alat ukur yang dikembangkan dari skala work-to-family conflict milik Carlson, dkk. Sedangkan penelitian ini menggunakan alat ukur yang dikembangan melalui aspek-aspek work-study conflict milik Markel dan Frone (1998). Konsep dasar dari alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur work-study conflict sama dengan konsep dasar dari alat ukur yang digunakan dalam penelitian Dakas (2011).
Alat ukur kemampuan manajemen waktu yang digunakan dalam penelitian ini memiliki perbedaan dengan alat ukur yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Adam dan Jex (1999). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Adam dan Jex (1999), alat ukur manajemen waktu disusun disusun berdasarkan aspek-aspek manajemen waktu dari Macan, Shahani, Dipboye dan Phillips (1990). Sedangkan dalam penelitian ini alat ukur manajemen waktu disusun berdasarkan aspek-aspek manajemen waktu dari Macan (1994).
4. Keaslian Subjek
Penelitian ini menggunakan mahasiswa yang bekerja sebagai responden penelitian. Sebelumnya telah banyak penelitian yang menggunakan mahasiswa sebagai responden penelitiannya. Meskipun begitu, dalam
penelitian ini mahasiswa yang bekerja akan dikenai variabel manajemen waktu dan work-study conflict.
17 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Work-study conflict
1. Definisi
Work-study conflict adalah kondisi ketika tuntutan dan tanggung jawab peran di tempat kerja mempengaruhi kemampuan untuk memenuhi tuntutan dan tanggung jawab peran dalam pendidikan (Markel & Frone, 1998). Adebayo (2006) menjelaskan bahwa teori mengenai work-study conflict merupakan teori yang dikembangkan dari teori work-family conflict. Sumber yang sama juga mendefinisikan work-study conflict sebagai bentuk konflik antar peran dimana tuntutan pekerjaan menghambat kemampuan mahasiswa untuk memenuhi tuntutan dan tanggung jawabnya dalam pendidikan. Selain itu, Greenhaus dan Beutell (1985) mengemukakan bahwa konflik antar peran merupakan konflik yang dialami oleh individu ketika tekanan yang muncul dalam satu peran bertentangan dengan tekanan yang timbul pada peran lainnya sehingga menyebabkan individu sulit untuk melaksanakan kegiatan dalam satu peran akibat kegiatan individu dalam peran lainnya.
Selanjutnya, Gareis, Barnett, Ertel, dan Berkman (2009) menjelaskan bahwa work-study conflict merupakan kondisi di mana terdapat pertentangan antara peran mahasiswa dalam pekerjaan dan pendidikan yang disebabkan oleh tekanan dan kewajiban individu pada masing-masing peran tersebut.
Kemudian, Dakas (2011) juga mengemukakan bahwa work-study conflict merupakan teori mengenai partisipasi individu dalam pekerjaan yang menghasilkan stres, kesulitan dalam mengatur jadwal dan penurunan kinerja individu dalam aktivitas perkuliahan.
Berdasarkan beberapa teori yang telah dijabarkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa work-study conflict merupakan keadaan di mana tuntutan dan tanggung jawab individu terhadap perannya dalam pekerjaan menghambat individu untuk memenuhi tuntutan dan tanggung jawab terhadap perannya dalam pendidikan.
2. Aspek
Markel dan Frone (1998), menjelaskan bahwa work-study conflict memiliki 2 aspek, yaitu:
a. Time-Based Conflict
Ketika individu cenderung menghabiskan lebih banyak waktu untuk beraktivitas pada salah satu peran yang dimilikinya sehingga kehabisan waktu untuk menyelesaikan tugasnya pada peran lainnya, maka akan memicu timbulnya time-based conflict. Konflik ini mungkin saja terjadi karena kondisi fisik yang kelelahan, waktu yang dianggap kurang serta tuntutan salah satu peran yang terlalu banyak sehingga menguras energi dan waktu individu untuk menyelesaikan tuntutan pada peran lainnya. Hal yang menjadi sumber dari time-based conflict adalah jam bekerja (working hours).
b. Strain-Based Conflict
Strain-based conflict merupakan konflik yang muncul ketika tekanan dan tuntutan dari suatu peran mengurangi bahkan menghambat kemampuan dan keinginan individu untuk memenuhi tuntutan dan kewajiban dari peran lainnya. Konflik ini akan mempengaruhi fisik dan mental individu sehingga individu sering kali merasa lelah dan cemas. Hal yang menjadi sumber dari strain-based conflict adalah ketidakpuasan kerja (job dissatisfaction).
Selain itu, Greenhaus dan Beutell (1985) juga mengemukakan bahwa terdapat 3 dimensi dalam work-study conflict, yaitu:
a. Time-Based Conflict
Time-based conflict terjadi ketika beberapa peran bersaing secara bersamaan untuk waktu yang dimiliki oleh individu dan waktu yang dihabiskan untuk satu peran menghalangi penyelesaian tugas serta tanggung jawab individu pada peran lainnya.
b. Strain-Based Conflict
Strain-based conflict terjadi ketika tekanan yang dihasilkan pada satu peran mempengaruhi kinerja individu pada peran lainnya.
c. Behavioural-Based Conflict
Ekspektasi perilaku dari satu sumber yang tidak sesuai dengan ekspektasi perilaku dari sumber lain dapat menimbulkan terjadinya behavioural-based conflict.
Berdasarkan penjelasan diatas, penelitian ini akan menggunakan aspek dari Markel dan Frone (1998), yaitu time-based conflict dan strain-based conflict untuk mengungkapkan perilaku work-study conflict pada mahasiswa yang bekerja.
3. Faktor-Faktor
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi work-study conflict pada mahasiswa yang bekerja. Salah satu faktor utama yang dapat
menyebabkan muncul work-study conflict adalah jam bekerja (working
hours). Penelitian yang dilakukan oleh Markel dan Frone (1998) menemukan bahwa jam kerja (working hours) memiliki hubungan yang positif dengan work-study conflict sehingga apabila jam kerja individu semakin tinggi maka tingkat work-study conflict yang dialami individu tersebut juga semakin tinggi. Kemudian, penelitian yang dilakukan Lingard (2007), juga mengungkapkan bahwa lamanya jam kerja berhubungan dengan kurangnya waktu yang dimiliki mahasiswa yang bekerja untuk belajar serta juga memiliki hubungan dengan banyaknya kelas yang dilewatkan akibat tuntutan-tuntutan kerja dan konfisi fisik yang kelelahan. Selain itu, dijelaskan juga bahwa banyaknya jumlah jam kerja akan mengurangi waktu dan energi mahasiswa untuk memenuhi tanggung jawabnya di bidang akademik (Dakas, 2011).
Kemudian, dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa peningkatan ambiguitas peran dan konflik antar peran dikatikan dengan penurunan
kepuasan kerja dan kesehatan psikologis yang buruk (Khan, 2016). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi munculnya work-study conflict pada mahasiswa.
Kepuasan kerja (work satisfaction) merupakan persepsi individu terhadap pekerjaan atau hubungan antara kehidupan dengan pekerjaan yang menghasilkan sebuah kepuasan atau perasaan yang positif (Sahin & Sahingoz, 2013). Sebaliknya, ketidakpuasan kerja merupakan perasaan negatif yang dihasilkan dari persepsi individu terhadap pekerjaannya. Ketidakpuasan kerja dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan menurunkan motivasi individu untuk beraktivitas dengan maksimal. Selain itu, ketidakpuasan kerja juga dapat mempengaruhi kondisi fisik dan mental individu, seperti menyebabkan kelelahan, emosi, kecemasan serta burnout (Pratiwi & Riyono, 2017).
Selain itu, beban kerja (workload) juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan munculnya work-study conflict. Penelitian yang dilakukan oleh Frone, Yardley, dan Markel (1997) mengemukakan bahwa tingginya tingkat dari beban kerja (workload) yang dimiliki individu menjelaskan bahwa individu memiliki terlalu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dalam waktu yang singkat. Beban kerja (workload) yang tinggi akan mempengaruhi psikologis dan menyebabkan kelelahan fisik bagi individu sehingga dapat menjadi hambatan untuk menyelesaikan tuntutan dan tanggung jawabnya dalam perannya (Markel & Frone, 1998).
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi work-study conflict diantaranya adalah jam kerja (working hours), ketidakpuasan kerja (job dissatisfaction), dan beban kerja (workload).
B. Manajemen Waktu 1. Definisi
Menurut Macan (1994), manajemen waktu merupakan kemampuan individu untuk mengontrol penggunaan waktu secara efektif dan efisien melalui perencanaan dan penjadwalan, membuat skala prioritas berdasarkan kepentingan, melakukan sesuatu secara terorganisasi serta mempunyai kontrol atas waktu. Tanpa adanya kontrol terhadap waktu, tujuan dan prioritas cenderung akan teralihkan oleh kegiatan-kegiatan yang tidak penting. Teori lainnya menyebutkan bahwa manajemen waktu merupakan sebuah hasil dari penyisihan aktivitas-aktivitas yang tidak penting dan cukup menyita banyak waktu sehingga dapat menyelesaikan aktivitas-aktivitas penting dan mencapai target utama dalam kehidupan (Taylor, 1990).
Kemudian, menurut Mercanlioglu (2010), kemampuan manajemen waktu merupakan salah satu bagian dari self-management yang memiliki fokus terhadap penggunaan waktu dalam melakukan berbagai kegiatan serta mengatur waktu agar dapat dimanfaatkan dengan baik dalam melakukan kegiatan-kegiatan penting untuk mencapai tujuan dan memecahkan masalah.
Sedangkan Sedarmayanti (2004) mengemukakan bahwa manajemen waktu merupakan kemampuan individu untuk menggunakan sumber daya waktu dengan efisien dalam mencapai target yang telah ditentukan oleh individu. Selain itu, Laurie dan Hellsten (2002) mendefinisikan manajemen waktu sebagai proses seorang individu untuk lebih efektif dalam menyelesaikan tugas dan tujuan serta memperoleh kendali atas waktu dan apa yang dapat dicapai dengan waktu yang dimiliki oleh individu tersebut.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa manajemen waktu merupakan kemampuan pengelolaan waktu yang dimiliki individu untuk melakukan perencanaan, penjadwalan serta melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Aspek
Menurut Macan (1994), terdapat beberapa aspek dalam manajemen waktu, yaitu sebagai berikut:
a. Menetapkan tujuan dan prioritas (setting goals and priorities)
Aspek ini menjelaskan mengenai penetapan tujuan dan membuat prioritas. Menetapkan tujuan dan membuat daftar prioritas merupakan hal yang cukup penting untuk memberikan arahan bagi individu sebelum melakukan aktivitas. Dalam kehidupan sehari-hari, individu seharusnya menetapkan tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek merupakan hal-hal yang ingin diselesaikan dalam satu hari yang bisa membantu pencapaian tujuan jangka panjang. Kehidupan yang
dinamis membuat penetapan tujuan ini harus selalu disesuaikan dengan kondisi dan situasi. Apabila tujuan telah ditetapkan, maka selanjutnya individu membuat daftar prioritas mengenai apa saja yang harus dilakukan terlebih dahulu untuk mencapai tujuan tersebut.
b. Perencanaan dan penjadwalan (making lists and scheduling)
Aspek ini berkaitan dengan perencanaan dan penjadwalan kegiatan yang akan dilakukan sehingga individu dapat melakukan kegiatan dengan efektif dan efisien. Perencanaan dan penjadwalan kegiatan akan dilakukan setelah individu menyusun skala prioritas. Setelah menyusun skala prioritas, individu kemudian menyusun perencanaan agar dapat mengelola waktu sehingga memungkin untuk melaksanakan seluruh kegiatan penting yang telah direncanakan.
c. Preferensi untuk terorganisasi (preference for organization)
Aspek ini menjelaskan mengenai perilaku atau kebiasaan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatannya secara terorganisir, seperti membuat catatan kegiatan atau memeriksa kembali kegiatan yang telah dilakukan. Hal tersebut dinilai penting agar individu dapat mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukan, mulai dari berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk mencapai tujuan dan mengerjakan prioritas hingga berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk mengerjakan sesuatu yang tidak berorientasi pada tujuan yang ingin dicapai.
d. Kemampuan mengendalikan waktu (perceived control of time)
Aspek ini menjelaskan mengenai bagaimana seorang individu memiliki keyakinan untuk dapat mengontrol waktu yang dimilikinya dan menggunakan waktu tersebut dengan sebaik-baiknya.
Selain itu, Laurie dan Hellsten (2002) mengemukakan bahwa terdapat 3 dimensi dalam manajemen waktu, yaitu:
a. Rencana Jangka Panjang
Aspek rencana jangka panjang menjelaskan tujuan jangka panjang serta rutinitas disiplin yang dimiliki oleh individu.
b. Rencana Jangka Pendek
Aspek rencana jangka pendek didefinisikan sebagai kegiatan manajemen waktu yang mencakup kegiatan harian atau mingguan, seperti menetapkan tujuan pada awal hari, merencanakan serta memprioritaskan perilaku sehari-hari.
c. Sikap terhadap Waktu
Sikap terhadap waktu terdiri dari persepsi individu dalam mengendalikan waktu secara efisien untuk membuat pemanfaatan waktu secara konstruktif.
Berdasarkan penjelasan diatas, penelitian ini akan menggunakan aspek dari Macan (1994), yaitu setting goals and priorities, (making lists and scheduling), preferensi untuk terorganisasi (preferences for organization), dan
kemampuan mengendalikan waktu (perceived control of time) untuk mengungkap kemampuan manajemen waktu pada mahasiswa yang bekerja. C. Hubungan Manajemen Waktu dan Work-study Conflict pada Mahasiswa
Mahasiswa memiliki tugas yang beragam tingkat kesulitannya dalam perkuliahan (Octavia & Nugraha, 2013). Tidak jarang beberapa tugas harus dikumpulkan pada tenggat waktu yang bersamaan. Hal tersebut tentu saja mengharuskan mahasiswa untuk memiliki kemampuan manajemen waktu yang baik sehingga seluruh tugas dapat dikerjakan dengan baik dan dikumpulkan sesuai dengan tenggat waktu yang telah ditetapkan tanpa mengganggu jadwal perkuliahan. Namun, tidak jarang pula mahasiswa memiliki kegiatan lainnya di luar dari kegiatan perkuliahan, seperti bekerja. Tersedianya lahan kerja bagi mahasiswa dan keharusan untuk memenuhi berbagai macam tuntutan kebutuhan menjadi salah satu alasan mahasiswa untuk bekerja. Oleh karena itu, mahasiswa yang bekerja akan diharuskan untuk membagi waktunya antara kegiatan perkuliahan dan pekerjaan sehingga jadwal kegiatan antara kedua peran tersebut dapat dilaksanakan dan tidak bertabrakan.
Mahasiswa yang bekerja memiliki kecenderungan untuk mengalami konflik dalam menjalani perannya, baik sebagai mahasiswa maupun pekerja. Markel dan Frone (1998) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang dapat memicu munculnya work-study conflict adalah jam kerja (working hours). Jam kerja dikaitkan dengan waktu yang dimiliki mahasiswa dalam melaksanakan perannya sebagai pekerja. Jam kerja yang berlebihan dapat menyebabkan
mahasiswa kekurangan waktu untuk melaksanakan perannya sebagai pelajar. Oleh karena itu, mahasiswa harus memiliki kemampuan manajemen waktu yang baik untuk menyeimbangkan waktu yang digunakan dalam pekerjaan dan perkuliahan sehingga tujuan utama dalam pekerjaan dan perkuliahan dapat tercapai.
Kemampuan manajemen waktu yang baik akan meningkatkan keefektifan individu dalam mengerjakan berbagai kegiatan yang dimilikinya. Pada mahasiswa yang bekerja, kemampuan ini sangat bermanfaat untuk mengontrol waktu yang digunakannya sehingga tidak menghambat kinerja mahasiswa dalam peran yang lain selain dalam perkuliahan. Dalam penelitian ini, work-study conflict pada mahasiswa yang bekerja akan diukur berdasarkan aspek manajemen waktu yang dikemukakan oleh Macan (1994), yaitu menetapkan tujuan dan prioritas (setting goals and priority), membuat jadwal dan perencanaan (making lists and scheduling), preferensi untuk terorganisasi (preference for organization), dan kemampuan mengendalikan waktu (perceived control of time).
Aspek pertama dalam manajemen waktu adalah menetapkan tujuan dan prioritas. Tanpa adanya tujuan atau arahan, seseorang akan kehilangan arah dan cenderung untuk melakukan kegiatan yang tidak bermanfaat sehingga waktu yang dimilikinya tidak digunakan secara efektif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Macan, Shahani, Dipboye, dan Phillips (1990) mendukung pernyataan tersebut. Hasil penelitian tersebut mengemukakan bahwa mahasiswa yang
memiliki kemampuan untuk mengontrol waktu dilaporkan memiliki kinerja, kerja, dan kepuasan hidup yang lebih baik secara signifikan. Artinya, memiliki kemampuan manajemen waktu yang tinggi akan membantu mahasiswa untuk menjalankan tujuan utamanya sebagai pelajar dan sebagai pekerja serta mencegah mahasiswa yang bekerja dari konflik antara kuliah dan bekerja.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Alsalem, Alamodi, Hazazi, Shibah, Jabri, dan Albosruor (2017) menyatakan bahwa mahasiswa yang memiliki peluang atau kesempatan untuk melatih kemampuan manajemen waktu, memiliki kinerja akademik yang lebih baik. Penelitian tersebut berhubungan dengan aspek kedua dalam manajemen waktu, yaitu membuat perencanaan dan penjadwalan. Aspek tersebut merupakan penyusunan kegiatan yang berorientasi pada tujuan sehingga kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Tidak adanya perencanaan dan penjadwalan akan meningkatkan risiko terjadinya konflik antara perkuliahan dan pekerjaan, terlebih lagi jika mahasiswa mendapatkan tekanan ketika menjalani kedua peran tersebut. Adanya perencanaan dan penjadwalan akan mencegah terjadinya selisih antara jadwal kegiatan pekerjaan dan perkuliahan sehingga dapat mengurangi munculnya konflik antara pekerjaan dan perkuliahan.
Aspek ketiga, yaitu preferensi untuk terorganisasi, menjelaskan mengenai perilaku atau kebiasaan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatannya secara terorganisir, seperti membuat catatan kegiatan atau memeriksa kembali kegiatan yang telah dilakukan. Aspek ini dikaitkan dengan kesalahan yang dilakukan oleh
mahasiswa yang bekerja dalam melaksanakan perannya sebagai pekerja dan pelajar. Hal tersebut berkaitan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Adam dan Jex (1999) yang mengemukakan bahwa perilaku menyusun prioritas dan memiliki preferensi untuk terorganisasi secara positif berhubungan dengan kemampuan mengendalikan waktu. Dalam konteks ini kemampuan manajemen waktu, khususnya pelaksanaan kegiatan yang terorganisir akan membuat individu memiliki beberapa cadangan kegiatan yang akan dilakukan apabila terdapat agenda kegiatan yang bertabrakan sehingga mengurangi tekanan yang dirasakan individu dalam mengatur kegiatannya menjalani dua atau lebih peran.
Aspek keempat, yaitu kemampuan mengendalikan waktu, merupakan keyakinan yang dimiliki mahasiswa yang bekerja dalam menggunakan waktunya dengan efektif untuk melaksanakan tugasnya sebagai pekerja dan pelajar. Ketiga aspek dari kemampuan manajemen waktu sebelumnya dilaporkan berhubungan dengan keyakinan untuk mengontrol waktu dalam penelitian yang dilakukan oleh Adam dan Jex (1999), walaupun ketiganya memiliki arah yang berberda. Perilaku menyusun prioritas dan preferensi untuk terorganisasi berpengaruh secara positif terhadap keyakinan untuk mengontrol waktu, sedangkan perilaku perencanaan dan penjadwalan berpengaruh secara negatif terhadap keyakinan untuk mengontrol waktu. Tanpa adanya ketiga aspek tersebut, seorang individu belum tentu mampu memiliki kemampuan mengontrol waktu yang baik.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat dikatakan bahwa kemampuan manajemen waktu dapat dikaitkan dengan mengurangi risiko munculnya konflik
antara pekerjaan dan perkuliahan pada mahasiswa yang bekerja memiliki hubungan yang positif dengan work-study conflict. Mahasiswa yang bekerja dan memiliki kemampuan menetapkan tujuan, menyusun prioritas, membuat perencanaan dan melakukan pencatatan serta evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukannya memiliki kemungkinan yang rendah untuk mengalami konflik kerja-pendidikan atau work-study conflict.
D. Hipotesis Penelitian
Ada hubungan negatif antara manajemen waktu dan work-study conflict pada mahasiswa yang bekerja. Semakin tinggi kemampuan manajemen waktu, maka semakin rendah tingkat work-study conflict pada mahasiswa yang bekerja. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan manajemen waktu, maka semakin tinggi tingkat work-study conflict pada mahasiswa yang bekerja.
31 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel
Terdapat dua variabel yang menjadi variabel penelitian dalam penelitian ini, yaitu:
1. Variabel tergantung : Work-study conflict
2. Variabel bebas : Manajemen waktu
B. Definisi Operasional 1. Work-study conflict
Work-study conflict dalam penelitian ini akan diukur menggunakan skala work-study conflict yang disusun berdasarkan aspek-aspek, yaitu time-based conflict dan strain-based conflict. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, maka semakin tinggi work-study conflict pada subjek. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh subjek, maka semakin rendah pula work-study conflict pada subjek.
2. Manajemen Waktu
Kemampuan manajemen waktu dalam penelitian ini akan diukur berdasarkan aspek-aspek manajemen waktu, yaitu menetapkan sasaran dan menentukan prioritas (setting goals and priorities), perencanaan penjadwalan (making lists and scheduling), preferensi untuk terorganisasi (preference for
organization), dan kemampuan mengontrol waktu (perceived control of time). Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, maka semakin tinggi kemampuan manajemen waktu pada subjek. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh subjek, maka semakin rendah pula kemampuan manajemen waktu pada subjek.
C. Responden Penelitian
Sesuai dengan permasalahan responden yang diangkat dalam penelitian ini, maka penelitian ini akan melibatkan mahasiswa yang minimal telah bekerja selama 1 bulan di Yogyakarta sebagai responden penelitian. Subjek dalam penelitian ini akan ditentukan dengan memilih subjek yang sesuai dengan karakteristik subjek yang telah ditentukan. Karakteristik subjek dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.Mahasiswa aktif 2.Usia 18 – 25 tahun
3.Telah bekerja minimal 1 bulan 4.Laki-laki dan perempuan 5.Berdomisili di Yogyakarta
D. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan metode self-report dalam bentuk kuesioner. Kuesioner penelitian ini menggunakan skala psikologi yang terdiri dari:
1. Skala Work-study conflict
Skala work-study conflict yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala work-study conflict yang disusun berdasarkan aspek-aspek work-study conflict yang dijelaskan oleh Markel dan Frone (1998).
Skala work-study conflict yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 30 aitem. Skala work-study conflict yang digunakan dalam penelitian ini akan mengungkapkan aspek time-based conflict dan strain-based conflict yang dimiliki responden penelitian. 14 aitem dalam alat ukur ini akan mengukur mengenai aspek time-based conflict, sedangkan 16 aitem dalam alat ukur ini akan mengukur mengenai aspek strain-based conflict. Aitem-aitem dalam alat ukur ini merupakan indikator dari masing-masing aspek work-study conflict. Distribusi aitem yang belum diuji coba dalam skala ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1
Distribusi Aitem Skala Work-study conflict Sebelum Uji Coba
Aspek
Aitem Favourable Aitem Unfavourable
Jumlah
Nomor Butir Nomor Butir
Time-Based Conflict 1, 3, 9, 11, 17, 19, 25 5, 7, 13, 15, 21, 23, 29 14 Strain-Based Conflict 2, 4, 10, 12, 18, 20, 27, 28 6, 8, 14, 16, 22, 24, 26, 30 16 TOTAL 15 15 30
Skala work-study conflict yang digunakan dalam penelitian ini terdiri 15 aitem favourable dan 15 aitem unfavourable. Skala ini mengacu pada metode likert scale yang terdiri dari empat pilihan jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Nilai skor untuk aitem favourable diukur dari empat ke satu, sangat sesuai dengan skor 4, sesuai dengan skor 3, tidak sesuai dengan skor 2, dan sangat tidak sesuai dengan skor 1. Sebaliknya, nilai skor untuk aitem unfavourable diukur dari satu ke empat, sangat sesuai dengan skor 1, sesuai dengan skor 2, tidak sesuai dengan skor 3, dan sangat tidak sesuai dengan skor 4. Skor total dalam skala ini mencerminkan tingkat work-study conflict yang dimiliki oleh subjek dalam memenuhi tuntutan dan tanggung jawabnya sebagai pekerja dan sebagai mahasiswa. Semakin tinggi skor total yang diperoleh subjek, menunjukkan bahwa semakin tinggi pula tingkat work-study conflict yang dimiliki subjek. Sebaliknya, semakin rendah skor total yang diperoleh subjek, menunjukkan bahwa semakin rendah pula tingkat work-study conflict yang dimiliki subjek.
2. Skala Manajemen Waktu
Skala manajemen waktu yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh peneliti sendiri berdasarkan aspek-aspek manajemen waktu yang dikemukakan oleh Macan (1994) untuk mengukur kemampuan manajemen waktu mahasiswa yang bekerja. Skala manajemen waktu yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 40 aitem berdasarkan aspek-aspek manajemen
waktu, yaitu menetapkan sasaran dan menentukan prioritas (setting goals and priorities), perencanaan penjadwalan (making lists and scheduling), preferensi untuk terorganisasi (preference for organization), dan kemampuan mengontrol waktu (perceived control of time). Aspek menetapkan sasaran dan menentukan prioritas (setting goals and priorities), perencanaan penjadwalan (making lists and scheduling), dan preferensi untuk terorganisasi (preference for organization) masing-masing aspek akan diukur dengan 10 aitem, dimana 5 aitem bersifat favourable dan 5 aitem lainnya bersifat unfavourable. Sedangkan aspek kemampuan mengontrol waktu (perceived control of time) akan diukur dengan 10 aitem, dimana 4 aitem bersifat favourable dan 6 aitem lainnya bersifat unfavourable. Distribusi aitem yang belum diuji coba dalam skala ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2
Distribusi Aitem Skala Manajemen Waktu Sebelum Uji Coba
Aspek
Aitem Favourable Aitem Unfavourable
Jumlah
Nomor Butir Nomor Butir
Setting Goals & Priorities
1, 9, 18, 25, 33 5, 10, 20, 26, 34 10
Making Lists & Scheduling 2, 13, 19, 29, 36 6, 11, 21, 27, 35 10 Preference for organization 7, 14, 23, 30, 37 3, 12, 22, 28, 38 10 Perceived control of time 8, 17, 24, 39 4, 15, 16, 31, 32, 40 10 TOTAL 19 21 40
Pernyataan-pernyataan dalam skala ini kemudian akan diseleksi dan dipilih untuk menganalisis aitem-aitemnya. Aitem yang tidak valid kemudian akan digugurkan dan tidak akan dipakai dalam pengukuran variabel data penelitian ini, sedangkan aitem yang valid akan dipakai untuk pengukuran variabel data penelitian ini. Skala ini mengacu pada metode likert scale yang terdiri dari empat pilihan jawaban, yaitu Sangat Sering (SS), Sering (S), Jarang (J) dan Tidak Pernah (TP). Nilai skor untuk aitem favourable diukur dari empat ke satu, sangat sering dengan skor 4, sering dengan skor 3, jarang dengan skor 2, dan tidak pernah dengan skor 1. Sebaliknya, nilai skor untuk aitem unfavourable diukur dari satu ke empat, sangat sering dengan skor 1, sering dengan skor 2, jarang dengan skor 3, dan tidak pernah dengan skor 4. Skor total dalam skala ini mencerminkan tingkat kemampuan manajemen waktu yang dimiliki oleh subjek. Semakin tinggi skor total yang diperoleh subjek, menunjukkan bahwa semakin tinggi pula tingkat manajemen waktu yang dimiliki subjek. Sebaliknya, semakin rendah skor total yang diperoleh subjek, menunjukkan bahwa semakin rendah pula tingkat manajemen waktu yang dimiliki subjek.
E. Validitas dan Reliabilitas Skala 1. Validitas
Secara umum, validitas merupakan ketepatan dan kecermatan skala dalam menjalankan fungsi ukurnya (Azwar, 1999). Menurut Azwar (1999),
terdapat beberapa jenis validitas, yaitu (a) validitas isi (content validity) yang merupakan validitas yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau melalui professional judgement; (b) validitas konstruk (construck validity) yang menunjukkan sejauh mana tes mengungkapkan suatu trait atau konstruk teoritik yang akan diukur; (c) validitas berdasarkan kriteria (criteria related validity) yang merupakan validitas yang mengharuskan adanya kriteria eksternal yang dapat dijadikan sebagai dasar pengujian nilai skor dari tes yang dilakukan.
Pengujian validitas dalam penelitian ini menggunakan validitas isi, dimana validitas dilakukan dengan menguji alat ukur yang digunakan dalam penelitian sehingga alat ukur tersebut dapat mengukur seluruh kawasan isi yang hendak diukur. Sebelum alat ukur digunakan, peneliti akan melakukan pengujian terhadap setiap aitem dalam alat ukur. Kemudian, alat ukur akan dinyatakan valid jika aitem-aitem dalam alat ukur tersebut sesuai dengan konsep variabel yang diukur. Hal tersebut membuktikan bahwa apa yang diukur sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan.
Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi product-moment dari Karl Pearson yang mempunyai koefisien validitas antara 0,00 sampai dengan 1,00 dan batasan koefisien korelasi (r) sama dengan 0,30. Semua aitem yang mencapai nilai koefisien korelasi minimal 0,30 pada daya pembedanya dianggap memuaskan.
2. Reliabilitas
Reliabilitas alat ukur merujuk pada konsistensi/keajegan hasil pengukuran. Suatu alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi atau dapat dipercaya, jika alat ukur yang digunakan stabil, ajeg dan dapat diandalkan serta dapat diprediksi atau dapat juga dikatakan jika alat ukur tersebut menghasilkan hasil yang serupa apabila digunakan berkali-kali (Azwar, 2007).
Dalam mengukur reliabilitas skala manajemen waktu dalam penelitian ini, peneliti hanya akan menganalisis aitem-aitem yang telah dinyatakan valid saja. Tinggi rendahnya reliabilitas alat ukur ditunjukkan oleh koefisien Cronbach Alpha, yang bergerak di antara 0 sampai dengan 1. Koefisien reliabilitas Cronbach Alpha akan dihitung dengan menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) version 2.3 for windows. Aitem yang dikatakan reliabel adalah aitem yang memiliki nilai reliabel antara 0,00 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi angka korelasi atau angka korelasi semakin mendekati angka 1,00 maka semakin tinggi pula konsistensinya. Selain itu, jika aitem memiliki nilai reliabel lebih dari 1,00 atau kurang dari 0,00 maka aitem tersebut dianggap tidak reliabel.
F. Metode Analisis Data
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel sehingga termasuk dalam jenis penelitian korelasional. Teknik analisis data yang
akan digunakan untuk menganalisis data tidak normal dalam penelitian ini adalah uji korelasi Spearman rank correlation. Uji korelasi akan menjelaskan hubungan antara dua variabel yang bersifat interval (Hadi, 2015). Analisis data akan dilakukan dengan menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS) version 2.1 for windows. Metode analisis data ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara kemampuan manajemen waktu dengan work-study conflict. Metode analisis data tersebut juga digunakan untuk menunjukkan seberapa besar sumbangan efektif yang diberikan variabel manajemen waktu terhadap work-study conflict.
40
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Orientasi Kancah dan Persiapan 1. Orientasi Kancah
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kemampuan manajemen waktu dan work-study conflict pada mahasiswa yang bekerja di Yogyakarta. Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar karena banyaknya kampus yang ada dalam kota ini. Saat ini, kurang lebih terdapat 60 kampus yang ada di Kota Yogyakarta. Hal itulah yang menjadi bukti bahwa Kota Yogyakarta merupakan kota dengan jumlah kampus terbanyak di Indonesia. Kota ini menjadi salah satu kota pilihan bagi para siswa untuk menimba ilmu, baik siswa dari pulau Jawa maupun dari luar pulau Jawa.
Kota Yogyakarta yang didominasi oleh pelajar menjadi sasaran bagi para pengusaha untuk menemukan sumber daya manusia yang berkualitas. Tidak sedikit mahasiswa yang tertarik untuk bekerja saat masih kuliah. Mahasiswa yang bekerja sudah menjadi fenomena yang lazim di kota pelajar ini. Sudah banyak ditemukan mahasiswa yang bekerja di kafe, restoran cepat saji, bahkan perusahaan-perusahaan jasa di Yogyakarta.
Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti terlebih dahulu melakukan wawancara kepada dua mahasiswa yang bekerja dari dua universitas yang berbeda di Yogyakarta untuk memperkuat latar belakang yang dibuat oleh