• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN Kesehatan Aceh TH. 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN Kesehatan Aceh TH. 2011"

Copied!
176
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

P

P

E

E

N

N

D

D

A

A

H

H

U

U

L

L

U

U

A

A

N

N

Pembangunan kesehatan secara umum bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat, bagi setiap orang untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Untuk mencapai tujuan tersebut dilaksanakan kegiatan pembangunan kesehatan secara menyeluruh, terpadu, sistematis, dan berkesinambungan, oleh pemerintah, pemerintah Aceh maupun pemerintah Kabupaten/kota, beserta masyarakat, termasuk dunia usaha. Ditingkat Global, kesehatan diakui sebagai instrumen strategis untuk mengurangi kemiskinan yang harus dicapai pada tahun 2015, seperti dinyatakan dalam MDGs (Millenium Development Goals). Dari delapan tujuan MDGs, enam menyangkut intervensi kesehatan, yaitu : (a) perbaikan gizi, (b) penurunan jumlah kematian ibu, (c) penurunan jumlah kematian bayi (d) eliminasi malaria, penurunan rev TBC dan HIV/AIDS, (e) akses terhadap air bersih dan (f) akses terhadap obat essensial.

Menurut WHO, dalam Sistem Kesehatan selalu harus ada Subsistem Informasi yang mendukung subsistem lainnya. Tidak mungkin subsistem lain dapat bekerja tanpa didukung dengan Sistem Informasi Kesehatan. Sebaliknya, Sistem Informasi Kesehatan tidak mungkin bekerja sendiri tanpa subsistem lain. Ini tercermin dalam SKN 2009, dimana terdapat Subsistem Manajemen dan Informasi Kesehatan yang menaungi pengembangan Sistem Informasi Kesehatan.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 17 ayat 1 menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab terhadap ketersediaan akses informasi, edukasi dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Selain itu pasal 168 menyebutkan

(2)

bahwa untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif dan efisien diperlukan informasi kesehatan, yang dilakukan melalui sistem informasi dan melalui kerjasama lintas sektor dengan ketentuan lebih lanjut akan diatur dengan peraturan pemerintah. Sedangkan pasal 169 disebutkan pemerintah memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memperolah akses terhadap informasi kesehatan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Untuk mendukung hal tersebut, salah satu keluaran penyelenggaraan sistem informasi bagi masyarakat di Provinsi Aceh adalah Profil Kesehatan Aceh, salah satu paket penyajian data dan informasi kesehatan tentang derajat kesehatan, upaya kesehatan, sumber daya kesehatan dan kinerja tahunan.

Metodelogi penyusunan Profil Kesehatan Provinsi Aceh 2011 ini dilakukan dengan pengumpulan data, memvalidasi, analisis, korelasi antar tabel dan program, serta check and balance dari seluruh kegiatan program yang dihimpun dari seluruh kabupaten/kota.

Data profil ini belum termasuk yang berasal dari fasilitas kesehatan swasta, praktek-praktek swasta serta dokter swasta. Sajian data dilakukan dalam bentuk tabel, grafik dan pencapaian indikator Standar Pelayanan Minimum (SPM) per kabupaten/kota.

Verifikasi data juga dilakukan pada Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), serta dukungan informasi dari Kabupaten/Kota. Profil Kesehatan Aceh 2011 ini terdiri atas 5 (lima) bab, yaitu:

Bab I – Pendahuluan. Bab ini menyajikan tentang latar belakang serta sistematika penyajian Profil.

Bab II - Situasi Umum dan Perilaku Penduduk. Bab ini menyajikan tentang gambaran umum, yang meliputi: kependudukan, perekonomian, pendidikan, dan lingkungan fisik; serta perilaku hidup sehat.

(3)

Bab III - Situasi Derajat Kesehatan. Bab ini berisi uraian tentang hasil-hasil pembangunan kesehatan sampai dengan tahun 2011.

Bab IV – Situasi Upaya Kesehatan. Bab ini berisi tentang upaya-upaya kesehatan yang telah dilaksanakan oleh bidang kesehatan sampai tahun 2011, untuk tercapainya dan berhasilnya program-program pembangunan di bidang kesehatan.

Bab V- Situasi Sumber Daya Kesehatan. Bab ini berisi uraian tentang sarana kesehatan, tenaga kesehatan, pembiayaan kesehatan dan sumber daya kesehatan lainnya.

(4)

BAB II

G

G

A

A

M

M

B

B

A

A

R

R

A

A

N

N

U

U

M

M

U

U

M

M

1. Luas Wilayah

Aceh adalah sebuah provinsi paling barat Indonesia. Aceh mempunyai luas wilayah sebesar 58.375,63 km2, yang terletak antara 20 sampai 60 lintang utara dan 950sampai 980 lintang selatan. Wilayah Aceh terdiri dari 119 buah pulau, 73 sungai besar dan 35 gunung.

Ketinggian rata-rata wilayah adalah 125 meter di atas permukaan laut. Temperatur rata-rata 25 0 Celsius, dengan kelembaban rata-rata 85 persen dan curah hujan rata-rata setiap tahun berkisar 3,0 sampai 245,9 mm.

Provinsi Aceh berbatasan langsung dengan Selat Malaka di sebelah utara, Provinsi Sumatera Utara di sebelah timur dan Samudera Hindia di sebelah barat dan selatan.

2. Jumlah Kecamatan

Provinsi Aceh dengan ibu-kota Banda Aceh, terdiri dari 23 kabupaten/kota dan 276 kecamatan.

3. Jumlah Desa/Kelurahan

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di bawah kabupaten. Sementara kelurahan adalah suatu wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten/kota dalam wilayah kerja kecamatan. Adapun jumlah desa/gampong/kelurahan adalah sebanyak 6.486 desa.

4. Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur.

Jumlah penduduk menurut kelompok umur dapat menunjukkan jumlah penduduk produktif dan nonproduktif. Pengelompokan penduduk

(5)

dalam usia produktif dan nonproduktif dapat digunakan sebagai acuan menghitung Angka Beban Tanggungan (ABT) yang merupakan indikator ekonomi di suatu daerah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Aceh tahun 2011sebanyak 4.597.308 jiwa.

Grafik 2.1

Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Provinsi Aceh Tahun 2011

5. Jumlah Rumah tangga/Kepala keluarga.

Dari seluruh jumlah rumah tangga (1.151.186) di kabupaten/kota, rata-rata dalam satu rumah tangga dihuni oleh 4 orang anggota keluarga.

6. Kepadatan Penduduk

Rata-rata tingkat kepadatan penduduk Aceh tahun 2011 adalah 79 orang per kilometer persegi. Daerah yang paling tinggi tingkat kepadatannya adalah Kota Banda Aceh, yaitu 3,725 orang per kilometer persegi. Sedangkan yang terendah Kabupaten Gayo Lues, yakni 14 orang per kilometer persegi.

Kepadatan penduduk dipengaruhi oleh besarnya wilayah pada masing-masing kabupaten/kota. Kepadatan penduduk dari sektor kesehatan merupakan indikator dalam melihat beberapa kondisi kesehatan yang akan muncul terutama kondisi kesehatan lingkungan yang berkaitan

259,519 496,048 1,150,855 318,739 75,281 245,206 470,074 1,161,030 320,860 99,696 0-4 5-14 15-44 45-64 >=65 Laki-laki Perempuan

(6)

dengan ketersediaan air minum, air bersih, sistem pembuangan air limbah dan sampah keluarga.

Kepadatan penduduk Provinsi Aceh menurut kabupaten/kota pada tahun 2011 dapat dilihat pada grafik 2.2 berikut.

Grafik 2.2

Kepadatan Penduduk Provinsi Aceh Tahun 2011

Kepadatan penduduk menurut kabupaten/kota bervariasi. Jumlah penduduk terendah adalah di Kota Sabang sebesar 31.355 jiwa, sementara kabupaten dengan jumlah penduduk tertinggi adalah Aceh Utara sebesar 541.878 jiwa.

7. Rasio Beban Tanggungan.

Rasio Beban Tanggungan adalah Perbandingan antara banyaknya orang yang belum produktif (usia kurang dari 15 tahun) dan tidak produktif lagi (usia 65 tahun ke atas) dengan banyaknya orang yang termasuk usia produktif (15-64 tahun). Saat ini sebesar 66 % penduduk Indonesia berada dalam usia produktif (16-65 tahun) dengan rasio ketergantungan 57, setiap 100 orang usia produktif harus menanggung 57 orang usia non produktif. Sedangkan pada tahun 2020-2030 mendatang Indonesia akan memiliki 70% penduduk usia produktif dengan rasio ketergantungan turun menjadi sekitar 44-48.

8. Rasio Jenis Kelamin.

Penduduk laki-laki Provinsi Aceh sebanyak 2.300.442 jiwa dan perempuan sebanyak 2.296.866 jiwa. Seks Rasio adalah 100, berarti

0 20 40 60 80

Rata-Rata Jiwa Per Rumah Tangga

KEADAAN PENDUDUK PROVINSI ACEH 2011

dengan ketersediaan air minum, air bersih, sistem pembuangan air limbah dan sampah keluarga.

Kepadatan penduduk Provinsi Aceh menurut kabupaten/kota pada tahun 2011 dapat dilihat pada grafik 2.2 berikut.

Grafik 2.2

Kepadatan Penduduk Provinsi Aceh Tahun 2011

Kepadatan penduduk menurut kabupaten/kota bervariasi. Jumlah penduduk terendah adalah di Kota Sabang sebesar 31.355 jiwa, sementara kabupaten dengan jumlah penduduk tertinggi adalah Aceh Utara sebesar 541.878 jiwa.

7. Rasio Beban Tanggungan.

Rasio Beban Tanggungan adalah Perbandingan antara banyaknya orang yang belum produktif (usia kurang dari 15 tahun) dan tidak produktif lagi (usia 65 tahun ke atas) dengan banyaknya orang yang termasuk usia produktif (15-64 tahun). Saat ini sebesar 66 % penduduk Indonesia berada dalam usia produktif (16-65 tahun) dengan rasio ketergantungan 57, setiap 100 orang usia produktif harus menanggung 57 orang usia non produktif. Sedangkan pada tahun 2020-2030 mendatang Indonesia akan memiliki 70% penduduk usia produktif dengan rasio ketergantungan turun menjadi sekitar 44-48.

8. Rasio Jenis Kelamin.

Penduduk laki-laki Provinsi Aceh sebanyak 2.300.442 jiwa dan perempuan sebanyak 2.296.866 jiwa. Seks Rasio adalah 100, berarti

Rata-Rata Jiwa Per

Rumah Tangga Kepadatan Pendudukper km2 4

79

KEADAAN PENDUDUK PROVINSI ACEH 2011

dengan ketersediaan air minum, air bersih, sistem pembuangan air limbah dan sampah keluarga.

Kepadatan penduduk Provinsi Aceh menurut kabupaten/kota pada tahun 2011 dapat dilihat pada grafik 2.2 berikut.

Grafik 2.2

Kepadatan Penduduk Provinsi Aceh Tahun 2011

Kepadatan penduduk menurut kabupaten/kota bervariasi. Jumlah penduduk terendah adalah di Kota Sabang sebesar 31.355 jiwa, sementara kabupaten dengan jumlah penduduk tertinggi adalah Aceh Utara sebesar 541.878 jiwa.

7. Rasio Beban Tanggungan.

Rasio Beban Tanggungan adalah Perbandingan antara banyaknya orang yang belum produktif (usia kurang dari 15 tahun) dan tidak produktif lagi (usia 65 tahun ke atas) dengan banyaknya orang yang termasuk usia produktif (15-64 tahun). Saat ini sebesar 66 % penduduk Indonesia berada dalam usia produktif (16-65 tahun) dengan rasio ketergantungan 57, setiap 100 orang usia produktif harus menanggung 57 orang usia non produktif. Sedangkan pada tahun 2020-2030 mendatang Indonesia akan memiliki 70% penduduk usia produktif dengan rasio ketergantungan turun menjadi sekitar 44-48.

8. Rasio Jenis Kelamin.

Penduduk laki-laki Provinsi Aceh sebanyak 2.300.442 jiwa dan perempuan sebanyak 2.296.866 jiwa. Seks Rasio adalah 100, berarti

(7)

terdapat 100 laki-laki untuk setiap 100 perempuan. Seks Rasio menurut kabupaten/kota yang terendah adalah Kabupaten Pidie sebesar 94 dan tertinggi adalah Kabupaten Aceh Jaya sebesar 108. Seks Rasio pada kelompok umur 0-4 sebesar 106, kelompok umur 5-9 sebesar 106, kelompok umur lima tahunan dari 10 sampai 64 berkisar antara 87 sampai dengan 105, dan dan kelompok umur 65-69 sebesar 85. Median umur penduduk Provinsi Aceh tahun 2010 adalah 24,18 tahun. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Provinsi Aceh termasuk kategori menengah. Penduduk suatu wilayah dikategorikan penduduk muda bila median umur < 20, penduduk menengah jika median umur 20-30, dan penduduk tua jika median umur > 30 tahun. Lihat pada Grafik 2.3 berikut:

Grafik 2.3

Rasio Beban Tanggungan dan Rasio Jenis Kelamin Provinsi Aceh Tahun 2011

9. Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas yang Melek Huruf.

Penduduk berusia 10 tahun ke atas yang mampu membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya. Saat Profil ini dibuat data belum tersedia.

10. Persentase/Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan berusia 10 tahun ke Atas menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan.

Sekolah adalah Kegiatan bersekolah di sekolah formal yaitu sekolah dasar, menengah dan tinggi, termasuk pendidikan yang disamakan. Tidak/belum pernah bersekolah adalah tidak/belum pernah bersekolah di

0 20 40 60 80 100 120 RASIO BEBAN TANGGUNGAN

terdapat 100 laki-laki untuk setiap 100 perempuan. Seks Rasio menurut kabupaten/kota yang terendah adalah Kabupaten Pidie sebesar 94 dan tertinggi adalah Kabupaten Aceh Jaya sebesar 108. Seks Rasio pada kelompok umur 0-4 sebesar 106, kelompok umur 5-9 sebesar 106, kelompok umur lima tahunan dari 10 sampai 64 berkisar antara 87 sampai dengan 105, dan dan kelompok umur 65-69 sebesar 85. Median umur penduduk Provinsi Aceh tahun 2010 adalah 24,18 tahun. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Provinsi Aceh termasuk kategori menengah. Penduduk suatu wilayah dikategorikan penduduk muda bila median umur < 20, penduduk menengah jika median umur 20-30, dan penduduk tua jika median umur > 30 tahun. Lihat pada Grafik 2.3 berikut:

Grafik 2.3

Rasio Beban Tanggungan dan Rasio Jenis Kelamin Provinsi Aceh Tahun 2011

9. Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas yang Melek Huruf.

Penduduk berusia 10 tahun ke atas yang mampu membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya. Saat Profil ini dibuat data belum tersedia.

10. Persentase/Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan berusia 10 tahun ke Atas menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan.

Sekolah adalah Kegiatan bersekolah di sekolah formal yaitu sekolah dasar, menengah dan tinggi, termasuk pendidikan yang disamakan. Tidak/belum pernah bersekolah adalah tidak/belum pernah bersekolah di

RASIO BEBAN

TANGGUNGAN RASIO JENIS KELAMIN 55.76

100.16

terdapat 100 laki-laki untuk setiap 100 perempuan. Seks Rasio menurut kabupaten/kota yang terendah adalah Kabupaten Pidie sebesar 94 dan tertinggi adalah Kabupaten Aceh Jaya sebesar 108. Seks Rasio pada kelompok umur 0-4 sebesar 106, kelompok umur 5-9 sebesar 106, kelompok umur lima tahunan dari 10 sampai 64 berkisar antara 87 sampai dengan 105, dan dan kelompok umur 65-69 sebesar 85. Median umur penduduk Provinsi Aceh tahun 2010 adalah 24,18 tahun. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Provinsi Aceh termasuk kategori menengah. Penduduk suatu wilayah dikategorikan penduduk muda bila median umur < 20, penduduk menengah jika median umur 20-30, dan penduduk tua jika median umur > 30 tahun. Lihat pada Grafik 2.3 berikut:

Grafik 2.3

Rasio Beban Tanggungan dan Rasio Jenis Kelamin Provinsi Aceh Tahun 2011

9. Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas yang Melek Huruf.

Penduduk berusia 10 tahun ke atas yang mampu membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya. Saat Profil ini dibuat data belum tersedia.

10. Persentase/Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan berusia 10 tahun ke Atas menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan.

Sekolah adalah Kegiatan bersekolah di sekolah formal yaitu sekolah dasar, menengah dan tinggi, termasuk pendidikan yang disamakan. Tidak/belum pernah bersekolah adalah tidak/belum pernah bersekolah di

(8)

sekolah formal, misalnya tamat/belum tamat taman kanak- kanak tetapi melanjutkan ke SD. Tamat sekolah adalah menyelesaikan pelajaran pada kelas atau tingkat terakhir suatu jenjang sekolah, baik negeri maupun swasta, dan telah mendapatkan tanda tamat/ijazah. Orang yang belum mengikuti pelajaran pada kelas tertinggi tetapi telah mengikuti ujian dan lulus dianggap tamat sekolah.

(9)

BAB III

SITUASI DERAJAT KESEHATAN

Perkembangan upaya kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan menjadi salah satu pilar utama membangun daerah. Derajat kesehatan dipengaruhi 4 faktor utama yaitu: lingkungan, prilaku, pelayanan kesehatan dan genetika.

Indikator penting dan sangat sensitif untuk mengukur derajat kesehatan masyarakat antara lain; Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), Umur Harapan Hidup (UHH) dan Status Gizi.

Berikut dijelaskan gambaran dari situasi derajat kesehatan Provinsi Aceh tahun 2011.

A. ANGKA KEMATIAN (MORTALITAS)

Mortalitas adalah ukuran jumlah kematian pada suatu kelompok populasi. Mortalitas dapat mengekspresikan jumlah satuan kematian per 1.000 individu dalam periode waktu tertentu. Berbeda dengan morbiditas yang merujuk angka kesakitan individu dalam periode waktu tertentu. Pada bab ini kita dapat melihat bagaimana gambaran kejadian kematian di Aceh periode tahun 2011.

1. Angka Kematian Bayi (AKB)

Salah satu tujuan Milenium tahun 2015 adalah menurunkan jumlah kematian Anak dengan menghitung Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) di suatu Negara. Upaya percepatan penurunan AKB dan AKABA menjadi prioritas Kementrian Kesehatan RI dan secara konsisten menjadi Rencana Aksi Daerah (RAD) seluruh provinsi dan kabupaten/kota. Upaya ini dilakukan dengan kegiatan program yang fokus, terintegrasi secara sektoral dan berkesinambungan sehingga berdampak ungkit besar terhadap penurunan AKB, AKABA di Aceh.

(10)

Dalam profil ini juga akan disampaikan Angka kejadian lahir mati, oleh karena banyak terjadi kematian pada janin dalam kandungan sebelum dilahirkan. untuk perhitungan indikator ini digunakan definisi operasional yang standar dengan kategori masing-masing yaitu Angka Lahir Mati (ALM), AKB dan AKABA.

Pengertian Lahir Hidup adalah Suatu kelahiran seorang bayi tanpa memperhitungkan lamanya di dalam kandungan, dimana bayi menunjukkan tanda-tanda kehidupan, misalnya: bernafas, ada denyut jantung atau gerakan otot. Sementara yang dimaksud dengan Lahir Mati adalah suatu kelahiran seorang bayi dari kandungan yang berumur paling sedikit 28 minggu tanpa menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Demikian pula yang disebut dengan Angka Lahir Mati adalah Jumlah bayi lahir mati terhadap 1.000 kelahiran (hidup+mati). Bila dilihat dari distribusi yang bersumber dari kesehatan kabupaten diketahui Jumlah Bayi Lahir Mati di Aceh sebanyak 826 jiwa dan Jumlah Lahir Hidup sebanyak 103.206 jiwa, maka Angka Lahir Mati di Aceh tahun 2011 adalah 7,7 per 1.000 LH.

Grafik 3.1 Angka Lahir Mati Provinsi Aceh Tahun 2011

Pada tahun 2011 dilaporkan sejumlah 826 kematian bayi dan 122 kasus kematian anak balita, diasumsikan berasal dari fasilitas pelayanan dasar (puskesmas) dan jaringannya serta fasiltas rujukan (RSUD). Berdasarkan data tersebut dapat diperkirakan AKB dan AKABA Aceh tahun 2011. Dengan menggunakan definisi operasional yang telah ditetapkan

0% 50% 100%

ANGKA LAHIR MATI TAHUN 2011

Dalam profil ini juga akan disampaikan Angka kejadian lahir mati, oleh karena banyak terjadi kematian pada janin dalam kandungan sebelum dilahirkan. untuk perhitungan indikator ini digunakan definisi operasional yang standar dengan kategori masing-masing yaitu Angka Lahir Mati (ALM), AKB dan AKABA.

Pengertian Lahir Hidup adalah Suatu kelahiran seorang bayi tanpa memperhitungkan lamanya di dalam kandungan, dimana bayi menunjukkan tanda-tanda kehidupan, misalnya: bernafas, ada denyut jantung atau gerakan otot. Sementara yang dimaksud dengan Lahir Mati adalah suatu kelahiran seorang bayi dari kandungan yang berumur paling sedikit 28 minggu tanpa menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Demikian pula yang disebut dengan Angka Lahir Mati adalah Jumlah bayi lahir mati terhadap 1.000 kelahiran (hidup+mati). Bila dilihat dari distribusi yang bersumber dari kesehatan kabupaten diketahui Jumlah Bayi Lahir Mati di Aceh sebanyak 826 jiwa dan Jumlah Lahir Hidup sebanyak 103.206 jiwa, maka Angka Lahir Mati di Aceh tahun 2011 adalah 7,7 per 1.000 LH.

Grafik 3.1 Angka Lahir Mati Provinsi Aceh Tahun 2011

Pada tahun 2011 dilaporkan sejumlah 826 kematian bayi dan 122 kasus kematian anak balita, diasumsikan berasal dari fasilitas pelayanan dasar (puskesmas) dan jaringannya serta fasiltas rujukan (RSUD). Berdasarkan data tersebut dapat diperkirakan AKB dan AKABA Aceh tahun 2011. Dengan menggunakan definisi operasional yang telah ditetapkan

0% 50% 100% LAKI-LAKI PEREMPUAN L+ P 8 7.5 7.7

ANGKA LAHIR MATI TAHUN 2011

Dalam profil ini juga akan disampaikan Angka kejadian lahir mati, oleh karena banyak terjadi kematian pada janin dalam kandungan sebelum dilahirkan. untuk perhitungan indikator ini digunakan definisi operasional yang standar dengan kategori masing-masing yaitu Angka Lahir Mati (ALM), AKB dan AKABA.

Pengertian Lahir Hidup adalah Suatu kelahiran seorang bayi tanpa memperhitungkan lamanya di dalam kandungan, dimana bayi menunjukkan tanda-tanda kehidupan, misalnya: bernafas, ada denyut jantung atau gerakan otot. Sementara yang dimaksud dengan Lahir Mati adalah suatu kelahiran seorang bayi dari kandungan yang berumur paling sedikit 28 minggu tanpa menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Demikian pula yang disebut dengan Angka Lahir Mati adalah Jumlah bayi lahir mati terhadap 1.000 kelahiran (hidup+mati). Bila dilihat dari distribusi yang bersumber dari kesehatan kabupaten diketahui Jumlah Bayi Lahir Mati di Aceh sebanyak 826 jiwa dan Jumlah Lahir Hidup sebanyak 103.206 jiwa, maka Angka Lahir Mati di Aceh tahun 2011 adalah 7,7 per 1.000 LH.

Grafik 3.1 Angka Lahir Mati Provinsi Aceh Tahun 2011

Pada tahun 2011 dilaporkan sejumlah 826 kematian bayi dan 122 kasus kematian anak balita, diasumsikan berasal dari fasilitas pelayanan dasar (puskesmas) dan jaringannya serta fasiltas rujukan (RSUD). Berdasarkan data tersebut dapat diperkirakan AKB dan AKABA Aceh tahun 2011. Dengan menggunakan definisi operasional yang telah ditetapkan

(11)

untuk kedua indikator tersebut maka AKB Aceh tahun 2011 sebesar 8/1000 Lahir Hidup dan AKABA sebesar 9,2/1000 Lahir Hidup. Mungkin angka ini lebih rendah dari perkiraan nasional namun masih dapat dilakukan penyesuaian perhitungan yang aktual dengan sistem kohort, sehingga

adjusted Infant mortality rate dan under five mortality rate dapat mendekati gambaran kondisi di populasi yang sebenarnya. Angka ini lebih rendah dari AKB nasional yaitu 32 per 1.000 lahir hidup.

2. Angka Kematian Balita (AKABA)

Kematian Bayi adalah Kematian yang terjadi pada bayi sebelum mencapai usia satu tahun sedangkan Kematian Anak Balita adalah Kematian yang terjadi pada anak umur 1-4 tahun. Selanjutnya yang dimaksud dengan Kematian Balita adalah Kematian yang terjadi pada balita sebelum usia lima tahun (bayi + anak balita).

Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah anak yang meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun pada periode waktu tertentu dalam 1.000 lahir hidup. Maka AKABA yang dilaporkan di Provinsi Aceh tahun 2011 adalah 9.2/1.000 KH. Artinya dari 1.000 balita lahir hidup terdapat 9 sampai 10 balita yang meninggal dalam setahun.

Grafik 3.2 dibawah ini menunjukan persentase kematian bayi (AKB) dan angka kematian balita (AKABA) di Aceh 2011.

Grafik 3.2

Persentase Kematian Bayi dan Balita Provinsi Aceh Tahun 2011

Proporsi kematian bayi mencapai 47 persen dari seluruh kematian balita. Jika dibandingkan dengan proporsi kematian pada tahun 2010, terjadi penurunan yang sangat berarti. Sebagian besar kematian bayi dikontribusi untuk kedua indikator tersebut maka AKB Aceh tahun 2011 sebesar 8/1000 Lahir Hidup dan AKABA sebesar 9,2/1000 Lahir Hidup. Mungkin angka ini lebih rendah dari perkiraan nasional namun masih dapat dilakukan penyesuaian perhitungan yang aktual dengan sistem kohort, sehingga

adjusted Infant mortality rate dan under five mortality rate dapat mendekati gambaran kondisi di populasi yang sebenarnya. Angka ini lebih rendah dari AKB nasional yaitu 32 per 1.000 lahir hidup.

2. Angka Kematian Balita (AKABA)

Kematian Bayi adalah Kematian yang terjadi pada bayi sebelum mencapai usia satu tahun sedangkan Kematian Anak Balita adalah Kematian yang terjadi pada anak umur 1-4 tahun. Selanjutnya yang dimaksud dengan Kematian Balita adalah Kematian yang terjadi pada balita sebelum usia lima tahun (bayi + anak balita).

Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah anak yang meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun pada periode waktu tertentu dalam 1.000 lahir hidup. Maka AKABA yang dilaporkan di Provinsi Aceh tahun 2011 adalah 9.2/1.000 KH. Artinya dari 1.000 balita lahir hidup terdapat 9 sampai 10 balita yang meninggal dalam setahun.

Grafik 3.2 dibawah ini menunjukan persentase kematian bayi (AKB) dan angka kematian balita (AKABA) di Aceh 2011.

Grafik 3.2

Persentase Kematian Bayi dan Balita Provinsi Aceh Tahun 2011

Proporsi kematian bayi mencapai 47 persen dari seluruh kematian balita. Jika dibandingkan dengan proporsi kematian pada tahun 2010, terjadi penurunan yang sangat berarti. Sebagian besar kematian bayi dikontribusi untuk kedua indikator tersebut maka AKB Aceh tahun 2011 sebesar 8/1000 Lahir Hidup dan AKABA sebesar 9,2/1000 Lahir Hidup. Mungkin angka ini lebih rendah dari perkiraan nasional namun masih dapat dilakukan penyesuaian perhitungan yang aktual dengan sistem kohort, sehingga

adjusted Infant mortality rate dan under five mortality rate dapat mendekati gambaran kondisi di populasi yang sebenarnya. Angka ini lebih rendah dari AKB nasional yaitu 32 per 1.000 lahir hidup.

2. Angka Kematian Balita (AKABA)

Kematian Bayi adalah Kematian yang terjadi pada bayi sebelum mencapai usia satu tahun sedangkan Kematian Anak Balita adalah Kematian yang terjadi pada anak umur 1-4 tahun. Selanjutnya yang dimaksud dengan Kematian Balita adalah Kematian yang terjadi pada balita sebelum usia lima tahun (bayi + anak balita).

Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah anak yang meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun pada periode waktu tertentu dalam 1.000 lahir hidup. Maka AKABA yang dilaporkan di Provinsi Aceh tahun 2011 adalah 9.2/1.000 KH. Artinya dari 1.000 balita lahir hidup terdapat 9 sampai 10 balita yang meninggal dalam setahun.

Grafik 3.2 dibawah ini menunjukan persentase kematian bayi (AKB) dan angka kematian balita (AKABA) di Aceh 2011.

Grafik 3.2

Persentase Kematian Bayi dan Balita Provinsi Aceh Tahun 2011

Proporsi kematian bayi mencapai 47 persen dari seluruh kematian balita. Jika dibandingkan dengan proporsi kematian pada tahun 2010, terjadi penurunan yang sangat berarti. Sebagian besar kematian bayi dikontribusi

(12)

pada periode neonatal, sehingga upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan pada bayi baru lahir menjadi sangat strategis dalam percepatan pencapaiaan target MDGs.

3. Angka Kematian Ibu (AKI)

Angka Kematian ibu adalah Jumlah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan. Kematian yang dihitung dapat terjadi karena kehamilannya, persalinannya dan masa nifas bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh dll.

Untuk mengetahui besaran masalah kesehatan ibu, indikator yang digunakan adalah Angka Kematian Ibu (AKI). Perhitungan AKI disetiap kabupaten/kota sulit dilakukan, karena jumlah kelahiran hidup tidak mencapai 100.000 kelahiran dan masih ada kemungkinan under reported. Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 angka kematian ibu menurun dari 307 per 100.000 KH menjadi 228 per 100.000 KH. Target penurunan AKI tahun 2014 adalah 118 per 100.000 KH. Upaya efektif untuk menurunkan angka kematian ibu adalah dengan meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan profesional di fasilitas kesehatan, meningkatkan penggunaan kontrasepsi paska salin dan penanganan komplikasi maternal.

Pada lampiran ini di ketahui bahwa jumlah kematian ibu pada tahun 2011 di Aceh Utara (20 kasus) kemudian dari kabupaten Bireun (16 kasus) ; Aceh Tamiang (13 kasus); Aceh Timur dan Pidie masing-asing sebanyak 12 kasus. Perhitungan Angka Kematian Ibu (AKI) dapat dikonversi dalam 100.000 kelahiran hidup. Hasilperhitungan diketahui bhwa AKI tahun 2011 di Aceh sebesar 158/100.000 Lahir Hidup. Kematian tertinggi terjadi pada ibu bersalin (108 kasus) dan pada usia reproduktif antara (20-34 tahun). Karakteristik usia ibu, merupakan salah satu faktor risiko tinggi kematian maternal. Bahwa usia<20 tahun dan diatas 35 tahun dikategorikan sebagai usia risiko tinggi terhadap kehamilan dan persalinan yang berdampak terhadap kematian maternal. Pada tabel diatas terlihat bahwa usia >35

(13)

tahun memberi kontribusi 31,3% (51 kasus) terhadap kematian ibu, sementara usia 20 tahun memberi kontribusi 2.4% (4 kasus) terhadap total kematian ibu pada tahun 2011. Gambar berikut ini memperlihatkan proporsi kematian ibu berdasarkan umur.

Grafik 3.3

Proporsi Kematian Ibu Berdasarkan Umur Provinsi Aceh Tahun 2011

Jika dilihat dari porsi penyebab kematian bahwa perdarahan (38%) kemudian Eklamsi (20%) dan infeksi (4%), kasus lain sebagai penyebab memberi kontribusi 37% namun tidak di jelaskan secara rinci, namun dijelaskan dalam program KIA. gambar berikut menunjukan persentase penyebab kematian ibu berdasarkan penyebab pada tahun 2011.

Grafik 3.4

Persentase Penyebab Kematian Ibu Provinsi Aceh Tahun 2011

Melihat kondisi ini beberapa upaya yang harus tetap dilakukan adalah mendeteksi dini kehamilan risiko tinggi oleh tenaga kesehatan, meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan ibu dan menjamin bahwa seluruh persalinan dilakukan oleh tenaga kesehatan professional di tahun memberi kontribusi 31,3% (51 kasus) terhadap kematian ibu, sementara usia 20 tahun memberi kontribusi 2.4% (4 kasus) terhadap total kematian ibu pada tahun 2011. Gambar berikut ini memperlihatkan proporsi kematian ibu berdasarkan umur.

Grafik 3.3

Proporsi Kematian Ibu Berdasarkan Umur Provinsi Aceh Tahun 2011

Jika dilihat dari porsi penyebab kematian bahwa perdarahan (38%) kemudian Eklamsi (20%) dan infeksi (4%), kasus lain sebagai penyebab memberi kontribusi 37% namun tidak di jelaskan secara rinci, namun dijelaskan dalam program KIA. gambar berikut menunjukan persentase penyebab kematian ibu berdasarkan penyebab pada tahun 2011.

Grafik 3.4

Persentase Penyebab Kematian Ibu Provinsi Aceh Tahun 2011

Melihat kondisi ini beberapa upaya yang harus tetap dilakukan adalah mendeteksi dini kehamilan risiko tinggi oleh tenaga kesehatan, meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan ibu dan menjamin bahwa seluruh persalinan dilakukan oleh tenaga kesehatan professional di tahun memberi kontribusi 31,3% (51 kasus) terhadap kematian ibu, sementara usia 20 tahun memberi kontribusi 2.4% (4 kasus) terhadap total kematian ibu pada tahun 2011. Gambar berikut ini memperlihatkan proporsi kematian ibu berdasarkan umur.

Grafik 3.3

Proporsi Kematian Ibu Berdasarkan Umur Provinsi Aceh Tahun 2011

Jika dilihat dari porsi penyebab kematian bahwa perdarahan (38%) kemudian Eklamsi (20%) dan infeksi (4%), kasus lain sebagai penyebab memberi kontribusi 37% namun tidak di jelaskan secara rinci, namun dijelaskan dalam program KIA. gambar berikut menunjukan persentase penyebab kematian ibu berdasarkan penyebab pada tahun 2011.

Grafik 3.4

Persentase Penyebab Kematian Ibu Provinsi Aceh Tahun 2011

Melihat kondisi ini beberapa upaya yang harus tetap dilakukan adalah mendeteksi dini kehamilan risiko tinggi oleh tenaga kesehatan, meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan ibu dan menjamin bahwa seluruh persalinan dilakukan oleh tenaga kesehatan professional di

(14)

fasilitas kesehatan. Selain itu peningkatan kapasitas tenaga kesehatan berbasis kompetensi, khususnya petugas KIA masih sangat perlu dilakukan secara konsisten mengingat kematian banyak terjadi pada saat persalinan. Prioritas perhatian yang tinggi terutama pada kabupaten penyumbang terbanyak kasus kematian dan pada daerah terpencil dan kepulauan merupakan isu strategis yang harus dicermati dan difasilitasi oleh pemerintah.

Jumlah Kematian Ibu yang dilaporkan adalah 163 orang dari perhitungan AKI tahun 2011 sebesar 158/100.000 LH. Sementara Angka Kematian Ibu (AKI) di Aceh, bila dibandingkan pada tahun 2010 terjadi penurunan dari 193/100000 menjadi 158/100.000 LH di tahun 2011. Kabupaten Pidie, Bireuen, Aceh Utara dan Aceh Tamiang memberi kontribusi jumlah kematian ibu paling banyak yaitu antara 12 s/d 20 kematian.

Penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan dan infeksin (Laporan PWS KIA, 2011). Jumlah kematian ibu merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan pada sektor kesehatan. Jumlah kematian ibu meliputi kematian yang terkait dengan masa kehamilan, persalinan dan nifas.

B. ANGKA KESAKITAN (MORBIDITAS)

Morbiditas adalah angka kesakitan (insidensi atau prevalensi) suatu penyakit yang terjadi pada suatu populasi dalam kurun waktu tertentu. Berikut akan dijelaskan beberapa jenis penyakit menular serta upaya pencegahan dan penanggulangannya penyakit menular dan tidak menular di Aceh tahun 2011. Gambaran morbiditas penyakit dalam ini didapat dari hasil kegiatan program P2PL dan terbatas pada penyakit menular saja sementara prevalensi penyakit tidak menular dapat dilihat di Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 dan 2011.

1. Angka Penemuan dan Penanggulangan Penderita Penyakit “Acute Flaccid Paralysis” (AFP)

(15)

berusia <15 tahun yang bersifat layuh (flaccid) terjadi secara akut, mendadak dan bukan disebabkan ruda paksa. AFP rate adalah Jumlah kasus AFP Non Polio yang ditemukan diantara 100.000 penduduk berusia <15 tahun di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Berdasarkan data surveilans tahun 2011, dilakukan pengamatan terhadap semua kasus AFP pada anak usia <15 tahun yang merupakan kelompok yang rentan terhadap penyakit Polio. Jumlah penduduk Aceh yang berusia <15 tahun berjumlah 766,466 jiwa dengan jumlah kasus AFP (Non Polio) sebanyak 38 orang. Jumlah kasus tersebut merupakan data yang ditemukan di wilayah kerja puskesmas dan di rumah sakit. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut diketahui bahwa AFP Rate (Non Polio) sebesar 4.96/100.000 penduduk ( P2P 2011).

2. Prevalensi Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis. Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru. Pada waktu penderita batuk butir-butir air ludah beterbangan diudara dan terhisap oleh orang yang sehat dan masuk kedalam parunya yang kemudian menyebabkan penyakit tuberkulosis paru.

Sejak tahun 1995-2000 program nasional penanggulangan tuberkulosis, diterapkan melalui strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Short-course). Program ini telah terintegrasi dalam pelayanan kesehatan dasar 98% di puskesmas, sementara rumah sakit dan BP4/ RSP baru sekitar 30% (Depkes RI, 2009).

Tujuan program ini untuk memutuskan rantai penularan, serta mencegah terjadinya multi drug resistance (MDR). Target program penanggulangan tuberkulosis adalah tercapainya penemuan pasien baru tuberkulosis Basil Tahan Asam (BTA) positif minimal 70% dari perkiraan dengan angka kesembuhan minimal 85%. Target ini diharapkan dapat menurunkan tingkat prevalensi dan kematian akibat tuberkulosis dalam

(16)

upaya mencapai tujuan Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015.

Dari grafik 3.3 dibawah ini menunjukkan jumlah kasus baru (insidens) TB Paru BTA+ adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis) dan kasus lama per 100.000 penduduk pada wilayah dan kurun waktu tertentu, yang berjumlah 96/100.000 penduduk. Sementara kematian akibat TB Paru BTA+ adalah banyaknya kematian karena TB Paru per 100.000 penduduk pada wilayah dan kurun waktu tertentu yang berjumlah 0,9/100.000 penduduk. Di Aceh pada tahun 2011, TB paru BTA + sebesar 8.1/100.000 penduduk. Prevalensi TB paru BTA + sebesar 96/100.000 penduduk dan kematian akibat TB sebesar 0.9/100.000 penduduk.

Grafik 3.5

Jumlah Kasus TB Paru dan Kematian Akibat TB Paru Provinsi Aceh Tahun 2011

Dari grafik diatas menunjukan hanya 1 persen atau 41 orang kematian yang terjadi dari 4.423 kasus.

3. Angka Penemuan Kasus TB Paru BTA+

Jumlah perkiraan penderita baru TB BTA positif adalah Insiden Rate TB baru BTA positif per 100.000 penduduk dikali jumlah penduduk pada suatu wilayah tertentu. Di Provinsi Aceh tahun 2011 perkiraan penderita baru berjumlah 3472 dengan angka insiden 75,5/100.000 penduduk.

Gejala klinis pada penderita TB Paru ditandai dengan demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari

0 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000

JLH TB LAMA & BARU

upaya mencapai tujuan Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015.

Dari grafik 3.3 dibawah ini menunjukkan jumlah kasus baru (insidens) TB Paru BTA+ adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis) dan kasus lama per 100.000 penduduk pada wilayah dan kurun waktu tertentu, yang berjumlah 96/100.000 penduduk. Sementara kematian akibat TB Paru BTA+ adalah banyaknya kematian karena TB Paru per 100.000 penduduk pada wilayah dan kurun waktu tertentu yang berjumlah 0,9/100.000 penduduk. Di Aceh pada tahun 2011, TB paru BTA + sebesar 8.1/100.000 penduduk. Prevalensi TB paru BTA + sebesar 96/100.000 penduduk dan kematian akibat TB sebesar 0.9/100.000 penduduk.

Grafik 3.5

Jumlah Kasus TB Paru dan Kematian Akibat TB Paru Provinsi Aceh Tahun 2011

Dari grafik diatas menunjukan hanya 1 persen atau 41 orang kematian yang terjadi dari 4.423 kasus.

3. Angka Penemuan Kasus TB Paru BTA+

Jumlah perkiraan penderita baru TB BTA positif adalah Insiden Rate TB baru BTA positif per 100.000 penduduk dikali jumlah penduduk pada suatu wilayah tertentu. Di Provinsi Aceh tahun 2011 perkiraan penderita baru berjumlah 3472 dengan angka insiden 75,5/100.000 penduduk.

Gejala klinis pada penderita TB Paru ditandai dengan demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari

JLH TB LAMA & BARU JLH KEMATIAN 4,423

41

upaya mencapai tujuan Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015.

Dari grafik 3.3 dibawah ini menunjukkan jumlah kasus baru (insidens) TB Paru BTA+ adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis) dan kasus lama per 100.000 penduduk pada wilayah dan kurun waktu tertentu, yang berjumlah 96/100.000 penduduk. Sementara kematian akibat TB Paru BTA+ adalah banyaknya kematian karena TB Paru per 100.000 penduduk pada wilayah dan kurun waktu tertentu yang berjumlah 0,9/100.000 penduduk. Di Aceh pada tahun 2011, TB paru BTA + sebesar 8.1/100.000 penduduk. Prevalensi TB paru BTA + sebesar 96/100.000 penduduk dan kematian akibat TB sebesar 0.9/100.000 penduduk.

Grafik 3.5

Jumlah Kasus TB Paru dan Kematian Akibat TB Paru Provinsi Aceh Tahun 2011

Dari grafik diatas menunjukan hanya 1 persen atau 41 orang kematian yang terjadi dari 4.423 kasus.

3. Angka Penemuan Kasus TB Paru BTA+

Jumlah perkiraan penderita baru TB BTA positif adalah Insiden Rate TB baru BTA positif per 100.000 penduduk dikali jumlah penduduk pada suatu wilayah tertentu. Di Provinsi Aceh tahun 2011 perkiraan penderita baru berjumlah 3472 dengan angka insiden 75,5/100.000 penduduk.

Gejala klinis pada penderita TB Paru ditandai dengan demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari

(17)

disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Penurunan nafsu makan dan berat badan, batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Perasaan tidak enak (malaise) dan lemah. Biasanya pada penderita sering juga terjadi sumbatan pada sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak. Provinsi Aceh pada tahun 2011 jumlah TB Paru klinis yang ditemukan berjumlah 27.821 penderita dan pada tahun 2011 penemuan kasus TB Paru BTA + sebanyak TB Paru BTA+ 3.616 dengan CDR sebesar 65.41%. Rendahnya CDR diantaranya disebabkan oleh karena

 Belum semua unit kesehatan khususnya BP4/RS pemerintah, maupun RS swasta yang melaksanakan strategi DOTS.

 Kontribusi rumah sakit dalam penemuan kasus tuberkulosis dengan strategi DOTS baru mencapai 3,8% dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan ketika gejala menyerupai tuberkulosis muncul.

Grafik 3.6

Jumlah Kasus dan Angka Penemuan Kasus TB Paru BTA+ Provinsi Aceh Tahun 2011

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 JLH PERKIRAAN KASUS

disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Penurunan nafsu makan dan berat badan, batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Perasaan tidak enak (malaise) dan lemah. Biasanya pada penderita sering juga terjadi sumbatan pada sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak. Provinsi Aceh pada tahun 2011 jumlah TB Paru klinis yang ditemukan berjumlah 27.821 penderita dan pada tahun 2011 penemuan kasus TB Paru BTA + sebanyak TB Paru BTA+ 3.616 dengan CDR sebesar 65.41%. Rendahnya CDR diantaranya disebabkan oleh karena

 Belum semua unit kesehatan khususnya BP4/RS pemerintah, maupun RS swasta yang melaksanakan strategi DOTS.

 Kontribusi rumah sakit dalam penemuan kasus tuberkulosis dengan strategi DOTS baru mencapai 3,8% dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan ketika gejala menyerupai tuberkulosis muncul.

Grafik 3.6

Jumlah Kasus dan Angka Penemuan Kasus TB Paru BTA+ Provinsi Aceh Tahun 2011

JLH PERKIRAAN

KASUS

JLH KASUS

KLINIS JLH KASUSBTA + CDR 5529

27821

3616

65.41

disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Penurunan nafsu makan dan berat badan, batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Perasaan tidak enak (malaise) dan lemah. Biasanya pada penderita sering juga terjadi sumbatan pada sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak. Provinsi Aceh pada tahun 2011 jumlah TB Paru klinis yang ditemukan berjumlah 27.821 penderita dan pada tahun 2011 penemuan kasus TB Paru BTA + sebanyak TB Paru BTA+ 3.616 dengan CDR sebesar 65.41%. Rendahnya CDR diantaranya disebabkan oleh karena

 Belum semua unit kesehatan khususnya BP4/RS pemerintah, maupun RS swasta yang melaksanakan strategi DOTS.

 Kontribusi rumah sakit dalam penemuan kasus tuberkulosis dengan strategi DOTS baru mencapai 3,8% dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan ketika gejala menyerupai tuberkulosis muncul.

Grafik 3.6

Jumlah Kasus dan Angka Penemuan Kasus TB Paru BTA+ Provinsi Aceh Tahun 2011

(18)

4. Angka Kesembuhan Penderita TB Paru BTA+

Angka Kesembuhan Penderita TB Paru adalah penderita TB Paru yang setelah menerima pengobatan anti TB paru dinyatakan sembuh (hasil pemeriksaan dahaknya menunjukkan 2 kali negatif). Pengobatan Lengkap adalah pasien baru TB BTA+ yang telah menjalani pengobatan dengan OAT selama 6 bulan.

Angka Kesembuhan Penderita (AKP) tuberkulosis adalah persentase kasus pasien baru yang tercatat positif terinfeksi tuberkulosis yang berobat sendiri atau berobat melalui strategi DOTS secara lengkap dan selesai. Dari Grafik 3.7 dibawah ini dapat di lihat bahwa angka kesembuhan penderita TB paru BTA+sebesar (84,73%). Dari semua penderita TB yang mendapat pengobatan lengkap berjumlah 212 (5,98%). Angka keberhasilan pengobatan (Success Rate/SR) sudah mencapai 90,71%. Angka ini dapat secara langsung dipantau serta akurat dalam kontrol pasien yang diobati melalui DOTS. Pengawasan yang efektif melalui penemuan dan penanganan kasus infeksi akan membatasi risiko penyebarannya.

Grafik 3.7

Angka Kesembuhan Penderita Tuberkulosis BTA Positif Provinsi Aceh Tahun 2011

5. Persentase Balita dengan Pneumonia Ditangani

Radang paru-paru (Pneumonia) adalah sebuah penyakit pada paru-paru di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer meradang dan terisi oleh cairan. Radang

0 20 40 60 80 100 Angka Kesembuhan Penderita TB Paru BTA+ 84.73

4. Angka Kesembuhan Penderita TB Paru BTA+

Angka Kesembuhan Penderita TB Paru adalah penderita TB Paru yang setelah menerima pengobatan anti TB paru dinyatakan sembuh (hasil pemeriksaan dahaknya menunjukkan 2 kali negatif). Pengobatan Lengkap adalah pasien baru TB BTA+ yang telah menjalani pengobatan dengan OAT selama 6 bulan.

Angka Kesembuhan Penderita (AKP) tuberkulosis adalah persentase kasus pasien baru yang tercatat positif terinfeksi tuberkulosis yang berobat sendiri atau berobat melalui strategi DOTS secara lengkap dan selesai. Dari Grafik 3.7 dibawah ini dapat di lihat bahwa angka kesembuhan penderita TB paru BTA+sebesar (84,73%). Dari semua penderita TB yang mendapat pengobatan lengkap berjumlah 212 (5,98%). Angka keberhasilan pengobatan (Success Rate/SR) sudah mencapai 90,71%. Angka ini dapat secara langsung dipantau serta akurat dalam kontrol pasien yang diobati melalui DOTS. Pengawasan yang efektif melalui penemuan dan penanganan kasus infeksi akan membatasi risiko penyebarannya.

Grafik 3.7

Angka Kesembuhan Penderita Tuberkulosis BTA Positif Provinsi Aceh Tahun 2011

5. Persentase Balita dengan Pneumonia Ditangani

Radang paru-paru (Pneumonia) adalah sebuah penyakit pada paru-paru di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer meradang dan terisi oleh cairan. Radang

Angka Kesembuhan Penderita TB Paru BTA+ Cakupan Pengobatan TB Paru Lengkap Angka Kesuksesan (Success Rate) 84.73 5.98 90.71 4. Angka Kesembuhan Penderita TB Paru BTA+

Angka Kesembuhan Penderita TB Paru adalah penderita TB Paru yang setelah menerima pengobatan anti TB paru dinyatakan sembuh (hasil pemeriksaan dahaknya menunjukkan 2 kali negatif). Pengobatan Lengkap adalah pasien baru TB BTA+ yang telah menjalani pengobatan dengan OAT selama 6 bulan.

Angka Kesembuhan Penderita (AKP) tuberkulosis adalah persentase kasus pasien baru yang tercatat positif terinfeksi tuberkulosis yang berobat sendiri atau berobat melalui strategi DOTS secara lengkap dan selesai. Dari Grafik 3.7 dibawah ini dapat di lihat bahwa angka kesembuhan penderita TB paru BTA+sebesar (84,73%). Dari semua penderita TB yang mendapat pengobatan lengkap berjumlah 212 (5,98%). Angka keberhasilan pengobatan (Success Rate/SR) sudah mencapai 90,71%. Angka ini dapat secara langsung dipantau serta akurat dalam kontrol pasien yang diobati melalui DOTS. Pengawasan yang efektif melalui penemuan dan penanganan kasus infeksi akan membatasi risiko penyebarannya.

Grafik 3.7

Angka Kesembuhan Penderita Tuberkulosis BTA Positif Provinsi Aceh Tahun 2011

5. Persentase Balita dengan Pneumonia Ditangani

Radang paru-paru (Pneumonia) adalah sebuah penyakit pada paru-paru di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer meradang dan terisi oleh cairan. Radang

(19)

di sebabkan oleh bacteria, virus, jamur atau pasilan (parasite) dan penyebab lainnya, seperti kanker paru-paru atau berlebihan minum alkohol yang ditandai dengan batuk, nyeri dada, dan kesulitan bernafas. Pneumonia merupakan penyebab kematian peringkat atas, dan umumnya terjadi di seluruh kelompok umur terutama pada balita dan orang tua dengan batuk menahun.

Pneumonia pada balita ditangani adalah Penemuan dan tatalaksana penderita pneumonia yang mendapat antibiotik sesuai standar atau pneumonia berat dirujuk ke RS di satu wilayah pada kurun waktu tertentu.

Jumlah perkiraan penderita Pneumonia pada balita yaitu 10% dari jumlah balita pada wilayah dan kurun waktu yang sama. Perkiraan Pneumonia pada balita Provinsi Aceh berjumlah 44.293 dan penemuan penderita Pneumonia sebesar1.102 atau 2,5% ini masih jauh dari target nasional yaitu 60%.

Grafik 3.8

Jumlah Penemuan Kasus Pneumonia Pada Balita Provinsi Aceh Tahun 2011

6. Angka Penanganan Kasus HIV/AIDS

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan dampak atau efek dari perkembangbiakan virus Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam tubuh makhluk hidup dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun. Dari grafik 3.9 dibawah ini jumlah

(20)

kasus HIV-AIDS yang terjadi adalah HIV berjumlah 15 orang, AIDS berjumlah 29 orang dan Infeksi Seksual 69 orang sementara jumlah kematian AIDS bejumlah 16 orang.

Grafik 3.9

Jumlah HIV, AIDS, IMS dan Kematian AIDS Provinsi Aceh Tahun 2011

7. Angka Pengobatan Infeksi Menular Seksual (IMS)

Infeksi menular seksual (IMS) disebut juga Penyakit menular seksual (PMS) yang cara penularannya melalui hubungan seksual (vaginal, oral, anal) dengan pasangan yang sudah tertular. Sebaiknya IMS cepat diobati karena menjadi pintu gerbang masuknya HIV ke dalam tubuh kita. Penularan IMS juga dapat terjadi dengan cara lain, seperti melalui transfusi darah dengan darah yang sudah terinfeksi HIV, saling bertukar jarum suntik pada pemakaian narkoba, tertusuk jarum suntik yang tidak steril secara sengaja/tidak sengaja, menindik telinga atau tato dengan jarum yang tidak steril, penggunaan alat pisau cukur secara bersama-sama (khususnya jika terluka dan menyisakan darah pada alat). IMS pada ibu hamil bisa tertular kepada bayi pada saat hamil atau saat melahirkan dan juga saat menyusui. Berdasarkan informasi dari bidang P2PL dinas kesehatan Provinsi Aceh tidak ditemukan kasus IMS pada tahun 2011

8. Cakupan Skrining terhadap HIV.

Uji saring (skrining) darah donor dalam upaya penanggulangan AIDS dilakukan oleh Palang Merah Indonesia (PMI) sejak 1992 berdasarkan Kepmenkes No 622/VII/1992. Tes sifilis mulai dilakukan pada 1974, kasus HIV-AIDS yang terjadi adalah HIV berjumlah 15 orang, AIDS berjumlah 29 orang dan Infeksi Seksual 69 orang sementara jumlah kematian AIDS bejumlah 16 orang.

Grafik 3.9

Jumlah HIV, AIDS, IMS dan Kematian AIDS Provinsi Aceh Tahun 2011

7. Angka Pengobatan Infeksi Menular Seksual (IMS)

Infeksi menular seksual (IMS) disebut juga Penyakit menular seksual (PMS) yang cara penularannya melalui hubungan seksual (vaginal, oral, anal) dengan pasangan yang sudah tertular. Sebaiknya IMS cepat diobati karena menjadi pintu gerbang masuknya HIV ke dalam tubuh kita. Penularan IMS juga dapat terjadi dengan cara lain, seperti melalui transfusi darah dengan darah yang sudah terinfeksi HIV, saling bertukar jarum suntik pada pemakaian narkoba, tertusuk jarum suntik yang tidak steril secara sengaja/tidak sengaja, menindik telinga atau tato dengan jarum yang tidak steril, penggunaan alat pisau cukur secara bersama-sama (khususnya jika terluka dan menyisakan darah pada alat). IMS pada ibu hamil bisa tertular kepada bayi pada saat hamil atau saat melahirkan dan juga saat menyusui. Berdasarkan informasi dari bidang P2PL dinas kesehatan Provinsi Aceh tidak ditemukan kasus IMS pada tahun 2011

8. Cakupan Skrining terhadap HIV.

Uji saring (skrining) darah donor dalam upaya penanggulangan AIDS dilakukan oleh Palang Merah Indonesia (PMI) sejak 1992 berdasarkan Kepmenkes No 622/VII/1992. Tes sifilis mulai dilakukan pada 1974, kasus HIV-AIDS yang terjadi adalah HIV berjumlah 15 orang, AIDS berjumlah 29 orang dan Infeksi Seksual 69 orang sementara jumlah kematian AIDS bejumlah 16 orang.

Grafik 3.9

Jumlah HIV, AIDS, IMS dan Kematian AIDS Provinsi Aceh Tahun 2011

7. Angka Pengobatan Infeksi Menular Seksual (IMS)

Infeksi menular seksual (IMS) disebut juga Penyakit menular seksual (PMS) yang cara penularannya melalui hubungan seksual (vaginal, oral, anal) dengan pasangan yang sudah tertular. Sebaiknya IMS cepat diobati karena menjadi pintu gerbang masuknya HIV ke dalam tubuh kita. Penularan IMS juga dapat terjadi dengan cara lain, seperti melalui transfusi darah dengan darah yang sudah terinfeksi HIV, saling bertukar jarum suntik pada pemakaian narkoba, tertusuk jarum suntik yang tidak steril secara sengaja/tidak sengaja, menindik telinga atau tato dengan jarum yang tidak steril, penggunaan alat pisau cukur secara bersama-sama (khususnya jika terluka dan menyisakan darah pada alat). IMS pada ibu hamil bisa tertular kepada bayi pada saat hamil atau saat melahirkan dan juga saat menyusui. Berdasarkan informasi dari bidang P2PL dinas kesehatan Provinsi Aceh tidak ditemukan kasus IMS pada tahun 2011

8. Cakupan Skrining terhadap HIV.

Uji saring (skrining) darah donor dalam upaya penanggulangan AIDS dilakukan oleh Palang Merah Indonesia (PMI) sejak 1992 berdasarkan Kepmenkes No 622/VII/1992. Tes sifilis mulai dilakukan pada 1974,

(21)

hepatitis B sejak 1985. Skrining darah donor dilakukan dengan rapid test

atau ELISA. Skrining dilakukan bukan pada pendonor tapi darah yang didonorkan (darah donor). Kalau ada darah donor yang terdeteksi mengandung penyakit, termasuk HIV, maka darah itu tidak dipakai dan diberi label atau tanda. Hal itu tidak diberitahu kepada donor sehingga mereka tetap mendonorkan darahnya sebagai asas kemanusiaan.

Sebaiknya skrining para pendonor untuk mendeteksi lebih akurat sejumlah penyakit yang diderita oleh pendonor, sebelum mereka mendonorkan darahnya. Grafik 3.10 menunjukan cakupan skrining terhadap HIV tahun 2011.

Grafik 3.10

Cakupan Skrining Terhadap HIV Provinsi Aceh Tahun 2011

9. Cakupan Penanganan Kasus Diare

Penderita diare yang ditangani adalah jumlah penderita yang datang dan dilayani di sarana kesehatan dan kader di suatu wilayah tertentu dalam waktu satu tahun. Perkiraan jumlah penderita diare yang datang ke sarana kesehatan dan kader adalah 10% dari angka kesakitan dikali dengan jumlah penduduk disatu wilayah kerja dalam waktu satu tahun. Sementara Angka kesakitan yaitu angka kesakitan nasional hasil Survei Morbiditas Diare tahun 2006 yaitu sebesar 423/1000 penduduk. Pada tahun 2011 terdapat 194.466 kasus diare dan 99.304 kasus yang ditangani (51,1%)

Grafik 3.11 dibawah ini menunjukan cakupan penanganan kasus diare tahun 2011. 0 5000 10000 15000 Sampel Darah Diperiksa

hepatitis B sejak 1985. Skrining darah donor dilakukan dengan rapid test

atau ELISA. Skrining dilakukan bukan pada pendonor tapi darah yang didonorkan (darah donor). Kalau ada darah donor yang terdeteksi mengandung penyakit, termasuk HIV, maka darah itu tidak dipakai dan diberi label atau tanda. Hal itu tidak diberitahu kepada donor sehingga mereka tetap mendonorkan darahnya sebagai asas kemanusiaan.

Sebaiknya skrining para pendonor untuk mendeteksi lebih akurat sejumlah penyakit yang diderita oleh pendonor, sebelum mereka mendonorkan darahnya. Grafik 3.10 menunjukan cakupan skrining terhadap HIV tahun 2011.

Grafik 3.10

Cakupan Skrining Terhadap HIV Provinsi Aceh Tahun 2011

9. Cakupan Penanganan Kasus Diare

Penderita diare yang ditangani adalah jumlah penderita yang datang dan dilayani di sarana kesehatan dan kader di suatu wilayah tertentu dalam waktu satu tahun. Perkiraan jumlah penderita diare yang datang ke sarana kesehatan dan kader adalah 10% dari angka kesakitan dikali dengan jumlah penduduk disatu wilayah kerja dalam waktu satu tahun. Sementara Angka kesakitan yaitu angka kesakitan nasional hasil Survei Morbiditas Diare tahun 2006 yaitu sebesar 423/1000 penduduk. Pada tahun 2011 terdapat 194.466 kasus diare dan 99.304 kasus yang ditangani (51,1%)

Grafik 3.11 dibawah ini menunjukan cakupan penanganan kasus diare tahun 2011.

Sampel Darah

Diperiksa Positif HIV

11471

0

hepatitis B sejak 1985. Skrining darah donor dilakukan dengan rapid test

atau ELISA. Skrining dilakukan bukan pada pendonor tapi darah yang didonorkan (darah donor). Kalau ada darah donor yang terdeteksi mengandung penyakit, termasuk HIV, maka darah itu tidak dipakai dan diberi label atau tanda. Hal itu tidak diberitahu kepada donor sehingga mereka tetap mendonorkan darahnya sebagai asas kemanusiaan.

Sebaiknya skrining para pendonor untuk mendeteksi lebih akurat sejumlah penyakit yang diderita oleh pendonor, sebelum mereka mendonorkan darahnya. Grafik 3.10 menunjukan cakupan skrining terhadap HIV tahun 2011.

Grafik 3.10

Cakupan Skrining Terhadap HIV Provinsi Aceh Tahun 2011

9. Cakupan Penanganan Kasus Diare

Penderita diare yang ditangani adalah jumlah penderita yang datang dan dilayani di sarana kesehatan dan kader di suatu wilayah tertentu dalam waktu satu tahun. Perkiraan jumlah penderita diare yang datang ke sarana kesehatan dan kader adalah 10% dari angka kesakitan dikali dengan jumlah penduduk disatu wilayah kerja dalam waktu satu tahun. Sementara Angka kesakitan yaitu angka kesakitan nasional hasil Survei Morbiditas Diare tahun 2006 yaitu sebesar 423/1000 penduduk. Pada tahun 2011 terdapat 194.466 kasus diare dan 99.304 kasus yang ditangani (51,1%)

Grafik 3.11 dibawah ini menunjukan cakupan penanganan kasus diare tahun 2011.

(22)

Grafik 3.11

Cakupan Penanganan Kasus Diare Provinsi Aceh Tahun 2011

10. Prevalensi Penyakit Kusta.

Kusta adalah penyakit menular, menahun yang disebabkan oleh kuman kusta (mycobacterium leprae) yang menyerang kulit, saraf tepi, dan jaringan tubuh lainnya. Pada Kulit Penderita kusta ditandai dengan bercak putih atau kemerahan disertai mati rasa atau anestesi. Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf berupa mati rasa dan kelemahan/kelumpuhan pada otot tangan, kaki dan mata, kulit kering serta pertumbuhan rambut yang terganggu. Pada pemeriksaan kerokan jaringan kulit(slit=skin=smear)didapatkan adanya kuman M.Leprae.

Bila kusta tidak terdiagnosis dan diobati secara dini, maka akan menimbulkan kecacatan menetap. Dan jika sudah terjadi cacat, umumnya akan menyebabkan penderitanya dijauhi, dikucilkan, diabaikan oleh keluarga dan sulit mendapatkan pekerjaan. Mereka menjadi sangat tergantung secara fisik dan finansial kepada orang lain yang pada akhirnya berujung pada kemiskinan. Berdasarkan tipe/jenisnya kusta dapat dibedakan Pausibasilar (PB) dan Multibasilar (MB). Tingkat kecacatan kusta: tingkat 0, normal. Tingkat I, mati rasa pada telapak tangan dan atau telapak kaki. Tingkat II, kelopak mata tidak menutup, jari tangan maupun jari kaki memendek, bengkok dan luka. Cacat tingkat 2 yaitu kecacatan yang terjadi pada tangan dan kaki. Kadang juga disertai dengan terjadinya

0 100000 200000

Jumlah Perkiraan Kasus

Grafik 3.11

Cakupan Penanganan Kasus Diare Provinsi Aceh Tahun 2011

10. Prevalensi Penyakit Kusta.

Kusta adalah penyakit menular, menahun yang disebabkan oleh kuman kusta (mycobacterium leprae) yang menyerang kulit, saraf tepi, dan jaringan tubuh lainnya. Pada Kulit Penderita kusta ditandai dengan bercak putih atau kemerahan disertai mati rasa atau anestesi. Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf berupa mati rasa dan kelemahan/kelumpuhan pada otot tangan, kaki dan mata, kulit kering serta pertumbuhan rambut yang terganggu. Pada pemeriksaan kerokan jaringan kulit(slit=skin=smear)didapatkan adanya kuman M.Leprae.

Bila kusta tidak terdiagnosis dan diobati secara dini, maka akan menimbulkan kecacatan menetap. Dan jika sudah terjadi cacat, umumnya akan menyebabkan penderitanya dijauhi, dikucilkan, diabaikan oleh keluarga dan sulit mendapatkan pekerjaan. Mereka menjadi sangat tergantung secara fisik dan finansial kepada orang lain yang pada akhirnya berujung pada kemiskinan. Berdasarkan tipe/jenisnya kusta dapat dibedakan Pausibasilar (PB) dan Multibasilar (MB). Tingkat kecacatan kusta: tingkat 0, normal. Tingkat I, mati rasa pada telapak tangan dan atau telapak kaki. Tingkat II, kelopak mata tidak menutup, jari tangan maupun jari kaki memendek, bengkok dan luka. Cacat tingkat 2 yaitu kecacatan yang terjadi pada tangan dan kaki. Kadang juga disertai dengan terjadinya

0

Jumlah Perkiraan Kasus

Diare Ditangani 194466

99304 Grafik 3.11

Cakupan Penanganan Kasus Diare Provinsi Aceh Tahun 2011

10. Prevalensi Penyakit Kusta.

Kusta adalah penyakit menular, menahun yang disebabkan oleh kuman kusta (mycobacterium leprae) yang menyerang kulit, saraf tepi, dan jaringan tubuh lainnya. Pada Kulit Penderita kusta ditandai dengan bercak putih atau kemerahan disertai mati rasa atau anestesi. Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf berupa mati rasa dan kelemahan/kelumpuhan pada otot tangan, kaki dan mata, kulit kering serta pertumbuhan rambut yang terganggu. Pada pemeriksaan kerokan jaringan kulit(slit=skin=smear)didapatkan adanya kuman M.Leprae.

Bila kusta tidak terdiagnosis dan diobati secara dini, maka akan menimbulkan kecacatan menetap. Dan jika sudah terjadi cacat, umumnya akan menyebabkan penderitanya dijauhi, dikucilkan, diabaikan oleh keluarga dan sulit mendapatkan pekerjaan. Mereka menjadi sangat tergantung secara fisik dan finansial kepada orang lain yang pada akhirnya berujung pada kemiskinan. Berdasarkan tipe/jenisnya kusta dapat dibedakan Pausibasilar (PB) dan Multibasilar (MB). Tingkat kecacatan kusta: tingkat 0, normal. Tingkat I, mati rasa pada telapak tangan dan atau telapak kaki. Tingkat II, kelopak mata tidak menutup, jari tangan maupun jari kaki memendek, bengkok dan luka. Cacat tingkat 2 yaitu kecacatan yang terjadi pada tangan dan kaki. Kadang juga disertai dengan terjadinya

(23)

kelainan anatomis seperti cacat pada mata, lagoptalmus dan visus sangat terganggu.

Penderita PB adalah Penderita kusta dengan hasil BTA(-) pada pemeriksaan kerokan kulit, yaitu tipe TT dan BT. Penderita MB adalah semua penderita kusta tipe BB, BL dan LL atau apapun klasifikasi klinisnya dengan BTA(+). NCDR (New Case Detection Rate)Kasus kusta yang baru ditemukan pada kurun waktu tertentu per 100.000 penduduk.

Prevalensi kusta adalah Jumlah keseluruhan penderita kusta yang menimpa penduduk pada periode waktu tertentu. Pada Grafik 3.10 dibawah ini menunjukan bahwa penderita kusta di Provinsi Aceh tahun 2011 berjumlah: kusta PB 135 orang dan kusta MB berjumlah 411 orang. Dengan angka Penemuan Kasus (NCDR) sebesar 12,05/100.000 penduduk.

Angka prevalensi adalah Per 10.000 penduduk Penderita kusta (kasus baru dan kasus lama) per 10.000 penduduk di Provinsi Aceh pada tahun 2011 sebanyak 1.0 per10.000 penduduk.

Tabel berikut menunjukkan jumlah kasus baru kusta dan angka penemuan kasus tahun 2011.

Grafik 3.12

Jumlah Kasus Baru Kusta dan NCDR Provinsi Aceh Tahun 2011

Kasus baru yang terjadi pada anak berumur 0-14 yaitu sejumlah 8,48%, dan terdapat kasus baru dengan cacat tingkat 2 yaitu 16,06%.

135 411 12.05 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

Jumlah Kasus Baru

(24)

Grafik 3.13

Persentase Kasus Baru Kusta 0-14 tahun dan Persentase Cacat Tingkat 2 Penderita Kusta

Provinsi Aceh Tahun 2011

Grafik 3.14

Jumlah Kasus dan Angka Prevalensi Penyakit Kusta Provinsi Aceh Tahun 2011

11. Cakupan Pengobatan Penderita Kusta

Penderita kusta yang selesai berobat RFT (Release From Treatment) adalah penderita kusta yang menyelesaikan pengobatan tepat waktu di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Pada RFT PB sasarannya adalah penderita kusta PB yang diobati pada tahun lalu. Sedangkan pada RFT MB yang diobati adalah penderita kusta MB yang diobati 2 tahun sebelumnya.

0 10 20

Kasus Baru Kusta 0-14 Tahun 0 200 400 600 PB Grafik 3.13

Persentase Kasus Baru Kusta 0-14 tahun dan Persentase Cacat Tingkat 2 Penderita Kusta

Provinsi Aceh Tahun 2011

Grafik 3.14

Jumlah Kasus dan Angka Prevalensi Penyakit Kusta Provinsi Aceh Tahun 2011

11. Cakupan Pengobatan Penderita Kusta

Penderita kusta yang selesai berobat RFT (Release From Treatment) adalah penderita kusta yang menyelesaikan pengobatan tepat waktu di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Pada RFT PB sasarannya adalah penderita kusta PB yang diobati pada tahun lalu. Sedangkan pada RFT MB yang diobati adalah penderita kusta MB yang diobati 2 tahun sebelumnya.

Kasus Baru Kusta 0-14

Tahun Cacat Tingkat 2 Penderita Kusta 8.48 16.06 PB MB Prevalensi 99 453 1.2 Grafik 3.13

Persentase Kasus Baru Kusta 0-14 tahun dan Persentase Cacat Tingkat 2 Penderita Kusta

Provinsi Aceh Tahun 2011

Grafik 3.14

Jumlah Kasus dan Angka Prevalensi Penyakit Kusta Provinsi Aceh Tahun 2011

11. Cakupan Pengobatan Penderita Kusta

Penderita kusta yang selesai berobat RFT (Release From Treatment) adalah penderita kusta yang menyelesaikan pengobatan tepat waktu di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Pada RFT PB sasarannya adalah penderita kusta PB yang diobati pada tahun lalu. Sedangkan pada RFT MB yang diobati adalah penderita kusta MB yang diobati 2 tahun sebelumnya.

Gambar

Grafik 3.1 Angka Lahir Mati Provinsi Aceh Tahun 2011
Grafik 3.11 dibawah  ini  menunjukan cakupan  penanganan  kasus diare tahun 2011. 050001000015000 Sampel DarahDiperiksa
Tabel berikut menunjukkan jumlah kasus baru kusta dan angka penemuan kasus tahun 2011.
Grafik 4.5 berikut memberi informasi cakupan pemberian imunisasi TT pada ibu hamil di Aceh tahun 2011.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Meski secara umum semua sektor mengalami penurunan investasi riil, sektor Hotel dan Restoran yang merupakan pendorong peningkatan pertumbuhan Provinsi Jambi dari 5,89 persen

38 Telah Mengadakan konsultasi dengan tenaga kesehatan lainnya tentang pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut kelompok anak usia 6-14 tahun. Per

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1 terdapat 10 nilai pendidikan karakter dalam film animasi Nussa, yaitu nilai religius, nilai jujur, nilai toleransi, nilai kreatif, nilai

Berdasarkan hasil uji validitas menggunakan product moment , dengan bantuan software pengolahan data statistik, diperoleh hasil bahwa skala kepuasan perkawinan. yang

(4) Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan dengan cara mengubah Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD sebagai dasar

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau disebut juga dengan Human Development Index (HDI) adalah indeks komposit untuk mengukur pencapaian kualitas pembangunan manusia untuk

SASARAN 48 : Sekolah mampu membuat laporan dan mendokumentasikan laporan sesuai dengan penggunaan dana.  Pendokumentasian dan pelaporan