BAB II BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kloramfenikol 2.1 Kloramfenikol 2.1.1 Sifat Fisikokimia 2.1.1 Sifat Fisikokimia Rumus
Rumus struktur struktur ::
O O22 N N C C CC CHCH22OHOH H H OH OH H NHCOCHCl H NHCOCHCl22 Nama
Nama Kimia Kimia : : D-treo-(-)-2,2-Dikloro-N-[D-treo-(-)-2,2-Dikloro-N-[ββ-hidroksi--hidroksi-αα-(hidroksimetil)-p- -(hidroksimetil)-p-nitrofenetil]asetamida [56-75-7]
nitrofenetil]asetamida [56-75-7] Rumus
Rumus Molekul Molekul : : CC1111HH1212ClCl22 N N22OO55 Berat
Berat Molekul Molekul : : 323,13323,13 Pemerian
Pemerian : : Hablur Hablur halus halus berbentuk berbentuk jarum jarum atau atau lempeng lempeng memanjang; memanjang; putihputih hingga putih kelabu atau putih kekuningan; larutan praktis hingga putih kelabu atau putih kekuningan; larutan praktis netral terhadap lakmus p; stabil dalam larutan netral atau netral terhadap lakmus p; stabil dalam larutan netral atau larutan agak asam
larutan agak asam Kelarutan
Kelarutan : : Sukar Sukar larut larut dalam dalam air; air; mudah mudah larut larut dalam dalam etanol; etanol; dalam dalam propilenpropilen glikol; dalam aseton dan dalam etil asetat (Ditjen POM, 1995). glikol; dalam aseton dan dalam etil asetat (Ditjen POM, 1995). 2.1.2 Farmakokinetik
2.1.2 Farmakokinetik
Setelah pemberiaan oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar Setelah pemberiaan oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar puncak dalam darah tercapai dalam 2 jam. Masa paruh eliminasi pada orang puncak dalam darah tercapai dalam 2 jam. Masa paruh eliminasi pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, pada bayi berumur kurang dari 2 minggu sekitar 24 dewasa kurang lebih 3 jam, pada bayi berumur kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam. Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin. Obat ini jam. Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin. Obat ini
didistribusikan dengan baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk jaringan otak, cairan serebrospinal dan mata (Kunardi dan Setiabudy, 1995)
2.1.3 Efek Samping
Efek samping yang sering terjadi ialah reaksi alergi yang ditandai dengan merahnya kulit. Reaksi saluran cerna yang ditandai dengan mual, muntah dan diare. Reaksi neurologik dapat terlihat dalam bentuk depresi, bingung, dan sakit kepala (Kunardi dan Setiabudy, 1995)
2.1.4 Bentuk Sediaan
Kloramfenikol tersedia dalam bentuk salep mata tube 3,5 g, ; tetes mata 15 ml, 8 ml dan 5 ml; tetes telinga 10 ml; kapsul 500 mg/kapsul dan 250 mg/kapsul; sirup (ISO, 2007)
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV (1995), Kloramfenikol dapat ditetapkan kadarnya secara KCKT dan menurut Farmakope Indonesia edisi III (1979) Kloramfenikol ditentukan secara nitrimetri setelah direduksi terlebih dahulu dengan Zn/HCl.
2.1.5 Kegunaan
Kloramfenikol digunakan sebagai pengobatan infeksi-infeksi yang parah seperti tifus atau demam. Kloramfenikol kadang-kadang juga digunakan secara topikal untuk pengobatan infeksi mata (Katzung, 2004).
2.2 Teori Kromatografi
2.2.1 Pemakaian Kromatografi
1. Pemakaian untuk tujuan kualitatif mengungkapkan ada atau tidak adanya senyawa tertentu dalam cuplikan
2. Pemakaian untuk tujuan kuantitatif menunjukkan banyaknya masing-masing komponen campuran
3. Pemakaian untuk tujuan preparatif untuk memperoleh komponen campuran dalam jumlah memadai dalam keadaan murni (Gritter, dkk., 1991).
2.2.2 Analisa Kualitatif dan Kuantitatif a. Analisis Kualitatif
Ada 3 pendekatan untuk analisa kualitatif yakni:
1. Perbandingan antara retensi solut yang tidak diketahui dengan data retensi baku yang sesuai (senyawa yang diketahui) pada kondisi yang sama.
Untuk kromatografi yang menggunakan kolom (seperti KCKT dan KG), waktu retensi (tR ) atau volume retensi (VR ) senyawa baku dan senyawa yang tidak diketahui dibandingkan dengan cara kromatografi secara berurutan dalam kondisi alat yang stabil dengan perbedaan waktu pengoperasian antar keduanya sekecil mungkin.
2. Dengan cara spiking.
Untuk kromatografi yang melibatkan kolom, spiking dilakukan dengan menambah sampel yang mengandung senyawa tertentu yang akan diselidiki dengan senyawa baku pada kondisi kromatografi yang sama. Hal ini dilakukan dengan cara: pertama, dilakukan proses kromatografi sampel yang tidak di spiking. Kedua, sampel yang telah di-spiking dengan senyawa baku dilakukan proses kromatografi. Jika pada puncak tertentu yang diduga mengandung
senyawa yang diselidiki terjadi peningkatan tinggi puncak/luas puncak setelah di-spiking dibandingkan dengan tinggi puncak/luas puncak yang tidak
dilakukan spiking maka dapat diidentifikasi bahwa sampel mengandung senyawa yang kita selidiki.
3. Menggabungkan alat kromatografi dengan spektrometer massa.
Pada pemisahan dengan menggunakan kolom kromatografi, cara ini akan memberikan informasi data spektra massa solut dengan waktu retensi tertentu. Spektra solut yang tidak diketahui dapat dibandingkan dengan spektra yang ada di data base komputer yang diinterpretasi sendiri. Cara ini dapat dilakukan untuk solut yang belum ada baku murninya.
b. Analisis Kuantitatif
Untuk menjamin kondisi yang digunakan dalam analisis kuantitatif stabil dan reprodusibel, baik pada penyiapan sampel atau proses kromatografi, berikut beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam analisis kuantitatif:
a. Analit (solut) harus telah diketahui dan terpisah sempurna dari komponen-komponen lain dalam kromatogram
b. Baku dengan kemurnian yang tinggi dan telah diketahui harus tersedia c. Prosedur kalibrasi yang sudah diketahui harus digunakan.
Untuk kromatografi yang melibatkan kolom, kuantifikasi dapat dilakukan dengan luas puncak atau tinggi puncak. Tinggi puncak atau luas puncak berbanding langsung dengan banyaknya solut yang dikromatografi, jika dilakukan pada kisaran detektor yang linier (Johnson dan Stevenson, 1991).
1. Metode tinggi puncak
Metode yang paling sederhana untuk pengukuran kuantitatif adalah dengan tinggi puncak. Tinggi puncak diukur sebagai jarak dari garis dasar ke
puncak maksimum seperti puncak 1, 2, dan 3 pada gambar 3. Penyimpangan garis dasar diimbangi dengan interpolasi garis dasar antara awal dan akhir puncak.
Gambar 1. Pengukuran tinggi puncak
Metode tinggi puncak hanya digunakan jika perubahan ti nggi puncak linier dengan konsentrasi analit. Kesalahan akan terjadi jika metode ini digunakan pada puncak yang mengalami penyimpangan (asimetris) atau jika kolom mengalami
kelebihan muatan. 2. Metode luas puncak
Prosedur penentuan luas puncak serupa dengan tinggi puncak. Suatu teknik untuk mengukur luas puncak adalah dengan mengukur luas puncak sebagai hasil kali tinggi puncak dan lebar pada setengah tinggi (W1/2). Teknik ini hanya dapat digunakan untuk kromatografi yang simetris atau yang mempunyai bentuk serupa (Johnson dan Stevenson, 1991).
Baik tinggi puncak maupun luasnya dapat dihubungkan dengan konsentrasi. Tinggi puncak mudah diukur, akan tetapi sangat dipengaruhi perubahan waktu retensi yang disebabkan oleh varia si suhu dan komposisi pelarut. Oleh karena itu, luas puncak dianggap merupakan parameter yang lebih akurat untuk pengukuran kuantitatif (Ditjen POM, 1995).
2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini karena didukung oleh
kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam. KCKT mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM, 1995).
KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang antara lain; farmasi, lingkungan dan industri-industri makanan.
Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (nonvolatil). KCKT paling sering digunakan untuk: menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan protein- protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat
dan lain-lain.
Kelebihan KCKT antara lain:
Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran Resolusinya baik
Mudah melaksanakannya
Kecepatan analisis dan kepekaannya tinggi
Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis Dapat digunakan bermacam-macam detektor
Kolom dapat digunakan kembali Mudah melakukan rekoveri cuplikan
Tekniknya tidak begitu tergantung pada keahlian operator dan
reprodusibilitasnya lebih baik
Instrumennya memungkinan untuk bekerja secara automatis dan kuantitatif Waktu analisis umumnya singkat
Kromatografi cair preparatif memungkinkan dalam skala besar Ideal untuk molekul besar dan ion (Putra, 2007)
Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika KCKT dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh (Munson, 1991).
2.3.1 Cara Kerja KCKT
Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis
kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Rohman, 2007).
2.3.2 Komponen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 2.3.2.1 Wadah Fase Gerak
Wadah fase gerak terbuat dari bahan yang inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum digunakan adalah gelas dan baja anti karat. Daya tampung wadah harus lebih besar dari 500 ml, yang dapat digunakan selama 4 jam untuk kecepatan alir yang umumnya 1-2 ml/menit.
2.3.2.2 Pompa
Untuk mengerakkan fase gerak melalui kolom diperlukan pompa. Pompa harus mampu menghasilkan tekanan 6000 psi pada kecepatan alir 0,1–10 ml/menit. Pompa ada 2 jenis yaitu pompa volume konstan dan pompa tekanan konstan. Pompa terbuat dari bahan yang inert terhadap semua pelarut. Bahan yang umum digunakan adalah gelas baja antikarat dan teflon. Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut untuk menghindari hasil yang menyimpang pada detektor. 2.3.2.3 Injektor
Cuplikan harus dimasukkan kedalam pangkal kolom (kepala kolom), diusahakan agas sesedikit mungkin terjadi gangguan pada kemasan kolom.
Ada tiga jenis dasar injektor, yaitu:
a. Hentikan aliran/stop flow: aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam aliran kecil dan resolusi tidak dipengaruhi. b. Septum: injektor-injektor langsung ke aliran fase gerak umumnya sama
dengan yang digunakan pada kromatografi gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60-70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan
semua pelarut-pelarut kromatografi cair. Disamping itu, partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan.
c. Katup putaran (loop valve): ditunjukkan secara skematik dalam Gambar 2, tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar daripada 10 µl dan sekarang digunakan dengan cara otomatis (dengan adaptor khusus, volume-volume lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Pada
posisi LOAD, sampel loop (cuplikan dalam putaran) diisi pada tekanan atmosfir. Bila katup difungsikan, maka cuplikan di dalam putaran akan bergerak ke dalam kolom.
Gambar 2. Tipe injektor katup putaran 2.3.2.4 Kolom
Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok:
1. Kolom analitik: diameter khas adalah 2-6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis kemasan. Untuk kemasan pelikel biasanya panjang kolom 50-100
cm. Untuk kemasan mikropartikel berpori, umumnya 10-30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm.
2. Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25-100 cm.
Kolom umumnya dibuat dari stainless steel dan biasanya dioperasikan pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi,
terutama untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi. Kemasan kolom tergantung pada mode KCKT yang digunakan.
2.3.2.5 Detektor
Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh.
Detektor yang paling banyak digunakan dalam kromatografi cair modern kecepatan tinggi adalah detektor spektrofotometer UV 254 nm. Bermacam-macam detektor dengan variasi panjang gelombang UV-Vis sekarang menjadi populer karena mereka dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa dalam rentang yang luas. Detektor indeks refraksi juga secara luas digunakan, terutama dalam kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif dari pada detektor spektrofotometer UV. Detektor lainnya, antara lain: detektor fluometer, detektor ionisasi nyala, detektor elektrokimia dan lain-lain juga telah digunakan.
2.3.2.6 Pengolahan Data
Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan dicatat sebagai puncak- puncak yang secara keseluruhan disebut sebagai kromatogram.
Area
Rt
H
W
H
1/2W
1/2 Gambar 3. KromatogramGuna kromatogram: 1. Kualitatif
Waktu retensi selalu konstan dalam setiap kondisi kromatografi yang sama dapat digunakan untuk identifikasi.
2. Kuantitatif
Luas puncak proporsional dengan jumlah sampel yang diinjeksikan dan dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi.
3. Kromatogram dapat digunakan untuk mengevaluasi efisiensi pemisahan dan kinerja kolom (kapasitas ‘k’, selektifitas ‘’, jumlah pelat teoritis
‘N’, jarak setara dengan pelat teoritis ‘HETP’ dan resolusi ‘R’). 2.3.2.7 Fase Gerak
Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel (Johnson dan Stevenson, 1991).
Dalam kromatografi cair komposisi pelarut atau fase gerak adalah satu variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat keragaman yang luas dari fase gerak yang digunakan dalam semua mode KCKT, tetapi ada beberapa sifat-sifat yang diinginkan yang mana umumnya harus dipenuhi oleh semua fase gerak. Fase gerak harus:
-
Murni; tidak ada pencemar/kontaminan-
Tidak bereaksi dengan pengemas-
Sesuai dengan detektor-
Melarutkan cuplikan-
Mempunyai viskositas rendah-
Mudah rekoveri cuplikan, bila diinginkan-
Tersedia diperdagangan dengan harga yang pantasUmumnya, pelarut-pelarut dibuang setelah digunakan karena prosedur pemurnian kembali membosankan dan mahal. Dari semua persyaratan di atas, 4 persyaratan pertama adalah yang paling penting.
Gelembung udara (degassing) yang ada harus dihilangkan dari pelarut, karena udara yang terlarut keluar melewati detektor dapat menghasilkan banyak noise sehingga data tidak dapat digunakan (Putra, 2007).
Elusi Gradien dan Isokratik
Elusi pada KCKT dapat dibagi menjadi dua sistem yaitu:
1. Sistem elusi isokratik. Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan satu macam atau lebih fase gerak dengan perbandingan tetap (komposisi fase gerak tetap selama elusi).
2. Sistem elusi gradien. Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan campuran fase gerak yang perbandingannya berubah-ubah dalam waktu tertentu (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi).
Elusi gradien didefinisikan sebagai penambahan kekuatan fase gerak selama suatu analisis kromatografi berlangsung. Digunakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas yang luas. Pengaruh yang menguntungkan dari elusi gradien adalah
memperpendek waktu analisis senyawa-senyawa yang secara kuat ditahan di dalam kolom (Putra, 2007).
2.4 Jenis Kromatografi 1. Kromatografi Adsorbsi
Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase normal dengan menggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun demikian sekitar 90% kromatografi ini memakai silika gel sebagai fase diamnya. Pada silika dan alumina terdapat gugus hidroksi yang akan berinteraksi dengan solut. Gugus silanol pada silika mempunyai reaktifitas yang berbeda, karenanya solut dapat terikat secara kuat sehingga dapat menyebabkan puncak yang berekor (tailling). Fase gerak yang digunakan untuk fase diam silika atau alumina berupa pelarut non polar yang ditambah dengan pelarut polar seperti air atau alkohol rantai pendek untuk meningkatkan kemampuan elusinya sehingga tidak timbul pengekor puncak, misalnya n-heksan ditambah dengan metanol (Rohman, 2007).
2. Kromatografi Partisi
Tenik ini tergantung pada partisi solute diantara dua pelarut yang tidak dapat bercampur, salah satu diantaranya bertindak sebagai fase diam dan yang lainnya
sebagai fase gerak (Putra, 2007). 3. Kromatografi Penukar Ion
KCKT penukar ion menggunakan fase diam yang dapat menukar kation atau anion dengan suatu fase gerak. Ada banyak penukar ion yang beredar dipasaran, meskipun demikian yang paling luas penggunaannya adalah polistiren resin. Kebanyakan pemisahan kromatografi ion dilakukan dengan menggunakan media air karena sifat ionisasinya. Dalam beberapa hal digunakan pelarut campuran misalnya air-alkohol dan juga pelarut organik. Kromatografi penukar ion dengan fase gerak air, retensi puncak dipengaruhi oleh kadar garam total atau
kekuatan ionik serta oleh pH fase gerak. Kenaikan kadar garam dalam fase gerak menurunkan retensi solut. Hal ini disebabkan oleh penurunan kemampuan ion sampel bersaing dengan ion fase gerak untuk gugus penukar ion pada resin (Rohman, 2007).
4. Kromatografi Ekslusi
Fase diam yang digunakan dapat berupa silika atau polimer yang bersifat porus sehingga solut dapat melewati porus (lewat diantara partikel), atau berdifusi lewat fase diam. Molekul solut yang mempunyai berat molekul yang jauh lebih besar, akan terelusi lebih dahulu, kemudian molekul-molekul yang ukuran
medium dan terakhir adalah molekul yang jauh lebih kecil. Hal ini disebabkan solut dengan berat molekul yang besar tidak melewati poros, akan tetapi lewat diantara partikel fase diam. Dengan demikian dalam pemisahan dengan ekslusi ukuran ini terjadi interaksi kimia antara solut dan fase diam seperti kromatografi yang lain (Rohman, 2007)