• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tatalaksana Jenazah Kasus Flu Burung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tatalaksana Jenazah Kasus Flu Burung"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

TATALAKSANA JENAZAH

DENGAN FLU BURUNG

PENDAHULUAN

Flu burung (avian influenza, AI) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus influenza tipe A subtipe H5N1. Virus ini biasanya mengenai unggas seperti burung, ayam, dan itik). Selain menginfeksi unggas, virus ini terkadang juga menyerang hewan mamalia seperti babi dan kuda. Sejak 1997 virus flu burung diketahui juga dapat menginfeksi manusia dan menimbulkan gejala yang berat yang berujung pada kematian.1

Menurut WHO (sejak 2003 sampai dengan 30 April 2008), jumlah kasus flu burung pada manusia di Indonesia sebanyak 133 kasus dengan 108 orang di antaranya meninggal. Di Propinsi Bali sampai saat ini dilaporkan 2 kasus flu burung yang semuanya didapatkan pada tahun 2007, dimana ke-dua pasien flu burung tersebut akhirnya meninggal dunia.2

Flu burung disebabkan oleh virus A (H5N1) yang termasuk keluarga orthomyxoviridae. Apabila terinfeksi oleh virus ini, pasien akan menunjukkan gejala-gejala sesuai dengan pneumonia yang cepat memburuk.3

Untuk mendiagnosis seorang pasien dengan flu burung tidaklah mudah. Ada beberapa langkah-langkah yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis pasti flu burung. Diperlukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan radiologis untuk menegakkan diagnosis. Definisi kasus flu burung dilakukan dengan bertahap, yaitu dengan mendiagnosis pasien dengan suspek AI, probabel AI, dan kemudian kasus konfirmasi AI.4

Tatalaksana pasien dengan dugaan flu burung sebenarnya hampir sama dengan pasien influenza yang patogen pada manusia. Pilihan obatnya adalah Oseltamivir dengan dosis sesuai usia maupun berat badan.1

Perawatan jenazah pasien flu burung sebenarnya hampir sama dengan perawatan jenazah pasien dengan penyakit menular. Yang menarik untuk didiskusikan di sini adalah

(2)

perbedaan antara rekomendasi Departemen Kesehatan RI (Depkes RI) dengan yang dilakukan di bagian forensik RSUP Sanglah. Depkes RI mengatakan bahwa jenazah pasien flu burung tidak boleh disuntikkan formalin, sedangkan dari bagian forensik sendiri sangat merekomendasikan hal yang sebaliknya.5

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi

AI merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus influenza tipe A subtipe H5N1 (H=hemagglutinin; N=neuraminidase) yang pada umumnya menyerang unggas (burung dan ayam) dan terkadang menyerang babi. Sejak 1997 virus flu burung diketahui juga dapat menginfeksi manusia dan menimbulkan gejala berat dan angka mortalitas yang cukup tinggi. 1

2.2 Epidemiologi

Flu burung pada hewan ternak pertama kali diketahui terjadi pada tahun 1878 di Itali dimana penyakit ini amat cepat menular pada unggas dan menyebabkan kematian pada hampir 100% hewan yang terinfeksi. Unggas dapat mati dalam 24 jam sejak awitan gejala. Bentuk penyakit flu burung ini dikenal sebagai highly pathogenic avian influenza (HPAI). Selain bentuk yang ganas, flu burung juga memiliki bentuk yang menyebabkan sakit ringan low pathogenic avian influenza (LPAI) seperti bulu rontok, ataupun menurunnya produksi telur.3

Pada milenium ke-tiga ini, kasus flu burung pada unggas terjadi pada tahun 2003 di Korea, kemudian terjadi wabah flu burung pada unggas di China, Thailand, Vietnam, dan Kamboja pada tahun 2004 sampai pertengahan tahun 2005. Di Indonesia sendiri, Menteri Peternakan Indonesia mengatakan flu burung telah membunuh 9,5 juta ternak (terutama unggas) baik karena penyakitnya langsung maupun akibat tindakan pemusnahan sampai pertengahan tahun 2005. 3

Infeksi flu burung juga dapat menular dari unggas ke manusia. Kasus flu burung pada manusia sebenarnya sudah dilaporkan sejak tahun 1997 yang pertama kali dilaporkan terjadi di Hongkong. Saat itu dilaporkan 18 orang terinfeksi flu burung

(3)

dengan 6 orang di antaranya meninggal dunia. Sejak saat itu, telah terjadi tiga kali wabah (outbreak) oleh infeksi virus influenza tipe A subtipe H5N1. Hal ini kemudian terjadi juga di Vietnam, Thailand, dan Kamboja sejak tahun 2003 hingga pertengahan tahun 2005. 3 Penyebaran kasus flu burung di berbagai belahan dunia dapat dilihat pada gambar

1 di bawah ini.6

Gambar 1. Penyebaran kasus flu burung yang terkonfirmasi di dunia sejak 2003 sampai dengan 30 April 2008. 6

Menurut WHO (sejak tahun 2003 sampai dengan 30 April 2008), jumlah kasus flu burung pada manusia di Indonesia sebanyak 133 kasus dengan 108 orang di antaranya meninggal dunia (case fatality rate, CFR = 81,2%). Di Propinsi Bali, sampai saat ini telah dilaporkan 2 kasus flu burung yang semuanya didapatkan pada tahun 2007, dimana ke-2 pasien flu burung tersebut akhirnya meninggal dunia (CFR = 100%). Penyebaran

(4)

kasus flu burung pada manusia di Indonesia telah mengenai 12 propinsi sebagaimana yang dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini. 2

Gambar 2. Provinsi di Indonesia dengan kasus flu burung yang terkonfirmasi.2

Kasus AI 50% terjadi sebelum usia 20 tahun dan hampir 90% kasus terjadi sebelum umur 40 tahun. CFR secara keseluruhan adalah 56%, namun paling tinggi didapatkan pada kelompok umur 10 tahun sampai 39 tahun. Hal ini berbeda dengan influenza pada umumnya yang memiliki CFR paling tinggi pada kelompok usia tua.7

Penyebaran virus flu burung dari unggas ke manusia dapat terjadi melalui 3 cara: 1

1. Binatang : kontak langsung dengan unggas maupun produk unggas yang sakit. Cara penularan pada unggas dapat dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Secara Langsung

a. Unggas bersentuhan dengan cairan/lendir dari hidung, mulut, atau mata unggas yang terjangkit virus H5N1.

b. Kotoran unggas yang terjangkit yang mencemari lingkungan sekitarnya. 2. Secara Tidak Langsung

Melalui perantara manusia, dimana virus terbawa oleh alas kaki, pakaian. peralatan kandang, tempat telur, dan alat transportasi yang keluar masuk area peternakan

(5)

2. Lingkungan : udara atau peralatan yang tercemar virus tersebut, baik yang berasal dari tinja ataupun sekret unggas yang terserang AI.

3. Manusia : sangat terbatas dan tidak efisien.

Kelompok yang berisiko tinggi untuk terkena infeksi virus flu burung adalah: 1,4,9

 Pekerja di peternakan atau pemrosesan unggas (termasuk dokter hewan maupun insinyur peternakan).

 Pekerja laboratorium yang memprosesan sampel darah atau sekret pasien ataupun unggas yang terjangkit.

 Pengunjung peternakan atau pemrosesan unggas dalam satu minggu terakhir.

 Pernah kontak dengan unggas (ayam, itik, burung) sakit atau mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya dan atau babi serta produk mentahnya dalam waktu 7 hari terakhir.

 Pernah kontak dengan pasien flu burung konfirmasi dalam 7 hari terakhir.

Manusia akan mudah sekali tertular jika terjadi kontak langsung atau bersentuhan tanpa pelindung dengan unggas yang sakit, menghirup udara yang tercemar oleh cairan atau lendir, muntahan, atau tinja unggas yang mengidap virus avian influenza ini. Manusia pun dapat pula tertular melalui air ataupun peralatan yang terkontaminasi virus ini. 9

2.3 Etiologi

Flu burung pada manusia merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus influenza tipe A yang biasa menyerang unggas. Virus influenza sendiri secara umum terdiri dari tiga kelompok, yaitu: virus influenza tipe A, B, dan C. Virus influenza tipe B dan C merupakan virus yang menyebabkan influenza yang biasa mengenai manusia dengan gejala ringan dan tidak fatal, sehingga tidak menjadi masalah. Sedangkan virus influenza tipe A menimbulkan manifestasi yang berat pada unggas dan manusia.4

Virus influenza tipe A dibedakan menjadi banyak subtipe berdasarkan penanda berupa tonjolan protein pada permukaan sel virus. Ada 2 protein penanda virus influenza tipe A, yaitu: 4

(6)

Ada 15 macam protein H, yaitu dari H1 hingga H15.

 Protein neuraminidase (simbol N)

Protein neuraminidase terdiri dari 9 macam, yaitu N1 sampai N9.

Kedua protein ini membentuk kombinasi sehingga menghasilkan banyak subtipe virus influenza tipe A. Contoh dari kombinasi kedua protein ini adalah virus influenza tipe A H1N1 yang dikatakan menjadi penyebab pandemi influenza pada tahun 1918, H9N2 yang menyebabkan wabah pada tahun 1999, H7N2 pada tahun 2002, dan H7N7 tahun 2003. 4

Semua subtipe virus influenza tipe A ini dapat menginfeksi unggas yang merupakan penjamu (host) alamiahnya, sehingga virus influenza tipe A ini dikenal sebagai virus flu burung. Di lain pihak, tidak semua virus influenza tipe A dapat menginfeksi manusia. Subtipe virus influenza tipe A yang dapat menginfeksi manusia adalah subtipe H1, H2, H3, serta N1 dan N2, sehingga disebut sebagai human influenza. Saat ini yang menjadi pembicaraan para ahli karena menimbulkan wabah yang mengkhawatirkan adalah virus influenza tipe A subtipe H5N1 yang secara singkat disebut virus A (H5N1). Virus ini digolongkan sebagai HPAI. Virus influenza tipe A ini termasuk keluarga orthomyxoviridae. 1

Virus ini pada unggas memiliki sifat dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22oC dan lebih dari 30 hari pada suhu 0oC. Di dalam kotoran unggas yang

basah virus ini mampu bertahan 32 hari dan dalam tubuh unggas yang sakit, virus ini dapat bertahan dalam waktu yang lebih lama. Virus influenza tetap infeksius setelah 24 sampai 48 jam di lingkungan nonporous dan dapat bertahan sekitar 12 jam pada lingkungan porous. Virus influenza A dapat bertahan dalam waktu yang lama dalam air. Sebuah studi oleh Webster pada tahun1978 melaporkan bahwa virus influenza subtipe H3N6 dapat bertahan dalam air Sungai Mississipi selama 32 hari pada suhu 4oC, namun

virus tersebut sudah tidak terdeteksi setelah 4 hari berada pada air Sungai Mississipi pada suhu 22oC. Studi oleh Stallknecht tahun 1990 mendapatkan data bahwa beberapa jenis

virus flu burung dapat bertahan dalam 207 hari dalam air suling pada suhu 17oC dan 102

hari pada suhu 28oC.8 Sedangkan studi terbaru dari WHO mendapatkan data bahwa virus

influenza subtipe H5N1 yang menginfeksi bebek lokal dapat bertahan hidup pada lingkugan bersuhu 37oC selama 6 hari.2

(7)

Virus ini mati pada pemanasan 60oC selama 30 menit, 56oC selama 3 jam, dan

pemanasan 80oC selama 1 menit. Virus juga akan mati bila terpapar deterjen, disinfektan

(formalin, iodin, maupun alkohol 70%), lingkungan yang asam (pH rendah), adanya agen pengoksidasi seperti pelarut lemak, B-propiolactone, dan sodium dodecyl sulfate. 8,9

2.4 Gejala Klinis

Masa inkubasi dari virus ini adalah 1 sampai 7 hari. Pada orang dewasa rata-rata 3 hari, dan pada anak-anak dapat mencapai 21 hari. Selama masa tersebut akan terlihat gejala-gejala klinis, seperti: 1

 Demam tinggi dengan suhu ≥ 38oC

 Batuk

 Pilek

 Nyeri tenggorokan

 Sakit kepala

 Nyeri otot

 Infeksi selaput mata

 Sesak

 Diare ataupun gangguan saluran cerna

 Lemas

Selain keluhan yang disampaikan pasien, pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda - tanda pneumonia berat berupa: 1

 Frekuensi napas > 30 kali per menit.

 Pa O2 / Fi < 300.

 Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral.

 Foto toraks paru melibatkan lebih dari 2 lobus.

 Tekanan sistolik < 90 mmHg.

 Tekanan diastolik < 60 mmHg.

 Pasien membutuhkan ventilasi mekanik.

 Infiltrat bertambah > 50%.

(8)

 Serum kreatinin ≥ 2 mg/dl. 2.5 Diagnosis

Selain gejala klinis dan hasil pemeriksaan fisik yang menunjukkan gejala pneumonia berat, diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menentukan diagnosis pasien suspek flu burung. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologis.1

Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis pasien suspek flu burung adalah:1

1. Pemeriksaan diagnostik - Uji konfirmasi, terdiri dari:

a. Biakan dan identifikasi virus influenza A subtipe H5N1.

b. Uji Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) untuk H5. c. Uji serologi :

- Uji Immunoflourescence Assay (IFA) : ditemukan antigen (positif) dengan menggunakan antibodi monoklonal Influenza A subtipe H5N1.

- Uji netralisasi : didapatkan kenaikan titer antibodi spesifik Influenza A subtipe H5N1 sebanyak 4 kali.

- Uji Penapisan, terdiri dari :

a. Uji Haemaglutinin Inhibition (HI) dengan darah kuda untuk mendeteksi H5N1. b. Enzyme Immuno Assay (EIA) untuk mendeteksi virus Influenza A subtipe

H5N1.

2. Pemeriksaan lain, terdiri dari:

- Hematologi : pemeriksaan darah lengkap (DL). Umumnya didapatkan leukopeni, limfositopeni atau limfositosis relatif, dan trombositopeni.

- Kimia : Albumin, Globulin, SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, kreatinin kinase, dan analisa gas darah. Pada pasien flu burung didapatkan penurunan kadar albumin, peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan kreatin kinase, sedangkan pada analisa gas darah, hasilnya dapat normal maupun abnormal.

- Pemeriksaan lain untuk menyingkirkan diagnosis banding, antara lain:

(9)

b. serologi Dengue (IgM dan IgG anti dengue) untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dengue (demam dengue dan demam berdarah dengue).

c. biakan sputum dahak, darah, dan urin.

d. pemeriksaan mikroskopik basil taha asam (BTA) dan biakan mikrobakterium dahak, untuk menyingkirkan tuberkulosis (TB) paru.

Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan adalah pemriksaan radiologis yang terdiri dari foto toraks proyeksi posterior anterior (PA) dan toraks proyeksi lateral. Pada foto tersebut biasanya didapatkan gambaran infiltrat di paru, sesuai dengan gambaran pneumonia.

Diagnosis AI pada pasien dengan gejala-gejala seperti tersebut di atas harus dilakukan secara hati-hati. Kasus dengan gejala tersebut tidak serta merta didiagnosis pasti AI. Definisi kasus AI sendiri dilakukan secara bertahap, mulai dari kasus suspek AI, probabel AI, dan kasus konfirmasi AI. Pada kasus suspek AI didapatkan gejala-gejala sebagai berikut, yaitu: 1

i. seseorang yang menderita demam dengan suhu ≥ 38oC disertai satu atau lebih gejala

di bawah ini: - batuk

- sakit tenggorokan - pilek

- sesak napas

dan diikuti satu atau lebih gejala di bawah ini:

a. pernah kontak dengan unggas (ayam, itik, burung) sakit atau mati mendadak yang belum belum diketahui penyebabnya dan produk mentahnya (daging, telur, kotoran unggas, dll) dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala di atas.

b. Tinggal atau pernah berkunjung di daerah yang terdapat kematian unggas yang tidak biasa (dalam jumlah banyak dan dala waktu singkat), dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala di atas.

c. Pernah kontak dengan pasien kasus AI konfirmasi dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala di atas.

d. Pernah kontak dengan spesimen AI dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala di atas (bekerja di laboratorium).

(10)

e. Ditemukan leukopeni (di bawah nilai normal).

f. Ditemukan adanya titer antibodi terhadap H5 dengan pemeriksaan uji HI menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA untuk influenza A tanpa subtipe. g. Foto toraks menggambarkan pneumonia yang cepat memburuk pada serial foto. ATAU

ii. Adanya acute respiratory distress syndrome (ARDS) yang tidak ditemukan penyebab lain dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini:

a. Leukopeni atau limfositopeni relatif yang didapat dari hitung jenis, dengan atau tanpa trombositopeni.

b. Foto toraks menggambarkan pneumonia atipikal atau infiltrat di kedua sisi paru yang makin meluas pada foto serial.

Pasien suspek AI dapat berubah statusnya menjadi kasus probabel AI apabila ditambah dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini:

a. ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5, minimum 4 kali, dengan pemeriksaan uji HI menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA.

b. Hasil laboratorium terbatas untuk Influenza H5 (terdeteksinya antibodi spesifik H5 dalam spesimen serum tunggal) menggunakan uji netralisasi (sampel dikirim ke laboratorium rujukan).

Kasus suspek ataupun probabel AI dapat menjadi kasus konfirmasi Influenza A / H5N1 apabila didapatkan satu atau lebih keadaan berikut:

a. biakan virus Influenza A / H5N1 positif. b. PCR Influenza A / H5N1 positif.

c. Pada uji Immunofluorescencassay (IFA) ditemukan antigen (positif) dengan menggunakan antibodi monoklonal Influenza A / H5N1.

d. Kenaikan titer antibodi spesifik Influenza A / H5N1 fase konvalesen (paired sera) dengan uji netralisasi sebanyak 4 kali nilai awal (fase akut).

2.6 Tatalaksana

Pada dasarnya penatalaksanaan pasien flu burung sama dengan penatalaksanaan influenza yang disebabkan oleh virus yang patogen pada manusia. Apabila sarana kesehatan non rujukan AI menerima pasien suspek flu burung, maka pasien langsung

(11)

diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg dan kemudian pasien dirujuk ke rumah sakit rujukan AI.1

Apabila rumah sakit rujukan AI menerima pasien suspek, probabel, maupun pasien konfirmasi flu burung, maka pasien tersebut harus dirawat di ruang isolasi. Petugas kesehatan yang melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (pengambil sampel darah, melakukan foto toraks) harus memakai alat perlindungan perorangan (APP). Seperti pasien lain, harus diperhatikan keadaan umum pasien, kesadaran, tanda vital (tekanan darah, nadi, frekuensi napas, suhu tubuh), dan dipantau saturasi oksigennya. Terapi suportif yang diberikan adalah terapi oksigen dan terapi cairan. Pengobatan dengan antiviral dilakukan secepat mungkin (48 jam pertama), yaitu: 1

 Dewasa atau anak ≥ 13 tahun: Oseltamivir 2 x 75 mg per hari selama 5 hari.

 Anak ≥1 tahun : Oseltamivir 2 mg/kg BB, 2 kali sehari selama 5 hari.

 Atau, dosis Oseltamivir dapat diberikan sesuai dengan berat badan: - BB > 40 kg : 75 mg 2 kali per hari

- BB > 23 – 40 kg : 60 mg 2 kali per hari - BB > 15 – 23 kg : 45 mg 2 kali per hari - BB ≤ 15 kg : 30 mg 2 kali per hari

Selanjutnya pasien dapat diberikan antibiotik spektrum luas untuk kuman tipikal dan atipikal. Pasien dapat diberikan Metilprednisolon 1-2 mg/ kg BB IV bila mengalami pneumonia berat dan syok sepsis yang tidak mempan diberikan vasopresor. Selama pengobatan pasien tetap diberikan vitamin dan makanan bergizi.1

2.7 Pencegahan

Berikut ini adalah cara-cara yang digunakan untuk mencegah penularan virus AI dari unggas ke manusia:10

 Untuk meminimalisasi kemungkinan tertular, hindari kontak dengan unggas (seperti ayam, bebek, angsa, burung merpati, burung puyuh) atau burung liar lainnya, dan hindari daerah yang kemungkinan terdapat unggas terinfeksi H5N1, seperti peternakan, daerah yang banyak memelihara unggas di pekarangan rumah dan pasar unggas hidup.

(12)

 Hindari mengkonsumsi daging unggas dan produknya (termasuk darah) yang tidak dimasak atau dimasak setengah matang.

 Sama seperti halnya penyakit infeksi lainnya, satu hal yang sangat penting untuk pencegahan adalah dengan mencuci tangan sesering mungkin. Tangan dibersihkan dengan mengunakan air dan sabun (atau bila tangan tidak terlihat kotor, dapat menggunakan pencuci tangan tanpa air dengan bahan dasar alkohol). Singkirkan semua material yang dapat menularkan dari kulit.

 Pisahkan daging mentah dari makanan yang telah dimasak atau makanan siap santap. Hindari penggunaan papan talenan atau pisau yang sama untuk memotong daging mentah dan makanan siap santap.

 Cucilah tangan selalu pada saat setelah memegang bahan mentah dan sebelum menyiapkan makanan yang telah dimasak.

 Hindari meletakan makanan/daging yang telah dimasak pada piring atau tempat yang sama sebelum makanan/daging tersebut dimasak.

 Semua makanan yang berasal dari unggas, termasuk telur dan darah, harus dimasak sampai matang. Rebuslah telur sampai matang sekali, termasuk kuning telurnya. Virus-virus influenza dapat dimatikan dengan pemanasan, oleh sebab itu untuk memasak daging unggas paling tidak suhu harus mencapai 70o C (158o F).

 Cucilah kulit telur dengan air bersabun sebelum diolah dan dimasak, dan sesudah itu cucilah tangan.

 Hindari menggunakan telur mentah atau setengah matang pada makanan yang tidak akan dimasak kembali.

 Setelah memegang daging unggas mentah atau telur, cucilah tangan dan semua permukaan dan peralatan masak dengan segera dan menyeluruh dengan

menggunakan air dan sabun.

Jika merasa terpapar virus Avian Influenza, lakukan langkah-langkah pencegahan sebagai berikut:10

(13)

 Bila kemudian jatuh sakit dengan gejala demam, sulit bernafas, batuk dan gejala lainnya selama periode ini, berkonsultasilah pada tenaga medis atau ke layanan kesehatan setempat.

 Hindari melakukan perjalanan pada saat sakit, dan sebisanya kurangi kontak dengan orang lain untuk mencegah penyebaran penyakit.

2.8 Tatalaksana Jenazah

Jenazah tidak akan menimbulkan ancaman kesehatan jika ditangani secara benar. Sebaliknya, jenazah bisa menimbulkan penyakit jika penanganannya tidak memadai.5

Menurut Departemen Kesehatan RI, urutan perlakuan yang diberikan pada jenazah pasien flu burung adalah berikut: 1

1. Luruskan tubuh pasien.

2. Lepaskan alat kesehatan yang terpasang pada tubuh pasien.

3. Tutup mata, telinga, dan mulut dengan kapas maupun plester kedap air. 4. Setiap luka harus diplester dengan rapat.

5. Jenazah ditutup dengan kain kafan atau bahan atau bahan dari plastik (bahan tidak tembus air). Dapat juga jenazah ditutup dengan bahan kayu atau bahan lain yang tidak mudah tercemar.

6. Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.

7. Jenazah tidak boleh dibalsem ataupun disuntik pengawet (formalin atau formaldehida).

8. Jika jenazah akan diautopsi, maka akan dilakukan oleh petugas khusus dan autopsi dapat dilakukan jika sudah ada izin dari pihak keluarga dan direktur rumah sakit.

9. Jenazah hanya boleh diangkut oleh mobil jenazah.

10. Jenazah tidak boleh disemayamkan lebih dari 4 jam di dalam pemulasaran jenazah.

11. Jenazah dapat dikubur dalam tempat pemakaman umum dan dapat disaksikan oleh seluruh anggota keluarga setelah semua prosedur di atas telah dilalui.

(14)

Commonwealth of Australia Interim Pandemic Influenza Infection Control Guidelines tidak merekomendasikan untuk membalsem jenazah pasien korban flu burung apabila terjadi pandemi flu burung. Namun jika ini harus dilakukan untuk alasan budaya dan sosial, maka pembalseman dapat dilakukan dengan syarat:11

 Petugas yang melakukan pembalseman harus memiliki sertifikat dari institusi yang disetujui oleh direktur umum dari Departemen Kesehatan New South Wales (NSW).

 Petugas yang melakukan pembalseman harus mengenakan alat perlindungan diri yang lengkap (masker N95, baju panjang, sarung tangan, penutup kepala, dan kaca mata khusus).

Sebenarnya pelarangan Departemen Kesehatan RI terhadap penggunaan formalin terhadap jenazah pasien flu burung sudah tidak tepat, karena akan ini membuat risiko petugas yang mengurus jenazah untuk tertular flu burung menjadi lebih besar. Jika jenazah pasien flu burung bisa diformalin, maka akan menurunkan risiko menularnya virus flu burung karena virus ini mudah mati dalam formalin.1,8,9

Perawatan jenazah pasien flu burung di Laboratorium/SMF Forensik Universitas Udayana RSUP Sanglah sendiri sedikit berbeda dengan yang direkomendasikan oleh Departemen Kesehatan RI. Berikut ini adalah tata cara perawatan jenazah pasien dengan infeksi menular seperti: HIV/AIDS, hepatitis, flu burung, anthrax, kholera, dan pes di RSUP Sanglah:12

1. Jenazah diberi label merah.

2. Jenazah dibiarkan dalam suhu ruangan selama minimal 4 jam sebelum jenazah di bawa pulang atau dimasukkan dalam cooling unit.

3. Mandikan jenazah dengan larutan pemutih pakaian dengan perbandingan 1:10. 4. Apabila ada luka di tubuh jenazah, harus ditutup dengan plester kedap air.

5. Setiap lubang alamiah tubuh ditutup dengan kapas yang dibasahi dengan larutan pemutih pakaian dengan perbandingan 1:10.

6. Jenazah harus segera diawetkan dengan larutan formalin.

7. Setelah dikafani, jenazah dimasukkan dalam kantung jenazah yang kedap air. 8. Jenazah dimasukkan ke dalam peti dan disegel.

(15)

Menurut WHO, apabila jenazah akan diautopsi maka jenazah dapat disimpan dalam lemari pendingin. Apabila anggota keluarga ingin menyentuh tubuh jenazah, hal itu dapat diizinkan dengan memakai apron dan sarung tangan setelah sebelumnya keluarga mencuci tangan dengan sabun dan tubuh jenazah yang disentuh sebelumnya dibersihkan dengan antiseptik standar (alkohol 70%).4

Petugas di pemulasaran jenazah harus menjalankan prosedur universal precaution, yaitu dengan memakai alat perlindungan seperti: 12

1. Apron lengan panjang dari bahan plastik. 2. Tutup kepala.

3. Kaca mata google. 4. Masker.

5. Sarung tangan. 6. Sepatu boot.

Apabila alat-alat ini setelah dipakai harus direndam dalam larutan pemutih pakaian dengan perbandingan 1:10 selama 10 menit. Setelah merawat jenazah pasien tersebut, petugas wajib mencuci tangan dengan sabun sebelum dan setelah membuka sarung tangan.12

KESIMPULAN

Perawatan jenazah pasien dengan AI sebenarnya hampir sama dengan perawatan pasien dengan infeksi meular lainnya, seperti HIV/AIDS, anthrax, kholera, hepatitis, dan pes. Sebenarnya jenazah tidak akan menimbulkan ancaman kesehatan jika ditangani secara benar. Sebaliknya, jenazah bisa menimbulkan penyakit jika penanganannya tidak memadai dan ditangani bukan oleh petugas yang terlatih.

Terdapat perbedaan pendapat tentang perawatan jenazah pasien AI antara yang direkomendasikan oleh Depkes RI dengan yang dilakukan di Laboratorium/SMF Forensik Universitas Udayana RSUP Sanglah. Depkes RI mengatakan bahwa jenazah pasien AI tidak boleh dibalsem ataupun disuntik pengawet (formalin atau formaldehida), sedangkan hal yang sebaliknya dilakukan di Laboratorium/SMF Forensik Universitas

(16)

Udayana RSUP Sanglah dengan tujuan mematikan virus H5N1 yang berada dalam tubuh jenazah, karena virus flu burung cepat mati apabila terpapar oleh formalin.

Meskipun terdapat perbedaan pendapat, kedua hal tersebut tetap bertujuan sama, yaitu berusaha mencegah penularan virus flu burung dari jenazah ke petugas kesehatan dan keluarga dari jenazah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aditama TY, Soepandi P, Giriputro S, Pohan HT, Amin Z, Setyanto DB, et al. Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung Di Sarana Pelayanan Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI; 2006.

2. World Health Organization, Regional Office for South-East Asia. Avian Influenza Situation in Indonesia; 30 April 2008. Diunduh dari: http://www.who.int/csr/disease/avian_influenza/ situation_in_indonesia/ en/index.html. 20 Mei 2008.

3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Flu Burung Gambaran Umum, Deteksi, dan Penanganan Awal. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2005.

4. World Health Organization, Regional Office for South-East Asia. Avian Influenza Situation in Indonesia; 30 April 2008. Diunduh dari: http://www.who.int/csr/disease/avian_influenza/guidelines/ case_definition2006_08_29/en/index.html. 20 Mei 2008.

5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Penanganan Jenazah di Daerah Bencana; 18 Mei 2008. Diunduh dari: http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&amp;task =viewarticle&amp; sid=3025. 18 Mei 2008.

6. World Health Organization. Area with Confirmed Human Cases of H5N1 Avian Influenza since 2003; 30 April 2008. Diunduh dari: http://www.who.int/csr/resources/ Global_H5N1inHuman CUMULATIVE _FIMS_ 20080430.html . 20 Mei 2008.

7. World Health Organization. Avian Influenza-Epidemiology of Human H5N1Cases Reported to WHO; 30 Juni 2006. Diunduh dari: http://www.who.int/csr/resources/emerging/AI_WASH_ working_group.html. 18 Mei 2008.

8. CIDRAP. Avian Influenza (Bird Flu): Agricultural and Wildlife Considerations; 28 April 2008. Diunduh dari: http://www.cidrap.umn.edu/cidrap/content/influenza/ avianflu/biofacts/avflu.html. 18 Mei 2008.

9. Sipayung SJP. Waspada Flu Burung (Avian Influenza). 18 Mei 2008. Diunduh dari: http://www.gkps.or.id/index.php?go=tampilkan&amp;kat=3.html. 18 Mei 2008.

10. Caesari A. Flu Burung. 21 Juli 2005. Diunduh dari: http://bricolage.blogspot.com/2005/07/ fluburung.html. 18 Mei 2008.

(17)

11. New South Wales Goverment, Departement of Health. Handling Bodies by Funeral Director During an Influenza Pandemic. 1 Oktober 2003. Diunduh dari: http://www.health.nsw.gov.au/factsheets/ general/handling_flu_bodies.html. 18 Mei 2008.

12. Prosedur Penanganan Jenazah dengan Penyakit Menular di Bagian / SMF Ilmu Kedokteran Forensik FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah.

Gambar

Gambar 1. Penyebaran kasus flu burung yang terkonfirmasi di dunia sejak 2003 sampai dengan 30 April  2008
Gambar 2.  Provinsi di Indonesia dengan  kasus flu burung yang terkonfirmasi. 2

Referensi

Dokumen terkait

Dimana penulis skripsi ini merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar akademik Sarjana Ilmu Politik (S.IP) pada Program Studi Ilmu Hubungan

Perawat menjelaskan bahayanya apabila kadar gula darah terlalu rendah yang tidak segera di

Aldehid dan keton termasuk senyawa yang sederhana jika ditinjau berdasarkan tidak adanya gugus-gugus reaktif yang lain seperti -OH atau -Cl yang terikat langsung pada atom karbon

Sebelum mengungkapkan tentang hubungan Cirebon dengan VOC, sebelumnya dalam buku ini dijelaskan mengenai masuknya islam di Indonesia khususnya di Jawa Barat, sislsilah sunan gunung

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa teori didalam Relationship marketing yang diutarakan oleh Robinette dalam Sandra (2005:14) yang dimana variabel dari

Hasil regresi terhadap hipotesa 3 yakni untuk menguji pengaruh variabel desentralisasi fiskal bidang kesehatan, PDRB per kapita, jumlah tenaga medis dan jumlah tempat

Laporan akhir ini berjudul “ Analisis Sistem Pengendalian Intern Atas Sistem Akuntansi Piutang Pada USP Swamitra Tunas Baru Palembang ”.. Tak ada gading yang tak

Informasi yang disampaikan oleh petugas kesehatan pada program perbaikan gizi: ASI Eksklusif di puskesmas Pekan Kamis Sumatera Barat dalam memenuhi kebutuhan afektif ibu