6 Universitas Kristen Petra 2. LANDASAN TEORI
2.1 Brand
Brand merupakan suatu tanda lambang, istilah, atau desain yang
memperlihatkan identitas produk atau jasa dari satu penjual atau sekelompok penjual dan membedakan produk itu dari produk pesaing (Assiouras et al., 2015). 2.1.1 Brand Authenticity
Kata authenticity berasal pada kata Yunani authentikos dan kemudian pada kata Latin authenticus, yang berarti trustworth. Kata ini kemudian, digunakan untuk menggambarkan segala sesuatu yang asli, nyata atau benar atau ditandai dengan kejujuran dan kesederhanaan. Selain itu, itu mungkin sesuatu yang tulus, asli dan tidak bersalah. Tetapi dalam hal literatur pemasaran, tidak ada definisi keaslian yang dapat diterima secara luas. Penulis yang berbeda telah mencoba untuk membuat konsep makna keaslian menggunakan asosiasi dan denotasi yang berbeda, dengan keaslian, abadi dan tradisi (Assiouras et al., 2015).
Konsep "otentik" kontras dengan konsep "imitasi" dan seringkali berarti asli dan nyata. Authenticity adalah elemen akurasi yang diperoleh sebagai objek. Kata "asli" yang dikaitkan dengan 'realitas' dan 'kebenaran' memiliki makna yang berbeda dalam situasi yang berbeda dalam hal orang karena konsep tersebut memiliki sifat subjektif. Tidak mungkin untuk menyebutkan hanya satu definisi untuk konsep authenticity karena studi yang dilakukan oleh berbagai peneliti di berbagai bidang dan sifat subjektifnya. Namun, secara umum poin umum dari definisi-definisi ini adalah bahwa keasliannya mengungkapkan istilah-istilah yang nyata, benar, nonimitasi, asli dan akurat. Authenticity didefinisikan sebagai kualitas kebenaran atau keakuratan, keakuratan, dan keintiman, tetapi perlu dicatat bahwa konsep-konsep seperti itu sebenarnya dievaluasi melalui orang-orang yang telah mengalami produk atau layanan ini. Keaslian sebagai kriteria baru untuk membeli adalah salah satu pilar pemasaran (Yildiz dan Demirel, 2017).
Authenticity mengungkapkan semua yang asli, tidak tercemar, tanpa
kemunafikan, dan jujur dalam hal karakteristik dangkal dan fitur mendalam.
7 Universitas Kristen Petra
Authenticity telah mengambil alih kualitas sebagai kriteria pembelian yang
berlaku, sama seperti kualitas mengambil alih kualitas, dan sebagai biaya mengambil alih ketersediaan. Oleh karena itu, keaslian-keaslian menjadi jelas dalam pengaturan pengalaman, misal dalam akomodasi mewah, dan dapat dianggap sebagai faktor kunci dalam kesuksesan merek hotel (Manthiou et al., 2018).
Yildiz dan Demirel (2017) lebih jauh menjelaskan bahwa brand
authenticity diukur berdasarkan dimensi berikut ini:
1. Naturalness. Dimensi ini menggambarkan sifat natural/asli yang
terkandung dalam suatu brand. Seringkali kepastian terkait keaslian dari brand suatu produk, khususnya untuk produk high luxury menjadi persoalan karena konsumen tidak mengetahui bagaimana untuk memastikan produk tersebut memang produk otentik. Untuk itulah suatu brand perlu mampu untuk memberikan kesan natural dalam artian konsep produk yang ditawarkan menonjol atau tidak dibuat-buat. Contohnya adalah pada produk perhiasan, brand yang natural dari suatu produk perhiasan mampu menonjolkan kesan keindahan dan kemewahan produk yang natural dalam pandangan konsumen tanpa dibuat-buat.
2. Reliability, menggambarkan bagaimana brand dari suatu produk
mampu meyakinkan konsumen bahwa kualitas dari suatu brand memang sesuai dengan reputasi brand itu sendiri. Hal ini terutama pada produk high luxury brands, dimana brand itu sendiri harus mampu menawarkan produk yang sesuai dengan apa yang dijanjikan yaitu kemewahan.
3. Originality, menggambarkan bagaimana suatu brand dapat berbeda
dengan brand lain. Keunikan dan daya tarik suatu brand dapat menjadi tolok ukur dari originality.
4. Continuity, menggambarkan keberlangsungan suatu brand. Sekalipun
suatu brand memiliki kesan mewah namun apabila brand tersebut tidak dapat mempertahankan keberlangsungan dirinya di pasar maka brand tersebut akan sulit mendapatkan tempat di hati konsumen.
8 Universitas Kristen Petra 2.1.2 Brand Attachment
Definisi yang lebih sederhana dari brand attachment adalah ikatan yang sarat emosi atau hubungan emosional antara seseorang dan merek. Konsumen cenderung secara emosional melekat pada sejumlah merek, merasakan koneksi, gairah atau kasih sayang terhadap mereka, ke tingkat yang dapat bervariasi dari satu merek ke merek lainnya. Brand attachment merupakan karakteristik dasar dari ikatan emosional. Brand attachment mencerminkan adanya keterikatan pada merek dan merupakan variabel psikologis yang menunjukkan hubungan afektif yang tidak dapat diubah terhadap merek dan menyatakan hubungan kedekatan psikologis konsumen dengan merek tersebut (Silva, Strehlau, dan Strehlau, 2017).
Attachment adalah ikatan emosional dan afektif yang dibangun oleh
konsumen sehubungan dengan merek tertentu. Pelanggan cenderung untuk mempersonifikasikan merek yang disukai dan dengan demikian membangun afiliasi yang erat dengannya. Brand attachment adalah konstruk penting dalam menggambarkan kekuatan ikatan yang menghubungkan konsumen dengan suatu merek karena itu harus mempengaruhi perilaku yang menumbuhkan profitabilitas merek dan nilai masa pakai konsumen. Secara konseptual, keterikatan merek mirip dengan keterikatan kepemilikan ketika mempertimbangkan merek sebagai sumber emosi, identitas diri, dan nilai-nilai sejarah pribadi. Teori brand
attachment bermula dari penelitian perilaku konsumen, di mana area minat terkait
dengan hubungan merek dan loyalitas. Keterikatan merek mencerminkan hubungan merek psikologis dan emosional yang kuat dan tahan lama yang dihasilkan dari perasaan persahabatan dan ketergantungan terhadap merek. Brand
attachment juga dapat dianggap sebagai kekuatan ikatan yang menghubungkan
merek dengan diri. Brand attachment merupakan konstruk yang mencerminkan ikatan yang menghubungkan konsumen dengan merek tertentu dan melibatkan perasaan positif terhadap merek. (Chinomona dan Mazriri, 2017).
Yuan dan Lei (2017) menunjukkan bahwa keterikatan merek adalah konsep berbasis hubungan yang mencerminkan ikatan yang sarat emosi antara seseorang dan sebuah merek. Keterikatan merek terdiri dari tiga komponen emosional: kasih sayang, gairah, dan koneksi. Kasih sayang dicirikan oleh item emosi cinta, keramahan, dan kedamaian. Gairah dicirikan oleh kesenangan dan ketertarikan.
9 Universitas Kristen Petra Koneksi dicirikan oleh ikatan dan keterikatan. Brand attachment terdiri dari dua faktor penting: koneksi merek-diri dan keunggulan merek. Koneksi merek-diri mengacu pada ikatan yang melibatkan hubungan kognitif dan emosional antara merek dan diri yang dikembangkan dari waktu ke waktu dan melalui pengalaman, menunjukkan bahwa pikiran dan perasaan terkait merek menjadi bagian dari ingatan seseorang. Merek menonjol mengacu pada persepsi aksesibilitas memori suatu merek kepada seseorang yang mengindikasikan bahwa ingatan positif mengenai objek lampiran lebih menonjol bagi orang-orang yang sangat terikat pada objek lampiran daripada orang yang menunjukkan lampiran lemah. Semakin besar keterikatannya, semakin banyak upaya atau sumber daya yang bersedia dilakukan atau digunakan konsumen untuk mempertahankan hubungan merek (Yen et al., 2015)
Malar et al., (2011) menjelaskan bahwa brand attachment dapat diukur menggunakan dimensi sebagai berikut:
1. Self congruence, yang menggambarkan bagaimana konsumen mengaitkan jati diri atau memandang dirinya sendiri di dalam brand yang disukai. Konsumen yang mengalami keterikatan terhadap suatu
brand cenderung menemukan jati dirinya sesuai atau cocok dengan brand tersebut serta bagaimana konsumen memandang dirinya melalui
penggunaan brand.
2. Product involvement menjelaskan mengenai bagaimana brand menjadi
sangat penting bagi konsumen yang memiliki keterikatan terhadap suatu
brand dan bagaimana konsumen merasa bahwa nilai-nilai dirinya dapat
dituangkan melalui produk dari suatu brand.
3. Emotional connections yang mencerminkan kondisi emosional yang
dimiliki konsumen terhadap suatu brand. Emosi yang tercermin dari konsumen yang terikat terhadap brand tertentu adalah seperti rasa puas dan rasa dekat dengan brand, serta perasaan adanya hubungan yang kuat antara konsumen dengan suatu brand.
2.1.3 Brand Love
Brand love yang dialami oleh seorang konsumen terhadap suatu merek dapat
10 Universitas Kristen Petra bahwa brand love didefinisikan sebagai ikatan emosional yang antusias disertai dengan pengalaman konsumsi yang memuaskan. Konsumen dengan kecenderungan yang lebih hedonisme mungkin akan lebih sering mengalami fenomena brand love. Pengalaman merek yang luar biasa dapat memicu timbulnya brand love. Brand love mengandung beberapa elemen seperti gairah merek, daya tarik merek, dan janji merek tiga dimensi. Gao (2016) menambahkan bahwa konsumen yang mengalami brand love akan memiliki beberapa ciri-ciri seperti integrasi merek-diri, perilaku yang didorong gairah ketika menggunakan
brand, hubungan emosional positif, hubungan jangka panjang, memiliki sikap
yang positif terhadap brand, timbulnya kepastian sikap dan kepercayaan diri (kekuatan), dan sulit berpisah dengan brand tertentu.
Manthiou et al., (2018) menjelaskan bahwa brand love digambarkan sebagai tingkat keterikatan emosional yang penuh gairah yang dimiliki konsumen yang puas untuk nama dagang tertentu. Konsumen menemukan brand love melalui berbagai aspek produk/merek, seperti kualitas hebat, penghargaan intrinsik, identitas diri, pengaruh positif, rasa fit alami, ikatan emosional, dan melalui pemikiran dan penggunaan yang sering. Selain itu, integritas, komitmen terhadap kualitas, dan rasa kebajikan moral mendorong terjadinya brand love. Pengalaman positif dan perasaan kedekatan dengan merek mengembangkan cinta ini.
Brand love dapat dianggap sebagai upaya untuk membangun strategi pemasaran yang relatif baru yang berlaku untuk produk dengan komponen utama konsumen menengah keatas. Brand love itu sendiri adalah pengalaman emosional yang sangat kuat, tidak hanya dalam hubungan interpersonal, tetapi juga dalam konsumen dan hubungan merek (Andriani dan Bunga, 2017).
Fenomena brand love dapat bertahan lama, sehingga merek yang dicintai dianggap tak tergantikan. Konsumen menderita ketika kehilangan merek untuk periode waktu yang lama. Cinta merek juga mengarah pada persepsi positif yang bias terhadap merek (Albert dan Merunka, 2014).
Lebih jauh Albert & Merunka (2014) menjelaskan pengukuran brand love berdasarkan dimensi:
11 Universitas Kristen Petra
1. Passion. Perasaan cinta konsumen terhadap suatu brand salah satunya
dapat diamati dari adanya gairah yang timbul ketika konsumen menggunakan brand yang dicintai.
2. Intimacy. Ketika konsumen mencintai suatu brand maka akan timbul
perasaan dekat terhadap brand tersebut. Konsumen akan merasa bahwa
brand yang dicintai merupakan jati dirinya.
3. Commitment. Kecintaan terhadap suatu brand tentunya tergambar dari
komitmen konsumen terhadap brand yang dicintai. Komitmen untuk menggunakan satu jenis brand, komitmen untuk terus mengikuti perkembangan informasi terkait brand, serta komitmen untuk membeli
brand tanpa memperdulikan pengorbanan yang harus dilakukan.
2.2 Consumer Emotional Well Being
Psikolog telah lama mencatat bahwa emosi konsumen adalah sebuah paradigma multidimensi, dimana secara teoritis consumer emotional terkait dengan faktor psikologis yang berbeda-beda, seperti emosi positif dan emosi negatif. Consumer emotional well being merupakan konsekuensi dari konsumsi dan merupakan pengalaman pribadi dan bersifat subyektif (McFerran, Aquino, dan Tracy, 2014). Silva, Strehlau, dan Strehlau (2017) menjelaskan bahwa pengukuran consumer emotional well being dapat diukur berdasarkan beberapa indikator berikut:
1. Keberadaan atau penggunaan brand dapat memicu pikiran positif dalam benak konsumen.
2. Penggunaan produk dengan brand yang dipilih akan meningkatkan kepercayaan diri konsumen.
3. Keberadaan atau penggunaan brand dapat memicu perasaan positif dalam benak konsumen.
4. Penggunaan produk dengan brand yang dipilih akan menciptakan rasa aman dan nyaman bagi diri konsumen itu sendiri.
12 Universitas Kristen Petra 2.3 Hubungan antar Konsep
2.3.1 Hubungan antara Brand Authenticity terhadap Brand Attachment
Assiouras (2015) menjelaskan bahwa brand authenticity berpengaruh signifikan positif terhadap brand attachment. Authenticity dari suatu brand memberikan nilai atau kesan yang mendalam bagi konsumen dan kesan ini membuat konsumen merasa attached atau terikat dengan suatu brand. Semakin konsumen yakin akan authenticity dari brand produk yang dimiliki maka konsumen juga akan semakin merasa attached baik secara emosi maupun pikiran. Lebih jauh dijelaskan bahwa brand authenticity mencerminkan ukuran pride dari konsumen dan menjadi faktor yang dibanggakan oleh konsumen. Dalam hal ini, semakin yakin konsumen akan authenticity dari suatu brand, maka akan semakin tinggi pula brand attachment yang terjadi dalam diri konsumen.
Penelitian Tran & Keng (2018) juga menjelaskan bahwa brand authenticity dapat menjadi penyebab timbulnya brand attachment. Hal ini disebabkan karena di dalam suatu brand, authenticity adalah daya tarik utama bagi konsumen. Konsumen yang memilih suatu brand perlu diyakinkan agar brand yang dipilih memang autentik. Ketika konsumen sudah yakin akan authenticity dari suatu
brand maka konsumen akan secara perlahan menikmati menggunakan brand
tersebut dan akan timbul brand attachment dalam diri konsumen.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu tersebut maka hipotesis penelitian yang disusun terkait pengaruh dari brand authenticity terhadap brand attachment adalah:
H1: Brand authenticity berpengaruh signifikan positif terhadap brand attachment.
2.3.2 Hubungan antara Brand Attachment terhadap Brand Love
Gao (2016) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa brand attachment berpengaruh signifikan positif terhadap brand love. Semakin konsumen merasa
attached terhadap suatu brand maka akan timbul kecintaan pada brand terkait.
Pada dasarnya brand attachment yang terjadi antara konsumen dengan suatu
brand terjadi dalam suatu proses waktu tertentu, dan pada prosesnya konsumen
yang merasa attached di saat bersamaan akan mulai mencintai brand yang dimiliki.
13 Universitas Kristen Petra Penelitian lain oleh Rodrigues, Reis, & Cantista (2015) juga menjelaskan bahwa attachment yang dialami konsumen terhadap suatu brand akan menimbulkan kecintaan pada brand itu sendiri (brand love). Hal ini disebabkan karena konsumen yang memiliki keterikatan (attachment) terhadap suatu brand akan cenderung loyal terhadap brand tersebut dan secara perlahan akan mulai timbul rasa cinta terhadap brand yang disukai.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu tersebut maka hipotesis penelitian yang disusun terkait pengaruh dari brand attachment terhadap brand love adalah: H2: Brand attachment berpengaruh signifikan positif terhadap brand love.
2.3.3 Hubungan antara Brand Attachment terhadap Consumer Emotional Well Being
Silva, Strehlau & Strehlau (2017) mendapati bahwa brand attachment mempengaruhi consumer emotional well being secara signifikan positif. Konsumen yang merasa attached terhadap suatu brand, akan terus menggunakan
brand tersebut dalam aktivitas rutin konsumen. Attachment tersebut bahkan
mempengaruhi perasaan dan pikiran konsumen apabila tidak menggunakan brand yang dipilih. Semakin konsumen merasa attached terhadap suatu produk maka emosi konsumen saat menggunakannya juga akan semakin baik.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yuan & Lei (2017) justru didapatkan hubungan negatif antara brand attachment terhadap consumer emotional well
being. Hal ini disebabkan oleh faktor lain, dimana ketika konsumen sudah merasa attached terhadap suatu brand, namun konsumen tiba-tiba menyadari kekurangan
atau kelemahan dari brand tersebut maka hal ini akan berdampak negatif terhadap emosi konsumen.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu tersebut maka hipotesis penelitian yang disusun terkait pengaruh dari brand attachment terhadap consumer
emotional well being adalah:
H3: Brand attachment berpengaruh signifikan positif terhadap emotional well
14 Universitas Kristen Petra 2.4 Model Penelitian Brand Authenticity Brand Attachment Brand Love Consumer Emotional Well Being Gambar 2.1 Model Penelitian