SIKAP PARA SISWA KELAS VIII SMP TAMAN DEWASA JETIS YOGYAKARTA TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA TAHUN AJARAN 2010/2011
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Disusun oleh: Asteria Erlynna Ventin
051114017
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
SIKAP PARA SISWA KELAS VIII SMP TAMAN DEWASA JETIS YOGYAKARTA TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA TAHUN AJARAN 2010/2011
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Disusun oleh: Asteria Erlynna Ventin
051114017
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
SKRIPSI
SIKAP SISWA KELAS VIII SMP TAMAN DEWASA JETIS
YOGYAKARTA TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA TAHUN AJARAN 2010/2011
Oleh
Asteria Erlynna Ventin
NIM: 0511140 17
Telah disetujui oleh:
Dosen Pembimbing Tanggal
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah
Yogyakarta, 8 November 2011
Penulis
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata dharma:
Nama : Asteria Erlynna Ventin
Nomor mahasiswa : 051114017
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
SIKAP PARA SISWA KELAS VIII SMP TAMAN DEWASA JETIS
YOGYAKARTA TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN TAHUN AJARAN
2010/2011.
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mangalihkan dalam bentuk media lain, mengelola
dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya
selama mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 8 November 2011
Yang Menyatakan,
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“ Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah
bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan
akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan
tanganKu yang membawa kemenangan. “
( Yesaya 41: 10 )
“ Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya…… .”
( Pengkothbah 3:11 )
Skripsi ini akankupersembahkankepada:
vii
ABSTRAK
SIKAP PARA SISWA KELAS VIII SMP TAMAN DEWASA JETIS YOGYAKARTA TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN BAHASA
INDONESIA
TAHUN AJARAN 2010/2011
Asteria Erlynna Ventin Universitas Sanata Dharma
2011
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang sikap para siswa kelas VIII terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia. Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Taman Dewasa Jetis Yogyakarta tahun ajaran 2010/2011. Populasi penelitian ini adalah 120 orang dan yang menjadi sampel penelitian adalah 60 orang. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik sampling sistematis.
Alat pengumpulan data untuk penelitian ini adalah kuesioner Sikap Para Siswa Kelas VIII terhadap Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia yang disusun sendiri oleh peneliti (koefisien reliabilitas rxx= 0,902) yang terdiri atas 42 item pernyataan yang bersifat favourable dan unfavourable, dengan empat alternatif jawaban yaitu “Setuju” (S), “Sangat Setuju” (SS), “Tidak Setuju” (TS), dan “Sangat Tidak Setuju (STS). Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah kategorisasi berdasarkan Azwar (1999: 108) yang terdiri atas lima jenjang kategori yaitu kategori sangat buruk, buruk, netral, baik, dan sangat baik.
viii
ABSTRACT
THE ATTITUDE OF EIGHTH GRADE STUDENTS OF TAMAN DEWASA JUNIOR HIGH SCHOOL YOGYAKARTA TOWARDS INDONESIAN
LANGUAGESCHOOL SUBJECT ACADEMIC YEAR 2010/2011
By:
Asteria Erlynna Ventin
Sanata Dharma University Yogyakarta 2011
This research belongs to descriptive research which aimed to obtain the attitude of the eighth grade students of Taman Dewasa Junior High School Yogyakarta towards Indonesian language school subject academic year 2010/2011. The populations of this research were 120 students. However, the samples of this research were 60 students, taken by using systematic sampling technique.
The instrument of this research was a questionnaire about the attitude of the eighth grade students towards Indonesian language school subject. The questionnaire was arranged by the researcher using reliability coefficient 0,902. It consisted of 42 items of statement which were favorable and unfavorable with four alternative answers, i.e. “Strongly Agree” (SA), “Agree” (A), “Disagree” (D), and “Strongly Disagree” (SD). The data analysis technique of this research was categorizing the result based on Azwar (1999: 108) which consisted of five categories, i.e. very bad, bad, neutral, good, and very good.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda
Maria atas kasih, berkat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini dengan baik.
Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pendidikan dari Program Studi Bimbingan dan
Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan dan dukungan dari
banyak pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menghaturkan ucapan
terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Gendon Barus, M.Si. sebagai Ketua Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah banyak
memberikan pengetahuan, pengalaman, dan kesempatan ke pada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu A. Setyandari, S.Pd., S.Psi., Psi., M.A. sebagai Wakil Ketua Program
Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang
telah banyak memberikan pengalaman, dan kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Dr. M. M. Sri Hastuti, M. Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang
x
4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas
Sanata Dharma yang selama ini banyak memberikan pengalaman dan
pengetahuan kepada penulis.
5. Kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP) Taman Dewasa Jetis Yogyakarta
yang telah memberikan ijin sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian.
6. Guru dan karyawan SMP Taman Dewasa Jetis Yogyakarta yang telah
memberikan kesempatan, pengalaman, dan dukungan kepada penulis untuk
melakukan penelitian.
7. Siswa-siswi SMP Taman Dewasa Jetis Yogyakarta yang telah meluangkan
waktu dan membantu dalam pelaksanaan pengumpulan data.
8. Keluargaku tercinta: Bapak Y. Supriyanto dan Ibu A. Kustina serta adikku
Agustinus Wimbodo Purnomo yang telah banyak memberikan dukungan doa,
materi, dan terus memotivasi.
9. Keluarga besar penulis yang tiada hentinya memberikan dukungan doa dan
memotivasi penulis.
10.Keluarga kos Gatot kaca 9 (Bude, Bulik, Zita, Pak Happy, Yudo, Sance, Widi,
Dhita, Cresent Widi, Fitri, Bobi alias Yuni, Iyud, dan Vita) yang telah
memberikan dukungan, semangat, kebahagiaan, kekeluargaan, sukacita dan
doanya kepada penulis.
11.Teman-teman BK angkatan 2005 yang selalu memberikan dukungan dan
menunjukkan persaudaraan selama kuliah (Rita, Chuby, Br. Cahyo, Novi,
xi
Aquila, Estu, Bulbul, Benny, Marcel, dan semua teman yang tidak bisa
disebutkan satu per satu.
12.Teman-teman BK angkatan 2004 (Maria Lasibey, Dwi, Natalia, Trias, Tian,
Sepri, Sigit, Winggi, Tio, dll) serta angkatan 2006 ke bawah (Adit, Elda,
Agus, Ani, dll) yang telah membantu dan memberikan semangat kepada
penulis.
13.Teman-teman PPL BK di SMP Taman Dewasa Jetis (Sr. Miryam, Mba
Winggi, Rini, Sendy, dan Mba Monic) PPL BK di SMA Santa Maria (Anna,
Marcel, Sr. Mary dan Sendy), dan PPL BK di Komunitas Panti Asuhan
Kumuda Magelang (Estu, Echi, Uday, Sisil, Nisa, dan Sendy).
14.Teman-temanku (abang Choky, Anita, Kezia, dll) yang telah memberikan
masukan dan dukungan kepada penulis.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca atau siapa
saja yang berminat dalam bidang Bimbingan dan Konseling.
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan ... 6
D. Manfaat ... 6
E. Batasan Istilah ... 7
xiii
1. Pengertian dan Komponen Sikap ... . 8
2. Ciri-ciri Sikap ... . 14
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap ... .. 16
4. Pengukuran Sikap………...18
B. Sikap Siswa terhadap Mata Pelajaran Bahasa Indonesia ... 19
1. Proses belajar di Sekolah Menengah Pertama ... 19
a. Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Indonesia ... 19
b. Tujuan Mempelajari mata pelajaran Bahasa Indonesia ... 22
c. Pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia……….….... 23
2. Sikap Siswa Kelas VIII SMP Taman Dewasa Jetis Yogyakarta terhadap Mata Pelajaran Bahasa Indonesia ... 28
BAB III HASIL METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 34
B. Subyek Penelitian ... 34
C. Populasi dan Sampel... 35
D. Instrumen Penelitian ... 36
1. Kuesioner Sikap ... 36
2. Kisi-kisi Kuesioner ... 37
3. Skoring... 37
4. Validitas Kuesioner ... 38
5. Reliabilitas Kuesioner... 40
6. Uji daya Diskriminasi/ Daya beda... 41
xiv
F. Teknik Analisis Data ... 44
BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Data ... 48
B. Kategorisasi Secara Umum Sikap Siswa Kelas VIII ... 48
C. Pembahasan……….. 54
BAB V PENUTUP A. Ringkasan ... 61
B. Kesimpulan ... 62
C. Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 65
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Kisi-kisi kuesioner sikap siswa kelas VIII terhadap proses
pembelajaran Bahasa Indonesia sebelum uji coba dan
penelitian... 37
Tabel 2 Distribusi item skala sikap siswa kelas VIII terhadap proses
pembelajaran Bahasa Indonesia setelah diuji coba... 43
Tabel 3 Kategorisasi sikap siswa kelas VIII terhadap proses pembelajaran
Bahasa Indonesia... 47
Tabel 4 Pengkategorisasian sikap siswa kelas VIII terhadap proses
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Ujicoba Sikap Siswa Kelas VIII terhadap Proses
Pembelajaran Bahasa Indonesia... 68
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian Sikap Siswa Kelas VIII terhadap Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia... 69
Lampiran 3 Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas... 70
Lampiran 4 Penskoran Hasil Ujicoba... 71
Lampiran 5 Pengkategorisasian Hasil Penelitian... 72
1 BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan definisi operasional.
A. Latar Belakang Masalah
Sesuai dengan perkembangan zaman sekarang ini, semakin banyak para
siswa yang mengalami masalah, salah satunya adalah sikap belajar yang
buruk, contohnya: siswa tidak memperhatikan pelajaran pada waktu guru
menerangkan di kelas, siswa yang meminta izin ke kamar mandi ketika
pelajaran berlangsung dan siswa bersikap tidak peduli atau acuh tak acuh
pada waktu guru menerangkan di kelas. Sikap belajar inilah yang harus
diubah oleh para siswa karena hal ini akan berdampak buruk pada prestasi
belajar mereka selanjutnya. Sikap belajar yang buruk ini juga peneliti
temukan pada saat peneliti melaksanakan Program Pengalaman Lapangan
Bimbingan dan Konseling (PPL BK) di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Taman Dewasa Jetis Yogyakarta pada tanggal 14 Juli-16 Agustus 2008 pada
mata pelajaran bahasa Indonesia. Pada saat mata pelajaran tersebut
berlangsung banyak siswa yang tidak memperhatikan pelajaran; ada yang
mengirim pesan atau mengambil gambar dengan kamera ponsel, berbicara
atau bercanda dengan teman sehingga menimbulkan kegaduhan, tidak
bersemangat mengikuti pelajaran (mengantuk), beberapa siswa ada yang
minta izin ke kamar mandi pada saat pelajaran berlangsung, dan banyak siswa
Guru bimbingan dan konseling (BK) mempunyai peranan penting
dalam mengatasi semua permasalahan yang dialami oleh siswa, guru
Bimbingan dan Konseling (BK) dapat membantu guru kelas dalam
menangani masalah kelas, guru BK diharapkan dapat memberikan layanan
konseling belajar kepada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar.
Siswa harus bisa mengubah sikap belajar yang buruk sehingga siswa dapat
meraih prestasi belajar yang lebih baik lagi.
Peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian ini karena sikap
belajar siswa merupakan hal yang paling utama dalam menumbuhkan
kemauan/keinginan siswa untuk belajar. Selain itu, penelitian ini dapat
berguna untuk mengetahui sikap siswa yang dapat dilihat dari aspek kognitif
(pikiran), aspek afektif (perasaan) dan aspek konasi (kehendak) terhadap mata
pelajaran bahasa Indonesia sehingga pada gilirannya dapat menumbuhkan
minat siswa dalam belajar. Perasaan senang dan tertarik akan membuat siswa
kelas VIII SMP Taman Dewasa Jetis Yogyakarta memiliki kecintaan terhadap
mata pelajaran Bahasa Indonesia.
SMP Taman Dewasa Jetis Yogyakarta merupakan salah satu sekolah
swasta yang merupakan anak cabang dari Perkumpulan Perguruan Taman
Siswa (PPTS). SMP Taman Dewasa Jetis Yogyakarta sebagai sekolah
nasional yang mengacu pada kurikulum nasional sekolah, melaksanakan
kurikulum pengajaraan yang sama dengan SMP negeri. Pelajaran tambahan di
sekolah ini adalah Pendidikan Budi Pekerti dan Pendidikan Ketamansiswaan.
agar siswa lebih mengenal nilai-nilai yang ingin diterapkan pada siswa itu
sendiri agar menjadi manusia yang berbudi dan berguna bagi sesamanya di
lingkungan masyarakat. SMP Taman Dewasa Jetis Yogyakarta mempunyai
visi yang berbunyi: “Unggul Dalam Prestasi Berdasarkan Iman, Takwa dan
Budaya Bangsa Indonesia”. Selain itu SMP Taman Dewasa Jetis juga
mempunyai misi yang berbunyi:
1. Mendorong pengamalan ajaran agama
2. Membudayakan sikap sopan santun dalam lingkungan sekolah 3. Melaksanakan pembelajaran dengan sistem among
4. Meningkatkan pembelajaran yang efektif dan efisien
5. Melaksanakan bimbingan Karya Ilmiah Remaja dan Penelitian Ilmiah Remaja
6. Meningkatkan pelatihan dan bimbingan dibidang seni 7. Meningkatkan pelatihan dan bimbingan dibidang olahraga 8. Mengembangkan percakapan dalam Bahasa Inggris
9. Mengembangkan keterampilan dalam menggunakan komputer 10.Menggiatkan disiplin siswa dalam melaksanakan peraturan
Tatatertib sekolah
Berdasarkan visi dan misi tersebut para pamong SMP Taman Dewasa Jetis
Yogyakarta dapat membantu siswa supaya unggul dalam prestasi.
Peneliti merasa tertarik dengan sekolah ini karena SMP Taman Dewasa
Jetis menjunjung tinggi nilai-nilai budaya bangsa sehingga sekolah ini
berharap siswanya dapat berguna bagi bangsa dan negara melalui prestasi
belajar yang diraihnya selama bersekolah. Pada umumnya, siswa berasal dari
latar belakang keadaan sosial ekonomi cukup atau menengah ke bawah.
Dengan keadaan yang seperti itu orang tua mereka tetap menginginkan
anaknya untuk bersekolah supaya mendapatkan ilmu yang berguna untuk
Mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran
yang penting. Dikatakan penting karena mata pelajaran tersebut termasuk
mata Ujian Akhir Nasional (UAN). Selain itu, bahasa Indonesia juga
merupakan bahasa persatuan yang digunakan sebagai bahasa pengantar
sehari-hari dalam berkomunikasi baik secara lisan dan tulisan. Di SMP
Taman Dewasa Jetis yang mempunyai nilai-nilai kebangsaan yang tinggi,
mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan salah satu pelajaran yang dapat
menjunjung tinggi budaya bangsa Indonesia. Namun kenyataannya, peneliti
mendapatkan pengalaman melalui observasi selama melaksanaan Program
Pengalaman Lapangan Bimbingan dan Konseling (PPL BK) di SMP pada
tanggal 14 Juli-16 Agustus 2008, bahwa banyak siswa yang menganggap
mata pelajaran bahasa Indonesia tersebut mudah, dan menganggap mata
pelajaran tersebut tidak perlu dipelajari. Peneliti juga mengadakan wawancara
dengan guru mata pelajaran bahasa Indonesia kelas VIII sendiri pada hari
Senin tanggal 8 Desember 2010. Menurut guru mata pelajaran bahasa
Indonesia, 50% siswa memiliki nilai rata-rata 60 (enam puluh) yang berarti
cukup. Hal itu terjadi karena siswa seringkali menganggap mata pelajaran
tersebut mudah, dan siswa tidak mempelajarinya dengan sungguh-sungguh
sehingga para siswa sering mendapatkan prestasi belajar yang rendah
dibanding mata pelajaran yang lainnya.
Pelayanan bimbingan dan konseling dewasa ini telah menjadi salah satu
pelayanan pendidikan yang sangat diperlukan di sekolah-sekolah. Banyak
yang sering dialami siswa tersebut sering kali tidak dapat diatasi oleh guru
bidang studi di kelas karena sumber masalah siswa terkadang tidak hanya
berasal dari dalam sekolah, tetapi dari luar sekolah seperti keluarga dan
lingkungan. Dari sinilah peran guru bimbingan dan konseling dalam
membantu siswa menyelesaikan permasalahannya dalam belajar menjadi
sangat dibutuhkan (Prayitno dan Amti, 2004:29). Akan tetapi, pada
kenyataannya di SMP Taman Dewasa Jetis tidak ada jadwal pelayanan
bimbingan di kelas, sehingga pelayanan bimbingan dan konseling hanya
bersifat insidental atau pelaksanaan program berdasarkan permasalahan yang
timbul sehingga hasilnya pun belum maksimal.
Peneliti juga telah mewawancarai guru Bimbingan dan Konseling SMP
Taman Dewasa Jetis Yogyakarta pada tanggal 8 November 2010. Hasilnya
yaitu bahwa ada sebagian besar siswa (sekitar 50%) tidak mengikuti mata
pelajaran dengan baik karena kondisi kelas yang ramai, siswa tidak siap
menerima pelajaran, dan pengajaran guru hanya monoton. Selain itu, dengan
keadaan yang seperti itu menurut guru bimbingan dan konseling belum ada
peningkatan prestasi belajar di setiap mata pelajaran apalagi mata pelajaran
tersebut berada di saat-saat jam terakhir sehingga banyak siswa yang kurang
antusias. Selama ini belum ada tindakan-tindakan tegas untuk menangani
masalah belajar seperti penambahan waktu belajar bagi siswa kelas VIII
untuk meningkatkan nilai mata pelajaran.
Berdasarkan sikap keadaan belajar para siswa seperti dijelaskan di atas
Dewasa Jetis Yogyakarta ini terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia.
Alasan peneliti memilih sekolah tersebut karena peneliti pernah melakukan
Program Pengalaman Lapangan Bimbingan dan Konseling (PPL BK)
sehingga peneliti sudah mengetahui keadaan lingkungan sekolah ini. Melalui
penelitian ini, penulis berharap, siswa SMP Taman Dewasa Jetis Yogyakarta
dapat memperoleh gambaran mengenai sikap belajar siswa dalam mata
pelajaran bahasa Indonesia dengan mengubah sikap-sikap mereka
sebelumnya dalam mata pelajaran ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dihasilkan rumusan masalah
sebagai berikut:
Bagaimanakah sikap para siswa kelas VIII SMP Taman Dewasa Jetis
Yogyakarta terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia?
C. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang sikap para
siswa kelas VIII SMP Taman Dewasa Jetis Yogyakarta Tahun Ajaran
2009/2010 terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi atau
masukan mengenai sikap siswa SMP Taman Dewasa Jetis Yogyakarta
digunakan oleh guru pembimbing untuk mengembangkan Program
Bimbingan Belajar siswa dalam mata pelajaran bahasa Indonesia.
E. Batasan Istilah
1. Sikap adalah kecenderungan yang dimiliki seseorang untuk bereaksi
terhadap suatu obyek dengan cara tertentu yang melibatkan komponen
kognitif, afeksi dan konasi orang tersebut. (Saffifudin, 1988:3)
2. Siswa-siswi SMP adalah remaja putera dan puteri yang masih duduk di
bangku kelas VIII di SMP Taman Dewasa Jetis Yogyakarta tahun ajaran
2009/2010.
3. Bahan mata pelajaran bahasa Indonesia adalah sumber isi atau pesan yang
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab ini membahas mengenai sikap: (1) pengertian dan komponen sikap, (2)
ciri-ciri sikap, (3) faktor-faktor yang mempengaruhi sikap, (4) pengukuran sikap.
Sikap siswa terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia: (1) Proses belajar di SMP
(Sekolah Menengah Pertama), (2) Sikap siswa kelas VIII SMP Taman Dewasa
Jetis Yogyakarta terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia.
A. Sikap
1. Pengertian dan Komponen Sikap
Menurut Berkowist (Azwar,1997: 4-5) sikap manusia atau
singkatnya sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap
orang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak
(favorable) atau perasaan tidak mendukung atau tidak memihak
(unfavorable). Thurstone (Bimo Walgito, 1994:109) memandang sikap
sebagai suatu tingkatan afeksi positif atau negatif yang berhubungan
dengan beberapa obyek psikologis. Afeksi yang positif yaitu afeksi
senang, sedangkan afeksi negatif yaitu afeksi yang tidak senang. Dengan
demikian obyek dapat menimbulkan berbagai macam tingkatan afeksi
pada seseorang.
Azwar (1997: 5) mengutip pendapat beberapa ahli di dalam bukunya
antara lain: Chave (1928), Bogardus (1931), La Pieree (1934) dan Gordon
suatu obyek dengan cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud merupakan
kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila
individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya
respon. Second & Backam (Azwar, 1997: 5) mendefinisikan sikap sebagai
keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan
presdisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek
dilingkungan sekitarnya.
Menurut Newcomb (Walgito, 1994: 110) sikap dapat dipandang dari
sudut kognisi dan motivasi. Dari sudut pandang kognisi, sikap dianggap
sebagai organisasi atau kelompok kognisi. Dari sudut pandang motivasi,
sikap dianggap sebagai kesiapan untuk membangun motif. Bimo Walgito
(1994: 110) juga mengutip pendapat Baron dan Byrne (1991) yang
menyatakan sikap sebagai kelompok perasaan-perasaan,
kepercayaan-kepercayaan, dan arah tendensi tingkah laku menuju spesifikasi
orang-orang, ide-ide, obyek-obyek, atau kelompok-kelompok. Sikap menjadi
perantara antara respon seseorang dan obyek yang bersangkutan. Respon
diklasifikasikan dalam tiga (3) macam, yaitu kognitif, respon afeksi, dan
respon konatif atau perilaku. Masing-masing klasifikasi respon ini
berhubungan dengan ketiga komponen sikap (Azwar, 1997: 8).
Ketiga komponen yang membentuk sikap, yaitu:
a) Komponen kognitif (konseptual), yaitu komponen yang berkaitan
dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang
b) Komponen afektif (emosional), yaitu komponen yang berhubungan
dengan rasa senang atau tidak senang terhadap obyek sikap. Rasa
senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang
merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap,
yaitu positif atau negatif.
c) Komponen konatif (perilaku), yaitu komponen yang berhubungan
dengan kecenderungan bertindak terhadap obyek sikap. Komponen ini
menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku
seseorang terhadap obyek sikap (Bimo Walgito, 1994: 111).
Sikap merupakan sesuatu yang diperoleh seseorang melalui interaksi
dengan suatu obyek sosial atau peristiwa sosial. Sikap tidak dibawa sejak
lahir, melainkan dibentuk melalui proses belajar di dalam suatu konteks
sosial tertentu. Oleh karena itu, sikap dapat dipelajari dan dibentuk melalui
interaksi dengan obyek sosial atau peristiwa sosial (Walgito, 1987: 54).
Karena itu, sikap dapat berubah, diubah, atau dikembalikan seperti semula
walaupun dengan waktu yang lama. Perubahan sikap tersebut juga
disebabkan oleh adanya stimulus hukuman (punishment) pada saat
terbentuknya sikap. Winkel (1984: 31) mengatakan bahwa yang berperan
dalam mengubah sikap antara lain adalah perasaan, pengetahuan,
pengalaman, dan motif. Keempat hal di atas merupakan produk interaksi
yang juga ditentukan oleh kondisi lingkungan saat itu.
Sikap merupakan bagian dari kepribadian seseorang, oleh karenanya
mencoba menerangkan bagaimana pembentukan perubahan sikap tersebut.
Salah satu teori yang sering digunakan bahwa sikap akan "mencari
kesesuaian" antara kepercayaan dan perasaan mereka terhadap objek, dan
menyarankan bahwa perubahan sikap tergantung dari salah satu perasaan
(feeling) atau kepercayaan (belief). Dalam teori maksudnya yaitu
pembentukan sikap akan mencari kesamaan atau kesesuaian di antara
kepercayaan dan perasaannya terhadap obyek sikap.
(http://www.untar.psikologi.com), diakses tanggal 7 Mei 2010.
Banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli. Namun, secara
umum ada tiga kerangka pemikiran yang menjadi referensi dari
definisi-definisi tersebut. Ketiga kerangka pemikiran itu adalah sebagai berikut.
Pertama, sikap merupakan derajat afek atau penilaian positif atau negatif
terhadap suatu objek psikologis, yakni perasaan mendukung (favorable)
dan perasaan tidak mendukung (unfavorable) seseorang terhadap suatu
objek. Kedua, sikap merupakan suatu kecenderungan potensial untuk
bereaksi terhadap suatu objek dengan cara tertentu jika individu
dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respons.
Ketiga, sikap merupakan suatu keteraturan tertentu dalam hal perasaan
(afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang
terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya (Azwar, 2002: 4-5).
Berdasarkan definisi-definisi sikap yang diberikan oleh para ahli
dapat dipahami bahwa sikap berkaitan dengan rasa suka atau tidak suka
dalam bentuk positif atau negatif. Rasa suka atau tidak suka tersebut
sangat berkaitan dengan kondisi dan situasi yang terjadi dalam suatu
lingkungan.
Hal ini berkaitan erat dengan fungsi sikap, sebagai berikut:
a) Sikap sebagai instrumen atau alat untuk mencapai tujuan (instrumental
function).
Seseorang mengambil sikap tertentu terhadap obyek atas dasar
pemikiran sampai sejauh mana obyek sikap tersebut dapat digunakan
sebagai alat atau instrumen untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.
Kalau obyek itu mendukung dalam pencapaian tujuan, maka orang akan
mempunyai sikap yang positif terhadap obyek yang bersangkutan,
demikian pula sebaliknya. Fungsi ini juga sering disebut sebagai fungsi
penyesuaian (adjustment), karena dengan mengambil sikap tertentu
seseorang akan dapat menyesuaikan diri dengan keadaan
lingkungannya.
b) Sikap sebagai pertahanan ego
Kadang-kadang orang mengambil sikap tertentu terhadap sesuatu obyek
karena untuk mempertahankan ego atau akunya. Apabila seseorang
merasa egonya terancam maka ia akan mengambil sikap tertentu
terhadap obyek demi pertahanan egonya. Misalnya orang tua
mengambil sikap begitu keras (walaupun sikap itu sebetulnya tidak
benar), hal tersebut mungkin karena dengan bersikap seperti itu keadaan
c) Sikap sebagai ekspresi nilai
Sikap sebagai ekspresi nilai menunjukkan bagaimana nilai-nilai pada
orang tersebut. Sikap yang diambil oleh seseorang mencerminkan
sistem nilai yang ada pada diri orang tersebut.
d) Sikap sebagai fungsi pengetahuan
Ini berarti bahwa bagaimana sikap seseorang terhadap sesuatu obyek
akan mencerminkan keadaan pengetahuan dari orang tersebut. Apabila
pengetahuan seseorang mengenai sesuatu belum konsisten maka hal itu
akan berpengaruh pada sikap orang itu terhadap obyek tersebut.
Siswa mempunyai sikap positif terhadap suatu obyek yang bernilai
dalam pandangannya, dan ia akan bersikap negatif terhadap obyek yang
dianggapnya tidak bernilai dan atau juga merugikan. Sikap ini kemudian
mendasari dan mendorong ke arah sejumlah perbuatan yang satu sama
lainnya berhubungan. Hal yang menjadi obyek sikap dapat
bermacam-macam. Sekalipun demikian, orang hanya dapat mempunyai sikap
terhadap hal-hal yang diketahuinya. Jadi harus ada sekedar informasi pada
seseorang untuk dapat bersikap terhadap suatu objek. Informasi
merupakan kondisi pertama untuk suatu sikap. Dari informasi yang
didapatkan itu akan menimbulkan berbagai macam perasaan positif atau
negatif terhadap suatu obyek.
Sikap berkaitan dengan segala sesuatu yang pernah dialami atau
pengalaman seseorang tersebut baik itu berasal dari keluarga, lingkungan
organisasi maupun lingkungan masyarakat luas. Sikap juga erat kaitannya
dengan kepribadian seseorang, artinya ada penyesuaian antara harapan
dengan kenyataan yang diperoleh. Sikap positif dan negatif dapat keluar
dari seseorang tergantung dari bagaimana seseorang menyikapi harapan
dan kenyataan, sikap positif dan negatif juga dipengaruhi sejauh mana
pengalaman-pengalaman dari seseorang itu dapat menjadi sebuah
pelajaran.
Dengan mempelajari berbagai pendapat ahli di atas, menurut peneliti
pengertian sikap adalah suatu kecenderungan seseorang memiliki perasaan
suka atau tidak suka terhadap obyek sikap, kesediaan untuk melakukan
tindakan terhadap obyek sikap, dan kesadaran akan manfaat obyek sikap
tersebut.
2. Ciri-ciri Sikap
Walgito (1994: 113-115) berpendapat sikap memiliki ciri-ciri antara
lain:
a) Sikap tidak dibawa dari lahir
Manusia pada waktu dilahirkan belum membawa sikap-sikap terhadap
suatu obyek. Sikap tidak dibawa sejak individu dilahirkan, melainkan
terbentuk dalam perkembangan individu yang bersangkutan; sikap
b) Sikap itu selalu berhubungan dengan obyek tertentu
Sikap selalu terbentuk atau dipelajari dalam hubungannya dengan
obyek-obyek tertentu, yaitu melalui persepsi terhadap obyek tertentu.
Hubungan yang positif atau negatif antara individu dengan obyek
tertentu akan menimbulkan sikap tertentu dari individu terhadap obyek
yang bersangkutan.
c) Sikap dapat tertuju pada suatu obyek saja, tetapi juga dapat tertuju pada
sekumpulan obyek. Bila seseorang mempunyai sikap negatif pada
seseorang, ia juga akan mempunyai kecenderungan untuk menunjukkan
sikap yang negatif pada kelompok yang dimasuki oleh orang yang
bersangkutan. Di sini terlihat adanya kecenderungan untuk
menggeneralisasikan obyek sikap.
d) Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar
Kalau sikap telah terbentuk, sikap itu akan bertahan lama. Sikap itu
akan sulit berubah, dan kalaupun berubah akan memakan waktu yang
lama. Demikian pula sebaliknya, apabila sikap belum tertanam dalam
diri seseorang, maka sikap tersebut akan relatif tidak tahan lama dan
akan mudah berubah.
e) Sikap itu mengandung faktor perasaan dan motivasi
Sikap terhadap suatu obyek tertentu akan selalu diikuti oleh perasaan
tertentu yang dapat bersifat positif (yang menyenangkan), tetapi juga
dapat bersifat negatif (yang tidak menyenangkan) terhadap obyek
sikap itu mempunyai daya dorong bagi individu untuk berperilaku
tertentu terhadap obyek.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap
Pembentukan sikap seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Menurut Gerungan (1988: 154), secara umum ada dua faktor yang
mempengaruhi sikap seseorang, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal adalah faktor yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri.
Faktor ini berupa daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah
pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Pilihan ini disesuaikan dengan
pengalaman masa lalu, motif, dan sikap di dalam diri, terutama yang
menjadi minat dan perhatiannya. Sedangkan faktor eksternal adalah
faktor yang terdapat di luar diri manusia. Faktor ini berupa interaksi
sosial di luar. Misalnya, interaksi manusia dengan hasil kebudayaan
manusia dan interaksi antar individu. Dalam konteks yang lebih kecil
hasil kebudayaan manusia dapat berupa fasilitas dan sarana yang ada.
Sedangkan interaksi antar individu dapat berupa lingkungan di sekitarnya
Sikap dapat bersumber dari orang tua, guru dan anggota kelompok
rekan sekerja. Senada dengan hal tersebut Kartono (1987) mengatakan
sikap dapat bersumber dari keluarga, kelompok-kelompok agama,
kelompok sekunder dan kelompok primer lainnya, pengalaman pribadi
dan kebudayaan bangsa sendiri. Selain sumber sikap dari orang tua
sehingga banyak siswa memodelkan sikap gurunya. Penampilan guru
yang simpatik akan menjadi rujukan sikap bagi siswanya oleh sebab itu
guru dituntut bersikap positif dan simpatik. Selanjutnya sikap yang positif
tersebut akan terbentuk dari lingkungan, dalam hal ini seseorang selalu
bersosialisasi dengan lingkungan (teman sekerja, teman kelompok, dan
lain-lain).
Azwar (1997: 30) berpendapat bahwa sikap terbentuk dari adanya
interaksi yang dialami oleh individu. Interaksi mengandung arti lebih
daripada sekedar adanya kontak dan hubungan antar individu sebagai
anggota suatu kelompok. Dalam interaksi tersebut terjadi hubungan yang
saling pengaruh diantara individu yang satu dengan yang lain sehingga
terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku
masing-masing individu. Dalam interaksi, individu membentuk pola sikap
tertentu terhadap obyek psikologisnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan sikap, menurut Azwar (1997) antara lain:
a. Pengalaman pribadi
Apa yang telah dan sedang dialami oleh seseorang akan ikut
membentuk dan mempengaruhi penghayatan seseorang terhadap
stimulus sosial. Tanggapan akan dijadikan salah satu dasar
terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan
penghayatan, pengalaman yang berkaitan dengan obyek psikologis
harus dimiliki seseorang. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain di sekitar individu merupakan salah satu di antara
komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap individu tersebut.
Seseorang yang dianggap penting, seseorang yang diharapkan
persetujuannya bagi setiap gerak dan langkah individu tersebut,
seseorang yang tidak ingin dikecewakan atau seseorang yang berarti
khusus bagi individu tersebut (significant others) akan banyak
mempengaruhi pembentukan sikap individu terhadap sesuatu. Pada
umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis
atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting.
4. Pengukuran Sikap
Menurut Azwar (1997: 90-95) sikap dapat diukur melalui beberapa
cara, yaitu:
a. Observasi langsung
Observasi langsung adalah pengukuran yang menggunakan metode
observasi perilaku. Obyek pengamatan terfokus pada perilaku yang
nampak dari seseorang baik itu disengaja atau tidak disengaja. Dengan
mengamati perilaku yang nampak dapat diketahui sikap orang tersebut
terhadap suatu obyek.
b. Penanyaan langsung
Penanyaan langsung dapat dipakai sebagai cara untuk mengetahui sikap
seseorang terhadap obyek yang sedang dihadapinya. Asumsi yang
tentang dirinya sendiri sehingga orang akan mengemukakan secara
terbuka apa yang dirasakannya.
c. Pengungkapan langsung
Sikap juga dapat diukur dengan pengungkapan langsung secara tertulis
oleh orang tersebut. Pengungkapan langsung dengan menyajikan
pernyataan tertulis kepada responden yang diminta memilih alternatif
jawaban setuju atau tidak setuju.
d. Pengukuran terselubung
Pengukuran terselubung adalah pengukuran yang tetap menggunakan
metode observasi perilaku. Perbedaan pengukuran terselubung dengan
observasi langsung terletak pada objek pengamatan yaitu bukan lagi
pada perilaku yang tampak baik yang disadari atau disengaja oleh
seseorang melainkan reaksi-reaksi fisiologis yang terjadi di luar kendali
orang yang bersangkutan.
B. Sikap Siswa terhadap Mata Pelajaran Bahasa Indonesia 1. Proses belajar di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
a. Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Berikut ini adalah isi kurikulum mata pelajaran Bahasa
Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP):
1) Tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia, menurut Kurikulum 2006
a) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika
yang berlaku, secara lisan dan tulisan;
b) Menghargai dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia
sebagai bahasa persatuan dan bahasa Negara;
c) Memahami Bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan
tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan;
d) Menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan
kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial;
e) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas
wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa;
f) Menghargai dan membanggakan Sastra Indonesia sebagai
khazanah budaya dan intelektual Manusia Indonesia.
2) Materi Pengajaran Bahasa Indonesia, menurut Kurikulum 2006
(Depdikbud, 2006: 232) untuk kelas VIII, yaitu:
a) Mendengarkan;
b) Berbicara;
c) Membaca; dan
d) Menulis.
3) Sumber Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
a) Buku Paket Bahasa Indonesia
b) Buku Pendukung Bahasa Indonesia
4) Kegiatan mempelajari mata pelajaran Bahasa Indonesia, menurut
Kurikulum 2006 (Depdikbud, 2006: 237)
a) Mendengarkan
(1) Memahami wacana lisan berbentuk laporan
(2) Mengapresiasikan pementasan drama
(3) Memahami isi berita dari radio/televisi
(4) Memahami unsur intrinsik novel remaja (asli atau
terjemahan) yang dibacakan.
b) Berbicara
(1) Mengungkap berbagai informasi melalui wawancara dan
presentasi laporan
(2) Mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan bermain
peran
(3) Mengemukakan pikiran, perasaaan, dan informasi melalui
kegiatan diskusi dan protokoler
(4) Mengapresiasikan kutipan novel remaja (asli atau
terjemahan) melalui kegiatan diskusi
c) Membaca
(1) Memahami ragam wacana tulis dengan membaca memindai
atau secara perlahan-lahan (mengeja), membaca cepat
(2) Memahami teks drama dan novel remaja
(3) Memahami ragam wacana tulis dengan membaca ekstensif,
(4) Memahami buku novel remaja (asli atau terjemahan) dan
antologi puisi
d) Menulis
(1) Mengungkapkan informasi dalam bentuk laporan, surat
dinas, dan petunjuk
(2) Mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui kegiatan
menulis kreatif naskah drama
(3) Mengungkapkan informasi dalam bentuk rangkuman, teks
berita, slogan/poster
(4) Memahami buku novel remaja (asli atau terjemahan) dan
antologi puisi
(5) Mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam puisi bebas.
b. Tujuan mempelajari mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan salah satu mata
pelajaran yang penting karena bertujuan untuk mengembangkan sikap
dan perilaku positif dalam berbahasa. Bahasa Indonesia yang terdiri atas
empat keterampilan berbahasa (mendengarkan, membaca, berbicara,
dan menulis) menjadi sebuah mata pelajaran yang aktif produktif.
Artinya, dalam pembelajaran bahasa siswa tidak hanya berkutat pada
teori bahasa, tetapi ditekankan pada sikap dan pemakaian bahasa yang
kontekstual. Selain itu, bahasa Indonesia juga digunakan sebagai bahasa
Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang
berlaku, baik secara lisan maupun tulis.
2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan dan bahasa negara.
3. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat
dan kreatif untuk berbagai tujuan.
4. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, serta kematangan emosional dan sosial.
5. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas
wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa .
6. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah
budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Siswa wajib menguasai bahasa Indonesia agar mampu mengikuti
kegiatan belajar mengajar dengan baik karena bahasa Indonesia
merupakan bahasa nasional dan bahasa pengantar di setiap sekolah.
c. Pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh siswa
untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman siswa itu sendiri dalam
memperoleh perubahan perilaku yang mengandung makna bahwa ciri
utama dalam proses pembelajaran itu ialah adanya perubahan perilaku
dalam diri individu. Artinya seseorang telah mengalami pembelajaran
akan berubah perilakunya. Hasil pembelajaran ditandai dengan
perubahan perilaku secara keseluruhan. Prinsip ini mengandung makna
bahwa perubahan perilaku dan bukan hanya satu atau dua aspek saja.
Perubahan perilaku itu meliputi aspek-aspek sikap yaitu: aspek sikap
kognitif (pengetahuan), aspek sikap dan nilai (afektif), serta aspek
keterampilan (psikomotorik).
Kegiatan mempelajari dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia
yang biasa dilakukan adalah membaca, menulis, berbicara, dan
mendengarkan. Kegiatan tersebut akan dijelaskan:
a. Membaca
Kegiatan membaca sangat penting dalam mata pelajaran
Bahasa Indonesia, karena siswa harus memahami ragam
wacana tulis dengan membaca memindai atau membaca cepat.
Siswa dapat melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis
di papan tulis maupun buku pelajaran baik dengan lisan atau
hanya dalam hati (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990: 62).
Kemampuan atau keterampilan membaca adalah kemampuan
memahami gagasan, pendapat, perasaan, dan sebagainya dari
pihak lain yang disampaikan lewat tulisan. Pengukuran
pembelajaran berlangsung yaitu melalui latihan-latihan
membaca terhadap suatu wacana tertentu. Pengukuran itu dapat
berupa: (1) tanya jawab singkat mengenai wacana yang dibaca;
(2) menjawab pertanyaan-pertanyaan bacaan; (3)
mengungkapkan kembali pemahaman isi wacana secara lisan;
dan (4) mengungkapkan kembali secara tertulis isi wacana.
b. Menulis
Kemampuan atau keterampilan menulis adalah kemampuan
mengungkapkan gagasan, pendapat, dan perasaan kepada pihak
lain melalui menulis. Hal ini sangat membantu siswa dalam
mengungkapkan informasi dalam bentuk laporan, surat, dan
petunjuk. Menulis merupakan sebuah proses kreatif
menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis untuk tujuan,
misalnya memberi tahu, meyakinkan, atau menghibur. Hasil
dari proses kreatif ini biasa disebut dengan istilah karangan
atau tulisan. Pengukuran keterampilan menulis dapat
dilaksanakan pada saat berlangsungnya proses pembelajaran
dan dapat pula dilakukan ujian khusus di luar kegiatan
pembelajaran yang sengaja diselenggarakan untuk keperluan
itu. Pengukuran keterampilan menulis yang dilaksanakan pada
saat kegiatan pembelajaran di antaranya berupa latihan-latihan
melakukan aktifitas, misalnya berupa: (1) menulis suatu
pola-pola tertentu; (3) membuat berbagai jenis paragraf; (4)
membuat berbagai jenis surat; (5) membuat rangkuman dan
atau ikhtisar bacaan; (6) menuliskan kembali isi suatu acara
tertentu dari televisi; (7) mengarang bebas dengan topik
tertentu, dll.
c. Berbicara
Siswa perlu memiliki keberanian dalam berbicara dalam
mata pelajaran bahasa Indonesia sehingga siswa dapat
mengungkapkan berbagai informasi melalui wawancara dan
presentasi laporan. Berbicara dan menyimak merupakan
kegiatan berbahasa lisan, dua-duanya berkaitan dengan bunyi
bahasa. Dalam berbicara seseorang menyampaikan informasi
melalui suara atau bunyi bahasa, sedangkan dalam menyimak
seseorang mendapat informasi melalui ucapan atau suara.
Berbicara dan menyimak merupakan dua kegiatan yang tidak
dapat di-pisahkan, kegiatan berbicara selalu disertai kegiatan
menyimak, demikian pula kegiatan menyimak akan didahului
kegiatan berbicara. Keduanya sama-sama penting dalam
komunikasi. Kegiatan pembelajaraan dan pengembangan soal
ujian pada umumnya berangkat dari kegiatan tulis-menulis.
Pada prinsipnya ujian keterampilan berbicara memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berbicara, dan bukannya
dilakukan ketika kegiatan pembelajaran berlangsung, yang hal
ini dapat dilakukan dengan cara: (1) mengungkapkan atau
menceritakan kembali secara lisan isi wacana lisan yang
diperdengarkan; (2) mengungkapkan atau menceritakan
kembali secara lisan isi wacana yang dibaca; (3)
mengungkapkan atau menceritakan kembali secara lisan isi
wacana yang berupa gambar; (4) mengungkapkan atau
menceritakan kembali secara lisan berbagai pengalaman; (5)
melakukan kegiatan diskusi mengenai tema tertentu; (6)
melakukan kegiatan tugas berpidato, bercerita, dll.
d. Mendengarkan
Kemampuan atau keterampilan mendengarkan sering
dikatakan sebagai keterampilan menyimak, yaitu kemampuan
memahami gagasan, pendapat, perasaan dan sebagainya dari
pihak lain yang disampaikan lewat suara, baik langsung
maupun tidak langsung lewat media tertentu. Pengukuran
keterampilan mendengarkan dapat dilakukan bersamaan
dengan kegiatan pembelajaran dan dilakukan secara khusus
yang sengaja dirancang untuk maksud itu. Oleh karena itu,
pengungkapan keterampilan mendengarkan dapat berupa
latihan-latihan mengerjakan tugas tertentu, misalnya berupa:
(1) tanya jawab singkat mengenai wacana yang didengarkan;
dan (3) mengungkapkan kembali pemahaman siswa secara
tertulis.
2. Sikap Siswa Kelas VIII SMP Taman Dewasa Jetis Yogyakarta Terhadap Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Sikap belajar siswa adalah kecenderungan yang dimiliki para siswa
dalam mereaksi secara konsisten kegiatan belajar yang meliputi 3 (tiga)
komponen yaitu: afeksi (perasaan) mempunyai peran penting untuk
menumbuhkan minat siswa dalam belajar, yang dapat membentuk
kehendak/keinginan (konasi) siswa supaya mau tetap belajar, sehingga
menumbuhkan pikiran (kognitif) agar siswa tersebut dapat bertanggung
jawab terhadap kewajibannya yaitu belajar.
Dengan mempelajari mata pelajaran bahasa Indonesia siswa SMP
Taman Dewasa Jetis Yogyakarta dapat memperoleh banyak manfaat dalam
kehidupan sehari-hari; materi dalam mata pelajaran bahasa Indonesia
bersifat umum, menarik, dan mudah dipahami. Bahasa Indonesia juga
digunakan sebagai bahasa pengantar sehari-hari yang resmi dan wajib. Di
samping itu, ada juga yang beranggapan bahwa dengan berbahasa
Indonesia akan mencerminkan sikap seorang siswa yang baik dan setia
kepada bahasa nasional yang sesuai dengan visi dan misi SMP Taman
Dewasa Jetis Yogyakarta. Sementara itu, guru juga harus menggunakan
Indonesia, serta agar mencerminkan sikap seorang guru yang baik sebagai
wujud kepatuhan kepada ketetapan pemerintah.
Sikap (attitude) siswa yang positif, terutama kepada mata pelajaran
yang diberikan di sekolah merupakan pertanda awal yang baik bagi proses
belajar tersebut. Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap mata pelajaran
yang diberikan di sekolah, apalagi jika diiringi dengan kebencian kepada
guru mata pelajaran yang bersangkutan dapat menimbulkan kesulitan
belajar tersebut. Siswa yang memiliki sikap berarti memiliki kesadaran
untuk belajar bahasa Indonesia. Siswa yang bersikap positif terhadap mata
pelajaran bahasa Indonesia akan melakukan apa saja untuk kegiatan
belajarnya. Siswa akan semakin tekun untuk mengerjakan latihan-latihan,
belajar kesastraan, kosakata, membaca buku bahasa Indonesia, dan
sebagainya. Sebaliknya, siswa yang memiliki sikap negatif terhadap mata
pelajaran bahasa Indonesia akan menunjukkan penolakan apabila siswa
dilibatkan di dalam proses belajar bahasa Indonesia. Siswa cenderung
malas untuk mengerjakan latihan-latihan, belajar kosakata, membaca buku
bahasa Indonesia dan cenderung hanya ikut-ikutan serta mengerjakan
tugas dengan asal-asalan. Sikap positif akan menghasilkan kegiatan belajar
yang teratur, sedangkan sikap negatif akan menghasilkan kegiatan belajar
yang tidak teratur (Kabolo, 2006: 26).
Siswa kelas VIII SMP Taman Dewasa Jetis Yogyakarta adalah siswa
yang telah dididik untuk menjadi siswa yang unggul dalam prestasi
dengan visi dan misi yang dimiliki oleh SMP Taman Dewasa Jetis
Yogyakarta. Sebagai siswa yang harus unggul dalam prestasi berdasarkan
iman, takwa dan budaya bangsa hendaknya siswa mampu bersikap positif
terhadap proses pembelajaran bahasa Indonesia. Meskipun demikian sikap
siswa kelas VIII SMP Taman Dewasa Jetis Yogyakarta terhadap mata
pelajaran bahasa Indonesia dapat bermacam-macam. Ada berbagai macam
membentuk sikap orang. Demikianlah juga, ada banyak faktor yang
mempengaruhi sikap siswa kelas VIII SMP Taman Dewasa Jetis
Yogyakarta terhadap proses pembelajaran bahasa Indonesia. Faktor yang
mempengaruhi yaitu:
1. Pengalaman Pribadi
Selama proses belajar, siswa kelas VIII banyak memperoleh
pengalaman pribadi, yang mengantarkan mereka ke suatu pemahaman
tentang pentingnya mata pelajaran bahasa Indonesia. Karena proses
belajar tersebut siswa kelas VIII dapat memiliki baik sikap negatif
maupun positif terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia.
2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Selama proses belajar, siswa kelas VIII tidak sendiri, mereka
belajar bersama teman-temannya di sekolah, dan didampingi oleh guru
serta orang tua. Karena belajar dengan orang-orang terdekatnya siswa
dapat memperoleh masukan baik yang sifatnya positif maupun negatif.
tersebut dapat terpengaruh pula selama berada di dalam proses
pembelajaran bahasa Indonesia.
Pengalaman dalam proses belajar bahasa Indonesia di sekolah dapat
menghasilkan sikap siswa kelas VIII SMP Taman Dewasa Jetis
Yogyakarta yang berbeda-beda. Perbedaan ini muncul karena adanya
pengalaman pribadi selama proses belajar, pengaruh orang lain yang
dianggap penting dan pengaruh faktor emosional dari siswa itu sendiri.
Ada siswa yang mempunyai sikap positif terhadap proses pembelajaran
bahasa Indonesia dan ada juga yang mempunyai sikap negatif.
Guru yang dapat mempengaruhi terbentuknya sikap belajar yang
baik berarti guru itu menjalankan tugasnya sesuai dengan kompetensi yang
dimilikinya. Seorang guru yang mendidik banyak siswa di sekolah harus
memiliki kompetensi yang dapat memberi pengaruh pada sikap siswa.
Kompetensi yang harus dimiliki tersebut antara lain:
a. Kompetensi pribadi
Guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian
yang ideal. Oleh karena itu, pribadi seorang guru sering dianggap
sebagai model atau panutan yang harus digugu atau ditiru. Sebagai
seorang model, guru harus memiliki kompetensi yang berhubungan
dengan pengembangan kepribadian (personal competencies), di
antaranya: (1) kemampuan yang berhubungan dengan ajaran agama
sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya; (2) kemampuan untuk
untuk berperilaku sesuai dengan norma, aturan, dan sistem nilai yang
berlaku di masyarakat; (4) mengembangkan sifat terpuji sebagai
seorang guru, misalnya sopan santun dan tata krama; (5) bersikap
demokratis dan terbuka terhadap pembaharuan dan kritik.
Kompetensi pribadi seorang guru inilah yang dapat memberi
pengaruh pada sikap siswa. Siswa akan menunjukkan sikap yang baik
apabila gurunya juga dapat memberikan teladan yang baik, sesuai
dengan kompetensi pribadi yang dimiliki seorang guru. Guru sebagai
teladan bagi murid-muridnya harus memiliki sikap dan kepribadian
utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan idola dalam seluruh segi
kehidupannya. Guru harus selalu berusaha memilih dan melakukan
perbuatan yang positif seperti memberi contoh/teladan yang baik agar
dapat mengangkat citra baik dan kewibawaannya, terutama di depan
siswa-siswanya. Contohnya, guru bahasa Indonesia menggunakan
bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam menyampaikan materi
pelajaran, sehingga sikap siswa terhadap materi pelajaran bahasa
Indonesia menjadi baik atau bahkan akan menjadi semakin baik.
b. Kompetensi profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan yang berhubungan
dengan penyesuaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini merupakan
kompetensi yang sangat penting karena langsung berhubungan dengan
kinerja yang ditampilkan. Oleh sebab itu, tingkat keprofesionalan guru
pendidikan, misalnya paham akan tujuan pendidikan yang akan dicapai
baik tujuan nasional, institusional, kurikuler, dan pembelajaran; (2)
pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan, misalnya paham tahap
perkembangan siswa, paham tentang teori-teori belajar; (3) kemampuan
dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang
diajarkannya; (4) kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai
metodologi dan strategi pembelajaran; (5) kemampuan merancang dan
memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar; (6) menyusun
program pembelajaran; (7) kemampuan dalam melaksanakan evaluasi
pembelajaran; (8) kemampuan dalam melaksanakan unsur penunjang,
misalnya administrasi sekolah, bimbingan dan konseling; dan (9)
kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk
meningkatkan kinerja.
Kompetensi profesional seorang guru ini juga dapat memberi
pengaruh pada sikap siswa. Dalam hal ini guru mata pelajaran bahasa
Indonesia dapat menguasai dan menyampaikan materi pelajaran bahasa
Indonesia dengan baik sesuai dengan tujuan mempelajari mata pelajaran
bahasa Indonesia di SMP sehingga dapat mempengaruhi sikap penting
34 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini akan diuraikan metode penelitian, yakni jenis penelitian,
subyek penelitian, instrumen pengumpulan data, prosedur pengumpulan data dan
teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian.
A.Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif
dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala saat penelitian
dilakukan (Furchan, 2004: 447). Tujuan penelitian deskriptif untuk melukiskan
suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi dalam suatu situasi (Mardalis,
1989). Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai
suatu gejala sikap siswa kelas VIII SMP Taman Dewasa Jetis Yogyakarta
terhadap proses pembelajaran bahasa Indonesia.
B.Subyek Penelitian
Subyek yang digunakan pada penelitian sikap siswa terhadap proses
pembelajaran Bahasa Indonesia adalah 60 siswa kelas VIII SMP Taman
C.Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian
Populasi adalah semua anggota kelompok orang, kejadian, atau obyek
yang telah dirumuskan secara jelas (Furchan, 2004: 193). Populasi yang
digunakan adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Taman Dewasa Jetis
Yogyakarta Tahun Ajaran 2010/2011 yang terdiri dari empat kelas paralel
dengan keseluruhan jumlah siswa 120 orang.
2. Sampel Penelitian
Menurut Furchan (2004: 193), sampel adalah sebagian dari populasi.
Peneliti mengambil sampel sebanyak 15 siswa dari masing-masing kelas
yang terdiri dari 4 paralel, sehingga jumlah siswa yang digunakan untuk
penelitian sebanyak 60 siswa. Peneliti mengambil 50% untuk penelitian dari
jumlah keseluruhan siswa kelas VIII yaitu 120 siswa. Jadi sampel dalam
penelitian ini sudah memenuhi standard statistik untuk penelitian deskriptif,
sehingga mampu mewakili keseluruhan populasi.
Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling
sistematis. Menurut Sugiyono (2009: 123) sampling sistematis adalah tehnik
pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang diberi
nomor urut. Misalnya anggota populasi terdiri dari 50 orang. Pengambilan
sampel ini dilakukan dengan mengambil nomor urut yang ganjil saja atau
nomor urut genap saja.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik sampling sistematis
sudah ditentukan melalui nomor urut presensi siswa. Subyek yang
digunakan peneliti untuk ujicoba instrumen adalah siswa dengan nomor urut
presensi ganjil, sedangkan subyek yang digunakan dalam penelitian adalah
siswa dengan nomor urut presensi genap.
D.Instrumen Penelitian 1. Kuesioner Sikap
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Kuesioner Sikap Siswa terhadap Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia
dengan bentuk tertutup. Kuesioner bentuk tertutup adalah kuesioner yang
berisi pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan yang disertai
dengan pilihan jawaban (Furchan, 2004:260). Kuesioner Sikap Siswa
terhadap Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia ini disusun sendiri oleh
peneliti dengan mengacu pada aspek-aspek sikap yaitu aspek kognitif yang
terdiri dari pandangan dan keyakinan; aspek afektif terdiri dari perasaan,
penghargaan, dan percaya diri; aspek konatif terdiri dari keinginan,
tindakan, dan perhatian.
Item-item kuesioner yang digunakan untuk mengungkap sikap
terhadap proses pembelajaran Bahasa Indonesia pada siswa SMP Taman
Dewasa Jetis Yogyakarta adalah berupa pernyataan-pernyataan tentang
sikap, yang dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang bersifat mendukung
ciri dari atribut yang diukur (favorable) dan pernyataan yang bersifat tidak
disediakan penulis ada empat, yaitu “Setuju” (S), “Sangat Setuju” (SS),
“Tidak Setuju” (TS), dan “Sangat Tidak Setuju (STS). Pernyataan untuk
penelitian tersebut berjumlah 64 item (sebelum diuji coba).
2. Kisi-kisi
Tabel 1
Kisi-kisi Kuesioner Sikap Siswa Kelas VIII SMP Taman Dewasa Jetis Yogyakarta terhadap Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia
sebelum dan sesudah diacak (untuk ujicoba)
Aspek Indikator
Sebelum diacak Sesudah diacak Jumlah tem Favorable Item
Unfavorable Item Favorable Item Unfavorable Kognitif
Pandangan 1,2,3,4,5,6 7,8,9,10,11, 12 1,10,16, 22,40,52 7,25,37,43, 31,49 12
Keyakinan 13,14,15 16,17,18 28,34,46 4,13,19 6
Total 18
Afektif Perasaan 19,20,21, 21,22,23, 24 25,26,27,28, 29,30 5,8,14, 26, 44,62 2,23,53,47, 29,57 12
Penghargaan 31,32 33,34 32,60 11,41 4
Percaya Diri
35,36,37 38,39,40 20,38,50 17,35,55 6
Total 22
Konatif Keinginan 41,42,43, 44,45 46,47,48,49, 50 3,18,24, 30,58 9,15,21,51, 61 10
Tindakan 51,52,53, 54 55,56,57,58 36,54,56, 64
6, 27,33,63 8
Perhatian 59,60,61 62,63,64 12,42,48 39,45,59 6
Total 24
Total Item 64
3. Skoring
Penentuan skor untuk setiap jawaban dari item-item pernyataan adalah
sebagai berikut:
a. Untuk pernyataan yang bersifat positif (favorable), jawaban “Sangat
Setuju” (SS) diberi skor 4, “Setuju” (S) diberi skor 3, “Tidak Setuju”
b. Untuk pernyataan yang bersifat negatif (unfavorable), jawaban “Sangat
Setuju” (SS) diberi skor 1, “Setuju” (S) diberi skor 2, “Tidak Setuju”
(TS) diberi skor 3, “Sangat Tidak Setuju” (STS) diberi skor 4.
Semakin tinggi skor total pada item-item yang bersifat favorable,
maka semakin baik sikap siswa kelas VIII SMP Taman Dewasa Jetis
Yogyakarta artinya sikap siswa terhadap proses pembelajaran Bahasa
Indonesia sudah baik. Demikian pula semakin tinggi skor total pada
item-item yang bersifat unfavorable, maka semakin buruk sikap siswa kelas VIII
SMP Taman Dewasa Jetis Yogyakarta artinya sikap siswa terhadap proses
pembelajaran Bahasa Indonesia sangat buruk.
4. Validitas Kuesioner
Furchan (1982) berpendapat bahwa validitas berhubungan dengan
sejauh mana suatu alat ukur mampu mengukur apa yang harusnya diukur
oleh alat tersebut. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila alat itu mampu
mengukur apa yang diharapkan, dan dapat mengungkap data dari variabel
yang diteliti secara tepat (Arikunto, 1989: 136). Suatu instrumen pengukur
dapat dikatakan memiliki validitas tinggi apabila alat tersebut menjalankan
fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud
dilakukannya pengukuran tersebut.
Validitas terdiri dari: (1) validitas isi yaitu suatu validitas yang
menunjukkan sampai dimana isi suatu tes atau alat ukur mencerminkan
yang menunjukkan sampai dimana isi suatu tes alat ukur sesuai dengan
konsep yang seharusnya menjadi isi tes atau konsep teoritis yang mendasari
disusunnya alat-alat ukur tersebut, (3) validitas kriteria yaitu suatu validitas
yang memperhatikan hubungan yang ada antara alat ukur dengan alat ukur
lainnya yang berfungsi sebagai kriteria (Masidjo, 1995: 243).
Menurut Furchan (2004:295) validitas isi menunjuk pada sejauh mana
instrumen tersebut mencerminkan isi yang dikehendaki. Menurut Azwar
(1999:52) validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian
terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement.
Validitas isi pada umumnya ditentukan melalui pertimbangan para ahli. Ada
beberapa hal yang dilakukan para ahli dalam mempertimbangkan validitas
isi dari sebuah kuesioner antara lain sebagai berikut: mengoreksi item-item
yang telah dibuat peneliti dan memberikan pertimbangan tentang bagaimana
kuesioner tersebut telah menggambarkan atribut yang hendak diukur. Dalam
penelitian ini, validitas kuesioner dipertimbangkan oleh Dr. M. M. Sri
Hastuti, M. Si sebagai dosen pembimbing yang sekaligus sebagai orang
yang memiliki kompetensi di bidang Bimbingan dan Konseling.
Pertimbangan ini dilakukan dengan mengoreksi item-item yang telah dibuat
oleh peneliti, kemudian mengkomunikasikannya kepada peneliti bila ada
kesalahan atau ketidakcocokan antara aspek sikap siswa dengan isi
pernyataan item, juga memberikan pertimbangan tentang bagaimana
kuesioner tersebut dapat menggambarkan atribut yang hendak diukur yaitu
Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validitas ini adalah sejauh
mana item-item kuesioner mewakili komponen-komponen dalam
keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur (aspek representasi) dan
sejauh mana item-item kuesioner mencerminkan ciri perilaku yang hendak
diukur (aspek relevansi). Dikarenakan validitas isi merupakan validitas yang
diestimasi lewat pengujian secara rasional, maka validitas isi tidak
melibatkan perhitungan statistik melainkan menggunakan analisis rasional.
Pada penelitian ini validitas yang digunakan adalah validitas isi.
Validitas isi digunakan dalam penelitian ini karena pada penelitian ini
peneliti hendak melihat sejauh mana item-item yang telah dibuat oleh
peneliti dapat mencerminkan sikap siswa terhadap proses pembelajaran
Bahasa Indonesia.
5. Reliabilitas Kuesioner
Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat
dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa
kali pelaksanaan pengukuran terhadap sekelompok subyek yang sama, akan
tetap diperoleh hasil yang relatif sama (Azwar, 2007: 4). Reliabilitas
dinyatakan dalam koefisien reliabilitas
( )
'xx
r yang angkanya berada dalam
rentang dari 0 sampai 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas dan
mendekati angka 1,00 maka semakin tinggi reliabilitasnya (Azwar, 2007:
83). Pada umumnya, reliabilitas dianggap memuaskan jika koefisiennya
mencapai minimal '
xx
reliabilitas alat ukur dengan menggunakan koefisien alpha (α) Cronbach
melalui program SPSS for windows versi 12.0, dihasilkan '
xx
r = 0,902.
Angka tersebut menunjukkan bahwa kuesioner sikap yang telah
diujicobakan sebelumnya, layak untuk digunakan dalam pengambilan data
penelitian.
6. Uji daya diskriminasi/ daya beda
Langkah seleksi item dalam skala ditempuh melalui pengujian daya
beda atau daya diskriminasi. Daya beda/daya diskriminasi item adalah
kemampuan item dalam membedakan antara subyek yang memiliki atribut
yang diukur dan yang tidak. Skala yang disusun dalam penelitian ini adalah
skala untuk mengungkap sikap siswa terhadap proses pembelajaran Bahasa
Indonesia. Oleh karena itu, item yang berdaya beda tinggi adalah item yang
mampu menunjukkan mana siswa yang memiliki sikap baik dan mana yang
memiliki sikap buruk terhadap proses pembelajaran Bahasa Indonesia.
Azwar (2007: 59) menyatakan bahwa pengujian daya diskriminasi
item menghendaki dilakukannya komputasi koefisien korelasi antara
distribusi skor item dengan distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini
akan menghasilkan koefisien korelasi item total ( rix), yang dikenal pula
dengan sebutan parameter beda item. Untuk menghitung koefisien korelasi
item total digunakan korelasi product moment dari Pearson (Azwar, 2007:
ix
r =
( )(
)
( )
[
∑
−∑
∑
∑
]
[
∑
∑
−(
∑
)
]
− n X X n i i n X i iX / / / 2 2 2 2dinamai: i = skor item
X = skor skala (skor total)
n = banyaknya subyek
Sebagai kriteria pemilihan item berdasarkan korelasi item total,
biasanya digunakan batasan rix ≥ 0,30. Semua item yang mencapai
koefisien korelasi minimal 0,30 daya diskriminasinya dianggap memuaskan
dan jika kurang dari 0,30 diinterpretasikan memiliki daya diskriminasi
rendah. Dari 64 item yang telah diujicobakan, terdapat 10 item yang gugur
karena tidak memenuhi syarat ( rix ≥0,30). Data koefisien item total dari
item-item ujicoba skala dapat dilihat dalam lampiran. Rekapitulasi distribusi
Tabel 2
Distribusi Item Skala Sikap