• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA GAYA KELEKATAN DEWASA DENGAN KONFORMITAS PADA REMAJA Skripsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA GAYA KELEKATAN DEWASA DENGAN KONFORMITAS PADA REMAJA Skripsi"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA GAYA KELEKATAN DEWASA DENGAN

KONFORMITAS PADA REMAJA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Ratna Ayu Pratama

089114140

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2014

(2)
(3)
(4)
(5)

v

HUBUNGAN ANTARA GAYA KELEKATAN DEWASA DENGAN KONFORMITAS PADA REMAJA

Ratna Ayu Pratama

ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gaya kelekatan dewasa (adult attachment style) dengan konformitas pada remaja. Hipotesis pada penelitian ini ada 4 yaitu ada hubungan negatif antara gaya kelekatan secure, fearful dan dismissing dengan konformitas pada remaja dan ada hubungan positif antara gaya kelekatan preoccupied dengan konformitas pada remaja. Subjek penelitian ini adalah 153 remaja di Yogyakarta yang dipilih dengan metode Simple Random Sampling. Data diperoleh dengan skala gaya kelekatan (Griffin & Bartholomew, 1994) serta skala konformitas oleh peneliti. Analisis data menggunakan analisis korelasi Spearman Rank dan hasil menunjukkan bahwa terdapat 2 hipotesis diterima dan 2 hipotesis ditolak. Hipotesis diterima yaitu ada hubungan positif yang signifikan antara gaya kelekatan preoccupied dan ada hubungan negatif yang signifikan antara gaya kelekatan dismissing dengan konformitas pada remaja. Hipotesis ditolak yaitu ada hubungan negatif yang tidak signifikan antara gaya kelekatan secure dengan konformitas pada remaja dan ada hubungan positif signifikan antara gaya kelekatan fearful dengan konformitas pada remaja.

(6)

vi

CORRELATION BETWEEN ADULT ATTACHMENT STYLE WITH CONFORMITY IN ADOLESCENT

Ratna Ayu Pratama

ABSTRACT

The study is a correlational quantitative research aimed to determine the relationship between adult attachment style and conformity in adolescent. Four hypotheses are negative correlation between secure, fearful, dismissing attachment style with conformity in adolescent and positive correlation between preoccupied attachment style with conformity in adolescent. Subjects were 153 adolescents in Yogyakarta selected by simple random sampling method. Data obtained with attachment style scale (Griffin & Bartholomew, 1994) and conformity scale. Data analysis using Spearman Rank correlation analysis and the results showed that 2 hypotheses are accepted and 2 hypotheses are rejected. Two accepted hypotheses are positive significant correlation between preoccupied attachment style and conformity in adolescent; and significant negative correlation between dismissing attachment style and conformity in adolescent. Rejected hypotheses are insignificant negative correlation between secure attachment style and conformity in adolescent; and positive significant correlation between fearful attachment style and conformity in adolescent.

(7)
(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa, Yesus Kristus atas segala rahmat yangdiberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir sebagai mahasiswa psikologi. Penulis memiliki keyakinan yang besar kepada Tuhan dan bertekun untuk menyelesaikan tugas akhir ini meskipun banyak halangan dan kesulitas yang telah penulis alami selama proses penyelesaian tugas akhir ini. Dengan semangat dan keyakinan ini, penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul: “Hubungan Antara Gaya Kelekatan Dewasa

dengan Konformitas pada Remaja”. penulis juga menyedari bahwa selain

keyakinan akan Tuhan, ada banyak orang yang telah membantu penulisan skripsi dan dalam kehidupan penulis selama menimba ilmu di Fakultas Psikologi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada mereka yang telah memberikan warna-warni untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Mereka adalah:

1. Bapak Carolus Wijoyo Adinugroho selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan dan kesabarannya

2. Ibu Sylvia Carolina Yuniarti Murtisari, S.Psi., M.si. selaku dosen pembimbing akademik atas perhatian dan dukungan yang telah diberikan. 3. Suster Lidwina TA, FCJ, MA. Selaku dosen Psikologi atas waktu dan

(9)

ix

4. Semua dosen dan karyawan (mas Gandung, mas Doni, Pak Gik) di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang mendampingi dan membantu selama masa studi.

5. Keluarga penulis Bapak, Ibu, adikku Bagus Reinaldi atas doa dan semangat yang tidak berhenti sampai kapanpun.

6. Sahabatku “ Kepompong “ Ndut, Dewi, Patrick, Ayu atas suka dan duka, canda tawa, kebodohan-kebodohan kita dan kenangan-kenangan kita selama 5 tahun ini.

7. 10 years of friendship and still counting, sahabat lamaku Pauline Larissa, Indah Kristianti, Metta Wardhani, Dina Kristiana Dewi atas persahabatan yang tidak berhenti.

8. Sahabat SMA Taviana Pambayun, Arif Wihananto, Septemberia, Cae yang tetap memberikan dukungan untuk cepat menyelesaikan studi. 9. Teman-teman Psikologi angkatan 2008 khususnya kelas D dan berbagai

angkatan atas dinamika yang telah berjalan selama masa studi.

(10)

x

Penulis juga menyadari ketidaksempurnaan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menerima segala bentuk kritik dan saran untuk melengkapi skripsi ini.

Yogyakarta,

Penulis

(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

(12)

xii

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A. Remaja ... 11

1. Definisi Remaja ... 11

2. Karakteristik Perkembangan Remaja ... 12

B. Konformitas ... 15

1. Definisi Konformitas ... 15

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas ... 16

3. Alasan-alasan melakukan Konfomitas ... 17

4. Aspek-aspek Konformitas ... 19

5. Konformitas pada Remaja ... 20

C. Gaya Kelekatan dewasa (Adult Attachment Style) ... 21

1. Definisi Kelekatan ... 21

2. Definisi Gaya Kelekatan pada orang dewasa ... 23

3. Macam-macam Gaya Kelekatan ... 24

D. Dinamika Hubungan Antara Gaya Kelekatan Dewasa Dengan Konfomitas pada Remaja ... 29

E. Hipotesis ... 34

F. Bagan penelitian ... 35

1. Bagan gaya kelekatan aman (secure attachment) dengan konformitas pada remaja ... 36

(13)

xiii

3. Bagan gaya kelekatan takut-menghindar (fearful attachment)

dengan konformitas pada remaja ... 38

4. Bagan gaya kelekatan menolak (dismissing attachment) dengan konformitas pada remaja ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 40

A. Jenis Penelitian ... 40

B. Identifikasi Variabel ... 40

C. Definisi Operasional ... 41

D. Subjek Penelitian ... 42

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 43

F. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Penelitian ... 48

1. Uji Validitas ... 48

2. Pelaksanaan Uji Coba dan Seleksi Item ... 50

3. Uji Reliabilitas ... 52

G. Metode Analisis Data ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Pelaksanaan Penelitian ... 55

B. Deskripsi Subjek dan Data Penelitian ... 56

C. Deskripsi Statistik Data Penelitian ... 57

D. Hasil penelitian ... 59

1. Uji Asumsi Penelitian ... 59

a. Uji Normalitas ... 59

(14)

xiv

2. Uji Hipotesis ... 61

E. Pembahasan ... 64

1. Hipotesis diterima ... 64

2. Hipotesis ditolak ... 67

BAB V PENUTUP ... 75

A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Bagan 4 model gaya kelekatan menurut Bartholomew& Horowitz

(1990) dalam Feeney & Noller (1996) ... 28

Tabel 2 : Respon dan Skor Item-item pada Gaya Kelekatan ... 44

Tabel 3 :Blueprint Skala Gaya Kelekatan Sebelum Uji Coba ... 45

Tabel 4 : Respon dan Skor Item-item Favorable pada Skala Konformitas ... 47

Tabel 5 : Blueprint Skala Konformitas Sebelum Uji Coba ... 47

Tabel 6 : Blueprint Skala Gaya Kelekatan Setelah Uji Coba ... 51

Tabel 7 : Blueprint Skala Konformitas Setelah Uji Coba ... 52

Tabel 8 : Deskripsi Usia dan Pendidikan saat ini pada Subjek ... 57

Tabel 9 :Deskripsi Statistik Data Variabel Gaya Kelekatan dan Konformitas ... 58

Tabel 10 : Uji Normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov Test ... 59

Tabel 11 : Uji Linearitas – Test for Linearity ... 61

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Skala Gaya Kelekatan Dewasa dan Konformitas sebelum

Uji Coba ... 82

Lampiran 2 : Skala Gaya Kelekatan Dewasa uji coba ketiga ... 94

Lampiran 3 : Skala Gaya Kelekatan Dewasa dan Konformitas setelah Uji Coba ... 101

Lampiran 4 : Uji Reliabilitas ... 109

Lampiran 5 : Hasil Uji Normalitas ... 120

Lampiran 6 : Hasil Uji Linearitas ... 123

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Remaja pada umumnya meluangkan waktu lebih banyak dengan teman. Kebutuhan akan pertemanan membuat remaja mencari teman sebanyak mungkin. Remaja akan membentuk kelompok dengan teman-teman yang sebaya yang berjenis kelamin sama. Pertemanan atau persahabatan menjadi penting dan memotivasi mereka. Relasi ini menjadi tempat bagi remaja untuk menyalurkan pikiran, perasaan dan masalah yang sedang dihadapi. Apalagi masa remaja menjadi masa dimana konflik remaja dengan orangtuanya meningkat. Menjalin relasi dengan teman juga dapat membantu remaja untuk menemukan dirinya dan apa yang dia mau (Bukatko, 2008).

Kelompok teman sebaya akan membentuk norma-norma atau nilai-nilai yang mereka yakini. Remaja akan merasakan bahwa norma-norma tersebut sangat kuat dan akhirnya menjadi identitas kelompok. Kekuatan mengenai norma-norma ini akan membuat tekanan bagi remaja untuk mengikutinya, misalnya : cara berperilaku, memakai baju yang sama dan tujuan yang sama (Bukatko, 2008).

(18)

kelompoknya. Ketakutan akan penolakan, kebutuhan untuk diterima kelompok, memperoleh rasa percaya diri dan memperoleh rasa aman membuat remaja termotivasi untuk meleburkan diri ke dalam identitas kelompok. Remaja akan melakukan norma kelompok dan mengabaikan nilai-nilai dan tujuan pribadinya. Tekanan kelompok teman sebaya inilah yang akhirnya akan mengontrol perilaku yang dilakukan remaja atau yang lebih dikenal sebagai perilaku konformitas (Powell, 1963).

Perilaku konformitas tidak selalu buruk, akibat dari konformitas akan baik apabila kelompok teman sebaya juga memiliki perilaku yang baik. Misalnya remaja yang mengikuti kegiatan sekolah karena teman-teman sebayanya juga berpartisipasi dalam kegiatan tersebut (Bukatko, 2008). Namun pada umumnya konformitas membuat remaja terlibat kedalam hal-hal negatif seperti menggunakan bahasa yang kasar, mencuri, merusak, minum alkohol dan memakai obat-obatan terlarang (Santrock, 2003).

(19)

Realitas lain yang ditemukan melalui observasi peneliti adalah fenomena tawuran antar sekolah pada remaja laki-laki. Beberapa remaja mengikuti tawuran karena mayoritas teman-teman sekolahnya mengikuti tawuran dan juga ada ketakutan ditolak teman-teman sekolahnya apabila tidak mengikuti tawuran. Menurut suarapembaharuan.com yang dihimpun dari Komisi Perlindungan Anak, dari 229 kasus tawuran yang meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu ada 19 remaja meninggal dunia akibat tawuran selama tahun 2013. Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait mengatakan salah satu faktor penyebab tawuran adalah tradisi senior atau norma yang berlaku di kelompok, dan jika mereka gagal maka mereka akan dikucilkan.

Menurut Erikson (1950) dalam (Santrock, 2003), remaja harus bisa menemukan siapa dirinya dan mencari keunikan dirinya. Tahap ini meliputi bagaimana remaja bisa mencari tujuan hidupnya dan bisa membuat keputusan secara mandiri tanpa mudah terpengaruh oleh orang lain. Remaja dituntut untuk mampu menjadi dirinya sendiri tanpa menghilangkan identitas diri remaja. Remaja diarahkan menjadi individu yang unik dan mampu membuat serta menemukan siapa dirinya dan apa yang menjadi tujuan hidupnya dari mulai pekerjaan hingga pilihan studi maupun relasi dengan lawan jenis.

(20)

tersebut dilakukan oleh seluruh anggota kelompok. Individu tidak secara mandiri membuat keputusan untuk berperilaku. Remaja yang melakukan konformitas tidak menggambarkan remaja yang otonom. (Brown, 2006).

Untuk mencapai identitas, remaja diharapkan bisa menjadi pribadi yang otonom. Mencapai otonomi membantu remaja untuk menjadi pribadi dewasa yang matang. Menjadi pribadi yang otonom juga melibatkan kemampuan membuat keputusan yang bijaksana. Remaja bisa membuat keputusan-keputusan sulit dan bertanggung jawab atas keputusan yang telah dibuat. Remaja diharapkan mampu menolak tekanan dan memiliki prinsip-prinsip tentang benar dan salah meskipun tetap menerima saran dari orang lain (Steinberg, 2002).

(21)

Peran orang tua dalam membentuk perkembangan remaja menuju kedewasaan dan otonomi sangat besar. Peran penting ini tampak dalam pola pangasuhan. Ausubel (1958) dalam Santrock, 2003 mengatakan bahwa kepercayaan orang tua dan rasa sayang membuat remaja yakin bahwa dirinya bisa menghadapi dunia luar sendiri. Gaya pengasuhan orang tua yang tidak membentuk otonomi adalah pengasuhan yang otoriter atau memegang kendali dan yang kedua adalah penolakan. Remaja merasa orang tua tidak mengharapkan keberadaan remaja dan kurang akan penerimaan.

Pola pengasuhan orang tua tampak melalui kelekatan. Menurut Hetherington (1999) pola pengasuhan yang authoritative mengembangkan gaya kelekatan secure sedangkan pola pengasuhan permissive, authoritarian dan neglectful membuat anak memiliki gaya kelekatan yang insecure. Pada dasarnya, kelekatan merupakan ikatan emosional antara bayi dengan pengasuhnya. Bowlby (1973) percaya bahwa kelekatan merupakan pandangan tentang diri sendiri dan pandangan tentang figur kelekatan. Kedua pandangan tersebut bisa bersifat positif atau negatif. Kombinasi dari model mengenai diri sendiri dan figur kelekatan membentuk gaya kelekatan. Gaya kelekatan seseorang merupakan evaluasi sejauh mana seseorang dicintai dan sejauh mana orang lain bisa dipercaya.

(22)

bahkan sepanjang hidup. Ainsworth berpendapat bahwa kelekatan merupakan ikatan kasih sayang. Dia berasumsi bahwa setiap orang akan terus mencari kedekatan dan kenyamanan dari orang terdekat demi memperolah kasih sayang. Keinginan untuk mencari kelekatan ini menjadi kebutuhan yang berlangsung seumur hidup. Kelekatan pada orang dewasa ini menjadikan seseorang tidak hanya lekat dengan orang tua tetapi juga dengan pasangan kekasih atau bahkan teman-teman sebaya.

Berbagai macam gaya kelekatan telah dikemukakan oleh para peneliti salah satunya adalah gaya kelekatan pada orang dewasa menurut Bartholomew dan Horowitz (1991). Model kelekatan ini berdasarkan teori Bowlby (1969, 1979) yang mengatakan bahwa kelekatan adalah refleksi dari gambaran akan diri sendiri dan figur kelekatan. Menurut Bartholomew & Horowitz kelekatan diasumsikan oleh sejauh mana seseorang menilai dirinya positif (dicintai dan dihargai) atau negatif (tidak dicintai) dan sejauh mana orang lain dianggap positif (dapat dipercaya, mencintai) atau negatif (tidak dapat dipercaya, menolak).

(23)

karakteristik positif tentang dirinya dan memiliki pandangan negatif tentang orang lain (Myers, 2012).

Menurut penelitian yang dilakukan Allen & Moore (1998) dalam (Dykas, Ziv & Cassidy, 2008), kelekatan dapat memprediksi fungsi psikososial remaja misalnya kemampuan remaja dalam berinteraksi dengan teman sebaya, depresi dan kecemasan serta kenakalan remaja. Remaja yang memiliki kelekatan aman dan otonomi terbukti memiliki perilaku prososial misalnya tidak mengalami kekerasan dan penolakan oleh teman sebaya.

Kelekatan menjadi semakin penting untuk diteliti karena menurut Bowlby (1969) gaya kelekatan seseorang berlanjut hingga dewasa bahkan sepanjang hidupnya. Ketika bayi, pengasuh menjadi sumber rasa aman untuk membentuk anak mengeksplorasi lingkungan. Begitu juga ketika anak menjadi remaja, sumber rasa aman dari pengasuh tetap menjadi dasar bagi remaja untuk menghadapi dunia luar misalnya mengadapi tekanan sebaya, mencapai kemandirian, mengembangkan identitas diri dan merencanakan masa depan mereka. Rasa aman yang didapat dari kelekatan memberikan dukungan dan timbal balik untuk remaja berupa kebutuhan-kebutuhan remaja. Kelekatan yang aman membantu penyelesaian masalah yang baik ketika konflik terjadi pada orang tua dan remaja (Bukatko, 2008).

(24)

umum pada orang yang melakukan konformitas. Hal tersebut bisa diprediksi melalui orang-orang dengan gaya kelakatan tertentu cenderung merasa cemas akan penolakan, cemas akan tidak dicintai, rendahnya autonomy (Bartholomew & Horowitz, 1991). Begitu juga dengan alasan orang-orang melakukan konformitas yaitu salah satunya karena orang tersebut takut akan penolakan. Penelitian yang dilakukan oleh Susilowati (2001) membuktikan bahwa perilaku konformitas teman sebaya berkorelasi positif dengan konsep diri dan otonomi.

(25)

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara masing-masing gaya kelekatan dewasa dengan konformitas pada remaja?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui arah hubungan antara masing-masing gaya kelekatan dewasa dengan konformitas pada remaja.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pengetahuan bagi Psikologi Perkembangan dan Psikologi Sosial khususnya yang berhubungan dengan gaya kelekatan dan konformitas pada remaja.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi calon orang tua

(26)

antara anak dan pengasuh maka hasil penelitian ini akan menjadi referensi untuk mempersiapkan calon orang tua dalam mendidik anak. b. Bagi pendidik

Memberi informasi kepada pendidik tentang pentingnya mengembangkan otonomi remaja

c. Bagi remaja

(27)

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Remaja

1. Definisi Remaja

Masa remaja (Adolescence) adalah masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosi. Masa remaja dimulai pada usia sekitar 10 hingga 13 tahun dan berakhir pada usia sekitar 18 hingga 22 tahun. Masa ini akan menjadi masa dimana remaja akan mengalami konflik dalam hidupnya. Para ahli membedakan masa remaja menjadi masa Remaja Awal (Early adolescence) dan Masa Remaja Akhir (Late Adolescence). Pada masa remaja awal ditandai dengan Pubertas dan perubahan fisik, sedangkan saat masa remaja akhir ditandai dengan minat karir, hubungan romantik dengan lawan jenis, dan eksplorasi identitas diri (Santrock, 2003).

(28)

Syamsu Yusuf (2008) mengemukakan bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap ketergantungan ke masa kemandirian, minat seksual, perenungan diri dan isu-isu moral dengan batasan usia yang dimulai dari usia 10 sampai 20 tahun.

Menurut Hurlock (1999) menyatakan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa perkembangan satu menuju masa perkembangan lain yang lebih tinggi. Masa remaja adalah masa dimana seseorang mulai mencapai kedewasaan dan meninggalkan masa kanak-kanaknya.

Marvin Powell (1963) membagi periode usia remaja yang dimulai pada usia 15 tahun dan berakhir pada usia 19 tahun. WHO atau (World Health Organization) tahun 1974 dalam Sarwono (1989) menetapkan batas usia remaja dimulai dari usia 10 tahun hingga 20 tahun. Menurut Luella Cole (1964), masa remaja dimulai dari usia 12 tahun sampai 20 tahun.

Jadi bisa disimpulkan bahwa remaja adalah masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa perkembangan dewasa melalui perkembangan fisik, kognitif, emosi dan sosial. Batasan usia remaja dimulai dari usia 13 tahun sampai 20 tahun.

2. Karakteristik Perkembangan Remaja

(29)

a. Memiliki perasaan akan penerimaan yang aman terhadap teman sebaya b. Bebas dari rasa perasaan diintimidasi dari teman sebaya

Carballo (1978:250) dalam Sarwono (1989) mendeskripsikan peran perkembangan remaja yaitu:

a. Mencapai kedewasaan, kemandirian, kepercayaan diri dan kemampuan menghadapi masalah.

b. Mencapai posisi yang diterima masyarakat

c. Mengembangkan hati nurani, moral dan tanggung jawab serta nilai nilai yang diyakini.

d. Memecahkan masalah yang nyata dalam pengalamannya sendiri.

Menurut Robert J. Havighurrst (1961) tugas-tugas perkembangan remaja antara lain:

a. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya b. Mencapai kemandirian dari orang tua meupun orang lain. c. Mencapai tingkah laku yang bertanggungjawab secara sosial d. Berperlaku sesuai dengan etika dan nila-nilai yang diyakini

(30)

orang lain serta mengetahui tujuan-tujuan agar dapat bertahan dalam lingkungan. Erikson meyakini bahwa masa ini adalah masa dimana remaja tahu tentang keunikan dirinya dan mulai memiliki pandangan tentang masa depan, peran orang dewasa. Selain itu perkembangan identitas mendorong remaja untuk memiliki keyakinan dan nilai-nilai yang mendorong remaja mampu memilih dan mengambil keputusan yang baik menyangkut pekerjaan, orientasi seksual dan nilai hidup (Yusuf, 2008). Dalam perkembangan identitas, keluarga memiliki peran yang penting melalui pola pengasuhan. Orang tua yang demokratis akan mendorong remaja membuat keputusan dan akan cepat mencapai identitasnya (Bernard,1981;Enright dkk., 1980; Marcia, 1980) dalam Santrock (2007).

(31)

B. Konformitas

1. Definisi Konformitas

Konformitas adalah norma sosial yang memengaruhi individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka supaya sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat atau kelompok. Konformitas bisa terjadi karena norma injungtif yaitu norma yang mengharuskan seseorang untuk berperilaku dan yang kedua adalah norma kelompok (Baron & Byrne, 2005).

Konfomitas adalah keadaan dimana seseorang melakukan perilaku tertentu karena setiap orang lain juga melakukan perilaku tersebut (O’sears, Freedman, Peplau, 2008)

Santrock (2007) mendefinisikan konformitas adalah keadaan dimana seseorang meniru sikap dan tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata atau yang tidak nyata.

Sedangkan menurut Solomon Asch (1955) konformitas adalah ketika tekanan kelompok atau kelompok mayoritas mempengaruhi perilaku atau opini seseorang menjadi sama atau seragam dengan perilaku kelompok mayoritas.

(32)

Jadi dapat disimpulkan bahwa konformitas adalah keadaan meniru perilaku orang lain atau kelompok karena adanya tekanan, norma dan harapan dari sosial.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas

Ada faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi individu melakukan konformitas. Seperti yang dijelaskan oleh Baron, Branscome, dan Byrne, 2009), faktor yang mempengaruhi konformitas adalah:

a. Kohesivitas kelompok

Kohesivitas adalah sejauh apa kita tertarik pada kelompok tertentu. Seseorang akan mudah untuk melakukan konformitas ketika kelompok mayoritas adalah orang yang disukai atau pada orang-orang yang dekat dan lekat dengan remaja.

b. Besar kelompok

Besar kelompok mengacu pada semakin banyak anggota kelompok maka tekanan untuk melakukan konformitas semakin kuat. Solomon Asch (1955) melakukan penelitian dan menemukan bahwa semakin bertambahnya jumlah anggota kelompok maka konformitas meningkat.

c. Tipe dari norma sosial

(33)

orang lakukan atau norma injungtive yaitu norma yang menetapkan apa yang dilakukan.

3. Alasan-alasan orang melakukan Konformitas

Ada beberapa alasan orang-orang melakukan konformitas menurut Deutsch & Gerard (1995) dalam Baron & Byrney (2005) yaitu:

a. Keinginan untuk merasa benar

Kecenderungan seseorang untuk bergantung pada orang lain sebagai sumber informasi. Opini dan tindakan orang lain digunakan sebagai panduan untuk menentukan perilaku dan opini seseorang. b. Keinginan untuk diterima, disukai dan rasa takut atas penolakan

Melakukan konformitas membuat seseorang belajar bahwa dengan melakuannya, maka penerimaan dan persetujuan dari kelompok akan diterima. Dengan terjadinya penerimaan, maka seseorang akan merasa disukai dan akhirnya tetap melakukan apa yang dapat diterima kelompok demi menghindari penolakan.

c. Membenarkan Konformitas

Beberapa orang melakukan konformitas dengan penuh kesadaran. Bagi mereka, melakukan konformitas hanya bersifat sementara sehingga beberapa orang melakukan konformitas pada keadaan-keadaan tertentu.

(34)

konformitas. Selain untuk diterima, disukai dan tidak ditolak, faktor sosiologi juga menjadi alasan mengapa orang melakukan konformitas. Faktor ini berkaitan dengan sejarah atau budaya seseorang. Lalu ada faktor Group Size, seseorang biasanya melakukan konformitas pada mayoritas atau kelompok dengan anggota yang lebih banyak. Lalu apabila seseorang mengalami kesulitan menyelesaikan tugasnya, maka ia juga akan cenderung konform dengan mayoritas. Yang terakhir adalah individual differences yaitu meliputi perbedaan gender dan orang-orang dengan

self-esteem yang rendah.

Menurut O’sears, Freedman & Peplau (2008) alasan-alasan seseorang melakukan konformitas antara lain:

a. Kurangnya informasi

Konformitas terjadi ketika seseorang memiliki informasi yang terbatas dan menganggap orang lain sebagai sumber informasi penting yang akhirnya diikuti. Alasan ini dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu:

i. Kepercayaan terhadap kelompok

Seseorang melakukan konformitas karena percaya bahwa informasi yang dimiliki kelompok lebih banyak dan dipercaya dibanding dirinya.

ii. Kepercayaan yang lemah terhadap diri sendiri

(35)

bahwa informasi yang dimilikinya lebih rendah daripada orang lain.

b. Rasa takut terhadap celaan sosial

Konformitas dilakukan untuk mendapatkan persetujuan dan menghindari celaan dari kelompok. Menghindari celaan didasarkan pada rasa takut seseorang untuk dipandang menyimpang dari orang lain. Rasa takut ini diperkuat oleh tanggapan kelompok yang memberi punishment atau hukuman pada orang yang tidak mengikuti kelompok.

Hal tersebut juga dipengaruhi oleh kekuatan kelompok misalnya kekompakan kelompok, kesepakatan pendapat kelompok, ukuran kelompok, keterikatan pada figur otoritas.

4. Aspek-aspek Konformitas

Deutsch & Gerard dalam Baron & Byrney (2005) membagi 2 aspek konformitas pada remaja yaitu:

a. Aspek Informasional (Informational Social Influence)

(36)

b. Aspek Normatif (Normative Social Influence)

Aspek ini didasarkan pada keinginan seseorang untuk sesuai dengan norma di masyarakat dan memenuhi harapan dari orang lain. Dalam kehidupan sosial sejak kecil, kita belajar bagaimana mendapat persetujuan dan pujian dari orang yang berarti (significant others). Konformitas menjadi salah satu hal yang menguatkan kita untuk mendapatkan persetujuan dan penerimaan oleh figur otoritas dan lingkungan sosial.

5. Konformitas pada remaja

Menurut teori perkembangan sosial remaja, remaja diharapkan memiliki kemampuan interpersonal yang baik melalui hubungan pertemanan dengan teman sebaya maupun hubungan percintaan dengan lawan jenis. Masa remaja juga menjadi masa dimana remaja banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya (Bukatko, 2008).

(37)

Huebner, McCluskey, Bynum, 2007) dan terhambatnya perkembangan identitas remaja (Santrock, 2003). Konformitas terjadi ketika remaja meyakini pendapat dan berperilaku seperti kelompok meskipun terjadi konflik dalam dirinya untuk bersikap menurut diri sendiri (Baron & Byrney, 2005).

Anna Freud (1958) meyakini bahwa salah satu konflik yang terjadi di masa pubertas adalah akibat dari konflik di dalam keluarga. Freud meyakini bahwa konflik yang terjadi di masa anak-anak terbawa hingga dewasa. Remaja menjadi tidak nyaman dengan orang tua lalu mencari rasa aman melalui teman sebaya atau teman lawan jenis (Santrock ,2007).

Jadi salah satu alasan mengapa remaja melakukan konformitas adalah remaja kehilangan rasa aman dan rasa ketegantungan di dalam keluarga sehingga remaja mencari rasa aman yang didapatkan dari hubungan remaja dengan teman sebaya. Bisa dikatakan bahwa keluarga memiliki peran dalam terbentuknya perilaku konformitas remaja (Hurlock, 1967).

C. Gaya Kelekatan Orang Dewasa (Adult Attachment Style)

1. Definisi Kelekatan

(38)

Kerangka model tersebut membentuk keyakinan mengenai diri sendiri, orang lain dan dunia luar secara umum yang akan mempengaruhi setiap hubungan sepanjang hidupnya. Pada dasarnya, anak membutuhkan kedekatan dalam hubungan dengan pengasuh secara terus menerus. Figur kelekatan membantu anak untuk terlindung dari hal-hal yang membahayakan baginya. Jadi seharusnya kelekatan membantu anak untuk menbentuk rasa aman. Perasaan aman itu yang membantu anak dalam menghadapi lingkungan sosial.

Ainsworth (1978) dalam Shaver & Mikulincer (2009) menyatakan bahwa kelekatan merupakan ikatan kasih sayang yang dibentuk oleh seseorang kepada orang tertentu. Kelekatan ini bisa dilihat dari bagaimana respon anak ketika terpisah dengan pengasuh dan respon saat kembali ke pengasuh dalam situasi yang asing. Anak yang merasa aman dengan pengasuh akan merasa cemas ketika berpisah namun akan dengan cepat kembali merasa aman untuk berinteraksi dengan lingkungan.

(39)

adalah ikatan emosional atau kasih sayang antara seseorang dengan pengasuhnya.

2. Definisi Gaya Kelekatan Orang Dewasa

Bowlby (1979) mengatakan bahwa gaya kelekatan adalah suatu bentuk ikatan emosional yang bersifat khusus antara dua individu yang merupakan kombinasi dari representasi mental seseorang positif atau negatif dan sejauh mana representasi mental mengenai orang lain positif atau negatif. Kelekatan yang dibentuk oleh pengalaman masa kecil dengan pengasuhnya mempengaruhi perilaku interpersonal individu hingga dewasa. Hubungan emosional yang terjadi antara bayi dengan pengasuh menjadi pengalaman akan sumber rasa aman. Pada dasarnya setiap orang kan selalu mencari sumber rasa aman dari figur kelekatan dan membentuk ikatan. Jadi ikatan emosional antara seseorang dengan figur kelekatan tersebut akan tetap ada seumur hidup (Feeney & Noller, (1996).

Teori ini dibuktikan oleh Hazan & Shaver (1987) dalam Bartholomew & Horowitz (1991) yang mengatakan bahwa hubungan emosional antara pasangan yang memiliki hubungan romantis memiliki fungsi-fungsi yang sama dengan kelekatan bayi dengan pengasuhnya.

(40)

dari satu misalnya pengasuh, pasangan dan sahabat (Smith, Murphy, & Coats, 1999).

Jadi gaya kelekatan orang dewasa adalah model atau bentuk ikatan emosional atau kasih sayang antara seseorang dengan figur berharga dalam hidupnya.

3. Macam-macam Gaya Kelekatan

Berbagai macam gaya kelekatan telah dikemukakan oleh para peneliti salah satunya adalah studi mengenai gaya kelekatan berdasarkan Bartholomew dan Horowitz (1991). Bartholomew & Horowitz memberi penekakan pada sikap dasar yaitu diri sendiri (self) dan orang lain (interpersonal), diasumsikan bahwa gaya kelekatan dipengaruhi oleh

sejauh mana seseorang menilai dirinya positif atau negatif dan sejauh mana orang lain dianggap positif (dapat dipercaya) atau negatif (tidak dapat dipercaya). Berikut adalah macam-macam gaya kelekatan menurut Bartholomew & Horowitz (1991), yaitu:

a. Gaya kelekatan Aman (Secure Attachment)

(41)

dengan gaya kelekatan ini memiliki kepercayaan yang penuh pada pasangannya. Selain itu, mereka juga mudah merasa nyaman dalam hubungan, memiliki tingkat ketergantungan yang rendah terhadap pasangan, dapat bekerja sama untuk menyelesaikan masalah, bersahabat, dan penuh kasih sayang ( Lopez dkk, 1997), dalam Baron & Byrne (2005).

Orang dengan gaya kelekatan Secure akan merasa mudah untuk dekat secara emosional dengan orang lain dan merasa nyaman dengan hubungannya. Bisa bergantung pada orang lain namun juga merasa nyaman apabila orang lain bergantung padanya. Orang dengan gaya kelekatan ini juga tidak mudah cemas jika sendiri dan tidak merasa cemas apabila orang lain tidak menerimanya karena meyakini bahwa masih ada orang lain yang mencintai dan menerimanya (Bartholomew & Horowitz, 1991).

b. Gaya kelekatan Terpreokupasi (Preoccupied Attachment)

(42)

ekstrim dan menimbulkan depresi setiap kali hubungan mengalami masalah (Whiffen dkk,2000) dalam Baron & Byrne (2005). Orang dengan gaya kelekatan ini selalu mencari keintiman dengan orang lain namun merasa bahwa orang lain tidak ingin dekat dengannya. Merasa tidak nyaman tanpa memiliki hubungan yang dekat dengan orang lain namun selalu merasa cemas akan anggapan bahwa orang lain tidak menghargai dan mencintainya (Bartholomew & Horowitz, 1991).

c. Gaya kelekatan Takut-menghindar (Fearful Attachment)

(43)

d. Gaya kelekatan Menolak (Dismissing attachment)

Memiliki karakteristik self-esteem yang tinggi, memiliki pandangan positif tentang dirinya namun memiliki pandangan negatif tentang orang lain. Individu dengan gaya kelekatan ini merasa dirinya layak untuk dicintai, berharga, diterima, independen dan layak untuk mendapatkan hubungan yang dekat dengan orang lain, namun individu ini memiliki kecenderungan menolak orang lain atau menghindar dari interaski langsung agar dirinya tidak menjadi orang yang ditolak oleh orang lain (Baron & Byrne, 2005). Orang dengan gaya kelekatan ini merasa tidak nyaman jika memiliki hubungan dekat dengan orang lain. Sangat penting bagi dirinya untuk bisa mandiri dan tidak bergantung pada orang lain dan tidak nyaman apabila orang lain juga bergantung padanya (Bartholomew & Horowitz, 1991).

(44)

Tabel 1.

Bagan 4 model Gaya Kelekatan Bartholomew& Horowitz (1990)

dalam Feeney & Noller (1996)

(45)

D. Dinamika Hubungan Antara Gaya Kelekatan Dewasa dengan

Konformitas pada Remaja.

Kesuksesan untuk melewati tugas perkembangan dengan baik merupakan awal bagi setiap orang untuk bisa melewati tugas perkembangan yang selanjutnya. Membangun hubungan baru yang baik dengan lawan jenis atau teman sebaya adalah salah satu tugas perkembangan dimasa remaja.

Kedekatan remaja dengan teman sebaya membuat remaja menjadi lekat dengan mereka. Teman sebaya memberikan keintiman, penerimaan, informasi dan dukungan bagi remaja untuk menghadapi lingkungan. Hal tersebut diyakini sebagai tahap berkembangnya kelekatan remaja terhadap figur kelekatan yang lain yaitu teman sebaya (Allen & Land dalam Cassidy & shaver 1999).

(46)

yang menanggap tawuran sebagai sesuatu yang normatif dan dianggap sebagai kebenaran kelompok.

Disisi lain, remaja diharapkan dapat mencapai kedewasaan, kemandirian, kepercayaan diri dan kemampuan membuat keputusan sendiri tanpa ada tekanan dari orang lain. Masa remaja adalah masa berkembangnya identitas dan mencari jati diri. Perkembangan identitas merefleksikan kesadaran diri akan tujuan-tujuan hidup demi menghadapi masa depan. Hal yang juga penting dalam pencapaian tugas perkembangan remaja adalah pencapaian otonomi atau kemandirian. Jadi dengan melalukan perilaku konformitas maka remaja diyakini kurang mampu untuk melakukan atau mencapai tugas perkembangannya dengan baik.

Salah satu hal yang menyebabkan kenakalan pada remaja adalah kelekatan pada teman sebaya. Kelekatan pada orang tua, teman sebaya ataupun pada pasangan diyakini dapat menimbulkan perilaku konformitas (Hirschi, 1969) dalam Brownfield & Thompson (1991). Hirschi (1969) juga menyatakan bahwa konformitas dapat timbul melalui interaksi sosial dengan orang lain dan membentuk ikatan antara individu dengan sosial yang terdiri atas 4 aspek besar yaitu: kelekatan, komitmen, keterlibatan dan keyakinan.

(47)

juga berperan banyak dalam membangun self-esteem (Blos, 1979; Coleman, 1961; Douvan & Adelson, 1966) dalam (Wilkinson, 2004).

Kelekatan memiliki dua sikap dasar yaitu model diri sendiri dan model orang lain. Kedua sikap dasar ini bisa bersifat positif dan negatif. Kombinasi dari kedua sikap dasar kelekatan inilah yang membentuk gaya kelekatan. Gaya kelekatan ini antara lain : gaya kelekatan Secure, gaya kelekatan Fearful, gaya kelekatan Preoccupied dan gaya kelekatan Dismissing.

Gaya kelekatan Secure memiliki model diri dan orang lain yang positif. Individu ini memiliki kepercayaan penuh , mudah merasa nyaman dan tidak mudah bergantung dengan orang lain namun tetap nyaman apabila orang lain bergantung padanya. (Bartholomew & Horowitz, 1991). Jika dilihat dari alasan orang melakukan konformitas, orang yang melakukan konfromitas adalah karena tekanan dari kelompok, memiliki kepercayaan diri yang kurang dan merasa bahwa orang lain lebih baik darinya. Alasan yang lain adalah kurang memiliki kemandirian. Konformitas menyebabkan ketergantungan pada kelompok dan membuat remaja tidak bebas untuk mengambil keputusannya (Hurlock, 1999). Selain itu, individu yang melakukan konformitas juga memiliki penerimaan diri yang kurang, oleh sebab itu mereka memiliki keinginan untuk diterima, disukai dan takut akan penolakan pada dirinya. Oleh sebab itu, individu dengan gaya kelekatan yang aman dimungkinkan mampu untuk tidak melakukan perilaku konformitas.

(48)

cenderung mencari kedekatan dengan orang lain, merasa orang lain itu baik sedangkan dirinya tidak layak untuk dicintai dan diterima. (Bartholomew & Horowitz, 1991). Individu dengan gaya kelekatan ini akan mencari kedekatan dengan teman sebayanya. Agar dirinya tetap bisa diterima oleh kelompoknya, maka individu ini akan melakukan apapun yang dharapkan kelompok. Hal ini karena dirinya takut akan penolakan dan kehilangan kelompoknya. Jadi individu dengan gaya kelekatan ini dimungkinkan akan melakukan perilaku konformitas.

(49)

insecure memiliki perilaku menjauhi kelompok atau relatif memiliki

hubungan yang memiliki banyak konflik dengan kelompok, Kurang melibatkan kegiatan dengan kelompok dan memilih melakukan aktivitas sendiri. (Dykas, Cassidy & Woddhouse, 2012). Oleh sebab itu, individu dengan gaya kelekatan ini akan menghindar dari teman sebayanya atau tidak dekat secara emosional sehingga dimungkinkan individu ini memiliki tingkat konformitas yang rendah.

(50)

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan peneliti adalah :

1. Terdapat korelasi negatif yang signifikan antara gaya kelekatan yang aman (secure attachment) dengan konformitas. Semakin kuat gaya kelekatan aman yang dimiliki individu maka semakin rendah konformitas pada remaja.

2. Terdapat korelasi positif yang signifikan antara gaya kelekatan terpreokupasi (preoccupied attachment) dengan konformitas. Semakin kuat gaya kelekatan terpreokupasi maka semakin tinggi konfomitas pada remaja.

3. Terdapat korelasi negatif yang signifikan antara gaya kelekatan takut menghindar (fearful attachment) dengan konformitas. Semakin kuat gaya kelekatan takut menghindar maka semakin rendah konfomitas pada remaja.

4. Terdapat korelasi negatif yang signifikan antara gaya kelekatan menolak (dismissing attachment) dengan konformitas. Semakin kuat gaya kelekatan

(51)

F. Bagan Hubungan Gaya Kelekatan Dewasa dengan Konformitas pada

Remaja

1. Bagan gaya kelekatan aman (secure attachment) dengan konformitas pada remaja.

2. Bagan gaya kelekatan terpreokupasi (preoccupied attachment) dengan konformitas pada remaja.

3. Bagan gaya kelekatan takut-menghindar (fearful attachment) dengan konformitas pada remaja.

(52)

Hubungan sosial

Tidak mengikuti tekanan kelompok karena percaya diri dan dan mandiri, tidak takut penolakan karena ciri-ciri konformitas adalah kurang percaya diri, merasa orang lain lebih baik.

Representasi mental orang lain Orang lain dipandang sebagai sosok yang baik, responsif, mencintai dan dapat dipercaya

Representasi mental diri positif Representasi mental orang lain positif

Individu dengan gaya kelekatan aman (secure attachment)

Bagan 1

Tingkat kecemasan semakin rendah / tidak konformitas.

Tidak mudah melakukan Konformitas.

(53)

Tingkat kecemasan semakin tinggi

Mudah melakukan konformitas. Hubungan sosial

Mencari kedekatan dengan teman untuk diterima. Melakukan harapan dan keinginan kelompok supaya tidak ditolak.

Representasi mental orang lain Orang lain dipandang lebih baik dari diri sendiri, orang lain tidak responsif dan akan menyakiti

Representasi mental diri Merasa dirinya buruk dan tidak layak dicintai.

Representasi mental diri negatif Representasi mental orang lain positif

Individu dengan gaya kelekatan terpreokupasi (preoccupeied attachment)

(54)

Tingkat konformitas semakin rendah atau tidak konform. Konformitas berhubungan dengan

kedekatan interpersonal. Hubungan sosial

Memiliki hubungan interpersonal yang negatif Representasi mental orang lain

Orang lain dianggap sebagai sosok yang tidak bisa diandalkan dan akan menyakiti dirinya

Representasi mental diri Tidak merasa percaya diri dan merasa dirinya tidak layak dicintai oleh orang lain

Representasi mental diri negatif Representasi mental orang lain negatif

Individu dengan gaya kelekatan takut menghindar (fearful attachment)

(55)

Tingkat konfomitas semakin rendah atau tidak konform. Konformitas mengacu pada mengikuti

perilaku kelompok karena merasa tidak percaya diri.

Hubungan sosial

Membatasi hubungan dengan orang lain karena dirinya sendiri lebih baik.

Representasi mental diri Merasa dirinya layak untuk dicintai dan diterima. Merasa percaya diri, mandiri dan tidak ingin bergantung pada orang lain Representasi mental diri positif

Representasi mental orang lain negatif Individu dengan gaya

kelekatan menolak (dismissing attechment)

Bagan 4

(56)

40

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian Kuantitatif Korelasional dengan metode survei yang bertujuan untuk menguji teori yang menghubungkan variabel bebas dengan variabel tergantung (Creswell, 2012). Peneliti menggunakan metode ini karena metode ini sangat cocok untuk mengukur dan memaparkan kecenderungan dari populasi berdasarkan sampel yang telah ditentukan. Selain itu, penelitian survei menggunakan kuisioner sebagai alat pengambilan data pokok sehingga memudahkan penelitian yang melibatkan sampel yang cukup banyak. (Effendi & Tukiran, 2012). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara gaya kelekatan dewasa dengan konformitas pada remaja.

B. Identifikasi Variabel

Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel Bebas : Gaya Kelekatan dewasa ( Adult Attachment Style) 1. Gaya kelekatan aman (Secure)

(57)

Variabel Tergantung : Konformitas

C. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini terdiri dari definisi gaya kelekatan pada orang dewasa (Adult Attachment Style) dan Konfomitas. Definisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Gaya Kelekatan Dewasa

Gaya kelekatan diukur berdasarkan kecenderungan seseorang dengan orang lain melalui representasi mental subjek positif atau negatif dan sejauh mana representasi mental terhadap orang lain positif atau negatif. Kecenderungan ini dilihat dari skor total pada skala gaya kelekatan yang diukur berdasarkan 4 model gaya kelekatan. Keempat gaya kelekatan yang diukur yaitu:

a. Secure : Gaya kelekatan yang diukur melalui skor pada skala gaya kelekatan yang mengungkap representasi mental diri positif dan representasi mental orang lain yang juga positif.

b. Preoccupied : Gaya kelekatan yang diukur melalui skor pada skala gaya kelekatan yang mengungkap representasi mental diri negatif dan representasi mental orang lain yang positif.

(58)

d. Dismissing : Gaya kelekatan yang diukur melalui skor pada skala gaya kelekatan yang mengungkap representasi mental diri positif dan representasi mental orang lain yang negatif.

2. Konformitas

Konformitas diukur melalui skor total yang diperoleh dari respon subjek melalui skala konformitas yang dibuat berdasarkan 2 aspek konformitas yang merujuk pada keadaan dimana seseorang meniru perilaku orang lain atau kelompok karena adanya tekanan, norma dan harapan dari sosial. Kedua aspek konformitas tersebut adalah aspek Normatif dan aspek Informasional.

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah Remaja dengan usia 13-20 tahun. Pemilihan subjek penelitian ini dilakukan dengan cara Probability Sampling dengan teknik sampling Simple Random Sampling. Teknik ini adalah teknik pengambilan sampel yang dilakukan dengan memilih subjek secara acak dengan memberikan peluang yang sama bagi anggota untuk dipilih menjadi subjek penelitian sampai pada jumlah sampel yang telah ditetapkan (Sangadji & Sopiah, 2010)

(59)

teman sebaya memiliki peran yang cukup penting dalam proses perkembangan remaja.

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode yang digunakan peneliti untuk pengumpulan data penelitian ini adalah Metode Survei dengan alat ukur berbentuk skala yang diisi oleh subjek. penelitian ini menggunakan dua skala yaitu skala gaya kelekatan dengan skala konformitas.

1. Skala Gaya Kelekatan (Adult Attachment Style)

Skala ini mengukur gaya kelekatan yang disusun berdasarkan ciri-ciri dari masing-masing empat sub variabel gaya kelekatan yang dibangun oleh Dale Griffin dan Kim Bartholomew (1994) serta Bartholomew & Horowitz (1991). Teori yang dikemukakan oleh tokoh tersebut dipakai dengan alasan lebih menggambarkan kelekatan secara umum dan terperinci tidak seperti beberapa tokoh yang cenderung mengukur kelekatan secara khusus misalnya Hazan & Shaver (1987) mengukur kelekatan tentang romantic relationship, begitu juga dengan Collins and Read (1990).

(60)

item yang tersisa. Dengan alasan tersebut maka peneliti mengambil 6 item terbaik untuk masing-masing gaya kelekatan.

Peneliti juga tidak membuat item-item unfavorable pada skala gaya kelekatan. Pada dasarnya, item unfavorable adalah item berisi penyataan yang tidak mendukung variabel. Dalam skala kelekatan, item-item pada sub variabel saling bertolakbelakang satu sama lain. Jadi bisa dikatakan bahwa item favorable dari Secure merupakan item unfavorable dari Dismissing dan item favorable dari Fearful merupakan item unfavorable

dari Preocupied sehingga tidak diperlukan item unfavorable dalam skala gaya kelekatan.

Berdasarkan hal tersebut pemberian skor hanya didasarkan pada item favorable saja. Skor tinggi mengindikasikan bahwa subjek memiliki kecenderungan pada gaya kelekatan tertentu dan skor rendah mengindikasikan bahwa subjek tidak memiliki kecenderungan pada gaya kelekatan tersebut. Pemberian skor pada skala gaya kelekatan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.

Respon dan skor item-item pada skala gaya kelekatan

(61)

Tabel 3.

Blueprint skala gaya kelekatan sebelum uji coba

GAYA

KELEKATAN

ITEM JUMLAH ITEM

Secure 1 ,2 ,3 ,4 ,5 ,6 ,7 ,8 , 9 ,10 ,11 ,12 ,13 ,14

14

Fearful 15 ,16 ,17 ,18 ,19 ,20 ,21 ,22 ,23 ,24 ,25

11

Preoccupied 26 ,27 ,28 ,29 ,30 ,31 ,32 ,33 ,34 ,35 ,36 ,37 , 38

13

Dismissing 39. 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46 ,47, 48, 49

11

Jumlah 49

2. Skala Konformitas

Skala ini mengukur tingkat konformitas yang disusun berdasarkan 2 aspek yang dirangkum oleh Deutsch & Gerard dalam Baron & Byrne (2005). Skala konformitas berisi 60 item yang terdiri dari item-item favorable dan unfavorable. Setiap aspek dari konformitas berisi

(62)

a. Aspek sosial informasional

i. Memiliki kebutuhan menerima informasi dan keinginan untuk merasa benar

ii. Memiliki kecenderungan untuk merujuk opini orang lain atau kelompok jika dalam keadaan dilematis

iii. Memiliki kecenderungan menjadikan opini kelompok sebagai acuan opini diri sendiri

b. Aspek sosial normatif

i. Memiliki keinginan untuk memenuhi harapan orang lain atau kelompok

ii. Adanya keinginan untuk disukai, diterima, dan mendapat persetujuan kelompok

iii. Memiliki ketakutan akan penolakan dan adanya tekanan kelompok.

Pemberian skor Konformitas berdasar pada item favorable dan unfavorable. Skor didapatkan dari total skor pada skala konformitas yang

(63)

Tabel 4.

Respon dan skor item-item favorable pada skala konformitas

Respon Skor favorable Skor unfavorable

Sangat Setuju (SS)

Blueprint skala konformitas sebelum uji coba

(64)

F. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Penelitian

1. Uji Validitas

Validitas mengukur sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu alat tes dapat diartikan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Jadi bisa dikatakan bahwa validitas adalah kecermatan pengukuran yang mampu mengungkap data dengan tepat dan memberikan gambaran yang cermat (Azwar, 2004). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan validitas isi untuk menguji validitas kedua skala. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau professional judgement yang dilakukan oleh dosen pembimbing. Tindakan ini

dilakukan untuk memastikan bahwa skala yang dibuat telah mencakup keseluruhan isi variabel yang akan diukur

2. Pelaksanaan Uji Coba dan Seleksi item

(65)

Uji seleksi item dilihat melalui korelasi item total dengan pengukuran dengan SPSS for windows 16.00. Tujuan dari seleksi item adalah untuk memilih item-item yang valid dan membuang item-item yang tidak valid. Pemilihan item yang sahih menggunakan batasan ≥ 0,30 karena item yang mencapai koefisien minimal 0,30 daya bedanya dianggap memuaskan. Item yang memiliki daya beda kurang dari 0,30 dinyatakan gugur (Azwar, 2012).

Uji coba skala gaya kelekatan dilakukan sebanyak 3 kali. Uji coba yang pertama tidak menghasilkan skala yang baik dengan koefisien reliabilitas kurang dari 0,600 yang merupakan standar koefisien reliabilitas alat ukur yang memenuhi syarat (Azwar, 2012). Uji coba yang kedua kembali menghasilkan skala yang tidak memenuhi syarat dengan koefisien reliabilitas yang kurang dari 0,600 dengan salah satu aspek gaya kelekatan yang semua dinyatakan gugur. Uji coba yang ketiga menghasilkan skala gaya kelekatan yang memenuhi syarat dengan koefisien reliabilitas lebih dari 0,600.

(66)
(67)

Tabel 6.

Blueprint skala gaya kelekatan setelah uji coba

GAYA KELEKATAN ITEM JUMLAH ITEM

Secure 1 ,2 ,3 ,4 ,5 ,6 ,7 ,8 , 9 ,10 penelitian untuk menyeimbangkan jumlah item favorable dan unfavorable disetiap aspek karena kedua aspek konformitas memiliki bobot yang sama dan keduanya sama-sama penting. Item-item yang diambil meliputi 8 item favorable pada aspek Informasional, 8 item favorable pada aspek

(68)

unfavorable pada aspek Normatif. Berikut ini dapat dilihat tabel blueprint

skala gaya kelekatan setelah dilakukan seleksi item:

Tabel 7.

Blueprint skala konformitas setelah uji coba

KONFORMITAS

(69)

oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas (Azwar, 2004). Peneliti menggunakan analisis reliabilitas Alpha Cronbach melalui SPSS for windows 16.00. Koefisien reliabilitas berada dalam rentang 0,00 sampai 1,00. Jika angka koefisien reliabilitas semakin mendekati 1,00 maka reliabilitas semakin tinggi. Jika angka koefisien reliabilitas semakin mendekati 0,00 maka reliabilitas semakin rendah. Batasan suatu alat ukur bisa dikatakan reliabel adalah jika alat ukur tersebut memiliki koefisien reliabilitas di atas 0, 600 (Azwar, 2012).

Hasil penghitungan koefisien reliabilitas pada skala gaya kelekatan adalah sebagai berikut: Secure memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,753 sebelum seleksi item kemudian menjadi 0, 745 setelah seleksi item; Fearful memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0, 655 sebelum seleksi item

kemudian menjadi 0, 753 setelah seleksi item; Preoccupied memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0, 873 sebelum seleksi item kemudian menjadi 0, 886 setelah seleksi item dan Dismissing memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,646 sebelum seleksi item kemudian menjadi 0, 793 setelah seleksi item. Dari keempat gaya kelekatan bisa disimpulkan bahwa skala gaya kelekatan tersebut reliabel.

(70)

G. Metode Analisis Data

(71)

55

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data penelitian dilakukan dengan cara membagikan skala kepada subjek penelitian yang telah ditentukan sebelumnya. Langkah awal yang dilakukan peneliti adalah memberikan raport kepada subjek dan dilanjutkan dengan memberi sedikit informasi mengenai penelitian dan instruksi singkat mengenai pengerjaan skala agar tidak terjadi kesalahan.

(72)

B. Deskripsi Subjek dan Data Penelitian

(73)

Tabel 8.

Deskripsi Usia dan Pendidikan saat ini

Usia Jumlah Pendidikan Jumlah Jenis Kelamin Jumlah 13

C. Deskripsi Statistik Data Penelitian

(74)

Tabel 9.

Deskripsi statistik data variabel Gaya Kelekatan dan Konformitas

Variabel Mean Teoritis Mean Empiris

Secure 15 15,44

Preoccupied 15 15,76

Fearful 15 13,35

Dismissing 15 11,76

Konformitas 70 67,73

Berdasarkan data diatas maka dapat disimpulkan bahwa Mean Empiris pada Secure dan Preoccupied lebih besar daripada Mean Teoritisnya. Hal tersebut menandakan bahwa rata-rata skor secure dan preoccupied tegolong tinggi dan signifikan. Hasil berbeda didapatkan dari Fearful dan Dismissing karena Mean Empirisnya lebih rendah daripada Mean teoritisnya. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa rata-rata skor keduanya tergolong rendah signifikan.

(75)

D. Hasil Penelitian

1. Uji Asumsi Penelitian

Uji analisis data diawali dengan melalukan Uji Normalitas dan Uji Linearitas yang dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 16.00. a. Uji Normalitas

Uji Normalitas adalah uji yang dilakukan dengan memeriksa normal atau tidaknya sebaran data yang berasal dari populasi. Uji Normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov yang disimpulkan oleh dua hal yaitu: jika p < 0,05 maka data penelitian memiliki sebaran data yang tidak normal; jika p > 0,05 maka data penelitian memiliki sebaran data normal (Santoso, 2010). Hasil uji normalitas pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 10.

Uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov test

Variabel Kolmogorov-Smirnov Z

Asymp. Sig

(2-tailed)

Secure 1,693 0,006

Fearful 1,522 0,019

Preoccupied 1,449 0,030

Dismissing 1,699 0,006

(76)

Berdasarkan tabel diatas, hanya variabel Konformitas yang memiliki probabilitas p > 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa data penelitian pada variabel konformitas memiliki sebaran data yang normal.

Hasil yang berbeda ditinjukkan oleh variabel gaya kelekatan atau empat sub variabelnya yaitu secure, fearful, preoccupied dan dismissing. Keempat variabel tersebut memiliki probabilitas p < 0,05

dan bisa disimpulkan bahwa data penelitian pada keempat sub variabel Gaya Kelekatan tersebut memiliki sebaran data yang tidak normal.

b. Uji Linearitas

(77)

Tabel 11.

Uji Linearitas Test for Linearity

Variabel F Asymp. Sig

Secure * Konformitas 2, 640 0,106 Fearful * Konformitas 6,092 0,015 Preoccupied * Konformitas 28,205 0,000 Dismissing * Konformitas 11,257 0,001

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa tidak semua hubungan antarvariabel bersifat linear atau memiliki taraf signifikansi p < 0,05. Dari hasil tersebut dapat dikatan bahwa terdapat 3 hubungan antarvariabel bersifat linear yaitu Fearful, Preoccupied , Dismissing dan ada 1 hubungan antarvariabel yang sifatnya tidak linear yaitu Secure.

2. Uji Hipotesis

(78)

melakukan uji hipotesis meskipun data penelitian tidak normal atau tidak linear atau tidak memenuhi kedua asumsi tersebut. Hasil analisinya adalah sebagai berikut:

Tabel 12

Uji Hipotesis dengan Non-Parametrik Spearman’s Rho

Variabel r sig

Secure * Konformitas -0,117 0,075 Fearful * Konformitas 0,135 0,048 Preoccupied * Konformitas 0,407 0,000 Dismissing * Konformitas -0,261 0,001

*P < 0,05

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa tidak semua hubungan antarvariabel memiliki taraf sifnifikansi p < 0,05. Hasil penghitungan tersebut menjukkan bahwa koefisien korelasi (r) antara gaya kelekatan secure dengan konformitas sebesar -0,117. Koefisien korelasinya tergolong lemah dan bernilai negatif (Sarwono, 2006) dengan taraf signifikansi sebesar 0,075 (p < 0,05) yang menujukkan bahwa Ho diterima. Dengan demikian maka ada hubungan negatif yang tidak signifikan antara gaya kelekatan secure dengan konformitas.

(79)

< 0,05) yang menujukkan bahwa Ho ditolak. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa Gaya Kelekatan fearful memiliki korelasi positif yang signifikan dengan Konformitas. Dengan demikian semakin tinggi kecenderungan seseorang memiliki gaya kelekatan fearful, maka semakin tinggi juga konformitasnya.

Koefisien korelasi (r) antara Gaya Kelekatan preoccupied dengan Konformitas sebesar 0,407. Koefisien korelasinya tergolong sedang dan bernilai positif (Sarwono, 2012) dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05) yang menujukkan bahwa Ho ditolak. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi kecenderungan seseorang memiliki gaya kelekatan preoccupied, maka semakin tinggi juga konformitasnya. Dari hasil

tersebut bisa dikatakan bahwa gaya kelekatan preoccupied memiliki korelasi positif yang signifikan dengan konformitas.

Koefisien korelasi (r) antara Gaya Kelekatan dismissing dengan Konformitas sebesar -0,261. Koefisien korelasinya tergolong sedang dan bernilai negatif (Sarwono, 2012) dengan taraf signifikansi sebesar 0,001 (p < 0,05) yang menujukkan bahwa Ho ditolak. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi kecenderungan seseorang memiliki gaya kelekatan dismissing, maka semakin rendah konformitasnya. Jadi gaya kelekatan

(80)

E. Pembahasan

1. Hipotesis Diterima

Hipotesis 2 mengatakan bahwa ada korelasi positif antara gaya kelekatan preoccupied terhadap konformitas. Semakin kuat gaya kelekatan preoccupied maka semakin tinggi konfomitas pada remaja. Hasil analisis

menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,407 dengan signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05) yang artinya kekuatan hubungan antara kedua variabel tergolong cukup kuat dan signifikan sehingga kebenarannya tidak diragukan. Hasil analisis koresional yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara gaya kelekatan preoccupied dengan konformitas dan bisa dikatakan bahwa hipotesis 2

diterima.

Individu dengan gaya ini akan cenderung mencari kedekatan dengan orang lain, merasa orang lain itu baik sedangkan dirinya tidak layak untuk dicintai dan diterima. Oleh sebab itu individu dengan gaya kelekatan ini mudah mengalami kecemasan yang ekstrim akan penolakan. Individu dengan gaya kelekatan ini akan mencari kedekatan dengan teman sebayanya. Agar dirinya tetap bisa diterima oleh kelompoknya, maka individu ini akan melakukan apapun yang dharapkan kelompok.

(81)

remaja menjadi semakin rentan untuk menjadi korban dari tekanan teman sebaya karena ketakutan akan penolakan yang besar dan kurangnya kepercayaan diri. Kelekatan yang diasosiasikan dengan ketergantungan yang tinggi adalah preoccupied attachment (Zuroff& Fitzpatrick, 1995) dalam Kopala-Sibley, Zuroff, Leybman & Hope (2012). Oleh karena itu gaya kelekatan preoccupied berhubungan dengan munculnya perilaku konformitas.

Hipotesis 4 menyatakan bahwa terdapat korelasi negatif antara gaya kelekatan dismissing terhadap konformitas. Semakin kuat gaya kelekatan dismissing maka semakin rendah konfomitas pada remaja. Hasil analisis korelasional menunjukkan nilai sebesar -0,261 yang artinya kekuatan hubungan antar variabel tergolong cukup kuat dengan nilai signifikansi 0,001 (p < 0,05). Jadi hasil analisis korelasional menghasilkan korelasi negatif yang signifikan antara gaya kelekatan dismissing terhadap konformitas pada remaja. Maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis 4 diterima.

(82)

mandiri dan tidak bergantung pada orang lain dan tidak nyaman apabila orang lain juga bergantung padanya (Bartholomew & Horowitz, 1991). Dalam hubungannya dengan teman sebaya, individu dengan gaya kelekatan ini akan menolak kedekatan dengan teman sebayanya agar tidak mudah disakiti. Jadi individu dengan gaya kelekatan ini cenderung tidak akan melakukan konformitas atau kegiatan-kegiatan yang melibatkan kelompok teman sebaya. Alasan ini didukung oleh penelitian yang mengatakan bahwa remaja dismissing sangat idealis dan memiliki harapan yang terlalu tinggi akan penerimaan sosial ( Kobak & Sceery, 1988) dalam McElhaney, Immele, Smith & Allen (2006) dan mengindikasi bahwa remaja dismissing dijauhi dan diabaikan oleh kelompok ketika dirinya berharap kelompok sangat supportive namun pada kenyataannya tidak. (Lasore & Bernier, 2001) dalam McElhaney, Immele, Smith & Allen (2006)

Insecure/dismissing attachment pada remaja menunjukkan bahwa

(83)

2. Hipotesis Ditolak

Hipotesis 1 mengatakan bahwa terdapat korelasi negatif antara gaya kelekatan secure dengan konformitas. Semakin kuat gaya kelekatan secure yang dimiliki individu maka semakin rendah konformitas pada remaja. Hasil analisis koresional yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa ada korelasi negatif yang tidak signifikan antara gaya kelekatan secure dengan konformitas. Dengan hasil ini maka hipotesis 1 ditolak.

Hasil diatas menunjukkan bahwa sudah ada kesesuaian arah hubungan antara kedua variabel yaitu ada hubungan positif, namun hubungan antara kedua variabel tersebut tidak signifikan. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi gaya kelekatan secure adalah -0,117 dengan taraf signifikansi sebesar 0,075 (p < 0,05). Data tersebut menunjukkan bahwa korelasinya tidak signifikan atau diragukan kebenarannya dan kekuatan hubungan kedua variabel juga tergolong lemah.

(84)

masih ada orang lain yang mencintainya (Bartholomew & Horowitz, 1991).

Gambar

Tabel 1.  Bagan 4 model Gaya Kelekatan Bartholomew& Horowitz (1990)
Tabel  2. Respon dan skor item-item pada skala gaya kelekatan
Tabel  3. Blueprint skala gaya kelekatan sebelum uji coba
Tabel  5. Blueprint skala konformitas sebelum uji coba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengetahui / mengidentifikasi bentuk-bentuk representasi bahan ajar yang digunakan oleh guru Fisika yang meliputi (1) media apa yang

Produk Nasional Bruto (PNB) / Gross National Product (GNP) : nilai barang dan jasa yg dihasilkan dalam suatu negara dalam suatu tahun tertentu (biasanya satu tahun) yg diukur

Sehubungan dengan pelelangan sederhana Pengadaan Software Process and Engineering Design (Lelang Ulang) DIPA Tahun Anggaran 2016, dengan ini kami memberitahukan

Dalam pelaksanaan kegiatan, saya selaku anggota Pengawas Satuan Pendidikan dari tanggal 16 s.d 23 April 2011, selalu datang lebih awal daripada para peserta

Rencana Strategis (RENSTRA) Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bojonegoro merupakan dokumen perencanaan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bojonegoro untuk periode 5

Waduk Cirata merupakan waduk yang juga digunakan untuk pembangkitan listrik terletak kurang lebih 51 km di hilir Waduk Saguling. Waduk Cirata dengan luas DAS 4.119 km 2 dan

Ekosistem, yaitu suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya (Soemarwoto, 1983). Tingkatan organisasi

Maka aku senantiasa memerintahkan pesan tersebut kepada keluargaku dan orang-orang lain.” (HR.. Di antara sebab terbesar sembuhnya seseorang dari sakit adalah dengan berdoa,