• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi drug related problems (DPRs) pada pasien diabetes melitus tipe 2 komplikasi hipertensi di rumah sakit umum DR. Sardjito Yogyakarta periode tahun 2007-2008 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi drug related problems (DPRs) pada pasien diabetes melitus tipe 2 komplikasi hipertensi di rumah sakit umum DR. Sardjito Yogyakarta periode tahun 2007-2008 - USD Repository"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs)

PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2

KOMPLIKASI HIPERTENSI

DI RUMAH SAKIT UMUM DR. SARDJITO YOGYAKARTA

PERIODE TAHUN 2007-2008

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Antonia Vita Herlinawati 05 8114 101

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii

PERIODE TAHUN 2007-2008

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Antonia Vita Herlinawati 05 8114 101

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)

vi

segala rahmat dan lindungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta Periode tahun 2008” ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pada kesempatan kali ini, penulis hendak mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain:

1. Tuhan yang Maha Baik atas segala berkat dan semangat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas bimbingannya selama penulis melakukan proses pembelajaran di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu dr. Fenty M.Kes., Sp.PK. selaku dosen pembimbing atas dukungan, arahan, serta semangat yang diberikan kepada penulis selama proses penyusunan skripsi.

(7)

vii

5. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku dosen penguji skripsi atas dukungan, arahan, kritik, dan masukan serta semangat yang diberikan kepada penulis.

6. Direktur Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk penulis dapat melakukan penelitian.

7. Kepala beserta staf Bagian Pendidikan dan Penelitian (Diklit) dan Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta (Ibu Nani, Ibu Mamik, Pak Dirman, Ibu Dari, dr. Endang) atas bantuan dan dukungannya. 8. Seluruh pasien diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito

Yogyakarta yang secara tidak langsung telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Segenap dosen pengajar, staf sekretariatan serta laboran Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas dukungan dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Kedua orangtuaku Dominikus Suciwanta Wahyu Widodo dan Maria Goretti Sukasmiyati yang dengan tulus ikhlas memberikan dukungan berupa kasih sayang, nasehat maupun materi dalam setiap langkah hidup penulis.

11. Kakak dan adikku, Theresia Kaswidyawati dan Roberta Purnamasari, atas dukungan dan suka duka yang dijalani bersama dalam setiap langkah hidup penulis.

(8)

viii

Perdana, Valentina Ermita Herdani dan Yoanita Nugroho Utami atas proses pendewasaan, semangat, kasih sayang dan dukungan serta kebersamaan yang telah dilalui dalam suka dan duka bersama penulis.

15. Teman-temanku, Bambang, Lini, Lina Chen, Detta, Welinda, Sukma, Chrisye, dan semua teman yang telah memberi semangat dan bantuan pada penulis. 16. Seluruh teman-teman Farmasi angkatan ‘05 pada umumnya, teman-teman

FKK ’05 pada khususnya, teman-teman KKN USD kel. 41 angkatan XXXVII, teman-teman Teater Toedjoeh, dan teman-teman Mudika st. FX Manukan atas kebersamaan yang telah dilalui bersama.

17. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu oleh penulis.

Semoga Tuhan Yang Maha Baik memberikan berkat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membaca.

Yogyakarta, 25 Juni 2009

(9)
(10)

x

glukosa dalam darah yang tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup. Diabetes mempunyai banyak komplikasi sistem kardiovaskular, terutama hipertensi. Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang diderita seumur hidup dan obat berperanan penting dalam proses pengobatannya, sehingga perlu dilakukan evaluasi drug related problems pada DM tipe 2 komplikasi hipertensi.

Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Sampel yang digunakan adalah lembar rekam medik pasien. Setelah rekam medik diambil, dianalisis dengan metode subjective, objective, assessment, plan dengan menggunakan literatur yang sesuai.

Kasus DM tipe 2 komplikasi hipertensi di RSU Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2007-2008 sebanyak 32 kasus. Prosentase umur terbesar pada umur 50-59 tahun yaitu 40,6%, 53,1% untuk wanita, terdapat 9 kelas terapi dengan penggunaan gizi dan darah sebanyak 100% diikuti obat kardiovaskular sebesar 93,8% dan obat hormonal sebesar 87,5%. Hasil evaluasi menunjukkan DRPs butuh obat terjadi sebesar 12,5%; tidak butuh obat sebesar 3,1%; dosis terlalu besar sebesar 6,3%; obat tidak efektif sebesar 6,3% dan ADR dan interaksi obat yaitu sebesar 18,8%. Sebanyak 81,3% pasien meninggalkan rumah sakit dalam keadaan membaik.

(11)

xi

ABSTRACT

Diabetes mellitus is a disorder which high blood glucose because of our body can not to let free or use insulin adequate. Diabetes has any cardiovascular system complication, especially hypertension. Diabetes is a chronic disease which suffering all one’s life and drugs is important part in therapy process, so evaluation drug related problems on diabetes mellitus with hypertension are necessary to do.

This research method is non-experimental with descriptive evaluative plan and retrospective data collection. The material used is a medical record sheet. Medical record sheet analyzed with subjective, objective, assessment and plan method used suitable literature.

Diabetes mellitus type 2 with hypertension complication in RSU Dr. Sardjito Yogyakarta period 2007-2008 as much as 32 cases. The most age percentage is 40,6% at the age between of 50-59 years, 53,1% are women, found 9 class therapy with nutrition used is 100% , cardiovascular medicine used is 93,8% and hormone medicine used is 87,5%. Based on DRPs evaluation happened, 18,8% cases experienced adverse drug reaction and medicine interaction, 12,5% cases need for additional drug, 3,1% cases unnecessary drug therapy, 6,3% cases dosage too high, and 6,3% ineffective drug. As much as 81,3% patient to leave hospital in good condition.

(12)

xii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….iii

HALAMAN PENGESAHAN……….iv

HALAMAN PERSEMBAHAN……….………..v

PRAKATA…………..………vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….ix

INTISARI……….x

ABSTRACT………..………....xi

DAFTAR ISI………..xii

DAFTAR TABEL……….xvi

DAFTAR GAMBAR………xxi

DAFTAR LAMPIRAN………xxii

BAB I. PENGANTAR………....1

A. Latar Belakang………...1

1. Perumusan masalah………..3

2. Keaslian penelitian………...4

3. Manfaat penelitian……….………...5

a. Manfaat teoritis...……….………..5

b. Manfaat praktis………..5

B. Tujuan Penelitian………...………5

(13)

xiii

2. Tujuan khusus………..6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA……….………..7

A. Drug Related Problems………..7

B. Diabetes Melitus………..………...………8

1. Definisi……….8

2. Klasifikasi………...……….9

3. Diagnosis………10

4. Patogenesis……….10

5. Manifestasi klinis………...11

C. Hipertensi……….12

1. Definisi………...12

2. Klasifikasi………..12

3. Patogenesis……….13

D. Diabetes Melitus Komplikasi Hipertensi…………...………...15

1. Patogenesis……….15

2. Penatalaksanaan terapi..……….15

E. Keterangan Empiris………..21

BAB III. METODE PENELITIAN……..………..22

A. Jenis dan Rancangan Penelitian………...22

B. Definisi Operasional……….22

C. Subyek Penelitian……….24

D. Bahan Penelitian…..……….24

(14)

xiv

c. Analisis data………...26

d. Pembahasan kasus………..26

G. Kesulitan Penulis………..26

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……….……....28

A. Gambaran Karakteristik..……….……28

1. Prosentase umur……….……28

2. Jenis kelamin……….….29

B. Profil Obat………....29

1. Kelas terapi………...29

2. Golongan obat………31

a. Obat hormonal………...………...31

b. Obat kardiovaskular………...……..33

c. Antibiotik………..…...35

d. Obat analgesik………...35

e. Obat saraf………...………..36

f. Obat saluran pernafasan………...………37

g. Obat saluran cerna………38

h. Obat untuk penyakit otot skelet dan sendi………...39

i. Gizi dan nutrisi………...…..39

(15)

xv

BAB V. Kesimpulan Dan Saran……….……….…49

A. Kesimpulan………..49

B. Saran……….50

DAFTAR PUSTAKA………..51

LAMPIRAN……….53

(16)

xvi

Tabel II. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7………...12 Tabel III. Penggunaan Obat Hormonal Pada Pasien DM Tipe 2

Komplikasi Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2007-2008………...32 Tabel IV. Penggunaan Obat Kardiovaskular Pada Pasien DM Tipe 2

Komplikasi Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2007-2008………...……...…….34 Tabel V. Penggunaan Antibiotik Pada Pasien DM Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2007-2008…....35 Tabel VI. Penggunaan Obat Analgesik Pada Pasien DM Tipe 2

Komplikasi Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2007-2008………..….36 Tabel VII. Penggunaan Obat Saraf Pada Pasien DM Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2007-2008……37 Tabel VIII. Penggunaan Obat Saluran Pernafasan Pada Pasien DM Tipe 2

Komplikasi Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2007-2008………..38 Tabel IX. Penggunaan Obat Saluran Cerna Pada Pasien DM Tipe 2

(17)

xvii

Tabel X. Penggunaan Obat Penyakit Otot Skelet dan Sendi Pada Pasien DM Tipe 2 Komplikasi Hipertensi di RS Dr. Sardjito

Yogyakarta Tahun 2007-2008………...……….…39 Tabel XI. Penggunaan Gizi dan Darah Pada Pasien DM Tipe 2

Komplikasi Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2007-2008………...40 Tabel XII. Kejadian DRPs Butuh Obat Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Umum

Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2007-2008……….…...42 Tabel XIII. Kejadian DRPs Tidak Butuh Obat Pada Pasien Diabetes Melitus

Tipe 2 Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Umum Dr.

Sardjito Yogyakarta Tahun 2007-2008……….…….42 Tabel XIV. Kejadian DRPs Obat Tidak Efektif Pada Pasien Diabetes

Melitus Tipe 2 Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2007-2008………...…….43 Tabel XV. Kejadian DRPs Dosis Terlalu Besar Pada Pasien Diabetes

Melitus Tipe 2 Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2007-2008………...…….44 Tabel XVI. Kejadian DRPs ADR dan Interaksi Obat Pada Pasien Diabetes

(18)

xviii

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...54 Tabel XX. Kajian DRPs Kasus 3 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...55 Tabel XXI. Kajian DRPs Kasus 4 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...56 Tabel XXII. Kajian DRPs Kasus 5 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...57 Tabel XXIII. Kajian DRPs Kasus 6 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...58 Tabel XXIV. Kajian DRPs Kasus 7 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...59 Tabel XXV. Kajian DRPs Kasus 8 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...60 Tabel XXVI. Kajian DRPs Kasus 9 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...61 Tabel XXVII. Kajian DRPs Kasus 10 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...62 Tabel XXVIII. Kajian DRPs Kasus 11 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

(19)

xix

Tabel XXIX. Kajian DRPs Kasus 12 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...64 Tabel XXX. Kajian DRPs Kasus 13 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...65 Tabel XXXI. Kajian DRPs Kasus 14 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...66 Tabel XXXII. Kajian DRPs Kasus 15 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...67 Tabel XXXIII. Kajian DRPs Kasus 16 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...68 Tabel XXXIV.Kajian DRPs Kasus 17 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...69 Tabel XXXV. Kajian DRPs Kasus 18 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...70 Tabel XXXVI.Kajian DRPs Kasus 19 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...71 Tabel XXXVII.Kajian DRPs Kasus 20 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...72 Tabel XXXVIII.Kajian DRPs Kasus 21 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...73 Tabel XXXIX.Kajian DRPs Kasus 22 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

(20)

xx

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...76 Tabel XLII. Kajian DRPs Kasus 25 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...77 Tabel XLIII. Kajian DRPs Kasus 26 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...78 Tabel XLIV. Kajian DRPs Kasus 27 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...79 Tabel XLV. Kajian DRPs Kasus 28 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...80 Tabel XLVI. Kajian DRPs Kasus 29 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...81 Tabel XLVII. Kajian DRPs Kasus 30 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...82 Tabel XLVIII. Kajian DRPs Kasus 31 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...83 Tabel XLIX. Kajian DRPs Kasus 32 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

(21)

xxi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pulau Langerhans Pankreas Penghasil Insulin………...9 Gambar 2 Proses Terjadinya Hipertensi Berdasarkan Sistem

Renin-Angiotensin-Aldosteron……….14 Gambar 3. Algoritma Terapi Hipertensi………..18 Gambar 4. Tempat Aksi Obat Antidiabetika Oral…..……….20 Gambar 5. Diagram Prosentase Pasien DM Tipe 2 Komplikasi Hipertensi

Berdasarkan Umur di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008………..28 Gambar 6. Diagram Prosentase Pasien DM Tipe 2 Komplikasi Hipertensi

Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008………..29 Gambar 7. Diagram Kelas Terapi Pasien DM Tipe 2 Komplikasi Hipertensi

di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008………..30 Gambar 8. Kejadian DRPs Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008………....……..45 Gambar 9. Alasan Meninggalkan Rumah Sakit Pada Pasien DM

Tipe 2 Komplikasi Hipertensi di RS Umum Dr. Sardjito

(22)

xxii

Hipertensi di Rumah sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta Periode

(23)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa dalam darah yang tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup. Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang normal. Insulin memasukkan gula ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi (Triplitt et al., 2005).

Berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia didapatkan prevalensi DM sebesar 1,5-2,3% pada penduduk usia lebih dari 15 tahun, bahkan pada suatu penelitian epidemiologis di Manado didapatkan prevalensi DM 6,1%. Penelitian yang dilakukan di Jakarta, Surabaya, Makasar dan kota-kota lain di Indonesia membuktikan adanya kenaikan prevalensi dari tahun ke tahun. Berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4 % akan didapatkan 7 juta pasien DM, suatu jumlah yang sangat besar untuk dapat ditangani oleh dokter spesialis / subspesialis endokrinologi (Shahab, 2006).

(24)

sendiri dan keluarganya. Obat juga berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat. Berbagai pilihan obat saat ini tersedia, sehingga diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang cermat dalam memilih obat untuk suatu penyakit. Tidak kalah pentingnya, obat harus selalu digunakan secara benar agar memberikan manfaat klinis yang optimal (Anonim, 2005).

Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi, antara lain dislipidemia, neuropati, nefropati, retinopati, stroke, hipertensi dan penyakit kardiovaskular lainnya. Pada penderita DM tipe 2 umumnya mengalami obesitas yang mempunyai risiko besar terhadap penyakit kardiovaskular. Dalam suatu studi klinik menunjukkan bahwa pasien diabetes melitus dengan komplikasi hipertensi mempunyai peluang 2 kali lipat terhadap penyakit kardiovaskular dibandingkan dengan pasien hipertensi tanpa diabetes melitus (Anonim, 2002).

Berdasarkan laporan dari 24 Puskesmas yang ada di Kabupaten Sleman tahun 2008, penyakit hipertensi dan penyakit diabetes melitus sudah masuk dalam urutan sepuluh penyakit terbanyak di Kabupaten Sleman tepatnya urutan kedua adalah penyakit hipertensi dan urutan keenam adalah penyakit diabetes melitus. Hipertensi sering dijumpai pada individu diabetes melitus dimana diperkirakan prevalensinya mencapai 50-70% (Haryanto, 2009).

(25)

3

rumah sakit rujukan dari beberapa rumah sakit yang ada di Yogyakarta dan sekitarnya. Hal ini menyebabkan banyaknya pasien yang harus ditangani oleh tenaga-tenaga kesehatan yang ada, oleh karena itu perlu dilakukannya evaluasi terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut.

Drug related problems (DRPs) adalah masalah-masalah yang terkait

dengan obat meliputi butuh tambahan terapi, pemberian obat yang tidak dibutuhkan, salah obat, tidak tepat dosis, adverse drug reaction (ADR), kepatuhan pasien meminum obat. Pemberian obat dalam pengobatan pasien diabetes melitus merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan terapi selain ketepatan diagnosis. Adanya DRPs yang terjadi dalam pengobatan akan merugikan pasien.

Drug related problems mengakibatkan penurunan kualitas hidup pasien,

meningkatkan biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh pasien, serta meningkatkan rata-rata angka kematian pada pasien (Nguyen, 2000).

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Seperti apa gambaran karakteristik pasien diabetes melitus tipe 2 komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2007-2008 berdasarkan umur dan jenis kelamin?

b. Seperti apa gambaran pengobatan pasien diabetes melitus tipe 2 komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2007-2008? c. Apakah ada drug related problems (DRPs) yang meliputi :

(26)

2) Tidak butuh obat 3) Salah obat

4) Pasien mendapat obat yang tidak mencukupi atau kurang 5) Pasien mendapat dosis yang berlebih

6) Munculnya efek yang tidak diinginkan atau efek samping obat dan adanya interaksi obat

7) Ketidaktaatan pasien dalam penggunaan obat yang diresepkan d. Seperti apa kondisi dan alasan pasien pulang dari rumah sakit?

2. Keaslian penelitian

Sejauh yang peneliti ketahui penelitian berjudul ”Evaluasi Drug

Related Problems (DRPs) pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi

Hipertensi di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008“ belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan yang berhubungan dengan penyakit diabetes melitus antara lain :

a. “Evaluasi Drug-Related Problems pada Peresepan Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2005-Desember 2007“ oleh Larasati pada tahun 2008.

(27)

5

c. “Gambaran Peresepan Obat pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe-2 di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2001-2002“ oleh Triastuti tahun 2004.

d. “Evaluasi Penatalaksanaan Terapi Diabetes Mellitus Komplikasi Hipertensi Rawat Inap Periode 2005 Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta“ oleh Meirinawati tahun 2006.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian yang peneliti sebutkan di atas dalam hal rumah sakit yang diteliti, jenis komplikasi, tahun pengambilan data dan DRPs.

3. Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Manfaat teoritis : menjadi salah satu sumber informasi tentang DRPs pada pengobatan diabetes melitus.

b. Manfaat praktis : dapat memberikan informasi tentang DRPs pada pasien diabetes melitus tipe 2 komplikasi hipertensi sehingga dapat dijadikan bahan untuk pertimbangan dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan terutama di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

(28)

2. Tujuan khusus :

a. Mengetahui gambaran karakteristik pasien diabetes melitus tipe 2 komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2007-2008 berdasarkan umur dan jenis kelamin.

b. Mengetahui gambaran pengobatan pasien diabetes melitus tipe 2 komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2007-2008. c. Mengetahui ada tidaknya DRPs yang meliputi butuh obat, tidak butuh obat,

(29)

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Drug Related Problems

Masalah-masalah dalam kajian DRPs menurut Cipolle et al. (2004) antara lain :

1. Butuh obat, jika kondisi baru yang membutuhkan obat, kondisi kronis yang membutuhkan kelanjutan terapi obat, kondisi yang membutuhkan kombinasi obat, dan kondisi yang mempunyai risiko kejadian efek samping dan membutuhkan obat untuk pencegahannya.

2. Tidak butuh obat, jika obat yang diberikan tidak sesuai dengan indikasi pada saat itu, pemakaian obat kombinasi yang seharusnya tidak diperlukan, dan meminum obat dengan tujuan untuk mencegah efek samping obat lain yang seharusnya dapat dihindarkan.

3. Obat tidak efektif, jika obat yang diberikan kepada pasien tidak efektif (kurang sesuai dengan indikasinya), obat tersebut efektif tetapi tidak ekonomis, pasien mempunyai alergi terhadap obat tersebut, obat yang diberikan mempunyai kontraindikasi dengan obat lain yang dibutuhkan, dan antibiotika yang sudah resisten terhadap infeksi pasien.

(30)

5. Pasien mendapat dosis yang berlebih (dosage too high), jika dosis obat terlalu tinggi untuk memberikan efek.

6. Munculnya efek yang tidak diinginkan atau efek samping obat (adverse drug

reaction) dan adanya interaksi obat (drug interaction), jika ada alergi, ada

faktor resiko, ada interaksi dengan obat lain, dan hasil laboratorium berubah akibat penggunaan obat.

7. Ketidaktaatan pasien dalam penggunaan obat yang diresepkan (uncompliance), jika pasien tidak menerima regimen obat yang tepat, terjadi medication error (peresepan, penyerahan obat dan monitoring pasien), ketidaktaatan pasien, pasien tidak membeli obat yang disarankan karena mahal, pasien tidak menggunakan obat karena ketidaktahuan cara pemakaian obat, pasien tidak menggunakan obat karena ketidakpercayaan dengan produk obat yang dianjurkan.

B. Diabetes Melitus

1. Definisi

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolit dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (ADA, 2005).

(31)

9

Gambar 1. Pulau Langerhans Pankreas Penghasil Insulin (Anonim, 2008)

2. Klasifikasi

Klasifikasi diabetes melitus secara etiologis : a. Diabetes melitus tipe 1

Terjadi karena adanya destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut sehingga penderita diabetes melitus tipe 1 umumnya tergantung dengan terapi insulin.

b. Diabetes melitus tipe 2

Merupakan tipe diabetes melitus yang tidak berkaitan dengan terjadinya kerusakan pankreas, tetapi karena ketidakpekaan jaringan terhadap

insulin sehingga penderita diabetes melitus tipe 2 tidak tergantung dengan insulin eksogen.

c. Diabetes melitus gestasional

(32)

gestational memperburuk pada 7% dari semua kehamilan. Beberapa wanita akan kembali normal setelah melahirkan, tetapi 30-50% akan berkembang menjadi diabetes melitus tipe 2 atau kemudian menjadi intoleransi glukosa. Deteksi klinik sangat penting untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas perinatal.

d. Diabetes melitus tipe lain

Diabetes melitus yang lain antara lain terjadi karena konsumsi obat, adanya infeksi bakteri, penyakit eksokrin pankreas dan kelainan genetik yang berkaitan dengan diabetes lainnya (Triplitt et al., 2005).

3. Diagnosis

Diagnosis penyakit diabetes melitus dapat diketahui dari kadar gula darah puasa dan kadar glukosa darah 2 jam setelah makan atau glukosa darah sewaktu. Hemoglobin A1C (HbA1C) juga dapat digunakan untuk mengetahui kadar gula dalam darah, dimana keadaan hipoglikemia dapat menyebabkan menurunnya kadar HbA1C. Hemoglobin A1C adalah suatu produk non-enzim yang dapat menggambarkan level gula dalam darah (Genauth, 2003).

Tabel I. Kategori Status Glukosa

Normal Impaired Diabetes Gula darah puasa

(fasting plasma glucose (FPG)) < 100 mg/dL 100-125 mg/dL ≥ 126 mg/dL 2 jam setelah makan

(oral glucose tolerance test (OGTT)) < 140 mg/dL 140-199 mg/dL ≥ 200 mg/dL (Triplitt et al., 2005)

4. Patogenesis

(33)

11

Diabetes melitus tipe 1 terjadi karena defisiensi insulin secara absolut yang disebabkan karena rusaknya sel β pankreas dengan proses yang tidak diketahui yang akibatnya sekresi insulin tidak memenuhi atau bahkan tidak ada sama sekali. Proses autoimun diperantarai oleh makrofag dan limfosit T dengan menyebarkan autoantibodi ke banyak antigen sel β.

b. Diabetes melitus tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 ini banyak terjadi karena adanya resistensi insulin sehingga glukosa darah tidak dapat masuk ke dalam jaringan dan menumpuk dalam darah. Karakteristik dari diabetes melitus tipe 2 antara lain : berkurangnya sekresi insulin; resistensi insulin meliputi otot, hati, dan adipose. Faktor yang turut berperan menyebabkan terjadinya resistensi insulin antara lain pola makan dan gaya hidup yang tidak teratur (Triplitt et al., 2005).

5. Manifestasi klinis

Manifestasi klinik diabetes dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Pasien penderita IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus) sering memperlihatkan timbulnya gejala-gejala yang eksplosif disertai polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah dan somnolen (mengantuk) yang berlangsung selama beberapa hari atau minggu. Pasien NIDDM (Non Insulin

Dependent Diabetes Melitus) mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala

(34)

pasien-pasien ini gemuk, diduga bahwa pemasukan karbohidrat yang tinggi, sel-sel adiposa yang besar dan gangguan metabolisme glukosa intrasel-sel merupakan penyebab penurunan kepekaan terhadap insulin (Price and Wilson, 1985).

C. Hipertensi

1. Definisi

Hipertensi adalah suatu penyakit meningkatnya tekanan darah arteri yang dapat membahayakan sistem organ dan mempunyai faktor risiko terhadap penyakit kardiovaskular. Hipertensi tidak dapat disembuhkan namun dapat dikontrol atau dikendalikan (Saseen dan Carter, 2005).

2. Klasifikasi

Klasifikasi hipertensi dengan batasan umur di atas 18 tahun menurut JNC 7 adalah sebagai berikut :

Tabel II. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7

Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik

(mmHg)

Diastolik (mmHg)

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi stage I 140-159 90-99

Hipertensi stage II ≥160 ≥100

Tekanan sistolik adalah tekanan darah dimana terukur sesaat sebelum kontraksi kardiak dan tekanan diastolik adalah tekanan darah sesaat setelah kontraksi atau saat jantung dikosongkan (Saseen dan Carter, 2005).

(35)

13

dan faktor lingkungan. Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan obesitas, merupakan pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula seseorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stress yang tinggi sangat mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang yang kurang olahraga pun bisa mengalami tekanan darah tinggi. Hipertensi sekunder adalah adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang menderita penyakit lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem hormon tubuh. Pada ibu hamil tekanan darah secara umum meningkat saat kehamilan berusia 20 minggu, terutama pada wanita yang berat badannya di atas normal (Sassen dan Carter, 2005).

3. Patogenesis

Tekanan darah yang ada secara matematika merupakan hasil kali dari

cardiac output (CO) dan tahanan perifer. Naiknya tekanan darah dapat

diakibatkan oleh meningkatnya cardiac output dan / atau meningkatnya tahanan perifer total.

Peningkatan cardiac output dapat terjadi karena :

a. Preload meningkat yang disebabkan karena naiknya jumlah volume cairan

karena asupan Na yang berlebihan atau retensi Na karena GFR menurun. b. Konstriksi vena yang dapat disebabkan oleh stimulasi RAAS yang berlebihan

dan sistem saraf simpatis terlalu aktif.

(36)

a. Konstriksi vaskular, dapat disebabkan oleh stimulasi RAAS yang berlebihan, sistem saraf simpatis yang terlalu aktif, perubahan genetik membran sel, dan faktor endotel.

b. Hipertropi vaskular, dapat disebabkan oleh stimulasi RAAS yang berlebihan, sistem saraf simpatis yang terlalu aktif, perubahan genetik membran sel, faktor endotel dan hiperinsulinemia yang dihasilkan dari obesitas atau metabolit sindrom (Saseen dan Carter, 2005).

(37)

15

D. Diabetes Melitus Komplikasi Hipertensi

1. Patogenesis

Proses terjadinya diabetes melitus komplikasi hipertensi adalah saat kadar glukosa darah yang terlalu banyak akan menyebabkan cairan ekstraseluler menjadi lebih pekat karena glukosa darah tidak mudah berdifusi melalui pori-pori membran sehingga menarik cairan dari dalam sel dan menyebabkan volume cairan menjadi bertambah. Kenaikan volume cairan ini akan meningkatkan

cardiac output sehingga pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah pasien

(Guyton et al., 1996).

Penyebab utama kematian pada diabetes melitus adalah karena penyakit kardiovaskular, dan manajemen hipertensi merupakan strategi yang sangat penting untuk mengurangi risiko. Nilai tekanan darah yang direkomendasikan oleh JNC 7 untuk pasien hipertensi dengan penyakit diabetes adalah <130/80 mmHg (Saseen dan Carter, 2005).

2. Penatalaksanaan terapi

Tujuan utama terapi DM komplikasi hipertensi adalah mengurangi risiko terjadinya komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular, memperbaiki gejala yang muncul, mengurangi angka kematian dan meningkatkan kualitas hidup pasien (Triplitt et al., 2005).

(38)

Strategi terapi dilakukan dengan 2 cara, yaitu non farmakologi dan farmakologi.

a. Terapi non farmakologi

Terapi secara non farmakologi dengan melakukan modifikasi gaya hidup antara lain : pengurangan berat badan, mengurangi asupan natrium, melakukan olah raga secara teratur, dan tidak mengkonsumsi alcohol (Saseen dan Carter, 2005).

b. Terapi farmakologi

Terapi secara farmakologi dilakukan dengan memberikan terapi untuk hipertensi dan terapi untuk diabetes.

1) Terapi untuk hipertensi

Semua pasien diabetes melitus dengan hipertensi dapat diterapi dengan regimen antihipertensi meliputi ACEI atau ARB, selain itu data menunjukkan bahwa ACEI dapat menurunkan risiko kardiovaskular pada pasien dengan penyakit jantung. Penelitian menunjukkan pengurangan risiko kardiovaskular (banyak pada ACEI) dan risiko dari disfungsi ginjal (banyak pada ARB) pada pasien dengan diabetes.

a) Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)

(39)

17

terjadi adalah batuk kering yang disebabkan oleh peningkatan bradikinin karena ACE juga memetabolisme bradikinin (Neal, 2005).

Penggunaan ACEI bersama dengan potassium dapat mengakibatkan terjadinya hiperkalemia dan penggunaan Non Steroid Anti Inflamatory Drug (NSAID) dapat menurunkan efek dari ACEI (Rudnick, 2001).

b) Angiotensin Reseptor Blockers (ARBs)

Angiotensin dihasilkan oleh 2 jalur enzimatis yaitu melalui sistem angiotensin-aldosteron atau yang kita tahu dengan Renin Angiotensin Aldosteron

System (RAAS) yang dihambat dengan ACE inhibitor dan oleh suatu enzim yaitu

angiotensin I convertase (human chymase). Angiotensin reseptor blockers berperan dalam menghambat jalur yang kedua.

Angiotensin reseptor blockers (misalnya Losartan) menurunkan

tekanan darah dengan memblok reseptor angiotensin (AT1) yang terletak di otak, ginjal, myocardium, dan kelenjar adrenal. Obat ini mempunyai sifat yang sama dengan ACEI tetapi tidak menyebabkan batuk karena obat ini tidak mencegah degradasi bradikinin (Neal, 2005).

c) Diuretik

Mekanisme kerja diuretik dalam menurunkan tekanan darah adalah dengan mengekskresi cairan dan elektrolit melalui ginjal sehingga menyebabkan penurunan volume darah yang berefek pada penurunan cardiac output. Penurunan

cardiac output akan menyebabkan penurunan tekanan darah. Penggunaan

(40)

d) β bloker

Beta bloker dapat menurunkan tekanan darah melalui penurunan

cardiac output. Beta bloker cenderung meningkatkan trigliserid serum dan

menurunkan kadar kolesterol HDL. Penggunaan bersamaan dengan digoksin dapat menyebabkan bertambahnya efek heart rate. Pengunaan bersama sulfonilurea menyebabkan penurunan efek dari sulfonilurea.

e) Calcium Channel Blocker (CCB)

Calcium channel blocker menghambat masuknya ion Ca2+ ke dalam sel sehingga menyebabkan relaksasi otot polos arteriol. Hal ini menyebabkan turunnya resistensi perifer dan menyebabkan turunnya tekanan darah. Efek dari CCB akan menurun jika diberikan bersamaan dengan suplemen kalsium.

(41)

19

2) Terapi untuk diabetes melitus

Diabetes melitus dapat diterapi dengan insulin dan antidiabetika oral. a) Insulin

Umumnya diberikan pada pasien DM tipe 1 yang tergantung dengan insulin dan diberikan secara non parenteral yaitu dengan injeksi. Jika insulin diberikan secara oral maka insulin akan rusak saat melewati saluran gastrointestinal, oleh karena itu insulin memberikan efek yang lebih cepat jika dibandingkan dengan obat yang diberikan secara oral. Insulin dapat pula digunakan pada pasien diabetes melitus tipe 2 saat terjadi kegagalan dalam

penggunaan antidiabetika oral, adanya kontraindikasi karena masa kehamilan atau hipersensitif serta saat kadar glukosa darah naik akibat stress ataupun infeksi serta akibat pembedahan.

Mekanisme kerja insulin adalah mengubah glukosa menjadi glikogen, meningkatkan sintesis protein dan lemak, memperlambat pemecahan glikogen, protein dan lemak, serta menyeimbangkan cairan dan elektrolit dalam tubuh

(Rudnick, 2001).

Ada 4 tipe insulin, yaitu (1) rapid-acting, contohnya Aspart, Lispro, Glulisine; (2) short-acting, contohnya Reguler; (3) intermediet-acting, contohnya NPH, Lente; dan (4) long-acting, contohnya Ultralente, Glargine.

b) Obat antidiabetika oral

(42)

di dalam pankreas adalah menstimulasi pankreas untuk mengeluarkan insulin dengan meminimalkan kerja pankreas, sedangkan efek di luar pankreas adalah mampu menstabilkan kadar glukosa darah (Rudnick, 2001).

Gambar 4. Tempat Aksi Obat Antidiabetika Oral (Daniel, 2006)

Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat antidiabetika oral dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :

1. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin

(43)

21

dengan risiko hipoglikemia dan gunakan tolbutamid yang durasi kerjanya paling singkat.

2. Sensitiser insulin

Adalah obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin, meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanid dan tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif. Metformin yang merupakan obat golongan biguanid jarang menyebabkan hipoglikemia karena obat ini tidak meningkatkan pelepasan insulin.

3. Penghambat katabolisme karbohidrat

Yang termasuk dalam golongan ini adalah akarbose, penghambat α -glukosidase yang bekerja memperlambat pencernaan tepung dan sukrosa. Akarbose dikonsumsi bersama dengan makanan dan menurunkan peningkatan glukosa darah postprandial (Anonim, 2005).

E. Keterangan Empiris

(44)

22

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai ”Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008” ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Penelitian ini bersifat non eksperimental karena tidak ada perlakuan pada subyek penelitian (Pratiknya, 2001). Rancangan penelitian deskriptif evaluatif karena hanya bertujuan melakukan eksplorasi deskriptif terhadap fenomena kesehatan yang terjadi kemudian mengevaluasi data dari rekam medik (Notoatmodjo, 2005).

Penelitian ini menggunakan data secara retrospektif dengan melakukan penelusuran dokumen terdahulu, yaitu pada lembar rekam medis pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2007-2008.

B. Definisi Operasional

(45)

23

serta menjalani rawat inap di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta pada tahun 2007-2008.

2. Diabetes melitus komplikasi hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi resistensi insulin di jaringan yang mengakibatkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam jaringan sehingga glukosa darah meningkat dan menyebabkan tekanan darah meningkat.

3. Kelas terapi obat adalah kelompok besar obat yang terdiri dari beberapa golongan obat yang mempunyai sasaran pengobatan yang sama.

4. Golongan obat adalah kelompok obat berdasarkan efek terapi dari tiap kelas terapi yang diberikan pada pasien.

5. Drug related problems adalah masalah-masalah yang berhubungan dengan

obat yaitu butuh obat, tidak butuh obat, obat tidak efektif, dosis kurang, dosis berlebih, adverse drug reaction (ADR) dan interaksi obat, serta ketidaktaatan pasien dalam penggunaan obat (uncompliance).

6. Drug related problems yang diamati dalam penelitian ini adalah DRPs yang

berhubungan dengan penyakit DM dengan komplikasi hipertensi yang meliputi butuh obat, tidak butuh obat, obat tidak efektif, dosis kurang, dosis terlalu besar, dan adverse drug reaction (ADR) dan interaksi obat.

(46)

C. Subyek Penelitian

Jumlah kasus yang ada berdasarkan hasil survei adalah sebanyak 70 kasus. Jumlah subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus :

n = N/(1+N(e2)) Ket : n = jumlah sampel yang diambil

N = banyaknya populasi

e = persen kesalahan sebesar 10% (Notoatmodjo, 2005)

Perhitungan : n = 70 1 70 0,12

n = 1 0,770

n = 1,770

n = 41,17 41 kasus

Data yang diamati pada penelitian ini sebanyak 32 kasus dan terdapat 9 kasus yang dieksklusi karena catatan rekam medik pasien tidak ditemukan atau tidak memenuhi syarat untuk diteliti.

D. Bahan Penelitian

(47)

25

E. Lokasi Penelitian

Penelitian tentang evaluasi drug related problems (DRPs) pada pasien diabetes melitus tipe 2 komplikasi hipertensi ini dilakukan di Instalasi Catatan Medis Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta yang terletak di Jalan Kesehatan no. 1 Sekip Yogyakarta.

F. Tata Cara Penelitian

Dalam menyelesaikan penelitian ini dibagi menjadi 4 tahap :

1. Persiapan

Dilakukan survei jumlah pasien diabetes melitus tipe 2 komplikasi hipertensi yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2007-2008 di bagian rekam medik. Diketahui dari printout di Instalasi Catatan Rekam Medik Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito bahwa jumlah pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi hipertensi sebanyak 70 kasus.

2. Pengumpulan data

Tahap ini adalah tahap pengumpulan data dari subyek penelitian yaitu pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2007-2008. Adapun data yang dikumpulkan terdiri atas : identitas pasien, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat obat, riwayat penyakit keluarga, pemeriksaan fisik, catatan perkembangan pasien serta terapi yang diberikan. Teknik pengambilan subyek penelitian dengan cara simple

(48)

jumlah populasi yang akan dipilih sebagai subyek penelitian, kemudian diambil sebagian dengan menggunakan menggunakan tabel random.

3. Analisis data

Data dianalisis dengan mengelompokkan obat yang digunakan dalam pengobatan diabetes melitus tipe 2 komplikasi hipertensi berdasarkan kelas terapi obat, serta mengelompokkan pasien berdasarkan umur dan jenis kelamin.

Evaluasi DRPs yang terjadi dalam pengobatan diabetes melitus tipe 2 komplikasi hipertensi dilakukan berdasarkan pustaka yang sesuai, kemudian dihitung jumlah kasus yang terjadi DRPs dan dikelompokkan berdasarkan jenis DRPs dan dihitung prosentasenya. Ketidakpatuhan pasien dalam menggunakan obat tidak dapat diamati, karena penelitian ini bersifat retrospektif.

4. Pembahasan kasus

Kasus yang didapat dibahas dengan metode SOAP (Subjective,

Objective, Assessment, Plan) kasus per kasus. Pada penelitian ini Plan diganti

dengan Recommendation karena kejadian yang dievaluasi sudah terjadi. Literatur yang digunakan adalah MIMS Indonesia edisi 7 tahun 2007/2008, Drug

Information Handbook (DIH) edisi 14, Drug Interaction Facts (DIF) dan

Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI) 2000.

G. Kesulitan Penulis

(49)

27

(50)

1. Prosentase umur

Berdasarkan hipertensi dibagi menjad 50-59 tahun, 60-69 tah penderita DM tipe 2 kom umur 50-59 tahun yai Berdasarkan teori, DM diakibatkan dari pola berolahraga, perokok akt jadi 5 kelompok umur menjadi kelompok umur 40 tahun, 70-79 tahun dan 80-89 tahun. Diketah omplikasi hipertensi paling banyak terdapat pada yaitu sebanyak 40,6% dari 32 pasien yang d

M tipe 2 biasanya muncul setelah umur 40 ta la makan dan gaya hidup yang salah, sepe aktif, serta pola istirahat yang tidak teratur.

m Prosentase Pasien DM Tipe 2 Komplikasi H sarkan Umur di Rumah Sakit Umum Dr.

karta Periode Tahun 2007-2008

(51)

2. Jenis kelamin

Berdasarkan tipe 2 komplikasi hiperte laki sebanyak 46,9% da kasus yang dievaluasi. kita ketahui bahwa jum populasi laki-laki sehing bahwa penyakit DM tipe kepada pasien baik obat dan komplikasi yang a terdapat 9 kelas terapi y

53,

data yang didapat, diketahui bahwa jumlah p rtensi berdasarkan jenis kelamin yang berjenis kel dan yang berjenis kelamin wanita sebanyak 53,1 . Jumlah tersebut tidak berbeda terlalu jauh, se umlah populasi wanita lebih banyak dibandingk ingga hasil dari data tersebut tidak dapat dijadi ipe 2 komplikasi hipertensi lebih banyak terjadi pa

m Prosentase Pasien DM Tipe 2 Komplikasi H sarkan Jenis Kelamin di Rumah Sakit Um to Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008

B. Profil Obat

pi adalah kelompok besar obat yang terdiri dari empunyai sasaran pengobatan yang sama, yang at antidiabetika maupun untuk mengobati penyaki

ada. Berdasarkan data yang diamati, diketah i yang diberikan pada pasien diabetes melitus tipe

(52)

komplikasi hipertensi d komplikasi hipertensi ad sebesar 100% karena elektrolit seperti NaCl 0 obat kardiovaskular seb sangat masuk akal ka

karena obat hormonal yang kebanyakan ad n dalam pengobatan kejadian hiperglikemia pa berian obat kardiovaskular juga cukup banyak kar ertensi dan membutuhkan penanganan karena teka

(53)

31

Obat-obat dari kelas terapi yang lain berguna untuk mengatasi penyakit penyerta maupun komplikasi yang diderita oleh pasien seperti rasa nyeri akibat ulkus DM, neuropati DM, gangguan pada sistem pernafasan, pencernaan dan adanya sepsis akibat luka.

2. Golongan obat

Penggolongan obat pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi hipertensi ini terdapat 9 kelas terapi.

a. Obat hormonal

Obat antidiabetika adalah obat yang digunakan untuk mengatasi atau menurunkan kadar glukosa darah yang tinggi karena glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam jaringan yang disebabkan karena kerusakan pankreas sehingga tidak dapat menghasilkan insulin atau karena adanya resistensi insulin.

Target kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus adalah <120 mg/dL. Obat antidiabetika yang banyak digunakan pada pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi adalah antidiabetika injeksi yaitu RI (regular insulin). Insulin merupakan suatu hormon sehingga tidak dapat diberikan secara enteral karena akan rusak oleh enzim pencernaan. Pemberian RI diberikan secara sub

cutan (s.c.) atau dapat juga diberikan dengan drip insulin dengan cara

dicampurkan pada cairan infus NaCl 0,9%.

(54)

insulin memberikan efek yang lebih cepat dibandingkan obat antidiabetika oral karena diberikan secara injeksi, selain itu pasien yang diamati adalah pasien DM tipe 2 yang menjalani rawat inap di rumah sakit sehingga pasien berada dalam pantauan atau pengawasan tenaga kesehatan dalam penggunaan insulinnya. Pemberian insulin dapat menyebabkan turunnya kadar kalium dalam tubuh karena insulin menyebabkan masuknya kalium ke dalam sel, oleh karena itu perlu dipantau kadar kalium dalam tubuhnya.

Sulfonilurea menurunkan kadar glukosa darah dengan cara menstimulasi pankreas untuk menghasilkan insulin, sehingga pemberian obat antidiabetika oral kelompok sulfonilurea dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia. Kelompok biguanid bekerja dengan meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin, umumnya pada penggunaan metformin yang berupa obat dari kelompok biguanid adalah rasa mual dan diare. Penggunaan metformin tidak menyebabkan terjadinya hipoglikemia karena metformin tidak menstimulasi pankreas untuk produksi insulin.

Tabel III. Penggunaan Obat Hormonal Pada Pasien DM Tipe 2 Komplikasi

Dagang ∑ Prosentase

1. Insulin - - Humulin 1 3,1%

(55)

33

b. Obat kardiovaskular

Obat-obat kardiovaskular digunakan dalam terapi hipertensi. Pada pasien diabetes melitus, kadar glukosa yang tinggi dalam darah menyebabkan darah menjadi lebih kental sehingga mengakibatkan jantung bekerja lebih keras agar bisa memompa darah ke seluruh tubuh. Kadar glukosa yang tinggi dalam darah dapat mengakibatkan terjadinya penebalan dinding pembuluh darah yang nantinya berujung pada atherosklerosis sehingga tahan perifer menjadi naik dan menyebabkan tekanan darah menjadi naik juga.

Penggunaan obat kardiovaskular paling banyak adalah kelompok

Angiotensin Reseptor Blockers (ARBs) yaitu valsartan sebesar 68,8%, diikuti oleh

hidroklorotiazid sebesar 34,4% dan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) yaitu captopril sebesar 21,9%. Angiotensin I adalah hasil hidrolisis angiotensinogen (dihasilkan di hati) oleh hormon renin yang dihasilkan oleh ginjal. Angiotensin I ini nantinya oleh suatu enzim yaitu angiotensin converting

enzyme (ACE) yang dihasilkan di paru-paru akan diubah menjadi angiotensin II

yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah. Angiotensin

reseptor blockers menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat

angiotensin II agar tidak bertemu dengan reseptor (AT1) yang terletak pada kelenjar adrenal yang dapat mensekresi aldosteron. Aldosteron ini menyebabkan reabsorbsi sodium dan cairan dari ginjal sehingga terjadi peningkatan volume plasma dan mengakibatkan tekanan darah menjadi naik.

(56)

converting enzyme inhibitor mempunyai efek samping yaitu batuk kering karena

ACE memetabolisme bradikinin yang merupakan mediator batuk, sehingga saat jumlah ACE berkurang maka jumlah bradikinin akan meningkat. Mekanisme tiazid dalam menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat reabsorpsi sodium di tubulus distal. Calcium channel bloker bekerja dengan menghambat masuknya ion Ca2+ ke dalam sel. Kalsium berperan dalam kontraksi otot maka saat jumlah kalsium dalam sel sedikit maka terjadi vasodilatasi pada otot. Pemberian kalsium bersamaan dengan CCB akan menurunkan efek dari CCB karena makin banyak kalsium yang menyebabkan kontraksi otot.

Tabel IV. Penggunaan Obat Kardiovaskular Pada Pasien DM tipe 2 Komplikasi Hipertensi di RS Umum Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2007-2008

Dagang ∑ Prosentase 1. Antihipertensi ACE

Inhibitor

(57)

35

c. Antibiotik

Pengunaan antibiotik sebagai agen antibakteri pada pasien diabetes melitus sangat penting terutama untuk pasien yang mengalami ulkus diabetika karena luka yang ada akan menjadi lebih sukar sembuh. Hal ini terjadi karena pada lingkungan yang mengandung kadar glukosa yang cukup tinggi merupakan tempat perkembangbiakan yang baik untuk bakteri, selain itu antibiotik yang diberikan juga merupakan terapi untuk penyakit penyerta atau komplikasi pada pasien diabetes melitus seperti infeksi saluran kencing (ISK) dan sepsis.

Penggunaan antibiotik yang paling banyak digunakan adalah antibiotik golongan Sefalosporin yaitu ceftriaxon sebesar 40,6% dilanjutkan metronidazol sebesar 34,4%.

Dagang ∑ Prosentase 1. Antibiotik Sefalosporin

dan β-lactam

Metronidazol Metronidazol Flagyl 1 3,1% Metronidazol 11 34,4%

Lincosamid Clindamycin 3 9,4%

Fosfomycin 1 3,1%

Penicillin Ampicilin 1 3,1%

Sulbactam Sulbactam Stabactam 1 3,1%

d. Obat analgesik

Analgesik merupakan obat yang berguna mengurangi rasa nyeri tanpa

(58)

berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien terutama pada pasien yang mengalami ulkus. Analgesik yang banyak digunakan pada pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi adalah aspirin yaitu sebesar 37,5%. Aspirin dapat digunakan sebagai obat untuk terapi nyeri dari skala ringan sampai sedang, inflamasi dan demam, selain itu aspirin juga berfungsi sebagai antiplatelet. Pada pasien DM tipe 2 komplikasi, aspirin berfungsi sebagai antiplatelet yang dapat meminimalisir terjadinya atheroskeloris sehingga dapat menurunkan resiko meningkatnya tekanan darah. Pemberian aspirin dalam dosis besar dapat menurunkan efek dari ACEI, β bloker, tiazid dan furosemid jika diberikan secara bersamaan.

Tabel VI. Penggunaan Obat Analgesik Pada Pasien DM Tipe 2 Komplikasi Hipertensi di RS Umum Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2007-2008

No Golongan

Obat Kelompok Nama Generik

Nama

Dagang ∑ Prosentase 1. Analgesik

non-opioid

Parasetamol 2 6,3%

Sistenol 3 9,4%

Tramadol 1 3,1%

Aspirin Aspilet 12 37,5%

e. Obat saraf

(59)

pembuluh-37

pembuluh darah kecil. Hal ini mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskular seperti retinopati, nefropati, dan neuropati. Umum terjadi pada pasien DM tipe 1, tetapi tidak menutup kemungkinan komplikasi mikrovaskular terjadi pada pasien DM tipe 2.

Obat saraf yang sering digunakan adalah alpha lipoid acid (ALA) dengan nama dagang Mecola® yaitu sebesar 12,5%. Penggunaan Mecola®berguna untuk terapi neuropati DM. Mecola® berfungsi sebagai antioksidan untuk membantu mencegah dan memperbaiki kerusakan sel yang disebabkan oleh radikal bebas. 1. Antidepresan Antidepresan

Trisiklik

f. Obat saluran pernafasan

(60)

Tabel VIII. Penggunaan Obat Saluran Pernafasan Pada Pasien DM tipe 2 Komplikasi Hipertensi di RS Umum Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2007-2008

No Golongan Obat Kelompok Nama Generik

Nama

Dagang ∑ Prosentase 1. Antitusif,

Bronkodilator Ambroxol 1 3,1%

Fenoterol Hbr

Berotec 1 3,1%

3. Kortikosteroid Glukokortikoid Budesonide Inflamid 1 3,1%

g. Obat saluran cerna

Obat saluran cerna yang paling banyak digunakan pada terapi diabetes melitus tipe 2 komplikasi hipertensi adalah ranitidin sebesar 18,8% diikuti dengan antidiare yaitu attapulgite (New Diatabs®) sebesar 9,4%. Antitukak diberikan untuk mengatasi rasa mual dan muntah serta rasa tidak nyaman di saluran pencernaan dan attapulgite untuk terapi penyerta pasien yaitu diare.

Tabel IX. Penggunaan Obat Saluran Cerna Pada Pasien DM tipe 2 Komplikasi Hipertensi di RS Umum Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2007-2008

No Golongan

(61)

39

h. Obat untuk penyakit otot skelet dan sendi

Sebagian besar obat yang diberikan pada kelas terapi ini adalah obat dari kelompok Non Steroid Anti Inflamatory Drug (NSAID), karena banyaknya pasien diabetes melitus yang mengalami ulkus sehingga obat ini diberikan untuk mengurangi inflamasi yang terjadi. Ada 1 obat yang ditujukan untuk pasien dengan kadar asam urat yang tinggi yaitu allopurinol. Kadar asam urat yang tinggi dapat menyebabkan reumatik, allopurinol ditujukan untuk menekan proses reumatik yang terjadi. Pemberian NSAID dapat menurunkan efek dari ACEI dan diuretik jika digunakan secara bersamaan.

Tabel X. Penggunaan Obat Penyakit Otot Skelet dan Sendi Pada Pasien DM tipe 2 Komplikasi Hipertensi di RS Umum Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2007-2008

(62)

melitus dengan komplikasi hipertensi karena sebagian besar terapi hipertensi mempunyai efek samping yaitu hipokalemia. Hal ini dapat terjadi karena kalium (potassium) merupakan ion utama di dalam cairan intraseluler. Konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah, selain itu pemberian terapi insulin pada pasien diabetes melitus dapat menyebabkan turunnya kadar kalium dalam tubuh karena kalium akan masuk dalam sel. Pemberian kalium bersamaan dengan ACEI dapat meningkatkan resiko hiperkalemia sehingga perlu dilakukan pemantauan kadar kalium dalam tubuh.

(63)

41

C. Evaluasi DRPs

Evaluasi DRPs ini dilakukan untuk mengetahui masalah-masalah yang berkaitan dengan peresepan pada pasien diabetes melitus tipe 2 komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Dr. Umum Sardjito Yogyakarta. Drug related problems yang diamati pada penelitian ini meliputi butuh obat, tidak butuh obat, obat tidak efektif, dosis kurang, dosis berlebih, dan adverse drug reaction (ADR) dan interaksi obat. Drug related problems ketidaktaatan pasien dalam penggunaan obat yang diresepkan tidak dapat dilakukan karena penelitian ini bersifat retrospektif.

Drug related problems butuh obat pasien diabetes melitus tipe 2

(64)

Tabel XII. Kejadian DRPs Butuh Obat pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2007-2008

No.

Kasus DRPs Rekomendasi

3 Pasien tidak mendapat terapi untuk penyakit hipertensinya.

Berikan captopril 2-3x12,5 mg.

6 Pasien tidak mendapat terapi untuk menangani kadar glukosa darahnya.

Berikan RI dengan dosis yang sesuai.

10 Pasien tidak mendapat terapi untuk keluhan mual dan muntahnya.

Bila keluhan sangat mengganggu, berikan domperidon 3x10 mg. 25 Pasien mengeluhkan sesak nafas tetapi

tidak mendapat terapi apapun untuk menangani keluhannya.

Berikan terapi O2 untuk membantu mensuplai O2.

Pasien hanya mendapat terapi obat antihipertensi pada hari pertama masuk rumah sakit.

Lanjutkan pemberian valsartan 1x80 mg.

Kejadian DRPs tidak butuh obat pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi hipertensi terjadi sebesar 3,1% dari 32 kasus. Drug related

problems terjadi karena pemberian obat tidak sesuai dengan indikasi pada saat itu,

selain itu pasien juga mendapat terapi obat / obat kombinasi yang sebenarnya tidak diperlukan, selain bertambahnya biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien, efek yang dihasilkan belum tentu sesuai dengan yang diharapkan atau terjadinya polifarmasi.

Tabel XIII. Kejadian DRPs Tidak Butuh Obat pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2007-2008

No.

Kasus DRPs Rekomendasi

3 Pasien mendapatkan terapi antidiare Imodium® dan New Diatabs® bersamaan.

(65)

43

Drug related problems obat tidak efektif pada pasien diabetes melitus

tipe 2 dengan komplikasi hipertensi terjadi sebesar 6,3% dari 32 kasus. Drug

related problems terjadi karena adanya pemberian obat yang kontraindikasi

terhadap pasien. Pemberian obat yang kontraindikasi terhadap kondisi pasien dapat berakibat fatal pasien, seperti tidak memberikan efek terapi yang diharapkan dan dapat memperburuk kondisi pasien, selain itu dilihat dari segi ekonomi juga kurang efisien karena biaya yang dikeluarkan pasien menjadi lebih banyak.

Pemberian metformin dapat menyebabkan asidosis metabolik pada pasien wanita yang mempunyai kadar kreatinin ≥ 1,4 mg/dL, dimana metformin dapat menyebabkan hyperlactatemic effect sedangkan kemampuan ginjal untuk membuang asam akan terganggu jika tidak dalam keadaan normal, sehingga kadar asam dalam darah menjadi meningkat dan dapat menyebabkan pasien koma.

Tabel XIV. Kejadian DRPs Obat Tidak Efektif pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2007-2008

No.

Kasus DRPs Rekomendasi

21 Hati-hati terhadap penggunaan CaCO3 (kalsium karbonat) pada pasien yang mempunyai insufisiensi ginjal (MIMS).

Sebaiknya hentikan penggunaan CaCO3.

31 Penggunaan metformin kontraindikasi pada pasien wanita dengan kadar kreatinin ≥1,4 mg/dL (DIH).

Sebaiknya penggunaan metformin diganti dengan Amaryl® (glimepiride) 1x8mg per hari.

(66)

komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta periode tahun 2007-2008.

Kejadian DRPs dosis terlalu besar pada pasien diabetes melitus tipe 2 komplikasi hipertensi terjadi sebesar 6,3%. Drug related problems terjadi antara lain karena kurang diperhatikannya penyakit penyerta pasien sehingga perlu adanya perubahan dosis. Pemberian obat dengan dosis berlebih dapat berakibat fatal pada pasien, terutama pada obat-obat yang mempunyai indeks terapi sempit, karena sangat besar kemungkinan dosis obat berada di atas jendela terapi dan menyebabkan toksik.

Tabel XV. Kejadian DRPs Dosis Terlalu Besar pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2007-2008

No.

Kasus DRPs Rekomendasi

8 Pada pasien yang mempunyai gangguan ginjal, dosis Tanapres® yang

diperbolehkan 1x2,5 mg per hari (MIMS).

Turunkan dosis Tanapres® menjadi 1x2,5 mg per hari.

14 Pasien mendapatkan terapi inj. methycobal 1A/24jam, padahal dosis methycobal amp adalah seminggu 3x1 amp (MIMS).

Ganti inj. methycobal dengan methycobal kapsul 500mcg 3x1 per hari.

Drug related problems yang paling banyak terjadi pada pasien diabetes

(67)

meningkatkan kadar kr

kreatinin hingga >50%, sehingga perlu perhat ada pasien yang mempunyai gangguan ginjal.

n DRPs ADR dan Interaksi Obat pada Pasien Tipe 2 Komplikasi Hipertensi di Rumah Sak jito Yogyakarta Tahun 2007-2008

DRPs Rekome

anolol dan digoksin bersamaan efek pada laju jantung.

Ganti obat antih propanolol menj captopril 2x25 m artan dan noperten (lisinopril)

meningkatkan resiko

Sebaiknya henti penggunaan vals Pantau kadar ka lsartan dapat mengakibatkan

in >50% dan sebaiknya dihindari ngan CHF.

Sebaiknya henti penggunaan vals

artan dan captopril bersamaan akan siko hiperkalemia.

Sebaiknya pemb valsartan tidak b dengan captopri artan perlu lebih diperhatikan

enyebabkan kenaikan kreatinin artan perlu lebih diperhatikan

enyebabkan kenaikan kreatinin

Sebaiknya henti penggunaan vals

(68)

Berdasarkan meninggalkan rumah sa pulang. Jumlah pasien 81,3%, sedangkan sisan yang mungkin dikarena disebabkan masalah ekon

Gambar 9. Alasan M Komplika Tahun 200

Selama tahun komplikasi hipertensi ya Dr. Sardjito Yogyakarta. diambil 32 kasus untuk d medik yang diambil dar sanya sebanyak 18,7% pulang dengan perminta nakan tidak betah tinggal di rumah sakit atau d

hun 2007-2008 terdapat 70 pasien diabetes meli yang dirawat di instalasi rawat inap Rumah Sa rta. Setelah dilakukan sampling maka dari 70 pasie

k dievaluasi DRPs. Sampel yang diambil berupa d ari instalasi catatan rekam medik Rumah Sakit U

32 kasus yang dievaluasi diketahui bahwa kasu kasi hipertensi banyak terjadi pada range umur 50

(69)

47

yaitu sebesar 40,6%. Kasus ini lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki yaitu sebesar 53,1% pada wanita dan 46,9% pada laki-laki.

Obat yang diberikan pada pasien diabetes melitus tipe 2 komplikasi hipertensi dibagi menjadi 9 kelas terapi yaitu obat hormonal, obat kardiovaskular, antibiotik, analgesik, obat untuk skelet dan sendi, obat saraf, obat saluran pernafasan, obat saluran cerna, dan nutrisi dan gizi. Penggunaan obat yang banyak digunakan adalah obat dari kelas terapi gizi dan darah sebesar 100% diikuti obat kardiovaskular sebesar 93,8% dan obat hormonal sebesar 87,5%.

Kejadian DRPs yang paling banyak terjadi pada pasien diabetes melitus tipe 2 komplikasi hipertensi adalah ADR dan interaksi obat yaitu sebesar 18,8% diikuti dengan butuh obat yaitu sebesar 12,5%. Sebagian besar DRPs yang terjadi adalah ADR akibat pemberian obat antihipertensi kelompok ARBs dan ACEI yang diberikan bersamaan sehingga dapat meningkatkan resiko terjadinya hiperkalemia. Pemberian valsartan mempunyai ADR yaitu dapat meningkatkan kadar kreatinin hingga >50%, sehingga perlu perhatian untuk pemberian valsartan pada pasien yang mempunyai gangguan ginjal. Drug related problems butuh obat banyak terjadi karena kebanyakan pasien tidak mendapat terapi untuk keluhan yang dirasakan.

Tabel XVIII. Ringkasan Drug Related Problems

No DRPs Kasus

1. Butuh obat 3, 6, 10, 25

2. Tidak butuh obat 3

3. Dosis kurang -

4. Dosis terlalu besar 8, 14

5. Obat tidak efektif 21, 31

(70)

Gambar

Gambar 3. Algoritma Terapi Hipertensi (Saseen dan Carter, 2005)
Tabel V.  Penggunaan Antibiotik Pada Pasien DM Tipe 2 Komplikasi Hipertensi di RS Umum Dr
Tabel XXI.  Kajian DRPs Kasus 4 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi Hipertensi di RS Dr
Tabel XXII.  Kajian DRPs Kasus 5 Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi Hipertensi di RS Dr
+7

Referensi

Dokumen terkait

yang tidak diharapkan dari pengalaman pasien atau diduga akibat terapi obat.. sehingga potensial mengganggu keberhasilan penyembuhan

Penggunaan Obat yang Mempengaruhi Sistem Hormon pada Pasien DM Tipe 2 Non Komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Januari 2009-Maret 2010…38

1) Kaptopril antihipertensi golongan penghambat ACE. Pasien mengalami peningkatan kadar kreatinin sehingga perlu dilakukan monitoring fungsi ginjal. Obat ini sesuai digunakan

Pasien menerima atau akan menerima obat (atau tidak menerima obat) yang salah untuk kondisi penyakitnya. P2.1 Obat tidak tepat (tidak terlalu tepat

Variabel dari penelitian ini adalah monitoring efek samping obat pasien diabetes melitus dan hipertensi rawat jalan di Rumah Sakit Akademik UGM Yogyakarta.

5) Pengobatan penyakit penyerta yang dapat memperberat kerusakan organ 6) Memulihkan kerusakan target organ dengan obat antihipertensi masa kini 7) Memperkecil efek

Pada 20 pasien yang mengalami DRPs terdapat 31 kasus yaitu masalah efektifitas terapi (efek terapi yang tidak optimal 9,67%, efek yang tidak diinginkan 9,67%, indikasi

Kombinasi juga kurang tepat apabila digunakan dua obat dengan golongan yang sama secara bersamaan karena akan meningkatkan efek samping yang lebih serius, selain