iv Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK
EFEK LARVISID INFUSA KULIT JENGKOL (Pithecollobium lobatum Benth)TERHADAP Culex sp
Pengendalian nyamuk sebagai vektor suatu penyakit dapat dilakukan secara kimiawi, antara lain menggunakan temefos yang telah menimbulkan resistensi. Sebagai alternatif, digunakan larvisida nabati salah satunya kulit jengkol yang mempunyai keuntungan daya urai cepat sehingga tidak ada residu yang tertinggal dan penggunaannya aman. Berdasarkan penelitian pada tahun 2007, kulit jengkol memiliki efek sebagai larvisida terhadap larva Aedes aegypti. Pemanfaatan kulit jengkol sebagai larvisida dapat mengurangi limbah organik. Tujuan penelitian untuk mengetahui efek larvisid infusa kulit jengkol (IKJ) terhadap Culex sp. Larva yang digunakan sebanyak 720 ekor yang dibagi dalam enam kelompok perlakuan dengan empat kali pengulangan. Desain penelitian eksperimental sungguhan dengan rancangan acak lengkap (RAL) bersifat komparatif. Data yang diukur adalah jumlah larva mati setelah pengamatan 24 jam. Analisis data persentase jumlah larva mati menggunakan ANAVA satu arah dan dilanjutkan uji Tukey
HSD dengan α= 0,05. Hasil penelitian menunjukkan rerata larva mati kelompok I (IKJ 10%), II (IKJ 20%), III (IKJ 40%), IV (IKJ 80%) setelah 24 jam berturut-turut sebesar 1.98%, 3.56%, 3.77%, dan 4.41% berbeda sangat bermakna (p<0.01) dengan kelompok V (akuades) sebesar 0.00%. LD50 larvisida infusa kulit jengkol 24 jam berkisar pada dosis 45.95%. Kesimpulan : Infusa kulit jengkol memiliki efek larvisid terhadap Culex sp.
Kata kunci : Pithecollobium lobatum Benth, kulit jengkol, larvisida, Culex Amanda Caesaria, 2010, Pembimbing I : Dr. Susy Tjahjani, dr.M.Kes
v Universitas Kristen Maranatha
ABSTRACT
THE LARVICIDE EFFECT OF JENGKOL RIND INFUSION (Pithecollobium lobatum Benth) AGAINST CULEX sp
Control of mosquito as vector of disease can be carried out chemically by using temephos which already causes resistance. Alternatively we can use jengkol rind as natural larvicide which is biodegradable and safe. Based on research that was done in 2007, jengkol rind has the larvicide effect against Aedes aegypti larvae. Utilizing jengkol rind as larvicide can reduce organic waste. The objective of this research is to know the larvicide effect of jengkol rind infusion (JRI) against Culex sp. larvae. This research using 720 larvae which divided into six group with four times replication. Experimental comparative with Randomize Trial Design (RAL) was done. Total dead larvae was measured after 24 hours. The dead larvae percentage was analyzed using one way ANOVA and then continued with Tukey with a=0,05. The result of this research showed that the average dead larvae of group I (JRI 10%), II (JRI 20%), III (JRI 40%), and IV (JRI 80%) was 1.98%, 3.56%, 3.77%, 4.41% higher than aquadest (p<0.01). LD50 jengkol rind infusion larvacide in 24 hours is around 45.95%. The conclusion : Jengkol rind infusion has the larvicide against Culex sp.
Keyword: Pithecollobium lobatum Benth, jengkol rind, larvicidal, Culex.
viii Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN ………...... ii
SURAT PERNYATAAN ………. iii
ABSTRAK ………...... iv
1.2 Identifikasi Masalah ……… 2
1.3 Maksud dan Tujuan ………... 3
1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah ………. 3
1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis ………... 3
1.5.1 Kerangka Pemikiran ……….. 3
1.5.2 Hipotesis ……… 4
1.6 Metodologi Penelitian ……….. 4
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ………... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nyamuk…..………... 5
2.2 Culex sp. ………...………... 6
ix
2.2.2 Siklus Hidup Nyamuk Culex ………. 6
2.2.3 Culex Sebagai Vektor Penyakit ………...……….. 8
2.2.3.1 Filariasis ……….…………...……… 8
2.2.3.1.1 Patogenesis ……… 10
2.2.3.1.2 Gejala dan Tanda Filariasis ………... 11
2.2.3.1.3 Diagnosis ...………. 12
2.2.3.1.4 Terapi dan Pencegahan .………. 12
2.2.3.2 Japanese Encephalitis ……... 13
BAB III ALAT, BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan / Subjek Penelitian ... 20
3.1.1 Bahan dan Alat Penelitian ... 20
3.1.2 Subjek Penelitian ... 3.1.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 20 21 3.2 Metodologi Penelitian ... 21
3.2.1 Desain Penelitian ... 21
3.2.2 Variabel Penelitian ... 21
3.2.2.1 Definisi Konsepsional Variabel ... 21
3.2.2.2 Definisi Operasional Variabel ... 22
3.2.3 Besar Sampel Penelitian ... 22
x
3.2.4.1 Persiapan Bahan Uji ... 23
3.2.4.2 Persiapan Hewan Coba ... 23
3.2.4.3 Cara Kerja ... 23
3.2.5 Cara Pemeriksaan ... 24
3.2.6 Metode Analisis ... 24
3.2.6.1 Hipotesis Statistik ... 24
3.2.6.2 Kriteria Uji ... 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil dan Pembahasan ... 25
4.2 Pengujian Hipotesis …... 27
4.3 Kesimpulan ... 28
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 29
5.1.1 Kesimpulan Utama ……… 29
5.1.2 Kesimpulan Tambahan ……….. 29
5.2 Saran ... 29
Daftar Pustaka... 30
Lampiran... 34
xi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Komposisi Gizi per 100 gram Biji Jengkol... 18 Tabel 4.1 Jumlah larva yang mati pada pengamatan 24 jam sebelum
xii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Siklus hidup nyamuk... 7
Gambar 2.2 Larval comparisons... 8
Gambar 2.3 Siklus hidup Wuchereria bancrofti…..... 10
Gambar 2.4 Daun jengkol…... 15
xiii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Perhitungan Dosis ... 34
Lampiran 2 Pembuatan Infusa Kulit Jengkol ... 35
Lampiran 3 Oneway ... 36
Lampiran 4 Tabel Post Hoc Test ... 37
Lampiran 5 Tabel Homogenous Subsets ... 38
Lampiran 6 Probit analisis ... 39
34 Universitas Kristen Maranatha
Lampiran 1 : Perhitungan Dosis
Perhitungan dosis infusa kulit jengkol (IKJ)
Penelitian yang dilakukan menggunakan variabel dosis IKJ 10%, 20%, 40% dan
80%. Pembuatan dosis IKJ 10% dibuat dengan prosedur Farmakope Indonesia ed IV
tahun 1995 sebagai berikut :
Untuk membuat 400 ml IKJ 10% diperlukan pengenceran dari IKJ 80% .
IKJ 80% yang dibutuhkan = 80 x 400 ml = 320 ml 100
kemudian + akuades hingga 400 ml
Untuk dosis 40%, 20% dan 10% dihitung dengan menggunakan cara yang sama.
Perhitungan dosis Temephos
Dosis Temephos 1 ppm yang digunakan dalam penelitian adalah 0,1 mg Temephos
didalam 100 ml air, didapat dari :
1 ppm = 1 mg Temephos didalam 1.000 ml air.
Berarti didalam 100 ml dilarutkan 0,1 mg Temephos
= 0,1 mg Temephos didalam 100 ml air
= 0.0001 g Temephos didalam 1 L air.
35
Lampiran 2 : Pembuatan Infusa Kulit Jengkol
1. Untuk membuat IKJ dosis 10% dilakukan penimbangan kulit jengkol yang telah dihaluskan sebanyak 40 g (berat kering)
2. Kulit jengkol tersebut dimasukkan ke dalam panci infusa, ditambahkan akuades sebanyak 400 ml dan dipanaskan selama 15 menit dengan suhu 90°C. Setelah itu
dilakukan penyaringan dengan kain flanel untul memisahkan ampas.
3. Dengan menggunakan ketentuan seperti ad.1 & 2 selanjutnya dilakukan sebagai berikut:
Dibuat infusa sebanyak 800 ml untuk IKJ dosis 20%
Dibuat infusa sebanyak 1600 ml untuk IKJ dosis 40%
Dibuat infusa sebanyak 3200 ml untuk IKJ dosis 80%
Kemudian masing-masing dilakukan penguapan sampai 400 ml.
37
Lampiran 4 : Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Transformasi Ln (y+1) Tukey HSD
38
Lampiran 5 : Homogeneous Subsets
Transformasi Ln (y+1)
Tukey HSD
Kelompok perlakuan N
Subset for alpha = .05
1 2 3 4
Kontrol 4 .0000
IKJ 10 % 4 1.9845
IKJ 20 % 4 3.5593
IKJ 40 % 4 3.7730
IKJ 80 % 4 4.4122
Pembanding 4 4.4627
Sig. 1.000 1.000 .603 .999
39
Lampiran 6 : PROBIT ANALISIS
* * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * *
Parameter estimates converged after 10 iterations. Optimal solution found.
Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX):
Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E.
Since Goodness-of-Fit Chi square is NOT significant, no heterogeneity
factor is used in the calculation of confidence limits.
40
* * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * *
Observed and Expected Frequencies
41
* * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * *
Confidence Limits for Effective ikj
42
80.00 70.00
60.00 50.00
40.00 30.00
20.00 10.00
% infusa kulit jengkol 1
0
-1
-2 Probit
43
Lampiran 7 : Foto Penelitian
Larva Culex sp.
44
Panci infusa
45 Universitas Kristen Maranatha
RIWAYAT HIDUP
Nama : Amanda Caesaria
NRP : 0510086
Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 4 Januari 1987
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Jati Blok A2 no.1 RT 02 / RW 09 Ciputat
Tangerang 15413
Riwayat Pendidikan : Lulus TK Kutilang Jakarta, tahun 1992.
Lulus SD Yapenka Jakarta, tahun 1998.
Lulus SLTPN 68 Jakarta, tahun 2001.
Lulus SMUN 6 Jakarta, tahun 2004.
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Penyakit tropis yang disebarkan melalui cucukan nyamuk merupakan masalah
yang sering timbul di wilayah Indonesia. Jenis-jenis agen penyakit yang dapat
ditularkan melalui nyamuk antara lain filariasis limfatik, malaria, demam berdarah
dengue (DBD), chikungunya, dan Japanese encephalitis. Oleh karena itu,
penyebarannya harus dikendalikan dengan cara menekan populasi jumlah nyamuk
yang berperan sebagai vektor penyakit (Hari Purnomo, 2005).
Culex sp. sebagai vektor utama dalam penyebaran penyakit Japanese encephalitis
dan filariasis limfatik, merupakan nyamuk yang distribusinya paling luas. Sampai
saat ini filariasis limfatik atau yang disebut sebagai penyakit kaki gajah masih banyak
ditemukan di beberapa daerah di Indonesia karena penyebarannya yang bersifat
endemik. Cacing filaria penyebab penyakit ini akan masuk dan berkembang biak di
dalam tubuh Culex setelah nyamuk mengisap darah penderita filariasis. Dengan cara
ini penyakit filariasis akan semakin banyak menyebar dari satu penderita ke penderita
lainnya (Maria, 2008).
Upaya untuk mengendalikan berbagai penyakit yang ditularkan melalui nyamuk
dilakukan dengan mencegah cucukan dan atau memutus rantai hidup nyamuk secara
fisik, kimiawi, dan alami. Berbagai cara untuk mencegah cucukan nyamuk secara
fisik yaitu dengan melaksanakan program 3M (menguras, menutup, dan mengubur),
memasang kasa pada jendela, ataupun menggunakan kelambu. Cara kimiawi yang
dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan repelen, obat nyamuk bakar ataupun
semprot. Sedangkan cara alami dengan menggunakan tanaman pengusir nyamuk
seperti zodia (Evodia suaveolens), lavender (Lavandula latifolia), serai wangi
(Cymbopogon nardus), dan geranium (Geranium homeanum) (Salam, 2007;
2
Universitas Kristen Maranatha
Pemutusan rantai hidup nyamuk dapat dilakukan pada fase nyamuk dewasa
dengan menggunakan insektisida kimiawi berupa fogging. Sedangkan pada fase larva
dilakukan dengan cara kimiawi maupun alami, salah satunya adalah menggunakan
temefos sebagai larvisida kimia. Tetapi penggunaan temefos dalam waktu lama telah
memicu resistensi terhadap larva akibat seleksi genetik. Selain menimbulkan
resistensi, insektisida kimia juga dapat menimbulkan keracunan pada manusia,
resurgensi, serta menurunkan kualitas lingkungan (Fattah Rinjani, 2007; Daniel,
2008).
Salah satu insektisida alternatif yang berpotensi dalam mengendalikan populasi
vektor yaitu dengan menggunakan larvisida nabati dari senyawa aktif yang
terkandung dalam tumbuhan, contohnya seperti sirsak (Annona muricata Linn),
srikaya (Annona squamosa Linn), sereh (Cymbopogan nardus L), pare (Momordica
charantia L), pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb). Keuntungan dari
larvisida nabati yaitu mempunyai daya urai yang cepat sehingga tidak ada residu yang
tertinggal dan penggunaannya aman Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Diah Prastiwi Tanjung (2007), kulit jengkol pun dapat berefek sebagai larvisida
terhadap larva Aedes aegypti karena kandungan senyawa-senyawanya yang bersifat
insektisida. Pemanfaatan kulit jengkol yang tidak mempunyai nilai ekonomi
merupakan salah satu upaya dalam menangani dan memanfaatkan limbah organik
(Arda Dinata, 2008).
Berdasarkan latar belakang tersebut dilakukan penelitian apakah infusa kulit
jengkol dapat berefek sebagai larvisida terhadap Culex sp.
1.2Identifikasi Masalah
Apakah infusa kulit jengkol (Pithecollobium lobatum Benth) berefek larvasid
3
Universitas Kristen Maranatha 1.3Maksud dan Tujuan
Maksud penelitian ini untuk mencari larvisida alami sebagai alternatif yang lebih
aman dan efektif.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui efek infusa kulit jengkol sebagai
larvisida terhadap Culex sp.
1.4Manfaat Karya Tulis Ilmiah
Manfaat Akademis : Menambah wawasan pengetahuan mengenai efek
larvisida alami khususnya infusa kulit jengkol.
Manfaat Praktis : Menekan populasi jumlah nyamuk Culex sp
khususnya untuk daerah endemik filariasis dengan
menggunakan infusa kulit jengkol sehingga penyakit
filariasis dapat diberantas.
1.5Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
1.5.1 Kerangka Pemikiran
Kulit jengkol (Pithecollobium lobatum Benth.) mengandung senyawa kimia asam
fenolat, alkaloid, terpenoid, dan saponin. Tanin yang termasuk dalam kelompok
senyawa fenol mempunyai kemampuan untuk menurunkan aktivitas enzim
perncernaan dan mengganggu aktivitas protein pada dinding usus sehingga dapat
menghambat pencernaan. Oleh karena itu, serangga yang memakan tumbuhan dengan
kandungan tanin yang tinggi akan memperoleh sedikit makanan sehingga akan terjadi
penurunan pertumbuhan. Sedangkan senyawa saponin dapat menurunkan aktivitas
enzim pencernaan dan penyerapan makanan. Alkaloid merupakan senyawa yang
bersifat anti-feedant dan toksik dengan bekerja merangsang kelenjar endokrin untuk
4
Universitas Kristen Maranatha
metamorfosis. Senyawa-senyawa yang berfungsi sebagai toksin tersebut akan masuk
ke dalam tubuh larva bersama dengan makanan dan air yang masuk melalui mulut.
Selanjutnya akan terjadi penetrasi racun di daerah usus tengah di mana daerah
tersebut terdapat aktivitas absorpsi makanan. Adapun mekanisme racunnya berupa
kerusakan pada jaringan epithelium usus tengah yang mengabsorpsi makanan.
Kegagalan absorpsi tersebut mengakibatkan malnutrisi, sehingga pertumbuhan larva
terhambat dan akhirnya terjadi kematian larva (Nunik St. Aminah, dkk, 2001; Arda
Dinata, 2008).
1.5.2Hipotesis
Infusa kulit jengkol memiliki efek larvisid terhadap Culex sp.
1.6Metodologi Penelitian
Desain penelitian eksperimental sungguhan dengan Rancangan acak lengkap
(RAL) bersifat komparatif. Efek larvisid infusa kulit jengkol diuji terhadap larva
Culex.
Data yang diukur adalah jumlah larva mati dari berbagai perlakuan setelah
pengamatan 24 jam. Analisis data persentase jumlah larva yang mati menggunakan
ANAVA satu arah dan bila bermakna dilanjutkan dengan uji Tukey HSD dengan α=
0,05. LD50 dihitung dengan menggunakan Probit Analysis.
1.7 Lokasi dan Waktu
Lokasi : Laboratorium Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Maranatha
29 Universitas Kristen Maranatha
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Kesimpulan Utama
Infusa kulit jengkol (IKJ) mempunyai efek larvisid terhadap Culex sp.
5.1.2 Kesimpulan Tambahan
LD50 Infusa Kulit Jengkol berada pada kisaran dosis 45.95%.
5.2 Saran
Penelitian ini merupakan pendahuluan, perlu dilanjutkan dengan:
1. Menggunakan sediaan ekstrak kulit jengkol terhadap Culex sp.
2. Uji toksisitas IKJ pada hewan coba
30 Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR PUSTAKA
ACMA. 2009. Biological Notes on Mosquitoes.
http://www.mosquitoes.org/LifeCycle.html. 1 November 2009.
Anonim. 2010. History of Discovery: A Timeline.
http://www.stanford.edu/class/humbio103/ParaSites2006/Lymphatic_filariasis/ Discovery.htm. 11 Januari 2010.
Arda Dinata. 2008. Ekstra Kulit Jengkol Atasi Jentik DBD.
http://artikel.prianganonline.com/index.php?act=artikel&aksi=lihat&id=274. 1 Maret 2009.
Asim A Jani. 2009. Japanese Encephalitis.
http://emedicine.medscape.com/article/233802-overview. 15 Januari 2010 .
CBN. 2007. Protein Jengkol Kalahkan Tempe.
http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail.aspx?x=Nutrition&y=cyberm ed|0|0|6|398. 10 Januari 2010.
CDC. 2008. Lymphatic Filariasis Fact Sheet.
http://www.cdc.gov/ncidod/dpd/parasites/lymphaticfilariasis/factsht_lymphatic_ filar.htm. 18 November 2009.
Colorado Mosquito Control. 2009. The Mosquito Life Cycle.
www.comosquitocontrol.com/images/Life%20Cycle.gif. 20 Januari 2010.
Daniel. 2008. Ketika Larva dan Nyamuk Sudah Kebal Terhadap Insektisida.
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=643. 1 April 2009.
Dadang dan Djoko Prijono. 2008. Insektisida Nabati : Prinsip, Pemanfaatan, dan
31
Universitas Kristen Maranatha
Department of Environmental Protection. 2007. Mosquito Facts.
http://www.montgomerycountymd.gov/deptmpl.asp?url=/content/dep/mosquito/ facts.asp. 1 November 2009.
Depkes. 2001. Pithecellobium lobatum Benth.
http://free.vlsm.org/v12/artikel/ttg_tanaman_obat/depkes/buku3/3-110.pdf. 9 Januari 2010.
Dyah Haryuningtyas S dan Didik T Subekti. 2005. Dinamika Filariasis di Indonesia. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/lokakarya/lkzo05-38.pdf. 29 Desember 2009.
Entomology and Plant Pathology. 2009. General Mosquito Biology.
http://entoplp.okstate.edu/mosquito/lifecycle.html. 1 November 2009.
Fattah Rinjani. 2007. Ekstrak Serai, Pengusir Nyamuk Alamiah.
http://fattahrinjani.blogspot.com/2008/05/ekstrak-serai-pengusir-nyamuk-alamiah.html. 30 April 2009.
Fischer, M., Griggs, A., Staples, J.E. 2008. Japanese Encephalitis (JE). http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2010/chapter-2/japanese-encephalitis.aspx. 18 November 2009.
Florakita. 2009. Tanaman Anti Nyamuk dan Penggunaannya.
http://www.duniaflora.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=2& artid=43. 10 Januari 2010.
GBIF. 2007. Culex pipiens (Northern House Mosquito). http://www.gbif.net/species/13452448. 11 Januari 2010
Hari Purnomo. 2005. Konsep Dasar Perjalanan Penyakit Secara Umum. http://chpss.org/publikasi/other/other3.htm. 13 Maret 2009.
Halalguide. 2009. Jengkol yang Berbahaya.
32
Universitas Kristen Maranatha
Hazardous Substances Databank (HSDB). 2007. Temephos. National Library of
Medicine, National Toxicology Program.
http://www.toxnet.nlm.nih.gov/cgi-bin/sis/htmlgen?HSDB. 19 Januari 2010.
IDAI. 2009. Filariasis Limfatik. http://www.idai.or.id/kesehatananak.asp. 11 Januari 2010.
Ismail Yusuf. 2008. Filariasis.
http://drismailyusuf.blogspot.com/2008/06/filariasis.html. 11Januari 2010.
James, M.T. and Harwood, R.F. 1969. Herm’s Medical Entomology. New York : Macmillan Publisher. p. 167-221.
Kaufmann C, Briegel H. 2004. Flight performance of the malaria vectors Anopheles
gambiae and Anopheles atroparvus.
http://www.sove.org/Journal%20PDF/June%202004/Kaufmann.pdf. 11 Januari 2010.
Kemas Ali Hanafiah. 2005. Rancangan Percobaan Aplikatif. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. h.12
Maria. 2008. Culex Quinquefasciatus , Penyebar Penyakit Kaki Gajah.
http://kesehatankeluarga.wordpress.com/2008/09/23/culex-quinquefasciatus-penyebar-penyakit-kaki-gajah/. 3 Agustus 2009.
Nemose. 2009. Culex pipiens, House Mosquito.
http://www.metapathogen.com/mosquito/culex/. 1 Maret 2009.
Niken Jumita Septerina. 2002. Pengaruh ekstrak etanol daun sirsak (Annona
muricata L) sebagai insektisida rasional terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman paprika varietas bell boy. http://www.ums.com/jtptums.html. 19
Januari 2010.
Nunik St. Aminah, Singgih H. Sigit, Soetiyono Partosoedjono, Chairul. 2001. S.
rarak, D. metel dan E. prostata sebagai Larvisida Aedes aegypti.
33
Universitas Kristen Maranatha
NSW. 2009. Larval Comparisons.
http://www.arbovirus.health.nsw.gov.au/areas/arbovirus/mosquit/photos/various _larvae.jpg. 20 Januari 2010
Oklahoma State University. 2009. General Mosquito Biology.
http://entoplp.okstate.edu/mosquito/lifecycle.html. 1 November 2009.
Salam. 2007. Demam Berdarah Dengue. http://salam-online.web.id/page/24?s=atnya. 19 September 2009.
Siddarth Wayagankar. 2009. Filariasis.
http://emedicine.medscape.com/article/217776-overview. 18 November 2009.
Soedarto. 1995. Entomologi Kedokteran. Jakarta : EGC. h.58-65.
Sugeng. 2007. Rahasia Dibalik Jengkol.imageshack
img120.us/img120/3307/q2546b10bxm3.jpg. 20 Januari 2010.
WHO. 2009. Lymphatic Filariasis.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs102/en/. 18 November 2009.
_____. 2009. Water-Related Disease.