• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN SAINS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENGUASAAN KONSEP SAINS SISWA SEKOLAH DASAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN SAINS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENGUASAAN KONSEP SAINS SISWA SEKOLAH DASAR."

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR ……… i

B. Rumusan dan Batasan Masalah……….. 18

1.Rumusan Masalah……….. 18

2.Batasan Masalah………. 20

C. Pertanyaan Penelitian………. 21

D. Definisi Operasional……….. 21

1.Pengembangan Model Pembelajaran……….. 21

2.Konsep Sains……….. 23

3.Penguasaan Konsep Sains……….. 24

E. Tujuan Penelitian……… 24

F. Manfaat Penelitian……….. 25

1.Manfaat Teoretis………. 25

2.Manfaat Praktis………... 26

BAB II KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN SAINS A. Kurikulum dan Pembelajaran………. 27

1.Konsep kurikulum……….. 28

2.Konsep Pembelajaran ……… 32

B. Konsep Pendidikan Sains………... 33

1.Hakekat Sains………. 33

2.Dimensi/Ruang Lingkup Pendidikan Sains……… 41

3.Fungsi dan Tujuan Pendidikan Sains………. 45

4.Ruang Lingkup/dimensi Mata Pelajaran Sains SD……….… 46

5.Standar Kompetensi Pendidikan Sains di SD…..………. 47

C. Pembelajaran Sains di SD…………..………. 48

1.Landasan Pembelajaran di SD... 49

a. Landasan Filosofis Pembelajaran di SD... b. Landasan Psikologis Pembelajaran di SD... c. Landasan Yuridis Pembelajaran di SD... 49 50 50 2.Karakteristik Anak dalam Pembelajaran sains di SD…………... 51

3.Pembelajaran Sains yang Efektif……… 57

4. Rambu-rambu Pembelajaran Sains dalam Kurikulum…………... 63

5.Prinsip Pembelajaran Sains di SD…………..……… 65

6.Tujuan Pembelajaran Sains di SD…………..……… 67

7.Sistem Penilaian Pembelajaran Sains………. 68

(2)

D. Pendekatan dan Model Pembelajaran Sains di SD....………. 75

1.Pendekatan Pembelajaran………... 79

a. Pendekatan Pembelajaran Konsruktivisme……….. 80

b. Pendektan Pembelajaran SETS……… 96

c. Pendekatan Inquiri ………... 119

d. Pendekatan Pemecahan Masalah………. 121

2.Model Pembelajaran………... 128

a. Model Interaksi Sosial……….. b. Model Pengolahan Informasi……… c. Model Personal-Humanistik………. d. Model Modifikasi Tingkah Laku (Behavioral) ………... 131 132 134 134 3.Model-model Pembelajaran Sains di SD…………...………. 135

a. Model Siklus Belajar (Learning Cycle)……… 136

b. Model Pembelajaran E K P A……….. 140

c. Model Sains Lingkungan Teknologi dan Masyarakat (Salingtemas/SETS)……… 142

d. Model CL (Cooperative Learning)……….. 146

e. Model Pembelajaran Inquiri……… 152

E. Pengembangan Model Pembelajaran SETS………... 155

1. Landasan Pengembangan Pembelajaran SETS……… 155

a. Landasan Yuridis……… 155

b. Landasan Filosofis………. 157

c. Landasan Psikologis……….. 159

d. Landasan Teoretis……….. 160

e. Landasan Empiris………... 161

2. Prinsip-prinsip Pengembangan Pembelajaran SETS……… 163

3. Langkah-langkah Penyusunan Model Pembelajaran SETS……. 168

F. Hasil-hasil Penelitian yang Relevan………... 170

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian………... 185

B. Prosedur dan Langkah-langkah Penelitian………. 186

1.Studi Pendahuluan ………. C. Tempat dan Waktu Penelitian……… 195

1.Tempat Penelitian……….. 2.Waktu Penelitian……… 195 196 D. Subyek Penelitian………... 197

(3)

b. Kuisioner ……… 2.Analisis Data Tahap Pengembangan dan Uji Coba Model……… 3.Analisis Data Tahap Validasi Model………. 203 204 206 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi dan Interpretasi hasil Studi Pendahuluan………... 209

1. Deskripsi Hasil Studi Pendahuluan……….. 209

a. Deskripsi Lokasi Penelitian……… 210

b. Kondisi Pembelajaran Sains di SD dan Faktor pendukungnya ……… 210

c. Pelaksanaan Pembelajaran Sains di SD…………..………… 217

d. Persepsi Siswa terhadap Pembelajaran Sains………. 219

e. Keadaan Guru SD…………..………. 221

f. Keadaan Siswa di SD…………..………... 225

g. Keadaan Sarana, Prasarana/Fasilitas Pembelajaran………… 227

2. Implikasi Hasil Studi Pendahuluan……….. 228

B. Pengembangan Model Pembelajaran………. 1. Desain Awal (Draf) MSTP-SETS………...………. 2. Desain Awal (Draf) Implementasi MSTP-SETS………. a. Tahap Pendahuluan………. b. Tahap Inti……… c. Tahap Penutup……… 3. Desain Awal (Draf) Penialain MSTP-SETS……… 232 C. Hasil Uji-Coba Terbatas………. 255

1. Deskripsi Uji-Coba Terbatas……… 255

2. Interpretasi Hasil Uji-Coba Skala Terbatas……….. 281

3. Perbaikan MSTP-SETS…………..……….. 282

D. Hasil Uji-Coba Luas………... 286 2. Interpretasi Hasil Uji-Coba Luas………. 344

3. Perbaikan MSTP-SETS……….. 354

E. Hasil Uji Validasi Model Pembelajaran………. 357

1. Deskripsi Uji Validasi………. 357

2. Hasil Uji Validasi……… 360

3. Interpretasi Hasil Uji Validasi……… 375

F. Pembahasan Hasil Penelitian……….. 385

1.Kondisi obyektif pembelajaran Sains di SD……….. 386

(4)

5.Hasil Implementasi MSTP-SETS ………. 412

6.Faktor Pendukung dan Penghambat MSTP-SETS………. 415

7.Efektifitas MSTP-SETS untuk Meningkatkan Kemampuan Penguasaan Konsep Sains…... 420

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 421 A. Simpulan………. 421

B. Implikasi Hasil Penelitian……….. 430

C. Dalil-dalil Hasil Penelitian………. 432

D. Rekomendasi……….. 433

1. Pihak Guru Sains SD ……… 433

2. Pihak Sekolah Dasar……….. 433

3. Pihak Dinas Pendidikan ……… 434

4. Pihak Penyelenggaraan PGSD (LPTK)………. 435

5. Pihak Peneliti Selanjutnya………. 436

DAFTAR PUSTAKA ……….. 437

RIWAYAT HIDUP PENELITI……….. 458

(5)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab satu ini dikemukakan tentang pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, pertanyaan penelitian, definisi operasional, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian yang disajikan sebagai berikut:

A. Latar Belakang Masalah

Menyongsong millenium ketiga, bangsa Indonesia telah menentukan pilihan untuk bersaing dengan negara-negara maju di dunia untuk memenangkan pertarungan diabad ilmu pengetahuan ini. Hal ini ditandai dengan terbitnya perangkat hukum dalam tata kelola pemerintahan dibidang pendidikan, yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2003, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, beserta peraturan perundangan yang mengikutinya. Berangkat dari perangkat hukum tersebut reformasi pendidikan di Indonesia digulirkan dan diperjuangkan untuk mewujudkan mutu lulusan pendidikan sebagai modal dasar untuk membangun bangsa dan negara Republik Indonesia dalam rangka memenangkan persaingan dengan negara-negara maju di dunia.

(6)

sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan Sains sebagai bagian dari pendidikan formal seharusnya ikut memberi kontribusi dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.

Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan kunci penting dalam abad 21 ini. Hal ini menuntut peserta didik perlu dipersiapkan untuk mengenal, memahami, dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya. Upaya untuk mempersiapkan hal itu memang sudah dilakukan melalui pendidikan formal, sesuai dengan tujuan yang ada dalam kurikulum. Pengantar Sains dan teknologi pun sudah diajarkan sejak pendidikan dasar. Persiapan sedini mungkin sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan di masa depan yang secara kualitas cenderung meningkat. Berbagai tantangan muncul, antara lain menyangkut peningkatan kualitas hidup, pemerataan hasil pembangunan, partisipasi masyarakat, dan kemampuan untuk mengembangkan sumber daya manusia. Pendidikan Sains sebagai bagian dari pendidikan umumnya memiliki peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas, yaitu manusia yang mampu berfikir kritis, kreatif, logis dan berinisiatif dalam menanggapi isu di masyarakat yang diakibatkan oleh dampak perkembangan Sains dan teknologi.

(7)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 tersebut berkenaan dengan pemerataan pendidikan, manajemen pendidikan, sistem ketenagaan, profesionalisme, dan lain sebagainya. Masalah-masalah di atas masih menjadi masalah utama dari sistem pendidikan secara keseluruhan dan secara simultan terus diperbaiki dan dicari jalan pemecahannya.

Salah satu mata pelajaran yang bermasalah dalam dunia pendidikan adalah pendidikan Sains di SD. Sementara itu pendidikan yang diajarkan di SD merupakan sarana yang sangat baik untuk memahami teknologi, karena teknologi dan Sains mempunyai kaitan yang erat. Prinsip Sains merupakan dasar dalam pengembangan teknologi akan membantu para ahli untuk melakukan proses Sains sehinga ditemukan produk-produk Sains yang baru. Kualitas pendidikan Sains di SD merupakan awal dari pembinaan masyarakat yang melek Sains dan Teknologi. Hal ini dapat dicapai dengan peningkatan pemahaman siswa terhadap produk Sains, mengembangkan keterampilan proses Sains, keterampilan berpikir siswa.

(8)

meletakkan landasan-landasan pengetahuan, nilai, keterampilan, dan keahlian, dan dalam membentuk atribut kapasitas yang diperlukan untuk menghadapi perubahan-perubahan sosial yang terjadi.

Kurikulum juga sangat berperan dalam mengatur strategi dan penyempurnaan sistem pendidikan karena kurikulum memiliki keterkaitan konseptual dengan pendidikan. Menurut Sukmadinata (2006: 4), “kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan, kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan”. Selanjutnya (Sukmadinata, 2006: 7) menyatakan “Kurikulum juga mempunyai hubungan yang erat dengan teori pendidikan”. Menurut Hasan (2008: 103), bahwa secara konseptual;

“Kurikulum diartikan sebagai rancangan dan proses pendidikan yang dikembangkan oleh pengembang kurikulum sebagai jawaban terhadap tantangan komunitas, masyarakat, bangsa, dan umat manusia yang dilayani kurikulum tersebut”.

Bahkan Klein (1999), dalam Hasan (2008: 478) menegaskan bahwa kurikulum adalah “the heart of educatioan”, maka kurikulum sebagai jantungnya pendidikan harus dapat diletakkan pada posisi sesungguhnya. Kurikulum sebagai suatu rencana nampaknya sejalan dengan rumusan kurikulum menurut undang-undang pendidikan yang dijadikan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pendidikan. Menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dikatakan bahwa kurikulum adalah: “Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu”(Depdiknas, 2003: 74)

(9)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 ketika tataran konsep diimplementasikan sering kali terjadi perbedan antara apa yang seharusnya dan apa yang menjadi kenyataan. Pada tataran Implementasi kurikulum hakekatnya adalah pelaksanaan pengajaran atau pembelajaran. Saylor dan Alexander dalam Seller & Miller (1985: 246), mengemukakan bahwa “instruction is … the implementation of the curriculum plan,usually, but not necessarily, involving teaching

in the sense of student-teacher interaction in school setting”. Pengajaran dan

pembelajaran ini memiliki peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan kurikulum. Pembelajaran merupakan bahagian yang tak terpisahkan dari kajian kurikulum, karena pembelajaran dan kurikulum keduanya saling terkait satu sama lain.

Dalam mengimplementasikan kurikulum tersebut, persoalan yang sering terjadi adalah terfokus pada kurikulum dan pembelajaran yang di dalamnya melibatkan unsur pendidik dan peserta didik. Sering terjadi kesenjangan antara apa yang diinginkan dalam kurikulum tidak tersampaikan di dalam pengajaran, hal ini terjadi karena kurang dipahaminya konsep kurikulum oleh para pelaksana pendidikan di lapangan, terutama dalam hal apa yang seharusnya dibutuhkan peserta didik.

(10)

dikembangkan dengan berbasis kompetensi Sains dan teknologi tingkat tinggi, maka bangsa yang berhasil adalah bangsa yang berpendidikan dengan standar mutu yang tinggi.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003, salah satu jenjang pendidikan yang diberikan perhatian khusus oleh pemerintah adalah pendidikan dasar. Pada pasal 36, dinyatakan bahwa; “kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dengan memperhatikan antara lain perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni”. Selanjutnya pasal 37 ayat (1) menyatakan bahwa “kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat antara lain Ilmu Pengetahuan Alam (Sains)” (Depdiknas, 2003: 94). Selanjutnya perhatian tersebut dirumuskan pada pasal 17 yang menyatakan bahwa “Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah”. (Depdiknas, 2003: 82).

Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Su’ud & Sumantri (2007:1113), yang menyatakan bahwa:

“Pendidikan dasar dan menengah adalah jenis pendidikan formal untuk peserta didik usia 7 sampai dengan 18 tahun merupakan persyaratan dasar bagi pendidikan yang lebih tinggi. Esensi pendidikan dasar adalah “paspor” bagi peserta didik untuk mengembangkan dirinya di masa depan dan “bekal dasar” untuk dapat hidup layak dalam masyarakat di manapun di dunia ini. Oleh karenanya, program belajar pendidikan dasar harus mengembangkan potensi peserta didik secara terpadu dan sinergis”.

(11)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 pendidikan dasar merupakan pendidikan untuk mengembangkan kualitas minimal yang harus dimiliki oleh setiap manusia Indonesia.

Alasan lain pentingnya mengapa perbaikan pendidikan dimulai dari tingkat SD karena menurut Ormond dan Dukworth (dalam Kartini, 1990: 137) “usia yang dapat dipengaruhi dalam pembentukan sikap anak berada diantara delapan tahun sampai 13 tahun dimana usia ini setara dengan usia anak SD.” Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam rentang usia tersebut harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menanamkan sikap dan motivasi anak terhadap mata pelajaran Sains.

Mata pelajaran Sains di Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) berfungsi untuk “menguasai konsep dan manfaat Sains dalam kehidupan sehari-hari serta untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs), serta bertujuan: (1) Menanamkan pengetahuan dan konsep-konsep Sains yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, (2) Menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positip terhadap sains dan teknologi, (3) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, (4) Ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam, (5) Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat, dan (6) Menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan”(Depdiknas, 2004: 6-7)

(12)

keterampilan, dan sikap dalam pembelajarannya dan ditekankan dalam mengembangkan keterampilan proses Sains. Dengan demikian guru harus mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum.

Fungsi dan tujuan pengajaran Sains di Indonesia sejalan dengan yang dikemukakan oleh Yager (1996: 9) tentang ruang lingkup hasil belajar Sains yang mencakup kognisi, keterampilan proses, sikap, kreatifitas, dan aplikasi. Seperti tercermin pada tujuan kedua dan keempat, pengajaran Sains di Indonesia menghendaki siswa mampu menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip Sains yang telah dipelajari dan mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Sains merupakan “cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah” (Depdiknas, 2004: 6). Pendidikan Sains di SD bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, yang menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

(13)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 perguruan tinggi. Perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, pembaharuan metode dan pendekatan pengajaran, bahkan penyempurnaan dan perubahan kurikulum pun sudah dilakukan, namun mutu pendidikan masih perlu peningkatan secara signifikan

Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia tahun 2000 dalam Suseno, http://www.mii.fmipa.ugm.ac.id/ pada artikel yang berjudul Mutu Pendidikan di Indonesia menyatakan bahwa “Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia“.

Dengan keadaan yang rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) tahun 2003 dalam Suseno http://www.mii.fmipa.ugm.ac.id/ menyatakan bahwa “siswa Indonesia hanya berada diranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan diranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi Sains.”

(14)

yang rendah, sikap belajar siswa pada aspek motivasi maupun aktivitas siswa dalam pembelajaran di kelas juga kurang baik.

Salah satu penyebab secara universal rendahnya mutu pendidikan Sains yang diterima oleh para pendidik adalah miskonsepsi pada siswa. Pengetahuan yang dimiliki oleh siswa sebelum proses pembelajaran mempunyai peran yang krusial dalam penguasaan konsep-konsep Sains. Penelitian di Negara maju selama dasawarsa dua tahun terakhir ini mengungkapkan bahwa salah satu sumber kesulitan belajar Sains terjadinya miskonsepsi pada diri siswa. Prakonsepsi siswa pada umumnya bersifat miskonsepsi secara terus menerus dapat mengganggu pembentukan konsepsi ilmiah. Pengajaran yang tidak memperhatikan gagasan (prakonsepsi) siswa, akan menyebabkan miskonsepsi-miskonsepsi menjadi kompleks dan stabil (Assubel, 1978). Keadaan tersebut akan mengakibatkan terjadinya kesulitan belajar pada akhirnya siswa kurang mampu menerapkan konsep Sains yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari dan juga menyebabkan rendahnya prestasi belajar siswa.

(15)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 dalam pembelajaran Sains di SD antara lain meliputi: pendekatan proses, pendekatan konsep, pendekatan discovery (penemuan terbimbing), pendekatan inkuiri, pendekatan histori, pendekatan nilai, pendekatan lingkungan dan pendekatan Sains-teknologi-masyarakat.

Menurut Darliana (2008) dalam http://majalah.p4tkipa.org/artikel-04.htm menyatakan:

“lemahnya pengetahuan mengenai Sains dalam pendidikan Sains di negara kita, karena selama ini kompetensi ilmiah yang ditingkatkan pada siswa hanya kompetensi spesifik (Integrasi kemampuan dasar siswa, pengetahuan mengenai Sains, dan pengetahuan Sains) yang mengintegrasikan kemampuan berpikir dasar siswa dengan konsep Sains”.

Sedangkan pengetahuan mengenai Sains tidak diintegrasikan dalam kompetensi spesifik itu. Walaupun banyak model pembelajaran Sains yang digunakan, jika pengetahuan mengenai Sains tidak diintegrasikan dalam kompetensi yang ditingkatkan pada siswa, pelaksanaan semua model pembelajaran itu tidak akan efektif. Pembelajaran yang mengutamakan peningkatan kompetensi siswa dalam kompetensi spesifik akan membuat siswa terkurung dalam kompetensi yang sempit. Kompetensi spesifik yang dimilikinya cenderung kurang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kurang dapat digunakan untuk berpartisipasi di masyarakat, karena konsep-konsep yang akan dipelajarinya dan masalah-masalah yang akan dihadapinya nanti tidak sebatas konsep-konsep Sains yang telah dimilikinya.

(16)

dalam: http//edu;articles.blogspot com. dengan artikel yang berjudul Kelemahan-Kelemahan Guru Dalam Mengajarmenyatakan:

“menurunnya gairah belajar, selain disebabkan oleh ketidak cocokan pendekatan, metode pengajaran, juga berakar pada paradigma pendidikan konvensional yang selalu menggunakan metode pengajaran klasikal dan ceramah, tanpa pernah diselingi berbagai metode yang menantang untuk berusaha”.

Dari hasil penelitian National Science Teachers Asociation (NSTA), ternyata bahwa dalam pembelajaran Sains seringkali materi pelajaran tidak dikaitkan dengan keadaan aktual di masyarakat, sehingga konsep-konsep yang dikuasai siswa di sekolah kurang dapat dimanfaatkan atau diaplikasikan kalau seseorang yang memiliki masalah dalam kehidupannya (Poedjiadi, 2005: 103-104). Sebagai contoh seorang anak yang telah mempelajari sifat-sifat air, telah mengetahui sifat-sifat partikel yang larut dan tersuspensi dalam air, tidak dapat melakukan penjernihan air dengan alat-alat sederhana.

(17)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 Dalam model belajar konvensional para guru nampaknya menfokuskan diri pada upaya penuangan pengetahuan ke dalam kepala siswa. Mereka berpikir bahwa setelah proses pembelajaran di dalam kepala siswanya, tanpa memperhatikan gagasan-gagasan yang telah ada pada diri siswa. Mereka berpikir bahwa setelah proses pembelajaran di dalam kepala siswanya terdapat tiruan (copy) pengetahuan yang persis dengan pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini telah menimbulkan berbagai kegagalan dalam pembelajaran Sains, karena Sains sebahagian besar berupa pengetahuan tentang alam atau pengetahuan phisik (Physical knowledge), dan pengetahuan logiko-matematika (logico-mathematical knowledge). Sains tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa, tetapi harus dibangun oleh siswa itu sendiri.

Selama ini dalam penguasaan konsep Sains, siswa masih kurang memiliki kemampuan memandang materi pelajaran Sains sebagai satu kesatuan yang saling terkait dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat, sehingga menimbulkan dampak yang lebih parah lagi dengan kurangnya pemahaman siswa terhadap mata pelajaran Sains dan ini mengakibatkan juga hasil belajar Sains siswa menjadi rendah. Oleh karena itu, di SD perlu diperkenalkan pendekatan pembelajaran baru yang mengaitkan antara unsur Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat serta pengalaman siswa dalam kehidupan sehari hari.

(18)

konsep-konsep yang telah dipelajarinya melalui proses pendidikan. Untuk itu dituntut kemampuan guru dalam mengemas proses pembelajaran Sains, sehingga membentuk konfigurasi yang bermakna dengan mengaitkan antara materi Sains yang diajarkan dengan keterampilan teknologi dan isu-isu ilmiah yang berada dilingkungan masyarakat.

Dalam hal ini diperlukan pendekatan mengaitkan antara unsur Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat serta pengalaman siswa dalam kehidupan sehari hari diharapkan akan dapat mengatasi kelemahan sistem pendidikan klasik dimana peserta didik dipaksa untuk menyelesaikan materi pelajaran, tanpa diketahui dengan jelas implementasi peserta didik terhadap daya serap materi pelajaran (Apakah materi pelajaran dapat dikuasai keseluruhan atau sebagian, dan kompetensi dasar apa yang sudah dicapai).

(19)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 Sains, lingkungan, teknologi, sosial secara integral, baik di dalam maupun di luar kelas. (Utomo, 2008) dalam http://pristiadiutomo.blog2.plasa.com/2008/06/04/ pembelajaran-fisika-dengan-pendekatan-sets-3.

Banyak hasil penelitian yang berkenaan dengan persoalan pendekatan pembelajaran Sains yang menggambarkan diperlukannya pendekatan yang memandang bahwa untuk meningkatkan penguasaan konsep Sains yang utuh diperlukan mengaitkan unsur-unsur Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat. Pearsall, Skipper dan Mintzes (1996: 193) menjelaskan bahwa:

“Dalam dua dekade terakhir dari 3500 studi dalam pembelajaran Sains, disimpulkan bahwa siswa sering gagal dalam memahami konsep dalam pembelajaran ilmu alam (natural science). Miskonsepsi sering terjadi dalam upayanya memahami kejadian dan obyek alamiah. Mintzes menawarkan peta konsep (concept map) yang berlandaskan konstruktivis sebagai suatu alternatif guna mengatasi masalah-masalah tersebut. Dalam penelitiannya (p<0.01) ditemukan bahwa model ini telah mampu memudahkan siswa untuk memahami konsep-konsep dalam pembelajaran ilmu alam”.

Hidayat (1996: 16) dan Poedjiadi (1994: 9) berpendapat sama bahwa:

“belajar Sains melalui isu-isu sosial di masyarakat yang ada kaitannya dengan Sains dan Teknologi dirasakan lebih dekat, dan belajar Sains melalui isu-isu sosial di masyarkat yang ada kaitannya dengan Sains dan teknologi dirasakan lebih punya arti bila dibandingkan dengan konsep-konsep dan teori Sains itu sendiri”.

Penelitian mengenai pendekatan Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat

yang dilakukan oleh Hairida (1996) dalam Prayekti, http:

//sdnkebonsari1malang.multiply.com/journal/item/3, menyatakan bahwa:

(20)

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Alit (1993) dalam Prayekti http://sdnkebonsari1malang.multiply.com/journal/item/3, menyatakan bahwa:

“siswa yang diajar melalui pendekatan yang mengaitkan unsur-unsur yang mengaikan sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat berpengaruhnya lebih beragam (efek iringan dan keterampilan proses Sains) dari pada pendekatan biasa (ceramah diselengi dengan tanya jawab dan diskusi)”.

Efek iringan tersebut berupa memiliki sikap toleran terhadap pandangan yang berbeda dengan pendapatnya sendiri, sadar akan dampak positif dan negatif terhadap suatu teknologi, menyadari adanya nilai yang dianut dalam masyarakat dan mengambil keputusan berdasarkan informasi yang sesuai. Pada soal-soal berbentuk objektif, siswa yang diajar melalui pendekatan yang mengaitkan unsur-unsur Sains memiliki penguasaan konsep yang lebih baik dari pada kelas biasa.

Tampaklah bahwa pendidikan Sains dengan pendekatan yang mengaitkan unsur-unsur Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat akan memberikan keuntungan nyata kepada siswa yang ingin meningkatkan literasi Sains, yang mempunyai perhatian terhadap Sains dan teknologi serta perhatian terhadap interaksi antara Sains Tekologi dan Masyarakat. Pemahaman yang lebih baik dalam Sains dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, bernalar logis, dan memecahkan masalah secara kreatif.

(21)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 Depdiknas, (2004: 13), ada enam pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran Sains, yaitu: (1) empat pilar pendidikan (belajar untuk mengetahui, belajar untuk berbuat, belajar untuk hidup dalam kebersamaan, dan belajar untuk menjadi dirinya sendiri), (2) inkuiri Sains, (3) konstruktivisme (4) Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat (Salingtemas), (5) pemecahan masalah, dan (6) pembelajaran Sains yang bermuatan nilai.

Berdasarkan uraian di atas maka banyak pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, yang dapat meningkatkan kemampuan konsep Sains antara lain pendekatan konstruktivis, pendekatan kontektual, pendekatan keterampilan proses, pendekatan discovery, pendekatan inquiry dan pendekatan SETS. Sebagai alternative pemecahan masalah maka dalam penelitian ini bertujuan mengembangkan pembelajaran Sains yang sesuai dengan pendekatan yang dapat mengaitkan antara unsur-unsur Sains, teknologi, masyarakat dan lingkungan sehingga dapat meningkatkan kemampuan penguasaan konsep Sains siswa yang dapat dipahami sebagai konsep yang utuh.

Jadi yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah bagaimana mengembangkan suatu pembelajaran Sains, yang memandang materi pelajaran atau Sains sebagai satu kesatuan yang saling terkait dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat, sehingga diperoleh model pembelajaran yang efektif dan cocok untuk meningkatkan kemampuan pengetahuan konsep Sains siswa di SD.

(22)

masyarakat yang menjadi perhatian utama. Dengan meletakkan Sains sebagai fokus perhatian, seperti yang biasa dilakukan dalam kegiatan pengajaran Sains, maka guru Sains serta para siswa yang menghadapi pelajaran Sains dapat dibawa melihat bentuk keterkaitan sebenarnya dari ilmu yang dipelajarinya (Sains) dikaitkan dengan unsur lain. Oleh karena itu dalam pengajaran Sains seharusnya guru dan siswa dapat mengambil berbagai contoh serta fakta yang ada atau kemungkinan fakta yang dapat dikaitkan secara terpadu dalam pengenalan atau pembelajaran konsep Sains yang dihadapi sesuai dengan tujuan pengajaran dan pada saat memungkinkan siswa mengembangkan diri berdasarkan pengetahuan yang dipelajari tersebut.

B. Rumusan dan Batasan Masalah

1. Rumusan Masalah

Penelitian ini bertolak dari dari adanya masalah yang berkenaan dengan pembelajaran Sains yang belum optimal. Pembelajaran yang selama ini diterapkan belum optimal memberikan konstribusi terhadap peningkatan penguasaan konsep Sains siswa yang mencerminkan kompetensi sebagaimana yang diharapkan, yakni siswa yang dapat meningkatkan kemampuan penguasaan konsep Sains secara baik dan utuh yang memenuhi standar kompetensi.

(23)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 bahwa efektifitas model pembelajaran yang digunakan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hasil pembelajaran sebagai berikut:

Va

Bagan 1.1. Faktor-faktor (variable) yang Mempengaruhi Proses Pembelajaran (Diadopsi dari Dunkin dan Biddle, 1974 : 38)

Dunkin dan Biddle (1974: 38), membagi komponen-komponen pembelajaran yang terdiri dari variabel, presage variable yaitu variabel yang berkenaan dengan raw input dimana latar belakang kemampuan guru mengajar dan latar belakang

kemampuan siswa ada di dalamnya. Keterampilan guru mengajar, sikap dan motivasi serta intelegensi dan lain-lain merupakan factor yang dominan dalam proses

(24)

pembelajaran. Demikian juga dengan kemampuan awal siswa baik yang berkenaan dengan pengetahuan dan sikap, motivasi dan lain sebagainya.

Variable instrumental berkenaan dengan aspek-aspek yang terdiri atas

kurikulum, program pembelajaran, model pembelajaran, materi, sumber pembelajaran, media dan lain sebagainya yang semuanya dapat mempengaruhi variable proces pembelajaran. Variable conteks berkenaan dengan asfek lingkungan

(environment) yang juga dapat mempengaruhi variable proses pembelajaran. Sedangkan variable product berkenaan dengan aspek output (keluaran) yang diharapkan, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Bertitik tolak dari kompleknya permasalahan yang mempengaruhi proses pembelajaran seperti pada bagan di atas maka dalam penelitian ini dibuat rumusan masalah umum sebagai berikut: Model pembelajaran Sains bagaimanakah yang dapat untuk meningkatkan kemampuan pengusaan konsep Sains pada mata pelajaran Sains siswa SD?

2. Batasan Masalah

Penelitian ini yang akan dikembangkan adalah model pembelajaran Sains yang dapat meningkatkan kemampuan konsep Sains di SD. Asumsi pembatasan masalah tersebut didasarkan pada tujuan pembelajaran Sains di SD agar siswa mampu mengasai konsep Sains dan aplikasi konsep Sains. Penelitian dilaksanakan di SD Kota Bengkulu, di kelas IV (empat) yang berdasarkan KTSP yang berlaku.

(25)

Bag

latar belakang di atas yang menjadi pertanyaa erikut:

ondisi pelaksanaan pembelajaran sains di SD pa bentuk model pembelajaran Sains yang da nguasaan konsep Sains yang mencakup des mbelajaran dan penilaian pembelajaran Sains?

ndukung dan penghambat apakah yang dap mbangkan?

efektifitas model pembelajaran Sains yan engan pembelajaran yang digunakan guru

mampuan penguasaan konsep Sains siswa? ional.

litian ini perlu dijelaskan tentang definisi s kok pikiran dalam penelitian ini sebagai berikut model Pembelajaran;

(26)

belajar peserta didik. Menurut Joyce & Weil (1980: 1), bahwa “model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pelajaran, dan membimbing pelajaran di kelas atau yang lain”. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan.

Model pembelajaran Sains yang akan dilakukan dalam penelitian adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa. Pembelajaran berhubungan erat dengan interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.

(27)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 pembelajaran minimal mengandung dua unsur ciri yang mencerminkan pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi.

Berdasarkan uraian di atas maka model pembelajaran yang akan dikembangkan adalah model pembelajaran Sains di SD yang bertujuan memberikan bantuan kepada siswa, melalui proses pembelajaran melalui bantuan guru secara profesional untuk mencapai standar kompetensi yang diharapkan yang mengandung berbagai kegiatan siswa yang mencerminkan pengalaman untuk meningkatkan kemampuan penguasaan konsep Sains siswa.

2. Konsep Sains

Pengetahuan yang dimiliki seseorang pada dasarnya berupa konsep-konsep. Konsep-konsep ini diproleh individu sebagai hasil berinteraksi dengan lingkungan. Dengan konsep-konsep dapat disusun suatu prinsip, yang dapat digunakan sebagai landasan dalam berpikir. Konsep didefinisikan oleh beberapa ahli sebagai berikut. Menurut Good (1973: 124), konsep adalah “gambaran dari ciri, yang dengan ciri-ciri itu objek-objek dapat dibeda-bedakan”. Menurut Yelon et al. (1971: 190), konsep adalah “elemen umum dari sekelompok objek, peristiwa atau proses”, sedangkan menurut Kuslan dan Stone (1968: 79), konsep adalah “sifat khas yang diberikan pada sejumlah objek, proses, fenomena, atau peristiwa, yang dapat dikelompokkan berdasarkan sifat khas itu”. Rumusan definisi yang dikemukakan di atas mengandung makna yang sama, yaitu konsep merupakan suatu abstraksi yang mengambarkan ciri-ciri umum dari sekelompok objek, proses, peristiwa, atau fenomena lainnya.

(28)

yang membedakannya dengan reptil dan mamalia. Dikemukakan oleh Collette & Chiappetta, menurut Bruner, Goodnow, dan Austin (1956), sebuah konsep setidaknya memiliki 5 unsur, (1) nama, (2) definisi, (3) lambang, (4) nilai, dan (5) contoh.

Jadi konsep Sains adalah abstraksi dari kejadian-kejadian, banda-benda, atau gejala yang memiliki sifat atau lambang tertentu. Misalnya ikan, memiliki karakteristik tertentu yang membedakannya dengan reptil dan mamalia.

3. Penguasaan Konsep Sains

Penguasaan konsep merupakan penguasaan terhadap abstraksi yang memiliki satu kelas atau objek-objek kejadian atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Kemampuan penguasaan konsep Sains; Merupakan kompetensi kognisi tentang konsep Sains yang harus dikuasai oleh seorang siswa. Struktur konsep Sains adalah pengorganisasian komponen-komponen konsep Sains yang memiliki fungsi sendiri-sendiri dan saling menjelaskan. Struktur konsep Sains digunakan oleh siswa untuk memahami dan menerapkan konsep secara formal (menyelesaikan soal tertulis) dan praktik (riil). Struktur konsep Sains mengandung aturan penerapan konsep khusus yang digunakan untuk memecahkan masalah yang khusus untuk sesuatu konsep Sains.

E. Tujuan Penelitian

(29)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 Mengacu pada tujuan umum tersebut di atas, selanjutnya dijabarkan dalam tujuan khusus sebagai berikut:

1. Untuk mengidentifikasi tentang kondisi pelaksanaan pembelajaran Sains (kondisi guru, siswa, materi pelajaran, sumber pelajaran, model pembelajaran, dan sarana/fasilitas pembelajaran) Sains.

2. Untuk menghasilkan model pembelajaran Sains SD sebagai alternatif model pembelajaran Sains yang dapat meningkatkan kemampuan konsep Sains mencakup desain, implementasi pembelajaran dan evaluasi pembelajaran Sains. 3. Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat model pembelajaran Sains

yang sedang dikembangkan.

4. Memperoleh data empiris tentang efektivitas model pembelajaran Sains yang dikembangkan bila dibandingkan dengan pembelajaran Sains yang digunakan guru Sains yang selama ini untuk peningkatan kemampuan penguasaan konsep Sains.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas diharpkan penelitian ini bermanfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

(30)

kurangnya bahan atau referensi tentang bahan model pembelajaran Sains dalam mengimplementasikan kurikulum Sains di SD.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat:

a. Bagi guru, penelitian ini bisa dijadikan salah satu alternatif pegangan model pembelajaran dalam melaksanakan proses pembelajaran Sains SD untuk meningkatkan kemampuan penguasaan konsep Sains siswa SD.

b. Bagi siswa, diharapkan dapat lebih mudah untuk meningkatkan kemampuan penguasaan konsep Sains siswa SD.

c. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam upaya pengembangan kurikulum dan pembelajaran Sains SD.

(31)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab tiga ini dikemukakan tentang metode penelitian mengenai jenis penelitian, prosedur dan langkah-langkah penelitian, tempat dan waktu penelitian, subyek penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data yang akan di uraikan senagai berikut:

A.Jenis Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengembangkan model pembelajaran Sains untuk meningkatkan penguasaan konsep sains siswa pada mata pelajaran Sains di SD kota Bengkulu. Sesuai dengan sifat penelitian merupakan pengembangan model pembelajaran Sains di SD, maka jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian dan Pengembangan (Research and Development). Menurut Borg & Gall (1989: 626), “Educational research and development (R & D) is a process used to develop and validate educational products”. Selanjutnya Borg & Gall menjelaskan

bahwa yang dimaksud produk dalam kontek penelitian dan pengembangan pendidikan tidak hanya terbatas pada bahan-bahan material saja seperti buku teks, film pendidikan dan sejenisnya, akan tetapi juga hal-hal yang berhubungan dengan prosedur dan proses seperti misalnya metode mengajar atau metode pengorganisasian pembelajaran maupun pengembangan model pembelajaran.

Metode research and development dalam bidang pendidikan ini dikemukakan oleh Borg & Gall (1989: 773). Sebagai “a process used used to develop and validate educational”, yaitu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi

(32)

penelitian dan pengembangan adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada, yang dapat dipertanggungjawabkan.

B. Prosedur dan Langkah-Langkah Penelitian

Prosedur dan langkah-langkah penelitian yang digunakan mengikuti prosedur dan langkah-langkah yang dikemukakan Brog & Gall (1989), mengemukakan ada sepuluh langkah pelaksanaan strategi penelitian. Langkah-langkah utama dari R & D dikemukakan oleh Borg dan Gall (1989: 775) sebagai berikut:

“1)Research and Information Collecting, 2) Planning, 3) Develop preliminary form of product, 4) Preliminary field testing, 5) Main product revision, 6) Main Field Testing, 7) Operational product revision, 8) Operational field testing, 9)Final product revision and, 10) Disessemination and implementation”.

Prosedur pelaksanaan dapat dilihat pada digram bagan berikut ini:

(33)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 Secara garis besar disederhanakan oleh Sukmadinata (2007: 184), dengan langkah penelitian dan pengembangan menjadi tiga tahap yaitu: 1) Studi pendahuluan, 2) Pengembangan model, dan 3) Validasi model. Sesuai dengan pendapat di atas dalam penelitian ini akan dilakukan dengan prosedur langkah-langkah sebagai berikut:

Bagan 3.2. Prosedur Penelitian dan Pengembangan Model

Dalam proses pelaksanaannya, pendekatan penelitian dan pengembangan ini membentuk suatu siklus, yang diawali dengan melakukan studi pendahuluan untuk menemukan suatu produk pendidikan, kemudian produk tersebut dikembangkan dalam suatu situasi tertentu, kemudian diuji, direvisi dan diuji kembali, sampai pada

(34)

akhirnya ditemukan produk akhir yang dianggap sempurna yang selanjutnya produk tersebut diuji validitasnya. Apabila produknya sudah teruji, diharapkan produk tersebut dapat diterapkan untuk memperbaiki proses pendidikan dalam upaya menghasilkan hasil (out put) yang lebih baik.

Langkah-langkah penelitian dan pengembangan dalam penelitian ini dapat di jelaskan sebagai berikut:

1. Studi Pendahuluan

Kegiatan studi pendahuluan meliputi kajian studi pustaka dan survei lapangan (pra-survei), yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Studi Pustaka (Literatur)

Kajian pustaka ditujukan untuk mempelajari landasan-landasan teori yang mendasari pengembangan model pembelajaran Sains yang dapat meningkatkan kemampuan penguasaan konsep dan aplikasi konsep Sains di SD. Pengembangan teori tersebut terdiri dari; kurikulum dan pembelajaran, konsep pendidikan Sains, pembelajaran Sains di SD, pendekatan pembelajaran Sains di SD, model pembelajaran, model-model pembelajaran Sains di SD, dan pengembangan model pembelajaran SETS serta mengkaji hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan model tersebut.

b. Survei Lapangan

(35)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 sekolah, beberapa orang guru Sains di SD, tenaga administrasi, dan siswa SD, serta lingkungan sekolah.

Pra-survei meliputi keterampilan-keterampilan yang dimiliki guru mengajar Sains, materi pelajaran, metode, model dan pendekatan yang mereka gunakan dalam mengajar Sains di SD, juga menghimpun sarana, dan fasiltas, suasana, kelas, keadaan siswa/sikap siswa terhadap pembelajaran Sains, serta iklim SD secara keseluruhan. 2. Tahapan Pengembangan Model

Tahap awal pada langkah pengembangan model ini adalah menyusun draf awal model pembelajaran Sains untuk meningkatkan kemampuan konsep Sains siswa SD yang disusun berdasarkan hasil analisis data pada tahap studi pendahuluan. Selanjutnya daraf awal model tersebut dikembangkan dengan melakukan uji-coba terbatas dan uji-coba lebih luas untuk mendapatkan model final yang siap divalidasi. a. Penyusunan Draf Awal Model

(36)

b. Uji-Coba terbatas

Selesai kegitan studi pendahuluan selanjutnya dilakukan uji-coba terbatas terhadap draf awal model pembelajaran Sains untuk meningkatkan kemampuan konsep Sains siswa. Pada tahap uji-coba terbatas model pembelajaran akan difokuskan pada evaluasi proses pembelajaran, perbaikan terhadap proses dan langkah-langkah dalam model pembelajaran yang dikembangkan dengan melibatkan guru mata pelajaran Sains dan siswa kelas IV SD.

Uji-coba terbatas dilakukan pada satu SD di Kota Bengkulu. Hal yang menjadi pertimbangan dalam penentuan SD yang dijadikan tempat dilaksanakan uji-terbatas adalah berdasarkan hasil observasi peneliti dan rekomendasi dari Dinas Pendidikan Nasional setempat. Pertimbangan lainnya adalah kondisi sekolah, baik dari segi manajemen dan administrasi sekolah yang mendukung, serta komitmen dan kompetensi guru Sains terhadap pelaksanaan pembelajaran Sains.

(37)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 penyimpangan serta aktifitas siswa, interaksi siswa dengan guru, interaksi siswa dengan siswa. Respon siswa terhadap model pembelajaran yang sedang diuji cobakan, selesai itu pertemuan diadakan diskusi antara guru dan peneliti terhadap kegiatan pembelajaran yang sudah dilakukan, terutama kekurangan dan kelemahan serta penyimpangan yang terjadi dari rencana yang sudah dilakukan.

Berdasarkan masukan guru mengadakan perbaikan terhadap satuan pelajaran atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan desain dan langkah-langkah model pembelajaran yang dikembangkan peneliti, dengan memberikan catatan yang harus disesuaikan dengan draf awal model pemebelajaran yang sudah disusun dan yang dikembangkan. Selesai pelaksanaan pembelajaran guru dan peneliti mengadakan pertemuan-pertemuan membicarakan hasil atau temuan dari uji-coba dan terus berusaha mengadakan penyempurnaan terhadap model pembelajaran Sains yang di kembangkan.

(38)

c. Uji-Coba luas.

Uji-coba luas dilakukan pada tiga SD dengan tiga orang guru mata pelajaran Sains yang mengajar pada kelas IV dengan katagori sekolah baik, sedang, dan kurang. Hasil uji-coba secara luas dikaji dan direvisi secara bersama-sama dengan guru yang bersangkutan. Hasil model yang merupakan model hipotetik merupakan hasil revisi pada tahap uji-coba lebih luas dilanjutkan dengan validasi model.

Pada tahapan uji-coba luas, sebelum digunakan model pembelajaran Sains dalam proses pembelajaran Sains terlebih dahulu dilakukan pre-test, hal ini dilakukan untuk melihat kemampuan awal siswa terutama tentang kemampuan konsep dan aplikasi konsep Sains siswa. Setelah model pembelajaran diterapkan dalam pembelajaran Sains, baru dilakukan post-test untuk melihat apakah kemampuan penguasaan konsep dan aplikasi konsep Sains siwa terjadi peningkatan. Hal ini juga dilakukan untuk melihat sejauh mana model pembelajaran Sains yang diterapkan telah efektif meningkatkan kemampuan penguasaan konsep dan aplikasi konsep Sains siswa.

Pada tahap uji-coba luas ini difokuskan pada evaluasi dan analisis proses pembelajaran serta hasil pembelajaran. Dari hasil analisis kemudian dilakukan perbaikan dan penyempurnaan model sampai ditemukan model final yang masih bersifat hipotetik untuk selanjutnya dilakukan uji validitas terhadap model yang dikembangkan.

d. Validasi Model.

(39)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 konvensional yang biasa digunakan di sekolah selama ini. Fokus pelaksanaan validasi model adalah untuk mengetahui efektifitas model pembelajaran hasil pengembangan untuk meningkatkan kemampuan konsep Sains siswa, bila dibandingkan dengan dengan model pembelajaran yang selama ini digunakan guru. Diharapkan hasil akhir dari tahap validasi model ini adalah model pembelajaran Sains yang dapat meningkatkan kemampuan konsep Sains siswa SD yang telah teruji.

Uji validasi model dilakukan pada tiga SD yang terdiri dari sekolah, dengan katagori baik, sedang dan kurang, pada masing-masing sekolah diambil dua kelas A dan B secara parallel dengan asumsi kedua kelas mempunyai kemampuan nilai Sains yang homogen. Jumlah siswa yang dijadikan sampel masing-masing sekolah sebanayak 80 orang, jadi jumlah semua siswa yang dijadikan sampel untuk tiga sekolah lebih kurang 240 orang siswa. Pemilihan katagori sekolah baik, sedang dan kurang ditentukan berdasarkan hasil penilaian guru Sains masing-masing sekolah dan rekomendasi Diknas setempat.

Penyusunan RPP pada masing-masing kelas sesuai dengan model

pembelajaran Sains yang dikembangkan, menyempurnakan model yang

dikembangkan oleh peneliti dengan memperhatikan masukan-masukan melalui diskusi-diskusi yang dilakukan. Kegiatan pengamatan dan diskusi terus dilakukan sampai tidak terjadi lagi kekurangan atau kelemahan, sehingga uji-coba dihentikan. Maka peneliti menyimpulkan bahwa telah tercipta suatu draf terakhir dari model pembelajaran yang dikembangkan.

(40)

dilakukan dengan penelitian eksperimental, yaitu menggunakan dua kelompok sampel yaitu kelompok eksperimen dan kelompok control. Kelompok eksperimen 3 kelas dan kelompok kontrol 3 kelas, sama dengan pada uji-coba luas. Pemilihan dari kelas kelopok ekperimen dan kelompok kelas kontrol berdasarkan pertimbangan dari sekolah atau guru Sains yang sudah mempunyai pengalaman, dengan syarat kemampuan kedua kelas, baik kelas ekperimen maupun kelompok kontrol memiliki tingkat kemampuan yang sama (homogen).

Desain eksperimen yang digunakan adalah Desain Kelompok Kontrol Prates-Pascates Tes Acak (Randomized Pretest-Postest Control/Group Design) (Sukmadinata, 2007 : 204) dengan bentuk desain sebagai berikut:

Kelompok Prates Perlakuan Paccates A (Eksperimen) 0 X 0 Acak

B ( Kontrol) 0 0 Bagan 3.3. Desain Eksperimen untuk uji Validasi Model

(41)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 uji perbedaan. Dengan menggunakan uji-t. Efektifitas model pembelajaran diketahui melalui uji perbedaan rata-rata peningkatan skort tes (gain score) antara kelompok eksperimen dengan kelompok control.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di sekolah dasar (SD) negeri dan swasta yang ada di kota Bengkulu, dari 90 buah SD di kota Bengkulu dipilih enam SD untuk dilakukan studi pendahuluan. Sekolah yang dijadikan dalam pra-survei dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 3.1. Lokasi Penelitian Pra-survei

No. Nama Sekolah Alamat sekolah Katagori

sekolah 1. SD N 1 Kota Bengkulu Jl. Prof.dr.Hajairin, SH. Kec. Teluk

Segara

Jl. Irian, Kec. Sungai Serut baik

4. SD N 6 Kota Bengkulu Jl. Prabu Audit, Kec. Teluk Segara sedang 6. SD N 7 Kota Bengkulu Jl. Sentot Alibasa, Kec. Teluk Segara sedang 7. SD N 42 Kota

Bengkulu

Jl. Rambutan, Kec. Gading Cempaka kurang 8. SD N 12 Kota

Bengkulu

Jl. Suprapto, Kec. Ratu Samban kurang

9. SD N 85 Kota Bengkulu

Jl. Makmur, Kec. Muara Bangkahulu kurang

(42)

rata-rata sedang, SD yang dipilih adalah SD N 69 Kota Bengkulu yang beralamat di Jl. Korpri Raya, Kecamatan Muara Bangkahulu.

Untuk uji-coba luas dilakukan pada SD yang mempunyai nilai mata pelajaran Sains baik, sedang, dan kurang, dimana masing-masing sekolah di ambil 2 kelas A dan B. Tiga SD yang dijadikan uji-coba luas adalah seperti tabel berikut:

Tabel 3.2. Lokasi Penelitian Uji-coba Luas

No Nama Sekolah Alamat sekolah Kategori

1. SD N 71 Kota Bengkulu Jl. Wr. Supratman, Kec. Muara Bangkahulu

Baik 2. SD N 6 Kota Bengkulu Jl. Prabu Audit, Kec. Teluk Segara Sedang 3. SD N 42 Kota Bengkulu Jl. Rambutan, Kec. Gading Cempaka Kurang

Untuk uji validasi model pembelajaran Sains dilakukan di tiga SD seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 3.3. Lokasi Uji Validatsi Model

No. Kelompok

Sekolah

Kelompok Ekperimen

Kelompok Kontrol

Katagori Sekolah

1. SD N 65 Kota Bengkulu Kelas A Kelas B Baik

2. SD N 7 Kota Bengkulu Kelas A Kelas B Sedang

3. SD N 12 Kota Bengkulu Kelas A Kelas B Kurang

2. Waktu Penelitian

(43)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 Tabel 3.4. Pelaksanaan dan Tahapan Penelitian

Tahap Kegiatan Jenis kegiatan Tanggal kegiatan

Studi Pendahuluan Kajian pustaka Kondisi akademis

Pemahaman kondisi subjek Pemahaman objek penelitian

Maret – April 2009

Pengembangan model

Draf awal

Uji-coba terbatas Uji-coba luas

April -Agustus 2009

Validasi Model Eksperimen model September 2009

D. Subyek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan melibatkan guru dan siswa pada delapan SD. Penyusunan draf awal dilakukan dengan melibatkan tiga orang guru Sains yang mengajar di tiga SD di kota Bengkulu. Draf awal model yang sudah didapatkan, diujicobakan secara terbatas pada satu SD dan satu orang guru dengan dua kelas paralel di kelas 4. Hasil uji coba terbatas dikaji dan akan direvisi secara bersama-sama dengan guru yang bersangkutan. Hasil revisi model diujicobakan secara luas dengan melibatkan tiga orang guru dengan tiga sekolah. Dalam posisi sekolah baik, sedang dan kurang pada siswa kelas 4 SD. Hasil Uji-coba secara luas dikaji dan direvisi secara bersama sama dengan guru yang bersangkutan.

(44)

Disamping melibatkan kepala sekolah, guru-guru Sains, staf administrasi juga melibatkan siswa SD pada sekolah yang menjadi subyek penelitian. Siswa yang dijadikan sampel dalam penelitian terdiri dari siswa yang ditunjuk secara purposive random sampling. Jumlah siswa dan guru yang menjadi sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.5. Subyek dan sampel Penelitian Tahapan

(45)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 menggunakan tes tertulis dalam bentuk pilihan ganda. Sebelum pembelajaran dilakukan dalam tahap pengembangan maka dilakukan terlebih dahulu kegiatan penyusunan rencana pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi, dan penyempurnaan.

a. Pengamatan (Observasi)

Observasi digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati baik dalam situasi yang sebenarnya termasuk dalam situasi buatan (Sudjana & Ibrahim, 1989: 109).

Dalam penelitian ini obsrvasi dilakukan pada tahap studi awal, uji-coba terbatas, uji-coba luas maupun pada tahap validasi model untuk mendapatkan data berupa pengamatan secara langsung terhadap responden selama kegiatan proses pembelajaran Sains di SD. Observasi yang diamati berupa aktifitas tentang proses pembelajaran dalam mencapai tujuan yang dilakukan secara kontinyu sampai diperoleh data yang memadai. Observasi dilakukan berupa observasi parsipatif yaitu peneliti ikut serta dalam kegiatan yang sedang berlangsung untuk mendapatkan data terhadap objek yang diamati.

b. Kuisioner

Kuisioner merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan informasi yang berkenaan dengan pendapat, aspirasi, harapan, persepsi, keinginan, keyakinan dan lain-lain dari individu/responden melalui pertanyaan yang sengaja diajukan oleh peneliti (Sudjana & Ibrahim, 1989: 102).

(46)

pembelajaran, serta menjaring segala sesuatu yang berhubungan dengan pembelajaran Sains, baik berupa data kualitatif maupun data kuantitatif.

c. Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan informasi yang berkenaan dengan pendapat, aspirasi, harapan, persepsi, keinginan, keyakinan dan lain-lain dari individu/responden melalui pertanyaan yang sengaja diajukan oleh peneliti (Sudjana & Ibrahim, 1989: 102).

Dalam penelitian ini wawancara digunakan pada tahap pra-survei. Pada tahap pra-survei, wawancara digunakan untuk mengetahui berbagai informasi dari guru Sains SD. Untuk memperoleh informasi dalam rangka pengembangan model pembelajaran dilakukan wawancara dengan kepala sekolah, guru Sains dan siswa SD, dalam hal ini jenis wawancara dilakukan wawancara yang tak berstruktur untuk mendapatkan hasil yang sangat terbuka maka dibuatlah pedoman wawancara dengan menetukan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan topik masalah.

e. Analisis dokumen

Analisis dokumen digunakan untuk mengumpulkan berbagai informasi, khususnya untuk melengkapi data dalam rangka studi pendahuluan yaitu untuk mendapatkan informasi tentang pertanyaan penelitian yang berhubungan dengan dokumen sekolah, perencanaan pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran Sains yang selama ini berlansung.

(47)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 data ini perlu dilakukan untuk menganalisis dokumen-dokumen yang mendukung informasi dalam rangka lebih memahami hal yang sebenarnya.

2. Alat Pengumplan data

Alat pengumpulan data yang digunakan adalah berupa pedoman wawancara, lembar observasi dan tes tertulis. Pedoman wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi yang berkenaan dengan pendapat, aspirasi, harapan, persepsi, keinginan, keyakinan dan lain-lain dari individu/responden melalui pertanyaan yang sengaja diajukan oleh peneliti. Pada penelitian ini pedoman wawancara digunakan pelaksanaan pembelajaran Sains.

Lembar observasi digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati baik dalam situasi yang sebenarnya termasuk dalam situasi buatan. Dalam penelitian ini lembar observasi digunakan untuk melihat proses dan kegiatan yang dilakukan guru pada saat melakukan perencanaan, proses dan evaluasi pembelajaran Sains. Disamping itu lembar observasi juga digunakan untuk mengetahui sejauh mana ketersedian sarana dan pra-sarana/ fasilitas pembelajaran, khususnya fasilitas pembelajaran Sains yang menunjang terlaksananya proses pembelajaran Sains di sekolah.

(48)

penyusun tes prestasi belajar buatan peneliti sebagai alat pengumpul data jauh lebih baik dari tes baku atau sekedar mengumpulkan data sekunder dari dokumen hasil belajar yang telah ada, sebab instrument yang dihasilakan dapat dipandang sebagai hasil penelitian itu sendiri.

Instrumen tes pengukuran hasil belajar digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran (pre-test), dan untuk mengetahui kemampuan siswa setelah dilaksanakan pembelajaran (pos-test). Tes Hasil belajar dikembangkan dalam bentuk pilihan ganda yang di variasikan. Butir soal dalam tes disusun mencakup aspek-aspek pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi konsep, sintesis, analisis dan evaluasi, dengan jumlah yang sesuai dengan pedoman penilaian KTSP (Depdiknas, 2006).

Tabel 3.8. Teknik dan Alat Pengumpulan data

Tahapan Penelitian dan Pengembangan

Tahapan Penelitian

Teknik Pengumpulan data Bentuk Instrumen

(49)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 F. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh pada studi pendahuluan meliputi: (1) hasil telaah dokumen dan kajian pustaka; (2). Hasil observasi mengenai kondisi pembelajaran Sains di SD. Data yang didapatkan dalam penelitian ini ada 2 macam, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kualitatif dianalisis secara deskriftif sesuai dengan kontek dan permasalahan penelitian, sedangkan data yang bersifat kuantitatif dianalisis menggunakan deskriptif kuantitatif secara persentase dan perhitungan statistik Uji-t digunakan untuk signifikansi perbedaan perhitungan hasil yang didapatkan, Analisis data statistik disesuaikan dengan data kuantitatif atau data yang dikuantifikasikan dalam bentuk bilangan atau angka.

1. Analisis Data Tahap pendahuluan

Data yang diperoleh pada tahap pendahuluan adalah: (1) Hasil telaah dokumen serta kajian pustaka, (2) Hasil observasi mengenai kondisi pembelajaran Sains yang biasa dilaksanakan di SD, dan (3) Hasil wawancara dengan guru Sains mengenai pembelajaran Sains. Hasil studi pendahuluan dianalisis melalui beberapa tahap sebagai berikut:

Pertama, mendeskripsikan aspek-aspek yang terkait dengan pengembangan

(50)

relevan. Ketiga, mendeskripsikan hasil observasi dan wawancara mengenai latar yang meliputi kondisi guru, kondisi siswa, sarana, fasilitas yang tersedia untuk mendukung pengembangan model pembelajaran yang akan dikembangkan serta proses pembelajaran yang biasa dilakukan. Keempat, melakukankan analisis komparatif yaitu membandingkan aspek-aspek yang terkait dengan pengembangan model pembelajaran sains yang didasarkan atas data dari dokumen yang ada dengan hasil telaah kepustakaan. Hasil analisis komparatif kemudian akan dipadukan dengan deskripsi mengenai latar penelitian sehingga dapat ditemukan landasan teoritis serta metode yang tepat untuk dijadikan sebagai dasar pengembangan model pembelajaran Sains.

2. Analisis Data Tahap Pengembangan dan Uji-Coba Model

(51)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 mengatasi faktor penghambat. Kedua pemaparan data yaitu menampilkan secara lebih sederhana baik dalam bentuk tabel, atau bagan, serta paparan naratif sehingga dapat ditemukan langkah-langkah praktis untuk memperbaiki model pembelajaran Sains yang dikembangkan. Ketiga, penarikan kesimpulan yaitu proses pengambilan intisari dari sajian data yang telah terorganisir kedalam bentuk pernyataan singkat yang mengadung pengertian lebih luas. Kesimpulan yang diambil kemudian akan didiskusikan dengan guru dan teman sejawat. Penarikan kesimpulan dalam hal ini diarahkan untuk mengungkapkan prinsip-prinsip dasar yang dapat dijadikan dasar dalam implementasi belajar dalam pembelajaran Sains.

Pada uji-coba terbatas yang dianalisis hanya melihat sejauh mana proses dan langkah-langkah pembelajaran pada draf awal model pembelajaran Sains sudah dapat terlaksana dengan baik dan penggunaan waktu pada setiap fase/tahap pada implementasi model. Jadi pada uji-coba terbatas belum dilakukan analisis tentang hasil belajar.

Pada uji-coba luas meliputi skort tes awal (pre-test) yang dilaksanakan sebelum model pembelajaran Sains diterapkan dan skort test akhir (pos-test) yang dilaksanakan setelah model diterapkan. Data tersebut selanjutnya akan dianalisis dengan Uji-t untuk mengetahui perbedaan dan efektifitas model pembelajaran Sains dalam meningkatkan kemampuan konsep Sains siswa SD.

Ho:µa=µi , Tidak terdapat perbedaan antara rata-rata skort pre-test (µa) dengan skort

Post-test (µi).

H1:µa<µi , Terdapat perbedaan antara rata-rata pre-test (µa) dengan skor pos-ttest

(52)

Penolakan H0 dan penerimaan H1 menunjukkan bahwa model pembelajaran Sains memiliki perbedaan yang signifikan antara pre-tes dan post-test untuk peningkatan penguasaan konsep Sains siswa SD sebaliknya penerimaan H0 dan penolakan H1 menunjukkan bahwa model pembelajaran Sains tidak terdapat perbedaan yang signifikan untuk peningkatan penguasaan konsep Sains siswa SD. 3. Analisis Data Tahap Validasi Model.

Model final yang merupakan hasil revisi dan penyempurnaan pada tahap pengembangan diuji validitasnya melalui eksperimen, data yang diperoleh pada saat eksperimen meliputi skort tes awal (pretest) yang dilaksanakan sebelum model pembelajaran Sains diterapkan dan skort test akhir (postest) yang dilaksanakan setelah model diterapkan. Data tersebut selanjutnya akan dianalisis untuk mengetahui perbedaan model pembelajaran Sains dalam meningkatkan kemampuan konsep Sains siswa SD. Serta efektifitas model pembelajaran Sains yang dikembangkan dibandingkan pembelajaran yang dilakukan secara konvensional. Validitas model diuji pada tiga katagori sekolah yaitu “baik” “sedang” dan “kurang”, masing-masing katagori dipilih secara acak satu kelompok belajar sebagai kelompok eksperimen dan satu kelompok sebagai kelompok kontrol.

Untuk melihat perbedaan model pembelajaran Sains MSTP-SETS dengan model pembelajaran yang digunakan guru selama ini (konvensional) dalam peningkatan penguasaan konsep Sains siswa SD, diuji secara statistik dengan membandingkan rata-rata nilai post-test kelas eksperimen dengan rata-rata nilai post-test kelas control dapat diketahui melalui uji-t. Hipotesis statistik yang akan

(53)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 Ho:µa=µi , Tidak terdapat perbedaan antara rata-rata nilai post-test kelas kontrol (µa)

dengan nilai Post-test kelas eksperimen (µi).

H1:µa<µi , Terdapat perbedaan antara rata-rata nilai post-test kelas kontrol (µa)

dengan rata-rata nilai post-test kelas eksperimen (µi); rata-rata nilai post- test kelas kontrol (µa) lebih kecil dari pada rata-rata nilai post-test kelas eksperimen(µi).

Penolakan H0 dan penerimaan H1 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan nilai post-test (hasil belajar) kelas kontrol dibandingkan dengan nilai post-test (hasil belajar) kelas eksperimen, jadi terdapat perbedaan hasil belajar siswa

yang diajar dengan model pembelajaran Sains yang digunakan guru selama ini (konvensional) dengan model pembelajaran Sains yang dikembangkan untuk peningkatan penguasaan konsep Sains siswa SD sebaliknya penerimaan H0 dan penolakan H1 menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran Sains yang dikembangkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan untuk peningkatan penguasaan konsep Sains siswa SD.

Efektivitas model pembelajaran Sains di uji secara statistik dengan membandingkan rata-rata peningkatan (gain) skort pada kelompok eksperimen dengan rata-rata (gain) skor pada kelompok kontrol. Uji perbedaan rata-rata (gain) skor kelompok eksperimen dengan (gain) skor kelompok kontrol dapat dianalisi dengan uji-t. Hipotesis statistik yang diujikan untuk mengetahui perbedaan tersebut dirumuskan sebagai berikut:

Ho:µa=µi , Tidak terdapat perbedaan antara rata-rata gain skort kelas control (µa)

dengan gain rata-rata skort kelas eksperimen (µi).

H1:µa<µi , Terdapat perbedaan antara rata-rata skort gain kelas control (µa) dengan

(54)
(55)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dan temuan hasil penelitian, maka pada bab lima ini dikemukakan tentang simpulan hasil penelitian pengembangan model pembelajaran, implikasi atas simpulan yang diajukan, dan rekomendasi sehubungan dengan simpulan dan implikasi hasil penelitian sebagai berikut:

A. Simpulan

Berdasarkan tujuan penelitian dan kajian terhadap hasil dan pembahasan penelitian mengenai MSTP-SETS untuk meningkatkan kemampuan penguasaan konsep Sains siswa di SD, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

Pertama, kondisi objektif pembelajaran Sains SD dewasa ini

Berdasarkan hasil studi pendahuluan tentang keadaan sekolah dan konsisi pembelajaran SD di lapangan, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kondisi pelaksanaan proses pembelajaran Sains di SD dilakukan dengan pendekatan yang konvensional, komunikasi yang terjadi dominan satu arah dari guru, RPP yang dibuat belum menjadi acuan dalam pembelajaran, penggunaan sumber, media, alat-alat pembelajaran masih kurang mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari guru dan pimpinan sekolah, dan dalam melakukan penilaian hasil belajar dominan aspek kognitif dan sebagian kecil yang melakukan penilaian aspek afektif dan psikomotor serta sebagian kecil guru yang melaksanakan penilaian dalam proses pembelajaran.

Gambar

Tabel 3.1. Lokasi Penelitian Pra-survei
Tabel 3.2. Lokasi Penelitian Uji-coba Luas
Tabel 3.4. Pelaksanaan dan Tahapan Penelitian
Tabel 3.5. Subyek dan sampel Penelitian Jumlah sekolah  Penelitian
+2

Referensi

Dokumen terkait

Menurut penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang Pertahanan Negara, upaya bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang

Pemanfaatan tanah gambut untuk budidaya padi sawah dihadapkan pada. beberapa masalah seperti tingkat kemasaman, status dan keseimbangan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-36/PJ /2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JE NDERAL PAJ,\K NOMOR PER-47 /PJ/ 2008 TENTANG TATA CARA

Mo) yang sangat rendah dan diikat cukup kuat oleh bahan organik sehingga tidak. tersedia bagi tanaman (Agus dan

[r]

Sahabat MQ/ Pemerintah jogjakarta akan melakukan operasi pasar/ untuk mengantisipasi terus naiknya harga gula pasir di pasaran// operasi tersebut dilakukan apabila

peserta didik pada soal cerita matematika dengan menggunakan model Problem.. Based Learning (PBL) yang telah dilaksanakan di salah satu SDN di kota

Kesimpulan: Tiada lain kesimpulan sementara dari penniless untuk jangka panjang, ialah bahwa filosofi instrumentalisme menjadi suatu wahana dan alat yang sangat strategis