• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI PESERTA DIDIK MENGGUNAKAN METODE TES DIAGNOSTIK FIVE-TIER PADA MATERI TERMODINAMIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IDENTIFIKASI MISKONSEPSI PESERTA DIDIK MENGGUNAKAN METODE TES DIAGNOSTIK FIVE-TIER PADA MATERI TERMODINAMIKA"

Copied!
216
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI PESERTA DIDIK MENGGUNAKAN METODE TES DIAGNOSTIK FIVE-TIER PADA MATERI

TERMODINAMIKA

(Penelitian Deskriptif di SMA Negeri 1 Ciseeng)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh:

MERLINA 11150163000045

PROGRAM STUDI TADRIS FISIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1441 H / 2021

(2)

i

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI PESERTA DIDIK MENGGUNAKAN METODE TES DIAGNOSTIK FIVE-TIER PADA MATERI

TERMODINAMIKA

(Penelitian Deskriptif di SMA Negeri 1 Ciseeng)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

oleh MERLINA NIM. 11150163000045

Disetujui oleh Dosen Pembimbing

Devi Solehat, S.Pd, M.Pd NIDN. 2031018701

PROGRAM STUDI TADRIS FISIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2021

(3)

ii

LEMBARAN PENGESAHAN SKRIPSI

(4)

iii

LEMBAR PENGESAHAN

(5)

iv

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

(6)

v ABSTRAK

Merlina, 11150163000045, “Identifikasi Miskonsepsi Peserta Didik Menggunakan Metode Tes Diagnostik Five-Tier pada Materi Termodinamika” Skripsi, Program Studi Tadris Fisika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2021.

Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah kesalahan peserta didik dalam mengkonstruksi prakonsepsi yang dimiliki dengan konsep baru yang akan dipelajari sehingga menyebabkan peserta didik mengalami miskonsepsi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi peserta didik pada materi termodinamika dengan menggunakan metode tes diagnostik five-tier.

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Ciseeng pada semester genap tahun ajaran 2020/2021. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas XI MIPA di SMA Negeri 1 Ciseeng yang telah mempelajari materi termodinamika dengan jumlah sampel sebanyak 64 peserta didik dengan pemilihan sampel menggunakan teknik purposive sampling yang jumlahnya ditentukan menggunakan rumus Slovin.

Instrumen penelitian berupa instrumen tes diagnostik five-tier yang disusun berdasarkan kurikulum 2013. Data penelitian diolah berdasarkan kombinasi jawaban peserta didik pada tes diagnostik five-tier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 98,4% peserta didik mengalami miskonsepsi tingkat tinggi pada materi termodinamika, 1,6% peserta didik mengalami miskonsepsi tingkat sedang dan 0% peserta didik mengalami miskonsepsi tingkat rendah. Miskonsepsi yang teridentifikasi sebesar 81,70% pada subkonsep usaha, kalor, energi dalam dan proses termodinamika, 70,30% pada subkonsep hukum I termodinamika dan penerapannya, 87,50% pada subkonsep hukum II termodinamika dan penerapannya dan 92,20% pada subkosep siklus Carnot.

Kata Kunci: Miskonsepsi, Tes Diagnostik Five-Tier, Termodinamika

(7)

vi ABSTRACT

Merlina, 11150163000045, "Identification of Student Misconceptions Using Five-Tier Diagnostic Test Method on Thermodynamic Material" Thesis, Tadris Physics Study Program, Faculty of Tarbiyah and Teaching Sciences, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2021.

The main problem in this research is the mistake of learners in constructing preconceptions that have with new concepts that will be studied causing students to experience misconceptions. This study aims to identify student misconceptions in thermodynamic material using five-tier diagnostic test methods. The research was conducted at SMA Negeri 1 Ciseeng in the even semester of the 2020/2021 school year. The method used in this study is descriptive method. The subject of this study was students of grade XI MIPA at SMA Negeri 1 Ciseeng who had studied thermodynamic material with a sample count of 64 students with sample selection using purposive sampling techniques whose number was determined using slovin formula. Research instruments are five-tier diagnostic test instruments compiled based on the 2013 curriculum. The research data was processed based on a combination of learners' answers to five-tier diagnostic tests. The results showed that 98.4% of students experienced high levels of misconceptions in thermodynamic material, 1.6% of students experienced moderate-level misconceptions and 0% of students experienced low-level misconceptions. Identified misconceptions amounted to 81.70% in business subconceptions, calorifics, energy in and thermodynamic processes, 70.30% in legal subconceptions I thermodynamics and their application, 87.50% in legal subconcept II thermodynamics and their application and 92.20% in carnot cycle subconceptions.

Keywords: Misconceptions, Five-Tier Diagnostic Tests, Thermodynamics

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Alhamdulillah, dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala Tuhan semesta alam yang atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang menjadi salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana S1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat beserta salam semoga selalu terjurah kepada Nabi Muhammad SAW.

Selama proses penyusunan tugas akhir ini, penulis banyak sekali mendapat bantuan, arahan, bimbingan serta do’a dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, Lc., M.A., selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dr. Sururin, M.Ag selaku dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Iwan Permana Suwarna, M.Pd selaku Ketua Program Studi Tadris Fisika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Kinkin Suartini, M.Pd selaku dosen penasihat akademik yang telah memberi arahan kepada penulis selama proses perkuliahan.

5. Ibu Devi Solehat, M.Pd selaku dosen pembimbing yang dengan sabar telah membimbing dan memberika arahan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.

6. Orangtua terkasih yaitu Alm. Bapak, umi, mamah dan bapak yang telah ikhlas dan sabar mendo’akan dan menunggu penulis dalam menyelesaikan studi S1.

7. Suami dan anak-anak tercinta yang selalu mendo’akan dan mendukung penulis dalam menyelesaikan studi S1.

8. Kakak-kakak terkasih yang selalu mendo’akan dan mendukung penulis dalam menyelesaikan studi S1.

9. Keluarga besar SMA Negeri 1 CIseeng yang telah bersedia memberikan izin dan tempat untuk penulis melakukan penelitian.

(9)

viii

10. Teman-teman seperjuangan Tadris Fisika 2015 dan 2016, khususnya sahabat- sahabat Tadris Fisika 2015 kelas B (direct curent) yang telah menjadi bagian penting dari hidup penulis selama berproses di kampus.

11. Serta pihak-pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas semua kebaikan-kebaikan kepada merka, Aamiin.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan tugas akhir ini, baik dalam teknik penulisan maupun bahasa serta kalimat yang digunakan.

Penulis menerima saran serta kritik yang dapat membangun. Penulis berharap tugas akhir ini dapat menjadi manfaat untuk penulis dan orang lain yang membacanya.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jakarta, 2 Juli 2021

Penulis

(10)

ix DAFTAR ISI

LEMBARAN PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Rumusan Masalah ... 4

D. Batasan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN TEORI ... 7

A. Landasan Teori ... 7

1. Konsep, Konsepsi, dan Miskonsepsi ... 7

2. Kajian Tes Diagnostik... 17

(11)

x

3. Kajian Tes Diagnostik Lima Tingkatan ... 20

4. Kajian Materi Termodinamika ... 22

B. Penelitian Relevan ... 30

C. Kerangka Berpikir ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 34

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

B. Metode Penelitian dan Desain Penelitian ... 34

C. Prosedur Penelitian ... 35

D. Subyek Penelitian ... 36

E. Teknik Pengambilan Subyek Penelitian ... 36

F. Teknik Pengumpulan Data ... 38

G. Instrument Penelitian ... 38

H. Validasi Instrumen Penelitian ... 42

1. Validitas Isi ... 42

2. Validitas Konstruksi ... 44

3. Analisis Butir Soal ... 45

I. Teknik Analisis Data ... 47

1. Mengumpulkan Jawaban Peserta Didik dan Mengkategorikannya ... 47

2. Membuat Persentase dari Setiap Kategori ... 48

3. Membuat Persentase Tingkat Miskonsepsi Peserta Didik ... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Hasil Penelitian ... 50

1. Data Persentase Tingkat Miskonsepsi Peserta Didik pada Materi Termodinamika ... 50

(12)

xi

2. Data Persentase Miskonsepsi Peserta Didik pada Subkonsep

Termodinamika ... 51

3. Data Persentase Miskonsepsi Peserta Didik Perbutir Soal ... 53

B. Pembahasan ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 62

A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Kombinasi Jawaban menggunakan Five-Tier ... 21

Tabel 2. 2 Proses Termodinamika... 28

Tabel 3. 1 Kisi-kisi Instrumen Tes Diagnostik Five-Tier ……….40

Tabel 3. 2Nilai minimum CVR... 43

Tabel 3. 3Kategori Hasil Nilai CVI ... 43

Tabel 3. 4 Rekapitulasi Penilaian Instrumen Tes Diagnostik Five-Tier Materi Termodinamika ... 44

Tabel 3. 5Kategori Validitas ... 44

Tabel 3. 6Kriteria Raliabilitas Instrumen ... 45

Tabel 3. 7 Reliabilitas Instrumen Tes Diagnostik Five-Tier Materi Termodinamika ... 46

Tabel 3. 8Taraf Kesukaran ... 46

Tabel 3. 9Daya Pembeda ... 47

Tabel 3. 10Kategori Tingkat Miskonsepsi ... 49

Tabel 4. 1 Kategori Tingkat Miskonsepsi Subkonsep Termodinamika………...52

Tabel 4. 2 Kombinasi Jawaban Tes Diagnostin Five-Tier Kategori Miskonsepsi ... 56

Tabel 4. 3 Persentase Tingkat Pemahaman Konsep ... 57

Tabel 4. 4Miskonsepsi Peserta Didik yang Teridentifikasi Berdasarkan Subkonsep pada Materi Termodinamika ... 59

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1Diagram Faktor Eksternal Pembentuk Miskonsepsi ... 14

Gambar 2. 2Peta Konsep Termodinamika ... 23

Gambar 2. 3Suatu Sistem Termodinamika ... 24

Gambar 2. 4 Siklus Carnot untuk sebuah gas ideal ... 29

Gambar 2. 5 Kerangka Berpikir ... 33

Gambar 3. 1 Bagan Prosedur Penelitian………35

Gambar 3. 2Kerangka Instrumen Tes Diagnostik Five-tier ... 40

Gambar 4. 1 Persentase Pemahaman Peserta Didik pada Materi Termodinamika ………51

Gambar 4. 2 Persentase Miskonsepsi Peserta Didik pada Subkonsep Termodinamika .... 52 Gambar 4. 3 Grafik Persentase Miskonsepsi Perbutir Soal pada Materi Termodinamika 54

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pemetaan Instrumen Tes Diagnostik Five-Tier Termodinamika ... 67 Lampiran 2. Kisi-kisi Two-Tier Pilihan Ganda Termodinamika ... 70 Lampiran 3. Rekapitulasi Penilaian Instrumen Tes Diagnostik Five-Tier Termodinamika119 Lampiran 4. Hasil Penilaian Ahli Instrumen Tes Diagnostik Five-Tier Termodinamika123 Lampiran 5. Rekapitulasi Judgement Ahli Tes Diagnostik Five-Tier Termodinamika .. 132 Lampiran 6. Hasil Judgement Ahli Instrumen Tes Diagnostik Five-Tier Termodinamika137 Lampiran 7. Rekapitulasi Analisis Butir Soal ... 146 Lampiran 8. Kesimpulan Rekapitulasi Analisis Butir Soal ... 147 Lampiran 9. Instrumen Tes Diagnostik Five-Tier Termodinamika ... 149 Lampiran 10. Kombinasi Jawaban Peserta Didik pada Tes Diagnostik Five-Tier Termodinamika ... 165 Lampiran 11. Perhitungan Persentase untuk Setiap Kategori Pemahaman Peserta Didik184 Lampiran 12. Perhitungan Jumlah Sampel ... 187 Lampiran 13. Surat Keterangan Penelitian ... 188 Lampiran 14. Lembar Uji Referensi ... 191

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Fisika adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan alam. Fisika bukan hanya sebuah kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan proses pembelajaran yang memberikan pengalaman secara langsung kepada peserta didik untuk memahami alam sekitar secara ilmiah.1Pelajaran IPA (khususnya yang berkaitan dengan fisika) di sekolah seolah-olah hanya mengisi otak peserta didik dengan berbagai materi ajar yang harus dihafal.2 Pada pelajaran fisika, peserta didik sering kali hanya menghafal rumusnya saja dan tidak dipahami konsepnya, padahal fisika bukan materi untuk dihafal, melainkan memerlukan penalaran dan pemahaman konsep. Dalam fisika, pemahaman konsep yang benar adalah sebagaimana pemahaman konsep para ilmuwan fisika. Kekeliruan konsepsi yang tidak semestinya atau berbeda dengan konsep para ilmuan disebut miskonsepsi.3

Miskonsepsi bisa terjadi karena sebelum mempelajari suatu konsep di sekolah, dalam kehidupan sehari-hari peserta didik telah menjumpai peristiwa- peristiwa yang berkaitan dengan konsep fisika. Dari peristiwa-peristiwa tersebut peserta didik terkadang memiliki pemahaman sendiri mengenai suatu konsep yang belum tentu benar. Sehingga sering terjadi kesalahan dalam memahami suatu konsep fisika. Miskonsepsi yang dialami oleh peserta didik haruslah dipahami dan ditemukan oleh para guru agar dapat membantu peserta didik memperbaiki miskonsepsi yang dialaminya sehingga berhasil secara efektif.4 Apabila

1Reni Eka Zafitri, Syarif Fitriyanto dan Fahmi Yahya, Pengembangan Tes Diagnostik untuk Miskonsepsi pada Materi Usaha dan Energi Berbasis Adobe Flash Kelas XI di MA NW Sumbawa Besar Tahun Ajaran 2017/2018, Jurnal Pendidikan Vol. 2 No. 2, 2018, h.19.

2 Theo Joni Hartanto, Studi Tentang Pemahaman Konsep-Konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangkaraya, Risalah Fisika Vol. 1 No. 1, 2017, h. 9.

3 Muhammad Khairul Yaqin, Sri Handono Budi Prastowo, dan Alex Harijanto, Indentifikasi Pemahaman Konsep Fisika Terhadap Pokok Bahasan Termodinamika pada Siswa SMA, Seminar Nasional Pendidikan Fisika 2017 Vol. 2, 2017, h. 1.

4 Widya Bratha Sheftiyawan, Trapsilo Prihandono, dan Albertus Djoko Lesmono, Indetifikasi Miskonsepsi Siswa Menggunakan Four-Tire Diagnostic Test pada Materi Optik Geometri, Jurnal Pembelajaran Fisika Vol. 7 No. 2, 2018, h. 147.

(17)

miskonsepsi yang dialami peserta didik dibiarkan atau luput dari perhatian guru, maka dapat mempengaruhi hasil belajar peserta didik selanjutnya.5

Kesulitan peserta didik dalam memahami suatu konsep dalam fisika perlu dianalisis untuk mengetahui penyebab kesulitannya sehingga dapat ditentukan pemecahannya.6 Terjadinya miskonsepsi pada peserta didik akan mempengaruhi proses pembelajaran selanjutnya, karena selama pembelajaran peserta didik mengembangkan dan memiliki konsep yang salah.7 Hal ini dapat diketahui melalui penilaian. Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.8 Penilaian terhadap miskonsepsi peserta didik tentunya memerlukan sebuah alat atau isntrumen untuk mengetahui tingkat miskonsepsi pada suatu materi. Usaha untuk mengidentifikasi miskonsepsi harus membedakan antara peserta didik yang miskonsepsi dengan peserta didik yang tidak tahu konsep.9 Penilaian miskonsepsi menggunakan tes diagnostik merupakan salah satu cara untuk mengetahui apakah peserta didik tidak paham konsep atau mengalami miskonsepsi. Dikutip dari kompas.com, kepada media pada Jumat (7/8/2020), Nadiem Makarim menghimbau agar guru perlu melakukan asesmen diagnostik.10 Oleh sebab itu, digunakanlah tes diagnostik miskonsepsi berformat five-tier.

Five-tier diagnostic test (tes diagnostik lima tingkat) merupakan pengembangan dari tes diagnostik pilihan ganda empat tingkat. Tes diagnostikfive-tier terdiri dari lima tingkat, yaitu: soal konseptual dengan satu kunci jawaban dan empat pengecoh, tingkat keyakinan jawaban, empat pilihan

5Ibid., h. 148.

6 Wasis Nailul Maunah,Pengembangan Two-Tier Multiple Choice Diagnostic Test Untuk Menganalisis Kesulitan Belajar Siswa Kelas X Pada Materi Suhu Dan Kalor, Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF), Vol. 03 No. 02, 2014, h. 196.

7 Nita Dwi Handayani, Sri Astutik, dan Albertus Djoko Lesmono, Identifikasi Miskonsepsi Siswa Menggunakan Four-Tier Dianostic Test Pada Materi Termodinamika Di SMA Bondowoso, Jurnal Pembelajaran Fisika Vol. 7 No. 2,2018, h. 190.

8 Permendikbud RI No. 23 Tahun 2016 Tentang Standar Penilaian Pendidikan Pasal 1 Ayat 2 h. 2

9 Widya, Loc. Cit., h. 148.

10 Kurikulum Darurat, 2 Hal ini Jadi Tolak Ukur Penilaian Siswa Selama Pandemi diambil dari https://www.kompas.com/edu/read/2020/08/08/111600371/kurikulum-darurat-2-hal- ini-jadi-tolok-ukur-penilaian-siswa-selama-pandemi?page=all diakses pada 18 September 2020 Pukul 13.44 WIB.

(18)

alasan dan satu alasan terbuka, tingkat keyakinan terhadap kebenaran alasan, dan keyakinan terhadap korelasi jawaban dengan alasan jawaban.11Dengan menggunakan tes diagnostik five tier guru dapat mengetahui keyakinan peserta didik terhadap korelasi jawaban dengan alasan jawaban yang dipilih, dapat mendiagnosis miskonsepsi yang dialami peserta didik secara lebih dalam, dapat menenetukan bagaian materi yang memerlukan penekanan lebih, dapat merencakan pembelajaran yang lebih baik untuk mengurangi miskonsepsi peserta didik.

Berdasarkan data diagnosa hasil ujian nasional tahun 2019 puspendik kemendikbud pada mata pelajaran fisika di Kabupaten Bogor menunjukkan penguasaan peserta didik dalam materi mekanika sebesar 44,14%, gelombang dan optik 41,41%, listrik, magnet, dan fisika modern 46,22%, dan termodinamika 40,19%.12Dari data tersebut terlihat jelas bahwa persentase penguasaan peserta didik pada materi termodinamika paling rendah dibandingkan dengan materi lain dan masih banyak peserta didik yang belum paham atau mengalami miskonsepsi dalam mengerjakan soal termodinamika. Hal ini dikarenakan kreativitas dan imajinasi peserta didik juga sangat terbatas dan pokok bahasan tentatng termodinamika bersifat abstrak atau tidak berbentuk, sehingga membuat pemahaman konsep siswa untuk pokok bahasan termodinamika masih tergolong rendah.13 Dalam penelitian yang dilakukan Dewi Nur Azizah, dkkditemukan kesalahan konsep yang dominan pada peserta didik, antara lain peserta didik mengalami kesulitan dalam memahami prinsip kesetimbangan mekanik (89,3%

peserta didik); peserta didik salah dalam menghubungkan perubahan suhu gas dengan tekanan yang dihasilkan (79,77% peserta didik); serta peserta didik

11 Doni Setiawan, “Pengembangan Asesmen Diagnostik Miskonsepsi Fluida Berformat Five-Tier untik Mengungkap Profil Pemahaman Konsep Siswa”, Tesis pada Program Studi Pendidikan Fisika Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, Semarang, 2020, h. 126.

12 Diagnosa hasil ujian nasional tahun 2019 diambil dari http://118.98.227.96/RaporUN/capaianmateri.aspxdiakses pada 17 Februari 2021 pukul 09.46 WIB.

13 Khairul, Loc. Cit.

(19)

mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal tentang proses isotermal (73,2%

peserta didik).14

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan peneliti, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berkenaan dengan “Identifikasi Miskonsepsi Peserta Didik Menggunakan Tes Diagnostik Five-Tier pada Materi Termodinamika”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Kesalahan peserta didik dalam mempelajari fisika dengan cara menghafal bukan memahami konsep.

2. Belum diketahui tingkat miskonsepsi peserta didik pada materi termodinamika.

3. Guru perlu melakukan tes diagnostik guna memecahkan miskonsepsi yang dialami peserta didik.

4. Peserta didik belum tepat memahami konsep termodinamika yang abstrak sehingga kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan materi termodinamika masih rendah.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dijabarkan menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana persentase tingkat miskonsepsi peserta didik pada materi termodinamika?

2. Subkonsep manakah dari materi termodinamika yang memiliki persentase miskonsepsi paling tinggi?

14Dewi Nur Azizah, Sutopo, dan Siti Zulaikah, Identifikasi Pemahaman Konsep Siswa SMA Pada Materi Termodinamika, Pros. Seminar Pend. IPA Pascasarjana UM Vol. 2, 2017, h.

134.

(20)

3. Apa saja miskonsepsi pada peserta didik yang teridentifikasi pada materi termodinamika?

D. Batasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian ini berdasarkan dari uraian latar belakang dan indentifikasi masalah adalah sebagai berikut:

1. Konsep termodinamika yang akan diidentifikasi miskonsepsi mengacu pada kurikulum 2013 pada aspek kognitif C1, C2, C3, dan C4 berdasarkan taksonomi Bloom.

2. Pedoman pengkategorian hasil tes diagnostic five-tier menggunakan kombinasi jawaban yang dikembangkan oleh Doni Setiawan.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah penelitian maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Mengetahui persentase tingkat miskonsepsi peserta didik pada materi termodinamika.

2. Mengetahui subkonsep pada materi termodinamika yang memiliki persentase miskonsepsi paling tinggi.

3. Mengetahui miskonsepsi pada peserta didik yang teridentifikasi pada materi termodinamika.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi tinjauan manfaat bagi sejumlah subjek dalam ranah pendidikan diantaranya:

1. Bagi guru

Penelitian ini memberikan informasi mengenai miskonsepsi peserta didik pada materi termodinamika sehingga guru dapat menentukan subkonsep apa yang perlu penjelasan lebih mendalam.

(21)

2. Bagi peneliti lainnya

Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk mengungkap miskonsepsi secara spesifik dan dapat dijadikan referensi untuk menerapkan model pembelajaran yang mampu mereduksi miskonsepsi yang dialami oleh peserta didik.

(22)

7 BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori

1. Konsep, Konsepsi, dan Miskonsepsi a. Pengertian Konsep

Konsep secara umum dapat dirumuskan pengertiannya sebagai suatu representasi abstrak dan umum tentang sesuatu.1 Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) konsep merupakan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret.2 Selain itu, konsep adalah cara mengelompokkan dan mengkategorikan secara mental berbagai obyek atau peristiwa yang mirip dalam hal tertentu.3 Kesimpulannya konsep adalah suatu idea atau cara dari sebuah abstraksi yang digunakan untuk mengelompokkan suatu obyek yang sama.

Dalam belajar abstrak, orang mengadakan abstraksi, yaitu dalam obyek objek yang meliputi benda, kejadian dan orang , hanya ditinjau aspek-aspek tertentu saja.

Objek tidak ditinjau dalam semua detail-detailnya. Pada bunga flamboyan, kembang sepatu, bunga anggrek, bunga mawar, dan bunga bunga lainnyaditemukan sejumlah cirri yang terdapat pada semua bunga bunga konkret itu. Yaitu mekar, bertangkai, berwarna, sedap dipandang mata, berputik dan berbenang sari. Semua ciri bersama-sama ditangkap atau dikumpulkan dalam pengertian “bunga”. Maka, pengertian/konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mewakili ciri ciri yang sama.4

Konsep dapat mengalami perubahan disesuaikan dengan fakta atau pengetahuan baru. Kegunaan konsep ialah untuk menjelaskan dan meramalkan.5Konsep dapat dilihat dari segi subyektif dan obyektif. Dari segi subyektif, konsep merupakan suatu kegiatan intelek untuk menangkap sesuatu.

1J. Sudarminta, Epistemologi Dasar Pengantar Filsafat Pengetahuan Cet.9, (Yogyakarta:

Penerbit Kanisius, 2010), h. 87.

2Konsep, diambil dari https://kbbi.web.id/konsep diakses pada 03 Februari 2020 Pukul 15.00

3 Jeanne Ellis Omrod, Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 327.

4WS Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: Gramedia, 1989), h. 57.

5 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 71.

(23)

Sedangkan dari segi obyektif, konsep merupakan sesuatu yang ditangkap oleh kegiatan intelek tersebut. Hasil dari tangkapan akal manusia itulah yang dinamakan konsep.6 Maka dapat dinyatakan bahwa konsep merupakan usaha manusia guna mengembangkan keilmuan.

Klausmeier membagi empat tingkat pencapaian konsep, yaitu:7

1) Tingkat kongkret, apabila seseorang telah mengenal suatu benda yang telah dihadapinya.

2) Tingkat identitas, seseorang akan mengenal suatu obyek sesudah selang suatu waktu, mempunyai orientasi ruang yang berbeda terhadap obyek tersebut atau obyek yang ditentukan melalui suatu cara indera yang berbeda, contohnya mengenal suatu benda dengan cara menyentuh bukan dengan melihatnya.

3) Tingkat klasifikasi, seseorang telah mengenal persamaan dari dua buah contoh yang berbeda dari kelas yang sama.

4) Tingkat formal, seseorang harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep, contohnya seseorang itu dapat memberi nama konsep.

Pemahaman konseptual tentang suatu topik pembelajaran didapatkan ketika peserta didik dapat membentuk banyak hubungan yang logis di antara berbagai konsep dan prinsip spesifik yang terkait dengan topik pembelajaran tersebut.8Seorang peserta didik harus mengetahui aturan-aturan yang relevan dan aturan-aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya agar dapat memecahkan masalah.9Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan.

Hakikat konsep, para ahli psikologi memiliki pandangan yang berbeda tentang apa yang sesungguhnya dipelajari orang ketika mendapatkan suatu konsep baru. Mereka mengemukakan bahwa suatu konsep mungkin saja dipelajari sebagai serangkaian fitur, suatu prototipe, serangkaian ekslempar, atau kombinasi ketiganya.10 Sehingga kajian mengenai konsep sebagai bahan pembelajaran bagi

6 Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 122.

7 Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011), h.

70-71.

8 Omrod, Op. Cit., h. 344.

9Op. Cit., h. 62.

10 Omrod, Op. Cit., h. 327-329.

(24)

peserta didik dipandang sebagai suatu hal yang penting guna dipahami secara utuh dan benar.

b. Pengertian Konsepsi

Konsep diperoleh melalui dua cara yaitu formasi konsep dan asimilasi konsep. Formasi konsep dimulai pada saat awal masa berpikir anak, sedangkan asimilasi konsep terjadi saat peserta didik menemukan fakta baru terkait konsep yang telah ada sebelumnya. Guru harus mampu memfasilitasi peserta didik untuk memiliki pengalaman sendiri terkait konsep yang dipelajari.11Penjelasan tersebut mengantar pada pemahaman awal terkait hubungan konsep dan konsepsi.

Konsep dan Konsepsi merupakan istilah yang berbeda, baik dalam pengertian maupun penggunaannya. Konsep bersifat lebih umum dan dikenal atau diumumkan berdasarkan kesepakatan, sedangkan konsepsi bersifat khusus atau spesifik. Kamus besar bahasa Indonesia konsepsi diartikan sebagai pengertian atau pendapat (paham). Sedangkan menurut salah satu ahli yaitu Malika konsepsi adalah pengertian atau tafsiran seseorang terhadap suatu konsep tertentu dalam kerangka yang sudah ada dalam pikirannya dan setiap konsep baru didapatkan dan diproses dengan konsep-konsep yang telah dimiliki.12 Sehingga dapat diketahui bahwa guna mengaktifkan konsepsi dalam diri peserta didik dibutuhkan fasilitas penyampaian konsep secara tepat.

Pengaktifan konsepsi dalam diri peserta didik dapat dipengaruhi oleh ciri-ciri bahan konsep yang akan disampaikan. Ciri-ciri konsep yakni terdapat atribut konsep yang diartikan sebagai suatu sifat yang membedakan antara konsep satu dengan konsep yang lainnya. Ciri berikutnya terdapat atribut nilai-nilai yaitu adanya keanekaragaman yang terdapat pada suatu atribut, jumlah nilai yang bebeda-beda membuat konsep menjadi bervariasi. Ciri terakhir ialah setiap konsep memiliki jumlah atribut yang berbeda.13 Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa konsep memiliki ragam ciri yang dapat mempengaruhi terbentuknya konsepsi dalam diri peserta didik.

11Ibid., h. 82.

12 Malikha, Analisis Miskonsepsi Siswa Pada Materi Pecahan Ditinjau Dari Kemampuan Matematika, 2018, Jurnal Mathemtics Education, h. 75-81.

13 Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem (Jakarta:

Bumi Aksara, 2011), .h. 162.

(25)

Hal yang dapat dijadikan acuan apakah peserta didik mengetahui suatu konsep untuk mengidentifikasi contoh-contoh konsep yang baru berdasarkan konsepsinya, maka perlu ditetapkan indikatornya. Indikator-indikator tersebut yaitu:14

1.) Bila peserta didik melihat contoh-contoh dia dapat menyebutkan nama konsepnya,

2.) Dapat menyatakan ciri-ciri dari konsep tersebut,

3.) Peserta didik dapat membedakan dan memilih antara contoh-contoh dari yang bukan contoh,

4.) Kemungkinan peserta didik dalam memecahkan masalah yang berkenaan dengan suatu konsep lebih besar.

Indikator tersebut berguna untuk mendapatkan referensi konsepsi dari peserta didik. Konsepsi dalam diri peserta didik dapat hadir dari pengetahuan awal yang dimilikinya. Pengetahuan melibatkan tindakan dari pada penguasaan.

Ketika para peserta didik mengerti sesuatu, mereka dapat menjelaskan konsep- konsep dalam kalimat mereka sendiri, menggunakan informasi dengan tepat dalam konteks baru, membuat analogi baru, dan generalilsasi. Penghafalan dan pembacaan tidak menunjukkan pemahaman.15

c. Pengertian Miskonsepsi

Miskonsepsi adalah kepercayaan yang tidak sesuai dengan penjelasan yang diterima secara umum dan terbukti sahih tentang suatu fenomena atau peristiwa.16Secara harfiah kata miskonsepsi berasal dari kata dasar “konsep”.

Kata konsep dalam berbagai pembahasan dapat dikembangkan menjadi beberapa istilah diantaranya adalah: peta konsep, konsepsi, prakonsepsi, miskonsepsi dan lain-lain.17Konsepsi keilmuan pada umumnya akan lebih

14Ibid., 166.

15 Hamzah B. Uno, Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 172 .

16Omrod, Op. Cit.,h. 338.

17 Kurniatul Faizah, Miskonsepsi dalam Pembelajaran IPA, Jurnal Darussalam: Jurnal Pendidikan, Komunikasi dan Pemikiran Hukum Islam Vol. VIII No. 1, 2016, h. 116.

(26)

berdasar, lebih kompleks, lebih rumit, melibatkan lebih banyak hubungan antar konsep dari pada konsepsi peserta didik.

Jika konsepsi peserta didik adalah sama dengan konsepsi keilmuan yang disederhanakan, maka konsepsi peserta didik tidak dapat dikatakan salah, tetapi jika konsepsi peserta didik bertentangan dengan konsepsi para ilmuan, untuk kondisi yang demikian digunakan istilah “miskonsepsi”

(misconception).18Selaras dengan pernyataan sebelumnya mengenai pengertian miskonsepsi (salah konsep) adalah konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para pakar dalam bidang itu.19

Menurutliteratur yang ada mengenai identifikasi terkait kajian miskonsepsi disimpulkan sebagai berikut:20

1) Miskonsepsi sulit untuk diperbaiki. Namun demikian hal ini menjadi kewajiban seorang guru untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang konsep yang benar.

2) Seringkali “sisa” miskonsepsi terus menerus mengganggu. Soal-soal yang sederhana dapat dikerjakan, tetapi dengan soal yang sedikit lebih sulit miskonsepsi muncul lagi.

3) Seringkali terjadi regresi, yaitu mahasiswa yang sudah pernah mengatasi miskonsepsi, beberapa waktu kemudian mengalami salah konsep lagi.

4) Dengan ceramah yang bagus, miskonsepsi tak dapat dihilangkan atau dihindari.

5) Peserta didik, mahasiswa, guru, dosen, maupun peneliti sering kali mengalami miskonsepsi.

6) Guru dan dosen pada umumnya tidak mengetahui miskonsepsi yang lazim dan tidak menyesuaikan proses pembelajaran dengan miskonsepsi peserta didiknya.

7) Miskonsepsi bisa terjadi pada peserta didik tanpa memandang apakah peserta didik tersebut pandai atau tidak terbukti pada hasil tes miskonsepsi,

18Ibid., h. 117.

19 Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika, (Jakarta:

PT. Grasindo, 2005), h. 4.

20 Kurniyatul, Loc. Cit., h. 119-120.

(27)

peserta didik yang tergolong pandai mendapat skor rata-rata sama dengan peserta didik yang memiliki kemampuan rata-rata.

8) Pada umumnya cara mediasi yang sudah dicobakan mendapatkan hasil yang belum maksimal.

d. Penyebab dan Ciri-ciri Miskonsepsi

Miskonsepsi dapat berasal dari peserta didik sendiri (konsepsi awal sebelum pelajaran, pengalaman, kemampuan dan minat), dari guru yang juga punya salah pengertian, serta dari buku yang digunakan. Secara filosofis, adannya konsep alternatif (miskonsepsi) dapat dijelaskan dengan filsafat konstruktivisme,filsafat ini menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk oleh peserta didik sendiri dalam kontak dengan lingkungan, tantangan dan bahan yanng dihadapi.

Karena mereka sendiri yang mengkonstruksikannya, tidak mustahil sejak awal, sebelum mendapatkaan pelajaran formal tentang bahan tertentu, mereka suudah mengkonstruksi sendiri hal itu karena pengalaman hidupnya.

Pengetahuan awal ini sering kali tidak cocok dengan pengetahuan yang diterima oleh para pakar dan menjadi suatu konsep alternatif baginya. Karena peserta didik sendiri yang membentuk pengetahuan, maka meski diberi bahan atau pelajaran yang sama sekalipun, mereka dapat membangun pengetahuan yang berbeda, tergantung pada situasi dan juga daya konstruksi mereka.

Kontruksi pengetahuan peserta didik tidak hanya dilakukan sendiri tetapi juga dibantu oleh konteks dan lingkungan peserta didik, diantaranya teman- teman di sekitar peserta didik, buku teks, guru dan lainnya. Jika aspek-aspek tersebut memberikan informasi dan pengalaman yang berbeda dengan pengertian ilmiah maka sangat besar kemungkinan terjadinya miskonsepsi pada peserta didik tersebut. Oleh karena itu, aspek-aspek tersebut merupakan penyebab terjadinya miskonsepsi pada peserta didik. Aspek-aspek yang dapat

(28)

menyebabkan terjadinya miskonsepsi adalah pesertadidik itu sendiri, guru, dan metode pembelajaran yang digunakan guru di kelas.21

Penyebab terjadinya miskonsepsi pada peserta didik tidak hanya berasal dari faktor internal (dalam) tetapi juga disebabkan faktor eksternal (luar) peserta didik. Faktor pengalaman yang diperoleh peserta didik merupakan faktor internal yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi, sedangkan faktor eksternal yang menjadi penyebab terjadinya miskonsepsi yaitu dapat berasal dari guru, buku, dan media pembelajaran yang digunakan selama proses pembelajaran.22 Penguraian faktor eksternal miskonsepsi sebagai berikut:

1.) Guru.

Miskosepsi yang dialami seorang guru akan menyebar kepada peserta didik melalui proses pembelajaran, karena guru merupakan sumber informasi pada proses pembelajaran tersebut, sehingga kesalahpahaman konsep yang dimiliki guru akan dimilki juga oleh peserta didik.

2.) Sumber belajar

Buku merupakan sumber belajar yang dimiliki peserta didik. Sulitnya bahasa yang digunakan dalam sebuah buku menyebabkan peserta didik sulit memahami isinya. Hal ini dapat memicu miskonsepsi pada peserta didik.

3.) Metode pembelajran

Tidak tepatnya melilih metode pembelajran akan menyabkan miskonsepsi pada peserta didik. Pada metode yang digunakan pemilihan alat peraga yang tidak sesuai akan mempengaruhi konsep yang dibangun oleh peserta didik, jika konsep yang akan dijelaskan melalui alat peraga tidak tersampaikan dengan baik maka pesrta didik akan mengalami miskonsepsi.

4.) Asosiasi siswa

Miskonsepsi terjadi karena asosiasi siswa dengan istilah istilah sehari-hari sehingga menyebabkan miskonsepsi. Selain itu, konsep awal yang dimiliki oleh siswa pun dapat menyebabkan miskonsepsi.23 Sehingga asosiasi dari konsepsi

21 Koestoer Partowisastro, Dinamika Psikologi Sosial, (Jakarta, Erlangga, 1983), h. 89- 90.

22 Suparno, Op. Cit., h. 54.

23 Omrod, Op. Cit., h. 339.

(29)

awal peserta didik turut mengambil peran dalam terbentuknya pola miskonsepsi dalam diri peserta didik.

Berdasarkan kajian di atas, maka dapat disusun Diagram 2.1 mengenai faktor eksternal dalam terbentuknya miskonsepsi peserta didik yakni:

Gambar 2. 1Diagram Faktor Eksternal Pembentuk Miskonsepsi

Kajian berikutnya mengenai ciri-ciri miskonsepsi yang dapat dialami oleh peserta didik dalam pembelajaran. Suatu konsep dianggap mengalami miskonsepsi apabila memenuhi ciri-ciri sebagai berikut:24

1.) Atribut tidak lengkap, yang menyebabkan gagalnya pendefinisian konsep secara lengkap dan benar.

2.) Gambaran konsep yang salah, bagi seseorang yang memiliki tingkat pemikiran yang masih kongkrit akan menemui banyak hambatan dalam proses generalisasi konsep yang abstrak.

3.) Penerapan konsep yang tidak tepat, akibat dalam perolehan konsep, terjadi deferensiasi yang gagal.

4.) Kegagalan dalam melakukan klarifikasi.

5.) Misinterpretasi terhadap suatu objek abstrak dan proses yang berakibat gambaran yang diberikan tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.

24 Widya, Miskonsepsi Dalam Pembelajran Di Sekolah (Jawa Barat: Kemendikbud LPMP Ja-Bar, 2013), h. 21.

Faktor Eksternal

Guru Sumber

belajar

Merode belajar

Asosiasi

siswa

(30)

e. Cara Mengatasi Miskonsepsi

Kajianyang dilakukan oleh para ahli pendidikan dalam ranah ilmu biologi, fisika, kimia, astronomi telah mengungkapkan bermacam-macam cara yang dibuat untuk membantu siswa dalam memecahkan persoalan miskonsepsi. Secara garis besar langkah yang digunakan untuk meremidiasi miskonsepsi adalah; mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan peserta didik, mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut, dan mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasi miskonsepsi tersebut.25

Kajian lebih lanjut menerangkan mengenai terdapat cara untuk mengatasi miskonsepsi yang dialami peserta didik. Cara yang dapat digunakan tersebut melalui sejumlah langkah sistematis. Adapun langkah-langkah tersebut adalah:26 1) Pendeteksian miskonsepsi sedini mungkin

Sebelum pelajaran di kelas dimulai, sebaiknya guru mengetahui prakonsepsi apakah yang sudah terbentuk dalam pemahaman peserta didik. Baik yang terbentuk dari pengalaman dengan peristiwa-peristiwa terkait yang akan dipelajari. Hal ini dapat diketahui dengan literatur, dari tes diagnostik dan dari pengamatan guru.

2) Merancang penyampaian materi

Setelah langkah pertama dilakukan, kemudian guru dapat merancang pengalaman belajar yang bertolak belakang dari prakonsepsi tersebut. Setelah itu guru dapat membantu peserta didik yang sudah paham menjadi lebih paham serta memperbaiki konsep yang salah yang terdapat pada pemahaman peserta didik.

3) Memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik

Untuk mengatasi terjadinya miskonsepsi adalah dengan jalan usaha guru agar konsep-konsep atau materi yang diajarkan dapat dilihat secara langsung.

Apabila ada yang tidak sesuai dengan teori maka guru harus mengarahkan

25 Suparno, Op. Cit., h. 55.

26 Dwi Anti Prapti Siwi, “Identifikasi Miskonsepsi Siswa kelas VIII pada Konsep Sistem Pencernaan dan Pernafasan”, (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2013), h.

24-25.

(31)

jawaban secara ilmiah. Bila pengalaman belajar tidak mungkin diberikan, dapat digunakan contoh dalam kehidupan sehari-hari.

f. Mendeteksi Miskonsepsi

Menurut kajian ahli telah diketahui sejumlah cara mendeteksi miskonsepsi dalam diri peserta didik. Mendeteksi miskonsepsi yang dialami peserta didik merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Berikut ini merupakan cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi27:

1.) Peta Konsep

Peta konsep mampu menghubungkan antara konsep-konsep serta gagasan pokok yang disusun secara hirarkis. Biasanya miskonsepsi dapat dilihat dalam proposisi yang salah dan tidak adanya hubungan yang lengkap antar konsep.

Konsepsi peserta didik juga dapat diperkirakan dengan peta konsep yang bentuknya tentu saja berbeda dengan tingkat pemahaman masing-masing peserta didik terhadap suatu konsep. Oleh karena itu penelusuran pengetahuan awal (prior knowledge) peserta didik dapat dilakukan dengan bantuan peta konsep.

2.) Tes Esai Tertulis

Dari tes esai tertulis maka dapat diketahui miskonsepsi yang dibawa peserta didik dalam bidang apa. Setelah ditemukan miskonsepsinya, dapatlah beberapa peserta didik diwawancarai untuk lebih mendalami mengapa mereka memiliki gagasan seperti itu. Berdasarkan wawancara tersebut maka akan terlihat darimana miskonsepsi itu dibawa.

3.) Wawancara Diagnosis

Wawancara dapat membantu kita dalam mengenal secara mendalam letak miskonsepsi peserta didik dan mengapa peserta didik sampai pada pemahaman seperti itu. Selanjutnya guru dapat mengarahkan peserta didik sehingga peserta didik menyadari kesalahannya. Bila peserta didik sadar akan miskonsepsinya, maka selanjutnya miskonsepsi tersebut akan lebih mudah dirubah.

4.) Diskusi dalam kelas

27 Suparno, Op. Cit., h. 121-128.

(32)

Didalam kelas peserta didik diminta untuk mengungkapkan gagasan tentang konsep yang sudah atau akan dipelajari. Dari kegiatan diskusi tersebut, peneliti atau guru dapat mendeteksi gagasan atau pola pikir peserta didik yang tepat atau tidak. Cara mendeteksi miskonsepsi peserta didik dengan metode diskusi ini sangat cocok untuk diterapkan pada kelas yang besar.

5.) Praktikum dengan Tanya Jawab

Kegiatan praktikum yang disertai dengan tanya jawab antara guru dengan peserta didik dapat digunakan sebagai alat untuk mendeteksi terjadinya miskonsepsi pada peserta didik atau tidak. Selama praktikum disarankan agar guru selalu bertanya mengenai konsep pada kegiatan praktikum dan memperhatikan bagaimana peserta didik menjelaskan persoalan dalam praktikum tersebut.

Selain menggunakan cara-cara di atas untuk mendeteksi adanya miskonsepsi pada peserta didik,terdapat juga cara berikutnya dengan menggunakan tes diagnostik. Selaras dengan pernyataan tersebut diungkapkan oleh ahli bahwa tes diagnostik dapat digunakan untuk mengetahui kelemahan- kelemahan peserta didik dan hasilnya dapat digunakan untuk melakukan penanganan yang tepat.28

2. Kajian Tes Diagnostik

Secara umum instrumen tes diartikan sebagai alat yang dipergunakan untuk mengukur pengetahuan atau penguasaan obyek ukur terhadap seperangkat konten dan materi tertentu.29 Sehingga terdapat acuan tertentu dalam menetapkan capaian tes diagnostik. Kegunaan tes diagnostik adalah tes

28Arikunto Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 48.

29 Djaali dan Pudji Muljono, Pengykuran dalam Bidang Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 6.

(33)

untukmengetahui kelemahan-kelemahan peserta didik sehingga atas dasar kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan terapi yang tepat.30

Evaluasi diagnostik dilaksanakan untuk mengidentifikasi kesulitan belajar yang dialami peserta didik, menentukan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesulitan belajar, dan menetapkan cara mengatasi kesulitan belajar tersebut.31 Bagi guru tes diagnostik merupakan informasi yang dapat digunakan untuk memperbarui proses pembelajaran, sedangkan bagi peserta didik dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar.32Tes diagnostik yang baik dapat memberikan gambaran akurat mengenai miskonsepsi yang dialami peserta didik berdasarkan informasi kesalahan yang dibuatnya.33

Berdasarkan penguraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan dan kesulitan peserta didik pada konsep tertentu serta mumudahkan guru untuk mengetahui faktor- faktor yang menyebabkan kesulitan belajar dan menetapkan strategi untuk mengatasi kelemahan dan kesulitan tersebut. Tes diagnostik memiliki karakteristik sebagai berikut.34

a. Dirancang untuk mendeteksi kelemahan belajar peserta didik, karena itu format dan respons yang dijaring harus didesain memiliki fungsi diagnostik.

b. Dikembangkan berdasar analisis terhadap sumber-sumber kesalahanyang mungkin menjadi penyebab munculnya masalah peserta didik.

c. Menggunakan soal-soal bentuk constructed response (bentuk uraian atau jawaban singkat), sehingga mampu menangkap informasi secara lengkap.

Dalam kondisi tertentu dapat menggunakan bentuk selected response (misalnya bentuk pilihan ganda), namun harus disertakan penjelasan

30 Ibadullah Malawi dan Endang Sri Maruti, Evaluasi Pendidikan, (Jawa Timur: CV. Ae Media Grafika, 2016), h. 15.

31 Djaali, Op. Cit., h.8.

32 Zaleha,Achmad Samsudin, dan Muhammad Gina Nugraha, Pengembangan Instrumen Tes Diagnostik VCCI Bentuk Four-Tier Test pada Konsep Getaran, Jurnal Pendidikan Fisika dan Keilmuan (JPFK) Vol. 3 No. 1, 2017, h. 37.

33 Ani Rusilowati, Pengembangan Tes Diagnostik sebagai Alat Evaluasi Kesulitan Belajar Siswa, Prosding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika (SNFPF) Ke-6 Vol. 6 No. 1, 2015,h. 3.

34Hairunnisyah Sahidu, dkk, Model E-Assessment & Implikasinya dalam Pembelajaran, (Malang: Literasi Nusantara, 2020), h. 24.

(34)

mengapa peserta didik memilih jawaban tertentu. Dengan demikian, dapat meminimalisir jawaban terkaan dan dapat ditentukan tipe kesalahan atau masalahnya.

d. Disertai rancangan tindak lanjut sesuai dengan kesulitan yang teridentifikasi.

Keempat poin penjabaran di atas merupakan karakteristik dari tes diagnostik yang perlu menjadi bahan perhatian.

Tes diagnostik merupakan tes pilihan ganda yang memiliki beberapa tingkatan. Beberapa bentuk tes diagnostik pilihan ganda di antaranya: tes diagnostik pilihan ganda one-tier (satu tingkatan), tes diagnostik two-tier (dua tingkatan), tes diagnostik three-tier (tiga tingkatan), tes diagnostik four-tier (empat tingkatan), dan tes diagnostik five-tier (lima tingkatan). Hadirnya kelima jenis tes diagnostik tersebut sebagai pertanda terdapatnya perkembangan yang berkelanjutan dalam penanganan miskonsepsi pada peserta didik.

Tes diagnostik pilihan ganda one-tier (satu tingkatan) menyajikan beberapa pilihan jawaban yang harus dipilih peserta didik. Bentuk tes ini merupakan tes pilihan ganda paling sederhana. Tes diagnostik pilihan ganda satu tingkatan tidak dapat membedakan peserta didik yang menjawab benar dengan alasan yang benar dan peserta didik yang menjawab benar dengan alasan yang salah. Kajian lanjutan dari tes diagnostik pilihan ganda satu tingkatan yakni tes diagnostik pilihan ganda dua tingkat.

Tes diagnostik pilihan ganda dua tingkat memberikan pilihan dan jawaban yang harus dipilih peserta didik. Melalui cara ini guru dapat mengetahui peserta didik yang menjawab benar dengan alasan yang benar dan peserta didik yang menjawab benar dengan alasan yang salah. Akan tetapi, guru tidak dapat mengetahui seberapa kuat peserta didik memahami konsep yang diberikan.35Selanjutnya kekurangan tersebut dilengkapi oleh tes diagnostik three-tier.

Tes diagnostik three-tier atau tes diagnostik tiga tingkat telah menambahkan tingkat kepercayaaan peserta didik dalam memilih jawaban. Tes

35 Ani, Op. Cit., h. 4.

(35)

diagnostik three-tier memiliki kelebihan yaitu telah mampu menentukan kesalahan peserta didik karena kurangnya ketidakpemahaman. Namun tes diagnostik three-tier ini juga memiliki kekurangan yaitu tidak diketahuinya tingkat kepercayaan peserta didik dalam memilih jawaban berada pada tingkat pertama (memilih jawaban) atau tingkat kedua (memilih alasan) atau pada keduanya, serta terlalu melebihkan (overestimate) nilai peserta didik.36 Untuk menuntaskan kekurangan yang ditemui diperlukan tes diagnostik dengan empat tingkat.

Tes diagnostik four-tier merupakan pengembangan dari tes diagnostik three-tier. Pengembangan tersebut terdapat pada ditambahkannya tingkat keyakinan peserta didik dalam memilih jawaban maupun alasan. Tingkat pertama merupakan soal pilihan ganda dengan empat pengecoh dan satu kunci jawaban yang harus dipilih peserta didik. Tingkat kedua merupakan tingkat keyakinan peserta didik dalam memilih jawaban. Tingkat ketiga merupakan alasan peserta didik menjawab pertanyaan, berupa tiga pilihan alasan yang telah disediakan dan satu alasan terbuka. Tingkat keempat merupakan tingkat keyakinan peserta didik dalam memilih alasan.37 Kajian lanjutan mengenai pengembangan tes diagnostik pilihan ganda yakni dengan lima tingkat atau dikenal dengan five-tier diagnostic test.

3. Kajian Tes Diagnostik Lima Tingkatan

Five-tier diagnostic test merupakan tes diagnostik lima tingkat yang dikembangkan dari tes diagnostik empat tingkat (four-tier). Tes diagnostik lima tingkat yang pernah dikembangkan yaitu dengan mebambahkan gambar ke dalam tes diagnostik, karena beberapa peserta didik mungkin memiliki kesulitan dalam mewakili pemikiran mereka.38 Peserta didik dalam memilih alasan jawaban terkadang yakin bahwa pernyataan alasan jawaban adalah benar, tetapi

36Kaltaki-Gurel, A Review and Comparison of Diagnostic Instruments to Identify Student’ Misconception in Science, Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education,2015, p. 1001.

37Qisti Fariyani, Ani Rusilowati, dan Sugianto, Pengembangan Four-tier Diagnostic Test untuk Mengungkap Miskonsepsi Fisika Siswa SMA Kelas X, Journal of Innovative Science Education,2015, h. 42.

38Doni, Op. Cit., h. 19.

(36)

tidak yakin terdapat hubungan sebab-akibat antara jawaban dengan alasan jawaban yang dipilih, sehingga apabila diberikan lebih dari satu pernyataan alasan jawaban yang benar, terkadang peserta didik ragu menentukan apakah alasan tersebut memiliki hubungan sebab-akibat (korelasi) terhadap jawaban yang dipilih, sehingga perlu menspesifikasikan keyakinan alasan jawaban menjadi dua, yaitu keyakinan terhadap kebenaran alasan jawaban dengan keyakinan terhadap adanya hubungan sebab-akibat (korelasi) antara jawaban dengan alasan jawaban yang dipilih.

Tes berformat four-tier berdasarkan tinjauan yang telah disampaikan perlu dikembangkan menjadi five-tier dengan menambahkan adanya tier ke lima yaitu berupa keyakinan terhadap adanya korelasi antara jawaban terhadap alasan jawaban yang dipilih.39Dengan menggunakan tes diagnostik five-tier guru dapat mengetahui keyakinan peserta didik terhadap korelasi jawaban dengan alasan jawaban yang dipilih, dapat mendiagnosis miskonsepsi yang dialami peserta didik secara lebih dalam, dapat menenetukan bagian materi yang memerlukan penekanan lebih, dan dapat merencakan pembelajaran yang lebih baik untuk mengurangi miskonsepsi peserta didik.

a. Kombinasi Jawaban Tes Diagnostik Five-tier

Kombinasi jawaban pada tes diagnostik five-tier merupakan acuan dalam menentukan tingkat pemahaman peserta didik pada suatu konsep yang dipelajari, dengan menggunakan kombinasi jawaban pada tes diagnostik five- tier peneliti dapat menentukan peserta didik yang paham konsep, tidak paham konsep dan miskonsepsi. Kombinasi jawaban untuk tes diagnostik five-tier yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2. 1Kombinasi Jawaban menggunakan Five-Tier40

Jawaban

Tingkat

Alasan

Tingkat keyakinan korelasi

Kriteria

keyakinan keyakinan Jawaban

Jawaban alasan dengan alas an

Benar Tinggi Benar tinggi Yakin Paham

39Ibid., h. 20.

40Ibid., h. 200.

(37)

Benar Tinggi Benar tinggi tidak yakin

tidak paham

Benar Rendah Benar rendah Yakin

Benar Rendah Benar rendah tidak yakin

Benar Tinggi Benar rendah Yakin

Benar Tinggi Benar rendah tidak yakin

Benar Rendah Benar tinggi Yakin

Benar Rendah Benar tinggi tidak yakin Benar Rendah Salah rendah tidak yakin Salah Rendah Benar rendah tidak yakin Salah Rendah Salah rendah tidak yakin Benar Tinggi Salah rendah tidak yakin Salah Rendah Benar tinggi tidak yakin Benar Rendah Salah tinggi tidak yakin

Miskonsepsi

Benar Tinggi Salah tinggi Yakin

Benar Tinggi Salah tinggi tidak yakin

Benar Tinggi Salah rendah Yakin

Benar Rendah salah rendah Yakin

Benar Rendah salah tinggi Yakin

Salah Tinggi benar rendah Yakin

Salah Tinggi benar rendah tidak yakin

Salah Tinggi benar tinggi Yakin

Salah Tinggi benar tinggi tidak yakin

Salah Rendah benar tinggi Yakin

Salah Rendah benar rendah Yakin

Salah Tinggi salah rendah Yakin

Salah Tinggi salah rendah tidak yakin

Salah Rendah salah Tinggi Yakin

Salah Rendah salah Tinggi tidak yakin

Salah Rendah salah Rendah Yakin

Salah Tinggi salah Tinggi Yakin

Salah Tinggi salah Tinggi tidak yakin 4. Kajian Materi Termodinamika

Termodinamika sebagai bagian dari cabang ilmu fisika yang sekaligus merupakan salah satu bahan materi pembelajaran fisika bagi peserta didik, merupakan kajianyang memiliki taraf analisa yang mendalam. Termodinamika itu sendiri adalah nama yang diberikan untuk mempelajari proses di mana energi mengalami proses perpindahan dari satu sistem menuju sistem lainnya,

(38)

perpindahan energy tersebut dapat berbentuk sebagai kalor lepas maupun kalor penerimaan dan dapat juga berupa sebagai usaha atau kerja.41

a. Peta Konsep Termodinamika

Gambar 2. 2Peta Konsep Termodinamika42 b. Istilah-Istilah dalam Termodinamika

1) Sistem, Lingkungan dan Batas Sistem

Dalam analisis termodinamika, penting memahami sistem dan lingkungan sebagai satu kesatuan yang saling melengkapi dalam proses termodinamika yang berlangsung secara siklus. Penguraian mengenai keduanya yakni sistem merupakan benda atau keadaan yang menjadi fokus perhatian pengamat, sedangkan lingkungan (environment)adalah benda atau keadaan di luar sistem.43 Sistem dipisahkan dari lingkungan oleh suatu batas sistematau yang lebih

41 Douglas C. Giancoli, Fisika Jilid I Edisi Kelima, (Jakarta: Erlangga, 2001), h. 518.

42Fieska Cahyani dan Yandri Santoso, Fisika 2 Unruk SMA Kelas XI Peminatan Matematika dan Ilmu Alam, (Jawa Barat: Quadra, 2017), h. 134.

43Yohanes Surya, Suhu dan Termodinamika, (Tangerang: PT Kandel, 2009), h. 93.

Termodinamika

Kalor Energi

Hukum

Termodinamika Usaha

5. Energi Dalam 6. Gas Ideal

1. Hukum I Termodinamika 2. Hukum II Termodinamika

 Mesin Kalor

Proses Termodinamika

1. Adiabatik 2. Isolhorik 3. Iaobarik 4. Isotermal mempelajari

Perubahan volume

membahas

membahas

membahas

(39)

dikenal sebagai boundry.44 Berikut disajikan Gambar 2.2 mengenai sistem dalam kajian termodinamika:

Gambar 2. 3Suatu Sistem Termodinamika45 Sistem dalam termodinamika terbagi menjadi tiga macam, yaitu:46 a) Sistem Terbuka

Sistem terbuka ialah sistem yang dimana energi dan massa dapat keluar dan masuk melewati batas sistem. Sebagian besar mesin konversi energi memiliki sistem terbuka. Contohnya pemanas air, turbin, dan kompresor.

b) Sistem Tertutup

Sistem tertutup adalah sistem dimana sejumlah energi dapat keluar dan masuk melewati batas sistem. Namun massa tidak bisa melewati batas sistem.47 Contoh sederhana dari sistem tertutup adalah botol yang tertutup.

c) Sistem Terisolasi

Sistem terisolasi adalah sistem yang tidak ada perpindahan massa dan energi yang menembus batas sistem, contohnya suatu termos yang berisi air panas atau air dingin.

2) Usaha dan Kalor

Usaha dilakukan ketika energi ditransfer dari satu benda ke benda yang lain melalui cara-cara mekanis.48 Kalor merupakan energi dalam yang dipindahkan dari satu benda ke benda lain akibat perbedaan suhu.49

3) Energi Dalam

44 Giancoli, Loc. Cit.

45Fathiah Alatas dan Ai Nurlaela, Termodinamika, (Tangerang: UIN Press, 2015), h. 17.

46Ibid.

47 Ibid, h. 17-19.

48 Giancoli,Loc. Cit.

49Yohanes, Loc. Cit. h. 13.

(40)

Energi dalam sistem dapat didefinisikan sebagai jumlah total semua energi molekul pada sistem. Energi dalam sistem akan naik jika ada usaha, atau jika kalor ditambahkan.50Energi dalam disimbolkan dengan (𝑈), selama terjadi perubahan pada keadaan sistem, energi dalam dapat berubah dari nilai awal (𝑈1) ke nilai akhir (𝑈2). Dapat dituliskan perubahan energi dalam, yaitu51

∆𝑈 = 𝑈2 − 𝑈1 (2.1)

c. Usaha dan Proses Termodinamika

1) Usaha yang Dilakukan selama Perubahan Volume

Persamaan usaha yang dilakukan gas dapat dinyatakan dalam besaran tertentu sekaligus dapat dituliskan menjadi52

𝑊 = 𝑃∆𝑉 (2.2)

Jika tekanan P tetap konstan sementara volume berubah dari 𝑉1 ke 𝑉2, kerja yang dilakukan sistem adalah53

𝑊 = 𝑃 𝑉2 − 𝑉1 (2.3)

2) Proses-Proses Termodinamika

Jika variabel keadaangas dalam ruang tertutup (𝑃, 𝑉, 𝑇) mengalami perubahan, maka dikatakan gas tersebut sedang mengalami proses termodinamika. Beberapa proses termodinamika yang akan dijelaskan antaranya adalah: proses isobarik, proses isokhorik, proses isotermal, serta proses adiabatik.

a) Proses Isobarik

Proses isobarik adalah proses perubahan keadaan sistem dengan tekanan konstan. Persamaan keadaan proses isobarik (𝑃 tetap) adalah

𝑉2 𝑇2 =𝑉1

𝑇1 atau 𝑉

𝑇 = 𝑘 (3.4)

Sedangkan rumus usahanya adalah

𝑊 = 𝑃∆𝑉 = 𝑃 𝑉2 − 𝑉1 (3.5)

50 Giancoli, Op. Cit., h. 519.

51 Hugh D. Young, Roger A. Freedman, Fisika Universitas Jilid I Edisi Kesepuluh, (Jakarta: Erlangga, 2002), h. 629.

52 Giancoli, Op. Cit., h. 522.

53 Young, Op. Cit., h. 635.

(41)

b) Proses Isokhorik

Proses isokhorik adalah proses perubahan keadaan sistem (gas) dengan volume konstan.54 Persamaan keadaan untuk proses isokhorik adalah

𝑃2 𝑇2 =𝑃1

𝑇1 atau 𝑃

𝑇 = 𝑘 (3.6)

Karena volume gas tidak berubah (∆𝑉 = 0), maka usaha yang dilakukan oleh gas sama dengan nol.

𝑊 = 𝑃∆𝑉 = 𝑃 × 0 = 0 (3.7)

c) Proses Isotermal

Proses isotermal adalah proses yang berlangsung pada suhu konstan.55 Persamaan untuk proses isotermal adalah

𝑃2𝑉2 = 𝑃1𝑉1 atau 𝑃𝑉 = 𝑘 (3.8) d) Proses Adiabatik

Proses adiabatik adalah proses perubahan keadaan sistem dimana tidak ada kalor yang dibiarkan mengalir ke dalam atau keluar sistem (𝑄 = 0).56

d. Hukum I Termodinamika

Hukum I termodinamika merupakan pernyataan lain dari hukum kekekalan energi.57 Hukum I termodinamika menyatakan bahwa untuk setiap proses jika kalor (𝑄) diberikan kepada sistem dan sistem melakukan usaha (𝑊), maka sistem akan mengalami perubahan energi dalam (∆𝑈). Secara matematis hukum I termodinamika dituliskan sebagai berikut58

∆𝑈 = 𝑄 − 𝑊 atau 𝑄 = ∆𝑈 − 𝑊 (3.9)

e. Penerapan Hukum I Termodinamika

Proses-proses gas ideal terdapat empat proses secara holistik, keempat proses tersebut dijabarkan sebagai berikut:

54 Giancoli, Op. Cit., h. 522.

55 Young, Op. Cit., h. 539.

56 Giancoli, Loc. Cit.

57 Giancoli, Op. Cit., h. 519.

58 Young, Op. Cit., h. 534.

Gambar

Gambar 2. 1Diagram Faktor Eksternal Pembentuk Miskonsepsi
Tabel 2. 1Kombinasi Jawaban menggunakan Five-Tier 40
Gambar 2. 2Peta Konsep Termodinamika 42 b.  Istilah-Istilah dalam Termodinamika
Gambar 2. 3Suatu Sistem Termodinamika 45 Sistem dalam termodinamika terbagi menjadi tiga macam, yaitu: 46 a)  Sistem Terbuka
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peserta didik mengalami miskonsepsi pada seluruh konsep pada pokok bahasan kesetimbangan kimia dengan persentase yang berbeda-bedapada yaitu

Menurut Rohmawati dan Suyono (2012) salah satu konsep penting yang diajarkan dalam pelajaran kimia adalah asam dan basa. Konsep asam dan basa ini mempelajari tentang

Data hasil tes diagnostik miskonsepsi dengan menggunakan soal pilihan ganda empat tingkat (Four-Tier Diagnostic Test) dikelompokkan dan dihitung jumlah siswa yang

Kriteria penilaian miskonsepsi dibagi menjadi 3 yaitu miskonsepsi (jawaban salah, tidak mampu menjelaskan proses penyelesaian soal dan yakin), miskonsepsi (false positive)

Tabel 5 menunjukkan bahwa pemahaman siswa kelas XI di SMA Negeri 8 Semarang pada materi gerak melingkar beraturan masih perlu ditingkatkan karena persentase tertinggi

Instrumen Density Survey (DS) merupakan instrumen berupa pilhan ganda disertai alasan untuk mengetahui pemahaman konsep pada siswa SMP dan SMA pada konsep massa jenis. Cara

Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan, salah satu penyebab miskonsepsi yang terjadi dalam mata kuliah Matematika Kimia adalah belum optimalnya proses pembelajaran yang

Jawaban siswa serta alasan yang mereka pilih pada nomor satu menunjukkan bahwa banyak siswa yang mengalami miskonsepsi pada materi cahaya Pada soal nomor 2 membahas tentang