PENGEMBANGAN TES DIAGNOSTIK TWO-TIER SEBAGAI
INSTRUMEN ALTERNATIF UNTUK MENDETEKSI MISKONSEPSI
SISWA SMA PADA MATERI LAJU REAKSI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Pendidikan Kimia
Oleh:
Nur Komala Eka Sari
0900181
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
PENGEMBANGAN TES DIAGNOSTIK TWO-TIER SEBAGAI
INSTRUMEN ALTERNATIF UNTUK MENDETEKSI MISKONSEPSI
SISWA SMA PADA MATERI LAJU REAKSI
Oleh
Nur Komala Eka Sari
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Nur Komala Eka Sari 2013
Universitas Pendidikan Indonesia
September 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,
NUR KOMALA EKA SARI
PENGEMBANGAN TES DIAGNOSTIK TWO-TIER SEBAGAI INSTRUMEN
ALTERNATIF UNTUK MENDETEKSI MISKONSEPSI SISWA SMA PADA
MATERI LAJU REAKSI
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH
PEMBIMBING:
Pembimbing I
Dr.Hernani, M.Si.
NIP: 196711091991012001
Pembimbing II
Dr. Nahadi, M.Pd., M.Si.
NIP: 197102041997021002
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Kimia
Dr.rer.nat.H.Ahmad Mudzakir, M.Si.
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Pengembangan Tes Diagnostik Two-tier sebagai Instrumen Alternatif untuk Mendeteksi Miskonsepsi Siswa SMA Pada Materi Laju Reaksi”. Penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan instrumen diagnostik
two-tier yang dapat mendeteksi miskonsepsi siswa SMA kelas XI pada materi laju
reaksi. Tes two-tier dikembangkan melalui beberapa tahapan, diantaranya tes
essay, wawancara dan tes pilihan ganda beralasan bebas. Soal two-tier yang
ABSTRACT
This study is conducted to produce two-tier diagnostic instrument which is able to detect misconception in reaction rate concept among 11th grade highschool students. This instrument is developed in three steps, which are essay test, student interview and multiple choice problem as first tier and additional option for student as second tier. 56 questions as diagnostic instrument had been succesfully developed. Descriptive method is used to achieve complete description of the
problems and student’s misconceptions in reaction rate concept. Based on
reliability test using KR20 and validity analysis using CVR (Content Validity Ratio), 21 questions are passed as valid test instrument with reliability score of
0,725. Misconceptions are detected based from student’s answers at provided two -tier 21 questions. Detected and analyzed misconceptions including definition of reaction rate, reaction rate oerder, collision theory and factors affecting reaction rate. Detected misconceptions can be used as reference material for teachers to identify and remediate related misconceptions.
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah ... 6
D. Tujuan Penelitian ... 6
E. Manfaat Penelitian ... 7
F. Struktur Organisasi Skripsi ... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9
A. Tes Diagnostik ... 9
B. Pengembangan Tes Diagnostik Two-Tier ... 10
C. Validitas ... 12
D. Reliabilitas ... 14
E. Konsep ... 15
F. Miskonsepsi ... 15
G. Miskonsepsi pada Materi laju Reaksi ... 21
H. Deskripsi Materi Laju Reaksi ... 26
BAB III METODE PENELITIAN ... 33
A. Lokasi dan Objek Penelitian ... 33
B. Desain Penelitian ... 33
C. Metode Penelitian ... 34
D. Definisi Operasional ... 35
E. Instrumen Penelitian ... 35
F. Proses Pengembangan Instrumen ... 36
G. Teknik Pengumpulan Data ... 39
H. Analisis Data ... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45 A. Kontribusi Hasil Tes Essay terhadap Pengembangan Soal Two-Tier
Lapis Pertama ...
Halaman B. Kontribusi Hasil Tes Pilihan Ganda Beralasan Bebas terhadap
Pengembangan Soal Two-Tier Lapis Kedua ...
70
C. Validitas dan Reliabilitas Butir Soal ... 105
D. Miskonsepsi Siswa pada Materi Laju Reaksi ... 113
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 156
A. Kesimpulan ... 156
B. Saran ... 157
DAFTAR PUSTAKA ... 158
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 162
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan untuk
memudahkan terjadinya proses belajar. Setelah pembelajaran dilakukan, guru
perlu mengetahui efektivitas dan efisiensi dari semua komponen yang ada dalam
proses pembelajaran. Untuk dapat mengetahui hal tersebut tentunya guru harus
melakukan evaluasi pembelajaran. Menurut Tayler (Arikunto, 2009), evaluasi
adalah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa,
dan bagian mana dari tujuan pendidikan yang sudah tercapai.
Dengan hasil evaluasi yang diperoleh, guru akan dapat mengetahui
siswa-siswa yang sudah dapat melanjutkan pelajarannya karena sudah berhasil
menguasai bahan, maupun mengetahui siswa-siswa yang belum berhasil
menguasai bahan pelajaran. Hasil evaluasi tersebut dapat menjadi petunjuk guru
untuk lebih memfokuskan perhatiannya kepada siswa yang belum menguasai
bahan.
Selain itu, hasil evaluasi juga dapat memberikan umpan balik kepada guru
mengenai ketepatan penggunaan metode pembelajaran. Jika sebagian besar siswa
memperoleh hasil yang kurang memuaskan, mungkin hal ini disebabkan oleh
penggunaan metode pembelajaran yang kurang tepat.
Berdasarkan uraian di atas, evaluasi pembelajaran sangat penting untuk
dikembangkan dalam dunia pendidikan. Pengembangan alat evaluasi tidak hanya
terbatas pada alat evaluasi yang dapat mengukur hasil belajar siswa saja. Saat ini
alat evaluasi pembelajaran yang sedang banyak dikembangkan di luar negeri yaitu
di Turki dan Singapura, berupa alat untuk mengetahui kesulitan belajar siswa.
Salah satu kesulitan belajar yang dialami siswa, diantaranya ketika siswa
mengalami miskonsepsi.
Miskonsepsi (Hammer, 1996) merupakan pemahaman konsep yang terdapat
di dalam pikiran siswa yang bertentangan dengan konsep ilmiah, yang
boleh diabaikan begitu saja. Menurut Hammer (1996) remediasi terhadap
miskonsepsi tersebut harus segera dilakukan agar miskonsepsi yang terdapat pada
siswa tidak menyebar kepada siswa lainnya. Kemungkinan miskonsepsi untuk
menyebar kepada siswa lainnya terdapat pada kegiatan diskusi. Selain itu
miskonsepsi dapat semakin menyebar seperti efek yang beruntun, jika siswa
kurang menguasai konsep dasar. Konsep dasar tersebut merupakan konsep yang
menjadi prasyarat untuk dapat mempelajari konsep kimia lainnya karena terdapat
hierarki konsep dalam kimia. Jika terdapat miskonsepsi pada konsep dasar, maka
miskonsepsi itu akan menghambat dalam proses pembelajaran kimia mengenai
konsep yang relevan.
Miskonsepsi dapat terjadi jika pemahaman konsep kimia siswa tidak utuh.
Untuk mendapatkan pemahaman utuh maka diperlukan tiga level representasi,
yaitu representasi makroskopik, submikroskopik dan simbolik. Salah satu alasan
kesulitan siswa dalam memahami materi kimia yaitu dalam menggunakan
berbagai tingkat representasi dalam kimia untuk menggambarkan dan
menjelaskan fenomena kimia yang berkaitan dengan pengalaman sehari-hari
(Krajcik et al., 2001). Tiga representasi yang relevan dengan pemahaman
konsep-konsep kimia adalah: (1) representasi makroskopik yang menggambarkan
sebagian besar fenomena yang nyata dan terlihat dalam pengalaman sehari-hari
siswa ketika mengamati perubahan sifat materi (misalnya perubahan warna, pH
larutan, pembentukan gas dan endapan dalam reaksi kimia), (2) representasi
submikroskopik yang memberikan penjelasan pada tingkat partikel, materi
digambarkan terdiri atas atom, molekul, dan ion, serta (3) simbolik yaitu
representasi yang melibatkan penggunaan simbol, rumus dan persamaan kimia,
serta gambar struktur molekul, diagram, model dan animasi komputer untuk
melambangkan materi.
Ketidakutuhan pemahaman konsep siswa berkaitan dengan adanya konsepsi
awal saat siswa memulai proses pembelajaran. Siswa hadir di kelas umumnya
tidak dengan kepala kosong, melainkan mereka membawa sejumlah
pengalaman-pengalaman atau ide-ide yang dibentuk sebelumnya ketika mereka berinteraksi
3
mengalami konflik ketika mendapat informasi baru yang berlawanan dengan
konsep yang telah ada sebelumnya pada siswa, hingga pada akhirnya siswa
mempunyai konsep yang tidak ilmiah. Konsep yang telah cukup lama resisten di
dalam pikiran siswa, tidak akan mudah untuk digantikan dengan konsep yang
baru, sekalipun konsep yang baru diterima siswa tersebut adalah konsep yang
benar. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Duit dan Treagust dalam Tuysuz
(2009) yang menyatakan bahwa siswa akan puas dengan konsepsi mereka sendiri,
sehingga mereka kurang tertarik untuk merespon informasi baru.
Miskonsepsi yang terjadi pada siswa bukan hanya bersumber dari konsepsi
awal siswa saja, melainkan juga dapat bersumber dari guru. Guru dapat
memberikan miskonsepsi baru jika guru kurang hati-hati dalam menggunakan
analogi atau pemodelan dalam proses pembelajarannya. Menurut Brown dan
Clement (1989), analogi dapat membangun miskonsepsi baru pada siswa. Pada
dasarnya, analogi dan pemodelan sering digunakan untuk alasan penyederhanaan
konsep, terutama konsep yang abstrak. Dincer (2011) menyatakan bahwa analogi
digunakan untuk menghambat proses terjadinya miskonsepsi. Namun, jika siswa
kurang dapat menerima konsep yang diberikan oleh guru dengan menggunakan
analogi, maka miskonsepsi justru dapat terjadi. Jika miskonsepsi ini tidak segera
ditindaklanjuti, maka akibatnya proses pembelajaran selanjutnya akan berjalan
kurang efektif. Guru harus peka terhadap miskonsepsi yang terjadi pada siswa
agar guru dapat merancang proses pembelajaran yang efektif untuk mengatasi
miskonsepsi tersebut. Dengan demikian, miskonsepsi siswa harus diidentifikasi
sehingga tindakan dapat diambil untuk membantu siswa menggantinya dengan
konsep yang lebih ilmiah (Taber dalam Tuysuz, 2009).
Salah satu cara untuk mendeteksi miskonsepsi adalah dengan menggunakan
instrumen tes diagnostik yang diberikan kepada siswa setelah proses pembelajaran
dilakukan. Pada saat siswa telah selesai melakukan proses pembelajaran, di dalam
pikiran siswa telah terkonstruk konsep yang diberikan guru selama proses
pembelajaran berlangsung. Prinsip dasar dari tes diagnostik yaitu guru harus
ingin memahami pemikiran siswa tentang konsep-konsep ilmu pengetahuan yang
telah guru ajarkan (Treagust, 2002).
Pendeteksian miskonsepsi merupakan proses diagnosa. Proses tersebut telah
dilakukan dalam pembelajaran, salah satunya dalam pembelajaran kimia. Metode
yang digunakan untuk menentukan pemahaman siswa tentang konsep-konsep
diantaranya, peta konsep (Novak dalam Tuysuz, 2009), wawancara (Carr dalam
Tuysuz, 2009) dan tes diagnostik pilihan ganda two-tier (Treagust dalam Tuysuz,
2009).
Tes diagnostik two-tier terdiri atas dua tingkat. Tingkat pertama dari setiap
item terdiri atas pertanyaan dengan dua-lima pilihan jawaban sedangkan tingkat
kedua dari setiap item berisi tiga-lima alasan untuk jawaban bagian pertama. Jika
pada setiap tingkat terdiri dari lima jawaban, maka dari kelima jawaban tersebut
terdapat satu jawaban benar dan empat distraktor. Distraktor berasal dari alternatif
penjelasan siswa yang dikumpulkan dari wawancara dan soal essay terbuka.
Dalam pengajuan prosedur penilaian yang berbeda untuk menyelidiki pemahaman
konsep ilmiah siswa, Simpson dan Arnold dalam Tuysuz (2009)
merekomendasikan bahwa informasi yang terkait dengan informasi yang salah
dan dianggap benar oleh siswa harus dimasukkan ke dalam tes sebagai distraktor.
Tes diagnostik dengan pertanyaan two-tier memiliki dua manfaat daripada
pertanyaan konvensional one-tier. Pertama, penurunan kesalahan pengukuran.
Pada pertanyaan one-tier dengan lima pilihan jawaban yang mungkin, terdapat
kemungkinan 20% menebak jawabannya dengan benar. Pertanyaan two-tier
dianggap benar jika kedua tingkatan dijawab dengan benar. Akibatnya, siswa
dalam menanggapi pertanyaan dengan lima pilihan jawaban pada tingkat pertama
dan lima pilihan jawaban pada tingkat kedua hanya memiliki 4% kesempatan
untuk menebak secara acak dengan benar. Kedua, pada tingkat pertama siswa
harus menjelaskan konsep yang berhubungan dengan pertanyaan, sedangkan di
tingkat kedua, siswa harus memberikan penjelasan tentang konsep yang telah
dipilihnya pada tingkat pertama.
Penelitian yang berkaitan dengan pengembangan tes diagnostik pada
5
(Peterson et al., dalam Tuysuz, 2009.), ikatan kimia (Treagust dan Tan, 1999),
kesetimbangan kimia (Treagust dan Tyson, 1999), dan analisis kualitatif
anorganik (Tan et al., 2002). Namun di Indonesia penelitian tentang
pengembangan tes diagnostik sebagai alat untuk mendeteksi miskonsepsi siswa
jumlahnya masih terbatas pada beberapa materi pokok, termokimia
(Rosalyn,2012), larutan penyangga (Marsita et.al, 2010) dan struktur atom
(Rachmati, 2012). Hal tersebut menunjukkan minimnya perhatian masyarakat
Indonesia mengenai penelitian yang berkaitan dengan tes diagnostik.
Salah satu materi yang potensial untuk terjadinya miskonsepsi adalah materi
laju reaksi, karena laju reaksi termasuk ke dalam materi yang abstrak. Hal tersebut
dapat menjadi peluang terjadinya miskonsepsi pada siswa. Materi laju reaksi juga
berhubungan dengan reaksi kimia yang mereka pelajari pada bab kesetimbangan
kimia. Jika pemahaman siswa tidak utuh pada materi laju reaksi, maka akan
mengakibatkan pemahaman pada materi kesetimbangan kimia tidak utuh. Oleh
karena itu, penelitian dalam rangka mengembangkan tes diagnostik two-tier untuk
mendeteksi miskonsepsi siswa pada materi laju reaksi perlu untuk dilakukan.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti
dapat mengidentifikasi permasalahan, diantaranya
1. Miskonsepsi yang terjadi pada materi laju reaksi harus dapat dideteksi agar
guru dapat segera meremediasi miskonsepsi tersebut.
2. Alat untuk dapat mendeteksi miskonsepsi dapat digunakan dengan praktis
baik dari segi waktu, biaya dan proses analisis.
Adapun rumusan masalah umum dalam penelitian ini adalah “Bagaimana
hasil pengembangan tes diagnostik two-tier untuk mendeteksi miskonsepsi pada
materi laju reaksi?”
Rumusan Masalah Khusus :
1. Bagaimana konstribusi hasil tes essay terhadap pengembangan instrumen
2. Bagaimana kontribusi hasil tes pilihan ganda beralasan bebas terhadap
pengembangan instrumen tes two-tier pada lapis kedua?
3. Apakah tes diagnostik two-tier yang dikembangkan memenuhi kriteria
yang benar dilihat dari validitas dan reliabilitas?
4. Bagaimana perbandingan jenis miskonsepsi yang terdeteksi oleh instrumen
tes diagnostik yang dikembangkan dibandingkan dengan miskonsepsi hasil
telaah jurnal?
C. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan di atas, agar penelitian lebih terarah maka
dalam penelitian ini dibatasi, yaitu:
1. Tes diagnostik two-tier yang dihasilkan berupa tes diagnostik two-tier
pilihan ganda.
2. Validitas yang digunakan yaitu validitas isi dengan metode CVR (Content
Validity Ratio)
3. Reliabilitas yang digunakan yaitu koefisien konsistensi internal dengan
KR20 (Kuder-Richardson)
D. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan instrumen tes
diagnostik two-tier untuk mendeteksi miskonsepsi siswa SMA pada materi laju
reaksi dan menguji kelayakan instrumen ditinjau dari parameter-parameter
pengembangan instrumen hasil belajar, yaitu validitas dan reliabilitas. Adapun
secara khusus penelitian ini juga bertujuan untuk:
1. Menentukan apakah tes diagnostik two-tier yang dikembangkan telah
memenuhi kriteria yang baik dilihat dari validitas dan reliabilitas.
2. Membandingkan jenis miskonsepsi yang dapat terdeteksi menggunakan
instrumen tes diagnostik two-tier yang dikembangkan dibandingkan
7
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh berdasarkan temuan penelitian sebagai
berikut:
a. Bagi guru, tes diagnostik two-tier dapat dijadikan sebagai instrumen untuk
mendeteksi miskonsepsi. Hasil dari tes diagnostik tersebut dapat dijadikan
bahan pertimbangan guru dalam merancang pembelajaran yang efektif
untuk mengatasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa.
b. Bagi peneliti lain, hasil dari tes diagnostik dapat dijadikan bahan informasi
untuk kepentingan penelitian selanjutnya.
F. Struktur Organisasi Skripsi
Urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab dalam skripsi dikemas dalam
struktur organisasi skripsi sebagai berikut,
Bab I berisi pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang
penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, pembatasan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi.
Latar belakang penelitian berfungsi untuk menjelaskan alasan mengapa
masalah itu diteliti, pentingnya masalah itu diteliti dan pendekatan untuk
mengatasi masalah tersebut baik dari sisi teoritis maupun praktis. Identifikasi
dan perumusan masalah dinyatakan dalam bentuk kalimat tanya.
Pembatasan masalah untuk membatasi ruang lingkup penelitian. Tujuan
penelitian menyajikan tentang hasil yang ingin dicapai setelah penelitian
selesai dilakukan. Manfaat penelitian bisa dilihat dari segi kebijakan. Struktur
organisasi berisi tentang urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab
dalam skripsi.
Bab II berisi kajian pustaka. Kajian pustaka mempunyai peran
sangat penting. Kajian pustaka berfungsi sebagai landasan teoritik dalam
menyusun rumusan masalah dan tujuan penelitian. Kajian pustaka yang
dibahas pada skripsi ini yaitu tentang tes diagnostik, pengembangan tes
diagnostik two-tier, validitas, reliabilitas, miskonsepsi pada materi laju reaksi
Bab III berisi penjelasan yang rinci mengenai metode penelitian.
Komponen dari metode penelitian terdiri dari lokasi dan objek penelitian,
desain penelitian beserta justifikasi penggunaan desain penelitian, metode
penelitian berikut dengan justifikasi penggunaan metode penelitian,
definisi operasional , instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen
penelitian, teknik pengumpulan data, serta analisis data penelitian.
Bab IV berisi hasil penelitian dari pengolahan atau analisis data tes
essay, tes pilihan ganda beralasan bebas, tes two-tier beserta hasil validitas
dan reliabilitas untuk menghasilkan temuan berkaitan tentang masalah
penelitian, serta pembahasan yang dikaitkan dengan kajian pustaka.
Bab V berisi tentang kesimpulan dan saran yang menyajikan tentang
penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian.
Penulisan kesimpulan untuk skripsi berupa uraian padat hasil penelitian
tetapi tidak mencantumkan data statistik. Saran dapat ditujukan kepada
para pembuat kebijakan, praktisi pendidikan, ataupun kepada peneliti
berikutnya.
Daftar pustaka memuat semua sumber yang digunakan dalam
penulisan skripsi. Lampiran berisi semua dokumen yang digunakan dalam
penelitian. Setiap lampiran diberikan nomor urut sesuai dengan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Objek Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada salah satu SMA Negeri di kota Cimahi. Objek
penelitian berupa instrumen tes diagnostik yang dikembangkan. Objek ini diuji
validitasnya dengan menggunakan metode CVR dan diuji reliabilitasnya
berdasarkan perhitungan KR20. Miskonsepsi dapat terdeteksi oleh objek penelitian
dengan cara menganalisis jawaban siswa kelas XI yang telah mempelajari materi
laju reaksi.
B. Desain Penelitian
Setyosari (2012) menjelaskan bahwa desain penelitian atau rancangan
penelitian pada dasarnya adalah rencana penelitian yang disusun agar kita
memperoleh jawaban atas permasalahan-permasalahan pada penelitian. Desain
penelitian perlu dibuat untuk menjadikan peneliti mampu menjawab permasalahan
penelitian dengan valid, objektif, tepat dan efisien. Dengan kata lain, desain
penelitian adalah langkah-langkah yang ditempuh peneliti mulai dari perencanaan
sampai dengan proses penelitian yang dilakukan pada waktu tertentu.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif. Hasil yang
didapatkan dari penelitian akan disajikan dalam kata-kata atau frase. Menurut
Riduwan (2003), jenis permasalahan dalam penelitian terbagi menjadi tiga, yaitu
permasalahan yang bersifat deskriptif, komparatif dan assosiatif.
Berdasarkan klasifikasi tingkat permasalahan di atas, penelitian ini bersifat
deskriptif, yaitu menggambarkan hanya satu variabel saja. Dalam hal ini, variabel
yang dimaksud adalah miskonsepsi siswa yang terjadi pada materi laju reaksi.
Desain penelitian atau rancangan penelitian disajikan dalam bentuk alur
penelitian. Alur penelitian merupakan alur yang berisi tahap-tahap kegiatan yang
akan peneliti lakukan dalam melaksanakan penelitian. Alur penelitian tersebut
Gambar 3.1. Alur Penelitian
C. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif
ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang Kesimpulan
Judgement two-tier test
Revisi
two-tier test
Studi kepustakaan tentang tes diagnostik,
two-tier, miskonsepsi, pemahaman konsep, serta
laju reaksi
Penyusunan tes pilihan ganda beralasan bebas berdasarkan hasil tes essay
Penyusunan draf awal two-tier test
Judgement tes pilihan ganda beralasan bebas
Pelaksanaan tes pilihan ganda beralasan bebas
Revisi
Penyusunan instrumen tes tertulis tahap pertama (essay) dan pedoman tes lisan
Revisi Judgement
Pelaksanaan tes lisan Pelaksanaan tes essay
Uji validitas dan reliabilitas
Analisis data Revisi
Pelaksanaan two-tier test
35
ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia. Penelitian
deskriptif tidak memberikan perlakuan, manipulasi atau pengubahan pada
variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan kondisi apa adanya (Sukmadinata,
2005).
Pada penelitian ini, peneliti menggambarkan kondisi apa adanya dalam
menjelaskan temuan yang diperoleh selama penelitian. Peneliti akan
mendeskripsikan hasil dari setiap tahap pengembangan tes diagnostik two-tier,
yang terdiri dari tes essay, tes lisan, tes pilihan ganda beralasan bebas, serta tes
diagnostik two-tier. Pembahasan akan lebih ditekankan pada nilai validitas,
reliabilitas serta miskonsepsi yang diperoleh pada materi laju reaksi.
D. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi salah penafsiran terhadap istilah yang digunakan dalam
penelitian, maka istilah-istilah yang digunakan dijelaskan sebagai berikut:
a. Tes Diagnostik Two-tier
Tes diagnostik two-tier merupakan tes yang dirancang secara khusus untuk
mengidentifikasi konsepsi alternatif atau miskonsepsi yang terdiri dari pilihan
ganda bertingkat. (Treagust, 2002).
Tes diagnostik yang dikembangkan terdiri dari dua bagian. Bagian
pertama bagian pertama dari setiap item terdiri dari konten pertanyaan yang
berkaitan dengan materi laju reaksi dengan lima pilihan jawaban. Bagian
kedua dari setiap item berisi lima kemungkinan alasan untuk jawaban dari
bagian pertama.
b. Miskonsepsi
Miskonsepsi digambarkan sebagai pemahaman konsep yang terdapat dalam
pikiran siswa yang bertentangan dengan konsep ilmiah (Hammer, 1996).
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pedoman tes lisan, tes
tertulis yang terdiri dari tes essay dan tes pilihan ganda dengan alasan bebas, serta
Instrumen tes essay ini dilakukan untuk mengetahui miskonsepsi siswa mengenai materi laju reaksi. Data dari tes essay ini dijadikan pilihan pada
tes pilihan ganda beralasan bebas dan melengkapi pilihan jawaban pada
tingkat kedua soal two-tier. Instrumen ini digunakan untuk menjawab
rumusan masalah pertama mengenai kontribusi tes essay pada
pengembangan soal two-tier.
Pedoman tes lisan dilakukan untuk melengkapi jawaban hasil tes essay. Data hasil tes lisan ini dijadikan pilihan dalam soal pilihan ganda
beralasan bebas. Instrumen ini digunakan untuk menjawab rumusan
masalah pertama.
Instrumen tes pilihan ganda dengan alasan bebas dilakukan untuk mendapatkan data dari jawaban siswa yang merupakan alasan dari
jawaban pada pada tingkat pertama, yang kemudian dikembangkan
menjadi soal two-tier. Instrumen ini digunakan untuk menjawab rumusan
masalah kedua mengenai kontribusi tes pilihan ganda beralasan bebas
pada pengembangan soal two-tier.
Instrumen tes two-tier ini merupakan soal pilihan ganda dengan jumlah
option sebanyak lima pilihan, dilengkapi dengan alasan berupa pilihan
ganda dengan jumlah option yang sama yaitu lima pilihan. Instrumen ini
digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi siswa pada materi laju reaksi.
F. Proses Pengembangan Instrumen
Proses pengembangan instrumen dijabarkan sebagai berikut :
Tahap pertama dalam mengembangkan tes two-tier yaitu melakukan studi
kepustakaan tentang tes diagnostik, two-tier test, miskonsepsi, pemahaman
konsep, serta laju reaksi. Hasil dari studi kepustakaan tentang tes diagnostik,
ditemukan bahwa terdapat beberapa jenis tes diagnostik, diantaranya peta konsep
(Novak dalam Tuysuz, 2009), tes lisan (Carr dalam Tuysuz, 2009) dan tes
37
Penentuan lingkup materi dilakukan pada tahap studi kepustakaan tentang
materi laju reaksi. Berdasarkan standar isi, standar kompentensi yang harus siswa
miliki terkait laju reaksi yaitu memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia
faktor–faktor yang mempengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan.
Sedangkan kompetensi dasar yang harus siswa miliki ada dua, yaitu
a. Mendeskripsikan pengertian laju reaksi dengan melakukan percobaan tentang
faktor – faktor yang mempengaruhi laju reaksi.
b. Memahami teori tumbukan (tabrakan) untuk menjelaskan faktor-faktor
penentu laju dan orde reaksi serta terapannya dalam kehidupan sehari- hari.
Peneliti menerjemahkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut ke
dalam lingkup materi laju reaksi yang akan menjadi fokus dalam instrumen tes
diagnostik two-tier. Lingkup materi laju reaksi berkaitan tentang pengertian laju
reaksi, orde reaksi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi.
Peneliti mencari berbagai jurnal hasil penelitian tentang miskonsepsi pada
materi laju reaksi. Miskonsepsi yang telah diperoleh dari telaah jurnal kemudian
dilengkapi dengan eksplanasi konsep yang sesuai. Eksplanasi konsep dan
miskonsepsi tersebut disajikan pada Lampiran A.1. Eksplanasi konsep dan
miskonsepsi tersebut merupakan pondasi untuk merancang tes essay.
Tes essay dirancang agar dapat mengungkap miskonsepsi yang telah
diperoleh dari hasil telaah jurnal dan miskonsepsi lainnya pada siswa. Setiap
eksplanasi konsep dibuat dua soal setara dalam bentuk seri A dan seri B. Tujuan
pembuatan soal setara ini adalah untuk mengantisipasi tidak validnya salah satu
soal ketika proses validasi soal two-tier menggunakan CVR (Content Validity
Ratio). Tes essay dalam proses pengembangannya melalui proses validasi isi
untuk memperoleh judgement dari dosen pembimbing. Prosedur yang digunakan,
sebagai berikut,
a. Mendefinisikan domain yang hendak diukur.
b. Menentukan domain yang akan diukur oleh masing-masing soal.
c. Membandingkan masing-masing soal dengan domain yang sudah ditetapkan.
Domain yang hendak diukur di atas pada penelitian ini adalah kesesuaian butir
24 soal tes essay yang kemudian dikembangkan menjadi 56 soal pilihan ganda
berasalan bebas. Soal tes essay yang telah direvisi terdapat pada Lampiran A.2.
Selanjutnya soal tes essay tersebut dapat digunakan untuk mengumpulkan data
dalam rangka mengembangkan tes diagnostik two-tier. Adapun tahap-tahap dalam
pengumpulan data tersebut, yaitu,
Tahap pertama: tes essay dan tes lisan
Tes essay dilakukan untuk menentukan miskonsepsi yang terjadi pada siswa
tentang konsep laju reaksi yang telah dipelajarinya. Tes essay diberikan kepada 80
orang siswa. Dalam proses pengembangan pilihan ganda beralasan bebas, peneliti
juga melakukan tes lisan terhadap jawaban siswa pada tes essay yang menurut
peneliti perlu dikaji lebih lanjut untuk memperjelas miskonsepsi yang terdapat
pada siswa tersebut. Berdasarkan hasil analisis terhadap jawaban tes essay siswa,
maka diperlukan klarifikasi terhadap enam jawaban siswa. Tes lisan dilakukan
dengan enam orang siswa kelas XI IPA yang berasal dari 2 kelas berbeda. Tes
lisan dan tes essay ini dilakukan untuk mengumpulkan data yang akan dijadikan
sebagai pilihan dalam soal pilihan ganda beralasan pada tahap kedua (tes pilihan
ganda dengan alasan bebas) serta untuk melengkapi pilihan pada tingkat kedua
soal two-tier.
Tahap kedua: tes pilihan ganda dengan alasan bebas
Hasil tes essay dan tes lisan kemudian dikembangkan menjadi soal pilihan
ganda dengan alasan bebas. Tanggapan dari pertanyaan tes essay pada tahap
pertama kemudian digunakan sebagai referensi untuk menyusun pilihan jawaban
pada soal pilihan ganda. Pengecoh dalam pilihan jawaban soal pilihan ganda
tersebut berasal dari jawaban-jawaban siswa yang kurang tepat. Setelah itu, soal
pilihan ganda beralasan di-judgement dan direvisi. Adapun tes pilihan ganda
beralasan bebas yang telah direvisi terdapat pada Lampiran A.3. Tes pilihan ganda
beralasan bebas tersebut kemudian diujikan pada 80 orang siswa. Siswa diminta
untuk memilih jawaban yang paling tepat untuk setiap pertanyaan dan kemudian
memberikan penjelasan atas pilihan jawaban mereka secara bebas.
39
Data yang diperoleh dari hasil tes pilihan ganda dengan alasan bebas
dianalisis dan dikembangkan menjadi two-tier test, tingkat pertama untuk
representasi jawaban mereka dan tingkat kedua untuk penjelasan dari jawaban
mereka. Pengecoh pada pilihan tingkat kedua berasal dari alasan yang didapatkan
pada tes pilihan ganda alasan bebas dan dari tes essay. Instrumen tes pilihan ganda
beralasan bebas kemudian divalidasi oleh empat orang dosen kimia dan tiga orang
guru kimia. Setelah instrumen two-tier test direvisi kemudian dilakukan uji
reliabilitas terhadap 40 orang siswa yang berbeda dengan sampel tes essay dan tes
pilihan ganda beralasan bebas.
Pada tahap ini dilakukan pengolahan dan analisis data. Data yang diperoleh
kemudian dianalisis terhadap miskonsepsi siswa tentang konsep laju reaksi hingga
didapatkan kesimpulan.
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes
lisan, tes tertulis yang terdiri dari tes essay dan tes pilihan ganda dengan alasan
bebas, serta tes two-tier.
Tes essay dilakukan untuk mengetahui konsep siswa mengenai materi laju reaksi, data dari tes essay ini juga dijadikan pilihan pada tes pilihan ganda
beralasan bebas dan melengkapi pilihan jawaban pada tingkat kedua soal
two-tier.
Tes lisan dilakukan untuk melengkapi jawaban hasil tes essay.
Tes pilihan ganda dengan alasan bebas dilakukan untuk mendapatkan data dari jawaban siswa yang merupakan alasan pada tingkat pertama, yang
kemudian dikembangkan menjadi soal two-tier.
Tes two-tier dilakukan untuk mendeteksi miskonsepsi siswa pada materi laju reaksi.
Berikut ini adalah analisis data terhadap instrumen-instrumen yang diujikan.
Analisis data dilakukan untuk mendapatkan kesimpulan.
1. Data Hasil Tes lisan dan Tes Essay
Adapun langkah-langkah pengolahan data hasil tes essay cara
pengolahannya hampir sama dengan hasil tes lisan, yaitu:
a. Menganalisis hasil tes essay.
b. Menyusun data hasil tes essay untuk melengkapi pilihan pada soal
pilihan ganda beralasan bebas.
Untuk pengolahan data hasil tes lisan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Mentranskripsikan hasil tes lisan.
b. Menganalisis hasil tes lisan.
c. Menyusun data hasil tes lisan menjadi pilihan untuk soal pilihan ganda
beralasan bebas
2. Data Hasil Tes Pilihan Ganda Beralasan Bebas
Adapun cara mengolah data hasil tes pilihan ganda beralasan bebas adalah
sebagai berikut:
a. Menganalisis hasil tes pilihan ganda beralasan bebas.
b. Menyusun data jawaban alasan bebas siswa menjadi pilihan untuk
tingkat kedua.
Setelah instrumen diagnostik two-tier test disusun kemudian dilakukan uji validasi
isi dan reliabilitas.
a. Validitas
Validasi yang dilakukan yaitu validasi isi dengan menggunakan CVR
(Content Validity Ratio). Menurut Lawshe (1975), CVR merupakan sebuah
pendekatan validitas isi untuk mengetahui kesesuaian item dengan domain
41
item menggunakan metode CVR. Setelah semua item mendapat skor,
kemudian skor tersebut diolah
1) Menghitung nilai CVR
ne : jumlah responden yang menyatakan Ya
N : total respon
Ketentuan
a) Saat kurang dari ½ total reponden yang menyatakan Ya maka
nilai CVR = -
b) Saat ½ dari total responden yang menyatakan Ya maka nilai
CVR = 0
c) Saat seluruh responden menyatakan Ya maka nilai CVR = 1 (hal
ini diatur menjadi 0.99 disesuaikan dengan jumlah responden).
d) Saat jumlah responden yang menyatakan Ya lebih dari ½ total
reponden maka nilai CVR = 0 - 0,99.
2) Menghitung nilai CVI ( indek validitas konten)
Secara sederhana CVI merupakan rata-rata dari nilai CVR untuk sub
pertanyaan yang dijawab Ya.
3) Menghitung nilai Mean
Untuk menghitung nilai mean, maka berlaku ketentuan sebagai
berikut,
a) Saat responden menjawab „Ya‟ tanpa memberikan saran perbaikan
nilainya= 2. Artinya, responden benar-benar yakin bahwa butir soal
sesuai dengan domain yang diukur.
b) Saat responden menjawab „Ya‟ dengan memberikan saran
sesuai dengan domain yang diukur, namun masih perlu terdapat
perbaikan.
c) Saat responden menjawab „Tidak‟ nilainya= 0. Artinya, responden
menganggap butir soal tidak sesuai dengan domain yag diukur.
4) Kriteria penentuan soal two-tier yang diterima
Soal two-tier yang diterima ialah soal yang memenuhi kriteria
sebagai berikut.
a) Soal yang mempunyai nilai CVR ≥ 0,99 (hal ini disesuaikan
dengan jumlah responden).
b) Soal yang mempunyai nilai CVR antara 0 sampai dengan 0,99
dengan nilai mean ≥ 1,5.
(Lawshe, 1975)
b. Reliabilitas
Reliabilitas adalah tingkat atau derajat konsistensi dari suatu instrumen.
Suatu tes dapat dikatakan reliabel jika selalu memberikan hasil yang sama bila
diteskan kepada kelompok yang sama pada waktu atau kesempatan yang
berbeda (Arifin, 2009).
Sementara itu Kerlinger (Arifin, 2009) mengemukakan, “reliabilitas dapat
diukur dari tiga kriteria, yaitu stability, dependability, dan predictability”.
Stability menunjukkan keajegan suatu tes dalam mengukur gejala yang sama
pada waktu yang berbeda. Dependability menunjukkan kemantapan suatu tes
atau seberapa jauh tes dapat diandalkan. Predictability menunjukkan
kemampuan tes untuk meramalkan hasil pada pengukuran gejala selanjutnya.
Untuk meningkatkan reliabilitas suatu tes, antara lain dapat dilakukan dengan
memperbanyak butir soal. Dalam menentukan reliabilitas two-tier test
digunakan acuan penilaian dengan ketentuan poin 1 jika siswa menjawab benar
first tier dan second tier, dan poin 0 jika siswa menjawab salah pada salah satu
43
Untuk mengetahui reliabilitas digunakan rumus KR20 (Kuder-Richardson)
sebagai berikut,
Keterangan:
k= jumlah butir soal
St= varians skor total
pi= proporsi jawaban benar pada butir tertentu
qi= proporsi jawaban salah pada butir tertentu
[image:26.595.112.518.163.681.2](Arifin, 2009).
Tabel 3.1. Kriteria reliabitas soal (Arifin, 2009)
Koefisien
korelasi Kriteria reliabilitas
0.81 – 1.00 Sangat tinggi
0.61 – 0.80 Tinggi
0.41 – 0.60 Cukup
0.21 – 0.40 Rendah
0.00 – 0.20 Sangat rendah
Setelah dilakukan uji terhadap butir-butir soal two-tier kemudian dilakukan
pengelompokkan jawaban siswa berdasarkan kemungkinan pola jawaban siswa
menggunakan format Tabel 3.2 seperti berikut,
Tabel 3.2 Kemungkinan Pola Jawaban Siswa (Bayrak, 2013)
Soal
...
(%) jawaban
siswa untuk setiap pola
respon
A.1 A.2 A.3 A.4 A.5
B.1 B.2 B.3 B.4 B.5
C.1 C.2 C.3 C.4 C.5
D.1 D.2 D.3 D.4 D.5
E.1 E.2 E.3 E.4 E.5
Setiap kemungkinan jawaban siswa tersebut kemudian dihitung dalam bentuk
Keterangan:
KNP = % kriteria nilai persen
X = Jumlah siswa yang menjawab N = Jumlah seluruh siswa
Setelah itu, pemahaman dan miskonsepsi siswa pada setiap kemungkinan jawaban
[image:27.595.111.513.255.630.2]dianalisis berdasarkan tabel 3.3. sebagai berikut,
Tabel 3.3. Klasifikasi Jawaban Siswa (Tekkaya, 1999)
Kombinasi Jawaban Klasifikasi Jawaban Siswa
Jawaban benar-Alasan benar Pemahaman utuh
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil terkait soal tes diagnostik two-tier yang layak
secara validitas dan reliabilitas adalah sebagai berikut,
1. Berdasarkan hasil tes essay, terdapat 20 miskonsepsi yang ditemukan
mengenai pengaruh konsentrasi reaktan terhadap laju reaksi. Jumlah
miskonsepsi yang yang ditemukan mengenai pengaruh konsentrasi
terhadap jumlah produk yang terbentuk sebanyak 4 miskonsepsi.
Miskonsepsi yang ditemukan mengenai pengaruh suhu terhadap laju
reaksi sebanyak 16 miskonsepsi. Miskonsepsi yang ditemukan mengenai
pengaruh katalis pada laju reaksi sebanyak 13 miskonsepsi. Miskonsepsi
yang ditemukan mengenai teori tumbukan sebanyak 8 miskonsepsi.
Miskonsepsi yang terdapat pada konsep orde reaksi yaitu 2 miskonsepsi.
Miskonsepsi yang terdapat pada konsep energi aktivasi sebanyak 2
miskonsepsi. Miskonsepsi tersebut selanjutnya dijadikan distraktor pada
lapis pertama soal tes diagnostik two-tier.
2. Berdasarkan hasil tes pilihan ganda beralasan bebas, terdapat 12
miskonsepsi yang yang ditemukan mengenai pengaruh konsentrasi
reaktan terhadap laju reaksi. Miskonsepsi yang yang ditemukan
mengenai pengaruh konsentrasi terhadap jumlah produk yang terbentuk
sebanyak 4 miskonsepsi. Miskonsepsi yang ditemukan mengenai
pengaruh suhu terhadap laju reaksi sebanyak 12 miskonsepsi.
Miskonsepsi yang ditemukan mengenai pengaruh katalis terhadap laju
reaksi sebanyak 9 miskonsepsi. Miskonsepsi yang ditemukan mengenai
teori tumbukan sebanyak 4 miskonsepsi. Miskonsepsi yang terdapat pada
konsep orde reaksi yaitu sebanyak 4 miskonsepsi. Miskonsepsi yang
terdapat pada konsep energi aktivasi yaitu sebanyak 4 miskonsepsi.
Miskonsepsi tersebut selanjutnya dijadikan distraktor pada lapis kedua
3. Kualitas soal diagnostik two-tier diuji dengan cara menguji validitas dan
reliabilitasnya. Dari 56 soal diagnostik two-tier yang dikembangkan,
hanya 21 soal yang valid. Validitas ditentukan dengan menggunakan
metode CVR. Di samping itu, nilai reliabilitas soal two-tier yang
ditentukan dengan menggunakan KR20 yaitu 0,725. Nilai reliabilitas
tersebut termasuk ke dalam kategori ‘tinggi’, sehingga soal two-tier yang
diujikan bersifat ajeg.
4. Soal tes diagnotik two-tier yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya
dapat digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi siswa. Miskonsepsi yang
ditemukan melalui instrumen tes yang dikembangkan yang sesuai dengan
hasil telaah jurnal sebanyak 20 miskonsepsi. Selain itu, miskonsepsi yang
ditemukan hanya melalui instrumen tes yang dikembangkan sebanyak 29
miskonsepsi.
B. Saran
Beberapa rekomendasi yang dapat dikemukakan setelah penelitian ini
dilakukan, yaitu:
1. Sampel yang digunakan untuk penelitian tes pilihan beralasan bebas
sebaiknya berbeda dengan sampel tes essay agar miskonsepsi yang
didapatkan lebih bervariasi.
2. Soal setara yang dibuat sebaiknya lebih variatif.
3. Soal two-tier nomor 3,4,5,10,13,14, dan 21 harus menggunakan pola
jawaban lain agar siswa dapat dikelompokkan ke dalam kategori, paham,
miskonsepsi dan tidak paham.
4. Guru sebaiknya menggunakan soal tes diagnostik two-tier untuk
mendeteksi miskonsepsi siswa.
5. Peneliti lain dapat mengkaji atau mengembangkan soal-soal serupa pada
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z. (2009). Evaluasi Pembelajaran (Cetakan Pertama). Bandung: Rosda.
Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Yogyakarta: Bumi Aksara.
Bayrak, B.K. (2013). ―Using Two-Tier Test to Identify Primary Student’s
Conceptual Understanding and Alternative Conceptions in Acid Base‖.
Mevlana International Journal of Education. 3, (2), 19-26.
Brown, D.E. and Clement, J.( 1989). ―Overcoming misconceptions via analogical reasoning: abstract transfer versus explanatory model construction”.
Instructional Science. 18, 237-261.
Cakmakci, G. and Aydogdu. (2011). ―Designing and evaluating an evidence-informed instruction in chemical kinetics‖. Chemistry Education Research
and Practice. 12, 15–28.
Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Bandung : Erlangga.
Dincer, S. (2011). ―Exploring The Impacts of Analogies On Computer Hardware‖. The Turkish Online Journal of Educational Technology. 10, (2), 113-121.
Hammer, D. (1996). ―Misconceptions or P-Prims: How May Alternative Perspectives of Cognitive Structure Influence Instructional Perceptions
and Intentions?‖. The Journal Of The Learning Sciences. 5, (2), 97-127.
Kaya, E. and Geban. (2012). ―Facilitating Conceptual Change in Rate of Reaction Concepts Using Conceptual Change Oriented Instruction‖. Education and
Science. 37, (163).
Kingir, S. dan Geban. (2012). ―Effect of Conceptual Change Approach on
Students’understanding of Reaction Rate Concepts‖. H. U. Journal of
Education. 43, 306-317.
Kolomuç, A. and Seher T. (2011). ―Chemistry Teachers’ Misconceptions Concerning Concept of Chemical Reaction Rate‖. Eurasian J. Phys. Chem. Educ. 3, (2), 84-101.
Krajcik, J. S., Hsin-Kai Wu, and Elliot Soloway. (2001). ―Promoting Understanding of Chemical Representations: Students' Use of a Visualization Tool in the Classroom‖. Journal of Research In Science
Kurt, S. and A. Ayas. (2012). ―Improving Students’ Understanding and Explaining Real Life Problems on Concepts Of Reaction Rate By Using A Four Step Constructivist Approach‖. Energy Education Science and Technology Part B: Social and Educational Studies . 4, (2), 979-992.
Lawshe, C. H. (1975). A quantitative approach to content validity. Person- nel
Psychology. 28, 563—575.
Lewis, R.. (2006). Chemistry Third Edition. New York: PALGRAVE MCMILLAN.
Marsita, Sigit, Kusuma. (2010). Analisis Kesulitan Belajar Kimia SMA dalam Memahami Materi Larutan Penyangga dengan menggunakan Two-Tier Multiple Choice Diagnostic Instrument. Jurnal Inovasi Pendidikan. 4 (1), 512-520.
Nikko & Brookhart. (2011). Educational Assessment of Students. Boston: Pearson.
Novak, J.D & Gowin, D.B. (1984). Learning how to learn. Cambridge: Cambridge University Press.
Purtadi, S. dan Sari. (2011). Analisis Miskonsepsi Konsep Laju dan
Kesetimbangan Kimia pada Siswa SMA. Jurusan Pendidikan Kimia
FMIPA – UN.
Purwanto, M.N. (2012). Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rachmawati, L. (2012). Pengembangan dan Penerapan Instrumen Diagnostik Two-Tier dalam Mengidentifikasi Miskonsepsi Siswa tentang Atom dan Molekul di SMA Negeri 5 Malang. Skripsi Sarjana pada Universitas Negeri Malang: tidak diterbitkan.
Riduwan. (2003). Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.
160
Roschelle et al. (1993). ―Misconception reconceived: A Constructivist Analysis of Knowlodge in Transition‖. The Journal of the Learning Sciences. 3, 115-163.
Setyosari, P. (2012). Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta: Kencana.
Simamora, M. dan Redhana I.W. (2007). ―Identifikasi Miskonsepsi Guru Kimia pada Pembelajaran Konsep Struktur Atom‖. Jurnal Penelitian dan
pengembangan Pendidikan. 2, 148-160.
Sukmadinata, N.S. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Syah, M. (1999). Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu.
Syamsudin, A.. (2000). Psikologi Kependidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Tan, Taber, Goh and Chia. (2005). ―The Ionisation Energy Diagnostic Instrument: a Two-Tier Multiple-Choice Instrument to Determine High School
Students’ Understanding of Ionisation Energy‖. Chemistry Education
Research and Practice. 4, 180-197.
Tastan and Boz. (2009). Effect of Cooperative Learning on Students’
Understanding of Reaction Rate. University of Turkey.
Tekkaya, Ozden, Hatipoglu and Tarakci. (1999). ―A Cross-Age Study Of High
School Student’s Understanding of Diffusion And Osmosis‖. Hacettepe
Üniversitesi Eğitim FakÜltesi Dergisi. 15, 84 – 93.
Treagust, Tan, Goh and Chia. (2002). ―Development and Application of a Two-tier Multiple Choice Diagnostic Instrument to Assess High School
Student’s Understanding of Inorganic Chemistry Qualitative Analysis‖.
Journal of Research in Science Teaching. 39, 283-301.
Treagust, D.F. and Tan, K.D. (1999). ―Evaluating Students’ Understanding of Chemical Bonding‖. School Science Review. 81, 75-84.
Treagust, D.F. and Tyson, L. (1999). The Complexity of Teaching and Learning Chemical Equilibrium. Chemical Education Research Journal of Chemical
Education. 76, (4), 554-558.
Türker, F. (2005). Developing A Three-Tier Test to Assess High School Students’
Graduate School Of Natural And Apllied Sciences Of Middle East Technical University : tidak diterbitkan.
Tüysüz,C. (2009). ―Development of two-tier diagnostic instrument and assess students’ understanding in chemistry‖. Scientific Research and Essay. 4, 626-631.
Whitten. (2004). General Chemistry 7th edition. Philadelphia: Saunders College
Publishing.
Zayeri, Rangi and Khosravi. (2010). Development and Evaluation of a New Questionnaire for Rating of Cognitive Failures at Work. International