KAJIAN EFEKTIFITAS PENGGUNAAN ABU TANDAN SAWIT UNTUK STABILISASI TANAH LEMPUNG DENGAN
PENGUJIAN KUAT TEKAN BEBAS (UNCONFINED COMPRESSION TEST) DAN PENGUJIAN NILAI CALIFORNIA
BEARING RATIO
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat Untuk menjadi Sarjana Teknik Sipil
Disusun Oleh :
IHSAN ALFARIZI ZAIAD 16 0404 043
BIDANG STUDI GEOTEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2021
i ABSTRAK
Tanah merupakan salah satu material yang memegang peranan penting dalam konstruksi atau pondasi. Stabilisasi tanah adalah pencampuran tanah dengan bahan tertentu, guna memperbaiki sifat-sifat teknis tanah agar memenuhi syarat teknis.
Sehingga diperlukan tanah dengan sifat-sifat teknik yang memadai. Stabilisasi tanah dapat terdiri dari mekanik, fisis, dan kimiawi.
Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisis, sifat teknis, nilai CBR, kuat tekan bebas (UCT), dan stabilisasi pada tanah lempung dengan penambahan abu tandan sawit sebagai bahan stabilisator. Kombinasi campurannya adalah tanah asli 78%-92% dan abu tandan sawit 8%-22%.
Dari penelitian ini diperoleh bahwa sampel tanah memiliki kadar air 62,50%;
berat spesifik 2,58; batas cair (LL) 60,82%; plastisitas limit (PL) 24,38 dan indeks plastisitas (PI) 36,45%. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis Clay – High Plasticity (CH) yaitu lempung anorganik dengan plastisitas sedang sampai tinggi. Berdasarkan klasifikasi AASHTO, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis A-7-6(11). Hasil nilai CBR tidak terendam untuk tanah asli sebesar 3,90%. Sedangkan nilai CBR tidak terendam untuk semua variasi yang paling optimum berada pada variasi campuran 16% abu tandan sawit dimana nilai CBR 5,82%. Nilai kuat tekan bebas (UCT) untuk tanah asli sebesar 1,15 kg/cm2. Sedangkan nilai kuat tekan bebas (UCT) untuk semua variasi yang paling optimum berada pada variasi campuran 16% abu tandan sawit dimana nilai kuat tekan bebas 2,26 kg/cm2.
Kata Kunci: abu tandan sawit, stabilisasi tanah, lempung, California Bearing Ratio, kuat tekan bebas.
ii KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa atas karunia-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penulisan Tugas Akhir yang berjudul “ KAJIAN
EFEKTIFITAS PENGGUNAAN ABU TANDAN SAWIT UNTUK
STABILISASI TANAH LEMPUNG DENGAN PENGUJIAN KUAT TEKAN BEBAS (UNCONFINED COMPRESSION TEST) DAN PENGUJIAN NILAI CALIFORNIA BEARING RATIO” ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian Sarjana Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
Saya menyadari bahwa dalam penyelesaian Tugas Akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :
1. Terutama kepada kedua orang tua saya, Zurizal Orba SH dan Fatmawati SH.
yang telah memberikan dukungan penuh, nasehat, motivasi serta mendoakan saya dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.Terimakasih atas segala pengorbanan,cinta dan kasih saying yang tiada batasnya.
2. Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE. selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran kepada saya untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
3. Bapak Dr. M. Ridwan Anas, ST., MT selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Muhammad Agung Handana, ST., MT. sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan, arahan, dan bimbingan kepada saya.
6. Ibu Ika Puji Hastuty, S.T.,M.T. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan, arahan, dan bimbingan kepada saya.
7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan
iii memberikan pengajaran kepada saya selama menempuh masa studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
8. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang memberikan bantuan selama ini kepada saya.
9. Sahabat saya Juliandri halim dan Muammar manyew yang telah mau berjuang bersama saya dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
10. Sahabat-sahabat yang sudah saya anggap sebagai keluarga saya sendiri KRB yaitu, Eka, Ian, Wahyu, Juliandri, Mumut, Pangeran, yang telah membantu, menghibur dan mencurahkan perhatiannya kepada saya selama proses kuliah ini.
11. Teman-teman seperjuangan stambuk 2016, yaitu Fachri, Aldi, Hary, Farhan, Rafly, Andra dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu terimah kasih buat kebersamaan yang selama ini baik diperkulihan maupun dipertemanan yang luar biasa , semoga kita semua sukses selalu.
12. Abang dan kakak stambuk 2015, 2014 dan 2013 yang sangat banyak memberikan arahan dan masukan serta perhatiannya kepada saya dalam pengerjaan Tugas Akhir serta mengenal dunia perkulihan di teknik sipil.
13. Adik adik Stambuk 2017, 2018 dan 2019 Khususnya Farhan, Hariri, Riski, Aidil, Dwi, Ryan, Syahrul yang sudah banyak membantu di perkuliahan maupun pekerjaan Tugas Akhir.
14. Seluruh rekan-rekan yang tidak mungkin saya tuliskan satu-persatu atas dukungannya yang sangat baik.
Saya menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Bapak dan Ibu Staf Pengajar serta rekan – rekan mahasiswa demi penyempurnaan Tugas Akhir ini.
iv Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Penulis berharap semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Oktober 2021 Penulis
Ihsan Alfarizi Zaiad 16 0404 043
v DAFTAR ISI
Abstrak ... i
Kata Pengantar ... ii
Daftar Isi... v
Daftar Gambar ... x
Daftar Tabel ... xii
Daftar Notasi... .. xiii
Daftar Lampiran... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 3
1.3.1 Tujuan ... 3
1.3.2 Manfaat... ... 3
1.4 Pembatasan Penelitian ... 4
1.5 Sistematika Penulisan...5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Tinjauan Umum ... 7
2.1.1 Tanah ... 7
2.1.2 Sifat-sifat fisik tanah ... 9
2.1.2.1 Angka pori (void ratio) ... 9
2.1.2.2 Porositas (Porosity) ... 9
2.1.2.3 Derajat kejenuhan (S) ... 10
vi
2.1.2.4 Kadar air (Moistory Water Content) ... 10
2.1.2.5 Berat volume (Unit Weight) ... 11
2.1.2.6 Berat volume kering (Dry Unit Weight) ... 11
2.1.2.7 Berat volume butiran padat (Soil Volume Weight) ... 11
2.1.2.8 Berat spesifik (Spesific Gravity) ... 12
2.1.2.9 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)... 13
2.1.2.9.1. Batas Cair (Liquid Limit) ... 14
2.1.2.9.2. Batas Plastis (Plastic Limit) ... 15
2.1.2.9.3. Batas Susut (Shrinkage Limit) ... 15
2.1.2.9.4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index) .. 16
2.1.2.9.5. Indeks Kecairan (Liquidity Index) .... 17
2.1.2.10 Analisa gradasi Uukuran butiran (Sieve Analisys) .. ... 17
2.1.2.11 Analisis hidrometer (Hydrometer Analysis). .. ... 18
2.1.3 Klasifikasi tanah ... 19
2.1.3.1 Sistem klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS) ... 20
2.1.3.2 Sistem Klasifikasi AASHTO ... 22
2.1.4 Sifat-Sifat mekanis tanah ... 23
2.1.4.1 Pemadatan tanah (Compaction) ... 23
2.1.4.2 Pengujian Unconfined Compression test (uct)... 27
vii 2.1.4.2.1 Teori keruntuhan Mohr –
Coulomb……….. 29
2.1.4.2.2 Sensitivitas tanah lempung…. 30 2.1.4.2.3 Pengujian California Bearing Ratio (CBR)…...……… 33
2.2 Bahan-Bahan Penelitian ... 34
2.2.1 Tanah lempung (clay) ... 34
2.2.1.1 lempung dan mineral penyusun ... 35
2.2.1.2 Sifat umum tanah lempung ... 40
2.2.2 Abu tandan sawit ... 44
2.3 Stabilisasi Tanah ... 45
2.3.1 Stabilisasi tanah dengan abu tandan sawit ... 46
2.3.2 Penelitian terdahulu ... 47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 52
3.1 Program Penelitian ... 52
3.2 Pekerjaan Persiapan ... 52
3.3 Proses Pengambilan Sampling Tanah ... 54
3.4 Pelaksanaan Pengujian ... 54
3.4.1 Tanah ... 54
3.4.1.1 Tanah asli ... 54
3.4.1.2 Tanah yang telah distabilisasi ... 55
3.4.2 Abu tandan sawit ... 55
3.5 Analisis Data Laboratorium... 55
viii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56
4.1 Pendahuluan ... 56
4.2 Pengujian Sifat Fisik Sampel ... 56
4.2.1 Pengujian sifat fisik tanah asli ... 56
4.2.2 Pengujian sifat fisik abu tandan sawit ... 59
4.2.3 Pengujian sifat fisik tanah dengan bahan stablilisator ... 60
4.2.3.1 Batas Cair ... 61
4.2.3.2 Batas Plastis... 62
4.2.3.3 Indeks Plastisitas ... 62
4.3 Pengujian Sifat Mekanis Tanah ... 63
4.3.1 Pengujian pemadatan tanah asli ... 63
4.3.2 Pengujian pemadatan tanah (Compaction) dengan bahan stabilisator ... 64
4.3.2.1 Berat Isi kering maksimum (γd maks) ... 64
4.3.2.2 kadar air optimum ... 65
4.3.3 Pengujian CBR laboraturium (California Bearing Ratio ) ... 66
4.3.4 Pengujian kuat tekan bebas (Unconfined Compression Test)………... 68
ix
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 71
5.1 Kesimpulan ... 71
5.2 Saran ... 72
Daftar Pustaka ... 73
Lampiran-lampiran ... 74
x DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Diagram fase tanah 8
Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg 14
Gambar 2.3 Cawan Casagrande dan Grooving Tool 14
Gambar 2.4 Kurva pada penentuan batas cair tanah lempung 15 Gambar 2.5 Ayakan untuk pengujian sieve analysis 18 Gambar 2.6 Alat analisa hidrometer (Hydrometer analysis) 19
Gambar 2.7 Klasifikasi tanah sistem USCS 21
Gambar 2.8 Klasifikasi tanah sistem AASHTO 23
Gambar 2.9 Hubungan antara kadar air dan berat isi kering tanah 26
Gambar 2.10 Skema pengujian tekan bebas 28
Gambar 2.11 Keruntuhan geser kondisi air termampatkan qu di atas sebagai
kekuatan tanah kondisi tak tersekap 28
Gambar 2.12 Grafik hubungan tegangan normal dan tegangan geser 29 Gambar 2.13 Grafik sensitifitas tanah asli dan tanah remoulded 30 Gambar 2.14 Kuat tekan tanah asli dan tanah remoulded 31 Gambar 2.15 Alat pemeriksa nilai CBR di laboratorium 34
Gambar 2.16 Struktur atom mineral lempung 36
Gambar 2.17 Diagram skematik struktur kaolinite 38
Gambar 2.18 Diagram skematik struktur illite 39
Gambar 2.19 Struktur montmorrilonite 40
Gambar 2.20 Sifat dipolar molekul air 42
Gambar 2.21 Tarik menarik molekul dipolar pada lapisan ganda 43
Gambar 2.22 Kation dan anion pada partikel 44
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian stabilisasi tanah lempung 53
Gambar 4.1 Plot grafik klasifikasi USCS 57
Gambar 4.2 Grafik analisa saringan tanah lempung dari Kecamatan
Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang 58
Gambar 4.3 Grafik batas cair (Liquid limit), Atterberg Limit 58 Gambar 4.4 Grafik analisa saringan abu tandan sawit 60 Gambar 4.5 Grafik hubungan nilai Batas Cair (LL) 61 Gambar 4.6 Grafik hubungan nilai Batas Plastis (PL) 62
xi Gambar 4.7 Grafik hubungan nilai Indeks Plastisitas (IP) 62 Gambar 4.8 Kurva kepadatan tanah lempung dari Kecamatan
Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang 64
Gambar 4.9 Grafik hubungan antara berat isi kering maksimum (γd maks)
tanah 65
Gambar 4.10 Grafik hubungan antara kadar air optimum tanah (wopt) 66
Gambar 4.11 Grafik hubungan antara nilai CBR 67
Gambar 4.12 Grafik hubungan antara nilai kuat tekan tanah (qu) dengan regangan (strain) yang diberikan pada sampel tanah asli
dan tanah remoulded 69
Gambar 4.13 Grafik kuat tekan 70
xii DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Derajat kejenuhan dan kondisi tanah 10
Tabel 2.2 Berat Spesifik Tanah 12
Tabel 2.3 Klasifikasi tanah ekspansif berdasarkan indeks plastisitas
dan batas susut 13
Tabel 2.4 Indeks Plastisitas 17
Tabel 2.5 Simbol klasifikasi tanah sistem USCS 21
Tabel 2.6 Pengujian pemadatan Proctor 25
Tabel 2.7 Hubungan kuat tekan bebas tanah lempung dengan konsistensinya 29
Tabel 2.8 Sensitivitas lempung 32
Tabel 2.9 Aktivitas tanah lempung 41
Tabel 2.10 Komposisi Kimia Abu Tandan Sawit 45
Tabel 4.1 Data uji sifat fisik tanah lempung 56
Tabel 4.2 Data uji sifat fisik abu tandan sawit 59
Tabel 4.3 Data hasil uji Atterberg Limit 61
Tabel 4.4 Data uji pemadatan tanah asli 63
Tabel 4.5 Data hasil uji compaction 64
Tabel 4.6 Data hasil uji CBR Laboratorium 67
Tabel 4.7 Data hasil uji kuat tekan bebas 68
Tabel 4.8 Perbandingan antara kuat tekan tanah asli dan tanah remoulded 69
xiii DAFTAR NOTASI
V Volume tanah(cm3)
Vs Volume butiran padat(cm3) Vv Volume pori(cm3)
Vw Volume air di dalam pori(cm3) Va Volume udara di dalam pori(cm3)
W Berat tanah(gr)
Ws Berat butiran padat(gr)
Ww Berat air(gr)
𝑤 Kadar air(%)
𝑛 Porositas
𝑒 Angka pori
γb Berat volume basah(gr/cm3) 𝛾𝑑 Berat volume kering(gr/cm3) 𝛾𝑠 Berat volume butiran padat(gr/cm3) 𝐺𝑠 Berat jenis tanah
S Derajat kejenuhan(%)
SL Batas susut
𝑚1 Berat tanah basah dalam cawan percobaan(gr) 𝑚2 Berat tanah kering oven(gr)
𝑣1 Volume tanah basah dalam cawan 𝑣2 Volume tanah kering oven
𝛾𝑤 Berat jenis air
IP Indeks plastisitas(%) LL Batas cair(%)
PL Batas plastis(%)
xiv 𝜏𝑓 Kuat geser(kg/cm2)
𝜎1 Tegangan utama(kg/cm2) 𝑞𝑢 Kuat tekan bebas tanah
𝑐𝑢 Kohesi
φ Sudut gesertanah (0)
𝜏𝑓 Tegangan runtuh
St Sensitivitas
ε Regangan axial(%)
∆L Perubahan panjang(cm) Lo Panjang mula-mula(cm)
A Luas rata-rata pada setiap saat (cm2) Ao Luas mula-mula(cm2)
σ Tegangan vertical total (kg/cm2)
P Beban (kg)
k Faktor kalibrasi proving ring N Pembacaan proving ring (div)
xv DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran-1, Data Uji Laboratorium, Kadar Air dan Berat Jenis Lampiran-2, Data Uji Laboratorium, Analisa Saringan
Lampiran-3, Data Uji Laboratorium, Atterberg Limit Lampiran-4, Data Uji Laboratorium, Compaction Test
Lampiran-5, Data Uji Laboratorium, CBR Laboratorium Test Lampiran-6, Data Uji Laboratorium, Unconfined Compression Test Lampiran-7, Data Komposisi Tanah
Lampiran-8, Dokumentasi Pelaksanaan
1 BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Tanah merupakan hal penting dari suatu konstruksi. Selain sebagai bahan bangunan pada berbagai macam pekerjaan teknik sipil, tanah juga berfungsi sebagai pendukung pondasi dari bangunan. Pada mulanya, seni rekayasa tanah dilaksanakan hanya berdasarkan pengalaman di masa lalu saja. Tetapi dengan pertumbuhan ilmu dan teknologi, perancangan dan pelaksanaan struktur yang lebih baik dan lebih ekonomis adalah hal yang sangat diperlukan (Das, 1995).
Tanah mempunyai peranan yang sangat penting sebagai media pondasi untuk menyebarkan beban bangunan kedalamnya. Kondisi tanah di setiap tempat sangatlah berbeda karena tanah secara ilmiah merupakan material yang rumit dan sangat bervariasi. Apabila suatu tanah yang terdapat di lapangan bersifat sangat lepas atau sangat lunak sehingga tidak sesuai untuk pembangunan, maka tanah tersebut sebaiknya distabilisasi.
Stabilisasi adalah pencampuran tanah dengan bahan tertentu, guna memperbaiki sifat-sifat teknis tanah, atau dapat pula berarti usaha untuk merubah atau memperbaiki sifat-sifat teknis tanah tertentu agar memenuhi syarat teknis tertentu (Hardiyatmo, 1992).
Bahan tambah (addictive) untuk stabilisasi adalah bahan yang bila ditambahkan kedalam tanah dengan perbandingan yang tepat akan memperbaiki sifat-sifat teknis tanah, seperti kekuatan, tekstur, workability dan plastisitas.
Bahan tambah yang biasa digunakan untuk perbaikan tanah antara lain, semen, kapur, abu terbang, abu tandan sawit, atau campuran antara dua atau tiga bahan tambah tersebut.
Seluruh bangunan sipil berkaitan erat dengan tanah, karena tanah dapat digunakan sebagai bahan bangunan dan sebagai tempat bangunan dapat berdiri.
Seperti diketahui, dalam setiap pelaksanaan pembangunan, penyelidikan terhadap tanah adalah langkah awal yang harus dilakukan, guna mengetahui apakah tanah
2 di lokasi pembangunan telah memenuhi persyaratan perencanaan yaitu stabilitas, deformasi dan kepadatan. Jenis tanah yang perlu diperhatikan adalah tanah lempung. Terdapat beberapa masalah yang harus dihadapi oleh seorang insinyur sipil di lapangan, dimana sering dihadapkan pada kenyataan bahwa lokasi memiliki karakteristik tanah yang kurang baik, sehingga untuk menambah kekuatan dan memperbaiki daya dukungnya perlu dilakukan upaya stabilisasi pada tanah di lokasi tesebut.
Tanah lempung merupakan salah satu jenis tanah yang sering digunakan dalam proses stabilisasi. Hal ini disebabkan tanah lempung sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang, namun ketika kadar air tinggi, tanah lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak., sehingga menyebabkan perubahan volume yang besar karena pengaruh air dan menyebabkan tanah mengembang dan menyusut dalam jangka waktu yang relatif cepat. Sifat inilah yang menjadi alasan perlunya dilakukan proses stabilisasi agar sifat tersebut diperbaiki sehingga dapat meningkatkan daya dukung tanah tersebut (Hardiyatmo, 2002).
Salah satu cara untuk memperbaiki sifat tanah yang tidak stabil yaitu dengan cara stabilisasi. Stabilisasi tanah dapat dilakukan dengan cara mekanis, fisis dan kimiawi (modification of admixture).
Pada penelitian ini akan dibahas tentang stabilisasi tanah lempung dengan penambahan abu tandan sawit sebagai bahan stabilisator yang diharapkan dapat memperbaiki sifat-sifat fisis maupun mekanis dari sampel tanah sehingga didapat tanah lempung yang memenuhi syarat teknis penggunaan pada konstruksi dilapangan.
Abu Tandan sawit sebagai limbah padat dapat dibakar dan menghasilkan abu tandan. Abu tersebut mengandung 30 - 40% K2O, 7% P2O5, 9% CaO dan 3% MgO (Avit Santoso, 2013).
Abu hasil pembakaran ini biasanya dibuang dekat pabrik sebagai limbah padat dan tidak dimanfaatkan. Namun setelah diteliti, ternyata abu tandan sawit
3 mengandung zat kapur (CaO) dan senyawa silika (SiO2) yang berpotensi untuk digunakan sebagai bahan stabilisasi.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini yaitu antara lain:
1. Apakah abu tandan sawit dapat dimanfaatkan untuk bahan stabilisasi tanah?
2. Bagaimanakah pengaruh penambahan abu tandan sawit terhadap Index Properties tanah lempung ?
3. Berapakah variasi abu tandan sawit yang sesuai untuk stabilisasi tanah?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini diantaranya:
1. Mengetahui sifat fisis dan teknis dari abu tandan sawit
2. Mengetahui pengaruh penambahan abu tandan sawit sebesar 8%, 10%, 12%, 14%, 16%, 18%, 20%, 22% pada tanah lempung terhadap Index Propertiesnya.
3. Mencari campuran yang optimal yang memberikan nilai kuat tekan bebas (UCT) dan CBR terbesar dari tanah lempung yang distabilisasi dengan abu tandan sawit
1.3.2 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan suatu timbunan yang menggunakan tanah lempung Percut dapat distabilisasi. Sifat tanah lempung ini dapat membahayakan suatu konstruksi dan dapat memperlambat suatu pekerjaan konstruksi ataupun pekerjaan timbunan. Dalam penelitian akan dilakukan variasi abu tandan sawit yang sedemikian rupa agar hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan.
4 Diharapkan juga bahwa variasi abu tandan sawit dapat mencapai hasil yang diharapkan sehingga dapat digunakan sebagai referensi untuk menjadi satu bahan stabilisator sehingga limbah tersebut dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin agar dapat mengurangi dampak lingkungannya dan juga pemanfaatan limbah ini.
1.4 Pembatasan Penelitian
Pada Tugas Akhir ini, batasan-batasannya antara lain :
1. Tanah yang dipakai tanah lempung yang berasal dari desa Percut, kecamatan Percut Sei Tuan, kabupaten Deli Serdang.
2. Bahan stabilitas yang digunakan adalah abu tandan sawit yang telah lolos saringan no 200.
3. Abu tandan sawit adalah tandan sawit yang berasal dari PT.SOCVINDO 4. Uji Index Properties tanah asli untuk mengetahui sifat fisis tanah yang
dilakukan pada awal penelitian, meliputi:
a. Uji kadar air
b. Uji berat jenis tanah
c. Uji nilai atterberg (batas-batas konsistensi) d. Uji distribusi butiran atau analisa saringan
5. Komposisi campuran terdiri dari tanah dan abu tandan sawit sebesar 8%, 10%, 12%, 14%, 16%, 18%, 20%, 22%.
6. Berat tanah yang dimaksud adalah tanah dalam kondisi kering setelah dijemur di bawah sinar matahari dan lolos saringan no 4.
7. Pengujian untuk engineering properties dilakukan dengan uji proctor standard, uji California Bearing Ratio (CBR) dan uji kuat tekan bebas (unconfined compression test).
8. Penelitian ini murni dilakukan untuk penelitian tugas akhir saja. Tidak ada kaitannya dengan biaya sehingga tidak memiliki nilai ekonomis.
5 1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini akan dibuat dalam 5 bab dengan uraian sebagai berikut:
1. Bab I: Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang penulisan, tujuan dan manfaat, rumusan masalah, pembatasan masalah.
2. Bab II: Tinjauan Pustaka
Bab ini mencakup hal-hal yang dijadikan penulis sebagai dasar dalam membahas pengaruh penambahan abu tandan sawit pada tanah lempung, terhadap peningkatan daya dukung tanah dengan pengujian California Bearing Ratio (CBR) dan pengujian kuat tekan bebas (Unconfined Compression Test).
3. Bab III : Metodologi Penelitian
Bab ini berisi tentang segala metodologi yang dilakukan dalam penelitian berupa urutan-urutan tahapan pelaksanaan penelitian mulai dari pekerjaan di lapangan sampai jenis penelitian yang dilakukan di laboratorium hingga analisis data laboratorium yang telah diperoleh.
4. Bab IV: Pembahasan
Bab ini berisi tentang pembahasan mengenai pengaruh penambahan abu tandan sawit pada tanah lempung yang dilihat dari pengujian laboratorium yaitu CBR Laboratorium sesuai dengan variasi kadar campuran yang direncanakan. Membahas tentang data-data yang didapat dari penelitian yang dilakukan yakni nilai CBR pada uji CBR Lab. dan Unconfined Compression Test sesuai dengan variasi kadar campuran yang direncanakan. Membahas tentang data-data yang didapat dari penelitian yang dilakukan yakni nilai 𝐶𝑢 dan 𝑄𝑢 pada uji kuat tekan bebas , membahas grafik hubungan antara abu tandan sawit dengan lama pemeraman terhadap kekuatan tanah yang diperoleh, serta analisa angka dari pengujian Atterberg.
6 5. Bab V: Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran yang diberikan atas hasil yang didapat.
7 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum 2.1.1. Tanah
Dalam bidang keteknikan tanah diartikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang- ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut (Das,1998).
Secara garis besar karakteristik beberapa jenis tanah dapat dilihat sebagai berikut (Dunn et al., 1980):
a. Pasir lepas hanyalah suatu deposit pasir dengan kepadatan yang rendah.
Beban bergetar cenderung akan memadatkan deposit ini. Pasir lepas juga menimbulkan masalah pada daerah resiko gempa, sebab beban gempa dapat mengakibatkan pencairan (liquifaction) apabila pasir tersebut jenuh dan juga penurunan yang cukup besar.
b. Tanah lus (loess) adalah suatu deposit yang relatif seragam, tanah lanau bawaan angin. Tanah ini mempunyai permeabilitas vertikal yang relatif tinggi dan permeabilitas horizontal yang rendah. Tanah lus menjadi sangat kompresibel apabila jenuh. Hal ini sering menimbulkan masalah pada bangunan air seperti saluran dan bendungan tanah yang dibangun di atas tanah lus.
c. Lempung yang tekonsolidasi normal adalah tanah lempung yang tidak pernah menderita tekanan yang lebih besar daripada tekanan yang ada pada saat sekarang. Tanah ini pada umumnya cenderung sangat kompresibel, mempunyai daya dukung ultimit rendah dan permeabilitas yang rendah. Tanah ini sering tidak mampu mendukung bangunan dengan pondasi dangkal.
d. Lempung terkonsolidasi lebih adalah lempung yang pada masa silam pernah menderita tekanan yang lebih besar daripada tekanan yang ada sekarang. Lempung yang tingkat terkonsolidasi-lebihnya tinggi pada
8 umumnya cenderung mempunyai suatu daya dukung ultimit yang agak tinggi dan relatif tidak kompresibel.
e. Bentonit adalah lempung yang mempunyai plastisitas tinggi yang dihasilkan dari dekomposisi abu vulkanis. Tanah ini bersifat ekspansif yang mengembang cukup besar bila kondisinya jenuh. Bentonit sering dipergunakan secara menguntungkan sebagai pelapis kedap air suatu kolam tetapi akan menimbulkan masalah pada bangunan pondasi, trotoar, pelat beton dan elemen bangunan lain apabila tanah tersebut mengalami perubahan kadar air karena perubahan musim.
f. Gambut adalah bahan organis setengah lapuk berserat atau suatu tanah yang mengandung bahan organis berserat dalam jumlah besar. Gambut mempunyai angka pori yang sangat tinggi dan sangat kompresibel.
Gambar 2.1 (a) menunjukkan suatu elemen tanah dengan volume V dan berat W. Untuk membuat hubungan volume-berat aggregat tanah, tiga fase (yaitu : butiran padat, air, dan udara) dipisahkan seeperti ditunkukkan pada Gambar 2.1 (b).
Gambar 2.1 Diagram fase tanah
Dari gambar di atas, kita dapat menggunakan Persamaan 2.1 menghitung volume total dari suatu tanah.
𝑉 = 𝑉𝑠+ 𝑉𝑣 = 𝑉𝑠+ 𝑉𝑤+ 𝑉𝐴 (2.1)
Dimana:
Vs : volume butiran padat (cm3) Vv : volume pori(cm3)
Vw : volume air di dalam pori (cm3) Va : volume udara di dalam pori(cm3)
9 Jika udara diasumsikan bahwa tidak memiliki berat, maka untuk menghitung berat total tanah (W) dapat menggunakan persamaan 2.2 :
𝑊 = 𝑊𝑆 + 𝑊𝑊 (2.3)
Dimana:
𝑊𝑆 : Berat butiran padat (gr) 𝑊𝑤: Berat air (gr)
2.1.2 Sifat-sifat fisik tanah 2.1.2.1 Angka pori (Void ratio)
Angka Pori atau void ratio (e) adalah perbandingan antara volume rongga (𝑉𝑣) dengan volume butiran (𝑉𝑠) dalam tanah. Angka pori dinyatakan dalam bentuk desimal. Berikut adalah rumus dari angka pori:
𝑒 = 𝑉𝑉
𝑉𝑆 (2.4)
Dimana:
𝑒 : Angka pori
𝑉𝑣 : Volume rongga (cm3) 𝑉𝑠 : Volume butiran (cm3)
2.1.2.2 Porositas (Porosity)
Porositas atau porosity (n) diartikan sebagai persentase perbandingan antara volume rongga (𝑉𝑣) dengan volume total (𝑉) dalam tanah. Porositas biasanya dikalikan dengan 100% dengan demikian porositas dapat dinyatakan dalam bentuk persen, atau :
𝑛 = 𝑉𝑣
𝑉𝑥 100 (2.5)
Dimana:
𝑛 : Porositas (%)
𝑉𝑣 : Volume rongga (cm3) 𝑉 : Volume total (cm3)
Hubungan antara angka pori dan porositas adalah : 𝑛 = 𝑒
1+𝑒 (2.6)
𝑒 = 𝑛
1−𝑛 (2.7)
10 2.1.2.3 Derajat kejenuhan (Degree of saturation)
Derajat kejenuhan atau degree of saturation (S) adalah perbandingan antara volume air (𝑉𝑤) dengan volume total rongga pori tanah (𝑉𝑣). S = 0 bila tanah dalam keadaan kering dan sebaliknya bila tanah dalam keadaan jenuh, maka 𝑆 = 100% atau 1. Derajat kejenuhan suatu tanah (𝑆) dapat dinyatakan dalam persamaan:
𝑆 (%) = 𝑉𝑤
𝑉𝑣𝑥 100 (2.8)
Dimana:
𝑆 : Derajat kejenuhan (%) 𝑉𝑤 : Berat volume air (cm3)
𝑉𝑣 : Volume total rongga pori tanah (cm3)
Tabel 2.1 Derajat kejenuhan dan kondisi tanah Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan
Tanah kering 0
Tanah agak lembab > 0 - 0,25
Tanah lembab 0,26 - 0,50
Tanah sangat lembab 0,51 - 0,75
Tanah basah 0,76 - 0,99
Tanah jenuh 1
Sumber: Hardiyatmo (1992)
2.1.2.4 Kadar air (Moisture water content)
Kadar air atau water content (w) adalah persentase perbandingan berat air (𝑊𝑤) dengan berat butiran (𝑊𝑠) dalam tanah, atau :
𝑤 (%) = 𝑊𝑤
𝑊𝑠 𝑥 100 (2.9)
Dimana:
𝑤 ∶ Kadar Air (%) 𝑊𝑤 ∶ Berat air (gr) 𝑊𝑠 ∶ Berat butiran (gr)
11 2.1.2.5 Berat volume (Unit weight)
Berat volume (γ) adalah berat tanah per satuan volume.
γ = 𝑊
𝑉 (2.10)
Para ahli tanah kadang-kadang menyebut berat volume (unit weight) sebagai berat volume basah (moist unit weight).
Dimana:
𝛾 : Berat volume basah (gr/cm3) 𝑊 : Berat butiran tanah (gr) 𝑉 : Volume total tanah (cm3)
2.1.2.6 Berat volume kering (Dry unit weight)
Berat volume kering (𝛾𝑑) adalah perbandingan antara berat butiran tanah (𝑊𝑠) dengan volume total tanah (𝑉). Berat volume kering (𝛾𝑑) dapat dinyatakan dalam persamaan :
𝛾𝑑 = 𝑊𝑠
𝑉 (2.11)
Dimana:
𝛾𝑑 : Berat volume kering (gr/cm3) 𝑊𝑠 : Berat butiran tanah (gr) 𝑉 : Volume total tanah (cm3)
2.1.2.7 Berat volume butiran padat (Soil volume weight)
Berat volume butiran padat (𝛾𝑠) adalah perbandingan antara berat butiran tanah (𝑊𝑠) dengan volume butiran tanah padat (𝑉𝑠). Berat volume butiran padat (𝛾𝑠) dapat dinyatakan dalam persamaan :
𝛾𝑠 = 𝑊𝑠
𝑉𝑠 (2.12)
Dimana:
𝛾𝑠 : Berat volume padat (gr/cm3) 𝑊𝑠 : Berat butiran tanah (gr) 𝑉𝑠 : Volume total padat (cm3)
12 2.1.2.8 Berat spesifik (Specific gravity)
Berat spesifik atau specific gravity (Gs) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat volume butiran tanah (𝛾𝑠) dengan berat volume air (𝛾𝑤) dengan isi yang sama pada temperatur tertentu. Berat spesifik (𝐺𝑠) dapat dinyatakan dalam persamaan:
𝐺𝑠 = 𝛾𝑠
𝛾𝑤 (2.13)
Dimana:
𝛾𝑠 : Berat volume padat (gr/cm3) 𝛾𝑤 : Berat volume air (gr/cm3) 𝐺𝑠 : Berat jenis tanah
Batas-batas besaran berat spesifik tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Berat spesifik tanah Macam Tanah Berat Spesifik
Kerikil 2,65 - 2,68
Pasir 2,65 - 2,68
Lanau tak organik 2,62 - 2,68 Lempung organik 2,58 - 2,65 Lempung tak organik 2,68 - 2,75
Humus 1,37
Gambut 1,25 - 1,80
Sumber: Hardiyatmo (1992)
Hasil-hasil penentuan berat spesifik dari sebagian besar tanah menunjukan bahwa nilai-nilai dari 2,6 sampai 2,75 merupakan nilai yang paling banyak terdapat. Nilai-nilai porositas, angka pori dan berat volume pada keadaan asli di alam dari berbagai jenis tanah diberikan oleh Das seperti terlihat pada Tabel 2.3 berikut.
13 Tabel 2.3 Nilai n, e, w,d dan b untuk tanah keadaan asli lapangan (Das,1991)
Macam Tanah
n
(%) E
w (%)
d
(gr/cm3)
b
(gr/cm3) Pasir seragam, tidak padat
Pasir seragam, padat
Pasir berbutir campuran, tidak padat
Pasir berbutir campuran, padat Lempung lunak sedikit organis Lempung lunak sangat organis
46 34 40 30 66 75
0,85 0,51 0,67 0,43 1,90 3,0
32 19 25 16 70 110
1,43 1,75 1,59 1,86
−
−
1,89 2,09 1,99 2,16 1,58 1,43
Sumber: Das (1991)
2.1.2.9 Batas-batas Atterberg (Atterberg limit)
Atterberg adalah seorang peneliti tanah berkebangsaan Swedia yang telah menemukan batas-batas Atterberg pada tahun 1911. Atterberg mengusulkan ada lima keadaan konsistensi tanah. Batas-batas konsistensi tanah ini didasarkan pada kadar air, yaitu Batas Cair (Liquid Limit), Batas Plastis (Plastic Limit), Batas Susut (Shrinkage Limit), Batas Lengket (Sticky Limit) Dan Batas Kohesi (Cohesion Limit). Tetapi pada umumnya batas lengket dan batas kohesi tidak digunakan (Bowles, 1991). Batas-batas konsistensi dapat dilihat pada Gambar 2.2.
14 Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg (Das, 1991)
2.1.2.9.1 Batas Cair (Liquid Limit)
Batas Cair (Liquid Limit) adalah kadar air tanah ketika tanah berada diantara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu pada batas atas dari daerah plastis.
Batas cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan meletakkan tanah ke cawan dan dibentuk sedemikian rupa, kemudian tanah tersebut dibelah oleh grooving tool dan dilakukan pemukulan dengan cara engkol dinaikkan dan sampai mangkuk menyentuh dasar, dilakukan juga perhitungan ketukan sampai tanah yang dibelah tadi berhimpit. Untuk lebih jelasnya, alat uji batas cair berupa cawan Cassagrande dan grooving tool dapat dilihat pada Gambar 2.3
Gambar 2.3 Cawan Cassagrande dan grooving tool(Das, 1998)
15 Dan kurva pada penentuan batas cair tanah lempung dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Kurva pada penentuan batas cair tanah lempung (Das, 1991)
2.1.2.9.2 Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas Plastis (Plastic Limit) dapat didefinisikan sebagai kadar air pada tanah dimana pada batas bawah daerah plastis atau kadar air minimum. Untuk mengetahui batas plastis suatu tanah dilakukan dengan percobaan menggulung tanah berbentuk silinder dengan diameter sekitar 3,2 mm (1/8 inchi) dengan menggunakan telapak tangan di atas kaca datar. Apabila tanah mulai mengalami retak-retak atau pecah ketika digulung, maka kadar air dari sampel tersebut adalah batas plastis.
2.1.2.9.3 Batas Susut (Shrinkage Limit)
Batas Susut (Shrinkage Limit) adalah kadar air tanah pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana pengurangan kadar air selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Dapat dikatakan bahwa tanah tersebut tidak akan mengalami penyusutan lagi meskipun dikeringkan secara terus menerus.
Percobaan batas susut dilakukan dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Pada bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume
16 ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas susut dapat dinyatakan dalam persamaan :
𝑆𝐿 = {(𝑚1−𝑚2)
𝑚2 −(𝑣1−𝑣2)𝛾𝑤
𝑚2 } 𝑥 100 % (2.14)
dengan :
𝑚1 = Berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr) 𝑚2 = Berat tanah kering oven (gr)
𝑣1 = Volume tanah basah dalam cawan (𝑐𝑚3) 𝑣2 = Volume tanah kering oven (𝑐𝑚3)
𝛾𝑤 = Berat jenis air
2.1.2.9.4 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks Plastisitas adalah selisih batas cair dan batas plastis. Indeks plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat plastis.
Indeks plastisitas dapat menunjukkan sifat keplastisitasan tanah tersebut. Jika tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang kecil, maka tanah tersebut disebut tanah kurus, sedangkan apabila suatu tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang besar disebut tanah gemuk. Persamaan 2.15 dapat digunakan untuk menghitung besarnya nilai indeks plastisitas dari suatu tanah. Tabel 2.4 menunjukkan batasan nilai indeks plastisitas dari jenis-jenis tanah.
𝐼𝑃 = 𝐿𝐿 − 𝑃𝐿 (2.15)
Dimana :
IP = Indeks Plastisitas (%) LL = Batas Cair (%) PL = Batas Plastis (%)
17 Tabel 2.4 Indeks plastisitas tanah
PI Sifat Macam Tanah Kohesi
0 Non-Plastis Pasir Non – Kohesif
< 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian 7-17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau Kohesif
> 17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif Sumber: Hardiyatmo (2002)
2.1.2.9.5 Index Kecairan (Liquidity Index)
Kadar air tanah asli relatif pada kedudukan plastis dan cair, dapat didefenisikan oleh Indeks Kecairan (Liquidity Index). Indeks kecairan merupakan perbandingan antara selisih kadar air dengan batas plastis terhadap indeks plastisitasnya. Berikut persamaannya :
𝐿𝐼 = 𝐼𝐿 =𝑊𝑁−𝑃𝐿
𝐿𝐿−𝑃𝐿 = 𝑊𝑁−𝑃𝐿
𝑃𝐼 (2.16)
Dimana :
LI = Liquidity Index (%) WN = Kadar air asli (%) PL = Plastic Limit (%)
Dapat dilihat bahwa jika WN = LL, maka indeks kecairan sama dengan 1.
Sedangkan, jika WN = PL, indeks kecairan sama dengan nol. Jadi, untuk lapisan tanah asli yang kedudukan plastis, nilai LL > WN > PL. Nilai indeks kecairan akan bervariasi antara 0 dan 1. Lapisan tanah asli WN > LL akan mempunyai LI > 1.
2.1.2.10 Analisa gradasi ukuran butiran (Sieve analysis)
Ukuran partikel efektif dari sesuatu tanah didefenisikan sebagai ukuran partikel yang 10% dari berat tersebut mempunyai ukuran lebih kecil dari ukuran itu. Suatu tanah yang mempunyai kurva distribusi ukuran butir yang hampir vertikal (semua partikel berukuran hampir sama) disebut tanah bergradasi buruk (seragam). Apabila kurva membentang pad daerah yang agak besar, tanah disebut bergradasi baik.
18 Berikut ini adalah gambar alat yang digunakan untuk pengujian analisis saringan.
Gambar 2.5 Ayakan untuk pengujian sieve analysis
Perbedaan antara tanah bergradasi buruk dan bergradasi baik dapat ditentukan secara numerik dengan koefisien keseragaman atau koefisien uniformitas Cu dengan koefisien lengkungan Cz. Koefisien uniformitas dan koefisien lengkungan digunakan sebagai bagian dari sistem klarifikasi tanah Unified. Koefisien uniformitas didefenisikan sebagai rasio :
Cu = 𝐷60
𝐷10 (2.17)
Koefisien lengkungan didefenisikan sebagai : Cc = 𝐷²30
𝐷10.𝐷60 (2.18)
Dimana :
Cu : Koefisien uniformitas Cc : Koefisien lengkungan
D10 : Diamater butir yang lolos 10% dari berat (mm) D30 :Diamater butir yang lolos 30% dari berat (mm) D60 : Diamater butir yang lolos 60% dari berat (mm) 2.1.2.11 Analisa hidrometer (Hydrometer analysis)
Analisa hidrometer dapat digunakan untuk memperpanjang kurva distribusi analisa saringan dan untuk memperkirakan ukuran-ukuran yang butirannya lebih kecil dari saringan No. 200. Analisa hidrometer tidak secara langsung digunakan dalam sistem klasifikasi tanah. Detail dari uji ini dapat ditemukan di ASTM D422 (Bowles, 1984).
19 Berikut ini adalah gambar alat yang digunakan pengujian analisa hidrometer
Gambar 2.6 Alat analisa hidrometer (Hydrometer analysis)
2.1.3 Klasifikasi tanah
Sistem klasisfikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok- kelompok dan sub kelompok-sub kelompok berdasarkan pemakaiannya (Das,1991). Sistem klasisfikasi tanah didasarkan atas ukuran partikel yang diperoleh dari analisa saringan dan plastisitasnya. Tujuan dari pengklasifikasian tanah ini adalah untuk memungkinkan memperkirakan sifat fisis tanah dengan mengelompokkan tanah dengan kelas yang sama yang sifat fisisnya diketahui dan menyediakan sebuah metode yang akurat mengenai deskripsi tanah. Kebanyakan klasifikasi tanah menggunakan indeks pengujian yang sangat sederhana untuk memperoleh karakteristik tanahnya. Klasifikasi tanah sangat membantu perencana dalam memberikan pengarahan melalui cara empiris yang tersedia dari hasil pengalaman yang lalu. Tetapi perencana harus berhati-hati dalam penerapannya karena penyelesaian masalah stabilitas, penurunan dan aliran air yang didasarkan pada klasifikasi tanah sering menimbulkan kesalahan yang berarti.
Beberapa sistem klasifikasi telah dikembangkan dan pengklasifikasian tersebut terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Klasifikasi tanah sistem USCS 2. Klasifikasi tanah sistem AASHTO
20 2.1.3.1 Sistem klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS)
Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh Cassagrande (1942) sebagai sebuah metode untuk pekerjaan pembuatan lapangan terbang oleh The Army Corps of Engineers pada Perang Dunia II. Pada saat ini sistem ini telah dipergunakan secara luas oleh para ahli teknik. Sistem ini selain biasa digunakan untuk desain lapangan terbang juga untuk spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan.
Pada tahun 1969 sistem ini diadopsi oleh American Society for Testing and Materials (ASTM) sebagai Metode Klasifikasi Tanah (ASTM D 2487).
Klasifikasi berdasarkan Unified System (Das, 1991), tanah dikelompokkan menjadi:
1. Tanah butir kasar (Coarse-Grained-Soil)
Merupakan tanah yang lebih dari 50% bahannya tertahan pada ayakan no.
200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil, dan S adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.
2. Tanah berbutir halus (Fine-Grained-Soil)
Merupakan tanah yang lebih dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan no. 200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan O untuk lanau-organik dan lempung-organik. Simbol PT digunakan untuk tanah gambut (peat), dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang tinggi.
Untuk klasifikasi yang benar, perlu memperhatikan faktor-faktor berikut ini:
a. Persentase butiran yang lolos ayakan no. 200 (fraksi halus) b. Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan no. 40
c. Koefisien keseragaman (Uniformity Coefficient, Cu) dan koefisien gradasi (Gradation Coefficient, Cc) untuk tanah dimana 0 - 12%
lolos ayakan no.200
d. Batas Cair dan Indeks Plastisitas bagian tanah yang lolos ayakan no.40
21 Tabel 2.5 Simbol klasifikasi tanah sistem USCS
Simbol Nama Klasifikasi Tanah G Kerikil (gravel)
S Pasir (sand) C Lempung (clay) M Lanau (silt)
O Lanau atau lempung organik (organic silt or clay)
Pt Tanah gambut dan tanah organik tinggi (peat and highly organic clay) L Plastisitas rendah (low plasticity)
H Plastisitas tinggi (high plasticity) W Bergradasi baik (well graded) P Bergradasi buruk(poor graded) Sumber: Das (1991)
22 Gambar 2.7 Klasifikasi tanah sistem USCS (Das, 1991)
2.1.3.2 Sistem klasifikasi AASHTO
Sistem klasifikasi tanah AASHTO (American Association of State Highway Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public Road Administration Classification System. Kemudian sistem ini mengalami beberapa perbaikan, sampai saat ini versi yang berlaku adalah yang diajukan oleh Committee on Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research Board pada tahun 1945. Sistem ini mengklasifikasikan tanah kedalam tujuh kelompok besar, yaitu A-1 sampai A-7. Tanah yang diklasifikasikan ke dalam A-1 sampai A-3 adalah tanah berbutir yang 35% atau kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan no. 200. Sedangkan tanah A-4 sampai A-7 adalah tanah yang lebih dari 35% butirannya lolos ayakan no.200.
23 Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya dan pada awalnya membutuhkan data-data sebagai berikut :
1. Analisis ukuran butiran.
2. Batas Cair, Batas Plastis dan Indeks Plastisitas yang dihitung.
3. Batas susut.
Khusus untuk tanah-tanah yang mengandung bahan butir halus diidentifikasikan lebih lanjut dengan indeks kelompoknya. Bagan pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat seperti pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Klasifikasi tanah sistem AASHTO (Das, 1991)
2.1.4 Sifat-sifat mekanis tanah
2.1.4.1 Pemadatan tanah (Compaction)
Pemadatan tanah (Compaction) adalah suatu proses dimana udara pada pori-pori tanah dikeluarkan dengan cara mekanis (digilas/ditumbuk) sehingga partikel-partikel tanah menjadi rapat. Dengan kata lain, pemadatan tanah adalah densifikasi tanah yang jenuh dengan penurunan volume rongga diisi dengan udara, sedangkan volume kepadatan dan kadar air tetap pada dasarnya sama. Hal
24 ini merupakan cara yang paling jelas dan sederhana untuk memperbaiki stabilitas dan kekuatan dukung tanah.
Maksud pemadatan tanah menurut Hardiyatmo (1992), antara lain : 1. Mempertinggi kuat geser tanah
2. Mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas) 3. Mengurangi permeabilitas
4. Mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air dan lainnya.
Tanah granuler merupakan tanah yang paling mudah penanganannya untuk pekerjaan lapangan. Setelah dipadatkan tanah tersebut mampu memberikan kuat geser yang tinggi dengan sedikit perubahan volume. Hal ini dikarenakan permeabilitas tanah granuler yang tinggi. Berbeda dengan pada tanah lanau yang permeabilitasnya rendah sangat sulit dipadatkan bila dalam keadaan basah.
Tanah lempung mempunyai permeabilitas yang rendah dan tanah ini tidak dapat dipadatkan dengan baik dalam kondisi basah seperti halnya tanah lanau.
Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan memberikan kuat geser yang tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang-susut tergantung dari jenis kandungan mineralnya.
Pada tahun 1933, Proctor menemukan dasar-dasar pemadatan tanah, dimana terdapat 4 (empat) variabel yang digunakan dalam fungsi Compaction, yaitu:
a. Usaha pemadatan b. Jenis tanah c. Kadar air tanah
d. Berat isi kering tanah (Bowles, 1991).
Hubungan berat volume kering (𝛾𝑑) dengan berat volume basah (𝛾𝑏) dan kadar air (%) dinyatakan dalam persamaan :
𝛾𝑑 = 𝛾𝑏
1 + 𝑤 (2.19)
Pada pengujian Compaction di laboratorium alat pemadatan berupa silinder mould dengan volume 9,34 x 10−4𝑚3, dan penumbuk dengan berat 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30,5 cm. Pada pengujian Compaction tanah dipadatkan dalam
25 3 lapisan (Standard Proctor) dan 5 lapisan (Modified Proctor) dengan pukulan sebanyak 25 kali pukulan.
Perbedaan antara pengujian pemadatan Standard Proctor dan pengujian pemadatan Modified Proctor dapat dilihat dalam Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Pengujian pemadatan Proctor
Standar (ASTM D698) Modifikasi (ASTM D1557)
Palu 24,5 N (5,5 lb) 44,5 N (10 lb)
Tinggi jatuh palu 305 mm (12 in) 457 mm (18 in)
Jumlah lapisan 3 5
Jumlah tumbukan
per lapisan 25 25
Volume cetakan 1/30 ft3 1/30 ft3
Tanah Saringan no. 4 Saringan no. 4
Energi pemadatan 595 kJ/ m3 (12400 lb ft/ft3) 2698 kJ/ m3 (56250 lb ft/ft3)
Sumber: Bowles (1991)
Pengujian-pengujian tersebut dilakukan dengan pemadatan sampel tanah basah (pada kadar air terkontrol) dalam suatu cetakan dengan jumlah lapisan tertentu. Setiap lapisan dipadatkan dengan sejumlah tumbukan yang ditentukan dengan penumbuk dengan massa dan tinggi jatuh tertentu. Standar ASTM maupun AASHTO hendaknya digunakan sebagai acuan untuk rincian pengujian tersebut.
Kadar air yang memberikan berat isi kering yang maksimum disebut kadar air optimum (optimum moisture content). Usaha pemadatan diukur dari segi energi tiap satuan volume dari tanah yang telah dipadatkan. Untuk usaha pemadatan yang lebih rendah kurva pemadatan bagi tanah yang sama akan lebih rendah dan tergeser ke kanan, yang menunjukkan suatu kadar air optimum yang lebih tinggi. Hasil dari pengujian pemadatan berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara kadar air dan berat isi kering tanah yamg ditunjukkan Gambar 2.9
26 Gambar 2.9 Hubungan antara kadar air dan berat isi kering tanah
(Hardiyatmo, 1992)
Garis ZAV (zero air void line) adalah hubungan antara berat isi kering dengan kadar air bila derajat kejenuhan 100%, yaitu bila pori tanah sama sekali tidak mengandung udara. Grafik ini berguna sebagai petunjuk pada waktu menggambarkan grafik pemadatan. Grafik tersebut berada di bawah ZAV dan biasanya grafik tersebut tidak lurus tetapi agak cekung ke atas. Apabila kurva pemadatan yang dihasilkan berada lebih dekat di bawah dengan garis ZAV maka hal tersebut menunjukan tanah yang dipadatkan memiliki derajat kejenuhan mendekati 100% dan sedikit mengandung udara. Pada penelitian ini, percobaan pemadatan tanah di laboratorium yang digunakan untuk menentukan kadar air optimum dan berat isi kering maksimum adalah percobaan pemadatan standar (standard compaction test). Penggunaan Proctor standard pada penelitian ini dikarenakan penggunaan Proctor standard merupakan pemadatan yang digunakan untuk pemadatan dengan beban lalu lintas kecil.
2.1.4.2 Pengujian unconfined compression test (UCT)
Nilai kuat geser tanah perlu diketahui untuk mengukur kemampuan tanah menahan tekanan tanpa terjadi keruntuhan. Seperti material lainnya, tanah mengalami penyusutan volume jika mendapat tekanan merata di sekelilingnya.
Apabila menerima tegangan geser, tanah akan mengalami distorsi dan apabila distorsi yang terjadi cukup besar, maka partikel-partikelnya akan terpeleset satu sama lain dan tanah akan dikatakan gagal dalam geser.
Hampir semua jenis tanah daya dukungnya terhadap tegangan tarik sangat kecil atau bahkan tidak mampu sama sekali. Tanah tidak berkohesi, kekuatan
27 gesernya hanya terletak pada gesekan antara butir tanah saja (c = 0), sedangkan pada tanah berkohesi dalam kondisi jenuh, maka ∅ = 0 dan S = c. Parameter kuat geser tanah diperlukan untuk analisa-analisa daya dukung tanah (bearing capacity), tegangan tanah terhadap dinding penahan (earth pressure) dan kestabilan lereng (slope stability).
Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau tarikan. Dengan dasar seperti ini, bila tanah mengalami pembebanan akan ditahan oleh :
a. Kohesi tanah yang tergantung pada jenis tanah dan pemadatannya, tetapi tidak tergantung dari tegangan vertikal yang bekerja pada gesernya.
b. Gesekan antara butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan vertikal pada bidang gesernya.
Oleh karena itu kekuatan geser tanah dapat diukur dengan rumus :
τ = 𝒸 + (σ − u)tan ∅ (2.20)
Dimana:
𝜏 : Kekuatan geser tanah (kg/cm2) c : Kohesi tanah efektif (kg/cm2) 𝜎 : Tegangan normal total (kg/cm2) u : Tegangan air pori (kg/cm2)
∅ : Sudut perlawanan geser efektif (0)
Ada beberapa cara untuk menentukan kuat geser tanah, antara lain : a. Pengujian geser langsung (Direct shear test)
b. Pengujian triaksial (Triaxial test)
c. Pengujian tekan bebas (Unconfined compression test) d. Pengujian baling-baling (Vane shear test)
Dalam penelitian ini yang digunakan untuk menentukan kuat geser tanah adalah pengujian tekan bebas (unconfined compression test).
Uji kuat tekan bebas (unconfined compression test) mengukur kemampuan tanah untuk menerima kuat tekan yang diberikan sampai tanah terpisah dari butir- butirannya, pengujian ini juga mengukur regangan tanah akibat tekanan tersebut.
Pada Gambar 2.10 menunjukkan skema pengujian Unconfined Compression Test.
28 Gambar 2.10 Skema pengujian tekan bebas
Tegangan aksial yang diterapkan di atas benda uji berangsur-angsur ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya, karena σ3 = 0, maka:
𝜏𝑓= 𝜎1
2 = 𝑞𝑢
2 = 𝑐𝑢 (2.21)
Dimana:
𝜏𝑓 = Kuat geser (kg/cm2) 𝜎1 = Tegangan utama (kg/cm2) 𝑞𝑢 = Kuat tekan bebas tanah (kg/cm2) 𝑐𝑢 = Kohesi (kg/cm2)
Gambar 2.11 Keruntuhan geser kondisi air termampatkan qu di atas sebagai kekuatan tanah kondisi tak tersekap (Das, 1995)
29 Hubungan konsistensi dengan kuat tekan bebas tanah lempung diperlihatkan dalam Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Hubungan kuat tekan bebas tanah lempung dengan konsistensinya Konsistensi qu(kg/cm2)
Lempung keras > 4,00
Lempung sangat kaku 2,00 – 4,00
Lempung kaku 1,00 – 2,00
Lempung sedang 0,50 – 1,00
Lempung lunak 0,25 – 0,50
Lempung sangat lunak < 0,25 Sumber: Hardiyatmo (1992)
2.1.4.2.1 Teori keruntuhan Mohr – Coulomb
Teori keruntuhan berguna untuk menguji hubungan antara tegangan normal dengan tegangan geser tanah, dimana keruntuhan (failure) adalah ketidakmampuan elemen tanah untuk menahan beban akibat pembebanan. Sekitar tahun 1776, Coulombmemperkenalkan hubungan linier yang terjadi antara tegangan normal dan tegangan geser.
𝜏𝑓= 𝑐 + 𝜎 tan ∅ (2.22)
dimana :
c = Kohesi (kg/cm2) Ø = Sudut geser dalam (0)
Gambar 2.12 Grafik hubungan tegangan normal dan tegangan geser (Das, 1995)
30 2.1.4.2.2 Sensitivitas tanah lempung
Pengujian kuat tekan bebas dilakukan pada contoh tanah asli (undisturbed) dan contoh tanah tidak asli (remoulded). Pada uji tekan bebas yang diukur adalah kemampuan masing-masing contoh terhadap kuat tekan bebas, sehingga didapat nilai kuat tekan maksimum. Dari nilai kuat tekan maksimum yang diperoleh maka akan didapat nilai sensitivitas tanah. Nilai sensitivitas adalah ukuran bagaimana perilaku tanah apabila ada gangguan yang diberikan dari luar.
Gambar 2.13 Grafik sensitifitas tanah asli dan tanah remoulded (Das, 1995) Kekuatan tekanan tak tersekap berkurang banyak pada tanah-tanah lempung yang terdeposisi (terendapkan) secara alamiah, dan jika tanah tersebut diuji ulang kembali setelah tanah tersebut mengalami kerusakan struktural (remoulded) tanpa adanya perubahan dari kadar air, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.14.
31 Gambar 2.14 Kuat tekan tanah asli dan tanah remoulded (Das, 1995)
Sifat berkurangnya kekuatan tanah akibat adanya kerusakan struktural tanah disebut sensitivitas (sensitivity). Tingkat sensitivitas adalah rasio (perbandingan) antara kekuatan tanah yang masih asli dengan kekuatan tanah yang sama setelah terkena kerusakan (remoulded), bila kekuatan tanah tersebut diuji dengan cara tekanan tak tersekap. Jadi, sensitivitas dinyatakan dalam persamaan:
𝑆𝑡 = 𝑞𝑢 𝑎𝑠𝑙𝑖
𝑞𝑢 𝑘𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 (2.23)
Umumnya, nilai rasio sensitivitas tanah lempung berkisar antara 1 sampai 8, akan tetapi pada beberapa tanah-tanah lempung maritim yang mempunyai tingkat flokulasi yang sangat tinggi, nilai sensitivitas berkisar antara 10 sampai 80.
Karena beberapa jenis lempung mempunyai sifat sensitif terhadap gangguan yang berbeda-beda, oleh karena itu perlu adanya pengelompokan yang berhubungan dengan nilai sensitivitas. Klasifikasi secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.8.
32 Tabel 2.8 Sensitivitas lempung (Bowles, 1991)
Tidak Sensitif St < 2 Agak Sensitif 2 < St < 4 Sensitif 4 < St < 8 Sangat Sensitif 8 < St < 16
Cepat St > 16
Sumber: Bowles (1991)
Syarat-syarat yang perlu diperhatikan pada pengujian kuat tekan:
1. Penekanan
Sr = Kecepatan regangan berkisar antara 0,5 – 2% per menit 2. Kriteria keruntuhan suatu tanah :
a. Bacaan proving ring turun tiga kali berturut-turut.
b. Bacaan proving ring tiga kali berturut-turut hasilnya sama.
c. Ambil pada ε = 20% dari contoh tanah, Sr = 1% permenit, berarti waktu maksimum runtuh = 20 menit.
Untuk menghitung regangan axial dihitung dengan rumus : 𝜀 = ∆𝐿
𝐿0 (2.24)
Dimana :
ε = Regangan axial (%)
∆L = Perubahan panjang (cm) Lo = Panjang mula-mula (cm)
Besarnya luas penampang rata-rata pada setiap saat : 𝐴 = 𝐴0
1− 𝜀 (2.25)
Dimana :
A = Luas rata-rata pada setiap saat (cm2) Ao = Luas mula-mula (cm2)
33 Besarnya tegangan normal :
𝜎 = 𝑃
𝐴= 𝑘.𝑁
𝐴 (2.26)
Dimana :
σ = Tegangan (kg/cm2) P = Beban (kg)
k = Faktor kalibrasi proving ring N = Pembacaan proving ring (div)
Sensitifitas tanah dihitung dengan rumus : 𝑆𝑡 = 𝜎
𝜎′ (2.27)
Dimana :
St = Nilai sensitivitas tanah
σ = Kuat tekan maks. tanah asli (kg/cm2) σ‘ = Kuat tekan maks. tanah tidak asli (kg/cm2)
2.1.4.3 Pengujian California Bearing Ratio (CBR)
California bearing ratio (CBR) adalah percobaan daya dukung tanah yang pertama kali dikenalkan oleh California State Highway Department pada tahun 1928. Sedangkan metode CBR dipopulerkan oleh O. J. Porter. Prinsip pengujian ini adalah pengujian penetrasi dengan memasukkan benda ke dalam benda uji.
Dengan cara ini dapat dinilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain yang dipergunakan untuk membuat perkerasan. Pengujian CBR adalah perbandingan antara beban penetrasi (test load) suatu bahan dengan beban standard (standard load) dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama. Nilai CBR dihitung pada penetrasi sebesar 0,1 inci dan penetrasi sebesar 0,2 inci dan selanjutnya hasil kedua perhitungan tersebut dibandingkan sesuai dengan SNI 1744-2012 diambil hasil terbesar. Nilai CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standard berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100%. Ada 2 macam pengukuran CBR yaitu :
1. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0,254 cm (0,1”) terhadap penetrasi standard sebesar 70,37 kg/cm2 (1000 psi)
Nilai CBR = (PI/70,37) x 100% (PI dalam kg/cm2)
34 2. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0,508 cm (0,2”) terhadap
penetrasi standard yang besarnya 105,56 kg/cm2 (1500 psi) Nilai CBR = (PI/105,56) x 100% (PI dalam kg/cm2)
Dari kedua hitungan tersebut digunakan nilai terbesar
CBR laboratorium dibedakan atas 2 macam, yaitu CBR laboratorium terendam (soaked) dan CBR laboratorium tidak terendam (unsoaked).
a. CBR laboratorium terendam (soaked) dilakukan perendaman selama 4 hari (96 jam), perendaman ini bertujuan untuk membuat tanah menjadi jenuh air. (Sesuai dengan SNI 1744-2012). Akan tetapi pada penelitian ini, waktu perendaman hanya 24 jam, dikarenakan keterbatasan waktu penilitian.
b. CBR laboratorium tidak terendam (unsoaked) dilakukan langsung setelah tanah dipadatkan untuk pengujian.
Gambar 2.15 Alat pemeriksa nilai CBR di laboratorium (Soedarmo, 1997)
2.2 Bahan-Bahan Penelitian 2.2.1 Tanah lempung (Clay)
Beberapa definisi tanah lempung antara lain:
1. Terzaghi (1987)
Mendefenisikan bahwa tanah lempung sebagai tanah dengan ukuran mikrokonis sampai dengan sub mikrokonis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan permeabilitas lempung sangat rendah. Sehingga bersifat