ABSTRAK
Apolonia Delviyanti Putri Marga. 2015. Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Fisika Dengan Pendekatan Guru Sebagai Model Di SMA Santa Maria Yogyakarta. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui penerapan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran matapelajaran fisika pada materi Pengukuran, Besaran dan Satuan di kelas X MIA, materi Gerak Parabola di kelas XI MIA dan materi Gelombang Cahaya di kelas XII MIA, dan 2) mengetahui keefektivan penerapan karakter dengan pendekatan guru sebagai model dalam matapelajaran fisika pada materi Pengukuran di kelas X MIA, materi Gerak Parabola di kelas XI MIA dan materi Gelombang Cahaya di kelas XII MIA.
Penelitian ini dilaksanakan di kelas X MIA, XI MIA dan XII MIA SMA Santa Maria Yogyakarta pada bulan Agustus - Oktober 2014. Subyek dari penelitian ini adalah siswa kelas X MIA yang berjumlah 24 orang, XI MIA yang berjumlah 27 orang dan XII MIA yang berjumlah 20 orang serta 2 orang guru fisika. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif – kualitatif dengan seting natural. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan angket. Wawancara digunakan untuk mengetahui pendapat guru tentang pendidikan karakter dan kesulitan guru ketika menjadi model dalam menerapkan pendidikan karakter. Observasi digunakan untuk mengetahui penerapan nilai dalam kegiatan belajar mengajar baik oleh guru maupun siswa pada materi Pengukuran, Besaran dan Satuan di kelas X MIA, materi Gerak Parabola di kelas XI MIA dan materi Gelombang Cahaya di kelas XII MIA. Angket digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat menerapkan nilai - karakter dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa (1) pendidikan karakter juga dapat diterapkan dalam proses pembelajaran matapelajaran fisika pada materi Pengukuran di kelas X MIA, materi Gerak Parabola di kelas XI MIA dan materi Gelombang Cahaya di kelas XII MIA, (2) guru dapat membantu siswa untuk lebih memahami karakter dengan menjadi teladan bagi siswa sehingga siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
ABSTRACT
Apolonia Delviyanti Putri Marga. 2015. Character Education on Physics using Teacher as A Model Approach at Senior High School of Santa Maria Yogyakarta. Physics Education Study Program, Department of Mathematics and Natural Science Education, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.
This research aimed to: 1) understand the application of character education in physics subject on Measurements, Quantities and Units for class X MIA, Parabolic Motion for class XI MIA and Light Waves for class XII MIA, and 2) know effectiveness of the application of character using teacher as a model approach in physics subject on Measurements, Quantities and Units for class X MIA, Parabolic Motion for class XI MIA and Light Waves for class XII MIA.
This research was carried out in class X MIA, XI MIA and XII MIA SMA Santa Maria Yogyakarta on August - October 2014. The subject of this research was the students of class X MIA with 24 people, the students of class XI MIA with 27 people, the students of class XII MIA with 20 people and two physics teacher. This research was a quantitative-qualitative research using natural setting. The instrument used in this research was interview, observation and questionnaire. Interview was
used to find out teacher’s opinion about character education dan the obstacle when
using this approach to applied character education in class. Observation was used to find out the application of character education in class by both teacher and student on Measurements, Quantities and Units for class X MIA, Parabolic Motion for class XI MIA and Light Waves for class XII MIA. Questionnaire waas used to find out the extend to which students can apply character in their daily lives.
The result of this research have showed that (1) character education can be applied in the process of study physics on Measurements, Quantities and Units for class X MIA, Parabolic Motion for class XI MIA and Light Waves for class XII MIA, (2) teacher as a model can help student to know better about character so they can apply it in their daily lives.
i
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN PENDEKATAN GURU SEBAGAI MODEL DI SMA SANTA
MARIA YOGYAKARTA SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh :
Apolonia Delviyanti Putri Marga NIM : 101424029
HALAMAN JUDUL
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii
iii
iv
MOTTO
HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO
“Tidak ada hal yang terlalu mudah atau terlalu sulit untuk dilakukan..
Terus berusaha..
Lakukan bagianmu dengan baik dan biarkan Tuhan yang melakukan
sisanya..”
Skripsi ini kupersembahkan untuk: Orangtua tercinta:
Nikodemus Lang Euphrasia Sara
Kakak-kakak dan adik-adik: Gaudensius Putra Marga
Gregorius Putra Marga Theresia Maria Y. Putri Marga
Maria Hendrika Putri Marga Maria Salvatris Putri Marga
v
vii ABSTRAK
Apolonia Delviyanti Putri Marga. 2015. Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Fisika Dengan Pendekatan Guru Sebagai Model Di SMA Santa Maria Yogyakarta. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui penerapan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran matapelajaran fisika pada materi Pengukuran, Besaran dan Satuan di kelas X MIA, materi Gerak Parabola di kelas XI MIA dan materi Gelombang Cahaya di kelas XII MIA, dan 2) mengetahui keefektivan penerapan karakter dengan pendekatan guru sebagai model dalam matapelajaran fisika pada materi Pengukuran di kelas X MIA, materi Gerak Parabola di kelas XI MIA dan materi Gelombang Cahaya di kelas XII MIA.
Penelitian ini dilaksanakan di kelas X MIA, XI MIA dan XII MIA SMA Santa Maria Yogyakarta pada bulan Agustus - Oktober 2014. Subyek dari penelitian ini adalah siswa kelas X MIA yang berjumlah 24 orang, XI MIA yang berjumlah 27 orang dan XII MIA yang berjumlah 20 orang serta 2 orang guru fisika. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif – kualitatif dengan seting natural. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan angket. Wawancara digunakan untuk mengetahui pendapat guru tentang pendidikan karakter dan kesulitan guru ketika menjadi model dalam menerapkan pendidikan karakter. Observasi digunakan untuk mengetahui penerapan nilai dalam kegiatan belajar mengajar baik oleh guru maupun siswa pada materi Pengukuran, Besaran dan Satuan di kelas X MIA, materi Gerak Parabola di kelas XI MIA dan materi Gelombang Cahaya di kelas XII MIA. Angket digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat menerapkan nilai - karakter dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa (1) pendidikan karakter juga dapat diterapkan dalam proses pembelajaran matapelajaran fisika pada materi Pengukuran di kelas X MIA, materi Gerak Parabola di kelas XI MIA dan materi Gelombang Cahaya di kelas XII MIA, (2) guru dapat membantu siswa untuk lebih memahami karakter dengan menjadi teladan bagi siswa sehingga siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
viii ABSTRACT
Apolonia Delviyanti Putri Marga. 2015. Character Education on Physics using Teacher as A Model Approach at Senior High School of Santa Maria Yogyakarta. Physics Education Study Program, Department of Mathematics and Natural Science Education, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.
This research aimed to: 1) understand the application of character education in physics subject on Measurements, Quantities and Units for class X MIA, Parabolic Motion for class XI MIA and Light Waves for class XII MIA, and 2) know effectiveness of the application of character using teacher as a model approach in physics subject on Measurements, Quantities and Units for class X MIA, Parabolic Motion for class XI MIA and Light Waves for class XII MIA.
This research was carried out in class X MIA, XI MIA and XII MIA SMA Santa Maria Yogyakarta on August - October 2014. The subject of this research was the students of class X MIA with 24 people, the students of class XI MIA with 27 people, the students of class XII MIA with 20 people and two physics teacher. This research was a quantitative-qualitative research using natural setting. The instrument used in this research was interview, observation and questionnaire. Interview was used to find out teacher‟s opinion about character education dan the obstacle when using this approach to applied character education in class. Observation was used to find out the application of character education in class by both teacher and student on Measurements, Quantities and Units for class X MIA, Parabolic Motion for class XI MIA and Light Waves for class XII MIA. Questionnaire waas used to find out the extend to which students can apply character in their daily lives.
The result of this research have showed that (1) character education can be applied in the process of study physics on Measurements, Quantities and Units for class X MIA, Parabolic Motion for class XI MIA and Light Waves for class XII MIA, (2) teacher as a model can help student to know better about character so they can apply it in their daily lives.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini yang berjudul,” Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Fisika Dengan Pendekatan Guru Sebagai Model Di SMA Santa Maria Yogyakarta”.
Di era pendidikan yang semakin modern ini, karakter menjadi salah satu bagian yang penting. Bahkan dalam kurikulum hal tersebut semakin diupayakan agar diterapkan dalam pembelajaran di sekolah termasuk fisika. Fisika diharapkan dapat menjadi salah satu wadah untuk menerapkan pendidikan karakter dan guru berperan penting untuk dapat menyampaikan pendidikan karakter tersebut pada siswa sehingga kelak siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Penyusunan skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan. Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini penulis mendapat banyak masukan dan saran dari beberapa pihak. Semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini disamarkan identitasnya. Banyak pihak yang membantu peneliti dalam menyelesaikan penelitian untuk skripsi ini, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan rasa hormat dan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Paulus Suparno, S.J. MST., selaku dosen pembimbing yang membimbing dan mengarahkan penulis.
x
3. Drs. R. Rohandi, M. Ed. Ph.D., selaku dosen pembimbing akademik, 4. Suster Maria Ancilla OSF, S.Pd., M.M., selaku kepala sekolah SMA
Santa Maria Yogyakarta yang sudah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian di SMA Santa Maria Yogyakarta. 5. Bapak Andreas Suprono selaku guru mata pelajaran Fisika kelas X MIA
di SMA Santa Maria Yogyakarta yang sudah membimbing dan membantu peneliti selama penulisan skripsi.
6. Ibu Maria Fransisca Sutilah selaku guru mata pelajaran Fisika kelas XI MIA dan XII MIA di SMA Santa Maria Yogyakarta yang sudah membimbing dan membantu peneliti selama penulisan skripsi.
7. Bapak, Ibu, Kak Gonsi, Kak Yoris, Adik Yulia, Adik Hesti dan Adik Salvi yang selalu mendoakan, mendukung, dan menyemangati saya. Terima kasih untuk semua kasih sayang dan cinta.
8. Bapak Don dan Mama Meri sekeluarga yang telah memberi motivasi, dukungan dan doa selama menyelesaikan skripsi ini.
9. Nita, Nova, Leny, Endah, Kak Elis, Vano yang sudah banyak membantu selama penelitian.
xi
11.Teman-teman seangkatan Pendidikan Fisika 2010 yang selalu mendukung dan membantu selama peneliti menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma.
12.Seluruh Bapak dan Ibu dosen Pendidikan Fisika Universitas Sanata Dhrama yang telah memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis.
13.Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terimakasih banyak atas segala dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga masih perlu untuk dikaji dan diteliti lagi. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
xii
2. Pengertian Pendidikan Karakter ...11
B. Pendekatan Guru Sebagai Model ...21
C. Pendidikan Fisika dan Karakter ...23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...26
A. Design Penelitian ...26
B. Populasi dan Sampel Penelitian ...27
D. Instrumen Penelitian ...28
1. Wawancara ...28
2. Angket ...29
3. Observasi ...39
E. Validitas ...40
F. Metode Analisis Data ...40
1. Wawancara ...40
2. Angket ...41
3. Observasi ...42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...43
A. Deskripsi Penelitian ...43
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ...46
1. Wawancara Guru ...47
2. Observasi ...57
3. Angket ...73
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN DAN SARAN ...79
A. Kesimpulan ...79
B. Keterbatasan Penelitian ...80
C. Saran ...81
DAFTAR PUSTAKA ...82
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa ... 19
Tabel 2 Kisi-kisi Instrumen X MIA ... 31
Tabel 3 Kisi-kisi Instrumen XI MIA ... 33
Tabel 4 Kisi-kisi Instrumen XII MIA ... 36
Tabel 5 Hasil Pengamatan Langsung Terhadap Guru ... 57
Tabel 6 Hasil Pengamatan Langsung Terhadap Siswa ... 57
Tabel 7 Karakter yang Dimunculkan Guru ... 58
Tabel 8 Karakter yang Dimunculkan Siswa ... 59
Tabel 9 Kategorisasi Data ... 60
Tabel 10 Contoh Karakter yang Dimunculkan Guru dan Siswa ... 62
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Rata-rata Angket Penerapan Karakter ... 74 Gambar 2 Rata-rata Angket Penerapan Karakter Berdasarkan Karakter yang
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan ... 85
Lampiran 2. Transkrip Wawancara ... 86
Lampiran 3. Deskripsi Video ... 116
Lampiran 4. Angket dan Rekapitulasi Data Angket ... 145
Lampiran 5. Lembar Observasi Siswa ... 163
Lampiran 6. Lembar Observasi Guru ... 166
1
BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pada hakikatnya manusia lahir dalam keadaan tidak berdaya dan tidak langsung dapat berdiri sendiri atau dapat memelihara dirinya sendiri. Manusia perlu proses untuk mencapai suatu keadaan ketika dia dapat memelihara dirinya sendiri; ketika dia dapat menjadi pribadi yang lebih baik. Salah satu proses yang dijalani untuk mencapai keadaan tersebut adalah melalui pendidikan. Pendidikan merupakan proses pematangan kualitas hidup. Manusia harus mendapatkan pendidikan. Pendidikan yang dilaksanakan bertujuan untuk membina watak/karakter, menghasilkan generasi yang lebih baik; manusia-manusia yang berkebudayaan.
khusus yaitu Kewarganegaraan Negara Indonesia, Pendidikan Moral Pancasila (Koesoema, 2007:49). Usaha-usaha tersebut terus dikembangkan hingga ditetapkan bahwa mulai tahun pelajaran 2011, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan karakter.
Indonesia, saat ini sedang melakukan pembenahan dalam berbagai bidang termasuk bidang pendidikan. Pembenahan dalam bidang pendidikan terlihat dengan adanya usaha pemerintah mengganti kurikulum dalam pendidikan. Kurikulum terbaru yang sedang diusahakan untuk diberlakukan secara merata di seluruh Indonesia adalah kurikulum 2013. Satu hal yang menarik dari kurikulum ini adalah semakin ditekankannya pendidikan karakter dalam proses pembelajaran pada setiap matapelajaran. Pendidikan karakter ini memang bukan merupakan hal yang baru dalam dunia pendidikan. Hanya saja pendidikan karakter ini menjadi terlupakan ketika pendidikan formal atau sekolah hanya memfokuskan pendidikan pada pencapaian standar nasional pendidikan. Pendidikan karakter harus ada dalam proses pembelajaran pada setiap mata pelajaran termasuk fisika.
penting terhadap hasil akhirnya. Guru menyampaikan bahwa siswa perlu memperhatikan aturan angka penting ketika akan menentukan nilai angka tertentu karena perubahan sekecil apapun yang dilakukan dalam penentuan angka penting dapat berakibat besar terhadap hasil akhirnya. Pada tahap ini siswa berproses memahami angka penting dan bagaimana menggunakan aturan angka penting dengan baik. Guru juga dapat menyampaikan pendidikan nilai terkait materi angka penting yaitu tentang menghargai suatu hal yang kecil karena hal yang kecil tersebut dapat menjadi sangat berarti. Pada akhirnya siswa memahami bahwa sikap menghargai bukan saja dapat dilakukan dalam hal-hal yang besar tetapi dapat dimulai dari hal-hal kecil.
mengenali siswa SMA Kolese de Britto ketika mereka berada di luar lingkungan sekolahnya.
Menjadi pribadi berkarakter tentu akan sangat membantu siswa dalam kehidupannya sehari-hari baik itu di lingkungan sekolah maupun di lingkungan luar sekolah. Karakter membantu seseorang menjadi dikenal di lingkungan tempat dia berada. Karakter membantu seseorang untuk menemukan jalan keluar ketika berada di situasi sulit. Karakter membantu seseorang untuk meraih prestasi dalam hidupnya.
akhirnya siswa akan belajar bahwa meraih sukses itu tidak mudah tetapi bukan berarti sukses tidak dapat diraih.
Guru juga dapat membantu siswa dengan cara menjadi model; menjadi teladan dalam penghayatan nilai hidup yang ingin disampaikan pada peserta didiknya. Misalnya, guru dapat mengajar tentang menghargai pendapat orang lain dengan cara tidak mengatakan “salah” pada hal yang disampaikan oleh
murid tetapi lebih memilih untuk mengatakan “masih sedikit kurang tepat”.
Guru juga dapat mengajarkan tentang respek dengan cara memperhatikan pemikiran dan perasaan anak dengan serius. Hal yang perlu diingat guru adalah melalui pendidikan, seseorang diharapkan mampu menjadi dirinya sendiri yang tumbuh sejalan dengan bakat, watak, kemampuan, dan hati nuraninya secara utuh. Ini berarti guru tidak membantu membentuk karakter siswa menjadi sama seperti dirinya.
“Mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia”, itulah tujuan pendidikan nasional yang tertera jelas dalam pembukaan
2. Rumusan Masalah
1) Apakah pendidikan karakter juga diterapkan dalam proses pembelajaran matapelajaran fisika pada materi Pengukuran, Besaran dan Satuan (kelas X MIA), materi Gerak Parabola (kelas XI MIA) dan materi Gelombang Cahaya (kelas XII MIA)?
2) Apakah penerapan pendidikan karakter dengan pendekatan guru sebagai model dalam matapelajaran fisika pada materi Pengukuran, Besaran dan Satuan (kelas X MIA), materi Gerak Parabola (kelas XI MIA) dan materi Gelombang Cahaya (kelas XII MIA) efektif untuk membantu siswa dalam memahami dan menerapkan pendidikan karakter yang disampaikan guru?
3. Tujuan Penelitian
1) Mengetahui penerapan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran matapelajaran fisika pada materi Pengukuran, Besaran dan Satuan (kelas X MIA), materi Gerak Parabola (kelas XI MIA) dan materi Gelombang Cahaya (kelas XII MIA).
4. Batasan Penelitian
Pada penelitian ini untuk mengetahui penerapan pendidikan karakter dilihat berdasarkan pengamatan langsung oleh peneliti, hasil wawancara dengan guru, deskripsi video pembelajaran dan angket yang diisi oleh siswa.
5. Manfaat Penelitian
1) Bagi guru dan calon guru fisika
Dengan pendekatan guru sebagai model, guru dapat menemukan dan/ atau mengembangkan cara penyampaian pendidikan karakter yang lebih baik dalam proses pembelajaran.
2) Bagi siswa
8
BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI
A. Pendidikan Karakter 1. Pengertian Pendidikan
Ruang lingkup pendidikan sangat luas. Menurut Henderson, seperti dikutip Mulyasana (2011:2), pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir. Hal ini berarti pendidikan merupakan suatu proses yang dapat berlangsung di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Dalam tulisan ini, pengertian pendidikan dibatasi pada pengertian pendidikan yang dihubungkan dengan sekolah.
Dalam pengertian dasar, pendidikan adalah proses menjadi, yakni menjadikan seseorang menjadi dirinya sendiri yang tumbuh sejalan dengan bakat, watak, kemampuan dan hati nuraninya secara utuh. Pendidikan tidak dimaksudkan untuk mencetak karakter dan kemampuan peserta didik sama seperti gurunya. Proses pendidikan diarahkan pada proses berfungsinya semua potensi peserta didik secara manusiawi agar mereka menjadi dirinya sendiri yang mempunyai kemampuan dan kepribadian unggul (Mulyasana, 2011:2).
arti kegiatan mentransfer ilmu, teori dan fakta-fakta akademik semata; atau bukan sekedar urusan ujian, penetapan kriteria kelulusan, serta pencetakan ijazah semata. Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses pembebasan peserta didik dari ketidaktahuan, ketidakmampuan, ketidakberdayaan, ketidakbenaran, ketidakjujuran, dan dari buruknya hati, akhlak dan keimanan (Mulyasana, 2011:2).
Pendidikan merupakan proses mendidik, membina, mengendalikan, mengawasi, mempengaruhi dan mentransmisikan ilmu pengetahuan yang dilaksanakan oleh para pendidik kepada anak didik untuk membebaskan kebodohan, meningkatkan pengetahuan dan membentuk kepribadian yang lebih baik dan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Pendidikan juga merupakan upaya dan usaha para pendidik yang bekerja secara interaktif dengan para peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan serta memajukan kecerdasan dan ketrampilan semua orang yang terlibat dalam pendidikan (Salahudin, 2011:22).
Dalam GBHN Tahun 1973 dikemukakan pengertian pendidikan bahwa “Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu usaha yang disadari untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia yang dilaksanakan didalam maupun diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup”. Dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Mulyasana, 2011:5).
Dari beberapa pengertian pendidikan yang telah disampaikan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu proses pembelajaran yang dilakukan secara sadar dan terencana dan berlangsung secara terus menerus yang bertujuan untuk menghasilkan pribadi yang cerdas dan mampu mengembangkan potensi dirinya untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Pendidikan harus mampu menyatukan pemikiran, hati nurani dan perbuatan menjadi satu kesatuan yang utuh.
yang lebih baik (logis, obyektif, kritis, sistematis analitis) dan memperoleh ketrampilan tentang sesuatu.
2. Pengertian Pendidikan Karakter a. Pengertian Nilai
Dalam sebuah laporan yang ditulis oleh A Club of Rome (UNESCO, 1993), nilai diuraikan dalam dua gagasan yang saling berseberangan. Di satu sisi, nilai dibicarakan sebagai nilai ekonomi yang disandarkan pada nilai produk, kesejahteraan dan harga (dengan penghargaan yang demikian tinggi pada hal yang bersifat material). Sementara di sisi lain, nilai digunakan untuk mewakili gagasan atau makna yang abstrak dan tak terukur dengan jelas. Nilai yang abstrak dan sulit diukur itu antara lain keadilan, kejujuran, kebebasan, kedamaian dan persamaan. Dikemukakan pula, sistem nilai merupakan sekelompok nilai yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya dalam sebuah sistem yang saling menguatkan dan tidak terpisahkan. Nilai-nilai itu bersumber dari agama maupun dari tradisi humanistik (Mulyana, 2011:8).
menjadi bermartabat (Adisusilo, 2012:56). Nilai akan selalu berhubungan dengan kebaikan, kebajikan, dan keluhuran budi serta akan menjadi sesuatu yang dihargai dan dijunjung tinggi serta dikejar oleh seseorang sehingga ia merasakan adanya suatu kepusan dan ia merasa menjadi manusia yang sebenarnya. Sehubungan dengan peranan nilai dalam kehidupan manusia, ahli pendidikan nilai dari Amerika Serikat, Raths, Harmin dan Simon mengatakan bahwa nilai merupakan panduan umum untuk membimbing tingkah laku dalam rangka mencapai tujuan hidup seseorang.
Dalam bukunya, “Mengartikulasikan Pendidikan Nilai”, Rohmat Mulyana (2011) menyampaikan bahwa menurut Gordon Allport, nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya. Bagi Allport, nilai terjadi pada wilayah psikologis yang disebut keyakinan. Seperti ahli psikologi pada umumnya, keyakinan ditempatkan sebagai wilayah lainnya seperti hasrat, motivasi, sikap keinginan dan kebutuhan. Oleh karena itu, keputusan benar-salah, baik-buruk, indah-tidak indah pada wilayah ini merupakan hasil dari serentetan proses psikologis yang kemudian mengarahkan individu pada tindakan dan perbuatan yang sesuai dengan nilai pilihannya.
dalam menentukan suatu pilihan sehingga pada akhirnya seseorang akan merasakan kepuasan akibat pilihan yang dibuatnya. Nilai ini bersifat abstrak. Nilai sebagai sesuatu yang abstrak menurut Raths, seperti dikutip Sutarjo Adisusilo (2012:58), mempunyai sejumlah indikator yang dapat kita cermati, yaitu:
1) Nilai memberi tujuan atau arah kemana kehidupan harus menuju, harus dikembangkan atau diarahkan.
2) Nilai memberi aspirasi atau inspirasi kepada seseorang untuk hal yang berguna, yang baik, yang positif bagi kehidupan. 3) Nilai mengarahkan seseorang untuk bertingkah laku atau
bersikap sesuai dengan moralitas. Nilai memberi acuan atau pedoman bagaimana seharusnya seseorang bertingkah laku. 4) Nilai itu menarik, memikat hati seseorang untuk dipikirkan,
untuk direnungkan, untuk dimiliki, untuk diperjuangkan dan untuk dihayati.
5) Nilai mengusik perasaan, hati nurani seseorang ketika sedang mengalami perasaan atau suasana hati.
6) Nilai terkait dengan keyakinan atau kepercayaan seseorang, suatu kepercayaan atau keyakinan terkait dengan nilai-nilai tertentu.
pada pemikiran tetapi mendorong atau menimbulkan niat untuk melakukan sesuatu dengan nilai tersebut.
8) Nilai biasanya muncul dalam kesadaran, hati nurani atau pikiran seseorang ketika yang bersangkutan dalam suasana kebingungan, mengalami dilema atau menghadapi berbagai persoalan hidup.
b. Pengertian Karakter
Kata karakter (Inggris: character) berasal dari bahasa Yunani,
charassein yang berarti mengukir, melukis, memahat. Karakter secara
sederhana merupakan gabungan dari pengetahuan dan kebiasan moral seseorang (Ryan dan Bohlin, 1999). Karakter dapat terbentuk dari kebiasaan baik atau kebiasaan buruk. Dalam tulisan ini, akan dibahas tentang karakter yang terbentuk dari kebiasaan baik yang selanjutnya disebut karakter baik.
Dalam bukunya, Educating for Character, Thomas Lickona mengatakan bahwa karakter menurut Aristoteles merupakan kehidupan dengan melakukan tindakan-tindakan yang benar sehubungan dengan diri seseorang dan orang lain. Menurut Michael Novak, seorang filsuf kontemporer, karakter merupakan campuran kompatibel dari seluruh kebaikan yang diidentifikasi oleh tradisi religious, cerita sastra, kaum bijaksana, dan kumpulan orang berakal sehat yang ada dalam sejarah.
moral. Karakter yang baik terdiri dari mengetahui hal yang baik, menginginkan hal yang baik dan melakukan hal yang baik. Ketiga hal ini diperlukan untuk mengarahkan suatu kehidupan moral; ketiganya ini membentuk kebiasaan moral (Lickona, 2012:82).
Dari pengertian-pengertian karakter tersebut, dapat disimpulkan bahwa karakter adalah segala aktivitas manusia yang berkaitan dengan Tuhan, lingkungan dan dirinya sendiri yang terwujud dalam pemikiran, hati nurani dan tindakan seseorang berdasarkan norma-norma yang berlaku. Dasar karakter yang baik adalah menghargai martabat orang lain. Karakter yang baik dapat membentuk seseorang sebagai individu dan makhluk sosial yang baik karena seseorang yang berkarakter baik akan memikirkan, mempertimbangkan situasi, kondisi dan akibatnya sebelum bertindak. c. Pendidikan Karakter
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Mulyasana, 2011:5). Dari tujuan ini kita dapat menyimpulkan bahwa menjadi pribadi yang cerdas dan berakhlak mulia tidak dapat diraih hanya dengan pengetahuan atau teori tetapi juga dengan nilai yang akan membentuk kepribadian seseorang. Nilai ini selanjutnya diterapkan melalui pendidikan nilai.
Menurut Sastrapratedja seperti dikutip Mulyana dalam bukunya “Mengartikulasikan Pendidikan Nilai”, pendidikan nilai adalah
penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri seseorang. Pengertian yang hampir sama disampaikan oleh Mardiatmadja yang mendefinisikan pendidikan nilai sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya (Mulyana, 2011:119).
kasihan, disiplin, loyalitas, keberanian, toleransi, keterbukaan, etos kerja dan kecintaan pada Tuhan dalam diri seseorang.
Pendapat berikutnya adalah pendapat pencetus pendidikan karakter pertama yaitu pedagogi Jerman yang bernama F.W. Foerster (1869-1996). Karakter menurut Foerster adalah sesuatu yang mengkualifikasi seorang pribadi. Karakter menjadi identitas, menjadi ciri, menjadi sifat yang tetap, yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. Jadi, karakter adalah seperangkat nilai yang telah menjadi kebiasaan hidup sehingga menjadi sifat tetap dalam diri seseorang, misalnya kerja keras, pantang menyerah, jujur, sederhana dan lain-lain. Tujuan pendidikan, menurut Foerster, adalah pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial seseorang dengan perilaku dan sikap/nilai hidup yang dimilikinya. Dengan karakter itulah, kualitas seorang pribadi diukur.
Karakter seseorang dapat dibentuk dan dikembangkan dengan pendidikan nilai. Pendidikan nilai akan membawa pada pengetahuan nilai, pengetahuan nilai akan membawa pada internalisasi nilai, dan proses internalisasi nilai akan mendorong seseorang untuk mewujudkannya dalam tingkah laku sehingga akhirnya pengulangan tingkah laku yang sama akan menghasilkan watak seseorang (Adisusilo, 2012:78).
pada dasarnya sama. Pendidikan karakter pada dasarnya adalah pendidikan nilai, yaitu penanaman nilai-nilai agar menjadi sifat pada seseorang dan karenanya mewarnai kepribadian atau watak seseorang. Selanjutnya dalam tulisan ini, keseluruhan proses penanaman nilai hingga membentuk watak seseorang disebut sebagai pendidikan karakter.
Mulai tahun pelajaran 2011, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan karakter dalam setiap matapelajaran. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), dalam beberapa workshop kepala sekolah dan beberapa guru di berbagai sekolah, telah merumuskan 18 nilai yang dianggap sebagai karakter yang perlu ditanamkan pada anak didik di sekolah (Suparno, 2013:8). Secara rinci dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini:
Tabel 1. Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Nilai Deskripsi
1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur
3. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu yang menghasilkan cara atau hasil baru berdasarkan sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas
8. Demokratis
Cara berpikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahaui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat dan didengar.
10.Semangat Kebangsaan
kepentingan diri dan kelompoknya.
11.Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bangsa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa.
12.Menghargai prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
13.Bersahabat/ Komunikasi
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain.
14.Cinta Damai
Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya
15.Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16.Peduli Sosial
17.Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan lingkungan alam disekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
18.Tanggungjawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), Negara dan Tuhan yang Maha Esa.
Dari 18 nilai yang dirumuskan oleh Kemdikbud pada tabel 1 sangat jelas bahwa karakter yang perlu ditanamkan tersebut merupakan sikap dan tindakan, bukan hanya pengertian. Dengan mewujudkan nilai-nilai dalam tindakannya, sebenarnya seseorang akan sekaligus membangun dan membentuk kepribadiannya. Dengan dibiasakan melakukan hal yang baik, seseorang akan menjadi pribadi yang utuh, mencintai dan menghormati Tuhan, menghargai kehidupan sesama dan dirinya sendiri.
B. Pendekatan Guru Sebagai Model
memulai melaksanakan tugas profesionalnya, paling tidak secara implisit telah terdapat semacam motivasi dalam dirinya tentang satu tugas guru di masa depan yaitu memberikan penanaman nilai dan mempengaruhi perilaku siswa. Tumpuan pendidikan karakter ada dipundak guru.
Guru mempunyai tanggungjawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi di dalam kelas untuk membantu proses perkembangan siswa. Guru tidak hanya berperan sebagai pengajar tetapi juga sebagai pendidik. Dalam proses belajar mengajar, guru tidak terbatas sebagai penyampai ilmu pengetahuan tetapi juga bertanggungjawab akan keseluruhan perkembangan kepribadian siswa. Guru harus berusaha mengembangkan sikap, watak, nilai, moral, kata hati/nurani anak didik. Guru harus mampu mengembangkan potensi anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia. Guru memiliki kekuatan untuk menanamkan nilai-nilai dan karakter pada anak, setidaknya dengan tiga pendekatan yaitu guru dapat menjadi seorang penyayang yang efektif, guru dapat menjadi seorang model dan guru dapat menjadi mentor yang beretika.
sesuatu yang benar. Dalam setiap pembelajaran atau setiap tatap muka, guru menunjukkan bahwa selalu ada nilai yang perlu untuk diketahui, dipikirkan, direnungkan, dan diyakini sebagai hal yang baik dan benar sehingga mendorong siswa untuk dapat bertindak sesuai nilai tersebut. Nilai-nilai yang disampaikan oleh guru terus menerus diingatkan kepada siswa dan guru mencoba memberikan contoh konkret.
Siswa akan lebih banyak belajar dari apa yang mereka lihat. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk tidak sekedar mengajarkan pendidikan karakter melalui apa yang dikatakan melainkan juga menampilkan nilai tersebut dalam diri sang guru dalam kehidupan yang nyata. Guru diharapkan mampu menjadi model yang inspiratif agar peserta didik terkesan karena karakter guru menentukan (meskipun tidak selalu) warna kepribadian anak didik.
C. Pendidikan Fisika dan Karakter
Norman Lederman, seperti yang dikutip Paul Suparno dalam bukunya “Sumbangan Pendidikan Fisika Terhadap Karakter Bangsa”, menjelaskan apa
hakekat dari sains (termasuk fisika). Bagi dia sains (termasuk fisika, biologi, kimia) adalah (1) body of knowledge; (2) method; dan (3) way of knowing. Ini jelas mengacu pada epistomologi sains, yaitu sains sebagai cara mengerti, sebagai nilai dan beliefs. Sebagai body of knowledge berarti fisika lebih dilihat sebagai kumpulan hukum dan teori fisika. Sebagai method berarti fisika dilihat sebagai proses menemukan hukum itu. Sebagai nilai dan beliefs atau cara mengerti, dapat disebut sebagai sikap yang diperlukan dalam belajar fisika (2013:11). Sikap yang diperlukan dalam belajar fisika itu antara lain sikap menghargai orang lain, menghargai ciptaan, menghargai Tuhan yang dapat siswa peroleh lewat pengetahuan yang didapat; sikap berpikir kritis dan rasional, taat pada data, tenang, kerjasama dengan orang lain yang dapat siswa peroleh lewat proses belajar yang dilalui siswa serta sikap jujur, teliti, tekun yang dapat siswa peroleh lewat aspek sikap.
melakukan hal-hal yang baik. Empat pilar inilah yang coba diterapkan dalam pembelajaran fisika. Dalam unsur proses dan sikap, siswa dapat menggunakan apa yang diketahui dan dialami dalam proses pembelajaran fisika untuk menjadi orang yang lebih baik, untuk hidup bersama orang lain.
26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN
A. Design Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan kuantitatif. Menurut Suparno (2010:7), penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan data-data yang nantinya akan diskor dalam angka kemudian data-data tersebut dianalisis menggunakan statistik, sedangkan penelitian kualitatif adalah penelitian yang tidak menggunakan skor angka dan analisisnya tidak dengan statistik.
Penelitian kualitatif digunakan untuk mengetahui pendapat guru tentang pendidikan karakter itu sendiri dan bagaimana guru menerapkan pendidikan karakter tersebut dalam proses pembelajaran. Penelitian kuantitatif digunakan untuk mengetahui apakah pendekatan yang digunakan efektif dalam menyampaikan pendidikan karakter kepada siswa sehingga siswa dapat sungguh menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Karakter dalam penelitian ini dibatasi oleh 18 nilai menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) yang dianggap sebagai nilai yang dianggap penting untuk kemajuan bangsa Indonesia.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Menurut Suparno (2010:43) salah satu unsur yang penting dalam penelitian adalah bagaimana menentukan sampel dari populasi yang ingin kita teliti. Sampling adalah proses memilih dan menentukan sampel penelitian. Sampel adalah suatu kelompok dimana informasi atau data didapatkan. Populasi adalah kelompok yang lebih besar dimana hasil penelitian diharapkan berlaku, semua grup yang akan diteliti. Sampel merupakan himpunan bagian dari populasi.
Pada penelitian ini murid SMA Santa Maria Yogyakarta sebagai populasi dan murid kelas X MIA (24 orang), XI MIA (27 orang) dan XII MIA (20 orang) SMA Santa Maria Yogyakarta diambil sebagai sampel. Peneliti juga akan mencari informasi dari guru. Guru SMA Santa Maria Yogyakarta sebagai populasi dan guru fisika (2 orang) sebagai sampel. Guru mengajar dengan menggunakan pendekatan guru sebagai model pada ketiga kelas yang akan diteliti.
C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian yaitu di SMA Santa Maria Yogyakarta, pada siswa kelas X MIA, XI MIA dan XII MIA.
2. Waktu Penelitian
D. Instrumen Penelitian
Instrumentasi adalah seluruh proses untuk mengumpulkan data. Sedangkan, instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian. Bentuknya dapat berupa tes tertulis, angket, wawancara, dokumentasi, dan observasi (Suparno, 2010:55). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara/ interview, angket, dan observasi. 1. Wawancara
Wawancara/interview adalah semacam kuesioner lisan, suatu dialog yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh informasi yang diperlukan (Suparno, 2010:62). Wawancara yang digunakan kali ini adalah wawancara terpimpin dimana peneliti sudah menyiapkan pertanyaan dengan lengkap. Dalam penelitian ini, peneliti akan mewawancarai guru matapelajaran Fisika.
Tujuan dari wawancara ini adalah untuk mengetahui pendapat guru tentang pendidikan karakter dan penerapannya dalam proses belajar mengajar. Secara umum, format wawancara yang digunakan adalah: a. Bagaimana pendapat ibu/ bapak tentang penerapan pendidikan
karakter di sekolah?
b. Bagaimana pendapat ibu/ bapak tentang 18 karakter menurut Kemendikbud?
d. Bagaimana cara ibu/ bapak menerapkan pendidikan karakter dalam proses belajar mengajar?
e. Dalam penerapannya, apakah bapak/ ibu membuat rencana terlebih dahulu?
f. Sejauh ibu/ bapak mengajar, kesulitan apa yang dialami dalam usaha menerapkan karakter dalam diri siswa?
Wawancara di atas akan dilakukan sebelum guru mengajar dengan metode yang ingin diteliti oleh peneliti.
Setelah guru mengajar dengan metode yang ingin diteliti oleh peneliti, guru akan diwawancarai untuk mengetahui kesesuaian antara wawancara awal dengan penerapannya saat proses pembelajaran. Pertanyaan wawancara meliputi kesesuaian antara perencanaan dan penerapan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran di kelas dan kesulitan yang dialami guru ketika menerapkan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran di kelas. Proses wawancara akan direkam.
2. Angket
Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis untuk memperoleh informasi dari responden yang ingin diketahui (Suparno, 2010:61). Angket yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup dimana responden tinggal memilih jawaban yang sudah disediakan oleh peneliti. Dilihat dari bentuknya, angket yang digunakan merupakan angket rating
scale (skala bertingkat) dimana pernyataan yang ditulis akan diikuti
siswa untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami dan dapat menerapkan pendidikan karakter yang disampaikan oleh guru. Pernyataan-pernyataan yang diajukan dalam angket berkaitan dengan tingkat kebiasaan siswa dalam menerapkan pendidikan karakter terutama dalam lingkungan sekolah.
Jenis skala yang dipakai adalah skala Likert. Dengan menggunakan skala Likert, responden memberi jawaban atas setiap pernyataan dengan jawaban selalu (SL) jika responden melakukan hal yang dimaksud secara rutin, sering (SR) jika responden melakukan hal yang dimaksud berulang kali, kadang-kadang (KD) jika sekali-sekali responden melakukan hal yang dimaksud, pernah (P) jika responden sudah melakukan hal yang dimaksud satu kali dan tidak pernah (TP) jika responden sama sekali tidak melakukan hal yang dimaksud.
13. Bersahabat/
Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Kelas XI MIA
2. Jujur
Saya bertanya pada teman atau guru ketika ada bagian yang tidak saya mengerti dalam materi gerak ada bagian materi yang tidak saya
16. Peduli Sosial
Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Kelas XII MIA
11. Cinta Tanah Air
Saya mengerjakan soal try out UN dengan sesuka hati tanpa
diberikan oleh guru dengan baik
3. Observasi
Menurut Suparno (2010:63), observasi meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera (penciuman, peraba, pengecap, rekaman gambar, rekaman suara, dll). Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi sistematis dimana peneliti sudah menyediakan daftar kegiatan yang akan diamati. Peneliti akan mengamati:
a. Suasana di ruang kelas ketika proses belajar mengajar berlangsung b. Cara guru menyampaikan pendidikan karakter dalam proses belajar
mengajar
c. Apakah siswa juga menerapkan karakter ketika belajar di kelas, misalnya sikap siswa ketika ada yang bicara, cara siswa menanggapi pendapat orang lain.
peneliti selama kegiatan pengumpulan data dan merefleksikan data tersebut dalam kajian penelitiannya.
E. Validitas
Validitas mengukur atau menentukan apakah suatu tes sungguh mengukur apa yang mau diukur, yaitu apakah sesuai dengan tujuan. Validitas menunjukkan pada kesesuaian, penuh arti, bergunanya kesimpulan yang dibuat peneliti berdasarkan data yang dikumpulkan (Suparno, 2010:67).
Validasi instrumen dalam penelitian ini adalah content validity (validitas isi). Validitas isi artinya isi dari instrumen yang akan digunakan sungguh mengukur isi dari domain yang mau diukur. Apakah item test sungguh mempresentasikan isi yang mau dites (Suparno, 2010:68). Untuk angket, lembar observasi dan format wawancara dalam penelitian ini validasinya dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan guru fisika di sekolah.
F. Metode Analisis Data 1. Wawancara
dicoding untuk melihat hal yang sungguh sesuai dengan konteks penelitian. Coding adalah usaha mengklasifikasikan jawaban-jawaban responden dengan jalan menandai masing-masing kode tertentu (Margono, 2009:191).
2.
Angket
Angket yang dipakai dalam penelitian ini adalah angket skala bertingkat. Jenis skala yang dipakai adalah skala Likert. Responden diberikan pernyataan terkait sikap mereka dalam menerapkan pendidikan karakter. Responden menjawab setiap pernyataan dengan jawaban selalu (SL) jika responden melakukan hal yang dimaksud secara terus menerus, sering (SR) jika responden melakukan hal yang dimaksud berulang kali, kadang-kadang (KD) jika sekali-sekali responden melakukan hal yang dimaksud, pernah (P) jika responden sudah melakukan hal yang dimaksud satu kali atau tidak pernah (TP) jika responden sama sekali tidak melakukan hal yang dimaksud. Masing-masing jawaban akan dikaitkan dengan angka sebagai berikut:
a. Pernyataan positif diberi skor: Selalu (SL) = 5, Sering (SR) = 4, Kadang-kadang (KD) = 3, Pernah (P) = 2, dan Tidak Pernah (TP) = 1. b. Pernyataan negatif diberi skor: Selalu (SL) = 1, Sering (SR) = 2,
Rata-rata setiap jawaban dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut:
̅
Dengan nilai rata-rata untuk setiap jawaban siswa dari setiap karakter maka dapat ditentukan nilai maksimal dan nilai minimal. Data nilai rata-rata yang diperoleh dapat dibuat grafik. Kemudian dapat dilihat karakter apa yang muncul dan yang paling sering muncul dalam proses pembelajaran.
3. Observasi
Pengolahan data yang diperoleh melalui pengamatan langsung dan melalui rekaman gambar/ video pembelajaran akan dilakukan dengan cara membuat refleksi catatan lapangan dan lembar observasi, deskripsi video pembelajaran dan memberi kode (coding).
43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Penelitian
Penelitian ini diawali dengan wawancara guru pada tanggal 25 Agustus 2014. Guru yang diwawancarai adalah Guru A. Beliau adalah guru fisika kelas XI MIA dan XII MIA. Wawancara berlangsung selama 20 menit di ruang tamu SMA Santa Maria Yogyakarta.
Selanjutnya peneliti mulai melakukan pengamatan dan merekam proses pembelajaran di kelas XII MIA pada tanggal 30 Agustus 2014. Proses pembelajaran diawali dengan perkenalan peneliti oleh guru dan kemudian dilanjutkan dengan penyampaian materi. Tanggal 30 Agustus 2014 merupakan pertemuan pertama (2 x 45 menit) untuk materi gelombang cahaya. Pengamatan dan perekaman proses pembelajaran untuk pertemuan kedua (2 x 45 menit) dan ketiga (1 x 45 menit) berturut-turut dilakukan pada tanggal 3 September 2014 dan 6 September 2014. Angket untuk siswa kelas XII MIA dibagikan pada tanggal 10 September 2014.
tanggal 8 September 2014 dan 12 September 2014. Angket untuk siswa kelas XI MIA dibagikan pada tanggal 22 September 2014.
Dalam proses pengamatan dan perekaman kegiatan pembelajaran di kelas XI MIA dan XII MIA, peneliti meminta bantuan seorang teman untuk merekam kegiatan pembelajaran sedangkan pengamatan dilakukan oleh peneliti. Menurut guru A selaku guru kelas XI MIA dan XII MIA, keberadaan peneliti didalam kelas tidak mengganggu proses pembelajaran dan tidak mempengaruhi keadaan siswa. Siswa bersikap seperti biasa; sikap siswa sama seperti ketika tidak ada peneliti.
Pada tanggal 22 September 2014, peneliti melakukan wawancara guru. Wawancara guru dilakukan pada pukul 10.30 WIB dan pukul 12.15 WIB. Pada pukul 10.30 WIB, peneliti mewawancarai guru A, selaku guru kelas XI MIA dan XII MIA. Proses wawancara berlangsung selama 15 menit di ruang tamu SMA Santa Maria Yogyakarta. Pada pukul 12.15 WIB, peneliti melakukan wawancara terhadap guru B. Wawancara yang dilakukan merupakan wawancara pertama yang dilakukan peneliti dengan guru B. Wawancara berlangsung 12 menit di ruang tamu SMA Santa Maria Yogyakarta.
selama 1 x 45 menit. Selanjutnya, selama dua minggu peneliti tidak dapat melanjutkan penelitian karena adanya jadwal ujian tengah semester.
Penelitian di kelas X MIA dilanjutkan pada hari Sabtu, 11 Oktober 2014. Peneliti melakukan pengamatan dan merekam proses pembelajaran yang berlangsung selama 2 x 45 menit. Dalam pertemuan kali ini, siswa mempresentasikan hasil proyek terkait pengukuran benda yang telah dilakukan siswa. Ada 2 kelompok yang dapat mempresentasikan hasil proyeknya. Selanjutnya peneliti kembali melakukan pengamatan dan merekam proses pembelajaran yang berlangsung selama 1 x 45 menit pada hari Selasa, 14 Oktober 2014. Dalam pertemuan ini, ada 1 kelompok yang dapat mempresentasikan hasil proyeknya. Pengamatan dan merekam proses pembelajaran berikutnya dilakukan pada hari Sabtu, 18 Oktober 2014. Pada pertemuan kali ini, ada 3 kelompok yang mempresentasikan hasil proyeknya. Angket untuk siswa kelas X MIA dibagikan pada hari yang sama yaitu tanggal 18 Oktober 2014, ketika guru telah selesai menyampaikan rangkuman pembelajaran. Setelah pembagian angket, peneliti mewawancarai guru B, guru fisika kelas X MIA.
siswa. Siswa bersikap seperti biasa; sikap siswa sama seperti ketika tidak ada peneliti.
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Melalui wawancara guru, peneliti menemukan bahwa guru setuju dengan adanya pendidikan karakter. Pendidikan karakter harus ada dalam proses pembelajaran karena menurut guru karakter dapat membentuk siswa menjadi pribadi yang berkepribadian, mandiri dan berprestasi. Guru dapat menerapkan pendidikan karakter dengan menjadi contoh/teladan bagi siswa. menjadi contoh/teladan bagi siswa dapat memudahkan siswa untuk memahami dan menerapkan pendidikan karakter dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun demikian, guru mengakui bahwa menjadi contoh/ teladan bagi siswa tidaklah mudah. Guru harus dapat menyesuaikan diri dengan latar belakang siswa dan guru harus pandai menyisipkan karakter yang ingin disampaikan dalam proses pembelajaran serta menjadi contoh yang baik.
karakter dapat diterapkan tetapi secara umum, guru dan siswa sama-sama telah menerapkan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran fisika.
Bukan hanya dalam pembelajaran fisika. Dengan usaha guru menyampaikan pendidikan karakter menggunakan pendekatan guru sebagai model, siswa kemudian dapat memahami dan menerapkan pendidikan karakter tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini peneliti temukan melalui angket dimana angket yang dibagikan berisi tentang kebiasaan siswa melakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan penerapan pendidikan karakter baik didalam lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat. Secara lebih menyeluruh, hasil penelitian untuk wawancara guru, observasi dan angket disampaikan sebagai berikut:
1. Wawancara Guru
Wawancara guru dilakukan sebelum dan sesudah proses pembelajaran. Peneliti mewawancarai 2 orang guru yaitu guru A selaku guru fisika kelas XI MIA dan XII MIA dan guru B selaku guru fisika kelas X MIA. Wawancara dilakukan 2 kali untuk setiap guru. Wawancara pertama bertujuan untuk mengetahui pendapat guru tentang pendidikan karakter sedangkan wawancara kedua bertujuan untuk memperjelas beberapa hal yang ditemukan peneliti selama proses pengamatan dan merekam video pembelajaran di kelas.
a. Hasil Penelitian
dalam pembelajaran. Menurut guru A, karakter diperlukan untuk dapat membentuk seseorang menjadi pribadi yang berkepribadian, mandiri dan berprestasi. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut: Kutipan wawancara 1:
Peneliti : Iya..Oh..terus tentang kurikulum ni bu..kurikulum 2013. Kan
di Santa Maria sudah diterapkan nah salah satunya di
kurikulum 2013 kan semakin diterapkannya pendidikan
karakter. Nah seperti itu, nah kalo menurut ibu penerapan
pendidikan karakter di suatu sekolah itu perlu atau tidak bu?
Guru A : Oh iya perlu
Peneliti : Itu kira-kira kenapa bu menurut ibu?
Guru A : Karena kita harus menghasilkan siswa yang berkepribadian,,
Peneliti : Perlunya..
Guru A : Khususnya kalo Santa Maria mempunyai visi misi
menjadikan siswa yang berpribadi, prestasi dan mandiri.
Tiga karakter yang akan dibentuk itu tidak cukup hanya
diberikan lewat pengetahuan saja. Untuk bisa menjadi
mandiri, untuk bisa menjadi berprestasi, untuk bisa menjadi
Beliau juga menyampaikan bahwa melalui fisika, pendidikan karakter juga dapat diterapkan. Akan tetapi, tidak semua karakter menurut Kemdikbud dapat diterapkan sekali mengajar karena pendidikan karakter tersebut disisipkan ketika proses pembelajaran berlangsung.
Kutipan wawancara 2:
Peneliti : Terus untuk pendidikan karakter itu menurut ibu juga dan
sejauh pengalaman ibu melalui fisika itu dapat diterapkan
atau tidak?
Guru A : Banyak sebetulnya.
Peneliti : Bisa berarti ya bu.
Guru A : Bisa.
Peneliti : Trus itu sekali mengajar bu 18 itu bisa diterapkan atau?
Guru A : Tidak semuanya.
Peneliti : Ohh tidak semuanya..
Guru A : Tidak semuanya. Tidak langsung 18 karakter itu kita
terapkan. Ini kan sifatnya ya menyisipkan dalam kegiatan
kita. Kan tidak ada jam khusus untuk pendidikan karakter.
Dalam proses penerapannya, guru A menggunakan metode guru sebagai model. Jika dapat mencontohkan dengan baik, akan lebih mudah bagi siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kutipan wawancara 3:
Peneliti : Terus berkaitan dengan penerapan itu bu,,nah apakah ibu
ketika mengajar kan ibu menyisipkan pendidikan karakter
bu,,misalnya jujur apakah ibu cuma menyampaikan
anak-anak kita harus bersikap jujur atau kah ibu juga sendiri
menerapkan?
Guru A : Oh iya kalo untuk bagaimana kita memasukkan
pendidikan karakter itu khususnya jujur itu kita yang
pertama kita jujur dulu. Pertama kita terbuka dengan
siswa. Contohnya kalo kita salah ngitung ya kita akui saja
klo kita salah ngitung,,,ayo kita koreksi sama-sama
mungkin saya salah ngitung. Terbuka enak. Jadi mereka
tau oh gurunya terbuka, kami juga harus terbuka.
Dalam wawancara dengan guru B, beliau juga menyatakan hal yang sama yakni bahwa beliau setuju dengan semakin ditekankannya pendidikan karakter dalam proses pembelajaran.
Kutipan wawancara 4:
karakter di sekolah itu penting gag pak? Kira-kira
kenapa?
Guru B : Menurut saya penting ya apalagi untuk sekolah
menengah. Di kurikulum 2013 itu kan dicantumkan watak
yang sebaiknya dimiliki seseorang..di fisika juga ada..kan
di fisika bukan cuma konten tapi juga ada nilai yang
diterapkan didalamnya..Kecepatan ya? Gag bisa dicatat
ya?
Guru B juga menyampaikan bahwa penerapan pendidikan karakter dalam fisika dapat dilakukan dengan menyisipkannya dalam proses pembelajaran.
Kutipan wawancara 5:
Peneliti : Hehe,,iya pak. Terus itu dalam fisika pak itu pendidikan
karakter itu bisa diterapkan atau tidak pak?
Guru B : Iya,, Saya kira ada 3 aspek ya. Ada sikap, produk, proses.
Kita masukkan karakter dalam fisika,,itu include dalam
pembelajaran. Misalnya memecahkan masalah. Jujur
dalam memasukkan data. Jadi karakter masuk dalam
pembelajaran. Itu pintar-pintar guru lah untuk
memasukkannya dalam pelajaran.
kan penerapan karakternya itu dengan menyisipkan. Nah
itu cara bapak menyisipkan itu seperti apa pak?
Guru B : Kadang-kadang itu gag kepikiran. Ternyata itu ada
karakternya. Tapi selalu ada. Entah itu mau seperti apa.
Kita mikir saja materinya oh ternyata dalam materi juga
ada. Tapi kalau mau di seting juga bisa ya kalau kita mau
kerja sama oh misalnya kelompok. Kalo kejujuran tolong
datanya ya. Selama ini fisika dan karakter itu campur
aduk ya. Tahu materinya tahu karakternya. Dari situ kita
ngambil oh kegiatannya bisa yang ini.
Tentang penerapannya dalam pembelajaran, guru B menyampaikan bahwa seorang pribadi yang hendak menyampaikan pendidikan karakter dengan menjadi contoh, hendaknya melakukannya dengan tidak dibuat-buat.
Kutipan wawancara 6:
Peneliti : Iya tapi selebihnya itu penerapannya..nah kita kan mau
bicara guru sebagai model,,itu bapak juga saat-saat
tertentu bapak menyampaikan dengan menjadi contoh.
Misalnya jujur ni pak, bapak mengerjakan soal terus ada
salah hitung, siswa mengoreksi terus bapak mengakui oh
Guru B : Nek sepanjang itu teladan,,,teladan itu kan gag
dibuat-buat itu muncul dengan sendirinya. Misalnya datang tepat
waktu, menghargai orang yang bicara. Itu muncul dengan
sendirinya. Tapi misalnya kayak kerjasama ada itunya.
Jadi contoh secara eksplisit itu seperti itu. Kalau ini loh
contohnya seperti ini itu malah wagu ya..
Karakter yang akan diterapkan di kelas, dapat dimasukkan dalam RPP. Dengan kata lain, guru memiliki perencanaan dalam menyampaikan pendidikan karakter di kelas. Meskipun karakter tersebut tertulis dalam RPP, penerapannya dalam proses pembelajaran kadang sesuai dan kadang tidak. Ketidaksesuaian yang dimaksud tidak berarti bahwa karakter yang tertulis dalam RPP tidak dapat diterapkan. Ketidaksesuian yang dimaksud adalah kadang-kadang guru menemukan bahwa dalam proses pembelajaran, karakter yang diterapkan ternyata lebih banyak dari yang tertulis di RPP.
Menerapkan pendidikan karakter dengan menjadikan diri sebagai contoh atau teladan ternyata bukan hal yang mudah. Guru A maupun guru B menyadari betul akan hal itu. Bagi guru A, kesulitan penerapan pendidikan karakter terletak pada penyesuaian dengan latar belakang anak. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut: Kutipan wawancara 7:
pertama kan ibu bilang salah satu kesulitan itu tentang
ya masalah perkembangan pergaulan, perkembangan IT
itu. Nah kalo untuk didalam kelas itu sendiri bu, kesulitan
yang ibu temukan pas penerapan pendidikan karakter itu
apa saja bu?
Guru A : Dalam kelas?
Peneliti : Iya bu..
Guru A : Itu anak-anaknya kan dari berbagai daerah..yang latar
belakang budayanya berbeda-beda sehingga untuk
penyesuaian itu kan butuh waktu..tidak bisa langsung.
Jadi latar belakang anak yang berbeda-beda.
Peneliti : Jadi menyesuaikan dengan latar belakang itu ya bu..
Guru A : Iya..itu kan butuh waktu.
Berbeda dengan guru A, menurut guru B letak kesulitan penerapan karakter di dalam kelas adalah menjadi contoh itu sendiri.
Kutipan wawancara 8:
Peneliti : Iya pak. Ok pak. Ni 2 lagi ni pak,,tinggal 2. Kan bapak
menerapkan pendidikan karakter, kalau yang saya lihat
ya pak, itu lebih banyak juga bapak
Nah itu kesulitannya itu apa pak?
Guru B : Ya itu menjadi contoh. Kadang-kadang yo kita berusaha
sebagus-bagusnya. Contoh nek dong ya kita contoh.
Kadang-kadang gag terasa ya, yang menilai itu orang
lain tapi prinsip teladan itu nomor satu. Ya itu kan seribu
kata-kata kalah dengan satu teladan dan itu yang
diusahakan. Memang belum maksimal ya kita sebagai
guru disini. Yang jelas tetap berusaha memberikan yang
terbaik. Itu mbak. Prinsipnya begitu tapi ya memang
belum sempurna ya,,teladan. Jadi kita perkuat dengan
kata-kata. Seperti tadi kesalahan memang saya kuati.
Nek memang susah loh ngomong minta maaf gitu tapi itu
bagus. Kita kuatkan dengan kata-kata supaya mereka
tahu seperti itu ada harganya. Nek orang gag bisa minta
maaf itu ngotot loh dengan alasan macam-macam. Saya
gag suka nek seperti itu. Tapi kalau bagus dengan rendah
hati mengakui kesalahan menurut saya top.
b. Pembahasan
tempat siswa untuk berlatih, mengasah kepribadiannya agar kelak menjadi pribadi yang sungguh baik. Di SMA Santa Maria Yogyakarta, penerapan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran sudah lama dilakukan termasuk dalam mata pelajaran fisika. Bukan hanya karena tuntutan kurikulum. SMA Santa Maria Yogyakarta mempunyai visi menjadikan siswa yang berpribadi, prestasi dan mandiri. Bertolak pada visi tersebut, guru dan siswa bekerja sama untuk membantu siswa membentuk dirinya menjadi siswa yang berpribadi, prestasi dan mandiri.
Oleh karena pendidikan karakter penting untuk diterapkan di sekolah, maka peran guru sebagai pendidik tentu sangat diperlukan. Guru dengan caranya masing-masing diharapkan mampu membantu siswa membentuk watak dan kepribadiannya. Banyak hal yang dapat dilakukan guru untuk menyampaikan hal tersebut. Salah satunya dengan menjadi contoh atau teladan; menjadi model bagi siswa. Jika guru dapat menjadi mencontohkan dengan baik maka akan lebih mudah bagi siswa untuk menerapkan pendidikan karakter dalam kehidupan sehari-hari. Hal inilah yang dilakukan oleh guru fisika di SMA Santa Maria Yogyakarta.
atau guru tidak mengerti contoh yang sungguh baik untuk menyampaikan suatu nilai karakter.
2. Observasi
a. Hasil Penelitian
Peneliti melakukan observasi untuk 3 kelas yaitu kelas X MIA, XI MIA dan XII MIA dengan jumlah pertemuan masing-masing 3 kali pertemuan, 3 kali pertemuan dan 4 kali pertemuan. Observasi ini bertujuan untuk melihat apakah guru dapat menerapkan pendidikan niai-karakter dengan menjadi contoh dan apakah siswa mampu menerapkan karakter di dalam kelas. Observasi ini dilakukan dengan cara pengamatan langsung (dengan panduan lembar observasi), membuat catatan lapangan dan merekam video pembelajaran.
Dari pengamatan langsung, peneliti menemukan bahwa baik guru maupun siswa dapat menerapkan pendidikan karakter selama proses pembelajaran berlangsung. Secara umum, data pengamatan langsung dapat dilihat dalam tabel 5 dan tabel 6 berikut:
Tabel 5. Hasil Pengamatan Langsung Terhadap Guru
Aspek Yang Diamati
X MIA XI MIA XII MIA
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak 1.Menyampaikan
karakter
√ √ √
mampu menerapkan
Tabel 6. Hasil Pengamatan Langsung Terhadap Siswa