( PTG ) dimana sejumlah 15-28% wanita dengan mola hidatidosa mengalami ( PTG ) dimana sejumlah 15-28% wanita dengan mola hidatidosa mengalami degenerasi keganasan menjadi PTG.
degenerasi keganasan menjadi PTG. Kori
Koriokarokarsinosinoma ma tidtidak ak selaselalu lu beraberasal sal dari dari molamolahidahidatidotidosa sa namunamun n tidtidak ak jarang
jarang berasal berasal dari dari kehamilakehamilan n normal, normal, prematurprematur, , abortus abortus maupun maupun kehamilakehamilann ekt
ektopiopik k yanyang g jarjariningan gan trtrofoofoblablasnysnya a menmengagalamlami i konkonverversi si memenjanjadi di tutumor mor trofoblas ganas.
trofoblas ganas.
Koriokarsinoma ini sering terjadi pada usia 14-49 tahun dengan rata-rata Koriokarsinoma ini sering terjadi pada usia 14-49 tahun dengan rata-rata 31,2 tahun. Resiko terjadinya PTG yang non metastase 75% didahului oleh 31,2 tahun. Resiko terjadinya PTG yang non metastase 75% didahului oleh mola hidatidosa dan sisanya oleh abortus, kehamilan ektopik atau kehamilan mola hidatidosa dan sisanya oleh abortus, kehamilan ektopik atau kehamilan at
atermerm. . ResResiko iko teterjarjadidinya nya PTG PTG yanyang g memetastastatase se 50% 50% dididahdahuluului i oleoleh h molmolaa hid
hidatatidoidosa, sa, 25% 25% oleoleh h ababortortus, us, 22% 22% ololeh eh kehkehamiamilalan n ataterm erm dan dan 3% 3% ololeheh kehamilan ektopik.
kehamilan ektopik.
Angka kejadian tertinggi Koriokarsinoma di dunia ditemukan terbanyak Angka kejadian tertinggi Koriokarsinoma di dunia ditemukan terbanyak pada
pada daerah daerah Asia, Asia, Afrika, Afrika, dan dan Amerika Amerika Latin. Latin. Juga Juga disebutkadisebutkan n bahwa bahwa angkaangka kejadian rata-rata terendah secara signifikan terlihat di
kejadian rata-rata terendah secara signifikan terlihat di daerah Amerika Utara,daerah Amerika Utara, Eropa dan Australia.
Eropa dan Australia.
Di Amerika angka kejadian Koriokarsinoma berkisar 1 dari 20-40 ribu Di Amerika angka kejadian Koriokarsinoma berkisar 1 dari 20-40 ribu kehamilan, dimana diperkirakan angka kejadiannya 1 dari 40 kehamilan mola kehamilan, dimana diperkirakan angka kejadiannya 1 dari 40 kehamilan mola hidatido
hidatidosa, 1 sa, 1 dari 5.000 kehamilan ektopik, 1 dari 15.000 dari 5.000 kehamilan ektopik, 1 dari 15.000 kasus abortus, dan 1kasus abortus, dan 1 dari 150.000 kehamilan normal. Sedangkan di Indonesia sendiri disebutkan dari 150.000 kehamilan normal. Sedangkan di Indonesia sendiri disebutkan bahwa
bahwa angka angka kejadiakejadian n penyakit penyakit trofoblatrofoblas s secara secara umum umum bervariasbervariasi, i, di di antaraantara 1/120 hingga 1/200 kehamilan. Oleh karena itu penting untuk mengetahui 1/120 hingga 1/200 kehamilan. Oleh karena itu penting untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada koriokarsinoma mengingat cukup tingginya angka kelainan yang terjadi pada koriokarsinoma mengingat cukup tingginya angka kej
kejadiadian an korkorioiokarkarsinsinoma oma di di dundunia ia papada da umuumumnymnya a dan dan di di InIndondonesiesia a padpadaa khususnya.
khususnya.
Plasenta berbentuk bundar diskoid dengan diameter 15-20 cm dan tebal 2-3 cm. Berat plasenta rata-rata 500-1000 gram. Tali pusat berhubungan dengan plasenta biasanya ditengah (letak sentral). Keadaan ini disebut insersio sentralis. Bila hubungan ini terletak agak ke pinggir, maka disebut insersio lateralis, dan bila tepi plasenta, maka disebut insersio marginalis. Kadang tali pusat berada diluar plasenta dan hubungan dengan plasenta terjadi melalui selaput janin. Jika hal demikian terjadi, maka disebut insersio velamentosa.(1,2,3)
Plasenta yang matang terdiri dari dua bagian, yaitu sisi uterin atau maternal, dan sisi janin. Kedua sisi ini dapat dibedakan dari keadaan fisiknya. Sisi janin lebih lembut dan licin dengan adanya insersi tali pusat dari permukaannya, sedangkan sisi maternal berwarna lebih merah dan permukaannya berbenjol-benjol karena adanya massa villi korionik yang terbenam dalam endometrium (anchoring villi ). Anchoring villi ini membagi plasenta kedalam 7-10 massa yang disebut kotiledon. (1,3)
Gambar 1. (A) Sisi Janin; (B) Sisi Maternal
Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan kurang lebih 16 minggu dengan ruangan amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Meskipun ruang amnion membesar sehingga amnion tertekan ke arah korion, namun amnion hanya menempel saja, tidak sampai melekat pada korion.
Letak plasenta umumnya di depan atau di belakang dinding uterus, agak ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk implantasi. Bila diteliti baik-baik, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar bagian janin, yaitu villi koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian
ibu yang berasal dari desidua basalis. (2,4,5)
Darah ibu dan janin dipisahkan oleh dinding pembuluh darah janin dan lapisan korion. Plasenta yang demikian dinamakan plasenta jenis hemokorial. Disini tidak ada percampuran antara darah ibu dan darah janin. Ada juga sel-sel desidua yang tidak dapat dihancurkan oleh trofoblas dan sel-sel ini akhirnya membentuk lapisan fibrinoid yang disebut lapisan Nitabuch. Pada proses persalinan, plasenta terlepas dari endometrium pada lapisan Nitabuch ini. Bila oleh sesuatu sebab pada abortus terjadi kuretase yang terlalu dalam, maka jonjot-jonjot plasenta tumbuh diantara otot-otot miometrium (plasenta akreta) atau dapat pula dijumpai plasenta perkreta yang dapat menimbulkan ruptura uteri spontan. (2)
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada di desidua basalis. Pada sistol, darah disemprotkan dengan tekanan 70-80
mmHg ke dalam ruang interviller sampai mencapai lempeng korion (chorionic plate), yang merupakan pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah membasahi seluruh villi koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena desidua. (5,6)
2. 2. Fungsi Plasenta
Plasenta sebagai organ yang kompleks, melepaskan berbagai macam hormon dan enzim ke dalam sirkulasi darah ibu. Selain itu, plasenta juga berfungsi sebagai organ transpor untuk pertukaran oksigan dan CO2 antara janin dan ibu. Dapat dikemukakan bahwa fungsi plasenta adalah sebagai berikut:
• Fungsi nutritif (transpor zat-zat makanan bagi janin) • Fungsi ekskresi (mengeluarkan sisa metabolisme janin) • Fungsi respirasi (pertukaran oksigen dan karbondioksida) • Pembentukan hormon
• Transpor antibodi, obat-obatan, dan berbagai zat. (2,5,6)
2.3 Definisi Koriokarsinoma
Koriokarsinoma adalah salah satu jenis dari Penyakit Trofoblastik Gestasional (PTG) dimana merupakan suatu tumor ganas yang berasal dari sel-sel sito-trofoblas serta sinsitiotrofloblas ( pembentuk plasenta ) yang menginvasi miometrium, merusak jaringan di sekitarnya termasuk pembuluh darah sehingga menyebabkan perdarahan. (7)
Koriokarsinoma ialah suatu keganasan, berasal dari jaringan trofoblas dan kanker yang bersifat agresif, biasanya dari plasenta. Hal ini ditandai dengan metastase perdarahan yang cepat ke paru-paru. (8)
Gambar 2. Koriokarsinoma dalam uterus.
Koriokarsinoma adalah tumor ganas yang berasal dari jaringan yang mengandung trofoblas, seperti: lapisan trofoblas ovum yang sedang tumbuh, vili dari plasenta, gelembung mola, dan emboli sel-sel trofoblas dimanapun di dalam tubuh. (9)
“Korio” adalah istilah yang diambil dari vili korionik yaitu salah satu jenis selaput pada rahim manusia. Istilah “Karsinoma” merupakan kanker yang berasal dari sel-sel epithelial. Karena kanker ini merupakan kanker yang
berasal dari salah satu plasenta yaitu korion maka salah satu ciri khusus dari kanker ini adalah menghasilkan hormon hCG (Human Chorionic Gonadothropin) yang sangat tinggi bahkan melebihi kadar hCG pada wanita hamil. Koriokarsinoma bisa menyerang semua wanita yang pernah hamil termasuk wanita yang pernah mengalami mola hidatidosa. Tidak seperti mola hidatidosa, korikarsinoma bisa menyerang banyak organ dalam tubuh, seperti hati, limpa, paru-paru, tulang belakang, otak juga dinding rahim.
2.4 Etiologi Koriokarsinoma
Etiologi terjadinya Koriokarsinoma belum jelas diketahui. Trofoblas normal cenderung menjadi invasive dan erosi pembuluh darah berlebih-lebihan. Metastase sering terjadi lebih dini dan biasanya sering melalui pembuluh darah jarang melalui getah bening. Tempat metastase yang paling
sering adalah paru-paru ﴾75%﴿ dan kemudian vagina ﴾50%﴿. Pada beberapa kasus metastase dapat terjadi pada vulva, ovarium, hepar, ginjal, dan otak﴿. (10)
Wikipedia, 2009 menyebutkan bahwa Koriokarsinoma selama kehamilan bisa didahului oleh:
• Mola hidatidosa ( 50% kasus ) • Aborsi spontan ( 20% kasus ) • Kehamilan ektopik ( 2% kasus )
• Kehamilan normal ( 20-30% kasus ) (7)
Faktor-faktor yang menyebabkan antara lain: 1. Faktor ovum
Ovum memang sudah patologik.
2. Immunoselektif dari trofoblast
Yaitu dengan kematian fetus, pembuluh darah pada stroma villi menjadi jarang dan stroma villi menjadi sembab dan akhirnya terjadi hyperplasia
3. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
Keadaan sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap pemenuhan gizi ibu yang pada akhirnya akan mempengaruhi pembentukan ovum abnormal yang mengarah pada terbentuknya mola hidatidosa.
4. Paritas tinggi
Ibu dengan paritas tinggi, memiliki kemungkinan terjadinya abnormalitas pada kehamilan berikutnya, sehingga ada kemungkinan kehamilan berkembang menjadi mola hidatidosa dan berikutnya menjadi
Koriokarsinoma.
5. Infeksi virus dan faktor kromosom. (12)
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi klinik penyakit trofoblas ganas ( PTG )
1. PTG non metastasis
2. PTG bermetastasis
a. Prognosis baik
• hCG < 100.000 IU/urin 24 jam atau < 40.000 IU/ml serum
• Simptom <4 bulan
• Belum pernah dapat kemoterapi
• Bukan berasal dari kehamilan aterm
b. Prognosis buruk
• hCG > 100.000 IU/ urin 24 jam atau > 40.000
• Simptom > 4 bulan
• Metastasis di otak, liver
• Gagal dengan khemoterapi sebelumnya
• Didahului kehamilan aterm (11)
Koriokarsinoma dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam bentuk, yaitu:
a. Koriokarsinoma Villosum
Penyakit ini termasuk ganas tetapi derajat keganasannya lebih rendah. Sifatnya seperti mola, tetapi dengan daya penetrasi yang lebih besar. Sel-sel trofoblas dengan villi korialis akan menyusup ke dalam miometrium kemudian tidak jarang mengadakan perforasi pada dinding uterus dan menyebabkan perdarahan intra abdominal. Walaupun secara lokal mempunyai daya invasi yang berlebihan, tetapi penyakit ini jarang disertai metastasis. Invasive mola berasal dari mola
hidatidosa.
Penyakit ini merupakan yang terganas dari penyakit trofoblas. Sebagian besar didahului oleh mola hidatidosa (83,3%) tetapi dapat pula didahului abortus atau persalinan biasa masing-masing 7,6%. Tumbuhnya sangat cepat dan sering menyebabkan metastasis ke organ-organ lain, seperti paru-paru, vulva, vagina, hepar dan otak. Apabila tidak diobati biasanya pasien meninggal dalam 1 tahun.
Apabila dibandingkan dengan jenis kanker ginekologik lainnya, Koriokarsinoma mempunyai sifat yang berbeda, misalnya:
• Koriokarsinoma mempunyai periode laten yang dapat diukur,
yaitu jarak waktu antara akhir kehamilan dan terjadinya keganasan.
• Sering menyerang wanita muda
• Dapat sembuh secara tuntas tanpa kehilangan fungsi
reproduksi, dengan pengobatan sitostatika
• Dapat sembuh tanpa pengobatan melalui proses regresi
spontan.
c. Koriokarsinoma Klinis
Apabila setelah pengeluaran jaringan mola hidatidosa kadar hCG turun lambat apalagi menetap atau meningkat, maka kasus ini dianggap sebagai penyakit trofoblas ganas. Artinya ada sel-sel trofoblas yang aktif tumbuh lagi di uterus atau di tempat lain (metastasis) dan mengahasilkan hCG. Diagnosis keganasan tidak ditentukan oleh pemeriksaan histopatologik tetapi oleh tingginya kadar hCG dan
adanya metastasis.
Berdasarkan jauhnya penyebaran Koriokarsinoma dibagi menjadi 4, yaitu:
• Stadium I yang terbatas pada uterus
• Stadium II, sudah mengalami metastasis ke parametrium, serviks dan
vagina
• Satadium III, mengalami metastasis ke paru-paru
• Stadium IV, metastasis ke oragan lain, seperti usus, hepar atau otak.
Ada beberapa sistem yang digunakan untuk mengkategorikan penyakit trofoblas ganas. Semua sistem mengkorelasikan antar gejala klinik pasien dan risiko kegagalan pada kemoterapi. Sistem Skoring FIGO tahun 2000 merupakan modifikasi sistem skoring WHO. (13)
Tabel I : Skoring Faktor Risiko Menurut FIGO (WHO) Dengan Staging FIGO
Skor faktor risiko menurut FIGO (WHO) dengan staging FIGO
0 1 2 4
Usia <40 ≥ 40 -
-Kehamilan sebelumnya mola Abortus Aterm -Interval dengan kehamilan tersebut (bulan) <4 4-6 7-12 >12 Kadar hCG sebelum terapi (mIU/mL) < 10³ 1000-10000 > 10000 – 100000 > 10000 0 Ukuran tumor terbesar,
termasuk uterus - 3-4 ≥ 5 cm -Lokasi metastasis, termasuk uterus Paru-paru Limpa, ginjal Traktus gastrointesti nal Otak, hepar
Jumlah metastasis yang diidentifikasi - 1-4 5-8 >8 Kegagalan kemoterapi sebelumnya - - Agen tunggal Agen multip el
Klasifikasinya adalah sebagai berikut : 1. Risiko rendah, skor total ≤ 4
2. Risiko sedang, skor total 5-7 3. Risiko tinggi, skor total ≥ 8 (13)
2.7 Tanda dan Gejala Koriokarsinoma
Karena Koriokarsinoma merupakan penyakit yang bisa menyerang banyak bagian tubuh manusia, maka klienpun akan merasakan banyak tanda dan
gejala, antara lain:
a. Peningkatan jumlah kadar ß-hCG
• Kadar ß-hCG normal pada tiap umur kehamilan berbeda, dari 5-25
IU/ml.
• Kadar ß-hCG yang dianggap mola < 100.000 IU/urine 24jam
• Kadar ß-hCG yang dianggap kanker adalah > 100.000 IU/urine
24jam >40.000 u/ml dalam interval lebih dari 4 bulan. b. Perdarahan per vaginam
c. Batuk berdarah dan sesak nafas
d. X-ray dada menunjukkan adanya perembesan cairan di ujung kedua paru-paru
e. Sakit kepala dan hemiplegi f. Sakit tulang belakang
g. Perut bengkak dan sklera menjadi kuning h. Hilang selera makan dan berat badan turun (12)
Gambar 3. X-ray dada menunjukkan adanya perembesan cairan di ujung kedua paru-paru.
2.8 Manifestasi klinis
• Gejala Klinis :
1. Rahim membesar
2. Perdarahan dan syok
3. Ekspulsi gelembung mola
4. Anemis dan gejala sekunder.
• Anamnesa/ keluhan
1. Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih parah dari kehamilan biasa, seperti:
2. Kadang ada tanda toksemia gravidarum
3. Terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, bewarna tengguli tua atau kecoklatan
4. Pembesaran uterus tidak sesuai dengan tuanya kehamilan seharusnya (lebih besar)
5. Keluarnya jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada) yang merupakan diagnosa pasti
• Pemeriksaan dalam
Terdapat pembesaran rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan
cavum vagina, serta evaluasi keadaan serviks (14)
a. Inspeksi
1. Muka dan kadang-kadang badan terlihat pucat kekuning-kuningan yang disebut muka mola (mola face)
2. Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat dengan jelas. (14)
b. Palpasi
1. Uterus lebih besar/membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek.
2. Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballottement juga gerakan janin.
3. Adanya fenomena harmonica: darah dan gelembung mola keluar dan fundus uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.(14)
c. Auskultasi
1. Tidak terdengar bunyi DJJ
2. Terdengan bising dan bunyi khas.(14)
• Reaksi kehamilan
Karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologic dan uji imunologik ( galli mainini dan planotest) akan positif setelah pengenceran (titrasi)
a. Galli mainini 1/3000 (+) maka suspect mola hidatidosa atau Koriokarsinoma
b. Galli mainini 1/2000 (+) maka kemungkinan mola atau hamil kembar. (14)
2.9 Patofisiologis
Bentuk tumor trofoblas yang sangat ganas ini dapat dianggap sebagai suatu karsinoma dari epitel korion, walaupun perilaku pertumbuhan dan metastasisnya mirip dengan sarkoma. Faktor-faktor yang berperan dalam transformasi keganasan korion tidak diketahui. Pada Koriokarsinoma, kecenderungan trofoblas normal untuk tumbuh secara invasif dan menyebabkan erosi pembuluh darah sangatlah besar. Apabila mengenai endometrium, akan terjadi perdarahan, kerontokan dan infeksi permukaan.
Masa jaringan yang terbenam di miometrium dapat meluas keluar , muncul di uterus sebagai nodul-nodul gelap irreguler yang akhirnya menembus peritoneum.
Gambaran diagnostik yang penting pada Koriokarsinoma, berbeda dengan mola hidatidosa atau mola invasif adalah tidak adanya pola vilus. Baik unsur sitotrofoblas maupun sinsitium terlibat, walaupun salah satunya mungkin predominan. Dijumpai anplasia sel, sering mencolok, tetapi kurang bermanfaat sebagai kriteria diagnostik pada keganasan trofoblas dibandingkan dengan pada tumor lain. Pada pemeriksaan hasil kuretase uterus, kesulitan evaluasi sitologis adalah salah satu faktor penyebab kesalahan diagnosis Koriokarsinoma. Sel-sel trofoblas normal di tempat plasenta secara salah di diagnosis sebagai Koriokarsinoma. Metastasis sering berlangsung dini dan umumnya hematogen karena afinitas trofoblas terhadap pembuluh darah.
Koriokarsinoma dapat terjadi setelah mola hidatidosa, abortus, kehamilan ektopik atau kehamilan normal . tanda tersering, walaupun tidak selalu ada, adalah perdarahan irreguler setelah masa nifas dini disertai subinvolusi uterus. Perdarahan dapat kontinyu atau intermitten, dengan perdarahan mendadak dan kadang-kadang masif. Perforasi uterus akibat pertumbuhan tumor dapat menyebabkan perdarahan intraperitonium.
Pada banyak kasus, tanda pertama mungkin adalah lesi metatatik. Mungkin ditemukan tumor vagina atau vulva. Wanita yang bersangkutan mungkin mengeluh batuk dan sputum berdarah akibat metastasis di paru. Pada beberapa kasus, di uterus atau pelvis tidak mungkin dijumpai Koriokarsinoma karena lesi aslinya telah lenyap, dan yang tersisa hanya metastasis jauh yang tumbuh aktif. Apabila tidak di terapi, Koriokarsinoma akan berkembang cepat dan pada mayoritas kasus pasien biasanya akan meninggal dalam beberapa bulan. Kausa kematian tersering adalah perdarahan di berbagai lokasi.
Pasien di golongkan beresiko tinggi jiika penyakit lebih dari 4 bulan, kadar gonadotropin serum lebih dari 40.000 mIU/ml, metastasis ke otak atau hati, tumor timbul setelah kehamilan aterm, atau riwayat kegagalan kemoterapi, namun menghasilkan anagka kesembuhan tertinggi dengan kemoterapi
kombinasi yanitu menggunakan etoposid, metotreksat, aktinomisin, siklofosfamid, dan vinkristin. (14)
2.10 Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium
Menurut The International Federation of Gynecology and Oncology (FIGO) menetapkan beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mendiagnosis PTG termasuk Koriokarsinoma adalah:
1. Menetapnya kadar ß hCG pada empat kali penilaian dalam 3 minggu atau lebih (misalnya hari 1,7, 14 dan 21)
2. Kadar ß hGC meningkat pada selama tiga minggu berturut-turut atau lebih (misalnya hari 1,7 dan 14)
3. Tetap terdeteksinya ß hCG sampai 6 bulan pasca evakuasi mola. 4. Gambaran patologi anatomi adalah Koriokarsinoma (15)
b. Pemeriksaan Penunjang a) Klinis :
– untuk kasus Kr yang berasal dari MHK, diagnosis lebih mudah dibuat karena sebelumnya mereka pasti sudah diberi informasi tentang adanya kemungkinan keganasan, dan diharuskan untuk melakukan follow up selama satu tahun. Bila selama follow up ditemukan distorsi dari kurva regresi B-hCG sebelum minggu ke-12, atau kenaikan lagi setelah pernah mencapai kadar normal, kemungkinan adanaya keganasan sudah dapat dipikirkan, hanya saja tidak langsung disebut sebagai Kr, melainkan Persistent Trophoblastic Disease (PTD), karena tidak dilakukan pemeriksaan PA.
– untuk kasus yang didahului oleh jenis kehamilan lain seperti abortus, kehamilan ektopik, atau aterm, diagnosis lebih sulit ditegakkan. Untuk itu, Acosta Sison mengusulkan kriteria Hbes, yang berarti(1):
H : having expelled a product of conception B : Bleeding
es : enlargement and softness of the uterus
Jadi, menurut Acosta Sison, pada semua wanita yang pernah mengeluarkan hasil kehamilan, apapun jenisnya, kemudian mengalami perdarahan pervaginam, yang disertai adanya subinvolusi uterus, maka wanita tersebut patut dicurigai adanya keganasan. Apalagi disertai dengan adanya kenaikan kadar B-hCG atau tanda-tanda metastasis lainnya. (16)
b) Pemeriksaan laboratorium :
o adanya peninggian kadar B-hCG
o sebaiknya setiap kasus Kr, diperiksa juga T3, T4, dan TSH
sehunbungan dengan adanya penyulit tirotoksikosis.(16)
c) USG :
o biasanya akan tampak masa kompleks dengan disertai adanya
neovaskularisasi
o kadang dapat juga menunjukkan adanya ancaman perforasi. (16)
d) Diagnosis pasti :
o ditentukan juga dari hasil PA. Pada umumnya gambaran PA nya
menunjukkan adanya sel-sel trofoblas yang atipik, tanpa vili korialis, disertai hemoragi dan nekrosis. (16)
Gambar 4. Gambaran mikroskopis Koriokarsinoma
2.11 Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan terapi korikarsinoma bisa dilakukan dengan: a. Kemoterapi
Koriokarsinoma merupakan tumor yang sensitif terhadap obat-obatan kemoterapi, dari hasil survey menunjukkan bahwa dengan kemoterapi pasien dengan Koriokarsinoma mengalami kesembuhan 90-95%.
• Terapi dengan agen single methotrexate or actinomycin D
Terapi ini digunakan untuk Koriokarsinoma yang belum bermetastase meluas ke seluruh tubuh atau dengan skala ringan.
• Terapi kombinasi EMACO (etoposide, methotrexate, actinomycin
D, cyclosphosphamide and oncovin)
Terapi komplek ini digunakan untuk Koriokarsinoma dengan skala sedang atau berat.
b. Operasi
Tujuan operasi adalah : 1. mengontrol perdarahan
2. mengurangi atau menghilangkan masa tumor 3. mengurangi kompresi terhadap organ.
Operasi hanya merupakan tindakan tambahan saja, karena pada prinsipnya kita ingin mempertahankan fungsi reproduksi.
a) indikasi absolut :
perdarahan pervaginam yang tidak terkontrol secara
medikamentosa
perforasi uterus, terutama bila disertai akut abdomen
b) indikasi relatif
uterus lebih besar dari 14 minggu
ancaman perforasi uterus, berdasarkan hasil USG kemoterapi gagal
jumlah anak cukup
Histerektomi bukanlah satu-satunya jenis operasi pada Kr. Pada keadaan dimana masa tumor tidak terlalu besar, soliter, dan berkapsul yang jelas, dapat dipikirkan untuk melakukan reseksi parsial uterus, terutama yang masih menginginkan fungsi repoduksi.
Jenis operasi lain yang bisa dilakukan adalah ekstirpasi metastasis di vulva/vagina, lobektomi, atau kraniotomi untuk metastasis di paru- paru dan otak yang resisten terhadap kemoterapi. Apapun jenis
operasinya, selalu harus diikuti dengan pemberian kemoterapi.
Soper membagi tindakan histerektomi menjadi dua bagian, yaitu histerektomi primer, bila dilakukan sebelum pemberian kemoterapi, dan histerektomi sekunder dilakukan bila kemoterapi pertama dianggap gagal. Histerektomi primer akan lebih berhasil jika dilakukan pada golongan resiko rendah yang sudah tidak memerlukan lagi fungsi reproduksinya.
Untuk tindakan ekstirpasi, yang umum dilakukan adalah dengan membuat pullstring ligation pada dasar tangkai, baru kemudian memotong tangkai tersebut diatas ikatan tadi. Cara ini banyak
dilakukan pada kasus dengan tangkai yang tidak terlalu besar, dan hubungannya dengan dinding vagina tidak terlalu erat. Teknik ini akan sukar jika metastasis pada vaginanya berdasar lebar. Untuk itu, sebaiknya mukosa vagina diatas tumor dibuka, lalu masa tersebut dikeluarkan secara digital. Setelah perdarahan dirawat, mukosa vagina ditutup kembali. Hati-hati dengan perdarahan, karena banyak metastasis berdasar lebar yang disertai vaskularisasi yang berlebihan. Karena itu, setelah tindalan ekstirpasi selalu harus dipasang tampon vagina selama 24 jam. (16)
c. Radiasi
Radioterapi banyak digunakan pada stadium IV dengan metastasis di otak. Begitu diagnosis ditegakkan, langsung dilakukan ”whole brain irradiation”, dengan dosis 3000 cGy. Dosis tersebut diberikan dalam 10 kali fraksi.
Radiasi ini sebaiknya diberikan bersamaan dengan kemoterapi, karena radiasi berfungsi sebagai hemostatika dan tumorisidal untuk mengurangi resiko terjadinya perdarahan spontan.
2.12 Prognosis
Kr merupakan varian TTG yang paling ganas. Dahulu, wanita yang menderita penyakit ini hampir selalu diikuti dengan kematian. Namun,sekarang di negara maju, 90% dari kasus Kr dapat diobati secara
Gestasional (PTG) dimana merupakan suatu tumor ganas yang berasal dari sel-sel sito-trofoblas serta sinsitiotrofloblas ( pembentuk plasenta ) yang menginvasi miometrium, merusak jaringan di sekitarnya termasuk pembuluh darah sehingga menyebabkan perdarahan.
Pasien dengan Koriokarsinoma mengalami kesembuhan 90-95%. Terapi dapat dilakukan dengan agen single methotrexate or actinomycin D maupun dengan terapi kombinasi EMACO (etoposide, methotrexate, actinomycin D, cyclosphosphamide and oncovin), jika karsinoma sudah menginvasi miometrium maka dapat dilakukan hysterektomi.
Development;; 22nd ed; McGraw Hill: Philadelphia; Hlm 49-82.
2. Winkjosastro H. 1992. Plasentasi dan Likuor Amnii; Ilmu Kebidanan; YBPSP:Jakarta; hlm 66-73.
3. Knuppel R. A. 1998. Current Obstetric and Gynecologic Diagnosis and Treatment: Maternal-Fetal-Placental Unit-;Fetal and Early NeonatalPhysiology. USA. Appleton and Lange Hlm 155-63.
4. Gest T. 1999. Placenta and Extraembryonic Membranes. diakses tanggal 21 Juli 2012 dari www.med.umich.edu/lrc/coursepages/embryo /links.htm. 5. Cunningham F. G, Kenneth L, Steven B, John H, Larry G, Katharine W.
2005. Williams Obstetrics: Implantation, Embryogenesis, and Placental Development;; 22nd ed; McGraw Hill: Philadelphia; Hlm 619-26.
6. Menton D. 2007. The Placenta. diakses tanggal 21 Juli 2012 dari http://www.answersingenesis.org/assets/images/articles/am/v2/n1/placenta -fig-4.gif .
7. H. Soekimin. Penyakit Trofoblas Ganas. 24 Maret 2005. diakses tanggal 21 Juli 2012 dari www.repository.usu.ac.id/bitstream/.../2042/3/patologi-soekimin3.pdf.txt.
8. Anonymus.Koriokarsinoma.http://www.en.wikipedia.org/wiki/Choriocar-cinoma.diakses tanggal 21 Juli 2012.
9. Dito A, Koriokarsinoma. 6 Jun 2008. diakses tanggal 21 Juli 2012 dari www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3jd...thn=2008...23 .
10. Cunningham, MacDonald,Gant. Gestationnal Trofoblastic Tumors, Willm Obstetric 9th. 1990:746-50.
11. Anonymus. Tumor Trofoblastik Plasental Site. diakses tanggal 21 Juli 2012 dari www. digilib.unsri.ac.id/download/PSTT.pdf .
12. Pratidina Lestiyani. Khoriokarsinoma. diakses tanggal 21 Juli 2012 dari http://pratidinalestiyani.wordpress.com/2011/06/15/khoriokarsinoma .
Dr. Hasan Sadikin, 2005.
14. Hacker & Moore. Essensial Obstetri dan Ginekologi, Edisi 2. Jakarta:Hipokrates, 2001.
15. Florinda, Shella Vina P, Dian R. Mola Destruens. diakses tanggal 21 Juli 2012 dari http://www.scribd.com/doc/82778600/Presentasi-Kasus-Mola-Dian
16. Martaadisoebrata D. Buku Pedoman Pengelolaan Penyakit Trofoblas Gestational : EGC, 2005.