RENTJANA: Sekolah Pengadjaran Luar Biasa untuk anak2 terbela kang, dalam rangka Rentjana Semesta Pemerintah.
Pendahuluan :
A. Umum : Bagi Indonesia tak perlu disangsikan lagi akan perlunja Seko lah Pengadjaran Luar Biasa (S.P.L.B.) untuk anak2 Lemah Pikiran/terbelakang, bahkan sudah dimuat dalam U.U. R.I. No. 12 tahun 1954 Bab IV fatsal 6 ajat 2 (dua).
a. Meskipun di Indonesia sendiri belum diadakan penjelidik an2 mengenai anak2 djenis ini, akan tetapi berdasarkan\ statistik dibeberapa negara Barat, maka djumlah anak2 terbelakang/Lemah Pikiran ialah + 1½ % 2½ % dari djumlah anak2 jang berarti, bahwa 1½% — 2½% dari anak2 jang telah matang untuk bersekolah harus dimasukkan djenis ini.
b. Mengingat pula adanja „relasi” antara Lemah Pikiran/ terbelakang dengan „young deliquency”, Lemah Pikiran/ terbelakang dengan kedjahatan kriminil, dengan kedjahatan seksuil dsb.
Dalam hal ini kita tak dapat melepaskan diri dari ke njataan bahwa adanja „interaksi” antara , problematik masjarakat dengan Lemah Pikirah/ terbelakang.
B. Chusus (S.P.L.B. Bandung):
Sekolah Pengadjaran Luar Biasa (S.P.L.B. Bag. C) adalah sekolah untuk anak2 Lemah Pikiran/terbelakang.
Prinsip : Pendidikan dan Pengadjaran diberikan setjara in dividuil (pengadjaran individuil) dengan lama waktu beladjar: 6 — 18 tahun.
Maksud: Menjelenggarakan pendidikan dan pengadjaran jang chusus untuk anak2 Lemah Pikiran/ terbelakang, jang kurang mampu atau tidak sanggup mengikuti pendidikan dan pengadjaran pada sekolah biasa. Tudjuan: a. Umum: Sesuai dengan U.U. R.I. No. 12 th 1954 Bab. II
fatsal 3.
b. Chusus: Memberikan pendidikan dan pengadjaran sesuai dengan kebutuhan dan kesanggupan anak2 tersebut, agar mereka dapat mendjadi anggota masjarakat jang berguna baik baginja sendiri maupun bagi negara.
I. Riwajat singkat Sekolah Pengadjaran Luar Biasa:
Sekolah Pengadjaran Luar biasa Bag. C (J.E. Folkertssehool) didirikan tanggal 31 Mei 1927, oleh orange Belanda untuk anak2 Eropah. Baru sesudah penjerahan kedaulatan (th.1950) pengadjaran ini diaktivir oleh orang2 In donesia, jang berarti bahwa mulai saat itu pula anak2 Indonesia dapat diterima.
mempunjai gedung sendiri dengan bantuan P.P. dan K., disamping masih menjewa sebuah gedung jang lain di Djalan Tamansari 62 Bandung.
Perkembangan usaha Pertama, nampaknja belum begitu berarti meng ingat beberapa faktor kesulitan jang dihadapi fihak penjelenggara, terutama kekurangan ruangan jang diperlukan. Sampai tahun 1955 djumlah murid kurang dari 100 orang, dimana belum dapat diadakan pemisahan dalam go longan slowlearner, debiel dan imbeciel djusteru karena kekurangan tempat. Dan penjatuan golongan ini sepandjang pengertian pendidikan, kurang menguntungkan anakdidik karena taraf perkembangan djasmaniah dan rochaniahnja tiada sama.
Dengan adanja gedung sendiri pada tahun 1956, barulah dapat diadakan pemisahan antara anak slowlearner, debiel dan imbeciel. Djumlah murid meningkat dan sampai permulaan tahun 1960 telah mentjapai djumlah 160 orang. Berdasarkan atas penggolongan tersebut, maka anak2 slowlearner dan anak2 debiel jang djumlahnja djauh lebih banjak dari golongan imbeciel menempati gedung sendiri di Djl. Tjipaganti belakang 144146 Bandung, sedangkan golongan imbeciel menggunakan beberapa ruangan dari sebuah gedung jang disewa oleh Perkumpulan di Djl. Tamansari 62.
Mengingat ruangan jang tersedia untuk asrama dari bagian gedung sekolah di Djl. Tjipaganti baru selesai pada achir tahun 1957, maka mulai per mulaan Djanuari 1958 dibuka (menerima) untuk anak2 slowlearner dan debiel, terurtama mereka jang berasal dari Mar daerah Bandung, misalnja dari Djawa Tengah, Djawa Timur, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera dll. Penjelenggaraan asrama sepenuhnja berada dibawah tanggung djawab Perkumpulan Penga djaran Luar Biasa disamping penjelenggaraan sekolah jang sebagian menda pat bantuan dari pemerintah (c.q.Dept. P.P.dan K.).
Djadi usaha jang telah ditJapai sampai dewasa ini, meliputi: 1. Sekolah untuk anak2 imbeciel di W. Tamansari 62 Bandung.
2. Sekolah untuk anak2 debiel, slowlearner di Djl. Tjipaganti belakang 144146.
3. Asrama untuk anak2 debiel/slow learner. Djumlah murid semua 160 orang.
Beberapa hasil jang dapat kita tjatat sedjak tahun 1950 hingga sekarang dibidang kemadjuan anak2 ialah antara lain:
a) Sebanjak 15 orang anak sudah lulus menamatkan peladjarannja dan sudah pula bekerdja terutama dilapangan usaha partikelir.
b) Sebanjak 2 orang anak jang lulus udjian negeri untuk pertama kali pada talum 1959 dari 3 orang tjalon jang diadjukan untuk mengikuti udjian persamaan S.R.
sifat pengertian pendidikan, pengadjaran luar biasa untuk anak2 terbelakang, disamping beberapa kesukaran pokok.
Beberapa kesulitan jang dialami fihak penjelenggara antara lain:
a) Kekurangan tenaga guru dan tenaga ahli lainnja, jang dirasakan sebagai suatu kebutuhan jang mendesak mengingat perkembangan achir2 ini. b) Kekurangan ruangan jang diperlukan, untuk kepentingan kelas2 dan
kelas2 „kedjuruan” anak2 pria dan wanita, maupun gedung untuk asrama dan klinik, mengingat perkembangan achir2 ini.
c) Kekurangan perlengkapan2 jang primer terutama dalam hubungan peladjaran „vocational training” serta peladjaran2 jang perlu diragakan.
II. Perkembangan jang diharapkan.
Untuk mentjapai tudjuan pendidikan dan pengadjaran sebagaimana jang tertjantum diatas tadi, atau setidaktidaknja mendekati harapan achir, maka perlu kiranja beberapa faktor berikut ini mendapat perhatian.
A) Kelengkapan personil; meliputi tenaga2 guru, tenaga2 kedjuruan, tenaga2 ahli dan tenaga administratif.
a) Tenaga guru jang mempunjai taraf pendidikan sedikitnja bertjngkat sardjana Muda/Sardjana djurusan paedagogik terutama bagi pimpinan sekolah;
b) Tenaga2 kedjuruan untuk beberapa mata peladjaran kedjuruan jang di perlukan dalam sekolah ini, misalnja kedjuruan untuk anak2 pria dan anak2 wanita;
c) Tenaga2 ahli atau jang mempunjai pendidikan chusus dilapangan test, speach correctien mengingat penggolongan anak dan perkembangan bahasa serta kerusakan motorik bitjara anak jang perlu mendapat perhatian chusus.
B) Perlengkapan materiil; biaja2 continue jang memenuhi kebutuhan per luasan usaha, gedung maupun penambahan ruangan untuk keperluan asrama, kelaskelas kedjuruan dan klinik sekolah serta perlengkapan a). Gedung, maupun ruangan jang dirasakan penting sekali dalam hu
bungan asrama untuk masing2 golongan anak dan kelas2 kedjuruan serta ruangan klinik sekolah jang chusus;
b). Untuk lebih effektifnja pendidikan dan pengadjaran jang diberikan sesuai dengan keadaan anak2 terbelakang jang memerlukan pertolongan, maka penting sekali,adanja alat2 peladjaran jang tjukup maupun alat2 chusus jang primer (alat bantuan mengadjar);
Adanja faktor2 diatas akan menentukan perkembangan jang lebih djauh dimasa depan dari Sekolah Pengadjaran Luar Biasa untuk anak2 terbelakang di Indonesia, sehingga tidak perlu dikuatirkan bahwa seba gian atau seluruh tudjuan pendidikan pengadjaran jang kita bina akan mentjapai hasil sebagiamana jang diharapkan dalam waktu jang tidak terlalu lama.
III. Usulusul :
Untuk memenuhi harapan tersebut pada sub II diatas, maka bersama ini diusulkan agar keperluan primer dan fondamentil mendapat pelajanan
jang semestinja dalam rangka pemikiran Rentjana Semesta Pemerintah, sebagaimana jang kami tjantumkan dibawah ini.
A. Tenaga2 guru, kedjuruan dan tenaga ahli.
1) Dibutuhkan tenaga2 guru jang mempunjai taraf pendidikan Sardjana Muda/Sardjana pendidikan djurusan Ilmu Mendidik, lebih2 bagi pim pinan sekolah.
2) Dibutuhkan tenaga2 kedjuruan, baik untuk mata peladjaran kedjuruan (pekerdjaan tangan, pertukangan, rumah tangga) bagi anak2 pria dan wanita, maupun untuk mata peladjaran pendidikan djasmani dan musik. 3) Dibutuhkan tenagatenaga pimpinan asrama atau tenaga2 socialwelfare
jang mempunjai didikan bagaimana socialservices dilakukan didalam bidang kesedjahteraan anak2/kesedjahteraan social:
4) Dibutuhkan tenaga2 ahli test, dimana penggolongan anak adalah faktor psychologis jang harus dilakukan lebih mendalam dan berhatihati. Karena disamping untuk menenmkan saluran jang tepat bagi anak, dju ga is dapat bersifat menentukan masa depan anak itu sendiri.
5) Dibutuhkan tenaga2 ahli untuk speech corrector (logopaedist) guna memperbaiki perkembangan bahasa anak, jang tidak sadja karena taraf intelligensi anak terbelakang (bawah) tetapi djuga adanja faktor2 ke rusakan alat bitjara (motorik).
6) Dibutuhkan tenaga2 dokterpsychiater jang setjara continue dapat memberikan pengawasan disekolah maupun diasrama bagi pemeliharaan kesehatan anak.
Untuk memenuhi usul2 bagian III sub A diatas (terutama 1 std 5):
a) Diusulkan agar Pemerintah memberikan tugas beladjar, didalam maupun diluar negeri, terutama bagi tenaga2 guru jang telah ada pada S.P.L.B. b) Atau dengan djalan menempatkan tenaga2 ahli (dari dalam/luar negeri)
pada S.P.L.B.
B. Gedung, ruangan dan perlengkapan pokok:
a) Gedung/ruangan2:
1 buah sekolah + asrama untuk anak2 Imbeeiel dengan kapasitet 100 anak.
Sekolah terdiri alas:
11 ruangan kelas, sebab untuk anak2 imbeciel maksimum 9 orang sekelas.
1 ruangan gerak badan + rekreasi dan 1 ruangan observasi.
2 buah asrama untuk anak2 pria/wanita dan bagi anak2 debiel/slow learner, sebab sekolah untuk debiel/slow learner jang ada sekarang
b) Alat2 perlengkapan, antara lain:
1) Kendaraan (pick up) ataupun lainnja untuk mengangkut anak2 baik dalam hubungan keperluan2 jang mendesak (anak2 jang perlu mendapat perawatan dokter) maupun pendjemputan dan pengantaran anak2 jang masih tinggal diluar asrama, karena sebagian besar anak tak mampu pergi/pulang sendiri. Djuga untuk keperluan pengadjaran diluar lingkungan sekolah.
2) Taperecorder, mengingat banjaknja anak jang rusak bitjaranja.
3) Film projector untuk peladjaran peraga dalam perluasan pengetahuan praktis anak2.
4) Alat2 musik antara lain piano untuk peladjaran musik
5) Alat2 perlengkapan olah raga untuk peladjaran pendidikan djasmani (baik keperluan dalam maupun luar ruangan).
6) Alat2 perlengkapan untuk pekerdjaan tangan anak pria (jang berhu bungan dengan pekerdjaan kaju, triplex dsb) dan alat2 perlengkapan untuk pekerdjaan tangan/rumah tangga anak2 wanita (antara lain mesin djahit dan ha12 jang berhubungan dengan kerurnahtanggaan). 7). Alat2 perlengkapan klinik (termasuk tempat tidur, alat2 pengobatan dll). 8) Alat2 perlengkapan asrama (termasuk keperluan alat2 bermain dila
pangan).
9) Alat2 perlengkapan test terutama test intelhgensi.
10) Buku2 baik dari dalam dan luar negeri jang berhubungan dengan masalah pendidikan, pengadjaran anak2 terbelakang, untuk perpustakaan guru guna menambah pengertian tentang lapangannja. Untuk memenuhi usu12 bagian Ill sub B diatas (ajat ab), diadjukan anggaran belandja jang merupakan antjer2 sbb.:
a) Untuk pembangunan gedung/ruangan2 ...Rp. 2.500.000, b) Alat peladjaran jang primer/fondamentil (ajat b)... Rp. 1.500.000,
Djumlah Rp.4.000.000,— Penutup:
a) Penjelenggaraan continue sampai dengan dewasa ini:
1)Mengenai sekolah sudah dapat bantuan dari P.P.K. antara lain gadji guru2 dan sebagian perongkosan/ belandja peralatan. Sedangkan jang lain2nja dibiajai oleh Perkumpulan sendiri.
2)Mengenai asrama masih diurus dan dibiajai sepenuhnja oleh Per kumpulan.
b) Semoga usul2 ini mendapat tempat didalam Rentjana Semesta Peme rintah, mengingat kebutuhan masjarakat jang sudah tentu mendjadi landasan pemikiran kami didalam usaha perluasan Sekolah Pendidi kan Pengadjaran Luar Biasa untuk anak2.Lemah Pikiran/terbelakang. c) Sesuai pula dengan permintaan Seksi tenaga ahli Depernas (dari Pen
didikan, Pengadjaran Luar Biasa).
1. PERATURAN PUSAT LATIHAN KADER PEMBANGUNAN
1. Latihan diselenggarakan oleh Djawatan Pendidikan Masjarakat, Departemen P.P.&K. dan diadakan dikompleks perumahan Pusat Latihan Kader Pembangunan Masjarakat jang didirikan ditiap Kabupaten/Kota.
2. P.L.K.P.M. dipimpin oleh seorang Direktur dibantu dengan staf pegawai menurut keperluannja.
3. Badan Pembantu Tehnis jang anggotanja terdiri dari Kepala Dja watan Niveau Kabupaten/Kota jang mendampingi Direktur P.L. K.P.M. didalam melatih kader, chususnja dalam bidang technis. Pasal 1V. Pengawasan.
Pengawasan P.L.K.P.M. dilakukan oleh Kepala Inspeksi Daerah Pen didikan Masjarakat Perwakilan Departemen P.P.P.K. jang kemudian menjerahkan hal ini kepada Kepala Inspeksi Pendidikan Masjarakat Kabupaten/Kota.
Pasal V. Pengangkatan dan pemberhentian.
1. Pengangkatan dan pemberhentian pegawai Pusat Latihan Kader Pembangunan Masjarakat dilakukan pleb Kepala Djawatan Pendidikan Masjarakat dan bila dipandang perlu bisa menjerah kannja kepada Kepala Inspeksi Daerah Pendidikan Masjarakat Perwakilan Departemen P.P.&K. Daswati I.
B. Latihan Kader Chusus.:
Mereka jang berpendidikan serendahrendahnja S.R. VI tahun ber bakat dan mempunjai lapangan pekerdjaan dalam salah satu segi/ bidang pembangunan menurut tjorak latihan Kader Chusus, umur serendahrendahnja 18 tahun dan setinggitingginja 35 tahun.
Pasal VII. Asrama.
Selama mengikuti peladjaran pengikut latihan diwadjibkan bertempat tinggal didalam asrama jang semua pembiajaannja ditanggung oleh Pemerintah.
Pasal VIII. Honorarium guru.
Guru jang mengadjar di P.L.K.P.M. mendapat uang honorarium jang besarnja sesuai dengan peraturan honorarium mengadjar di Sekolah Landjutan tingkat pertama — vide skp. Menteri P.P.K. No.: 210126/C
1. Praktek pertanian — 6 X Seminggu
2. — perternakan — 4 X —
3. — perkebunan — 3 X —
4. — perikanan — 3 X —
5. — kesehatan — 2 X —
6. — perindustrian — 4 X —
7. — perkoperasian — 4 X —
8. Tehnik penjuluhan — 3 x —
9. Organisasi — 2 x —
10. Rekreasi — 2 X —
11. Masalah pembangunan dan Pendidikan Ma
sjarakat — 2 x —
12. Masalah kader — 2 x —
13. Kemasjarakatan — 2 x Djumlah 42 djam 14. Praktek didesa — 3 x Peladjaran &)
B. Latihan Kader Chusus.:
Peladjaran teori dan praktek dititikberatkan kepada salah satu segi/ bidang pembangunan, umpamanja pertanian dsb,nja.
Pasal XI. Tanda tamat beladjar.
Mereka jang telah menamatkan peladjaran dengan baik diberi tanda tamat beladjar dan sebuah lentjana pembangunan dari Djawatan Pen didikan Masjarakat.
Pasal XII. Mata anggaran.
Semua pengeluaran keuangan untuk keperluan latihan ini, diberatkan atas anggaran ….... dari pada mata anggaran Depernas tahun ….... dan untuk selandjutnja alas mata anggaran jang ditetapkan untuk itu.
&) Peladjaran diberikan oleh Kepalakepala Djawatan niveau Kabupa ten/Kota sesuai dengan masapeladjaran jang diberikan.
2. Ruang makan
4 almari makan a Rp. 2000,— = Rp. 8.000,— 3 rak piring besar a Rp. 400,— = Rp. 1.200,— 5 medja makan besar a Rp. 800,— = Rp. 4.000,—
100 piring a Rp. 30,— = Rp. 3.000,—
100 stel sendok garpu a Rp. 20,— = Rp. 2.000,— 10 basi besar untuk lauk pauk
A Rp. 50,— = Rp. 500,—
Lainlain keperluan dapur = Rp. 2.500,—
3. Ruang belajar
2 papantulis a Rp. 750,— = Rp. 1.500,—
2 medja tinggi untuk guru a Rp. 150,— = Rp. 300,— 50 kursi untuk Siswa a Rp. 250,— = Rp. 12.500,—
4. Ruang kantor
1 medja tulis besar dengan kursinja
a Rp. 800,— = Rp. 800,—
3 medja biasa dengan 3 kursi
a Rp. 150,— = Rp. 450,—
1 papantulis ketjil a Rp. 125.— = Rp. 125,—
5. Perlengkapan kantor
2 mesin tik (langewagen)
a Rp.100.000,— = Rp. 200.000,—
3 mesin tik (biasa) a
Rp. 50.000,— = Rp. 150.000,—
1 mesin roneo a Rp. 300.000,— = Rp. 300.000,—
6. Alatalat Olah Raga
1 pingpong medja a Rp. 1.500,— = Rp. 1.500,—
2 bola kaki a Rp. 250,— = Rp. 500,—
6 badminton racket a Rp 200,— = Rp. 1.200,— 2 bola volley a Rp. 500,— = Rp. 1.000,— 2 net badminton + 2 net volley
2 net pingpong 1k = Rp. 400,—
7. Kendaraan
2 Pickup a Rp. 750.000,— = Rp. 1.500.000,— 1 Jeep a Rp. 500.00 ,— = Rp. 500.000,—
8. Biaja lainlain
Djumlah biaja perlengkapan asrama dan alat peladjaran Rp. 2.736.425.— (Duadjuta tudjuhratus tigapuluh enam ribu empatratus duapuluh lima rupiah).
4. BIAJA PERUMAHAN. 4. Harga tanah 3 ha a Rp. 50.— per m2 = Rp. 1.500.000.
5. Harga bangunanbangunan 1½ha a Rp. 2000,—per m2 = Rp.30,000.000, 6. Instalasi penerangan/air lk = Rp. 750.000.
a. Biaja latihan Rp. 636.560,—
b. Biaja perlengkapan
asrama 2 peladjaran Rp. 2736.425,— c. Biaja perumahan Rp. 32575.000,— Rp. 35947.985,—
193 Kabupaten Kota = Rp. 35.947.985.— x 193 = Rp. 6.937.951,105.—
Keterangan: Tanah bisa diusahakan ditanah Pemerintah.
5. Plattegrond Pusat Latihan.
1. Rumah direktur didirikan demikian rupa sehingga mempunjai over zicht pada keadaan seluruh keadaan Pusat Latihan.
2. Tiap gedung dengan jang lain ada doorloopnja.
3. Untuk gedung disesuaikan dengan bentuk gedung disekitarnja, sederhana dan memenuhi sjarat kesehatan.
4. Kompleks perumahan harus merupakan jang dapat mentjerminkan bahwa didalamnja bertempat tinggal keluarga, tidak merupakan asrama jang kelihatan „mati”.
Bentuk dan model rumah didalam hal ini djuga sangat mempengaruhi suasana kekeluargaan jang akan ditjiptakan para penghuni rumah.
TUDJUAN PENDIDIKAN SEBAGAI PENDJELMAAN DAR1PADA PANTJASILA, DASAR FILSAFAT NEGARA REPUBLIK
INDONESIA.
I. TJARA DAN BENTUK PEMBITJARAAN.
Ada beberapa kemungkinan dalam tjara dan bentuk jang bagaimana soal disadjikan. Dapat setjara dan berbentuk abstrak, karena dalam soal lapangan filsafat pendidikan. Dapat setjara dan berbentuk konkrit, karena filsafat pendidikan termasuk pula bagian filsafat jang mempunjai sifat praktis. Jang paling baik bagi pembitjaraan sekarang ini ialah tjara jang konkrit dan praktis itu.
Dalam pada itu masih dipergunakan djalan jang deduktif atau djalan jang induktif. Deduktif, dimulai dari hasilhasil jang diperoleh dalam filsa fat pendidikan, jang kemudian diperuntukkan kepada gedjalagedjala jang didalam pendidikan ditanah air kita ini mengandung sifatsifat suatu tudju an untuk selandjutnja mengadakan kesimpulan termasuk tudjuan pendidi kan dalam filsafat pendidikan jang matjam aliran jang mana atau me rupakan kumpulan perintjian atau faktor2 dari pelbagai matjam aliran jang mana.
Adapun djalan jang induktif, adalah sebaliknja, jaitu dimulai dari gedjalagedjala jang didalam pendidikan kita mengandung sifatsifat suatu tudjuan untuk seterusnja menemukan dalam matjam aliran tudjuan menurut filsafat pendidikan jang mana atau kumpulan pelbagai matjam pendidikan aliran jang mana.
Sama halnja dengan tali, dalam pembitjaraan ini sebaiknja kita memi lih djalan jang praktis, dalam anti jang terpendek dan jang tertjepat. Ini mungkin, apabila dalam realita keadaan tudjuan pendidikan terdapat dengan mudah atau telah tersedia. Maka soalnja ialah terdapatkah jang demikian itu? Rupanja dalam praktek pendidikan tidak terdapat, karena masih harus diadakan penjelidikan jang banjak dan mendalam. Lain dari itu rupanja telah dapat dikatakan, bahwa orang didalam melakukan pen didikan malahan sedikit banjak masih dalam keadaan bertanja, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa dalam praktik pendidikan belum ditempuh arah pendidikan jang djelas dan lengkap itu. Djadi tudjuan pendidikan sebagai atau dalam bentuk fakta belum begitu sadja tersedia atau dapat diketemukan dengan mudah.
II. TUDJUAN PENDIDIKAN DALAM BENTUK NORMA HUKUM.
berundangundang dasar sebagai semula sewaktu proklamasi kemerdekaan. Djadi sungguh ketentuau dalam Undangundang dasar no. 4 tahun 1950 itu harus diterima sebagai satusatunja norma tudjuan pendidikan dan pengadjaran disekolah di Negara kita Republik Indonesia.
Maka dari itu dapatlah sekarang ditentukan bahwa sebaiknja dalam pembitjaraan ini kita mengambil djalan jang induktif, dengan lain perkataan rumusan tudjuan pendidikan dan pengadjaran disekolah pada tahun 1950 itu harus diterima sebagai satusatunja norma tudjuan pendidikan dan pengadjaran disekolah di Negara kita Republik Indonesia.
Sebagaimana telah diketahui, menurut pasalnja 3 „tudjuan pendidikan dan pengadjaran ialah membentuk manusia susila jang tjakap dan warga negara jang demokratis serta bertanggung djawab tentang kesedjahteraan masjarakat dan tanah air”.
Didatam tudjuan ini terdapat dua hal jang harus ditjapai, pertama „manusia susila jang tjakap” dan kedua „warganegara jang demokratis serta bertanggung djawab”. Djadi ditudjukan kepada kedua sifathakekat manusia, pada satu fihak sifat perseorangan serta pada lain fihak sifat machiuk sosial.
Jang mendjadi perhatian ialah apa gerangan arti daripadanja, karena dalam hal ini orang dapat mempunjai tafsiran jang berlainan. Dan djuga didalam filsafat pendidikan terdapat matjammatjam pendapat tentang hal sifatsifat manusia sebagai salah satu soal pokok.
Sjukur didalam Undangundang no. 4 tahun 1950 itu sendiri terdapat pembatasan kemungkinan tafsiran itu, dengan ditentukan bahwa pendidi kan dan pengadjaran itu mempunjai dasar sebagaimana tertjantum dalam pasal 4, jaitu asasasas jang termaktub dalam Pantjasila Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia dan kebudajaan kebangsaan Indonesia. Jang dimaksud dengan Undangundang Dasar adalah Undangundang Dasar 1945.
Djika kita melihat dalam pendjelasan Undangundang tersebut, maka kita dapatkan dalam bagian umum, bahwa „sifat terpenting dari pendidikan dan pengadjaran kita jang tersebut diatas tadi, ialah nasional dan demokrasi”.
Selandjutnja didjelaskan, bahwa jang dimaksud „dengan sifat nasio nal itu ialah jang mengenai isi dan djiwa pendidikan”, dan bukan „bentuk nja”. Dan karena itu dalam pendidikan dan pengadjaran di Republik Indo nesia diutamakan sifat nasional dalam arti, bahwa pendidikan dan peng adjaran itu didasarkan atas kebudajaan kita sendiri...
Didalam pendjelasan mengenai pasal 3 tentang tudjuan pendidikan dan pengadjaran tidak terdapat banjak keterangan; didalamnja hanja disebut kan, bawa tudjuan itu adalah tudjuan umum dari semua djenis sekolah jang harus mendjadi pedoman semua pendidikan dan pengadjaran".
Mengenai pasal 4 tentang dasar pendidikan dan pengadjaran hanja dite rangkan, bahwa harus sesuai dengan asasasas Negara sebagai jang termak tub dalam Undangundang Dasar Negara kita, jaitu jang lazim disebut dengan nama Pantjasila, dan harus berdasarkan pula atas kebudajaan kebangsaan, supaja pendidikan dan pengadjaran itu dapat memenuhi tugasnja dengan baik.
Meskipun seperti telah dikatakan dimuka pasal 4 jang menentukan da sar pendidikan dan pengadjaran membatasi kemungkinan tafsiran jang ber lainan tentang tudjuan pendidikan dan pengadjaran dalam pasal 3, akan. tetapi dari pendjelasan kedua dari pasal itu ternjata tidak dapat diperoleh penegasan jang tjukup.
Selain daripada dalam pasal 4, didalam Undangundang no. 4 tahun 1950 dengan pendjelasannja dapat diketemukan setjara tidak langsung petundjukpetundjuk bagi garis pembatasan dan isi daripada tudjuan pen didikan dan pengadjaran dalam pasal 3, ialah dalam pasal 7. Bagi keperluan ini dapat dipergunakan maksud daripada pelbagai djenis pendidikan dan pengadjaran sebagai berikut:
I. Maksud pendidikan dan pengadjaran djenis taman kanakkanak adalah untuk menentukan tumbuhnja roehani dan djasmani kanakkanak sebelum is masuk sekolah rendah" jang berdasarkan sjaratsjarat psichologi".
Disini terdapat dua faktor, ialah faktor susunanhakekat diri manusia atas djiwa dan raga, serta faktor pertumbuhan.
2. Maksud pendidikan dan, pengadjaran djenis pendidikan dan pe ngadjaran rendah, ketjuali jang dimaksudkan bagi djenis tamankanak kanak ditambah untuk memberikan dasardasar pengetahuan ketjakapan dan ketangkasan, lahir dan bathin, jang dapat dianggap sebagai suatu pen didikan minimum jang diperlukan bagi tiaptiap manusia sebagai anggota masjarakat dan sebagai warganegara. merupakan sifat kemampuan itu, dapat disimpulkan adanja pendukung sifat kemampuan, djadi bahwa manusia itu merupakan pribadi, dan selan djutnja bahwa ada kepribadian manusia ....:...
Dengan demikian adanja faktor perangkum kepribadian.
3. Dan memang demikianlah rumusan dari maksud djenis pendidikan dan pengadjaran menengah (umum dan vak), jaitu untuk melandjutkan dan meluaskan pendidikan dan pengadjaran jang diberikan disekolah rendah untuk mengembangkan tjita2 hidup. serta membimbing kesanggupan. murid sebagai anggota masjarakat, mendidik tenagatenaga ahli dalam pelbagai lapangan chusus sesuai dengan bakatnja masingmasing dan kebutuhan masjarakat dan /atau mempersiapkannja bagi pendidikan dan pengadjaran tinggi.
Dalam pendjelasannja disebutkan, bahwa jang diutamakan ialah pendidikan orang2 jang dapat bekerdja, baik sekolah menengah umum maupun sekolah menengah vak keduaduanja bertudjuan mendidik tenaga2 ahli jang dapat menunaikan kewadjibannja terhadap Negara. Dan dari kedua matjam pendidikan menengah itu dipilihlah orang2 jang tertjakap untuk mengikuti peladjaran2 diperguruan tinggi. Ketjakapan sebagai bekal untuk bekerdja boleh dikatakan hanja merupakan suatu faktor; jang merang kumkan semua faktor jang telah diketemukan dalam bentuk suatu kemam puau untuk mengamalkan kemanfaatan sebagai machluk social.
Disamping itu ada faktor lain lagi sebagai perangkum jang berupa tjita2 hidup".
Perlu dibedakan antara tjita2 hidup dan objek daripadanja. Adapun jang dimaksud disini ialah bukan objeknja, akan tetapi tjita2 hidup jang terkandung dalam angan2 dan kesadaran.
Pendidikan dan pengadjaran dengan tegas2 dihubungkan dengan „tjita2 hidup”. Dapat dikatakan, bahwa didalam filsafat pendidikan hubungan antara tudjuan pendidikan dan tudjuan hidup merupakan suatu soal pokok dan tjita2 hidup adalah tergolong dalam tudjuan hidup. Sehingga didalam ketentuan Undangundang no. 4 tahun 1950 jang demikian itu tersimpul masalahfilsafat pendidikan jang sangat penting.
Meskipun tidak disebut2, dengan sendirinja kedua faktor perangkum ini tentu djuga mendjadi maksud penting bagi djenis pendidikan pengadjaran tinggi.
Setjara sambil lalu perlu diperhatikan suatu hal jang tjukup penting, akan tetapi nampaknja banjak dilupakan bahwa menurut dasar pikiran Undang2 no. 4 tahun 1950 Sekolah Menengah Atas memberikan peladjaran jang bulat, dalam arti supaja djuga telah dapat merupakan peladjaran jang terachir bagi kebanjakan dari para peladjar.
Bersangkutan dengan ini kita teringat kepada waktu ketikaUniversitas2 Negara, jang oleh karena keadaan bagi kepentingan pendidikan dan penga djaran jang lajak perlu mengadakan seleksi dalam penerimaan mahasis wa baru. Diadakannja seleksi itu menimbulkan reaksi, tetapi reaksi itu sebenarnja bertentangan dengan dasarpikiran Undangundang no. 4 tahun 1950.
4. Begitu pula djenis pendidikan dan pengadjaran tinggi untuk menjem purnakan dengan memberi kesempatan kepada peladjar untuk mendjadi prang jang dapat memberi pimpinan didalam masjarakat dan jang dapat memelihara kemadjuan ilmu dan kemadjuan hidup kemasjarakatan". Didalam rumusan ini terdapat tambahan faktor2 perintjian atau aspek istimewa dari pada sumber kekuasaan djiwa akal, jaitu faktor ilmu.
dan disadari oleh umum. Faktor ilmu ini menarik dalam lingkungan pen didikan dan pengadjaran hal sesuatu diluar diri manusia dan faktor2 jang telah diketemukan tadi, ialah faktor kenjataan, karena merupakan dasar dan tudjuan daripada ilmu pengetahuan.
Ini adalah suatu hal jang panting, berhubung dengan mengakibatkan adanja pembagian pendidikan dan pengadjaran tinggi jang mempunjai sifat ilmiah dan jang tidak, jang hanja mempunjai sifat kedjuruan praktis. Karena bawaan daripada sifathakekatnja jang lain itu, maka seperti dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1950 (jang ditetapkan hanja beberapa bulan sesudah Undang2 no. 4 tahun 1950 dan merupakan pelak sanaan daripadanja) Universitas (dalam hal ini Universitas Gadjah Mada) adalah suatu lembaga, djadi bukan suatu sekolah dalam arti biasa dan lembaga itu adalah balai nasional ilmu pengetahuan dan kebudajaan bagi pendidikan dan pengadjaran tinggi.
Selandjutnja dengan adanja dasar kenjataan itu diperkuatlah Pantjasila didalam mendjadi dasar daripada pendidikan dan pengadjaran, jaitu ketjuali karena kedudukannja sebagai dasar filsafat Negara djuga karena didalam masjarakat dan bagi bangsa Indonesia merupakan kenjataan sebagai tjita2 bangsa. Sebelum bangsa Indonesia bernegara Republik Indonesia, unsur2 jang terdapat dalam Pantjasila telah diamalkan didalam adat kebudajaan dan didalam agama2, sehingga Pantjasila disamping mendjadi dasar filsafat Negara mendjadi pokok pangkal pusat bagi pembitjaraan mengenai tudjuan pen didikan dalam rangka filsafah pendidikan. Demikian mutlaknja peranan Pantjasila dalam hal ini, sehingga saja menganggap sudah setepatnja dan semestinja untuk mengatakan, bahwa tudjuan pendidikan di Negara kita adalah pendjelmaan dari pada Pantjasila itu.
Mengingat jang telah dikatakan, bahwa Undang2 no. 4 tahun 1950 merupakan pendjelmaan dari pada Undang2 Dasar 1945 atau Undang2 Dasar kita sekarang dan Pantjasila jang dimaksudkan menurut pasal 4 adalah dari Undang2 Dasar itu, maka perlu untuk mengetahui apa jang tertjantum dalam Undang2 Dasar tentang pendidikan. Hal ini terdapat dalam pasal31, jang menentukan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menjelenggarakan suatu sistim pengadjaran nasional, jang diatun dengan Undang2 dan Undang2 ini adalah Undang2 no. 4 tahun 1950.
Dengan demikian kith mengetahui, bahwa sifat terpokok pendidikan dan pengadjaran di Negara kita adalah nasional, sehingga sifat demokrasi adalah tambahan daripada Undang2 no. 4 tahun 1950. Hanja tambahan sebagai perintjian lebih landjut, karena sebagaimana djuga tentunja telah diketahui, menurut Undang2 Dasar Negara kita berdasarkan djuga atas
„kedaulatan rakjat”, sehingga didalam istilah dan pengertian „nasional” itu sudah termasuk pula „demokrasi”.
Diatas Undang2 Dasar masih ada hukum dasar Negara, jang membuat pokok2 pikiran atau dasar2lain daripada Undang2 Dasar jaifu jang dinamakan Pembukaan: Naskah ini adanja atau ditetapkannja lebih dahulu daripada Undang2 Dasar 1945, dan malahan didalam Pembukaan itulah ditentukan akan adanja Undang2 Dasar. Bagian kalimat jang bersangkutan berbunji, bahwa „disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia jang berkedaulatan rakjat dengan berdasar kepada: keTuhanan Jang Maha Esa, kemanusiaan jang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksana an dalam permusjawaratanperwakilan, serta dengan mewudjudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakjat Indonesia”. Djadi terdapatlah Pantjasila djuga didalam Pembukaan tidak didalam tubuh Undang2 Dasar sendiri.
Pembukaan Undang2 Dasar 1945 itu memenuhi sjarat2 tertentu bagi jang didalam ilmu hukum dinamakan pokok kaidah Negara tertentu jang fundamentil, hukum dasar Negara terpokok dan tertinggi, jang diidjab kabulkan sebagai dasar2 Negara oleh pembentuk Negara pada waktu suatu Negara baru didekritkan, dan terlekat pada kelangsungan Negara, maka buat Negara itu adalah abadi dalam arti dengan djalan hukum tiada dapat lagi diubah.
Karena Pantjasila termasuk didalam pokok kaidah Negara jang fun damentil itu, maka Pantjasila didalam mendjadi dasar filsafat Negara adalah abadi didalam arti dengan djalan hukum tiada dapat lagi diubah.
Djadi misalnja pertentangan mengenai dasar Negara dalam Kon stitiante dulu itu sesungguhnja tidak perlu terdjadi. Mengenai hal ini djuga pernah diadakan uraian dalam Seminar Pantjasila pada permulaan tahun ini.
Maka sebenarnja andai kata didalam Undang2 no. 4. tahun 1950 tentang dasar2 pendidikan dan pengadjaran disekolah tidak disebut2, unsur2 daripada Pantjasila tetap mendjadi dasar bagi pendidikan dan pengadjaran disekolah di Negara Indonesia. Selain daripada atas kedudukannja sebagai dasar filafat Negara, perlu kita ingat, bahwa jang demikian itu adalah djuga atas dasar kedudukannja sebagai kenjataan kulturil dan religieus (Lebih Iandjut tentang hasil2 penjelidikan mengenai Pantjasila dapat dibatja dalam bebe rapa buku penerbitan Universitas Gadjah Mada).
Ada suatu hal lagi jang penting, jang perlu ditjatat ialah bahwa djustru karma kedudukannja jang tetap tiada berubah itulah Pantjasila dalam pokok kaidah Negara jang fundamentil itu, memungkinkan disusun penger tian tentang tudjuan pendidikan di Negara Indonesia setjara kefilsafatan pendidikan.
perbuatan untuk mewudjudkan dalam konkretonja. Tiada boleh dua djenis tudjuan ini tidak diperbedakan, akan tetapi djangan sampai dipisahkan, kare na merupakan keduatunggalan. Jang situ tjita2 didalam angan2 dan kesa daran, ingin mendapatkan realisasi, dan karena itu mengarahkan kepada terwudjudnja jang lain, ialah keadaan konkretonja jang akan tertjapai dalam bentuk dan tingkat martabat jang tertentu, tergantung dari segala sesuatu keadaan, kebutuhan, kepentingan dan kemungkinan serta ketjakapan jang terdapat pada manusia, masjarakat, dunia dan djaman.
Tudjuan jang dapat diwudjudkan dalam konkretonja tidak akan dapat menjamainja tudjuan dalam arti tjitas itu, dan dalam kelamaan waktu akan tidak tetap, akan berubah menurut garis naik atau menurun, akan tumbuh maka dapatlah sekarang dipahami isi arti pengertian daripada tudjuan pendidikan dan pengadjaran jang tertjantum dalam pasal 3 Undang2 no. 4 tahun 1950, untuk mengulanginja ialah membentuk manusia susila jang tjakap dan warga negara jang demokratis serta bertanggung djawab tentang kesedjahteraan masjarakat dan tanah air".
Djalannja ialah dengan mengumpulkan faktor2 jang telah terdapat dalam ketentuan peraturan2 dalam rangka kesatuan, jang digolongkan berpusat pada manusia susila" dan pada warganegara" jang selandjutnja apabila kedua8nja dipersatukan akan diperoleh sifat2 kepribadian, baik se bagai perseorangan maupun sebagai mahluk sosial.
Bagi maksud ini diperlukan pemurnian dengan mengadakan pemisahan „manusia susila” dalam pengertian „manusia” dan pengertian susila, se dangkan perlu dipahami pula pengertian warganegara, sehingga rumusan pengertian ini sepenuhnja mendjadi manusia susila warga negara".
Dengan demikiau faktor2 jang mendjadi perintjian dari pengertian manusia ialah:
1. susunan hakekat diri manusia atas djiwa dan raga. 2. pribadi jang bersifat bathin dan lahir;
3. somber kekuasaan djiwa akal (merupakan machluk jang berakal dan karenanja membedakan dari machluk hidup Iain2nja);
4. sifathakekat perseorangan dan machluk sosial; 5. bakat dan kesukaan;
6. ketjakapan dan ketangkasan, lahir dan bathin; 7. segala sesuatunja itu bertumbuh;
8. memiliki tjita2 hidup dan kemampuan bekerdja;
9. hasrat untuk memperoleh pengetahuan dan flint serta mentjapai kenja taan.
Jang termasuk pengertian warga negara ialah faktor2: 1. machluk sosial dengan kemampuan bekerdja sebagai achli; 2. mengamalkan kemanfaatan terhadap masjarakat dan Negara;
3. cumber kekuasaan djiwa akal (merupakan machluk jang berakal dan didalam masjarakat dan jang dapat memelihara kemadjuan limn dan kemadjuan hidup kemasjarakatan.
Didalam faktor2 itu telah tersimpul pub perintjian daripada jang dalam pasal 3 Undangundang no. 4 tahun 1950 dirumuskan „bertanggung djawab tentang kesedjahteraan masjarakat dan tanah air”.
Adapun apa jang diartikan dengan pengertian „susila”, ialah kepan tasan atau kelajakan atau kebaikan bagi manusia, djuga didalam mendjadi warga negara. Kepantasan atau kelajakan atau kebaikan bagaimana, ialah sampai dimana adanja kesesuaian antara lahir dan bathin dengan segala faktor jang telah disebutkan tadi.
Apabila dirumuskan dengan mempergunakan hasil2 jang dapat diperoleh dalam filsafat kesusilaan (ethika), „susila itu dapat dirumuskan sebagai „kesesuaian dengan hakekat manusia untuk melakukan perbuatan2 atas dorongan kehendak berdasarkan atas putusan dengan rasa dan kebutuhan2 manusia serta sifat dari manusia sebagai individu dan machluk sosial, sehingga sepenuhnja dimiliki tabiat saleh, jang berudjud kebidjaksanaan (jaitu ke tjakapan tetap untuk selalu memikirkan segala sesuatu lebih dahulu, selan djutnja menjesuaikan putusannja dengan rasa, jang kemudian dasar dari pada kehendak untuk mendorong tersusunnja suatu sikap dan atau di Iakukannja suatu perbuatan), keadilan (jaitu ketjakapan tetap untuk selalu memberikan segala sesuatu kepada jang lain daripada apa jang telah mendjadi haknja), kesederhanaan (jaitu ketjakapan tetap untuk selalu membatasi diri untuk tidak melampaui batas dalam hal jang enak), dan keteguhan (jaitu ketjakapan tetap untuk selalu membatasi diri untuk tidak selalu melam paui batas2 dalam hal menghindari hale jang tidak enak), semuanja itu untuk mentjapai tudjuan hidup manusia jang mutlak, ialah kebahagiaan sempur na ini, ialah hal suatu jang tidak mengandung keketjewaan (didunia tidak ada), jang memuskan dan karena itu sesudahnja tidak ada keinginan lain lagi (didunia tidak ada), dan tidak berachir (didunia tidak ada), adanja hal diluar dunia, diluar alam. Dengan demikian soal kebahagiaan kesempur naan itu bersangkutan dengan soal keTuhanan. Rumusan pengertian „susila” jang demikian itu dapat dipertanggung djawabkan, karena pertama ethika itu bagi ilmu pendidikan, djadi djuga buat pendidikan merupakan ilmu jang normatif, memuat pedoman2 baginja dan kedua karena Pantjasila sebagai dasar bagi pendidikan seharusnja didjelmakan dalam tudjuan pen didikan, sehingga rumusan pengertian „susila” demikian tadi adalah per mintaan bawaan dari sila jang kedua jakni „kemanusiaan jang adil dan ber adab”.
Untuk memberikan pula tjita2 hidup kepada para mahasiswa, pada Universitas Gadjah Mada telah dipikirkan djuga tentang hal isi daripada pengertian „manusia susila”. Dalam Statuta Universitas tertjantum dalam Peraturan Pemerintah no. 37 tahun 1950 ditentukan djuga, bahwa Univer sitas Gadjah Mada mempunjai dasar2 kerohanian, jaitu Pantjasila sebagai tjita2 bangsa, kebudajaan kebangsaan Indonesia dan kenjataan, lagi pula
disamping tugas pendidikan dan pengadjaran, Universitas Gadjah Mada
4. berperikemanusiaan jang adil dan beradab (dalam arti dan perintjian sebagai telah dibitjarakan dimuka) serta demokratis (dalam arti sebagai mana nanti akan dikemukakan), lagi pula jang diliputi oleh kenjataan dan kebenaran.
5. tjakap dan bersedia untuk melaksanakan keinsjafan tanggung djawabnja terhadap pembangunan, pemeliharaan dan perkembangan kebudajaan dan hidup kemasjarakatan untuk tertjapainja kebahagiaan dan kesedjah teraan Indonesia chususnja dan dunia umumnja.
Untuk mendjawab terdjelmanja dan diamalkannja tanggung djamin itu, para alumni Universitas Gadjah Mada dikehendaki berprasetia (tidak bersumpah) sehingga mempunjai wadjib moril, pertama kepada kemanusiaan, karena manusia adalah anggota kemanusiaan; kedua kepada kenjataan, karena manusia mempunjai hasrat kodrat untuk mentjapai kenjataan; ketiga kepada ilmu pengetahuan, karena alumni Universitas adalah pengu saha ilmu pengetahuan; keempat kepada bangsa dan masjarakat, karena manusia adalah anggota bangsa dan masjarakat; kelima kepada Negara Republik Indonesia, karena alumni Universitas adalah warganegara.
Dapatlah sekiranja jang demikian itu dipikirkan untuk didjadikan tafsir bagi tjitatjita hidup, jang dimaksud dalam pasal 7 Undangundang no. 4 tahun 1950.
Masih ada sate faktor, jaitu demokrasi, jang perlu ditindjau isi pengerti annja. Mengenai hat ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
bahwa perseorangan adalah seolah2 anggota bangsa, tetapi hanja pen djelmaan djenis, dan disamping itu djuga merupaka'n diri pribadinja sendiri.
b. Pemakaian „perikemanusiaan” djuga sebagai alasan untuk meng hapuskan pendjadjahan, lagipula termasuknja sila „kemanusiaan jang adil dan beradab” dalam asas kerohanian Negara menundjukkan, bahwa dikehendaki untuk mendjadikan unsur kesesuaian dengan ha kekat manusia adalah machluk jang bersusun dalam sifatnja, ialah individu dan machluk sosial keduaduanja.
c. Didalam unsure Pembukaan itu tidak hanja terdapat hat Negara jang didasarkan atas pokok pikiran bersendi pada dan terdiri atas manusia jang mempunjai sifat individu dan machluk sosial, akan tetapi hale jang tidak menitik beratkan kepada salah satu diantaranja. Jang dikehendaki bukan Negara jang bersusun individualis, atomis, mechanis atau se baliknja Negara jang bersusun kolektif.atau organis, sebagai kesatuan total jang menjampingkan diri daripada manusia perseorangan. Akan tetapi jang dimaksud ialah Negara jang bersusun duatunggal, ke dua2nja sifat manusia sebagai individu dan machluk sosial terpakai sebagai dasar jang sama kedudukannja.
d. Negara kita adalah „berkedaulatan rakjat” dan djuga menpunjai tudjuan Negara. Tudjuan Negara adalah disamping diselenggarakan nja oleh Negara diselenggarakan djuga oleh perseorangan tidak de ngan atau dengan bantuan Negara. Tudjuan itu bersifat kepentingan umum dan kepentingan perseorangan 'sendiri2 atau bersamasama. Maka agar sesuai dengan. jang demikian itu, kedaulatan rakjat tidak semestinja hanja dimaksudkan dalam arti kedaulatan daripada rakjat sebagai asal mula kekuasaan negara, akan tetapi seharusnja djuga dalam arti kedaulatan daripada rakjat sebagai asal mula kekuasaan Negara, akan tetapi seharusnja djuga dalam arti kedaulatan daripada rakjat sebagai pendukung dan penjelenggara kepentingan. Disamping demokrasi politik dalam bentuk demokrasi kepartaian atau ideologi, susunan dan penjelenggaraan Negara seharusnja djuga didasarkan atas dan memberi tempat kepada demokrasi kepentingan atau demokrasi fungsionil atas dasar kepentingan dalam segala lapangan hidup, sepertinja per ekonomian, sosial, kebudajaan, keilmuan, kerohanian, keagamaan, keturunan (genealogis), adat istiadat, kedaerahan.
e. Demokrasi Indonesia adalah:
1. bukan demokrasi perseorangan atau demokrasi liberal, djuga bukan demokrasi golongan rakjat, betapa penting dan besarnja golongan itu, bukan demokrasi kelas;
2. bukan demokrasi organis, massa sebagai kesatuan dalam mana manusia hanja dianggap sebagai machluk sosial.
3. Demokrasi jang dikehendaki ialah demokrasi perseorangan bersama, kekeluargaan, gotong rojong, keadilan sosial, pengurus darioleh untuk rakjat bersama dan seluruhnja.
V. KEMUNGKINAN PENJUSUNAN SISTIM ILMIJ (TEORI) DAN SISTIM FILSAFAT PENDIDIKAN INDONESIA ATAS DASAR
PANTJASILA.
Tudjuan pendidikan sebagaimana telah diadjukan mempunjai sifat norma hukum positif, jang sebaiknja harus mendjadi pedoman bagi pendi dikan dan pengadjaran disekolah, baik pada sekolah Negara, maupun pada sekolah partikelir, disamping tudjuan pendidikan jang chusus, akan tetapi jang tidak boleh bertentangan dengan tudjuan pendidikan norma positif itu.
Telah beberapa kali ditundjukkan hubungan antara tudjuan pendidikan jang bernorma positif dengan filsafat pendidikan dan filsafat kesusilaan (ethika) jang mendjadi djuga ilmu normatif bagi filsafat pendidikan serta pendidikan, jaitu mengenai sifat hakekat manusia, sifat tetap atau mutlak daripada Pantjasila jang memungkinkan perangkaan tudjuan pendidikan norma positif di Indonesia dalam filsafat pendidikan, mengenai hubungan tudjuan pendidikan dengan tudjuan hidup dan mengenai pengertian susila. Djuga faktor kenjataan dan demokrasi dan lagipula hubungan antara manusia dengan Tuhan, jang merupakan soal hidup jang pokok dan mutlak termasuk dalam bidang persoalan dalam filsafat pendidikan, sedangkan hal2 itu semua nja tersimpul dalam Pantjasila dalam rangka pembukaan, pokok kaidah Negara jang fundamentil.
Hanja dalam pelaksanaannja, terutama mengenai keTuhanan Jang Maha Esa, seperti tertulis.dalam Undang2 no. 4 tahun 1950, belum dapat dikatakan telah terdapatnja penjesuaian jang benar2 sesuai dengan ketentuan tegas dalam Undang2 Dasar kita sekarang (1945), jang menentukan bahwa Negara Republik Indonesia adalah berdasarkan atas keTuhanan Jang Maha Esa.
Akan tetapi jang pokok telah dapat dikatakan, bahwa didalam tudjuan pendidikan jang bernorma positif itu memang terdapat penjelesaian atau ketentuan sikap jang tegas dalam soal2 pokok filsafat pendidikan, berkat adanja Pantjasila.
Didalam filsafat pendidikan tidak ada kesatuan pendapat mengenai masalah2 pokok, sehingga terdapat pelbagai aliran, jang diantaranja dan didalam galls besarnja dapat digolongkan dalam jang menchanistis jaitu jang mendasarkan diri atas dasar akal atau pantjaindera atau pengalaman, jang vitalistis jaitu jang mendasarkan diri atas prinsip adanja hidup, jang teleogis jaitu jang mendasarkan diri atas adanja tudjuan daripada segala. machluk nmlai dari manusia sampai dengan bendy coati alam semesta (mikrokosmos dan makrokosmos), jang teistis ialah jang mendasarkan diri atas adanja Tuhan menurut agama atau causa prima menurut filsafat daripada pelbagai aliran dalam filsafat pendidikan itu, dan didalamnja terkumpul setjara harmonis unsurunsur, jang kebanjakan dianggap me rupakan pertentangan dalam aliranaliran dalam filsafat pendidikan.
Kesimpulannja ialah, bahwa bangsa Indonesia mempunjai tudjuan pendidikan jang bernorma positif jang benara dapat dikatakan bulat dan baik.
Jang diadjukan itu semuanja merupakan permulaan dalam usaha memperoleh pengertian tentang tudjuan pendidikan sebagaimana terdapat dalam hidup bangsa dan masjarakat kita dengan menggunakan kepustakaan kita sebagai sumber panting.
Selandjutnja segala sesuatu itu masih pula dirangkakan dalam suatu kesatuan sistim, sehingga dapat tersusun suatu ilmu (teori) pendidikan Indonesia.
Ini belum tjukup dan perlu diusahakan lebih landjut lagi sehingga dapat disusun suatu sistim filsafat pendidikan Indonesia atau sistim filsafat pen didikan Pantjasila.
TENTANG DASARDASAR DAN TUDJUAN BARU BALI PENDI DIKAN DAN PENGADJARAN DALAM NEGARA REPUBLIK
INDONESIA.
I. KEMUNGKINAN PENDIDIKAN NASIONAL DIDASARKAN ATAS ILMU PENGETAHUAN.
Lebih dahulu diperhatikan uraian teoretis untuk membalas dua per tanjaan;
1.adakah sistim pendidikan nasional ? 2.kalau ada, bagaimana menjusunnja?
Masalah pendidikan jang bersifat pembuatan manusia jang bagaimana pun djuga Sudah menimbulkan pertentangan pendapat jang tak dapat di lenjapkan sama sekali. adat istiadat jang turun temurun, jang pada umumnja menentukan sjarat sjarat dan tudjuantudjuan dalam pendidikan. Setidaksnja pendidikan jang dilakukan oleh bapaibu dan oleh suatu bangsa menurut kebiasaan dalam adat istiadat itu, mengandung sifat keilhaman (intuisi) dan oleh karenanja meru pakan suatu kepandaian atau ketjakapan. Ada pula jang menganggapnja sua tu bakat jang tertanam dalam diri manusia. Sudah djelas bahwa pendirian jang irrasionil itu tak memungkinkan bertjampur tangannja akal tentang soal2 pendidikan dan orang jang mempunjai pendirian jang demikian itu akan menganggap bahwa setiap studikonperensi tak berguna.
Terhadap pensifatan irrasionil bagi pendidikan tidak hanja dikemukakan sangkalan jang tepat, tetapi djuga terdapat alasan2 jang menentukan bahwa pendidikan itu adalah perbuatan manusia jang berdasarkan akal. Instink pada hewan tak disertai keinsjafan, sedangkan pada pendidikan terdapat keinsjafan,rentjana dan tudjuan mengenai tindakan2 jang dilakukan itu.
Adat istiadat memang mengandung unsur keilhaman (intuisi), akan tetapi pada waktu ditjiptakan pertama tidak terlepas dari keinsjafan, rentjana dan tudjuan tjipta. Djuga bakat, meskipun diikuti kedudukannja, tak mendjadi dasar sepenuhnja dalam pendidikan. Bagaimanapun djuga tidak dapat dilu pakan, bahwa disamping melakukan perbuatan pendidik mendjalankan akal nja terhadap perbuatan itu (refleksi) dan pendidik itu tak mungkin terlepas dari pedoman2. Pendidikan jang sama sekali tidak menjukai pedoman selain daripada menuruti pendorong hati sanubarinja sendiri, pada hakekatnja melakukan atau mengalami refleksi pula, jaitu bertanja kepada diri sendiri, apakah tindakannja itu selaras dengan pendiriannja, atau tidak !
pengetahuan manusia tentang pendidikan sudah merupakan suatu ilmu pengetahuan.
Bagi siapa jang memperhatikan sedjarah pendidikan, ternjata bahwa pendidikan dalam praktik itu berlainan waktunja, dapat terpaut agak lama. Dengan adanja kenjataan jang demikian itu sadja, sudah dapat terbukti pengaruhnja teori terhadap praktik terutama dalam lapangan pendidikan.
I. Dimanapun ada kanakkanak, dimanapun ada orang dewasa. Baik kanakkanak maupun orang dewasa itu membutuhkan tuntunan, artinja membutuhkan hubungan antara dua pihak, jang menuntun dan jang ditun tun. Hubungan inilah jang mendjadi objek dan berudjud perbuatan tun tunan dari pihak penuntun, padahal bagi jang dituntun hal itu merupakan tindakan sebagai akibat tuntunan itu. Djadi baiklah kita tjatat, bahwa sikap pihak jang dituntun tidak hanja pasif, malahan seharusnja aktif, sebab djika tak ada sambutan aktif berarti pendidikan itu siasia belaka.
II. Dalam pengetahuan pendidikan terdapat djuga sudut pandangan isti mewa terhadap objek, ialah hubungan antara dua pihak ditindjau dari sudut sifat tuntunan kepada manusia jang masih dalam keadaan tumbuh untuk mendjadi manusia jang lebih sempurna atau (tumbuh dalam hal ini ialah berkembangnja hal pokok jang terlekat pada dirinja), untuk mendjadi manusia jang dapat melaksanakan hidupnja selaras dengan sifatnja sebagai individu, sebagai machluk sosial dan machluk Tuhan.
III. Tjara atau methode jang lazim dilakukan oleh suatu ilmu pengetahuan untuk mentjapai kenjataan dan kepastian tentang hal jang diselidiki dengan berbukti, dipergunakan pula dalam pengetahuan pendidikan, jaitu deduksi
dapat membentuk dengan djalan jang njata, pasti dan selamat, karena di lakukan setjara ilmiah, suatu sistim pendidikan jang berdasarkan atas pan dangan hidup bangsa kita, jaitu pendidikan nasional.
II. ILMU2 JANG BERHUBUNGAN DENGAN PENDIDIKAN.
Seperti diketahui semua ilmu pengetahuan itu merupakan kesatuan, merupakan bagianbagian dari ilmu pengetahuan dalam keseluruhan dan keutuhannja. Ditindjau dari sudut objeknja jang dimaksud dengan kesatuan itu ialah sifat kesatuan dunia, dan ditindjau dari sudut subjeknja ialah sifat kesatuan manusia, terutama akalnja, djadi satu sama lainnja dapat dikatakan tidak terlepas, lebihlebih ilmu2 jang mengenai objek jang tergolong sedjenis akan tetapi malahan dengan sendirinja saling butuhmembutuhkan. Akan tetapi masih ada persoalanpersoalan lain jang bersangkutpaut.
Demikianlah mengenai ilmu pendidikan ada soal dalam hal hubungan nja dengan ilmu pengetahuanilmu pengetahuan kerohanian dan terutama jang mengenai pula objeknja ialah tindakantindakan manusia.
Ada jang berpendirian, bahwa ilmu pendidikan sama sekali berada dibawah penguasaan ilmu pengetahuan — ilmu pengetahuan lain, dan psy chologi jang menentukan alatalat pendidikan dan ethika jang menetapkan tudjuan pendidikan. Ada pula jang menganggap bahwa ilmu pendidikan menguasai ilmu pengetahuan — ihmu pengetahuan lain, karena pendidikan itu psyhologi praktis. Djuga ada pendapat jang menjatakan bahwa kedudu kan ilmu pendidikan itu sama sekali bebas dari penguasaan ilmu pengetahuan lain atau tidak membutuhkan ilmu pengetahuan lain.
Kita setudju dengan jang memberi tempat kepada ilmu. pendidikan ditengahtengah ilmu pengetahuan — ilmu pengetahuan jang segolongan, ialah mempunjai kedudukan sendiri, membutuhkan bantuan ilmu pengeta jang dididik, terutama kanakkanak, tentang djiwanja, keadaankeadaan jang terdjadi dalam sanubarinja serta susunansusunan daripadanja. Dalam hal ini ilmu pendidikan tidak dapat bertindak sendiri, akan tetapi mendasar kan diri atas atau lebih tepat menggunakan hasilhasil ilmu psychologi. Adapun kanakkanak, manusia jang dalam keadaan tumbuh itu tidak hi dup menjendiri, akan tetapi hidup ditengahtengah orangorang lain, didalam suatu keadaan kebudajaan dan masjarakat, jang mempengaruhi dirinja karenanja pendidikan memerlukan pula pengetahuan tentang kebudajaan serta masjarakat dan sesuatu keadaan dalam masjarakat jang perlu diperha tikan.bagi pendidikan, dan inilah hanja dapat diperoleh dari ilmu kebudaja an dan sosiologi.
ilmu pendidikan dapat mengerti subjek daripada objekna dan alatalat pendidikan, dan bukan memberi petundjukpetundjuk atau pedoman pedoman untuk penjelenggaraan pendidikan; karena itu kedudukan ketiga ilmu terhadap pendidikan itu hendaknja hanja sebagai ilmu pengetahuan pembantu sadja. x)
Ada djuga pendapat jang mengadjukan biologi sebagai ilmu pengetahuan pembantu pula. Jang demikian itu bertalian dengan pendapat bahwa perlu sekali diadakan perbaikan keturunan, sehingga timbul ilmu pengetahuan baru (eugenese). Pendapat ini dimulai di Inggeris dan terutama berkembang di Amerika Serikat. Akibat daripadanja ialah bahwa pada permulaan abad ke XX ini dibeberapa negara bagian Amerika Serikat diadakan peraturan peraturan sterilisasi, jang membuat orangorang. jang ada dalam keadaan degenerasi, seperti pendjahat jang tidak dapat diperbaiki lagi, epileptisi, pemabuk2 psychopat tidak lagi dapat mempunjai keturunan dengan djalan disterilisasi, atau diasingkan dalam asrama atau dilarang kawin. Akan tetapi oleh karena hal itu tidak dapat menarik simpati kalangan umum, maka peraturan itu lalu dihapus lagi. Dalam hubungannja dengan pendidikan, hal perbaikan keturunan itu, dapat dilakukan dengan djalan jang tidak be gitu radikal seperti sterilisasi tadi, ialah dilihat sebagai kemadjuan dalam hal kerohanian, jang berarti tidak lain daripada djalan untuk mengatasi rintanganrintangan jang ditimbulkan oleh kodrat jang ada pada generasi sebelumnja. Djika pendidikan tak mengindahkan hasilhasil biologi, maka tidak dapat manusia mengadakan keturunan jang lebih kuat tubuhnja dan oleh karenanja tak akan dapat mengurangkan rintanganrintangan kodrat tadi dan dari sebab itu tak akan dapat menghasilkan kemadjuan dalam lapangan kerohanian. Terhadap pendirian ini dapat ditundjukkan kesalahan nja dalam prernisnja, bahwa suatu djenis manusia jang bertubuh sentausa pasti mempunjai bakat kedjiwaan dan kebudajaan jang tinggi.
Dalam pada itu diadjukan sebagai penentuan sikap, bahwa karena manusia itu adalah machluk biologis, dan didalam pertumbuhannja mem punjai unsurunsur biologis, maka dalam pendidikan memang perlu atau sebaiknja hal diatas itu diperhatikan djuga. xx)
Bersangkutan dengan tudjuan pendidikan dapat diperbedakan antara tudjuan jang umum, mengenai pedomanpedoman dan petundjukpetundjuk sesuatu atau segolongan manusia sesuai dengan sifatsifat daripadanja, keadaan masjarakatnja dan permintaan djaman.
Demikianlah djelasnja, mengapa dalam dalildalil ini disebutkan, bahwa tudjuan pendidikan dalam Negara kita hendaknja terdiri atas dua sifat.
x) Tjatatan: Pada Fakultas Pedagogik Universitas Gadjah Mada tiga ilmu itu termasuk djuga dalam susunan peladjaran, diantaranja ilmu psychologi mempunjai kedudukan jang penting.
Berhubung dengan tudjuan jang chususpun pendidikan membutuhkan bantuan ilmu psychologi, kebudajaan dan sosiologi.
Akan tetapi jang penting bagi tudjuan pendidikan adalah jang mengenai pedomannja. Didunia Timur selalu, didunia Barat jang hidup dalam ling kungan agama djuga selalu, jang diluar agama lambat lawn, jang dimaksud kan disini dengan kesadaran djuga, tudjuan pendidikan itu dihubungkan erat dengan pandangan hidup. Jang demikian itu sudah selajaknja, karena pemusatan perhatian dalam pendidikan ialah untuk mentjapai barang sesuatu dengan dan dalam pihak jang dididik, perhatian selalu diarahkan kepada masa jang akan datang, bagi manusia, bagi bangsa, bagi kebudajaan dan agama, bagi ideal, bagi masjarakat, bagi lembagalembaga dalam masja rakat, bagi Negara.
Apakah barang sesuatu jang mendjadi tudjuan pendidikan itu menurut paham pandangan hidup masingmasing? Terutama bagi jang berpendirian, bahwa segala jang terdapat pada kanakkanak itu sebagai karunia Tuhan adalah baik dan dengan berdasarkan atas kenmrdekaan kanakkanak, pen hal menurut pendirian lain tudjuan hidup manusia itu djustru terletak dialam baka.
Ada lagi jang menjatakan, bahwa Tuhan jang ada dalam diri sendirilah jang mendjadi tudjuan pendidikan, bukannja manusia.
Tudjuan pendidikan jang lain ialah seperti jang pertamatama digam barkan oleh Plato sebagai suatu obor jang rnenjalanjala, jang selalu berulangulang dipindahkan darn tangan ketangan, ialah kebudajaan jang harus selalu diturun temurunkan.
Ada pula jang mementingkan masjarakat atau Negara, jang dalam sistim sosialpaedagogiknja melenjapkan halhal orang pribadi sama sekali.
Masih terdapat jang menjatakan, bahwa tudjuan pendidikan adalah tjita, bersifat penghargaanpenghargaan subjektif.
Achirnja ada lagi pendapat, jang menganggap bahwa manusia sempurna lah jang mendjadi tudjuan pendidikan itu. Pensifatan inilah jang dapat me rupakan suatu kompromi, jang dapat diterima oleh semua aliran.
Akan tetapi tentang isi tudjuantudjuan itu, apakah kebebasan hidup, apakah tudjuan hidup didunia atau diachirat, apakah Tuhan, agama, kebudajaan, masjarakat, Negara, itu semuanja dibalas dengan djawaban jang bermatjam2. Sungguh kita menghadapi persaingan pendapat tentang tudjuan pendidikan.