NOTA KESEPAKATAN
ANTARA
PEMERI NTAH KOTA SURAKARTA DENGAN
DEWAN PERWAKI LAN RAKYAT DAERAH
KOTA SURAKARTA
NOMOR : 910/ 2.944
5.011
NOMOR : 910/ 2.118
TANGGAL : 15 Nopember 2010
TENTANG
KEBI JAKAN UMUM
ANGGARAN PENDAPATAN DAN
BELANJA DAERAH KOTA SURAKARTA
ii
DAFTAR I SI
Halaman
LEMBAR JUDUL ………...…….……… i
DAFTAR I SI ………..……….. ii
NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERI NTAH KOTA SURAKARTA DENGAN
DEWAN PERWAKI LAN RAKYAT DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR
910/ 2.944 – 910/ 2.118 TANGGAL 15 Nopember 2010 TENTANG KEBI JAKAN
UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA SURAKARTA
TAHUN ANGGARAN 2011 ……….………..……… iv
BAB I
PENDAHULUAN
……….……..…. 1A. Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) …...
B. Tujuan Penyusunan KUA ...
C. Dasar Hukum Penyusunan KUA ... 1
4
4
BAB I I
KERANGKA
EKONOMI
MAKRO
DAERAH
... 7A. Kondisi Ekonomi Makro ...
1. Kondisi Perekonomian Kota Surakarta Tahun 2009 ...
2. Prospek Perekonomian Kota Surakarta Tahun 2010 – 2011
B. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah ... 7
10
11
12
BAB I I I
ASUMSI
–
ASUMSI
DASAR
DALAM
PENYUSUNAN
RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
DAERAH ( RAPBD)
……….…… 13A. Asumsi Dasar yang Digunakan dalam APBN ………
B. Laju I nflasi ………..……..
1. Nasional ………..
2. Provinsi Jawa Tengah ………..
3. Kota Surakarta ……….
C. Pertumbuhan PDRB (Migas dan Non Migas) ………
1. Nasional ………..
2. Provinsi Jawa Tengah ………..
3. Kota Surakarta ……….
D. Lain – Lain Asumsi ……….
13 14 14 15 15 16 16 17 18 19
BAB I V
KEBI JAKAN PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBI AYAAN
DAERAH
………..…. 21A. Pendapatan Daerah ………
B. Belanj a Daerah ……….
1. Belanj a Tidak Langsung …...…...
2. Belanj a Langsung ...…...
22
22
22
iii
C. Pembiayaan Daerah ………..
1. Penerimaan Pembiayaan …...…...
2. Pengeluaran Pembiayaan …...…... 27
27
28
iv
NOTA KESEPAKATAN
ANTARA
PEMERI NTAH KOTA SURAKARTA
DENGAN
DEWAN PERWAKI LAN RAKYAT DAERAH
KOTA SURAKARTA
NOMOR : 910/ 2.944
NOMOR : 910/ 2.118
TANGGAL : 15 Nopember 2010
TENTANG
KEBI JAKAN UMUM
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
TAHUN ANGGARAN 2011
Yang bertanda tangan di bawah ini :
1. Nama : I r. H. JOKO WI DODO
Jabatan : Walikota Surakarta
Alamat Kantor : Jl. Jendral Sudirman No. 2 Surakarta
bertindak selaku dan atas nama Pemerintah Kota Surakarta
2. a. Nama : Y. F. SUKASNO, SH.
Jabatan : Ketua DPRD Kota Surakarta
Alamat Kantor : Jl. Adisucipto No.143 Surakarta
b. Nama : SUPRI YANTO
Jabatan : Wakil Ketua DPRD Kota Surakarta
Alamat Kantor : Jl. Adisucipto No.143 Surakarta
c. Nama : I r. MUHAMMAD RODHI
Jabatan : Wakil Ketua DPRD Kota Surakarta
Alamat Kantor : Jl. Adisucipto No.143 Surakarta
sebagai Pimpinan DPRD bertindak selaku dan atas nama Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surakarta.
Dengan ini menyatakan bahwa dalam rangka penyusunan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) Kota Surakarta diperlukan Kebij akan Umum APBD Kota
Surakarta yang disepakati bersama antara DPRD Kota Surakarta dengan Pemerintah
Kota Surakarta untuk selanjutnya dijadikan sebagai dasar penyusunan prioritas dan
plafon anggaran sementara APBD Kota Surakarta Tahun Anggaran 2011.
Berdasarkan hal tersebut di atas, para pihak sepakat terhadap Kebij akan Umum
v
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kota Surakarta
Tahun Anggaran 2011, Kebijakan pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah,
yang menjadi dasar dalam penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
dan APBD Tahun Anggaran 2011.
Secara lengkap Kebij akan Umum APBD Kota Surakarta Tahun Anggaran 2011
disusun dalam Lampiran yang menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
Nota Kesepakatan ini.
Demikianlah Nota Kesepakatan ini dibuat untuk dijadikan dasar dalam penyusunan
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Kota Surakarta Tahun Anggaran
2011.
Surakarta, 15 Nopember 2010
WALI KOTA SURAKARTA
PI MPI NAN
DEWAN PERWAKI LAN RAKYAT
DAERAH KOTA SURAKARTA
selaku, selaku,
PI HAK PERTAMA PI HAK KEDUA
I r. H. JOKO WI DODO Y. F. SUKASNO, SH.
KETUA
SUPRI YANTO
WAKI L KETUA
I r. MUHAMMAD RODHI
1
LAMPI RAN : Nota Kesepakatan Antara
Pemerintah Kota Surakarta Dengan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kota Surakarta
Nomor : 910/ 2.944 – 910/ 2.118
Tanggal : 15 Nopember 2010
KOTA SURAKARTA
KEBI JAKAN UMUM APBD (KUA)
TAHUN ANGGARAN 2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PENYUSUNAN KEBI JAKAN UMUM APBD ( KUA)
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
mengamanatkan bahwa Pemerintah Daerah melaksanakan bidang kewenangan
urusan wajib dan urusan pilihan. Secara lebih spesifik pembagian urusan
dimaksud diatur dalam Peraturan Pemerint ah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota jo. Peraturan Daerah Kota
Surakarta Nomor 4 Tahun 2008 t entang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah.
Penyelenggaraan urusan tersebut diimplementasikan dalam bentuk
program dan kegiatan, dimana penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan
dan belanja daerah, sedangkan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan Pemerintah di daerah didanai dari dan atas beban anggaran
pendapatan dan belanja Negara.
Berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana
diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, yang ditegaskan dengan Peraturan
Daerah Kota Surakarta Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pokok – Pokok Pengelolaan
Keuangan Daerah, pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem
yang terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD, merupakan keseluruhan kegiatan
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah, komponennya meliputi:
(a) asas umum pengelolaan keuangan daerah; (b) pejabat-pejabat yang mengelola
2
SKPD; (e) penyusunan dan penetapan APBD; (f) pelaksanaan dan perubahan
APBD; (g) penatausahaan keuangan daerah; (h) pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD; (i) pengendalian defisit dan penggunaan surplus APBD; (j) pengelolaan kas
umum daerah; (k) Pengelolaan piutang daerah; (l) Pengelolaan investasi daerah;
(m) Pengelolaan barang milik daerah; (o) Pengelolaan dana cadangan; (q)
Pengelolaan utang daerah; (r) Pembinaan dan penggawasan pengelolaan keuangan
daerah; (t) penyelesaian kerugian daerah; (u) pengelolaan keuangan badan
layanan umum daerah; (v) pengaturan pengelolaan keuangan daerah.
Sebagaimana ditegaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37
Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2011, Sebagai rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah
dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah, Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan :
1. Penganggaran Terpadu (unified budgeting) yaitu penyusunan rencana
keuangan tahunan yang dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis
belanja guna melaksanakan kegiatan pemerintahan yang didasarkan pada
prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana. Hal ini mengandung konsekuensi
setiap alokasi atau penggunaan anggaran belanja harus mampu menunjukan
capaian keluaran / hasil dari kegiatan / program dengan kuantitas dan kualitas
yang terukur.
2. Pengelolaan keuangan daerah dijalankan dengan kinerj a yang baik dan
terukur maka harus memenuhi azas umum yang digariskan, yaitu : secara
tertib, taat pada peraturan perundang – undangan, efisien, ekonomis,
efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas
keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
3. Secara materi perlu sinkronisasi antara Rencana Kerja Pemerintah dengan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), antara KUA dan PPAS serta antara
KUA – PPAS dengan RAPBD yang merupakan kristalisasi dari seluruh RKA –
SKPD, sehingga APBD merupakan wujud keterpaduan seluruh program
Nasional, Provinsi dan Daerah dalam upaya peningkatan pelayanan umum dan
kesejahteraan masyarakat di daerah
4.
Planning strategy
Keterpaduan, berkelanjutan, berkesinambungan program dan kegiatan, baik
antar SKPD maupun dengan Pemerintah atasan dan juga Pihak Ketiga
(stakeholders).
5.
Budgeting Strategy
a. Proporsionalitas, siqnifikansi dan kesinambungan alokasi anggaran.
b. Optimalkan capaian target kinerja kegiatan yang telah ditetapkan
anggarannya.
c. Pengalokasian dan penggunaan anggaran kegiatan SKPD atas dasar
3
6.
Budgeting Policy
a. Pro poor, Pro jobs, Pro growth
Pengarusutamaan anggaran ( bugdeting mainstream ) diarahkan pada
alokasi anggaran dalam proporsi dan jumlah yang siqnifikan serta
berkesinambungan berorientasi utama pada upaya penanggulangan
kemiskinan, di sisi lain sebagai hal yang tidak terpisahkan,
diproyeksikan mampu menumbuhkan lapangan kerja dan usaha,
mampu memacu pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
b. Belanj a tidak langsung
Pengalokasian anggaran dalam bentuk bantuan ( charity ) diarahkan
secara selektif dan tidak terus menerus, utamanya pada kondisi kritis
yang benar-benar memerlukan.
c. Belanj a langsung
Diarahkan untuk mendanai program dan kegiatan sesuai bidang
kewenangan/ urusan pemerintah daerah dengan tujuan dan target
sasaran yang jelas.
d. Keterpaduan alokasi anggaran dengan penganganggaran dari
pemerintah atasan (Pusat dan Propinsi)
Penentuan prioritas pembangunan daerah Kota Surakarta Tahun 2010
didasarkan pada pertimbangan – pertimbangan sebagai berikut :
1. Keterpaduan perencanaan bottom up dan top down;
2. RKPD 2011 merupakan periode pertama RPJMD kepemimpinan Walikota,
sehingga difokuskan pada pencapaian agenda RPJMD Kota Surakarta tahun
2010 – 2015;
3. Pemerintah Kota Surakarta sebagai bagian dari NKRI dan Provinsi Jawa
Tengah harus mampu melaksanakan tugas utama dan tanggung jawabnya
sebagai pelaksana otonomi daerah sesuai pelimpahan kewenangan urusan
pemerintahan daerah;
4. Kemampuan Keuangan Daerah khususnya dalam pendanaan untuk
melaksanakan pembangunan relatif terbatas. Dana yang tersedia tidak cukup
optimal untuk membiayai pembangunan dalam rangka pencapaian target yang
diagendakan dalam RPJMD Kota Surakarta, sehingga perlu adanya Rencana
kerja.
Arah kebijakan anggaran yang diambil pada tahun 2011 secara umum adalah
sebagai berikut:
1. Penyesuaian kebijakan dan perubahan Perda sesuai perubahan regulasi
4
2. Anggaran tahun 2011 menitikberatkan pada peningkatan pelayanan
pendidikan dan kesehatan, penguatan ekonomi kerakyatan dan
pengembangan nilai-nilai budaya.
3. Pengelolaan keuangan daerah yang mandiri melalui penganggaran program
dan kegiatan secara terukur dan proporsional sesuai prioritas dengan
menyesuaikan kemampuan keuangan daerah.
4. Alokasi anggaran pada bidang – bidang pelayanan dasar kepada masyarakat
diupayakan meningkat atau minimal sama dengan alokasi anggaran tahun
sebelumnya.
B. TUJUAN PENYUSUNAN KUA
Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) Kota Surakarta Tahun Anggaran
2011, bertujuan untuk :
1. Melakukan optimalisasi pendapatan daerah dan belanja daerah terhadap APBD
Kota Surakarta Tahun Anggaran 2011;
2. Meningkatkan mutu pelayanan kepada para pengguna jasa layanan
pemerintah secara lebih optimal;
3. Mewujudkan keterpaduan program nasional dan daerah dalam upaya
peningkatan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah.
C. DASAR HUKUM PENYUSUNAN KUA
Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) Kota Surakarta Tahun Anggaran
2011, berdasarkan pada peraturan perundang-undangan berikut :
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara
Republik I ndonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara
Republik I ndonesia Nomor 3857);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik I ndonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran
Negara Republik I ndonesia Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Republik I ndonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik I ndonesia Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik I ndonesia Tahun 2004
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik I ndonesia Nomor 4389);
5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik I ndonesia
Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik I ndonesia
Nomor 4400);
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
5
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik I ndonesia Nomor
4421);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik I ndonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik I ndonesia Nomor 4437), sebagaimana telah
beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik I ndonesia Nomor 4844);
8. Undang–Undang Nomor 33 Tahun 2004 t entang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik I ndonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik I ndonesia Nomor 4438);
9. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tent ang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Republik I ndonesia Tahun 2009 Nomor 130,
Tambahan Lembaran Negara Republik I ndonesia Nomor 5049);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah
(Lembaran Negara Republik I ndonesia Tahun 2005 Nomor 136, Tambahan
Lembaran Negara Republik I ndonesia Nomor 4574);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan
(Lembaran Negara Republik I ndonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan
Lembaran Negara Republik I ndonesia Nomor 4575);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem I nformasi
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik I ndonesia Tahun 2005 Nomor
138, Tambahan Lembaran Negara Republik I ndonesia Nomor 4576);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah (Lembaran Negara Republik I ndonesia Tahun 2005 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik I ndonesia Nomor 4578);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan
dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerint ahan Daerah (Lembaran Negara
Republik I ndonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara
Republik I ndonesia Nomor 4593);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 t entang Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, dan I nformasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Kepada Masyarakat (Lembaran Negara Republik I ndonesia Tahun 2007 Nomor
19, Tambahan Lembaran Negara Republik I ndonesia Nomor 4693);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik I ndonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik I ndonesia
6
17. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Tat a
KerjaPerangkat Daerah (Lembaran Negara Republik I ndonesia Tahun 2007
Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik I ndonesia Nomor 4741);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
Daerah (Lembaran Negara Republik I ndonesia Tahun 2008 Nomor 21);
19. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tent ang Pengesahan, Pengundangan,
dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan;
20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah;
21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2010 tentang Pedoman
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2011;
22. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah
Daerah (Lembaran Daerah Kota Surakarta Tahun 2008 Nomor 4);
23. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta (Lembaran Daerah Kota
Surakarta Tahun 2008 Nomor 6);
24. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Surakarta Tahun 2005–
2025 (Lembaran Daerah Kota Surakarta Tahun 2010 Nomor 2);
25.Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pokok – Pokok
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kota Surakarta Tahun 2010
Nomor 7).
26.Peraturan Walikota Surakarta Nomor 26 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Surakarta Tahun 2010-
2015;
27.Peraturan Walikota Surakarta Nomor 27 Tahun 2010 tentang Rencana Kerja
7
BAB I I
KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH
A. KONDI SI EKONOMI MAKRO
1. Kondisi Ekonomi Kota Surakarta Tahun 2009
Kondisi perekonomian Kota Surakarta dapat terlihat dari beberapa
indikator makro ekonomi, meliputi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
laju pertumbuhan ekonomi, inflasi, PDRB perkapita, investasi dan nilai ekspor
dan impor. Perkembangan beberapa indikator tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 2.1
Perkembangan I ndikator Makro Ekonomi Kot a Surakarta
Tahun 2 0 0 8 dan Tahun 2 00 9
No
I ndikat or
2008
2009
1. PDRB:
Atas dasar harga berlaku (Jut a Rupiah) 7.901.886,06 8.880.691,24
Atas dasar harga konstan 2000 (Jut a
Rupiah) 4.549.342,95 4.817.877,63
2. Laj u Pertumbuhan Ekonomi (% ) 5,69 5,90
3. I nflasi (% ) 6,96 2,63
4. PDRB perkapit a
Atas Dasar Harga berlaku (Rupiah) 15.110.646,75 16.813.058,71
Atas dasar harga konstan 2000 (Rupiah) 8.699.633,70 9.121.278,67
5. I nvest asi (Juta Rp) 488.386.484 693.492.672
6. Ekspor (FOB US $) 44.768.288,70 42.790.794,69
Sumber : Badan Pusat Statistik, Kantor Penanaman Modal dan Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta (2010).
Penjelasan dari beberapa indikator makro ekonomi Kota Surakart a
sebagaimana tercantum pada tabel diatas adalah sebagai berikut:
a. PDRB menurut harga Berlaku, ada kenaikan sebesar 12,22% , dari sebesar
Rp.7.901.886,06 juta rupiah pada tahun 2008 menjadi sebesar
Rp.8.880.691,24 juta rupiah pada tahun 2009. PDRB menurut harga
konstan menggunakan tahun dasar tahun 2000, ada kenaikan sebesar
5,24% dari sebesar Rp.4.549.342,95 juta pada tahun 2008 menjadi
sebesar Rp. 4.817.877,63 juta pada tahun 2009. Struktur ekonomi
didominasi sektor perdagangan dengan kontribusi terhadap PDRB sebesar
26% , selanjutnya sektor pertambangan dan penggalian sebesar 22% , dan
sektor bangunan sebesar 14% . Perkembangan PDRB di Kota Surakarta
8
Gambar 2.1
Perkembangan Nilai PDRB di Kota Surakart a
Tahun 2 0 0 5 - 2 0 09
-2.000.000,00 4.000.000,00 6.000.000,00 8.000.000,00 10.000.000,00 P D R B ( ju ta ru p ia h )
ADHK Tahun 2000 3.858.171,66 4.067.529,94 4.304.287,37 4.549.342,95 4.817.883,76
ADHB 5.585.776,84 6.190.112,55 6.909.094,57 7.901.886,06 8.804.415,01
2005 2006 2007 2008 2009
Kontribusi masing-masing sektor PDRB (ADHK tahun 2000) terhadap total
PDRB dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.2
Grafik Kontribusi Sektor PDRB ADHK Tahun 2000
Kota Surakarta Tahun 2009
Industri Pengolahan 26%
Listrik, Gas, dan Air Bersih
2% Bangunan
13%
Perdagangan, Hotel & Restoran 27% Pengangkutan & Komunikasi 10% Jasa-Jasa 12% Pertanian 0% Keuangan, Persew aan & Jasa
Perusahaan 10%
Pertambangan dan Penggalian
0%
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Surakarta (2010)
b. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Surakart a pada tahun 2009 sebesar
5,9% , lebih tinggi dibandingkan tahun 2008 sebesar 5,69% . Pertumbuhan
ekonomi Kota Surakarta pada tahun 2009 lebih tinggi dibandingkan Provinsi
Jawa Tengah dengan (4,8% ) selisih sebesar 0,89% . Pertumbuhan ekonomi
Kota Surakarta juga lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi
nasional (4,5% ) dengan selisih 1,19% . Kondisi ini menunjukan bahwa
dinamika aktivitas perekonomian Kota Surakarta sebagai basis Kot a
perdagangan dan Jasa sangat dinamis, baik pada skala regional, nasional
9
yang berimbas pada pertumbuhan ekonomi nasional dan regional,
pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta masih menunjukkan perkembangan
yang lebih baik. Perkembangan pertumbuhan PDRB dapat dilihat pada
gambar berikut:
Gambar 2.3
Perkembangan Pert umbuhan PDRB di Kota Surakarta
Tahun 2 0 0 5 - 2 0 09
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00
P
e
rt
u
m
b
u
h
a
n
(
%
)
ADHK Tahun 2000 (Pertumbuhan Ekonomi)
5,15 5,43 5,82 5,69 5,90
ADHB 17,43 10,82 11,62 14,37 11,42 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Surakarta (2010)
c. Laju inflasi di Kota Surakarta Tahun 2009 sebesar 2,63% , lebih rendah
dibanding Tahun 2008 sebesar 6,96% . Angka inflasi Kota Surakarta pada
tahun 2009, relatif lebih rendah dibandingkan inflasi Provinsi Jawa Tengah
(3,32% ) dan inflasi nasional (2,8% ). Tingkat inflasi yang rendah ini
menjadi salah satu indikator bagi peningkatan daya tarik investasi.
Perkembangan laju inflasi di Kota Surakarta terlihat pada tabel berikut:
Tabel 2.2
Perkembangan Laju I nflasi di Kota Surakarta
Tahun 2005- 2009
No
Jenis Barang/ Jasa
2005 2006 2007 2008 2009
1 Bahan Makanan 12,35 18,13 6,01 9,62 6,25
2 Makanan Jadi, Minuman,
Rokok, dan Tembakau 5,82 2,12 1,15 3,73 5,65
3 Perumahan 12,05 3,65 2,87 11,89 2,28
4 Sandang 2,69 1,44 3,82 2,98 0,72
5 Kesehatan 1,92 2,88 2,58 6,65 2,21
6 Pendidikan, Rekreasi, dan
Olahraga 8,24 2,72 2,23 1,82 1,79
7 Transport dan Komunikasi 44,33 0,56 2,09 4,14 -4,30
I nflasi
13,88 6,18 3,28 6,96 2,63Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Surakarta (2010)
d. PDRB perkapita atas dasar harga konstan tahun 2000 Kota Surakart a
10
pada tahun 2008, menjadi sebesar Rp.9.121.278,67 pada tahun 2009.
PDRB perkapita atas dasar harga berlaku j uga meningkat dari sebesar
11,97% dari senilai 15.110.647,00 pada tahun 2008 menjadi
Rp.16.813.058,71 pada tahun 2009. Kondisi ini menunjukkan bahwa di
Kota Surakarta terj adi peningkatan pendapatan masyarakat, sehingga daya
beli masyarakat juga mengalami peningkatan. Perkembangan pendapatan
perkapita Kota Surakarta terlihat pada gambar berikut:
Gambar 2.4
Perkembangan PDRB Perkapita Kota Surakarta
Tahun 2005- 2009
-5.000.000 10.000.000 15.000.000 20.000.000 P D R B P er kap it a ( ru p ia h )
ADHK Tahun 2000 7.220.683 7.930.485 8.351.807 8.699.634 9.258.894
ADHB 10.453.953 12.068.896 13.406.034 15.110.647 16.920.114
2005 2006 2007 2008 2009
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Surakarta (2010)
e. Nilai ekspor Kota Surakarta tahun 2009 sebesar US$ 42.790.794,69 atau
terjadi penurunan sebesar 0,96% dari tahun 2008 sebesar US$
44.768.288,70. Penurunan nilai ekspor yang terjadi di Kota Surakarta
sebagai dampak dari krisis keuangan ekonomi global yang dipicu jatuhnya
nilai investasi property di Amerika Serikat. Negara-negara tujuan ekspor
utama Kota Surakarta, seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa
Barat mengalami krisis ekonomi yang mempengaruhi turunnya kinerja
ekspor Kota Surakarta. Perkembangan nilai ekspor di Kota Surakarta dapat
dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.5
Grafik Nilai Ekspor Barang dari Kota Surakarta
Tahun 2005- 2009
3 125336 1.58
3627 7986.71
442499 81.0 8 44768 288.7 42790 794.69
0 5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 30000000 35000000 40000000 45000000
Nilai Ekspor (US$)
2 005 20 06 20 07 200 8 2 00 9
11
f. Realisasi investasi di Kota Surakarta secara umum menunjukkan
peningkatan. Nilai investasi skala besar pada tahun 2009 sebesar
Rp.528.817.582.788,-, lebih tinggi dibandingkan tahun 2008 sebesar
Rp.345.959.327.000,-. I nvestasi skala menengah meningkat dari sebesar
Rp.58.140.581.000,- pada tahun 2008 menjadi sebesar Rp.6.046.632.000,-.
I nvestasi skala kecil pada tahun 2009 sebesar 7.253.369.000,-, lebih tinggi
dibandingkan tahun 2008 sebesar Rp.68.449.036.000,-. I nvestasi non
formal meningkat dari sebanyak Rp.158.375.400,- menj adi
Rp.316.750.800,-. Perkembangan investasi di Kota Surakarta dapat dilihat
pada gambar berikut :
Gambar 2.6
Perkembangan Realisasi I nvestasi Menurut Modal Usaha
di Kota Surakarta Tahun 2005 -2009
Sumber: Kantor Penanaman Modal Kota Surakarta (2010)
2. Prospek ekonomi Kota Surakarta Tahun 2010 dan Tahun 2011
Kondisi perekonomian Kota Surakarta pada tahun 2010 dan 2011
diperkirakan akan mengalami perbaikan seiring dengan meningkatnya
kestabilan ekonomi nasional dan regional Jawa Tengah. Jika kondisi
perekonomian stabil, pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta diperkirakan akan
tumbuh secara bertahap menjadi 6,10% pada tahun 2010 dan 6,30% pada
tahun 2011. Pertumbuhan ekonomi ini terutama didorong oleh konsumsi
masyarakat yang semakin tinggi.
Laju inflasi pada tahun 2010 dan 2011 diperkirakan akan mengalami
peningkatan, berturut-turut menjadi 4,50% dan 5,00% . Perkiraan tersebut
didasarkan dengan sasaran tingkat inflasi yang cukup rendah dan stabil,
namun tetap menunjang pertumbuhan ekonomi. Terkendalinya inflasi akan
menciptakan penurunan suku bunga perbankan.
Dengan semakin membaiknya iklim usaha dan situasi keamanan yang
semakin kondusif, maka tingkat risiko dunia usaha semakin berkurang. Hal ini
12
I nvestasi pada tahun 2010 dan 2011 diperkirakan akan meningkat sekitar 4%
per tahun.
Dengan perkiraan membaiknya kondisi perekonomian dunia setelah
mengalami krisis keuangan global, nilai ekspor di Kota Surakarta diprediksikan
akan meningkat secara bertahap sebesar 5,00% pada tahun 2010, dan 5,50%
pada tahun 2011. Prediksi kondisi ekonomi makro Kota Surakarta tahun 2010
dan 2011 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.5
Prediksi I ndikator Ekonomi Makro Kot a Surakarta
Tahun 201 0 dan 2 0 1 1
No
I ndikat or
2010
2011
1. PDRB:
a. Atas dasar harga konstan 2000 (Juta
Rupiah) 5.111.774,67 5.433.816,47
b. Atas dasar harga berlaku (Jut a Rupiah) 9.727.356,87 10.309.252,59
2. Laj u Pertumbuhan Ekonomi (% ) 6,10 6,30
3. I nflasi (% ) 4,50 5,00
4. PDRB perkapit a
a. Atas dasar harga konstan 2000 (Rupiah) 9.698.262,08 10.278.417,34
b. Atas dasar harga berlaku (Rupiah) 18.645.100,91 20.786.592,06
5. I nvest asi (Juta Rp) 721.232.378 750.081.674
6. Ekspor (FOB US $) 44.930.334,42 47.401.502,82
B. ARAH KEBI JAKAN EKONOMI DAERAH
Arah kebijakan ekonomi Kota Surakarta pada tahun 2011 difokuskan pada:
1. Mengembangkan sektor riil untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan daya saing produk industri dan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM), peningkatan investasi dan ekspor non migas,
pemberdayaan koperasi dan UMKM, peningkatan pengelolaan BUMD,
perluasan kesempatan kerja dan pengembangan kewirausahaan, sert a
pengembangan pariwisata dan budaya.
2. Merestrukturisasi perekonomian daerah melalui pengembangan potensi
perdagangan dan produk unggulan daerah yang memiliki daya saing dan
berorientasi ekspor secara sinergis.
3. Mengembangkan dan meningkatkan infrastruktur dalam rangka mendukung
peningkatan investasi dan revitalisasi usaha mikro, kecil dan menengah.
4. Meningkatkan kualitas pelayanan publik khususnya pelayanan perizinan
13
BAB I I I
ASUMSI – ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH ( RAPBD)
A. Asumsi dasar yang digunakan dalam APBN
Walaupun diperkirakan terjadi pergeseran kekuatan ekonomi global dari barat ke timur (west to east), perekonomian Amerika Serikat dan negara industri maju lainnya masih tetap menjadi penggerak perekonomian dunia dan pasar komoditi ekspor negara berkembang. Perekonomian Asia diperkirakan tetap menjadi kawasan dinamis dengan motor penggerak perekonomian Cina, I ndia dan negara negara industri di Asia lainnya dan kawasan yang menarik bagi penanaman modal.
Berdasarkan berbagai langkah kebijakan yang dilakukan di berbagai bidang; pemulihan ekonomi di Asia yang membaik pada triwulan terakhir 2009 serta pemulihan ekonomi dunia pada tahun 2010 yang lebih baik; ketahanan ekonomi nasional yang tetap terjaga dalam menghadapi krisis keuangan dan
penurunan ekonomi global; ekspektasi yang baik terhadap kelanjutan
pemerintahan lima tahun mendatang, dan perkiraan lingkungan eksternal, maka perekonomian dapat dijaga secara berkelanjutan dengan prospek ekonomi makro tahun 2010-2011 sebagai berikut:
Tabel 3.1
Prediksi I ndikator Makro Ekonomi Nasional
Tahun 2010 dan Tahun 2011
No
I ndikator
Tahun 2010
Tahun 2011
1.
Pertumbuhan Ekonomi ( % )
5,8 6,4a.
Pertumbuhan PDB Sisi
Pengeluaran ( % )
Konsumsi Masyarakat 5,2 - 5,3 5,3-5,5
Konsumsi Pemerintah 10,8 - 10,9 6,3-6,5
I nvestasi 7,2 - 7,3 7,9 - 10,9
Ekspor 6,4 - 6,5 11,0-11,2
I mpor 9,2 - 9,3 12,5-12,7
b.
Pertumbuhan PDB Sisi Produksi
( % )
Pertanian 3,3 - 3,4 4,4-4,6
I ndustri Pengolahan 4,2 - 4,3 5,0 - 5,4
Nonmigas 4,8 - 4,9 5,7-5,9
Lainnya 6,5 - 6,7 7,0 - 7,3
2.
PDB ( Triliun Rp)
6.253,8 7.019,93.
PDB per Kapita
(US$) 2.555 2.883
Riil Harga Konstan 2000 (Ribu Rp) 9.785 10.255
4.
Stabilitas Ekonomi
Laju I nflasi, I ndeks Harga Konsumen (% )
14
No
I ndikator
Tahun 2010
Tahun 2011
Nilai Tukar Nominal (Rp/ US$) 9.200 9.250
Suku Bunga SBI 3 bln (% ) 6,5 6,5
5.
Neraca Pembayaran
Pertumbuhan Ekspor Nonmigas (% ) 7,0 – 8,0 11,0 - 12,0
Pertumbuhan I mpor Nonmigas (% ) 8,0 – 9,0 14,0 - 15,6
Cadangan Devisa (US$ miliar) 74,7 – 75,6 82,4 - 84,1
6.
Pengangguran dan Kemiskinan
Tingkat Pengangguran (% ) 7,6 7,0
Tingkat Kemiskinan (% ) 12,0 – 13,5 11,5 - 12,5
Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2010) &
www.fiskal.depkeu.go.id
Dalam rangka penyusunan APBD Tahun Anggaran 2011, pemerintah
daerah juga perlu mempertimbangkan prakiraan asumsi makro untuk APBN Tahun
Anggaran 2011. Asumsi dasar yang digunakan, antara lain :
1. Pertumbuhan ekonomi berkelanjutan diperkirakan sekitar 6,4 % ;
2. Besaran laju inflasi diperkirakan pada sekitar 5,3 % ;
3. Angka pengangguran terbuka diperkirakan turun menjadi 7,0 % dari angkatan
kerja;
4. Pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto adalah 10,9 % ;
5. Pertumbuhan Ekspor nonmigas 11 – 12 % ;
6. Tingkat kemiskinan diperkirakan turun menjadi 11,5 – 12,5 % ;
7. Defisit APBN sebesar 1,7 % dari PDB.
B. Laju I nflasi
Faktor lain yang tidak boleh diabaikan dalam perekonomian adalah masalah
inflasi. I nflasi adalah fenomena kenaikan harga secara umum. Jika inflasi tidak
dapat dikendalikan maka kondisi ini akan dapat merugikan perekonomian secara
keseluruhan.
1. Nasional
Laju inflasi nasional
tahun 2009 mencapai 2,78 persen (y-o-y) jauh lebihrendah dibanding inflasi tahun 2008 yang besarnya 11,06 persen (y-o-y), dan
bahkan lebih rendah dibanding sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah
sekitar 5,0 persen.
Semetara itu, Kondisi perekonomian I ndonesia pada tahun
2011diperkirakan tumbuh secara bertahap dari 5,5-5,6% pada tahun 2010
menjadi 6,0-6,3% . Laju inflasi nasional diperkirakan menurun secara bertahap
dengan besaran sekitar 4–6% per tahun. Perkiraan tersebut didasarkan dengan
sasaran tingkat inflasi yang cukup rendah dan stabil tetapi tetap memperhatikan
pertumbuhan ekonomi. Pencapaian sasaran inflasi tersebut didukung oleh relat if
stabilnya nilai tukar, yang dimungkinkan dengan perkiraan masuknya dana
15
modal) maupun di sektor riil, akibat meningkatnya iklim usaha dan situasi
keamanan dan ketertiban masyarakat yang terjaga. Terkendalinya laju inflasi
memberi dorongan bagi penurunan tingkat suku bunga perbankan, yang juga
dipengaruhi oleh tingkat risiko dunia usaha. Meskipun tingkat suku bunga
perbankan domestik juga akan dipengaruhi oleh peningkatan suku bunga utama
internasional pada masa mendatang, namun diharapkan akan terus menurun
secara bertahap sehingga dapat mendorong kegiatan ekonomi di sektor riil, baik
kegiatan investasi maupun produksi.
2. Provinsi Jaw a Tengah
Angka inflasi tahunan Jaw a Tengah
pada tahun 2009 menurundibandingkan tahun 2008. I nflasi Jawa Tengah sampai akhir tahun 2009 menurun
menjadi 3,32% . Dari sisi kelompok barang dan jasa, rendahnya inflasi
dipengaruhi oleh kecenderungan rendah dan stabilnya indeks harga konsumen
(I HK) yang terjadi pada tujuh kelompok barang dan jasa. I nflasi terendah terj adi
pada kelompok pendidikan (2,7–3,2% ) dan kelompok kesehatan (3,0–3,5% ).
Sementara itu inflasi tertinggi terjadi pada kelompok makanan j adi (6,5–7,0% )
dan kelompok sandang (5,7-6,2% ). Trend penurunan inflasi juga terjadi secara
nasional maupun regional di Pulau Jawa. Di sisi lain suku bunga perbankan pada
level yang kondusif, sehingga secara bert ahap mendorong permintaan dan
realisasi kredit, baik untuk konsumsi masyarakat maupun investasi.
Pada tahun 2010 tekanan inflasi diperkirakan akan sedikit lebih tinggi dari
tahun sebelumnya, yaitu sekitar 5,5% . Pada tahun 2011 inflasi juga diperkirakan
naik menjadi sebesar 7,33% . (angka laju inflasi diperkirakan akan berada di
bawah 2 digit (5-5,25% )) Peningkatan tekanan inflasi diperkirakan disumbang
oleh naiknya imported inflation dan potensi kenaikan harga komoditas
administered prices. Selain itu, adanya kenaikan permintaan domestik
diperkirakan juga menjadi salah satu faktor, yaitu berupa kenaikan UMK, kenaikan
gaji PNS, dan akan dilaksanakannya Pilkada di 17 Kab/ Kota di Jateng.
Berlakunya perdagangan bebas, khususnya ASEAN - China Free Trade
Area (ACFTA) yang dimulai tahun 2010 akan sangat berpengaruh pada pemasaran
produk-produk dalam negeri. Oleh karena itu pemerintah provinsi bersama
kalangan dunia usaha harus berupaya untuk meningkatkan kualitas dan daya
saing produk UMKM agar mampu bersaing di pasar bebas. Kerjasama ekonomi,
perdagangan dan investasi yang lebih transparan, efektif dan efisien antara
negara-negara anggota harus diperkuat dan ditingkatkan untuk mengurangi
kesenjangan ekonomi.
Adanya potensi ketidaklancaran distribusi di beberapa daerah dan
kemungkinan terjadinya supply shock pada beberapa komoditas penting seperti
minyak tanah, elpiji, minyak goreng, beras dan gula pasir, sehingga perlu
diantisipasi lebih dini guna mengendalikan laj u inflasi pada tahun mendatang.
3. Kota Surakarta
Laju inflasi di Kota Surakarta
Tahun 2009 sebesar 2,63% , lebih rendah16
2009, relatif lebih rendah dibandingkan inflasi Provinsi Jawa Tengah (3,32% ) dan
inflasi nasional (2,8% ). Tingkat inflasi yang rendah ini menjadi salah satu
indikator bagi peningkatan daya tarik investasi. Perkembangan laju inflasi di Kot a
Surakarta terlihat pada tabel berikut:
Tabel 3.2
Perkembangan Laju I nflasi di Kota Surakarta
Tahun 2005- 2009
No
Jenis Barang/ Jasa
2005 2006 2007 2008 2009
1 Bahan Makanan 12,35 18,13 6,01 9,62 6,25
2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok,
dan Tembakau 5,82 2,12 1,15 3,73 5,65
3 Perumahan 12,05 3,65 2,87 11,89 2,28
4 Sandang 2,69 1,44 3,82 2,98 0,72
5 Kesehatan 1,92 2,88 2,58 6,65 2,21
6 Pendidikan, Rekreasi, dan
Olahraga 8,24 2,72 2,23 1,82 1,79
7 Transport dan Komunikasi 44,33 0,56 2,09 4,14 -4,30
I nflasi
13,88 6,18 3,28 6,96 2,63Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Surakarta (2010)
Laju inflasi pada tahun 2010 dan 2011 diperkirakan akan mengalami
peningkatan, berturut-turut menjadi 4,50% dan 5,00% . Perkiraan tersebut
didasarkan dengan sasaran tingkat inflasi yang cukup rendah dan stabil, namun
tetap menunjang pertumbuhan ekonomi. Terkendalinya inflasi akan menciptakan
penurunan suku bunga perbankan.
C. Pertumbuhan PDRB ( Migas dan Non Migas)
1. Nasional
Dalam upaya untuk meningkatkan ketahanan ekonomi dalam negeri
dari resesi dunia, kebijakan APBN pada tahun 2009 diarahkan lebih bersifat
ekspansif dengan memberi stimulus fiskal dalam kemampuan negara untuk
membiayainya. Upaya tersebut diwujudkan dengan dikeluarkannya paket
kebijakan stimulus fiskal sebesar Rp73,3 triliun, yang ditujukan untuk (1)
memelihara dan/ atau meningkatkan daya beli masyarakat; (2) menjaga daya
tahan perusahaan/ sektor usaha menghadapi krisis global; serta (3)
meningkatkan daya serap tenaga kerja dan mengatasi PHK melalui kebij akan
pembangunan infrastruktur padat karya. Di sisi lain, pemerintah juga
melakukan efisiensi dan penghematan dalam belanja untuk menjaga defisit
anggaran dalam batasan yang aman.
Dengan berbagai kebijakan tersebut, realisasi belanja negara hingga 31
Desember 2009 hanya mencapai Rp 954,0 triliun (17,9 persen terhadap PDB)
17
Tahun 2008. Penurunan tersebut terutama didorong oleh turunnya belanja
pemerintah pusat, dari sebelumnya Rp693,4 t riliun (14,0 persen PDB) di tahun
2008 menjadi Rp645,4 triliun (12,1 persen PDB) di tahun 2009. Dengan
demikian, meskipun transfer ke daerah mengalami peningkatan dari Rp292,4
triliun (5,9 persen PDB) di tahun 2008 menjadi Rp308,6 triliun (5,8 persen
PDB) di tahun 2009, secara keseluruhan belanja negara mengalami
penurunan.
Dari sisi pendapatan negara dan hibah, sampai dengan 31 Desember
2009, realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2009 hanya mencapai
Rp866,8 triliun (16,3 persen PDB) atau turun sebesar Rp114,8 triliun
dibandingkan dengan realisasinya di tahun 2008. I .3-78
Realisasi pendapatan negara dan hibah di tahun 2009 ini sangat
dipengaruhi oleh resesi ekonomi dunia. Salah satu faktor yang berdampak
cukup besar adalah lebih rendahnya harga minyak I ndonesia di pasar
internasional karena turunnya permintaan global yang mengakibatkan
menurunnya penerimaan dari sumber daya alam minyak bumi dan gas (SDA
Migas). Selain itu, melambannya aktivitas perekonomian domestik telah
menurunkan kinerja penerimaan pajak bila dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara itu, sejalan dengan upaya untuk mendorong perekonomian
domestik, defisit APBN meningkat menjadi 1,6 persen PDB, dari sebelumnya
sebesar 0,1 persen PDB tahun 2009. Walau defisit cukup tinggi, pemerintah
mampu menjaga surplus pada keseimbangan primer sebesar Rp6,6 triliun (0,1
persen PDB) sehingga tingkat stok utang pemerintah di akhir tahun 2009
berkurang menjadi sekitar 28 persen PDB.
Pada tahun 2010, perekonomian domestik diperkirakan mulai pulih dari
pengaruh krisis ekonomi global. Mulai pulihnya perekonomian domestik
diperkirakan akan memberikan dampak positif terhadap kinerja APBN.
Pendapatan negara dan hibah diperkirakan meningkat menjadi Rp949,7 triliun
(15,9 persen PDB) di tahun 2010 atau lebih t inggi Rp82,9 triliun dibandingkan
realisasinya di tahun 2009. Sementara itu dari sisi pengeluaran negara, alokasi
belanja negara pada APBN Tahun 2010 diperkirakan meningkat sebesar
Rp93,7 triliun dibanding realisasi APBN Tahun 2009.
Dengan perkembangan tersebut, defisit APBN tahun 2010 ditetapkan
sebesar 1,6 persen PDB. Dengan defisit anggaran sebesar 1,6 persen PDB,
APBN diharapkan mampu memberikan stimulus terhadap aktivitas
perekonomian domest ik. Peningkatan defisit tersebut sebagian besar akan
dibiayai melalui penerbitan Surat Berharga Negara. Namun demikian, stok
utang pemerintah diharapkan akan turun secara bertahap menjadi sekitar 27
persen PDB di akhir tahun 2010.
2. Provinsi Jawa Tengah
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Tengah pada tahun
2009 mencapai Rp 380,359 trilyun rupiah (atas dasar harga berlaku), lebih
18
harga konstan pada tahun 2009 sebesar Rp 175,844 trilyun, lebih tinggi
dibandingkan tahun 2008 sebesar Rp 167,790 trilyun. Struktur perekonomian
di Jawa Tengah masih didominasi oleh sektor industri pengolahan, dengan
kontribusi terhadap total PDRB ADHB sebesar 33,08% , diikuti sektor pertanian
sebesar 19,60% , dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar
19,73% .
Dari sisi penggunaan, konsumsi rumah tangga masih menj adi
pendorong PDRB Jawa Tengah tahun 2009. I nvestasi tumbuh relatif sama
dengan periode tahun 2008. Kinerja ekspor sedikit melambat dari periode
sebelumnya karena permintaan luar negeri semakin berkurang. Penurunan
ekspor juga terjadi akibat negara pengimpor sedang mengalami krisis finansial
dan krisis ekonomi, sehingga mengurangi berbagai konsumsi dan impor
barang dari Jawa Tengah seperti tekstil, mebel, produk-produk kayu dan
lain-lain.
Perkembangan perekonomian global dan nasional yang terus
menunjukkan perkembangan positif diharapkan berdampak pada
pertumbuhan perekonomian Jawa Tengah. Pada tahun 2010 Bank I ndonesia
memperkirakan pertumbuhan ekonomi regional Jawa Tengah akan berada
pada kisaran 5,25% - 5,75% (yoy). Pada tahun 2011 pertumbuhan ekonomi
juga diperkirakan naik pada kisaran 5,75% -6,25% . Secara sektoral, sektor
yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah adalah sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sektor pertanian dan sektor industri
pengolahan. Sektor industri akan mengalami perbaikan seiring dengan
dampak krisis global yang semakin mereda.
Dari sisi penggunaan, konsumsi rumah tangga diperkirakan masih
menjadi pendorong pertumbuhan PDRB. I nvestasi diperkirakan mulai naik,
seiring berangsur pulihnya aktivitas perekonomian, terutama didorong
investasi domestik. Sementara itu ekspor diperkirakan mengalami peningkatan
seiring dengan pulihnya aktivitas industri pengolahan.
3. Kota Surakarta
Dalam beberapa tahun yang lalu sampai tahun 2006, sektor industri
pengolahan masih merupakan sektor yang menjadi andalan yang terbesar di
Kota surakarta. Tetapi 3 (t iga) tahun terakhir (Tahun 2007 – 2009) adalah (1)
industri pengolahan sumbangannya terhadap total PDRB Kota Surakarta pada
tahun 2009 yaitu 21,98% , (2) Sektor perdagangan, hotel dan restoran
sumbangannya terhadap total PDRB Kota Surakarta pada tahun 2009 yait u
25,04% , (3) Sektor Bangunan sumbangannya terhadap total PDRB Kot a
Surakarta pada tahun 2009 yaitu 14,80% . Perkembangan PDRB baik atas
dasar harga konstan maupun atas dasar harga berlaku selengkapnya dapat
19
Tabel 3.3
Prediksi PDRB Kota Surakarta Tahun 200 9 ( Jutaan)
No
Lapangan usaha
Atas Dasar Harga
Konstan 2000
Atas Dasar
Harga Berlaku
1 Pertanian 2.900.,41 5.007,61
2 Pertambangan Dan Penggalian 1.862,50 2.944,83
3 I ndustri Pengolahan 1.235.952,77 1.952.355,86
4 Listrik, Gas Dan Air Bersih 111.391,58 227.936,92
5 Bangunan 625.624,26 1.314.189,93
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1.288.66,95 2.223.561,05
7 Pengangkutan & Komunikasi 484.827,89 986.322,98
8 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 481.987,12 976.355,06
9 Jasa-Jasa 585.264,16 1.192.017,00
PDRB ( jutaan Rp)
4.817.877,63
8.880.691,24
Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun (Orang) 528.202 528.202
PDRB Per Kapita ( Rp)
9.121.278,67 16.813.058,71
Sumber : Buku PDRB Kota Surakarta Tahun 2009
D. Lain – lain asumsi
1. Dalam rangka melaksanakan program dan kegiatan DAK dan bantuan
keuangan dari provinsi yang dananya diterima setelah APBD ditetapkan, maka
sambil menunggu perubahan Peraturan Daerah tentang APBD, Pemerintah
Kota Surakarta dapat melaksanakan program dan kegiatan dimaksud dengan
terlebih dahulu melakukan perubahan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran APBD dengan persetujuan Pimpinan DPRD.
2. Dalam rangka peningkatan pelayanan umum kepada masyarakat, Pola
pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) pada SKPD atau
unit kerja yang tugas dan fungsinya bersifat operasional, sebagaimana diatur
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah,
Pemerintah Daerah memfasilitasi dan mengakomodasi rencana bisnis dan
anggaran dalam penyusunan APBD.
3. Program dan Kegiatan yang dibiayai dari dana transfer dan sudah jelas
peruntukannya seperti Dana Darurat, Dana Bencana Alam, DAK dan bantuan
keuangan yang bersifat khusus serta pelaksanaan kegiatan dalam keadaan
darurat dan / atau mendesak lainnya, yang belum cukup tersedia dan / atau
belum dianggarkan dalam APBD, dapat dilaksanakan mendahului Penetapan
Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD, dengan persetujuan Pimpinan
DPRD.
4. Dalam rangka mengantisipasi perubahan kebijakan akibat dinamika
perkembangan yang terjadi dan untuk memberikan ruang bagi Kepala Daerah
20
belanja tak terduga dengan kategori mendesak atau darurat dalam Peraturan
Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2011, sebagaimana diamanatkan
dalam Penjelasan Pasal 81 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Adapun kriteria mendesak atau
darurat sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut :
a. Bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas pemerintah daerah dan
tidak dapat diprediksi sebelumnya;
b. Berada diluar kendali dan pengaruh pemerintah daerah;
c. Memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka
pemulihan yang disebabkan oleh keadaan darurat;
d. Program dan kegiatan pelayanan dasar masyarakat yang anggarannya
belum tersedia dalam tahun anggaran berjalan;
e. Keperluan mendesak lainnya yang apabila ditunda akan menimbulkan
kerugian yang lebih besar bagi pemerintah daerah dan masyarakat.
5. Program / Kegiatan dalam APBD Kota Surakarta berpedoman pada Rencana
kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Surakarta Tahun 2011 dalam rangka
mencapai tujuan dan sasaran pembangunan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Kota Surakarta Tahun 2010 – 2015.
6. Mendorong kegiatan dalam bentuk kerjasama antar pemerintah dan / atau
21
BAB I V
KEBI JAKAN PENDAPATAN, BELANJA
DAN PEMBI AYAAN DAERAH
Sesuai dengan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 t ent ang
Pemerint ahan Daerah, Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2004 t ent ang
Perimbangan Keuangan Ant ara Pemerint ah Pusat dan Pemerint ahan Daerah dan
Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 t ent ang Keuangan Negara, yang
ditegaskan dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 7 Tahun 2010 tentang
Pokok – Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah, dinyat akan bahw a Anggaran
Pendapat an dan Belanj a Daerah ( APBD) m erupakan rencana keuangan t ahunan
pemerint ah daerah yang dibahas dan diset uj ui bersam a oleh pemerint ah daerah
dan DPRD, yang dit et apkan dengan Perat uran Daerah. APBD disusun sesuai
dengan kebut uhan penyelenggaraan pem erint ahan dan kemampuan pendapat an
daerah, berpedoman kepada Perat uran Walikot a Surakart a Nomor 27 Tahun
2010 t ent ang Rencana Kerj a Pemerint ah Daerah (RKPD) Kot a Surakart a Tahun
2011.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah, yang ditegaskan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
37 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2011, Struktur APBD merupakan satu kesatuan
terdiri dari :
1 . Pendapat an Daerah
, t erdiri dari :a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), meliputi : Pajak Daerah; Retribusi Daerah; Hasil
Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; Lain-lain PAD yang sah.
b. Dana Perimbangan, meliputi : Dana bagi hasil; Dana Alokasi Umum; Dana
Alokasi Khusus.
c. Lain-lain Pendapatan yang sah.
2. Belanja Daerah
, terdiri dari :a. Belanja Tidak Langsung, meliputi : Belanja Pegawai (termasuk Tambahan penghasilan); Belanja Bunga; Belanja Subsidi; Belanja Hibah;
Belanja Bantuan Sosial; Belanja Bagi Hasil; Bantuan Keuangan; Belanja Tak
Terduga.
b. Belanja Langsung, meliputi : Belanja Pegawai; Belanja Barang dan jasa; Belanja
Modal.
3. Pembiayaan
, terdiri dari :a. Penerimaan Pembiayaan bersumber dari : Sisa lebih Perhitungan Anggaran
Daerah (SI LPA); Pencairan Dana Cadangan; Hasil Penjualan Kekayaan
Daerah yang dipisahkan; Penerimaan pinj aman daerah; Penerimaan kembali
22
b. Pengeluaran Pembiayaan, mencakup : Pembent ukan Dana Cadangan;
Penyert aan modal (invest asi) pemerint ah daerah; Pembayaran pokok
hut ang; Pemberian pinj aman daerah.
APBD Kot a Surakart a Tahun Anggaran 2011 disusun dengan pendekat an
kinerj a yang berpedoman pada prinsip efekt if, ef isien, ekonom is, t ransparan dan
bert anggungj aw ab dengan m emperhat ikan azas keadilan, kepat ut an dan manfaat
unt uk masyarakat . Oleh karena itu, kebijakan APBD Kota Surakarta diarahkan
sebagai berikut :
A. Pendapatan Daerah
1. Semua pendapatan daerah dianggarkan dalam APBD secara bruto, merupakan
jumlah pendapatan yang dianggarkan tidak dikurangi dengan belanja yang
digunakan dalam rangka menghasilkan pendapatan tersebut dan / atau
dikurangi dengan bagian pemerintah pusat / daerah dalam rangka bagi hasil.
2. Target pendapatan yang dianggarkan pada pos pendapatan daerah adalah
berdasarkan cash basis, yaitu capaian kinerj a pendapatan yang dapat diraih
pada tahun 2011 termasuk penerimaan tunggakan dan piutang.
3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dianggarkan dalam APBD merupakan
perkiraan yang terukur secara rasional dan dapat dicapai untuk setiap sumber
pendapatan, dengan memperhatikan pemberlakukan Undang – Undang Nomor
28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan peraturan
perundang – undangan yang masih berlaku.
4. Guna meningkatkan intensifikasi pendapatan daerah perlu lebih dimaksimalkan
pelaksanaan perda yang sudah ada serta peningkatan mutu pelayanan kepada
para pengguna jasa layanan pemerintah.
5. Semua penerimaan yang bersumber dari APBN dan APBD Propinsi Jawa
Tengah dalam rangka pelaksanaan desent ralisasi merupakan pendapatan
daerah yang dianggarkan dalam APBD.
6. Penerimaan dari sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD) meningkat
dibandingkan target penerimaan tahun anggaran 2010.
7. Mulai Tahun 2011, Komponen PAD disesuaikan dengan ketentuan Undang –
Undang Nomor 28 Tahun 2009, antara lain memperhitungkan penerimaan Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) menjadi komponen PAD.
B. Belanja Daerah
1. Belanja Tidak Langsung
a. Belanj a Pegawai1) Gaji dan tunjangan pegawai dihitung dengan memperhatikan rencana
kenaikan gaji PNS dan accres untuk mengantisipasi adanya kenaikan
gaji berkala, kenaikan pangkat, tunjangan keluarga, dan penambahan
jumlah pegawai akibat adanya mutasi serta kebutuhan pengangkatan
23
2) Besaran Tambahan Penghasilan PNS berpedoman pada ketentuan
perundangan yang berlaku dan termasuk didalamnya adalah pemberian
tambahan penghasilan bagi guru PNSD dan tunjangan profesi guru
PNSD.
3) Pemberian Tambahan Penghasilan PNSD diupayakan meningkat secara
proporsional dengan memperhatikan beban kerja, tempat bertugas,
kondisi kerja, kelangkaan profesi, prestasi kerja dan / atau
pertimbangan objektif lainnya.
4) Tambahan penghasilan bagi guru PNSD / CPNSD yang belum menerima
tunjangan profesi (non sertifikasi) dan tunjangan profesi bagi guru
PNSD yang telah bersert ifikasi disesuaikan dengan kebijakan
pemerintah pusat melalui mekanisme APBD. Besaran tambahan
penghasilan tersebut adalah :
a) Tambahan penghasilan bagi guru yang belum menerima tunjangan
profesi (non sertifikasi) sebesar Rp.250.000,- per bulan.
b) Tunjangan profesi bagi guru yang telah telah bersertifikasi sebesar 1
(satu) kali gaji pokok setiap bulan.
Pengaturan lebih lanjut atas kedua jenis tambahan penghasilan tersebut
berpedoman pada Juknis yang diterbitkan Pemerintah Pusat.
5) Penganggaran belanja gaji dan tunjangan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah serta biaya penunjang operasional Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor
109 Tahun 2000.
6) Pemberian biaya penunjang operasional kepala daerah dan wakil kepala
daerah meningkat seiring dengan Peningkatan Penerimaan PAD Tahun
Anggaran Berjalan.
7) Penganggaran belanja Pimpinan dan Anggota DPRD berpedoman pada
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 beserta perubahan –
perubahannya sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Peraturan
Pemerintah nomor 21 Tahun 2007 serta Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 21 Tahun 2007.
8) Pola pengelolaan keuangan BLUD, penganggarannya dalam belanja
sampai pada jenis belanja. Belanja tidak langsung dipergunakan untuk
belanja pegawai.
9) Belanj a insentif (upah pungut) pajak daerah dan retribusi daerah, serta
biaya/ bantuan operasional kepada pihak lain yang turut membantu
pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dianggarkan,
dibayarkan sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69
tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan I nsentif
Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
b. Belanj a Bunga
Belanj a bunga digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga
24
outstanding) yang memasuki masa j atuh tempo pembayaran. Anggaran
belanja bunga diutamakan untuk pembayaran bunga hutang yang jatuh
tempo pada tahun 2011 termasuk tunggakan tahun 2010 beserta biaya
administrasi dan denda – dendanya.
c. Belanj a hibah, bantuan sosial, bagi hasil dan bantuan keuangan
1) Pemberian hibah untuk mendukung fungsi penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang dilakukan oleh pemerintah (instansi vertikal,
TMMD, KPUD dan Panwaslu), semi pemerintah, pemerintah daerah
lainnya, perusahaan daerah serta masyarakat dan organisasi
kemasyarakatan yang secara spesifik telah dit etapkan peruntukannya.
2) Penentuan organisasi atau lembaga yang akan diberikan hibah
dilakukan secara selektif, akuntabel, transparan dan berkeadilan dengan
memperhatikan kemampuan keuangan daerah.
3) Belanj a bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian
bantuan yang bersifat sosial kemasyarakatan dalam bentuk uang dan /
atau barang kepada kelompok / anggota masyarakat dan partai politik.
Sedangkan bantuan kepada partai politik berpedoman pada Peraturan
pemerintah Nomor 5 tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada
Partai Politik, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2009
tentang Pedoman Tata cara Penghitungan Penganggaran dalam APBD,
Pengajuan, Penyaluran, dan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan
Bantuan Keuangan Partai Politik, serta Peraturan Daerah Nomor 7 tahun
2006 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik. Terkait hal ini,
kebijakan dalam tahun 2011 mengalihkan alokasi bantuan Dana
Pembangunan Kelurahan (DPK) menjadi komponen belanja hibah. Hal
tersebut dengan mempertimbangkan efektifitas dan akuntabilitas
pengelolaan DPK oleh masyarakat.
4) Belanj a bantuan keuangan digunakan untuk menganggarkan bantuan
keuangan yang bersifat umum atau khusus dari pemerintahan atasan
kepada pemerintahan bawahannya atau kepada pemerintahan daerah
lainnya dalam rangka pemerataan dan / atau peningkatan kemampuan
keuangan.
d. Belanj a tidak terduga
Belanj a tidak terduga dianggarkan untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa
atau tidak diharapkan atau tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk
pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun – tahun
sebelumnya yang telah ditutup. Adapun kriteria t idak biasa sebagaimana
dimaksud adalah sebagai berikut :
1) Tanggap darurat dalam rangka pencegahan ganguan terhadap stabilitas
penyelenggaraan pemerintahan demi terciptanya keamanan,
ketentraman dan ketertiban masyarakat di daerah;
2) Bencana Alam;
25
2. Belanja Langsung
a. Dalam merancang anggaran kegiatan memperhatikan rencana pola
pelaksanaannya, yaitu dengan swakelola atau kontraktual (pengadaan
barang / jasa, kontruksi, konsultansi).
b. Pendistribusian anggaran / kegiatan dari satu SKPD ke beberapa SKPD
lainnya atau sub unit kerjanya memperhatikan tugas pokok dan fungsi dari
setiap SKPD.
c. Pola pengelolaan keuangan BLUD, penganggarannya dalam belanja sampai
pada jenis belanja. Belanja langsung dipergunakan untuk belanja pegawai,
belanja barang dan jasa, serta belanja modal.
d. Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau diarahkan untuk pembinaan industri,
pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai dan /
atau pemberantasan barang kena cukai palsu (cukai illegal) sesuai dengan
Keputusan Gubernur Jawa Tengah.
e. Belanj a pegawai
1) Pemberian honorarium bagi pegawai dalam rangka pelaksanaan
program dan kegiatan mempertimbangkan asas efisiensi, kepatutan dan
kewajaran serta pemerataan penerimaan penghasilan yang besarnya
berpedoman pada standarisasi satuan harga.
2) Upah / honor THL dihitung berdasarkan ketentuan yang berlaku.
3) Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 sert a
memperhatikan Surat Edaran Walikota Surakarta Nomor : 817 / 5077
tanggal 28 Desember 2005 perihal Penegasan Kembali Larangan
Pengangkatan Tenaga Honorer dan Sejenisnya, maka pada tahun 2011
tidak ada penambahan pegawai honorer / THL. Tambahan tenaga kerj a
dalam rangka mendukung kinerja program dan kegiatannya
dilaksanakan secara outsourcing dan dikrit eriakan sebagai jasa dari
pihak ketiga.
4) Pemberian insentif terhadap Guru Bantu (GB), Guru Tetap Yayasan
(GTY) dan Guru Tidak Tetap (GTT) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
f. Belanj a Barang dan Jasa
1) Belanj a barang dan jasa digunakan untuk menganggarkan pengadaan
barang dan jasa yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan
dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan / SKPD dan
memperhatikan kebijakan penetapan batas minimal kapitalisasi
(Capitalization Threshold)
2) Pelayanan jasa yang dilaksanakan secara outsourcing dikriteriakan
sebagai jasa dari pihak ketiga, dialokasikan belanja barang dan jasa,
diantaranya :
- Jasa kebersihan/ cleaning service/ petugas sampah.
- Jasa keamanan/ Linmas.
26
- Jasa pertukangan.
- Jasa keahlian tertentu.
3) Penganggaran belanja modal yang akan diserahkan kepemilikannya
kepada pihak ketiga/ masyarakat pada tahun anggaran berkenaan,
dialokasikan pada belanja barang dan jasa.
4) Biaya pemeliharaan waj ib dianggarkan sesuai standar pelayanan dan
usia pakai sarana dan prasarana yang dioperasikan atau telah dibangun
dapat dipertahankan. Batasan biaya pemeliharaan yang dianggarkan
pada belanja barang jasa adalah yang mempunyai nilai RAB dibawah
Capitalization Threshold.
5) Belanj a pemeliharaan yang dilaksanakan secara swakelola
pengalokasian anggarannya dirinci sesuai kebutuhan belanja, yaitu
untuk upah pada kode rekening j asa pertukangan dan untuk material
pada kode rekening bahan / material. Sedangkan pemeliharaan yang
dilaksanakan secara kontraktual dialokasikan anggarannya pada kode
rekening belanja pemeliharaan.
6) Belanj a pemeliharaan yang dialokasikan pada belanja pemeliharaan
dapat bersifat standby, dimana dalam penggunaannya harus diawali
dengan adanya survey untuk menentukan besaran RAB guna penentuan
nilai paket pengadaannya dengan tetap berpedoman pada ketentuan
nomor 3 diatas.
7) Belanj a Perjalanan Dinas memperhatikan Surat Edaran Walikota Nomor:
090/ 2.176 tanggal 13 September 2005 perihal Perjalanan Dinas ke Luar
Kota, dimana biaya perjalanan dinas direncanakan seefisien mungkin
dengan melakukan pengendalian perj alanan dinas. Sedangkan
perjalanan dinas dalam rangka studi banding/ kunjungan kerja diatur
sesuai ketentuan perundang – undangan yang berlaku.
8) Dalam rangka peningkatan akuntabilitas penggunaan biaya perjalanan
dinas, penerapan pengganggaran dan pelaksanaan perjalanan dinas
berdasarkan prinsip kebutuhan nyata (at cost) akan dilakukan secara
bertahap. Perubahan secara bertahap tersebut dilakukan dengan
memadukan komponen-komponen yang sudah dapat diperlakukan
secara at cost dan yang masih diberikan secara lumpsum / paket.
9) Tata cara penganggaran dan pelaksanaan perjalanan dinas untuk
kegiatan yang mengikutsertakan personil non PNS (seperti staf khusus,
murid teladan, kelompok masyarakat, pengrajin UMKM) menggunakan
belanja perjalanan dinas, dengan mengacu pada ketentuan yang
berlaku.
g. Belanj a Modal
1) Belanj a modal digunakan untuk pengeluaran dalam rangka pengadaan
aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua
belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan / SKPD,
27
a) Masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan;
b) Merupakan objek pemeliharaan;
c) Jumlah nilai rupiahnya material sesuai dengan kebijakan batasan
Capitalization Threshold
2) Sesuai ketentuan Pasal 53 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59
Tahun 2007 yang dianggarkan pada belanja modal adalah sebesar
harga beli / bangunan aset ditambah seluruh belanja yang terkait
dengan pengadaan / pembangunan aset sampai aset tersebut siap
digunakan.
3) Biaya pendukung proses pengadaan barang/ jasa dalam rangka
memperoleh aset / inventaris / m