BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun
negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok
atau negara dapat memenuhi kepentingan mereka karena pada dasarnya akibat dari ketidak
mampuan untuk memenuhi kebutuhan masing-masing. Faktor seperti perbedaan sumber daya
yang dimiliki dapat menyebabkan kerja sama terjalin. Kerja sama yang berskala besar adalah kerja
sama internasional yang dilakukan oleh satu negara dengan negara yang lain, dengan tujuan
pemenuhan kebutuhan rakyatnya serta untuk kepentingan dari negara tersebut (ASEAN Selayang
Pandang, 2015).
Salah satu hal yang menjadi unsur terpenting terjalinnya kerja sama adalah negara-negara
yang memiliki kedekatan wilayah satu dengan lain seperti EU (European Union) yang melahirkan
pasar tunggal Eropa, NAFTA (North American Free Trade Agreement), APEC (Asia-Pasific
Economic Cooperation) dan ASEAN (Association of South East Asian Nation). Tentu dengan adanya kerja sama tersebut akan membawa keuntungan kepada negara masing-masing baik terkait
pemecahan masalah, sampai pada pembentukan institusi formal yang mengatur sehingga kerja
sama tersebut berjalan dengan baik.
Sebagai kawasan yang memiliki nilai yang strategis dilihat dari segi geopolitik maupun
geoekonomi, maka negara-negara di kawasan Asia Tenggara merasa sangat perlu untuk
membangun rasa saling percaya tanpa kecurigaan di antara satu dengan yang lain yang kemudian
membawa hasil yang positif lewat adanya pertemuan-pertemuan yang intensif sebagai wujud dari
keinginan untuk hidup bertetangga dan menjalankan kerja sama yang menguntungkan. Lewat
kondisi yang damai dan tenteram maka akan memungkinkan terbentuknya suatu kerja sama yang
mendorong upaya pembangunan bersama di kawasan tersebut.
Pemikiran inilah yang memicu munculnya beberapa organisasi sebelum terbentuknya
ASEAN seperti Southt East Asia Treaty Organization (SEATO) yang di bentuk pada tahun 1954,
Association of Southest Asia (ASA), pada tahun 1961, serta Malaysia-Philipina-Indonesia (Maphilindo) pada tahun 1963. Sayangnya organisasi ini tidak berumur panjang dikarenakan
Keinginan untuk memiliki organisasi yang lebih baik mendorong Menteri Luar Negeri
Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura serta Thailand bertemu dan menghasilkan Deklarasi
Bersama (Joint Declaration) sebagai wujud nyata pentingnya meningkatkan rasa saling mengerti
dalam kehidupan bertetangga serta membina hubungan kerja sama di antara negara satu kawasan
yang terikat dengan sejarah serta budaya dan juga keinginan memperkuat rasa solidaritas dan kerja
sama diregional (ASEAN Selayang Pandang, 2015, pp. 1–3).
Pertemuan intensif antar negara-negara kawasan Asia Tenggara menghasilkan Deklarasi ASEAN atau yang dikenal dengan “Deklarasi Bangkok” yang terselengarakan pada 8 Agustus 1967 di Bangkok dengan dihadiri oleh lima wakil negara Asia Tenggara yaitu dari Indonesia,
Malaysia, Filipina, Singapura serta Thailand. Hari yang bersejarah ini menandai munculnya “Association of Southeast Asian Nation” atau ASEAN dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggota.
Hal-lain yang melatarbelakangi terbentuknya ASEAN adalah dimana negara-negara pendiri yaitu
Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, pernah mengalami nasib yang sama ingin menciptakan
satu kawasan yang stabil tanpa adanya interfensi dari negara lain. Hal ini juga untuk meningkatkan
kesadaran saling pengertian dalam hidup bertetangga secara baik dan membina kerja sama yang
bermanfaat diantara negara-negara dikawasan yang terikat oleh pertalian sejarah dan budaya.
Tujuan ini membawa dampak yang positif bagi negara-negara kawasan yang menerima dengan
baik melalui perluasaan anggota-anggota ASEAN sehingga cita-cita pendiri ASEAN tercapai
dengan keanggotaan yang merupakan 10 negara Asia Tenggara.
Seiring berjalannya waktu, ASEAN terus bekerja keras dalam meneruskan cita-cita dari
para pendiri ASEAN. Kerja keras itu diwujudkan lewat Bali Concord I pada tahun 1976 dimana
para pemimpin ASEAN menyepakati program kerja sama yang berkaitan dengan politik, ekonomi,
sosial, budaya dan penerangan, keamanan serta peningkatan mekanisme ASEAN. Hasil yang
memuaskan dari tekat menjalankan Bali Concord I seperti berhasil menjaga perdamaian, stabilitas
dan meningkatnya kerja sama kawasan membuat para pemimpin ASEAN melangkah pada tahap
selanjutnya yaitu Masyarakat ASEAN. Melalui Bali Concord II, Masyarakat ASEAN disepakati
dalam 3 pilar yaitu pilar Masyarakat Politik-Keamanan ASEAN (ASEAN Political-security
Community/APSC), pilar Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC) serta pilar Masyarakat Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community/ASCC ).
Deklarasi Cebu mengenai pembentukan Masyarakat ASEAN pada 2015 lewat KTT ke-12 ASEAN
di Cebu, Filipina pada 27 januari 2007. Salah satu fokus dari kerja sama ASEAN yang dituangkan
dalam Bali Concord II yang membahas masyarakat sosial-budaya sebagai salah satu aspek penting
yang harus diperhatikan dimana negara-negara ASEAN sadar untuk meningkatkan kerja sama
dalam meningkatkan daya saing kawasan lewat peningkatan kualitas SDM dan kualitas lingkungan
hidup. Lewat blue print Masyarakat Sosial Budaya ASEAN, diharapkan memberikan kontribusi nyata dalam memperkuat integrasi ASEAN yang lebih berpusat pada masyarakat (people-centred)
serta memperkokoh kesadaran, kesetiakawanan, kemitraan dan “we feeling” terhadap ASEAN. ASEAN yang mempunyai semboyan “Satu Visi, Satu Identitas, Satu Komunitas (One Vision, One, Identity, One community )” dalam perkembangannya, tidak hanya menjadi wadah
kerja sama regional tetapi juga memiliki peran signifikan dalam menjalin hubungan dengan negara
lain. Berdasarkan pada Bab XII, pasal 41 piagam ASEAN yang secara khusus mengatur Hubungan
Eksternal ASEAN dengan negara mitra wicara. Kerja sama ini sudah dimulai sejak 1974 yang
dimulai lewat Australia, disusul oleh Selandia Baru (1975), AS, Kanada, Jepang, UE (1977),
Republik Korea-ROK (1991), India (1995), Tiongkok dan Russia (1996) yang mana setiap negara
memenuhi kriteria dalam pertimbangan prinsip yang menyangkut politik, ekonomi dan
sosial-budaya (ASEAN Selayang Pandang, 2015, pp. 91–94).
Republik Korea (ROK) merupakan salah satu partner penting bagi ASEAN. Korea yang dikenal dengan sebutan “Macan Asia” karena pertumbuhan ekonominya yang cepat sehingga negara ini menduduki posisi ke 11 dengan GDP terbesar di dunia yaitu sebesar 1.393.00 billion
USD pada tahun 2015 di bawah Kanada memulai kerja sama dengan ASEAN dari sebuah forum
dialog pada november 1989 yang kemudian terus berkembang serta diperdalam cakupan
kerjasamanya sampai pada ditanda tanganinya “the Joint Declaration on Comprehensive Cooperation Partnership” yang bertepatan pada 8 tahun ASEAN-ROK Summit pada 30 November 2004 di Vietnam serta mengadopsi ASEAN-ROK plan of Action (POA) untuk mengimplementasikan The Joint Declaration pada 9 tahun ASEAN-ROK Summit pada 13 Desember 2005 di Kuala Lumpur. Kerja sama untuk kemakmuran dan pencapaian yang baik ini
pun terus berkembang (“Overview of ASEAN-Republic of Korea Dialogue Relations,” 2017).
Melalui usaha untuk memfasilitasi kerja sama yang lebih erat serta saling pengertian satu
sama lain, maka terbentuklah ASEAN-KOREA CENTRE yang diawali pada bulan November
MOU tentang pembentukan KOREA CENTRE dan Maret 2009 peresmian
ASEAN-KOREA CENTRE di Seoul dengan visi untuk menjadi pemain utama dalam pembangunan kerja
sama yang sejati dan abadi di antara ASEAN dan Korea dan dengan demikian membantu
mengeratkan integrasi regional dan berkontribusi dalam proses pembangunan komunitas ASEAN
lewat perdagangan, investasi, turisme dan pertukaran budaya. ASEAN-KOREA CENTRE banyak
melakukan kegiatan dengan tujuan meningkatkan kesadaran publik terhadap ASEAN di Korea dan
sebaliknya, dan juga hubungan ASEAN-Korea, dan promosi kesadaran dan pengertian antar
budaya yang secara khusus ditujukan kepada pemuda seperti kegiatan ASEAN-KOREA Youth
Forum (“ASEAN-KOREA CENTRE : ASEAN-Korea Relations Chronology,” n.d.).
Berdasarkan apa yang telah dibahas di atas maka peneliti ingin melihat bagaimana
kegiatan yang diselengarakan ASEAN-KOREA CENTRE bagi pemuda yaitu ASEAN-KOREA
Youth Forum yang layak untuk dijadikan kajian dalam penulisan ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, penulis membuat rumusan masalah sebagai
berikut:
“Bagaimana Peran ASEAN-KOREA Youth Forum dalam membangun identitas ASEAN bagi pemuda ASEAN yang berada di Korea Selatan ?”
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dari penulisan ini adalah
“Mendiskripsikan peran ASEAN-KOREA Youth Forum dalam membangun identitas ASEAN bagi pemuda ASEAN yang berada di Korea Selatan.”
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan
bagi penulis serta bagi mahasiswa hubungan internasional lain dalam mempelajari ilmu hubungan
internasional tentang pentingya kerja sama ASEAN dengan mitranya Korea Selatan terkhusunya
peranan ASEAN-KOREA Youth Forum dalam membangun identitas ASEAN bagi pemuda negara
anggota ASEAN.
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan memberi pengetahuan lebih mengenai seberapa besar peran
dari ASEAN-KOREA Youth Forum dalam membangun identitas ASEAN bagi pemuda ASEAN
yang berada di Korea Selatan serta bisa dijadikan sebagai referensi dalam mengembangkan
penelitian berkaitan ilmu atau tema yang serupa dan juga berkontribusi dalam menyeimbangkan
ilmu hubungan internasional dengan kajian bidang sosial-budaya terutama yang berfokus ke
pemuda.
1.5. Batasan Penelitian
Penelitian ini menitikberatkan pada bagaimana peran ASEAN-KOREA Youth Forum
dalam membangun identitas ASEAN bagi pemuda negara anggota ASEAN yang berada di Korea