• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Self Efficacy dan Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada PT. PP. London Sumatra Indonesia, Tbk (Jalan Ahmad Yani No. 2 Kesawan Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Self Efficacy dan Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada PT. PP. London Sumatra Indonesia, Tbk (Jalan Ahmad Yani No. 2 Kesawan Medan)"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kepuasan Kerja

2.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan presepsi yang di rasakan individu terhadap

pekerjaan yang dilakukan mereka. Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan

sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang

berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi

penilaian terhadap kegiatan yang dirasakan sesuai dengan keinginan individu,

maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Tinggi rendahnya

kepuasan kerja tersebut dapat memberikan dampak yang tidak sama. Hal itu

sangat tergantung pada sikap mental individu yang bersangkutan sebagaimana

Roe dan Byars (Priansa, 2016:291) menyatakan bahwa kepuasan kerja yang tinggi

akan mendorong terwujudnya tujuan organisasi secara efektif. Sementara tingkat

kepuasan kerja yang rendah merupakan ancaman yang akan membawa

kehancuran atau kemunduran bagi organisasi, secara cepat maupun perlahan.

Robbins (Donni, 2016:291) mengemukakan, bahwa kepuasan kerja

sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Demikian

juga Gibson, Ivancevich, dan Donnely (Priansa, 2016:291) menyatakan, bahwa

kepuasan kerja ialah sikap seorang terhadap pelayanan mereka, sikap itu berasal

dari presepsi mereka tentang pekerjaannya. Begitu pula dengan George Dan Jones

(Priansa, 2016:291) kepuasan kerja merupakan sekumpulan perasaan, keyakinan,

dan pikiran tentang bagaimana respon terhadap pekerjaannya. Aspek kognitif

(2)

pekerjaan. Kepuasan kerja menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang

yang timbul dan imbalan yang di sediakan perusahaan.

Begitu pula halnya dengan Davis dan Newstrom dalam Sinambela

(Karyoto, 2016:312) beliau mengatakan bahwa sebagian manajer berasumsi

bahwa kepuasan kerja yang tinggi selamanya akan menimbulkan prestasi yang

tinggi, tetapi asumsi ini tidak benar, bukti yang membei kesan menjadi lebih

akurat bahwa produktifitas itu memungkinkan timbulnya kepuasan Robbins

(Karyoto, 2016:312). Kepuasan adalah suatu hal yang dapat mempengaruhi

perilaku kerja, kelambanan kerja, ketidakhadiran, dan keluar masuknya pegawai.

Selanjutnya bersumber dari sumber daya dan penyebab kepuasan karena kepuasan

sangat penting untuk meningkatkan kinerja perorangan.

Berdasarkan defenisi tersebut, dapat disimpulkan bawha kepuasan kerja

merupakan sekumpulan perasaan pegawai atau karyawan terhadap pekerjaannya,

apakah senang/suka atau tidak senang/tidak suka sebagai hasil interaksi pegawai

dengan lingkungan pekerjaannya atau sebagai presepsi sikap mental, juga sebagai

hasil penilaian pegawai terhadap pekerjaannya. Selanjutnya dari defenisi di atas

peneliti mengacu pada kepuasan kerja yang dikemukakan oleh George dan Jones

(Priansa, 2016:291) yang mendefenisikan kepuasan kerja merupakan sekumpulan

perasaan, keyakinan, dan pikiran tentang bagaimana respon seseorang terhadap

pekerjaannya.

2.1.2 Teori-teori Kepuasan Kerja

Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang memuat

sebagian orang lebih puas terhadap pekerjaannya dari pada beberapa lainnya.

Greenberg dan Baron (Priansa, 2016:297) menyatakan teori mengenai kepuasan

(3)

1. Teori Dua Faktor (Two-factor Theory)

Teori kepuasan kerja menggambarkan kepuasan dan ketidakpuasan berasal

dari kelompok variabel yang berbeda yakni hygiene factors dan

motivators. Hygiene factors adalah ketidakpuasan kerja yang disebabkan oleh kumpulan perbedaan dari faktor-faktor (kualitas, pengawasan,

lingkungan kerja, pembayaran gaji, keamanan, kualitas lembaga,

hubungan kerja dan kebijakan organisasi.

2. Teori Nilai (Value Theory)

Teori kepuasan kerja menjelaskan pentingnya kesesuaian antara hasil

pekerjaan yang diperolehnya (penghargaan) dengan presepsi mengenai

ketersediaan hasil. Semakin banyak hasil yang diperoleh maka ia akan

lebih puas. Teori ini berfokus pada banyak hasil yang diperoleh. Kunci

kepuasan adalah kesesuaian hasil yang diterima dengan presepasi mereka

Wexley dan yukl (Priansa, 2016:298) menyatakan tiga macam teori

gtentang kepuasan kerja yang sudah dikenal, yaitu : discrepancy theory, equity,

theory, dan two factor theory. Masing-masing di uraikan sebagai berikut:

1. Discrepancy Theory

Teori ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh porter. Dalam teorinya

Porter menunjukkan bahwa kepuasan kerja merupakan perbedaan antara apa

yang dirasakan oleh pegawai tentang apa yang seharusnya ia terima. Locke

(Priansa, 2016:298 menjelaskan bahwa kepuasan kerja atau ketidakpuasan

dengan sejumlah aspek pekerjaan tergantung pada selisih (discrepancy) apa

(4)

yang menurut perasaan atau presepsinya telah diperoleh atau dicapai melalu

kondisi-kondisi yang diinginkan dengan kondisi-kondisi aktual.

Pegawai akan merasa puas apabila tidak ada selisih antara apa yang

didapatkan dengan apa yang diinginkan, jika semakin banyak hal-hal penting

yang diinginkan maka semakin besar ketidakpuasannya. Apabila terdapat

lebih banyak jumlah faktor pekerjaan yang dapat diterima secara minimal dan

kelebihannya menguntungkan (misalnya upah tambahan, jam kerja yang lebih

lama), orang yang bersangkutan akan sama puasnya bila terdapat selisih dan

jumlah yang diinginkan, Locke menyatakan bahwa orang akan merasa puas

apabila tidak ada perbedaan yang diinginkan dengan presepsinya atas

kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi. Apabila

yang didapatkan ternyata lebih besar dari pada yang diinginkan maka orang

akan menjadi lebih puas. Walaupun discrepancy, tetapi merupakan hal yang

positif. Demikian juga sebaliknya, semakin jauh kenyataan yang dirasakan

dibawah standar minimum sehingga menjadi selisih yang negatif,

maka makin besar pula ketidakpuasan pegawai terhadap pekerjaannya.

2. Equity Theory

Gibson, Ivancevich, dan Donnely (priansa, 2016:299) menyatakan bahwa

keadilalan (equity) adalah suatu keadaan yang muncul dalam pikiran pegawai

jika ia merasa bahwa rasio antara usaha dan imbalan adalah seimbang dengan

rasio individu yang dibandingkannya. Inti dari teori keadilan adalah bahwa

pegawai membandingkan usaha mereka tehadap imbalan pegawai lainnya

dalam situasi kerja yang sama. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa

(5)

pekerjaan. Pegawai bekerja untuk mendapat tukaran imbalan dari dalam

organisasi.

Pegawai akan merasa puas atau tidak puas, tergantung pada apakah pegawai

merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas suatu situasi. Perasaan

equity dan in-equity atas situasi diperoleh pegawai dengan cara membangdingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupun

di tempat lain.

Komponen-komponen utama dalam equity theory adalah input, out comes, comparison person, dan equity-inequity

a. Input

Merupakan sesuatu yang bernilai bagi pegawai yang dianggap mendukung

pekerjaannya, seperti pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah jam kerja,

serta peralatan atau perlengkapan pribadi yang dipergunakan untuk

pekerjaannya.

b. Out Comes.

Sesuatu yang dianggap bernilai oleh pegawai yang diperoleh dari

pekerjaannya seperti upah/gaji, keuntungan sampingan, symbol, status

penghargaan, serta kesempatan untuk berhasil atau ekspresi diri.

c. Comparison Person

Pegawai membandingkan rasio input-out comes yang dimilikiya kepada

orang lain. Comparison person ini dapat dilakukan pada pegawai lain di

organisasi yang sama atau di tempat lain dan bisa juga dengan dirinya sendiri

(6)

d. Equity-Inequity

Pegawai merasa adil apabila input yang diperoleh sama atau sebanding

dengan rasio orang pembandingnya. Bila perbandingan itu tidak seimbang

tetapi menguntungkan (over compensation inequity), dapat menimbulkan

kepuasan kerja atau ketidak puasan kerja. Tetapi bila perbandingan tersebut

tidak seimbang atau merugikan (under compensation inequity) maka akan

timbul ketidakpuasan.

3. Two Factor Theory

Two factor theory menjelaskan bahwa kepuasan kerja berbeda dengan ketidakpuasan kerja kerja. Atrinya kepuasan atau ketidakpuasan terhadap

pekerjaan itu tidak merupakan suatu variabel yang berkelanjutan. Teori ini

membagi situasi yang mempengaruhi sikap pegawai terhadap pekerjaannya

menjadi dua kelompok penting yaitu kelompok dissatisfiers atau hygiene factors dan satisfiers atau motivator.

a. Dissatisfiers

Meliputi hal-hal seperti: gaji/upah, pengawasan, hubungan antar pribadi,

kondisi kerja, dan status. Jumlah tertentu dari dissatisfiers diperlukan

untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan dasar pegawai seperti

kebutuhan keamanan dan berkelompok. Apabila kebutuhan-kebutuhan

tersebut tidak terpenuhi, pegawai akan merasa tidak puas, tetapi jika

besarnya dissatisfiers memadai untuk kebutuhan tersebut, pegawai tidak

lagi kecewa tetapi belum terpuaskan jika terdapat jumlah yang memadai

(7)

b. Satisfiers atau Motivators

Meliputi faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber

kepuasan kerja, seperti prestasi, pengakuan (recognition), tanggung jawab,

kemajuan (advancement), pekerjaan itu sendiri, dan kemungkinan untuk

berkembang. Sarisfiers merupakan karakteristik pekerjaan yang relevan

dengan urutan urutan kebutuhan yang lebih tinggi pada pegawai serta

perkembangan psikologisnya. Adanya faktor ini akan menimbulkan

kepuasan kerja, tetapi tidak adanya faktor ini tidaklah selalu menimbulkan

kepuasan bagi pegawai namun hanya mengurangi ketidakpuasan, yang

mampu memacu pegawai untuk dapat bekerja dengan baik dan bergairah

(motivator) hanyalah kelompok satisfiers.

Salah satu model teori yang berkaitan dengan kepuasan kerja, yaitu teori

yang dikemukakan oleh Edward Lawler yang dikenal dengan Equity Model

Theory atau teori kesetaraan. Intinya teori ini menjelaskan kepuasan dan

ketidakpuasan dengan pembayaran. Dalam perkembangannya, kepuasan dan

ketidakpuasan dihubungkan dengan teori motivasi dari Maslow.

Kepuasan berhubungan dengan kebutuhan dalam level yang tinggi (higher order

needs), misalnya kebutuhan sosialdan kebutuhan aktualisasi diri, sedangkan pada ketidakpuasan berhubungan dengan kebutuhan psikologis, kebutuhan akan

keamanan dan kenyamanan, serta dalam kadar tertentu kebutuhan sosial.

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Banyak faktor yang telah diteliti sebagai faktor-faktor yang mungkin

menentukan kepuasan kerja. Salah satunya menurut As’ad (Priansa, 2009:301)

(8)

1. Faktor Psikologi

Merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan pegawai, yang

meliputi: minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja, bakat,

dan keterampilan.

2. Faktor Sosial

Merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial, baik antara

sesama pegawai, dengan atasannya maupun pegawai yang berbeda jenis

pekerjaanya.

3. Faktor Fisik

Merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan

kerja dan kondisi fisik pegawai, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan

waktu kerja dan istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu

udara, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan pegawai, umur

dan sebagainya.

4. Faktor Finansial

Merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahterahan

pegawai, yang meliputi sistem dan besarnya gaji atau upah, jamian sosial,

macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan

sebagainya.

Sedangkan menurut George dan Jones (Priansa, 2007:302), faktor penentu

kepuasan kerja adalah sebagai berikut:

1. Kepribadian

Kepribadian sebagai karakter yang melekat pada diri seseorang seperti

perasaan, pemikiran, dan prilaku adalah determinan utama yang

(9)

atau kepuasan lainnya. Kepribadian memberi pengaruh terhadap pemikiran

dan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya sebagai hal positif atau

negatif. Seorang individu pegawai yang agresif dan kompetitf akan

memiliki target kepuasan kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan

individu pegawai yang tenang dan santai dalam bekerja.

2. Nilai-nilai

Nilai (values) berpengaruh terhadap tingkat kepuasan kerja karena nilai

mencerminkan keyakinan pegawai atas hasil kerjanya dan tata cara

pegawai harus berprilaku di tempat kerjanya. Pegawai dengan nilai kerja

instristik yang kuat (berhubungan dengan jenis kerja itu sendiri) cenderung

lebih puas dengan pekerjaannya yang menarik (interesting) dan berarti

(personally meaningful) seperti pekerjaan yang bersifat sosial (social

work) ketimbang pegawai dengan nilai kerja intristik yang lemah, meskipun pekerjaan bersifat sosial ini memerlukan waktu kerja yang

panjang dan bayaran yang kecil. Pegawai dengan nilai kerja ekstinstik

yang kuat (berhubungan dengan konsekuensi kerja) cenderung lebih puas

dengan pekerjaan yang di bayar tinggi tetapi jenis pekerjaannya monoton

(monotonous) ketimbang pegawai dengan nilai ekstinstik rendah.

3. Pengaruh Sosial

Determain terakhir dari kepuasan kerja adalah pengaruh sosial atau sikap

dan prilaku pegawai. Rekan kerja, budaya kerja, dan gaya hidup pegawai

berpotensi untuk mempengaruhi tingkat kepuasan kerja.

Misalnya, pegawai yang berasal dari keluarga yang mapan akan merasa

tidak puas dengan pekerjaan sebagai guru sekolah dasar karena pendapatan

(10)

Pegawai yang tumbuh dari budaya yang menekankan pentingnya

melakukan pekerjaan yang berguna bagi semua orang, seperti budaya

jepang, tentunya akan kurang puas dengan pekerjaan yang kompetitif.

4. Situasi Kerja

Merupakn situasi yang terbentuk karena pekerjaan itu sendiri, rekan kerja,

supervisor, pegawai dengan level lebih rendah, kondisi fisik, wewenang,

hubungan dengan pimpinan, pengawasan teknis, keberagaman, tugas dan

kondisi kerja.

2.1.4 Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja

Dampak prilaku dari kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja telah banyak

diteliti dan dikaji. Banyak prilaku dan hasil kerja pegawai yang diduga merupakan

hasil dari kepuasan atau ketidakpuasan kerja. Hal-tersebut tidak hanya meliputi

variabel kerja seperti kesehatan dan kepuasan hidup. Berikut ini diuraikan

mengenai dampak kepuasan kerja pegawai :

1. Jacobs dan Solomon (Priansa, 2016:294) menyatakan bahwa korelasi

antara kepuasan kerja dan kinerja akan lebih tinggi pada pekerjaan dimana

kinerja yang bagus dihargai di bandingkan pada pekerjaan yang tidak

memberikan penghargaan. Dalam kondisi seperti itu, pegawai yang

memiliki kinerja baik mendapatkan penghargaan, dan penghargaan itu

menyebabkan kepuasan kerja. Konsisten dengan prediksi mereka, Jacobs

dan Solomon menemukan bahwa kinerja dan kepuasan kerja sangat

berhubungan kuat ketika organisasi memberikan penghargaan terhadap

(11)

2. Organizational Citizenship Behavior

Organizational Citizenship Behavior (OCB) atau yang lebih dikenal dengan prilaku ekstra peran adalah prilaku pegawai untuk membantu rekan

kerja atau organisasi. OCB menurut Schnake dalam Spector (Priansa,

2016:295) adalah prilaku di luar tuntunan pekerjaan. Prilaku ini meliputi

tindakan sukarela pegawai untuk membantu rekan kerja mereka dan

organisasi.

3. Prilaku Menghindar (Withdrawal Behavior)

Ketidakhadiran atau kemangkiran dan pindah kerja adalah prilaku-prilaku

yang dilakukan pegawai untuk melarikan diri dari pekerjaan yang tidak

memuaskan. Banyak teori yang menduga bahwa pegawai yang tidak

menyukai pekerjaannya ada menghindarinya dengan cara yang bersifat

permanan, yaitu berhenti atau keluar dari organisasi, atau sementara

dengan cara tidak masuk kerja atau datang terlambat. Peneliti memandang

absebteeism dan turnover merupakan fenomena yang saling berhubungan yang didasari oleh motivasi yang sama, yaitu melarikan diri dari pekerjaan

yang sangat tidak memuaskan.

4. Burnout

Burnout adalah emosional distress atau keadaan psikologi yang dialami

dalam bekerja. Burnout lebih merupakan emosi terhadap pekerjaan.

Teori burnout mengatakan bahwa pegawai dalam keadaan burnout

mengalami gejala-gejala kelelahan emosi dan motivasi kerja yang rendah,

tetapi bukan depresi. Biasanya terjadi dalam pekerjaan yang langsung

berhubungan dengan orang lain seperti pekerja kesehatan dan pekerja

(12)

bahwa burnout terdiri dari tiga komponen yaitu: dispersonalisasi,

emotional exhaustion, berkurangnya personal accomplishment. 5. Kesehatan Mental dan Fisik

Terdapat beberapa bukti tentang adanya hubungan antara kepuasan kerja

dengan kesehatan fisik dan mental. Suatu kajian longlitudinal

menyimpulkan bahwa ukuran-ukuran dari kepuasan kerja merupakan

peramal yang baik bagi panjang umur (longevity) atau tentang kehidupan.

Salah satu temuan yang penting dari kajian yang dilakukan oleh

Kornhauser tentang kesehatan mental dan kepuasan kerja adalah pada

level setiap jabatan, presepsi dari pegawai bahwa pekerjaan mereka

menuntut penggunaan efektif dari kecakapan-kecakapan mereka berkaitan

dengan skor kesehatan mental tinggi. Sekor-sekor ini juga berkaitan

dengan tingkat kepuasan kerja dari level dan jabatan.

6. Perilaku Kontraproduktif

Perilaku yang berlawanan dengan organizational citizenship adalah

counterproduvtive. Perilaku ini terdiri dari tindakan yang dilakukan

pegawai baik secara sengaja maupun yang tidak sengaja yang merugikan

organisasi. Prilaku tersebut meliputi rekan kerja, penyerangan terhadap

organisasi, sabotase, dan pencurian. Prilaku-prilaku tersebut mempunyai

berbagai macam penyebab, tetapi seringkali dihubungkan dengan

ketidakpuasan dan frustasi di tempat kerja.

7. Kepuasan Hidup

Saling mempengaruhi antara pekerjaan dan kehidupan di luar pekerjaan

merupakan faktor penting untuk memahami reaksi pegawai terhadap

(13)

kerja, tetapi pegawai juga berpengaruh oleh kejadian dan situasi di luar

tempat kerjanya. Demikian juga sebaliknya, perilaku dan perasaan tentang

sesuatu di luar pekerjaan dipengaruhi oleh pengalaman kerja. Kepuasan

hidup berhubungan dengan perasaan seseorang tentang kehidupan secara

keseluruhan. Hal itu dapat dinilai berdasarkan dimensi tertentu seperti

kepuasan dengan area khusus dalam kehidupan, misalnya keluarga atau

rekreasi. Dapat juga dinilai secara global sebagai keseluruhan kepuasan

terhadap kehidupan.

2.1.5 Pengukuran Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah bagaimana orang merasakan pekerjaan dan

aspek-aspeknya. Ada beberapa alasan mengapa perusahaan harus benar-benar

memperhatikan kepuasan kerja, yang dapat dikategorikan sesuai dengan fokus

karyawan atau perusahaan, yaitu:

1. Manusia berhak diberlakukan dengan adil dan hormat, pandangan ini

menurut perspektif kemanusiaan. Kepuasan kerja merupakan perluasan

refleksi perlakuan yang baik. Penting juga memperlihatkan indikator

emosional dan psikologis.

2. Perspektif kemanfaatan, bahwa kepuasan kerja dapat menciptakan prilaku

yang mempengaruhi fungsi-fungsi perusahaan. Perbedaan kepuasan kerja

antara unit-unit organisasi dapat mendiagnosis potensi persoalan.

Buhler (Rivai, 2009:861) menekankan pendapatnya bahwa upaya

organisasi berkelanjutan harus ditempatkan pada kepuasan kerja dan

pengaruh ekonomis terhadap perusahaan. Perusahaan yang percaya bahwa

karyawan dapat dengan mudah diganti dan tidak berinvestasi dibidang

(14)

tingginya tingkat turnover, diiringi dengan membengkaknya biaya

pelatihan, gaji akan memunculkan perilaku yang sama dikalangan

karyawan, yaitu mudah berganti-ganti perusahaan dan demikian kurang

loyal.

2.1.6 Indikator Kepuasan Kerja

Penelitian dari Spector (Priansa, 2016:292) ia menyatakan bahwa

kepuasan kerja berkaitan dengan bagaimana perasaan pegawai terhadap

pekerjaannya dan terhadap berbagai macam aspek dari pekerjaan tersebut,

sehingga kepuasan kerja sangat berkaitan dengan sejauh mana pegawai puas atau

tidak puas dengan pekerjaannya. Dan ia dapat mengidentifikasikan indikator

kepuasan kerja dari sembilan aspek yaitu:

1. Gaji

Aspek ini mengukur kepuasan pegawai sehubungan dengan gaji yang

diterimanya dan adanya kenaikan gaji, yaitu besarnya gaji yang diterima

sesuai dengan tingkat yang dianggap sepadan. Upah dan gaji memang

mempunyai pengaruh terhadap kepuasan kerja. Upah dan gaji juga

menggambarkan berbagai dimensi dari kepuasan kerja. Pegawai

memandang gaji sebagai hak yang harus diterimanya atas kewajiban yang

sudah dilaksanakannya.

2. Promosi

Aspek ini mengukur sejauh mana kepuasan pegawai sehubungan dengan

kebijaksanaan promosi dan kesempatan untuk mendapatkan promosi.

Promosi atau kesempatan untuk meningkatkan karier juga memberikan

(15)

Pegawai akan melihat apakah organisasi memberikan kesempatan yang

sama kepada setiap pegawainya untuk mendapatkan kenaikan jabatan

ataukah hanya diperuntukkan bagi sebagian orang saja. Kebijkasanaan

promosi ini harus dilakukan secara adil, yaitu setiap pegawai yang

melakukan pekerjaan dengan baik mempunyai kesempatan yang sama

untuk promosi.

3. Supervisi (hubungan dengan atasan)

Aspek ini mengukur kepuasan kerja seseorang terhadap atasannya.

Pegawai lebih menyukai bekerja dengan atasan yang bersikap

mendukung, penuh perhatian, hangat dan bersahabat, memberi pujian atas

kinerja yang baik dari bawahan, mendengar pendapat dari bawahan, dan

memusatkan perhatian kepada pegawai (employed centered) dari pada

bekerja dengan pimpinan yang bersifat acuh tak acuh, kasar, dan

memusatkan dirinya kepada pekerjaan (job centered).

4. Tunjangan Tambahan

Aspek ini mengukur sejauhmana individu merasa puas terhadap tunjangan

tambahan yang diterimanya dari organisasi. Tunjangan tambahan

diberikan kepada pegawai secara adil dan sebanding.

5. Penghargaan

Aspek ini mengukur sejauhmana individu merasa puas terhadap

penghargaan yang diberikan berdasarkan hasil kerja. Setiap individu ingin

usaha, kerja keras, dan pengabdian yang dilakukannya untuk kemajuan

(16)

6. Prosedur dan Peraturan Kerja

Aspek ini mengukur kepuasan sehubungan dengan prosedur dan peraturan

di tempat kerja. Hal-hal yang berhubungan dengan prosedur dan peraturan

di tempat kerja mempengaruhi kepuasan kerja seorang individu, seperti

birokrasi dan beban kerja.

7. Rekan kerja

Aspek ini mengukur kepuasan kerja berkaitan dengan hubungan dengan

rekan kerja. Rekan kerja yang memberikan dukungan terhadap rekannya

yang lain, serta suasana kerja yang nyaman dapat meningkatkan kepuasan

kerja pegawai. Misalnya rekan kerja yang menyenangkan atau hubungan

dengan rekan kerja yang rukun.

8. Pekerjaan itu Sendiri

Aspek yang mengukur kepuasan kerja terhadap hal-hal yang berkaitan

dengan pekerjaan itu sendiri, seperti kesempatan untuk berekreasi dan

variasi dari tugas, kesempatan untuk menyibukkan diri, peningkatan

pengetahuan, tanggung jawab, otonomi, pemerkayaan pekerjaan, dan

kompleksitas pekerjaan.

9. Komunikasi

Aspek ini mengukur kepuasan yang berhubungan dengan komunikasi

yang berlangsung dalam pekerjaan. Dengan komunikasi yang berlangsung

lancar dalam organisasi, pegawai dapat lebih memahami tugas-tugasnya

(17)

2.2 Motivasi

2.2.1 Pengertian Motivasi

Daya dorong yang terdapat dalam diri sesorang disebut motif. Dengan

demikian dapat dikatakan motif adalah keadaan yang menimbulkan dorongan,

menggerakkan, mengaktifkan serta menyalurkan prilaku tindak tunduk agar

mereka dapat bekerja secara maksimal serta dikaitkan dengan pencapaian tujuan

organisasi maupun tujuan pribadi masing-masing anggota organisasi.

Mathis, Robert L. Dan H. Jackson (Effendi, 2014:166) mengatakan bahwa,

“motivasi adalah hasrat yang ada didalam diri seseorang menyebabkan orang

tersebut melakukan tindakan. Seseorang melakukan tindakan untuk sesuatu hal

mencapai tujuan. Oleh sebab itu, motivasi merupakan penggerak yang

mengarahkan pada tujuan dan itu jarang muncul dengan sia-sia. Robbins (Priansa,

2016:201) motivasi adalah “proses yang menunjukkan intensitas individu, arah,

dan ketekunan dari upaya yang menuju pencapaian tujuan”.

Defenisi yang telah dikemukakan oleh para tokoh mengenai motivasi

terdapat beberapa unsur yang terkandung dalam motivasi kerja, yaitu:

1. Motivasi sebagai pedoman untuk mencapai tujuan dalam organisasi

sebagaimana dikatakan motivasi sebagai alasan untuk melakukan kegiatan.

2. Motivasi sebagai penggerak dalam menciptakan gairah kerja dalam

mencapai kepuasan kerja.

3. Motivasi sebagi alat penggerak dalam memenuhi kebutuhan.

4. Motivasi sebagai cara untuk menciptakan hubungan yang baik dengan

(18)

2.2.2 Tujuan Motivasi

Menurut hasibuan (2008:97), tjuan pemberian motivasi yaitu :

1. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan.

2. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.

3. Meningkatkan produktifitas kerja karyawan.

4. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan.

5. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan.

6. Mengefektifkan pengadaan karyawan.

7. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.

8. Meningkatkan kreatifitas dan partisipasi karyawan.

9. Meningkatkan tingkat kesejahterahan karyawan.

10.Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.

2.2.3 Teori-Teori Motivasi

Menurut Sutrisno (2009:121), teori-teori motivasi dapat diklasifikasikan

menjadi dua kelompok yaitu :

1. Teori Kepuasan

Teori ini mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan dan

kepuasan individu yang menyebabkannya bertindak dan berprilaku dengan cara

tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang yang

menguatkan, mengarahkan, mendukung, dan menghentikan prilakunya. Teori ini

mencoba menjawab pertanyaan kebutuhan apa yang memuaskan dan dorongan

semangat bekerja seseorang. Kebutuhan dan pendorong itu adalah keinginan

memenuhi kepuasan material maupun non material yang diperolehnya dari hasil

(19)

Gambar 2.1 Teori Kepuasan

Sumber: Sutrisno (2009:121)

Memotivasi karyawan dengan memenuhi kebutuhan serta kepuasan

materil maupun non materil yang diperolehnya sebagai imbalan dari jasa-jasa

yang diberikannya kepada perusahaan. Jika kebutuhan dan kepuasan karyawan

sudah terpenuhi maka semangat kerja akan semakin baik. Jadi pada dasarnya

seseorang seseorang akan bertindak untuk memenuhi kebutuhan kepuasannya.

Semakin tinggi standart kebutuhan dan kepuasan yang diinginkan, semakin giat

orang tersebut bekerja. Tinggi rendahnya tingkat kepuasan dan kebutuhan yang

ingin dicapai seseorang maka akan mencerminkan semangat kerja orang tersebut.

2. Teori Motivasi Proses

Teori ini berlawanan dengan teori-teori kebutuhan seperti yang diuraikan

diatas. Teori-teori proses memusatkan perhatiannya bagaimana motivasi terjadi.

Dengan kata lain, teori proses pada dasarnya berhusaha menjawab pertanyaan

bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara, dan menghentikan prilaku

individu agar setiap individu bekerja giat sesuai dengan keinginan manajer. Bila

diperhatikan secara mendalam, teori ini merupakan proses sebab dan akibat

bagaimana seorang bekerja serta hasil apa yang telah diperolehnya. Jika bekerja

baik saat ini, akan diperoleh hasil yang baik untuk hari esok. Jadi, hasil yang Kebutuhan

Kepuasan

(20)

dicapai tercermin dalam bagaimana proses kegiatan yang dilakukan seseorang

hasil hari ini merupakan kergiatan hari kemarin.

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi

Menurut Sutrisno (2009:116) “Motivasi sebagai proses psikologis dalam

diri seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut dapat

dibedakan atas faktor intern dan ekstern yang berasar dari karyawan”.

Berikut penjelasan dari kedua faktor yang mempengaruhi motivasi adalah

sebagai berikut:

1. Faktor Intern

Faktor intern yang dapat mempengaruhi pemberian motivasi pada seseorang

antara lain:

a. Keinginan untuk dapat Hidup

Keinginan untuk dapat hidup merupakan kebutuhan setiap manusia yang

hidup di muka bumi ini. Untuk mempertahankan hidup ini orang yang mau

mengerjakan apa saja, apakah pekerjaan itu baik atau jelek, apakah halal

atau haram, dan sebagainya.

b. Keinginan untuk dapat memiliki

Keinginan untuk dapat memiliki benda dapat mendorong seseorang untuk

melakukan pekerjaan. Hal ini banyak kita alami dalam kehidupan kita

sehari-hari, bahwa keinginan yang keras untuk dapat memiliki itu dapat

mendorong orang untuk mau bekerja.

c. Keinginan untuk memperoleh penghargaan

Seseorang mau bekerja disebabkan adanya keinginan untuk diakui,

(21)

tinggi, orang yang mau mengeluarkan uangnya, untuk memperoleh uang

itupun ia harus bekerja keras

d. Keinginan untuk memperoleh pengakuan

Keinginan untuk memperoleh pengakuan diantaranya adalah:

adanya penghargaan terhadap prestasi, adanya hubungan kerja yang

harmonis dan kompak, pemimpin yang adil dan bijaksana,

serta perusahaan tempat bekerja dihargai oleh masyarakat.

e. Keinginan untuk berkuasa

Keinginan untuk berkuasa akan mendorong seseorang untuk bekerja.

Kadang-kadang keinginan untuk berkuasa ini dipenuhi dengan cara-cara

yang tidak terpuji, namun cara-cara yang dilakukannya itu masih termasuk

bekerja juga. Apalagi keinginan untuk berkuasa menjadi pemimpin itu

dalam arti positif, yaitu ingin dipilih menjadi ketua atau kepala, tentu

sebelumnya si pemilih telah melihat dan menyakikan sendiri bahwa orang

itu benar-benar mau bekerja, sehingga ia pantas untuk dijadikan penguasa

dalam unit organisasi/perusahaan. Walaupun, kadar kemampuan kerja itu

berbeda-beda untuk setiap orang, tetapi pada dasarnya ada hal-hal yang

umum yang harus dipenuhi untuk terdapatnya kepuasan kerja bagi para

karyawan. Karyawan akan dapat merasa puas bila dalam pekerjaan

terdapat hak otonomi, variasi dalam melakukan pekerjaan, kesempatan

untuk memberikan sumbangan pemikiran, kesempatan memperoleh umpan

balik tentang hasil pekerjaan yang telah dikerjakan.

2. Faktor Ekstern

Faktor ektern juga tidak kalah perannya dalam melemahkan motivasi kerja

(22)

a. Kondisi lingkungan kerja .

Lingkungan pekerjaan adalah keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang

ada disekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat

mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan. Lingkunan pekerjaan ini, meliputi

tempat bekerja, fasilitas dan alat bantu untuk pekerjaan, keberhasilan,

pencahayaan, keterangan, termasuk juga hubungan kerja antara

orang-orang yang ada di tempat tersebut. Lingkungan kerja yang baik dan

bersih, mendapat cahaya yang cukup, bebas dari kebisingan dan gangguan,

jelas akan memotivasi tersendiri bagi para karyawan dalam melakukan

pekerjaan dengan baik. Namun lingkungan kerja yang buruk, kotor, gelap,

pengap, lembab, dan sebagainya akan menimbulkan cepat lelah dan

menurunkan kreatifitas. Oleh karena itu , pemimpin berusaha mempunyai

kreatifitas yang tinggi akan dapat menciptakan lingkungan kerja yang

menyenangkan bagi para karyawan.

b. Kompensasi yang memadai.

Kompensasi merupakan sumber penghasilan yang utama bagi para

karyawan untuk menghidupi diri beserta keluarganya kompensasi yang

memadai merupakan alat motivasi yang paling ampuh bagi perusahaan

untuk mendorong para karyawan bekerja dengan baik.

Adapun kompensasi yang kurang memadai akan membuat mereka kurang

tertarik untuk bekerja keras, dan memungkinakan mereka bekerja merasa

tidak senang, dari sini jelaslah bahwa besar kecilnya kompensasi sangat

(23)

c. Supervisi yang baik.

Fungsi supervisi dalam suatu pekerjaan adalah memberikan pengarahan,

membimbuing kerja para karyawan, agar dapar melaksanakan kerja

dengan baik tanpa membuat kesalahan. Dengan demikian, posisi supervise

sangat dekat dengan para karyawan, dan selalu menghadapi karyawan

dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Bila supervisi yang dekat para

karyawan mengusai liku-liku pekerjaan dan penuh dengan sifat-sifat

kepemimpinan, maka suasana kerja akan bergairah dan bersemangat.

Akan tetapi, mempunyai supervisor yang angkuh dan mau benar sendiri,

tidak mau mendengarkan keluhan para karyawan, akan menciptakan

situasi kerja yang tidak mengenakkan, dan dapat menurunkan semangat

kerja. Dengan demikian peranan supervisor yang melakukan pekerjaan

supervisi amat mempengaruhi motivasi kerja para karyawan.

d. Adanya jaminan pekerjaan.

Setiap orang akan mau bekerja mati-matian mengorbankan apa yang ada

pada dirinya untuk perusahaan, kalau yang bersangkutan merasa ada

jaminan karier yang jelas dalam melakukan pekerjaan. Mereka bekerja

bukan untuk hari ini saja, tetapi mereka berharap akan bekerja sampai tua

cukup dalam satu perusahaan saja, tidak usah sering sekali pindah.

Hal ini akan dapat terwujud bila perusahaan dapat memberikan jaminan

karier untuk masa depan, baik jaminan akan adanya promosi jabatan,

pangkat, maupun jaminan pemberian kesempatan untuk mengembangkan

potensi dirinya. Sebaliknya, orang-orang akan lari meninggalkan

perusahaan bila jaminan karier ini kurang jelas dan kurang di informasikan

(24)

e. Status dan tanggung jawab.

Status atau kedudukan dalam jabatan tertentu merupakan dambaan setiap

karyawan dalam bekerja. Mereka bukan hanya mengharapkan kompensasi

semata, tetapi pata satu masa mereka juga berharap akan dapat kesempatan

menduduki jabatan dalam suatu perusahaan. Dengan menduduki jabatan,

orang merasa dirinya akan dipercaya, diberi tanggung jawab, dan

wewenang yang besar untuk melakukan kegiatan-kegiatan. Jadi, status dan

kedudukan merupakan dorongan untuk memenuhi kebutuhan sense of

achievement dalam tugas sehari-hari. f. Peraturan yang fleksibel.

Bagi prusahaan, biasanya sudah ditetapkan sistem dan prosedur kerja yang

harus dipatuhi oleh seluruh karyawan. Sistem dan prosedur kerja ini dapat

kita sebut dengan peraturan yang berlaku dan bersifat mengatur dan

melindungi para karyawan. Semua ini merupakan aturan main yang

mengatur hubungan kerja antara karyawan dengan perusahaan, termasuk

hak dan kewajiban para karyawan, pemberian kompensasi, promosi,

mutasi, dan sebagainya.

2.2.5 Indikator Motivasi

Motivasi adalah hasil dari kumpulan kekuatan internal dan eksternal yang

menyebabkan pekerja memilih jalan bertindak yang sesuai dan menggunakan

prilaku tertentu. Menurut wibowo (2013, hal 110), adapun indikator-indikator

motivasi kerja adalah sebagai berikut:

(25)

2. Commitment merupakan suatu tingkatan dimana pekerja mengikat dengan

organisasi dengan menunjukkan tindakan Organizational Citizenship.

3. Satisfaction (kepuasan) merupakan refleksi pemenuhan kontrak psikologis

dan memenuhi harapan ditempat bekerja.

4. Insentif merupakan pemimpin perlu membuat perencanaan pemberian insentif dalam bentuk baik berupa gaji, bonus, tunjangan dan jaminan.

Berdasarkan penjelasan diatas, karyawan akan termotivasi dalam berkerja

dipengaruhi oleh hubungan baik antar sesama karyawan dengan apa yang

dikerjakannya. Point-point yang telah disebutkan tersebut sebagai pendorong atau

perangsang untuk karyawan dalam melaksanakan tugas yang diberikan.

2.3 Self Efficacy

2.3.1 Pengertian Self Efficacy

Self Efficacy merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri atau self-knowledge yang paling berpengaruh dalam kehidupan manusia sehari-hari.

Hal ini disebabkan Self efficacy yang dimiliki ikut mempengaruhi individu dalam

menentukan tindakan yang kan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan termasuk

di dalamnya perkiraan berbagai kejadian yang akan dihadapi. Bandura adalah

tokoh yang memperkenalkan istilah self efficacy. Menurut Bandura (Ghufron dan

Risnawati, 2010:73) “self efficacy adalah keyakinan individu mengenai

kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau tindakan yang diperlukan untuk

mencapai hal tertentu”. Sementara itu, Baron dan Byrne (Ghufron dan Risnawati,

2010:73) mendefenisikan self efficacy sebagai evaluasi seseorang mengenai

kemampuan atau kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas,

mencapai tujuan, dan mengatasi hambatan. Bandura dan Wood menjelaskan

(26)

menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif, dan tindakan yang diperlukan

untuk memenuhui tuntutan situasi. Meskipun Bandura menganggap self efficacy

terjadi pada suatu fenomena situasi khusus, para peneliti yang lain telah

membedakan self efficacy khusus dari self efficacy secara umum atau generalized

self efficacy. self efficacy secara umum menggambarkan suatu penilaian diri seberapa baik seseorang dapat melakukan suatu perbuatan pada situasi yang

beraneka ragam.

Bandura (Ghufron dan Risnawati, 2010:75) mengatakan bahwa efikasi diri

pada dasarnya adalah hasil dari proses kegiatan kognitif berupa keputusan,

keyakinan, atau penghargaan tentang sejauh mana individu memperkirakan

kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau tindakan tertentu yang

diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Menurut beliau, self efficacy

tidak berkaitan dengan kecakapan yang dimiliki, tetapi berkaitan dengan

keyakinan individu mengenai hal yang dapat dilakukan dengan kecakapan yang ia

miliki seberapapun besarnya. self efficacy menekankan pada komponen keyakinan

diri yang dimiliki seseorang dalam menhadapi situasi yang akan datang yang

mengandung kekaburan, tidak dapat diramalkan, dan sering penuh dengan

tekanan. Seseorang dengan self efficacy tinggi percaya bahwa mereka mampu

melakukan sesuatu untuk mengubah kejadian-kejadian di sekitarnya, sedangkan

seseorang dengan self efficacy rendah menganggap dirinya pada dasarnya tidak

mampu mengerjakan segala sesuatu yang ada di sekitarnya.

2.3.2 Perkembangan Self Efficacy pada Individu

Manusia pada umumnya sejak kecil sudah dapat mempelajari hal-hal yang

terjadi di sekelilingnya, melalui panca indera yang dimiliki. Hal itu terjadi melalui

(27)

melalui pengamatan-pengamatan individu terhadap akibat-akibat tindakannya

dalam situasi tertentu. Presepsi seseorang mengenai dirinya dibentuk selama

hidupnya. Adapun tahap perkembangan self efficacy dalam diri individu terdiri

dari 6 tahap. Sullivan, (hamdi, 2016:94)

1. Infancy (Bayi).

Mulai dari kelahiran Hingga belajar berbicara (0 hingga 18 bulan). Keinginan

utama si bayi adalah memperoleh makanan.

2. Childhood (Kanak-kanak).

Pada periode ini si anak belajar berbicara dan mulai membentuk hubungan

dengan teman sebaya (18 bulan-4 tahun). Anak mulai belajar menghindari

tindakan-tindakan yang menurut mereka menjadi kemasan atau hukuman.

3. The Juvenile Era (Masa Remaja).

Anak mulai membutuhkan hubungan dengan teman sebaya yang lebih dekat

(4-8/10 tahun). Anak juga belajar bekerja sama dan bersaing dengan yang lain

4. Pre- Adolesence (Pra-Dewasa).

Belajar untuk mencintai orang lain (8/10-12 tahun). Ini merupakan periode

yang sangat singkat, berlangsung hingga awal pubertas.

5. Early Adolesence (Dewasa Awal).

Integritas kebutuhan akan intiminasi dan kepuasan seksual (12-16 tahun).

memandang dunia seperti apa yang dia inginkan bukan sebagaimana adanya.

6. Late Adolesence (Dewasa Akhir).

Mulai serius belajar demi karir di masa yang akan datang, mulai

(28)

7. Maturity

Menggambarkan kematangan seseorang. Seseorang dapat saja dewasa secara

biologis, dan memiliki karakteristik prilaku dewasa, tetapi tetap diperlukan

sebagai anak kecil jika berada di bawah umur dewasa secara hukum.

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self Efficacy

Setiap individu memiliki self efficacy yang berbeda, tinggi rendahnya

tingkat self efficacy yang terdapat dalam diri individu dipengaruhui oleh banyak faktor. Menurut Bandura (Ghufron dan Risnawati, 2010:78) self efficacy dapat

ditumbuhkan dan dipelajari melalui empat sumber informasi utama. Berikut ini

empat adalah empat sumber informasi tersebut :

1. Pengalaman Keberhasilan (Mastery Eksperience)

Sumber ini memberikan pengaruh besar pada self efficacy dari individu

karena didasarkan pada pengalaman pengamatan pribadi individu secara

nyata yang berupa keberhasilan dan kegagalan. Pengalaman keberhasilan

akan menaikkan self efficacy individu, sedangkan pengalaman kegagalan

akan menurunkannya.

2. Pengalaman orang lain (Vicarious experience)

Pengamatan terhadap keberhasilan orang lain dengan kemampuan yang

sebanding dalam mengerjakan suatu tugas yang akan meningkatkan self

efficacy diri individu dalam mengerjakan tugas yang sama. 3. Persuasi Verbel (Verbal Persuasion)

Pada persuasi verbal, individu akan diarahkan dengan saran, nasihat, dan

bimbingan sehingga dapat meningkatkan keyakinannya tentang

(29)

tujuan yang diinginkan. Individu yang diyakinkan secara verbal cenderung

akan berusaha lebih keras untuk mencapai suatu keberhasilan.

4. Kondisi Psikologis (Physiological State)

Individu akan mendasarkan invormasi mengenai kondisi psikologis

mereka untuk menilai kemampuannya. Ketegangan fisik dalam situasi

yang menekan dipandang individu sebagai suatu tanda ketidakmampuan

karena hal itu dapat melemahkan performansi kerja individu.

2.3.4 Indikator Self Efficacy

Menurut bandura (Ghufron dan Risnawati, 2010:80) indikator self efficacy

yaitu:

1. Dimensi Tingkat (Level)

Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika individu merasa

mampu untuk melakukannya. Dimensi ini memiliki implikasi terhadap

pemilihan tingkah laku yang akan dicoba atau dihindari.

2. Dimensi Kekuatan (Strength)

Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dan keyakinan atau

pengharapan individu mengenai kemampuannya.

3. Dimensi Generalisasi (Generality)

Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang mana individu

merasa yakin akan kemampuannya. Individu dapat merasa yakin atas

kemampuan dirinya.

2.4 Kerangka Konseptual

2.4.1 Pengaruh Self Efficacy Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan

Di dalam perusahan sangatlah penting setiap karyawan memiliki self

(30)

menimbulkan rasa kepuasan kerja dan dengan adanya self efficacy yang terdapat

pada diri setiap karyawan maka akan sangat membantu perusahaan dalam

pencapaian sasaran yang telah di tetapkan perusahaan.

Menurut Bandura (Ghufron dan Risnawati) Self Efficacy adalah

kemampuan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau

tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu. Apabila karyawan

merasa mampu dalam mengerjakan suatu pekerjaan maka rasa kepuasan kerja

akan muncul sehingga berdampak terhadap semangat kerja karyawan tersebut.

2.4.2 Pengaruh Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan

Motivasi merupakan faktor pendorong bagi karyawan dalam melakukan

suatu aktivitas yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap kepuasan kerja

karyawan. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja

bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan

dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Motivasi seseorang

dalam melakukan pekerjaan terjadi karena adanya suatu kebutuhan hidup yang

harus dipenuhi kebutuhan ini dapat berupa kebutuhan ekonomis yaitu uang dan

kebutuhan non ekonomis yaitu dapat diartikan sebagai penghargaan, pengakuan,

dan keinginan lebih maju.

Menurut Sutrisno (2009:117) menyebutkan bahwa motivasi adalah sesuatu

yang menimbukan semangat atau dorongan kerja. Motivasi untuk bekerja ini

sangat penting bagi tinggi rendahnya produktifitas perusahaan. Tanpa adanya

motivasi diri pada para karyawan untuk bekerja sama bagi kepentingan

perusahaan maka tujuan yang telah ditetapkan tidak akan tercapai.

Motivasi pada dasarnya adalah proses yang menentukan seberapa banyak

(31)

untuk bekerja ini sangat menentukan bagi tercapainya suatu tujuan. Maka manusia

akan dapat menumbuhkan motivasi kerja setinggi-tingginya bagi karyawan dalam

perusahaan.

2.4.3 Pengaruh Self Efficacy dan Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan

Pengaruh self efficacy dan motivasi terhadap kepuasan kerja karyawan

adalah self efficacy dan motivasi dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan perusahaan tersebut, artinya jika self efficacy yang dimiliki seorang karyawan

didukung dengan pemberian motivasi maka kepuasan kerja dirasakan oleh setiap

karyawan, sebaliknya jika tingkat self efficacy yang ada pada diri karyawan rendah dan karyawan jarang diberikan motivasi maka kepuasan kerja tidak akan

dirasakan pada setiap karyawan.

Menurut George dan Jones (Priansa, 2016:291) yang mendefenisikan

kepuasan kerja merupakan sekumpulan perasaan, keyakinan, dan pikiran tentang

bagaimana respon seseorang terhadap pekerjaannya.

kepuasan kerja merupakan sekumpulan perasaan pegawai atau karyawan

terhadap pekerjaannya, apakah senang/suka atau tidak senang/tidak suka sebagai

hasil interaksi pegawai dengan lingkungan pekerjaannya atau sebagai presepsi

sikap mental, juga sebagai hasil penilaian pegawai terhadap pekerjaannya.

Oleh karena itu, penilaian kepuasan kerja sangat perlu dilakukan oleh perusahaan

untuk mengetahui sejauh mana karyawan mampu berperan dalam perkembangan

dan pertumbuhan perusahaan.

Dengan adanya self efficacy dan motivasi yang baik diharapkan dapat

meningkatkan semangat kerja karyawan guna menumbuhkan rasa kepuasan

(32)

Self Efficacy (X1)

Kepuasan Kerja (Y)

efficacy dan motivasi dengan kepuasan kerja dapat digambarkan secara sederhana

dalam kerangka konseptual sebagai berikut :

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

Sumber: Peneliti (2017)

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan faktor pendukung bagi sebuah penelitian.

Demikian penelitian ini juga dibuat dengan dukungan penelitian terdahulu,

diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Noormania, Noura. 2014. Penelitian ini berjudul “Pengaruh Self Efiicacy dan

Kompensasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan di PT. Wijaya Karya

Beton, Tbk”.

Penelitian ini menggunakan penilitian asosiatif sosial kasual dengan

menggunakan pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah

karyawan tingkat oprasional PT. Wijaya Karya Beton, Tbk yang berjumlah 216

orang. Kriteria populasi di tentukan yaitu karyawan baik pria maupun wanita dan

karyawan yang sudah memiliki masa kerja minimal satu tahun. Berdasarkan

kriteria maka jumlah karyawan yang akan menjadi responden atau sampel

sebanyak 115 orang. Pengumpulan data instrument menggunakan skala likert. Uji

validitas setiap item menggunakan Confrimatory Analisi Factor (CFA) dan

menggunakan analisis regresi berganda (multiple regression analysis). Hasil

(33)

pengujian hipotesis kepuasan kerja menghasilkan R2 = 0,609 yang berarti bahwa

kontribusi kepuasan kerja dijelaskan oleh semua variable independen sama

dengan 60,9%, sedangkan 39,1% dipengaruhi oleh variable lain diluar penelitian.

2. Chasanah, Nur. 2008. Penelitian ini berjudul “Analisis Pengaruh

Empowerment, Self Efiicacy, dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan”.

Dalam penelitian metode yang digunakan untuk menganalisis data dengan

menggunakan Stuructural Equation Modeling (SEM). Berdasarkan pengelolaan

data dapat disimpulkan bahwa self efficacy, dan budaya organisasi berpengauh

positif terhadap kepuasan kerja karyawan dan kinerja karyawan. Kepuasan kerja

berpengaruh potitif terhadap kinerja karyawan. Sedangkan empowerment tidak

berpengaruh terhadap kepuasan kerja maupun kinerja karyawan.

3. Purnomo, Aan. 2014. Penelitian ini berjudul “Pengaruh Motivasi Kerja dan

Lingkungan Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan PT. Hyup Sung

Indonesia Purbalingga”.

Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian assosiatif kasual dengan

menggunakan pendekatan kuantitatif. Populasi sejumlah 95 karyawan, sedangkan

untuk jumalah sampel sama dengan populasi. Teknik pengambilan sampel adalah

purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan angket, sedangkan

analisis data dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil

penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan

signifikan antara motivasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan, hal tersebut

ditunjukkan dari : 1) Hasil Uji t hitung sebesar 5,557 dengan signifikasi 0,000. 2)

Hasil Uji t hitung sebesar3,428 dengan signifikasi 0,001 3) terdapat pengaruh

(34)

hitung sebesar 42,342 dengan nilai signifikan 0,000 dan persamaan regresi Y =

6,157 +0,427X1 + 0,568X2, dengan besar pengaruh sebesar 46,8%, sedangkan

sisanya dipengaruhi faktor lain diluar penelitian

4. Bahagia, Rahmad. 2004 (Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Terhadap

Kepuasan Kerja Pegawai PDAM Tirtanadi Kantor Pusat Medan)

Penelitian ini menggunakan studi kasus dan didukung oleh metode-metode

survey. Teknik penentuan sampel menggunakan proportionate stratified random

sampling. Populasi terdiri 300 dan sampel 171 orang. Hasil penelitian ini adalah :

1) Kepemimpinan berorintasi tugas (initiating structure) lebih besar dibandingkan

dengan kepemimpinan berientasi karyawan (consideration). 2) Secara simultan

diperoleh hasil bahwa ada pengaruh positif dan signifikan kepemimpinan

berorientasi karyawan, kepemimpinan berorientasi tugas, kebutuhan aktualisasi

diri, dan kebutuhan penghargaan terhadap kepuasan kerja pegawai PDAM

Tirtanadi pusat medan. 3) Variabel kebutuhan aktualisasi diri adalah variabel yang

berpengaruh dominan terhadap kepuasan kerja. 4) Secara parsial ada pengaruh

positif dan signifikan masing-masing variabel independen (kepemimpinan

berorientasi karyawan, kepemimpinan berorientasi tugas, kebutuhan aktualisasi

diri, dan kebutuhan penghargaan) terhadap kepuasan keja pegawai PDAM

Gambar

Gambar 2.1 Teori Kepuasan
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Pertumbuhan perekonomian di era sekarang ini sedang marak dengan peningkatan transaksi e-commerce. Hal tersebut menarik minat masyarakat untuk beralih dari proses jual

[r]

Berdasarkan hasil implementasi dan pengujian yang dilakukan pada sistem rekomendasi pemilihan vendor untuk pengadaan alat pada UTR dengan menggunakan metode Technique for

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam rangka menyelesaikan program Sarjana Sains di Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

karet yang produktif dalam kurun waktu lama dan bisa dipasarkan di tempat atau bisa dijual ke hilir tanpa kekhawatiran rusak selama masa di perjalanan. Proses berladang saat

Aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun jambu air dengan kategori lebih kuat menghambat bakteri Staphylococcus epidermis dengan konsentrasi

4. Kalimat berikut yang sesuai dengan paragraf ke-3 adalah. Setiap hari Jum’at siswa-siswa diwajibkan membawa alat kebersihan b. Guru dan siswa harus bertanggungjawab

Berdasarkan pada hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa manfaat agama bagi para responden penelitian mengarah pada lima hal yaitu hidup yang terarah, ketenangan