• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Interaksi Obat Potensial Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Di Instalasi Rawat Inap RSUD Sukoharjo Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Identifikasi Interaksi Obat Potensial Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Di Instalasi Rawat Inap RSUD Sukoharjo Tahun 2016"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT POTENSIAL PADA PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT X

TAHUN 2016

PUBLIKASI ILMIAH

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi

Oleh:

ANNISA LISTYAINDRA K100 130 091

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2018

(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT POTENSIAL PADA PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT X

TAHUN 2016

PUBLIKASI ILMIAH

oleh:

ANNISA LISTYAINDRA K100 130 091

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Dosen Pembimbing

Dra. Nurul Mutmainah, M.Si., Apt. NIK. 831

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT POTENSIAL PADA PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT X

TAHUN 2016

OLEH

ANNISA LISTYAINDRA K100 130 091

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari kamis, 1 Maret 2018 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji:

1. Hidayah Karuniawati, M.Sc., Apt (……..……..) (Ketua Dewan Penguji)

2. Tri Yulianti, M.Sc., Apt (………) (Anggota I Dewan Penguji)

3. Nurul Mutmainah, M.Si., Apt (……….) (Anggota II Dewan Penguji)

Dekan,

Aziz Saifudin, Ph.D., Apt. NIK. 956

(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.

.

Surakarta, 25 Mei 2018 Penulis

ANNISA LISTYAINDRA

(5)

IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT POTENSIAL PADA PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT

X TAHUN 2016

IDENTIFICATION POTENTIAL DRUG IN HOSPITALIZED CONGESTIVE HEART FAILURE PATIENT AT X HOSPITAL YEAR OF

2016

Abstrak

Gagal jantung kongestif merupakan aktivitas kemoreseptor karotoid tubuh meningkat dan dikaitkan dengan tipe pernapasan secara oscillatory (Cheyne-Stokes), peningkatan aktivitas simpatik syaraf dan peningkatan kejadian aritmia. Interaksi obat adalah salah satu faktor yang mempengaruhi respon tubuh terhadap penggunaan obat yang diberikan secara bersamaan. Pengobatan rawat inap berpotensi terjadinya interaksi obat terkait penggunaan obat terhadap pasien selama dirawat di rumah sakit.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kejadian potensi interaksi obat pada pasien gagal jantung kongestif di instalasi rawat inap Rumah Sakit X tahun 2016. Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental dengan metode retrospektif dan dianalisis secara deskriptif. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Data yang diambil sebanyak 92 sampel. Data dianalisis menggunakan Drug Information Handbook 17th. Analisis potensi interaksi obat dievaluasi menggunakan Stockley’s Drug

Interaction tahun 2008 dan drug interaction checker yaitu

www.drugs.com/druginteractions.html.

Berdasarkan hasil penelitian, 75 pasien gagal jantung kongestif ditemukan 69 pasien berpotensi mengalami interaksi sejumlah 194 kasus interaksi.54 kasus (42,2%) merupakan farmakodinamik, 74 kasus (57,8%) merupakan interaksi farmakokinetik dan 66 kasus tidak terklasifikasikan. Ditemukan 143 kasus (73,7%) merupakan interaksi tingkat keparahan moderate, 28 kasus (14,4%) merupakan interaksi tingkat keparahan minor dan 23 kasus (11,9%) merupakan interaksi tingkat keparahan major. Interaksi yang sering terjadi adalah furosemid dengan ceftriaxone sebanyak 11 kasus (14,7%) , captopril dengan spironolakton sebanyak 10 kasus (13,3%) dan furosemid dengan aspirin sebanyak 8 kasus (10,7%).

Kata kunci: Gagal jantung kongestif, rawat inap, interaksi obat.

Abstract

Congestive heart failure is a carotoid activity of the body chemoreceptors increased and is associated with oscillatory respiratory type (Cheyne-Stokes), increased sympathetic nerve activity and increased incidence of arrhythmias. Drug interactions are one of the factors that influence the body's response to the use of the drugs given simultaneously. Inpatient

(6)

treatment has the potential for drug interactions related to the use of drugs to patients during hospitalization.

This study was conducted to determine the potential incidence of drug interactions in patients with congestive heart failure who hospitalized at Hospital X in 2016.This research is non experimental research with retrospective method and analyzed descriptively. Sampling using purposive sampling method. The data were taken as many as 92 samples. Data were analyzed using Drug Information Handbook 17th. Analysis of potential drug interactions was evaluated using Stockley's Drug Interaction in 2008 and

drug interaction checker www.drugs.com/druginteractions.html.

The results of the study, 75 patients with congestive heart failure were found 69 patient potentially having interacting with 194 interaction cases. 54 cases (42,2%) were pharmacodynamics, 74 cases (57,8%) were pharmacokinetic interactions and 66 cases were not classified. 143 cases (73,7%) were moderate severity interaction, 28 cases (14,4%) were minority severity interaction and 23 cases (11,9%) were major severity interactions. The most common interactions were furosemide with ceftriaxone 11 cases (14,7%), captopri with spironolaktone 10 cases (13,3%) and furosemide with aspirin 8 cases (10,7 %).

Keywords: Congestive heart failure, hospitalization, drug interactions.

1.PENDAHULUAN

Gagal jantung merupakan penyakit yang paling tinggi prevalensinya, resiko berkembangnya gagal jantung adalah 20% di Amerika. Prevalensi secara eksponen terjadi pada pasien yang berumur lebih dari 40 tahun (Yancy, et al., 2013). Prevalensi gagal jantung di Indonesia menurut Riskesdas (2013) sebesar 0,3%, meningkat seiring dengan bertambahnya umur.

Interaksi obat secara signifikan menunjukkan presentase lebih tinggi pada rawat inap dengan masa pengobatan yang lebih lama (Moura, et al, 2009). Insiden interaksi obat pada pasien gagal jantung terjadi berkisar antara 13% untuk penggunaan dua obat yang diresepkan dan 82% untuk tujuh atau lebih obat yang diresepkan. Secara umum, kombinasi obat yang banyak terjadi interaksi yang potensial terjadi selama rawat inap yaitu kombinasi obat antara diuretik pottasium sparing dan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor atau angiotensin reseptor blockers (ARB), kombinasi aspirin dan non-selektif β-blocker pada pasien yang secara bersamaan diobati dengan agonis β2 (Vonbach, et al, 2008).

(7)

Interaksi obat terjadi ketika berubahnya efek dari satu obat dengan adanya kehadiran obat lain, seperti jamu, makanan, minuman atau beberapa bahan kimia lingkungan. Hasil dari interaksi obat ada yang menguntungkan, beberapa ada yang berbahaya yang dapat menyebabkan peningkatan toksisitas dan penurunan khasiat (Baxter,et al, 2008). Menurut Rama et al.(2012) tentang Assessment of Drug-Drug Interactions among Renal Failure Patients of Nephrology Ward in a South Indian

Tertiary Care Hospital, menunjukkan bahwa 52% obat kardiovaskuler merupakan

kategori obat yang berpengaruh dan terlibat dalam interaksi obat.

Hasil penelitian Sulistiyowatiningsih, et al. (2016) menunjukkan bahwa sebanyak 325 kasus penggunaan kombinasi obat berpotensi terhadap terjadinya interaksi farmakokinetik pada 21 kombinasi obat dan sebanyak 12 kombinasi obat berpotensi terhadap terjadinya potensi interaksi farmakodinamik. Potensi interaksi yang terjadi pada 35 pasien banyak terjadi pada furosemid dengan ACE inhibitor (50%), pada 35 pasien pada furosemid dengan aspirin (50%), dan pada 35 pasien furosemid dengan digoksin (38,5%). Berdasarkan hasil penelitian Yasin, et al. (2008) bahwa jenis interaksi yang memiliki insidensi kejadian paling tinggi secara berurutan adalah furosemid dengan ACE inhibitor yang terjadi pada 84 pasien (76,36%), furosemid dengan asetosal pada 66 pasien (60%), dan ACE inhibitor dengan asetosal pada 57 pasien (51,82%).

2.METODE

Penelitian ini merupakan penelitian observasional atau non eksperimental. Jenis penelitian deksriptif yang bersifat retrospektif dengan pengambilan data dari rekam medis pasien gagal jantung kongestif di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit X Tahun 2016. Alat yang digunakan adalah lembar pengumpul data, Drug

Information Handbook, British National Formulary, Drug Interaction Facts, dan

untuk mengevaluasi adanya interaksi obat digunakan drug interaction checker

yaitu www.drugs.com/druginteractions.html, Stockley’s Drug Interaction, dan

www.medscape.com. Bahan yang digunakan dalam penelitian berupa data rekam

medik pasien dengan diagnosa gagal jantung kongestif di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit X tahun 2016 yang memenuhi kriteria inklusi, meliputi pasien rawat

(8)

inap yang didiagnosa gagal jantung kongestif, pasien yang mendapatkan terapi pengobatan gagal jantung kongestif ≥ 2 macam obat, data rekam medis lengkap berisi karakteristik pasien (nama, jenis kelamin, nomor rekam medis, umur, lama rawat inap) dan data pemakaian obat gagal jantung kongestif (nama obat, dosis, frekuensi pemberian, dan rute pemakaian). Populasi yang digunakan untuk penelitian ini adalah semua pasien gagal jantung kongestif yang memenuhi kriteria inklusi di instalasi rawat inap Rumah Sakit X tahun 2016. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian yaitu sampel yang memenuhi kriteria inklusi. Pengumpulan dan pengambilan data dilakukan sesuai nomor urut rekam medik dengan klasifikasi berdasarkan kriteria pasien. Analisis data diperoleh dengan cara mengolah data penggunaan obat yang diperoleh dari rekam medik pasien gagal jantung kongestif di Rumah Sakit X tahun 2016 diantaranya potensial interaksi penggunaan dua obat atau lebih yang dievaluasi dengan drug interaction checker yaitu www.drugs.com,

Stockley’s Drug Interaction, dan www.medscape.com.

3.HASILDANPEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian interaksi obat potensial pada pasien gagal jantung kongestif sebanyak 75 pasien di instalasi rawat inap Rumah Sakit X tahun 2016.

3.1 Karakteristik Pasien

Karakteristik pasien gagal jantung kongestif di instalasi rawat inap Rumah Sakit X tahun 2016 dapat dilihat paa tabel 1. Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gagal jantung. Hormon estrogen pada perempuan bersifat mencegah perempuan dari penyakit salah satunya kardiovaskuler. Hormon estrogen dalam pembuluh darah meningkatkan kadar HDL (high density lipoprotein) yang merupakan faktor yang melindungi terjadinya atherosclerosis. Namun pada masa menopause, perempuan rentan terkena penyakit tidak hanya kardiovaskuler. Oleh sebab itu, laki- laki memiliki resiko 2x terkena penyakit gagal jantung daripada perempuan karena beberapa faktor seperti kebiasaan merokok. Hasil terbaru dari Framingham Heart Study menunjukkan bahwa kasus gagal jantung telah menurun kira-kira sepertiga pada wanita, sedangkan pada pria tidak

(9)

berubah selama 40 tahun terakhir. Perbedaan kejadian gagal jantung pada pria dan wanita adalah jika pada pria karena infark miokardial (penurunan massa otot), sedangkan pada wanita karena hipertensi (Dipiro, et al., 2015). Penderita gagal jantung kongestif paling banyak terjadi pada usia 25-60 tahun sebesar 73,3%. Prevalensi secara eksponen terjadi pada pasien yang berumur lebih dari 40 tahun (Yancy, et al., 2013). Hasil penelitian tabel 1, menunjukkan bahwa pasien gagal jantung kongestif di instalasi rawat inap Rumah Sakit X tahun 2016 lebih banyak terjadi pada laki-laki dengan jumlah kasus sebesar 53,3% sedangkan kasus pada perempuaan 46,6%. Hal ini sesuai dengan data bahwa laki-laki lebih sering terjadi gagal jantung dibandingkan perempuan (Mann, 2008). Menurut data European

Heart Failure bahwa 53% pasien yang dirawat karena gagal jantung merupakan

laki-laki (Cowie, 2008).

Tabel 1. Distribusi Pasien dengan diagnosa gagal jantung kongestif di instalasi rawat inap Rumah Sakit X Tahun 2016

Kriteria Pasien Jumlah Persentase (%)(n=75) Usia (Tahun) 18-24 2 2,6 25-60 55 73,3 61-70 18 24 Total 75 100 Jenis Kelamin Perempuan 35 46,6 Laki- laki 40 53,3 Total 75 100

Lama dirawat (hari)

1-4 hari 25 33,3

5-7 hari 38 50,6

> 7 hari 12 16

Total 75 100

3.2 Karakteristik Obat

Distribusi peresepan obat gagal jantung dan non gagal jantung kongestif yang diterima pasien di instalasi rawat inap Rumah Sakit X tahun 2016 dapat dilihat pada tabel 2.

Berdasarkan tabel 2, menunjukkan bahwa peresepan obat non gagal jantung kongestif di instalasi rawat inap Rumah Sakit X tahun 2016 bervariasi. Obat yang paling sering digunakan dalam peresepan obat non gagal jantung yaitu ranitidin

(10)

sebanyak 67 kasus (89,3%). Ranitidin merupakan golongan H-2 reseptor antagonis, bekerja dengan mengeblok resepetor H-2 dari sel parietal lambung yang menyebabkan penghambatan sekresi lambung(http://www.medscape.com).

Tabel 2. Distribusi peresepan obat non gagal jantung kongestif yang diterima pasien di instalasi rawat inap Rumah Sakit X tahun 2016.

No Kelas Terapi Golongan Obat Nama Obat Jumlah Pasien Persentase (%) (n=75) 1. Analgesik dan Antipiretik Analgetik Non Opioid Analgesik Opioid Metampiron Paracetamol Na diklofenak Aspirin Asam Mefenamat MST Continus Kodein 46 19 41 2 3 2 11 61,3 25,3 54,6 2,7 4 2,7 14,6 2. antiinflamasi Kortikosteroid NSAID Deksametason Metilprednisolon Budesonid Ketorolac Meloxicam Ketoprofen 8 18 1 3 4 1 10,6 24 1,3 4 5,3 1,3

3. Antihistamin Antihistamin Cetirizin 12 16

4 Antihistamin Beta 2 agonis Betahistin 3 4

5. Obat tukak peptik H-2 Reseptor antagonis PPI Antasida Pelindung mukosa Ranitidin Omeprazol Esomeprazol Antasida Sukralfat 67 47 2 8 38 89,3 62,6 2,7 10,6 50,6 6. Antiplatelet Antiplatelet Aspilet

Clopidogrel Cilostazol 22 42 1 29,3 56 1,3

7. Antiaritmia Antiaritmia Amiodaron 9 12

8. Antifibrinolitik Antifibrinolitik Asam Traneksamat 5 6,6 9. Antibiotik Cephalosporin Kuinolon Cefazolin Ceftriaxone Cefotaxime Cefixime Ceftazidime Cefadroxil Ofloxacin Ciprofloxacin Levofloxacin 3 32 14 14 6 1 6 1 4 4 42,7 18,6 18,6 8 1,3 6,5 1,3 5,3 Aminoglikosida Beta laktam Penisilin Gentamicin Meropenem Ampisilin 1 2 2 1,3 2,7 2,7 10. Antispasmodik Antagonis- Reseptor-

Serotonin Antiemetik Ondansetron Domperidon Metoklopramid 32 7 2 42,7 9,3 2,7

(11)

Lanjutan Tabel 2.

No Kelas Terapi Golongan Obat

Nama Obat Jumlah Pasien Persentase (%) (n=75) 11. Antiepilepsi Benzodiazepin Hidantoin Barbiturat Clobazam Fenitoin Fenobarbital 9 3 1 12 4 1,3

12. Antihiperlipid Statin Simvastatin 7 9,3

13. Antigout Xantine-oksidase Allopurinol 10 13,3 14. Antidiabetes Biguanid Sulfonilurea Insulin Metformin Glimepirid Glukoidon Glucagon Novorapid 4 5 1 1 5 5,3 6,6 1,3 1,3 6,6 15. Hipnosis & Ansietas Benzodiazepin Diazepam

Alprazolam

3 9

4 12 16. Antipsikotik Psikotropika Haloperidol 1 1,3 17. Bronkodilator Agonis β-2 Salbutamol

Terbutalin

35 1

46,7 1,3

18. Bronkodilator Xantin Aminofilin 37 49,3

19. Pelindung Mukosa konstipasi Lactulax 7 9,3 20. Antimukolitik Mukolitik Ambroxol

Guaifenesin

24 9

32 12 21. Agen neuroprotektif Nootropik dan

neurotonik

Citicolin 5 6,6

22. Antituberkolosis Antibiotik Isoniazid Etambutol 1 1 1,3 1,3 23. Depresi Antidepresan trisiklik Amitriptilin 2 2,7

24. Obat pencahar Laksatif Bisacodyl 5 6,6

25. Suplemen Suplemen Elektrolit Vitamin Curcuma Asam folat Asam Amino Kalium Klorida Vitamin C Vitamin K, Vitamin B1,B6 B12 16 2 2 22 2 4 9 21,3 2,7 2,7 29,3 2,7 5,3 12

Berdasarkan tabel 3, menunjukkan bahwa peresepan obat gagal jantung kongestif di instalasi rawat inap Rumah Sakit X tahun 2016 bervariasi. Obat yang paling sering digunakan dalam peresepan obat gagal jantung yaitu furosemid sebanyak 77 kasus (83,7%). Furosemid merupakan golongan loop diuretik, bekerja dengan menghambat reabsorpsi ion natrium dan klorida pada tubulus ginjal proksimal dan distal dan lengkung Henle. Proses reabsorpsi ion natrium dan klorida menyebabkan peningkatan air, kalsium, magnesium, natrium, dan klorida (www.medscape.com).

(12)

Distribusi peresepan obat gagal jantung kongestif yang diterima pasien di instalasi rawat inap Rumah Sakit X tahun 2016 dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Distribusi peresepan obat gagal jantung kongestif yang diterima pasien di instalasi rawat inap Rumah Sakit X tahun 2016.

No Kelas Terapi Golongan Obat Nama Obat Jumlah Pasien Persentase (n=75) 1. Agen Inotropik Glikosida Jantung Simpatomimetik Digoksin Dobutamin 29 4 38,6 5,3 2. Antiangina Nitrat Isosorbid Dinitrat

Gliseril nitrat

59 30

78,6 40 3. Antihipertensi ACE Inhibitor Captopril

Imidapril Lisinopril 18 3 1 24 4 1,3 Antagonis Reseptor Bloker Kandesartan Irbesartan 8 1 10,6 1,3 Calsium Channel Bloker Amlodipin Nifedipin Metildopa 4 1 1 5,3 1,3 1,3

Beta Bloker Bisoprolol 2 2,7

4. Diuretik Loop Diuretik Diuretik hemat kalium Furosemid Spironolakton 60 39 80 52 3.3 Interaksi Obat

Interaksi obat dibedakan menjadi dua mekanisme, yaitu interaksi dengan mekanisme farmakokinetik dan interaksi dengan mekanisme farmakodinamik. Interaksi obat berdasarkan mekanismenya disajikan pada tabel 4 dan tabel 5. Pada tabel 4, interaksi yang potensial terjadi dengan mekanisme farmakokinetik adalah spironolakton dengan captopril. Penelitian membuktikan bahwa dosis aspirin dapat mengurangi hilangnya natrium yang diinduksi oleh spironolakton dalam urin. Ada bukti bahwa sekresi aktif canrenone (senyawa aktif metabolit spironolactone) diblok oleh aspirin. Secara umum, penggunaan bersamaan tidak perlu dihindari, tetapi harus dimonitoring jika timbul efek yang merugikan (Baxter, 2008).

(13)

Interaksi farmakodinamik pada tabel 5 yang potensial terjadi pada furosemid dengan ceftriaxone. Interaksi furosemide dengan antibiotik golongan cephalosporin tergantung obatnya.Tetapi untuk cefotaxime, ceftazidime, ceftriaxone, atau cefuroxime jarang timbul interaksi yang muncul.Pencegahan untuk menghindari efek yang tidak diinginkan dengan monitoring penggunaanya, pemeriksaan fungsi ginjal secara berkala (Baxter, 2008).

Tabel 4. Distribusi potensi interaksi obat pada pasien gagal jantung kongestif berdasarkan mekanisme farmakokinetik di instalasi rawat inap Rumah Sakit Xtahun 2016.

Mekanisme Obat A Obat B Jumlah Pasien No.K asus Rute Persentase (%) (n=75)

Efek Interaksi Fase Kinetik Pengatasan Interaksi Obat Farmakoki netik (n= 54) Digoksin Captopril 6 2,4,5 ,50,6 2, 74

p.o 8 Penelitian menemukan bahwa kaptopril mengurangi ekskresi furosemid, dan respon diuretik berkurang

Ekskresi Pemantauan tekanan darah, diuresis, elektrolit, dan fungsi ginjal

direkomendasikan selama 20 menit pertama

sampai kira-kira 50%, dan respon natriuretik hampir 30%, selama pemberian bersama. Spironol akton

Aspirin 6 9 i.v 8 Beberapa salisilat dapat merusak sekresi tubular canrenone, metabolit aktif utama

spironolactone. Efek ini bisa menghambat sifat natriuretik spironolactone. Ekskresi Monitoring penggunaannya 50,55 ,62,6 6,74 p.o

(14)

Tabel 4. Lanjutan Mekanisme Obat A Obat B Jumlah

Pasien No.Kas us Rute Persentas e (%) (n=75)

Efek Interaksi Fase Kinetik Pengatasan Interaksi Obat Farmakoki netik (n= 54) Captopril 10 5,9,29, 50,53,5 5,62,64 ,72,74

p.o 13,3 Menggunakan captopril bersama dengan spironolaktone dapat meningkatkan kadar kalium dalam darah(hiperkalemia).

Distribusi Fungsi serum potasium dan ginjal harus diperiksa secara teratur, dan

suplemenkalium umumnya harus dihindari kecuali diawasi secara ketat. Omepraz

ole

ISDN 3 1,23,75 p.o 4 Omeprazole dapat menghambat distribusi nitrat.

Distribusi Penyesuaian obat terhadap pasien dan monitoring

Tabel 5. Distribusi potensi interaksi obat pada pasien gagal jantung kongestif berdasarkan mekanisme farmakodinamik di instalasi rawat inap Rumah Sakit Xtahun 2016.

Mekanisme Obat A Obat B Jumlah Pasien No. Kasus Rute Persentase (%) (n=75)

Efek Interaksi Pengatasan Farmakodi namik (n=74) Furosemid Ceftriaxone 11 1, 7,18,24 ,27,37, 44, 60,63,6 4,66

i.v 14,7 Antibiotik cephalosporin seperti ceftriaxone kadang-kadang dapat menyebabkan masalah ginjal, dan menggunakannya dengan furosemide dapat meningkatkan resiko tersebut.

Interaksi ini mungkin terjadi ketika cephalosporin diberikan pada dosis tinggi dengan injeksi ke vena atau ketika diberikan kepada orang tua atau individu dengan gangguan fungsi ginjal.

Aspirin 8 7,9 i.v 10,7 Aspirin dapat mengurangi efek diuretik dari furosemide,

Monitoring penggunaan obat. Dan menghindari

(15)

Tabel 5. Lanjutan Mekanisme Obat A Obat B Jumlah

Pasien No. Kasus Rute Persentase (%) (n=75)

Efek Interaksi Pengatasan dan venodilasi yang dihasilkan

oleh furosemide.

penggunaan berulang agar tidak memperburuk gagal jantung. 15,16,1 7,42,50 ,74 p.o Digoxin 7 12, 28,56,5 9,60,61 ,64

i.v 9,3 Pada pasien aritmia dapat menyebabkan hipokalemia dan hipomagnesemia

Monitoring dengan evaluasi kadar kalium dan natrium. Captopril Aspirin 5 3,4,

17,41,5 0

p.o 6,7 Efikasi antihipertensi captopril berkurang dengan aspirin dosis tinggi.

Aspirin dosis rendah (kurang dari atau sama dengan 100 mg setiap hari) tidak mengubah

khasiat antihipertensi dari captopril dan enalapril. Farmakodi

namik (n=74)

Omeprazole Digoksin 3 15,38,4 9

p.o 4 Omeprazole dapat

meningkatkan efek digoksin, dan meningkatkan kadar digoksin tinggi dalam darah sehingga menyebabkan toksisitas.

Jangan menggunakan omeprazole untuk waktu yang lama (misalnya, beberapa bulan hingga satu tahun atau lebih), karena dapat mengalami kondisi hipomagnesemia. Ethambutol INH 1 14 p.o 1,3 Menggunakan ethambutol

bersama dengan isoniazid dapat meningkatkan risiko kerusakan saraf, yang merupakan efek samping potensial dari kedua obat.

Pasien harus dimonitoring secara ketat untuk gejala neuropati seperti rasa terbakar, kesemutan, nyeri, atau mati rasa di tangan dan kaki.

(16)

Tabel 5. Lanjutan

Mekanisme Obat A Obat B Jumlah Pasien No. Kasus Rute Persentase (%) (n=75)

Efek Interaksi Pengatasan Farmakodinam

ik (n=74)

Nitrokaf Aspirin 3 44,50,7 4

p.o 4 Aspirin dapat meningkatkan efek antihipertensi dari nitrogliserin.

Monitoring penggunaannya

Tingkat keparahan karena interaksi obat diklasifikan menjadi 3 yaitu mayor, moderate, minor. Interaksi obat mayor dapat membahayakan pasien dan memiliki kontraindikasi terhadap pasien tertentu, pada tingkat ini diperlukan penggantian obat. Interaksi

moderate perlu dilakukan monitoring karena dapat menimbulkan efek yang merugikan akibat toksisitas obat atau terapi yang gagal.

Interaksi obat minor tidak menimbulkan efek yang signifikan, sehingga tidak perlu dilakukan penggantian terapi (Gabay, 2015). Potensi interaksi berdasaran tingkat keparahan pada tabel 6.

(17)

Tabel 6. Gambaran tingkat keparahan interaksi obat pada pasien gagal jantung kongestif di instalasi rawat inap Rumah Sakit Xtahun 2016.

Tingkat Keparahan

Obat A Obat B Jumlah

Pasien Persentase (%) (n=75) Major (n=23) Digoksin Omeprazole 3 4 Furosemid Amiodarone 2 2,7 Spironolakton Furosemid Captopril Kandesartan Guaifenesin 7 10 3 2 9,3 13,3 4 2,7 Moderate (n=143) Digoksin Metformin Omeprazol 2 6 2,7 6,5 Dobutamin Aspirin 2 2,7 Furosemid Captopril Cefazolin Ceftriaxone Lisinopril 6 2 11 1 6,5 2,7 14,7 1,1 Spironolakton Aspirin Digoxin Metilprednisolon Metformin 5 2 4 2 6,6 2,7 5,3 2,7 Captopril Aspirin 4 5,3 Isosorbid Dinitrat Meloxicam 4 5 5,3 6,6 Isosorbid Dinitrat Aminofilin

Amitriptilin Kodein 5 2 3 5,4 2,2 4 Nitrokaf Aspirin 4 4,3 Kandesartan Alprazolam 3 4 Omeprazole Digoksin 3 4 Ethambutol INH 1 1,3 Minor (n=28) Digoksin Spironolakton 3 4 Furosemid Aspirin 8 10,7

Interaksi pada tingkat keparahan major yaitu 23 kasus (11,9%), paling banyak terjadi antara spironolakton dengan captopril. Interaksi yang paling banyak terjadi pada tingkat keparahan moderate sebanyak 143 kasus (73,7%), paling banyak terjadi antara furosemide dengan ceftriaxone, sedangkan interaksi keparahanminor

(18)

aspirin. Interaksi obat merupakan hal penting yang disebabkan karena adanya perubahan efek suatu obat oleh pemberian obat lain secara bersamaan atau pemberian sebelumnya. Interaksi obat berdampak pada toksisitas obat dan penurunan efektivitas obat (Sari, dkk, 2008). Farmasis diharapkan dapat menghindari pengobatan dengan efek samping dari interaksi obat yang mungkin terjadi pada pasien (Kafeel, et al, 2014). American Pharmaceutical Association

menyusun Pharmacist Practice Activity Classification (PPAC) pada tahun 1998 yang membahas kegiatan apoteker mencakup monitoring interaksi obat terhadap pasien dan melakukan konseling pada pasien (Rantucci, 2007). Konseling bertujuan untuk memaksimalkan hasil terapi dengan penggunaan obat yang tepat. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 (2014), salah satu pelayanan klinik yang diberikan apoteker yaitu monitoring. Monitoring obat merupakan kegiatan dimana farmasis memantau respon obat terhadap pasien seperti efek obat yang merugikan pasien, diagnosa dan terapi.

4.PENUTUP

Dari 75 pasien gagal jantung kongestif ditemukan 69 pasien berpotensi mengalami interaksi sejumlah 194 kasus interaksi.Dari keseluruhan interaksi yang terjadi, 54 kasus (42,2%) merupakan farmakodinamik, 74 kasus (57,8%) merupakan interaksi farmakokinetik dan 66 kasus tidak terklasifikasikan. Interaksi yang berpotensi berdasarkan tingkat keparahan ditemukan23 kasus (11,9%) merupakan interaksi tingkat keparahanmajor. 143 kasus (73,7%) merupakan interaksi tingkat keparahan moderate. 28 kasus (14,4%) merupakan interaksi tingkat keparahan minor. Interaksi yang sering terjadi adalah furosemid dengan ceftriaxon sebanyak 11 kasus (14,7%), captopril dengan spironolakton sebanyak 10 kasus (13,3%), furosemid dengan aspirin sebanyak 8 kasus (10,7%). Pengatasan untuk menghindari resiko interaksi obat dengan penyesuain dosis, perlu dilakukan tes laboratorium sebelum penggunaan obat tersebut dan memonitoring penggunaannya.

(19)

PERSANTUNAN

Terimakasih kepada yang terhormat Ibu Dra. Nurul Mutmainah, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing skripsi dan Direktur Rumah Sakit X dan seluruh staf yang telah membantu jalannya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Baxter K., 2008, Stockley’s Drug Interactions 8th Edition, London.

Cipolle RJ, Strand LMS, Morley PC., 2012, Pharmaceutical Care Practice: The

Patient- Centered Approach To Medication Management Services. Third ed,

New York, McGraw-Hill Companies, p. 49-55.

DiPiro, J.T., Wells, B.G., andSchwinghammer, T.L., 2015, Pharmacotherapy: A

Patophysiologic Approach (9th edition), Mc.Graw Hill, New York.

Drug interaction checker, terdapat di: http://www.drugs.com

Drug interaction checker, terdapat di: http://www.medscape.com

Gabay M., 2015, The Clinical Practice of Drug Information, Jones and Bartlett Publisher, Chicago, United States of America.

Kafeel, H., Rukh, R., Qamar, H., Bawany, J., Jamshed, M., Sheikh, R., et al., 2014, Possibility of Drug-Drug Interaction in Prescription Dispensed by Community and Hospital Pharmacy, pharmacology and Pharmacy., 5,pp.403-404.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek, Jakarta.

Moura C, Acurcio F, Belo N. Drug-drug interactions associated with length of

stay and cost of hospitalization. J Pharm Pharmaceut Sci 2009; 12: 266-72.

Rantucci, M.J. 2007. Komunikasi Apoteker-Pasien Edisi 2, Penerbit Kedokteran EGC,Jakarta

Rama, M., Viswanathan, G., and Attur, R. P., 2012, Assessment of Drug-Drug Interactions among Renal Failure Patients of Nephrology Ward in a South

Indian Tertiary Care Hospital. Indian J Pharm Sci., 74(1) pp.63–68.

Riset Kesehatan Dasar, 2013, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Adnyana, I.K., Setiadi, A.A.P., Kusnandar, 2008, Iso Farmakoterapi, P.T. ISFI Penerbitan, Jakarta.

Sulistiyowatiningsih, E., Hidayati, S.N. dan Febrianti, Y., 2016, Kajian Interaksi Obat Pada Pasien Gagal Jantung Dengan Gangguan Fungsi Ginjal Di

(20)

Farmasi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Snyder, B., Polasek, T., Doogue, M., 2012. Drug interactions : principles and practice 35, 85–88.

Vonbach P, Dubied A, Krähenbühl S, et al., 2008, Prevalence of drug-drug interactions at a hospital entry and during hospital stay of patients in

internal medicine, Eur J Int Med, 19: 413-20.

Yancy, C.W., Jessup, M., Bozkurt, B., Butler, J., Casey, D.E., and Drazner, M.H, 2013,ACCF/AHA Guideline for the management of heart failure, American College of Cardiology Foundation, 128:e240-e327.

Yasin, N.M., Widyastuti, T.H., Dewi, K.E., 2008, Kajian Interaksi Obat pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di RSUP DR. Sardjito Yogyakarta Tahun 2005, Bagian Farmakologi dan Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.

Gambar

Tabel 1. Distribusi Pasien dengan diagnosa gagal jantung kongestif di instalasi rawat inap  Rumah Sakit X Tahun 2016
Tabel  2.  Distribusi  peresepan  obat  non  gagal  jantung  kongestif  yang  diterima  pasien  di  instalasi rawat inap Rumah Sakit X tahun 2016
Tabel 3.  Distribusi peresepan obat gagal jantung kongestif yang diterima pasien di instalasi  rawat inap Rumah Sakit X tahun 2016
Tabel 4. Distribusi potensi interaksi obat pada pasien gagal jantung kongestif berdasarkan mekanisme farmakokinetik di instalasi rawat inap Rumah  Sakit Xtahun 2016
+5

Referensi

Dokumen terkait

peternakan sapi potong yang tangguh dalam arti sebagai suatu industri peternakan. yang mempunyai daya saing yang tinggi dan mampu secara mandiri

PT Purindo Logistics merupakan freight forwarder yang juga memberikan pelayanan untuk pengurusan dokumen ekspor seperti SKA (Surat Keterangan Asal), LS (Laporan Surveyor), dokumen

Struktur Hirarki Strategi Pengembangan Sapi Potong di Kabupaten Gorontalo Lembaga Pembiayaan DKPP Kab.Gorontalo Peternak Motivasi Usaha Kebijakan Pemerintah Karakteristik

Nama Penyedia barang/Jasa Harga Penawaran Harga Terkoreksi Keterangan. 1 Sumber Rejeki Rp - Rp - Hanya Upload

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, mulai dari perancangan, pembuatan dan evaluasi aplikasi penjadwalan matakuliah di STKIP Widya Yuwana, maka dapat

Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk membuat Media Pembelajaran yang berbentuk animasi elekronik yang efektif dan efesien serta mudah di mengerti bagi siswa sekolah

informasi dari setiap tempat wisata di Berastagi serta sarana dan prasarana yang.. mendukung aktivitas tempat wisata

This paper addresses a pipeline of target location based on the existing digital map and Digital Elevation Model (DEM). It utilizes the corresponding points between the