• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARTIKEL ANALISIS SEMIOTIK PADA RELIEF TEBING BERASTAGI. Disusun Dan Diajukan Oleh LINDA NURSANTI PASARIBU NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ARTIKEL ANALISIS SEMIOTIK PADA RELIEF TEBING BERASTAGI. Disusun Dan Diajukan Oleh LINDA NURSANTI PASARIBU NIM"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Linda dan Agus-Analisis Semiotik...

1

ARTIKEL

ANALISIS SEMIOTIK PADA RELIEF TEBING

BERASTAGI

Disusun Dan Diajukan Oleh

LINDA NURSANTI PASARIBU

NIM. 208151055

Telah Diverifikasi Dan Dinyatakan Memenuhi Syarat

Untuk Diunggah Pada Jurnal Online

Medan , Maret 2013

Menyetujui

Editor

Pembimbing Skripsi

Dr. Agus Priyatno, M. Sn Raden Burhan SND, S.Pd.M.Ds.

NIP. 13205242 700000 0 000 NIP. 19700206 200312 1002

(2)

Linda dan Agus-Analisis Semiotik...

2

ANALISIS SEMIOTIK PADA RELIEF TEBING

BERASTAGI

Linda Nursanti dan Agus Priyatno ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk membahas relief yang merupakan suatu identitas kebudayaan bagi masyarakat Karo. Relief ini digunakan oleh masyarakat Karo sebagai dasar untuk segala kegiatan adat-istiadatnya sehingga menjadi suatu representasi identitas. Relief merupakan objek penelitian yang membentuk seri cerita melalui rangkaian relief dan diambil empat relief sebagai sampel yang mampu mewakili keseluruhan relief. Aspek yang dikaji adalah fungsi dan makna relief sebagai representasi identitas masyarakat Karo. Relief ini diteliti dengan menggunakan pendekatan melalui teori semiotik. Hasilnya menunjukkan makna pada relief memiliki fungsi dan nilai tertentu dalam kehidupan masyarakat Karo. Aspek ini juga bertujuan menjelaskan aspek ideologi tentang kehidupan masyarakat sekarang ini, yaitu melalui penggambaran masa lalu. Melalui elemen visual pada objek, keseluruhan tanda dapat digolongkan ke dalam tanda berupa icon, indeks, dan simbol serta merupakan tanda berupa qualisign, sinsign, dan legisign. Secara umum, hasil penafsiran melalui pendekatan secara semiotik, Relief Tebing Berastagi mengandung makna pesan tersirat dari nenek moyang masyarakat Karo dan melalui makna ini dapat diketahui fungsi kultural, sosial, ideologi dan relijinya. Relief Tebing Berastagi merupakan rangkaian tanda yang bermakna rangkaian cerita tentang segala bentuk kehidupan masyarakat Karo.

Kata Kunci : Relief, Semiotik, Berastagi. PENDAHULUAN

Relief Tebing Berastagi merupakan salah satu bentuk karya seni yang dapat kita lihat di Kota Berastagi. Karya seni ini termasuk dalam bentuk seni relief yang dibuat di pinggir jalan menuju pusat Kota Berastagi, sekitar 100 meter dari Tugu Perjuangan Berastagi. Relief yang dibuat pada medium batu ini dapat menjadi pendukung objek wisata Berastagi agar lebih diminati para wisatawan bahkan lebih dari itu, relief ini bisa menjadi simbol kota Berastagi.

Relief Tebing Berastagi merupakan salah satu lambang atau simbol yang me miliki nilai-nilai dan makna tertentu. Sebagai suatu la mbang berupa simbol, Relief Tebing Berastagi ini mengandung makna yang berupa gambaran mental, konsep atau pikiran yang merupakan gambaran kehidupan dan kebudayaan masyarakat Karo. Oleh karena itu, relief ini menarik untuk diteliti.

(3)

Linda dan Agus-Analisis Semiotik...

3

Di dalam Relief Tebing Berastagi, terdapat berbagai macam pola dan bentuk yang maknanya disepakati bersama oleh masyarakat Karo. Artinya, masyarakat Karo sepakat bahwa Relief Tebing Berastagi merupakan gambaran kebudayaan masyarakat Karo pada masa awal sampai sekarang. Relief tersebut dijadikan sebagai simbol dan ga mbaran kebudayaan masyarakat Karo karena relief ini dapat menjadi ciri khas masyarakat Karo di mata masyarakat secara umum. Relief Tebing Berastagi merupakan suatu peninggalan hasil kebudayaan Karo pada masa sekarang. Ini merupakan warisan kebudayaan dan wajib untuk dilestarikan karena kebudayaan milik bersama karena warissan kebudayaan ini merupakan suatu kekayaan masyarakat.

Dari latar belakang yang dikemukakan di atas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian, untuk itu penulis menetapkan judul skripsi ini sebagai berikut: Analisis Semiotik Pada Relief Tebing Berastagi.

Rumusan Masalah

Bagaimanakah makna simbolis yang terkandung dalam Relief Tebing Berastagi yang dikaji berdasarkan semiotik dan Apakah fungsi relief tebing Berastagi menurut tafsiran semiotik.

Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai peneliti dari kegiatan penelitian ini adalah: Mengetahui makna yang terkandung pada Relief Tebing Berastagi dengan menggunakan kajian semiotik.

Mengetahui fungsi nilai Relief Tebing Berastagi sebagai kebudayaan masyarakat Karo berdasarkan kajian semiotik

KAJIAN PUSTAKA Konse p

Pada tingkat konkret, konsep merupakan suatu gambaran mental dari beberapa objek atau kejadian yang sesungguhnya. Pada tingkat abstrak dan komplek, konsep merupakan sintesis sejumlah kesimpulan yang telah ditarik dari pengalaman dengan objek atau kejadian tertentu.

Objek penelitian dalam semiotik boleh dikatakan tidak terbatas jumlah dan bentuknya karena berkaitan dengan tanda. Ecco (1972) mengusulkan sebuah ranah semiotika yang berkaitan dengan objek penlitian yaitu antara lain: tanda-tanda yang berasal dari hewan (semiotika binatang), sinyal penciuman, komunikasi melalui sentuhan langsung, sinyal indra rasa, tujuan dan jenis suara (Paralinguistik), musik, bahasa yang diformalkan, bahasa tertulis, abjad yang tak dikenal, kode rahasia, bahasa alamiah, komunikasi secara visual, dan objek-objek estetika.

Dari berbagai objek penelitian di atas, dapat diketahui bahwa konsep dalam penelitian ini adalah terdapat dalam bentuk komunikasi secara visual. Komunikasi visual dapat dilihat dari berbagai bentuk seperti, lukisan, patung, seni pahat dan lain-lain. Relief sendiri termasuk seni pahat. Oleh karena itu, Relief Tebing

(4)

Linda dan Agus-Analisis Semiotik...

4

Berastagi sebagai objek yang diteliti berdasarkan kajian semiotik juga masuk kedala m objek kajian dalam bentuk komunikasi secara visual.

Analisis

Secara umum analisis merupakan proses pencarian jalan keluar, pemecahan masalah yang berangkat dari dugaan akan kebenarannya, penyelidikan terhadap suatu pristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Analisis Merupakan suatu proses me meriksa atau mengidentifikasi masalah (mencari jalan keluar) suatu pristiwa dirumuskan secara sistematis yang diperoleh dari wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain sehingga dapat dipahami untuk mengetahui unsur keadaan dalam suatu kejadian yang sebenarnya.

Salah satu bentuk analisis adalah merangkum sejumlah data besar yang masih mentah menjadi informasi yang dapat diinterpretasikan. Kategorisasi atau pemisahan dari komponen-komponen atau bagian-bagian yang relevan dari seperangkat data juga merupakan bentuk analisis untuk membuat data-data tersebut mudah diatur. Se mua bentuk analisis berusaha menggambarkan pola-pola secara konsisten dalam data sehingga hasilnya dapat dipelajari dan diterje mahkan dengan cara yang singkat dan penuh arti.

Bidang Kajian Se miotika

Secara etimologi istilah semiotika berasal dari kata Yunani semion yang berarti ‘tanda’. Tanda terdapat dimana-mana: kata adalah tanda, demikian juga gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera, dan sebagainya. Diantara sekian banyak pakar tentang semiotika ada dua orang yang patut disebutkan secara khusus dalam hubungannya dengan kelahiran semiotika modern, yaitu Charles Sanders Pierce (1839-1914) dan Ferdinand de Saussure (1857-1913). Charles Sanders Pierce merupakan ahli filsafat dan ahli logika, sedangkan Saussre adalah cikal bakal liguistik umum.

Semiotika adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, yakni cara berfungsinya, hubunganya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang me mpergunakannya. Semiotika me miliki hubungan dengan cabang ilmu lainnya. Hubungan ini berkaitan dengan hubungan antartanda.

Apabila studi tentang tanda ini berpusat pada penggolongannya, pada hubungannya dengan tanda-tanda lain, pada cara bekerja sama menjalankan fungsinya itu adalah kerja dalam sintaksis semiotik. Apabila studi ini menonjolkan hubungan tanda-tanda dengan acuannya dan dengan interpretasi yang dihasilkannya itu adalah cara kerja semantik semiotik. Apabila studi tentang tanda ini mementingkan hubungan antara tanda-tanda dengan pengirim dan penerimanya itu adalah cara kerja pragmatik semiotik.

a. Pe ngertian Tanda

Tanda me miliki dua aspek yaitu petanda (signified) dan penanda (signifier). Penanda adalah bentuk formalnya yang menandai sesuatu yang disebut petanda,

(5)

Linda dan Agus-Analisis Semiotik...

5

sedangkan petanda adalah sesuatu yang ditandai oleh penanda itu, yaitu artinya. Tanda dibedakan menjadi 2 :

1. Tanda alami (natural)

contoh : bila awan berubah menjadi gelap, itu tandanya akan turun hujan. 2. Tanda yang disepakati (konvensional)

contoh : tepuk tangan, berjabatan tangan (itu juga tergantung konteks).

Tanda itu tidak hanya satu macam, tetapi ada beberapa berdasarkan hubungan antara penanda dan petandanya. Jenis-jenis tanda yang utama adalah ikon, indeks dan simbol. Salah satu bentuk tanda yang kerap ditemukan dalam karya atau artifak manusia purba adalah ungkapan bahasa rupa (karya seni, gambar, alat-alat, arsitektur, tulisan, benda pakai).

berdasarkan keberadaannya, menjadi tiga bagian yaitu, Qualisign: Tanda yang terjadi berdasarkan sifatnya (seperti warna merah yang dipakai sebagai tanda untuk sosialisme, cinta, bahaya, larangan, marah dan sebagainya), Sinsign: Tanda yang terjadi berdasarkan bentuk atau rupanya dalam kenyataan (Seperti jeritan orang yang dapat menandakan rasa senang, terkejut, atau kesakitan), Legisingn: Tanda yang terjadi atas sesuatu yang berlaku umum, merupakan konvensi atau kode (seperti tanda-tanda yang dipakai dalam bahasa atau matematika)

b. Pe nge rtian Makna

Dala m ilmu liguistik pemahaman antara denotasi dan konotasi dibedakan pada muatan bahasanya. Pada konotasi, aspek ekspresi jauh lebih besar dibanding dengan muatan pengertian yang terdapat pada denotasi. Dengan demikian untuk bahasa yang bersifat keilmuan eksakta ataupun informasi, ataupun lebih tepat jika menggunakan pemaha man denotatif, sedangkan untuk pengungkapan kebahasaan yang bersifat ekspresi seperti novel, puisi, esai, ataupun syair, penggunaanya cenderung lebih bersifat konotatif.

Demikian pula dala m bidang desain yang dapat dianalogikan dengan bahasa visual. Untuk gambar teknis, informasi atau aspek-aspek yang berkaitan dengan produksi cenderung digunakan tanda-tanda visual yang bersifat denotasi, sehingga tidak terjadi pembiasan makna. Sedangkan untuk hal-hal yang bermuatan ekspresi seperti, bentuk, citra, motif, ornamen dan lain sebagainya cenderung diterapkan tanda-tanda konotatif.

Relief

Relief adalah karya seni yang biasanya dibuat di atas medium batu. Bentuk pahatan ini biasanya dijumpai pada bangunan candi, kuil, monumen dan tempat bersejarah kuno. Relief bisa merupakan pahatan yang berdiri sendiri maupun merupakan sebagian dari panel relief lain yang me mbentuk sebuah seri cerita atau ajaran, Relief sebagai hasil seni pahat dua dimensi yang biasanya dibuat di atas medium batu berupa candi, kuil, pilar atau pun monumen.

Seni relief dapat juga disebut dengan seni pahat. Seni pahat merupakan karya seni rupa yang memiliki dimensi antar dua dimensi dan tiga dimensi. Hal ini disebabkan karena bentuk dari pahatan memiliki ketebalan atau timbul. Hanya saja karya seni

(6)

Linda dan Agus-Analisis Semiotik...

6

relief tidak dapat dinikmati dari segala sisi atau hanya dapat dinikmati dari sisi depan saja.

Menurut H. W. Fowler dan F.G. Fowler (1953:229) menjelaskan sebagai berikut: “Relief is method moulding or carving or sta mping in which stand out from plane or curved sur face with projections proporioned and more or less. (Relief adalah metode mencetak atau memahat maupun mencap, yang mana captersebut

menonjol pada bidang yang dicap atau kurang lebih merupakan permukaan yang melengkung dengan pertolongan proyeksi yang berpotongan”.

Kebudayaan

Menurut Koentjaraningrat (2000:181) kebudayaan dengan kata dasar budaya berasal dari bahasa sangsakerta ”buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Jadi, Koentjaraningrat mendefinisikan budaya sebagai “daya budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu. Jadi, kebudayaan atau disingkat “budaya”, menurut Koentjaraningrat kebudayaan merupakan “keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.”

Masyarakat Karo

Berastagi merupakan salah satu kota yang terletak di wilayah kabupaten Karo yang berada pada ketinggian sekitar 4.594 kaki dari permukaan laut dan dikelilingi barisan gunung-gunung, Berastagi juga dikenal dengan julukan kota markisa dan jeruk manis. Lebih dari itu berastagi juga dikenal sebagai kota yang menyimpan banyak nilai sejarah yang diga mbarkan dengan bangunan-bangunan bergaya eropa sebagai bentuk peninggalan zaman penjajahan kolonialisme Belanda dan bangunan-bangunan yang menggambarkan kehidupan nenek moyang masyarakat suku Karo sejak penciptaan hingga kelangsungan kehidupan mereka sebagai masyarakat agraris yang dengan teguh memegang aliran kepercayaan sukanisme/pemena. Berdasarkan perkiraan-perkiraan yang disusun para ahli, penduduk asli Sumatera Utara ini berasal dari Hindia Belakang yang datang ke kawasan ini secara bertahap. Hal inilah maka kemudian corak ragam budaya penduduk pribumi Sumatera Utara ditemukan perbedaan-perbedaan. Dalam masyarakat Karo pun, ada ditemukan mitos tentang asal usul etnis ini. Mitos ini tidak berkait erat dengan hal-hal yang sulit ditelusuri oleh akal seperti yang mengusut asal-usul leluhurnya dari langit yang turun di puncak gunung Pusuk Buhit (Toba).

Dala m beberapa literatur tentang Karo, etimologi Karo berasal dari kata Haru. Kata Haru ini berasal dari nama kerajaan Haru yang berdiri sekitar abad 14 sampai abad 15 di daerah Sumatera Bagian Utara. Kemudian pengucapan kata Haru ini berubah menjadi Karo. Inilah diperkirakan awal terbentuknya nama Karo.

METODOLOGI PENELITIAN Metode Pe nelitian

(7)

Linda dan Agus-Analisis Semiotik...

7

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Metode merupakan cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.

Metode padan dilakukan untuk mencari identitas yang berdasarkan tingginya kecocokan dan kesesuaian data di lapangan. Maka dapat diketahui, bahwa setiap adanya peristiwa ataupun kejadian melibatkan berbagai unsur yang dapat terjadi sebagaimana adanya. Teknik ini disebut dengan teknik referensial. Selanjutnya data yang telah dianalisis disajikan secara formal sehingga hasil analisis dipaparkan secara sistematis dalam bentuk laporan ilmiah berupa skripsi, dengan menggunakan bahasa dan teks gambar yang mudah dipahami secara informal disajikan dengan deskripsi kata-kata.

Prosedur Penelitian a. Pengumpulan Data

Pemerolehan data berjenis data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:

1. Observasi, yaitu pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung ke objek penelitian. Bersama dengan observasi diadakan pencatatan dan pemotretan 2. Wawancara, yaitu cara pengumpulan data dengan wawancara mendalam melalui narasumber yang mengetahui tentang kebudayaan masyarakat Karo. Informasi yang diperoleh dicatat dan direkam.

Adapun pemilihan untuk menjadi narasumber ditetapkan dengan persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

1. Ketua adat

2. Tokoh kebudayaan Karo 3. Seniman Karo

b. Analisis Data

Semua data yang telah terkumpul dianalisis untuk menyelesaikan per masalahan penelitian yang telah ditentukan. Metode yang digunakan untuk menganalisis data yang telah terkumpulkan adalah dengan metode padan. Metode padan adalah metode yang alat penentunya diluar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian di lapangan, dite mukan bahwa relief yang terdapat pada Tebing Berastagi adalah salah satu simbol yang merupakan gambaran kehidupan dan kebudayaan masyarakat Karo. Relief tersebut merupakan hasil karya manusia dengan berbagai macam pola dan bentuk yang maknanya disepakati bersama oleh masyarakat setempat sebagai simbol yang mampu mewakili cerita tentang kebudayaan Karo.

(8)

Linda dan Agus-Analisis Semiotik...

8

Relief Tebing Berastagi merupakan identitas kebudayaan masyarakat Karo. Masyarakat Karo menjadikan relief tersebut sebagai dasar dan cikal bakal untuk membentuk pola kehidupan mereka. Lebih dari itu, masyarakat Karo meyakini bahwa semua relief tersebut me miliki muatan makna yang ingin disa mpaikan nenek moyang leluhur kepada se mua generasi masyarakat Karo untuk hidup sesuai pola yang telah dibuat pada Tebing Berastagi yang berbentuk relief agar kehidupan masyarakat Karo tetap sejahtera di bumi te mpat mereka berada. Kee mpat jenis relief tersebut diinterpretasikan sebagai gambaran kehidupan dan segala sesuatu yang sudah dikenal masyarakat Karo pada masa – masa awal dimulainya peradaban kehidupan masyarakat Karo itu.

Representasi relief di Berastagi selalu dijadikan sebagai dasar yang terutama dan memiliki peranan penting dalam setiap aspek kehidupan masyarakat. Setiap tradisi yang ada sekarang tetap berkembang dalam masyarakat Karo dengan bersumber dari penggambaran relief tersebut, berupa prosesi penguburan anggota masyarakat yang meninggal dunia, prosesi pernikahan, sistem pertanian maupun pengelolahan hasil bumi dalam menunjang kehidupan yang lebih teratur serta prosesi yang lain yang dikenal dala m kebudayaan masyarakat Karo. Relief ini telah menjadi realisasi konsep yang melatarbelakangi lahirnya ideologi masyarakat Karo dan menjadi pedoman hidup yang masih tetap dipegang teguh oleh masyarakat Karo.

Penerapan warna pada relief didominasi oleh warna emas pada setiap gambar. Pemilihan warna emas mengibaratkan sesuatu yang berharga sama halnya dengan emas sesungguhnya. Selain untuk memperjelas gambar pada relief, warna emas pada relief juga berfungsi untuk memberi kesan keindahan pada relief tersebut. Dari rangkaian relief Turi- turin Tembe Doni Nina Nininta Kalak Karo, relief tersebut dapat dikelompokkan menjadi e mpat bagian. Pengelompokan ini dibuat berdasarkan jenis gambar yang ma mpu mewakili proses kehidupan masyarakat Karo yang diyakini hingga saat ini sebagai cikal bakal kebudayaan Karo itu sendiri. Menurut jenisnya, pengelompokan pengelompokan relief tersebut adalah:

Relief yang menggambarkan perwujudan Tuhan dalam sistem kepercayaan masyarakat Karo, Relief yang menceritakan legenda Laukawar, Relief yang menggambarkan Tuan Paduka Niaji dan Relief yang menggambarkan kehidupan masyarakat Karo yang hidup dengan bercocok tanam

Hasilnya menunjukkan makna pada relief memiliki fungsi dan nilai tertentu dalam kehidupan masyarakat Karo. Aspek ini juga bertujuan menjelaskan aspek ideologi tentang kehidupan masyarakat sekarang ini, yaitu melalui penggambaran masa lalu. Melalui elemen visual pada objek, keseluruhan tanda dapat digolongkan ke dalam tanda berupa icon, indeks, dan simbol serta merupakan tanda berupa qualisign, sinsign, dan legisign. Secara umum, hasil penafsiran melalui pendekatan secara semiotik, Relief Tebing Berastagi mengandung makna pesan tersirat dari nenek moyang masyarakat Karo dan melalui makna ini dapat diketahui fungsi kultural, sosial, ideologi dan relijinya. Relief Tebing Berastagi merupakan rangkaian tanda yang ber makna rangkaian cerita tentang segala bentuk kehidupan masyarakat Karo. 1. Relief yang menggambarkan perwujudan Tuhan dalam sistem kepercayaan masyarakat Karo. Relief yang menggambarkan tiga Tuhan (Dibata) yang dipercaya masyarakat Karo sebagai Tuhan yang menciptakan segala sesuatu yang ada di dunia

(9)

Linda dan Agus-Analisis Semiotik...

9

ini, ketiga Tuhan tersebut diyakini berada diatas awan dan memiliki kekuasaan masing-masing yang berbeda. Relief ini merupakan satu bentuk tanda yang maknanya disepakati bersama.

Relief yang menggambarkan tiga Tuhan merupakan tanda-tanda kebahasaan. Sebagai tanda kebahasaan relief ini termasuk ke dalam Simbol yang me miliki makna, yaitu simbol yang mengandung pesan tersirat tentang kepercayaan masyarakat Karo terhadap adanya Tuhan. Dengan adanya tanda ini masyarakat yang sudah percaya menjadi lebih percaya, oleh karena itu tanda ini dapat dikategorikan sebagai tanda berupa Indeks. Pemahaman mengenai tanda dalam bentuk relief ini juga dapat dilihat dari kemiripan tanda dengan tanda penggambaran Tuhan pada umumnya sehingga tanda ini juga ter masuk ke dalam anda berupa Ikon.

Relief ini terjadi berdasarkan sifatnya, yaitu relief yang didominasi warna emas. Warna emas ini memiliki arti kemegahan. Berdasarkan sifatnya itu, tanda ini digolongkan ke dalam Qualisign karena berhubungan dengan kualitas yang ada pada tanda. Kualitas yang dimaksud adalah warna dasar relief. Eksistensi aktual benda, peristiwa, atau realitas fisik yang nyata pada elief ini juga dapat mengarahkan relief ini masuk ke dala m tanda Sinsign yaitu tanda yang terjadi berdasarkan bentuk atau rupa dalam kenyataan. Makna ini berkaitan dengan ga mbar yang terdapat dalam tanda artinya masyarakat Karo sepakat bahwa relief ini dapat menjadi tanda yang bermakna, oleh karena itu relief ini dapat dikategorikan sebagai Legisign.

Secara Denotatif, relief tersebut memiliki makna sesuai dengan relief yang menggambarkan tiga Tuhan yang diyakini sebagai penguasa atas alam se mesta. Tiga Tuhan yang digambarkan sedang duduk bersila di atas awan dan membawahi alam yang diga mbarkan dengan adanya pohon-pohonan. Hal ini bermakna Tuhan berada di atas alam semesta termasuk di dalamnya manusia sebagai penghuni alam semesta. konotatif, Relief yang menggambarkan tiga Tuhan ini mengandung makna bahwa masyarakat Karo meyakini dan mempercayai adanya tiga Tuhan yaitu: a. Dibata Idatas atau Guru Butara Atas yang menguasai alam raya/langit yang

digambarkan di bagian tengah

b. Dibata Itengah atau Tuan Paduka Niaji yang menguasai bumi atau dunia yang digambarkan di sebelah kanan

c. Dibata Iteruh atau Tuan Banua Koling yang menguasai di bawah atau di dalam bumi yang digambarkan di sebelah kiri.

2. Relief yang menggambarkan kekuatan Tuan Paduka Niaji ini adalah sebuah rangkaian cerita tentang penciptaan dunia pada masa awal menurut kepercayaan nenek moyang masyarakat Karo. Tuan Paduka Niaji selain dikenal sebagai seorang yang memiliki kekuatan yang maha dahsyat, juga dikenal sebagai Tuan atas semua bencana yang dapat mengancam keberadaan manusia dan dunia. Berdasarkan hubungan tanda dengan acuannya, relief yang mengga mbarkan Tuan Paduka Niaji termasuk ke dalam Simbol. Melihat kemiripan dengan tanda lain dalam menentukan makna, relief ini termasuk Ikon. Dengan memaknai dan me medomani nilai yang terkandung di dalamnya tanda ini dapat berupa Indeks.

(10)

Linda dan Agus-Analisis Semiotik...

10

Warna emas ini merupakan suatu kualitas tanda di mana warna emas mengandung makna kebesaran, kekuatan atau segala sesuatu yang berharga sama halnya dengan emas sesungguhnya. Dengan adanya kualitas pada tanda relief ini, relief ini dapat digolongkan ke dalam tanda Qualisign. Dengan adanya kualitas pada tanda relief ini, relief ini dapat digolongkan ke dala m tanda Qualisign. Norma-norma yang terkandung di dalam relief ini mambuat relief ini dapat digolongkan ke dalam Legisign.

Makna Denotatif relief yang menggambarkan Tuan Paduka Niaji secara visual digambarkan adalah sebagai berikut, diga mbarkan seorang manusia sedang mengarahkan tangannya ke arah sebuah benda yang menyerupai batu dan dari tangannya muncul semacam cahaya yang juga mengarah ke benda tersebut. Secara konotasi, makna relief mengandung makna tersirat, gambar seseorang yang mengarahkan tangannya ke arah suatu benda yang merupakan gambaran daratan memberitahu bahwa pada masa awal manusia memiliki kesaktian karena manusia memiliki kekuatan Tuhan.

3. Legenda Lau Kawar merupakan sebuah legenda yang berkembang di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Menurut masyarakat setempat, sebelum terbentuk menjadi sebuah danau yang indah, Danau Lau Kawar adalah sebuah desa yang bernama Kawar. Relief yang menggambarkan legenda Danau Lau Kawar ini termasuk ke dalam jenis Ikon. Relief yang mengga mbarkan Legenda Danau Lau Kawar ini termasuk tanda dalam bentuk Indeks. Hal ini berkaitan dengan hubungan sebab-akibat yang diwakili oleh relief sebagai tanda dengan masyarakat Karo sebagai penerima tanda. Relief yang mengga mbarkan legenda Danau Lau Kawar ini termasuk ke dalam Simbol. Simbolitas dalam relief ini dapat dilihat dari rangkaian gambar pada relief yang menunjukkan gambaran pesta adat sementara di sisi lain digambarkan seseorang yang sakit.

Relief sebagai tanda memiliki kualitas objek dengan tanda dasar (ground) yang didominasi warna e mas. Warna e mas di sini mewakili segala sesuatu yang mewah dan berharga. Selain itu, warna dasar relief yang berwarna hitam mela mbangkan relief mengandung cerita tersirat. Dengan adanya kualitas pada relief ini, relief ini dapat digolongkan sebagai Qualisgn, yaitu tanda yang berkualitas. Dengan adanya eksistensi-eksistensi ini, tanda ini dapat digolongkan dengan tanda berupa Sinsign. Oleh karena itu, tanda relief yang mengandung norma sesuai dengan kesepakatan ini dapat digolongkan ke dalam Legisign.

Secara denotatif, relief yang mengga mbarkan legenda Danau Lau Kawar ini dapat dilihat dengan menampilkan kode visual yang ada pada relief

.

Secara konotatif, pemaknaan relief yang mengga mbarkan Legenda Danau Lau Kawar tidak dilihat hanya sekadar berdasarkan kode visual saja, tetapi lebih melihat pada unsur lain yang mendukung pemaknaan.

4.

Relief yang menggambarkan kehidupan masyarakat Karo yang hidup dengan bercocok tanam dapat digolongkan ke dalam tanda berupa Ikon. Ikonitas ini didapat dari pemaknaan terhadap relief yang sesuai dengan pe maknaan oleh kesepakatan bersama. Hal ini merupakan toeri sebab-akibat, oleh karena itu tanda ini dapat juga digolongkan ke dalam tanda berupa Indeks. Selain itu, tanda dalam

(11)

Linda dan Agus-Analisis Semiotik...

11

bentuk relief ini juga merupakan Simbol. Simbolitas ini menjadikan relief ini sebagai struktur ber makna dan dapat menjadi simbol kebudayaan masyarakat Karo

.

Tanda yang memiliki kualitas mengakibatkan tanda ini dapat digolongkan sebagai Qualisign. Pada saat ini, masyarakat Karo masih mengandalkan kehidupan di sektor pertanian. Hal ini berarti masyarakat Karo sudah melakukan ini sejak dahulu dan gambaran yang terdapat dalam tanda dapat mewakili realitas fisik itu. Dengan adanya eksistensi benda dan peristiwa nyata itu, relief sebagai tanda ini dapat digolongkan sebagai Sinsign. Dengan adanya nor ma-norma yang terkandung dalam relief ini, relief yangmenggambarkan kehidupan masyarkat Karo yang hidup dengan bercocok tanam ini dapat digolongkan ke dalam Legisign,

Secara Denotatif, relief yang menggambarkan kehidupan masyarakat Karo yang hidup dengan bercocok tanam memiliki makna bahwa masyarakat Karo hidup dengan bertani. Secara Konotatif, relief yang mengga mbarkan kehidupan masyarakat Karo yang hidup dengan bercocok tana m menampilkan cara masyarakat Karo me mpertahankan kehidupan yaitu dengan bercocok tanam. Masa bercocok tanam lahir melalui proses yang sangat lama dan tidak dapat dipisahkan dari usaha manusia pada masa awal dala m memenuhi kebutuhan hidupnya.

KESIMPULAN

Setelah dilakukan pengamatan dan analisis dalam penelitian ini maka diperoleh kesimpulan, sebagai berikut:

1. Melalui relief yang mengga mbarkan tentang kehidupan dan kebudayaan Karo dapat digolongkan sebagai tanda.

2. Berhubungan dengan kajian semiotika secara umum menghasilkan pemaknaan tanda dari aspek konotatif yang memberikan visualisasi akan bentuk dan motif. Visualisasi tanda yang ditampilkan lebih banyak terinspirasi dari sistem kepercayaan dan kebudayaan masyarakat Karo pada masa lalu.

3. Berhubungan dengan kajian semiotika secara umum menghasilkan pemaknaan tanda dari aspek konotatif yang me mberikan makna tersirat. Tanda yang dipaha mi sebelumnya sebagai pemahaman tradisi kebudayaan masyarakat Karo mengala mi pergeseran makna yang konstruktif. Dimana nilai magis/magi ditinggalkan dan diberi nilai religius dengan upaya inkulturasi.

4. berkaitan dengan makna Relief Tebing Berastagi secara keseluruhan mengandung makna kehidupan masyarakat Karo pada masa awal. Makna relief menunjukkan bahwa relief ini dapat dikatakan sebagai hasil kebudayaan masyarakat Karo. Melalui makna juga dapat diketahui maksud dari istilah Turi- turin Tembe Done Nina Nininta Kalak Karo yang artinya adalah pesan dari nenek Moyang Karo berkenaan dengan kebudayaan.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka peneliti menyampaikan beberapa saran antara lain:

(12)

Linda dan Agus-Analisis Semiotik...

12

1. Di institusi Dinas Pendidikan Nasional perlu diperkirakan dan dikembangkan pembelajaran kesenian berbasis kebudayaan lokal supaya budaya tidak tersisihkan akan keberadaan kemajuan teknologi digital saat ini. Tertuju pada institusi pendidikan seni rupa perlu dicanangkan dan dikembangkan pendekatan secara semiotik dalam mengapresiasi sebuah karya seni tradisional. Sekaligus menambah kegiatan diskusi yang berkaitan dengan apresiasi karya seni melalui pendekatan semiotika.

2. Untuk Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, agar lebih memberdayakan potensi yang ada pada Relief Tebing Berastagi.

3. Agar penelitian ini tidak sampai disini saja, diharapkan adanya penelitian lanjutan kepada peneliti lain dengan menggunakan pendekatan ilmu se miotika ini, karena tidak menutup kemungkinan akan penciptaan karya seni dan tradisinya untuk menginterpretasi karya dalam mengapresiasi atau mencari kebenaran akan persepsi-persepsi berdasarkan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, dan bahkan sistem nilai-nilai tradisinya.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Amin ,Woodruff. 1987. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Djajasudarma, Fatimah .1999. Semantik 2. Bandung. Rafika Aditama.

Eco, Umberto. 1984. Semiotics And The Philosophy of Language. London. The Macmillan Press LTD

Halliday, M. A. K. Dan Ruqaiyah, Hasan. 1992. Bahasa, Konteks, dan teks.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Herusatoto, Budiono. 2000. Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Yogyakarta. Hanindita Graha Widia.

H. W. Fowler and F. G. Flowler 1953. The Concise Oxford Dictionary. London. The University Press

Koentjaraningrat. 1981. Metode Penelitian Masyarakat. Cetakan kedua. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat. 1993. Manusia Dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan

Lechte, Jhon, 2001. 50 Filsuf Kontemporer: dari strukturalisme sampai Posmodernitas. Penerjemah A. Gunawan Admiranto. Yogyakarta: Kanisius.

Mayer, Ralp 1943. A Dictionary of Art Terms and Techniques. New York. Thomas Y. Growell Company

Pradopo, Rachmat Djoko. 1995 . Beberapa Teori dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Poerwadarminta, W. J. S. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Pringgodigdo, A. G. 1973. Borobudur. Jakarta. Jambatan.

Pringgodigdo, A. G. 1973. Ensiklopedia Umum. Yogyakarta. Yayasan Kasinus. Sachari, Agus. 2002. Metodologi Penelitian Budaya Rupa. Jakarta: Erlangga. Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

(13)

Linda dan Agus-Analisis Semiotik...

13

Sudjiman, Panuti dan Aart van Zoest. 1992. Serba-Serbi Semiotika. Jakarta: Gramedia Pustaka Uta ma.

Sugiyono, 2005. Teknik Pengambilan Sampel. Jakarta: Balai Pustaka. Trabaut, Jurgen. 1995. Dasar-dasar Semiotik, Dra. Sally, 1996,

Pattinasarany. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Tabrani, Primadi. 2005. Bahasa Rupa. Bandung: Kelir

Wijaya, Laksmi. 2009. Ejaan Yang Disempurnakan. Jawa Barat: Pustaka Makmur Sumbe r Media Inte rnet/We bsite:

http://budayakaro.wordpress.com/2009/08/25/religi-rakyat-karo/ Agustus 25, 2009 • 4:39 pm. http://karosiadi.blogspot.com/2012/05/ Kebudayaan.html. http://samsudinrembank.blogspot.com/2010/01/populasi-dan-sa mpel-penelitian_23.html http://sepercik-supriatna73.blogspot.com/2008/12/teknik-pengambilan-sampel.html. Kamis, 11 Dese mber 2008.

http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2035426-pengertian-konsep/#ixzz27YEwL6ua, 25 November 2009.

Jurnal:

Supriyadi. 1999.Bahasa, Simbol, dan Religi. Artikel di Jurnal Humaniora Volume XI, No. 1/1999.

Djoko Pradopo, Rachmat. Semiotika: Teori, Metode, dan Penerapannya. Artikel di Jurnal Humaniora Volume X, No. 1/1998.

Sinulingga, Desnalri. 2009. Analisis Perkembangan Ornamen Ayo-Ayo Rumah Adat Karo Pada Bangunan Berasitektur Modern Di Kabupaten Karo, Volume. XI, No. 1/2009.

Le mbaga yang ditulis atas nama le mbaga terebut:

Koleksi Museum. 1996. Katalok Peralatan Pertanian Tradisional Daerah Sumatera Utara. Medan: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Skripsi:

Ginting, Zakaria. 2010. Teks Relief Pilar Tebing Di Berastagi Sebagai Representasi Identitas Kebudayaan Karo. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Hutahuruk, Indra. 2012. Analisis Semiotika Ornamen Batak Toba Pada Gereja Katolok Kristus Raja Semesta Alam Stasi Sarudik-Sibolga Tapanuli Tengah.Medan: Universitas Negeri Medan

Referensi

Dokumen terkait

Harmer suggests some listening principles (2007), ‘firstly a teacher should encourage his students to listen as often and as much as possible.. Listening is a process; the more

Dalam beberapa jenis sel otot, Retikulum endoplasma halus (disebut sebagai retikulum sarkoplasma) menyimpan ion kalsium. Hasil rilis ion kalsium ini pada kontraksi

2. Jika hal tersebut terjadi bukan disebabkan ke- cerobohan pemilik maka tidak ada kewajiban untuk menggantinya, kecuali jika hewan ter- sebut telah telah berstatus sebagai

Mendioagnisis Acute Myeloid Leukemia sangat bergantung pada data klinis. Prediksi Acute Myeloid Leukemia bisa membantu para ahli medis melalui data klinis

Deklarasi persona non-grata yang dikenakan kepada seorang duta besar, termasuk staf misi diplomatik lainnya, khususnya terhadap mereka yang sudah tiba atau berada

ada pasien dengan gejala konstitusional , lesi osteolitik  yang tersebar, komponen protein M sedang, dan kurang dari &%0 sel plasma yang tersebar, komponen protein M sedang,

Ditinjau dari aspek yuridis landasan hukum kebijakan moratorium remisi yang hanya didasarkan pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pemasyarakatan tidak cukup kuat

Struktur Beton Bertulang 1 28 Ida Bagus Rai Widiarsa,ST, MASc., Ph.D Struktur Beton Bertulang 2 28 I Ketut Sudarsana, ST, Ph.D.. Struktur Beton Bertulang 3