commit to user BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini meliputi 1. Kategori dan Ekspresi Linguistik Ranah Pertanian yang Mencerminkan Pemikiran Kolektif dan Kearifan Lokal, 2. Eksistensi Folklor yang Mencerminkan Kearifan Lokal Petani, 3. Pandangan Dunia, Pandangan Hidup, dan Pola Pikr Petani yang Mencerminkan Kearifan Lokal, 4. Karakteristik Bahasa dan Budaya Komunitas Petani Kebumen yang Berbeda dengan Daerah Periferal dan Pusat Budaya.
1. Kategori dan Ekspresi Linguistik Ranah Pertanian yang Mencerminkan Pemikiran Kolektif dan Kearifan Lokal
Pemikiran kolektif dan kearifan local pada komunitas petani yang dikaji melalui Kategori dan ekspresi diuraiakn dalam Bab lima melalui beberapa ranah yakni : ranah pertanian padi gaga, ranah perkebunan, ranah peternakan, dan ranah empang sawah. Setelah pembahasan tentang pemikiran kolektif akan diuraikan kearifan local pada masing-masing ranah.
a. Pemikiran Kolektif Terkait Ranah Pertanian Padi Gaga32
Bagi masyarakat Pesisir Selatan, sawah tidak sekadar menjadi sumber mata pencaharian. Sawah menyimpan nilai kearifan lokal di dalamnya, seperti tampak dalam upacara menanam dan memanen padi. Bagi kalangan masyarakat petani, dikenal upacara Mboyong Mbok Sri/ Dewi Sulasih, upacara methik yang disebut jabel, upacara wiwit, dan upacara Bersih Desa. Upacara- upacara ini
32 Pada dataran tinggi Watu Agung disebut sebagai pari gathak yang diambil sisa-sisa panen yang tumbuh kemudian ditanam ulang. Namun karena perkembangan demografi maka hal tersebut berubah menjadi padi gaga yang mana makin lama pari gaga ini sekarang di pesisir Selatan Kebumen menjadi system gaga karena padi yang ditanam adalah padi biasa.
commit to user
memiliki tujuan mulia untuk menjaga keseimbangan alam dan memakmurkan kaum tani. Pada sawah lahan kering atau juga disebut tegalan ini biasa dimanfaatkan oleh para petani sebagai lahan untuk menanam padi gaga ‘pari
gaga’. Pari gaga ‘padi gaga’= padi ladang: Padi gaga di lokasi penelitan ini
bukanlah merupakan nama jenis padi, melainkan penanaman padi dengan sistem gaga yaitu lahan kering, sedangkan yang ditanam jenisnya adalah jenis padi seperti Cisedani, Ir 64, Cibagendit, dan lain-lain. Sebaliknya pari gaga pada daerah dataran tinggi memiliki makna yang berbeda yakni sebagai pari gathak ‘pari liar’ artinya padi yang tidak dikultivasi. Pari gaga ‘padi ladang’ di lokasi penelitian yakni sebagai dataran rendah di pesisir Selatan ini merupakan penanaman padi yang menggantungkan perairannya dari tadah hujan sehingga mempunyai usia yang lebih panjang dibandingkan dengan padi yang ditanam pada tanah basah yang disebut sebagai padi sawah (Kebumen dalam Angka, 2009: 157). Padi gaga ini ditanam dengan
cara bergantian dengan tanaman jagung atau kacang tanah. Hal ini dilakukan untuk memutus siklus hama. Hama tanaman padi gaga ini biasanya berupa uret yang memakan akar padi sehingga padi gagal tumbuh. Cara petani dalam mengatasi hama ini telah dilakukan secara turun temurun dengan cara menggenangi lahan untuk waktu beberapa hari sebelum menanam padi
gaga. Dengan cara ini, uret tersebut akan mati. Penyakit lain yang menyerang daun padi adalah nglaras33 yang biasa disebut oleh petani sebagai kena kuning ‘kena kuning’ . Makna kena kuning ‘kena kuning’ adalah penyakit nglaras1 . Bila seorang petani sudah mengucapkan ekspresi tersebut, ada nuansa kepedihan di balik ekspresi tersebut. Mereka menyebutnya kena kuning ‘kena kuning’ setara
33 Nglaras dari kata klaras dalam bahasa Jawa yang berarti daun. Hal ini disebabkan penyakit ini menyerang daun dan membuat daun menjadi layu
commit to user
dengan petani Jawa yang menyebut tikus sebagai den baguse ‘tuan yang tampan’. Penyebutan itu dimaksudkan untuk menghargai dan menganggap penyakit tanaman itu sebagai teman. Mereka tidak mengganggapnya sebagai penyakit agar hama itu tidak tidak ngamuk ‘marah’ sehingga mengakibatkan kerugian yang makin parah. Masyarakat setempat meyakini bahwa mala ‘penyakit’ ada yang ngangon ‘menggembalakan’. Cara mengatasi hama untuk penyakit ini hanya dengan menaburi awu alus ‘abu halus’. Tanaman pari gaga ‘padi gaga’ memiliki bagian-bagian seperti damen ‘pohon padi’, lamen ‘gagang padi’, gabah ‘biji padi yang belum diselep’, beras, menir, katul, mendong, merang, oman. Apabila telah menjadi beras dan sudah dimasak, biji padi menjadi sega ‘nasi’ dan bagian dari nasi yang hanya satu biji saja disebut upa.
Pertanian dalam arti luas mencakup subsektor pertanian bahan tanaman pangan seperti padi, perkebunan, peternakan, serta perikanan. Lahan persawahan di Kabupaten Kebumen mencapai dua pertiga di antaranya merupakan sawah irigasi, baik irigasi secara teknis, sederhana PU, sederhana non-PU maupun irigasi setengah teknis. Adapun sepertiga lainnya merupakan sawah tadah hujan, yaitu sawah yang penggunaan lahannya tergantung musim. Lahan ini membentang lurus sepanjang pesisir Selatan. Hasil panen padi dikenal sebagai padi sawah bagi sawah padi yang dihasilkan dari sawah basah, sedangkan padi ladang adalah padi yang dihasilkan dari sawah tadah hujan yang diolah secara gaga. Dalam kaitan dengan penanaman padi gaga ini terdapat beberapa kategori dan ekspresi linguistik yang menyangkut tentang kultivasi tanaman padi, yaitu yang tidak jauh berbeda dengan padi sawah basah.
Pari gathak ‘padi gathak’ Pari ‘padi’
Pari gaga ‘padi gaga’ - masa tanam - pembibitan - pengolahan sawah - masa tanam - pemupukan - pemeliharaan - masa panen - pascapanen
Bagan 4.1: Alur Pembahasan Pengetahuan Kolektif Dalam Pertanian Padi Gaga Ekspesi linguistic dan kearifan lokal
commit to user
1) Pemikiran Terkait Pemilihan dan Penetapan Masa Tanam
Petani menggunakan ungkapan tertentu dalam penetapan masa tanam walaupun ini tidaklah mutlak mengingat adanya musim ekstrem yang anomali. Ekspresi tersebut di antaranya mangsa ‘musim’ yang dipedomani berbeda dengan petani di Jawa Tengah sebagai pusat budaya memakai pedoman pranoto mongsa. Penjabaran hal-hal tersebut sangat rigit dan mendetail sampai pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia yang dilahirkan pada
mangsa ‘musim’ tertentu. Kata mangsa
berhubungan dengan iklim, musim, serta gejala alam yang menyertainya. Daerah penelitian merupakan daerah transisi yang
memiliki kemiripan dengan daerah periferal sehingga tidak menggunakan musim secara mendetail. Mereka hanya menggunakan mangsa rendheng ‘musim penghujan’ dan mangsa ketiga ‘musim kemarau’ dengan mempertimbangkan gejala alam sebagai pertimbangan. Menurut mereka, ternyata gejala alam ini dinilai lebih akurat. Hal ini disebabkan gejala alam tidak dikaitkan dengan bulan, tetapi langsung pada alam yang berubah selaras dengan perubahan iklim itu sendiri. Perhitungan pranata mangsa yang dipedomani oleh petani di daerah Jawa Tengah yang sangat terpengaruh oleh perhitungan yang dibuat oleh PB X sebagai pusat budaya dengan menggunanakan candraning mangsa34 ‘candranya musim’.
34 Pranata mangsa pada daerah pusat budaya yang telah ditetapkan oleh Sinuhun Pakubuwono VII memiliki candraning mangsa ‘candranya musim’ yang rumit dan dihubungkan dengan tingkah laku bayi yang baru lahir pada musim tertentu misalnya kasa digambarkan dengan setyo murca ign embananI anak yang lahir pada musim ini memiliki rasa belas kasih, mangsa karo debagai bantala rengka anak yang lahir memiliki watak jorok, mangsa katelu adalah suto manut ing bapa dan anak yang lahir memiliki watak kikir, mangsa kapat disebut waspa kumembeng jroning kalbu anak yang lahir memiliki watak resikan ‘suka kebersihan’, mangsa kalima disebut pancuran emas sumawur ing jagad anak yang lahir saat ini memiliki watak juweh, kanem dicandra dengan rasa mulya kasucian dan anak yang lahir pada bulan ini memiliki watak lantip atine, kawolu adalah anjrah jroning kayun dan anak yang lahir memiliki watak murah hati, kasangka adalah wedharing wacana mulya pengaruhnya terhadap watak anak adalah crawak, pandai, kasepuluh dicandra
Gambar 4.2: petani sedang nipar bibit
commit to user
Pengaruh musim ini selain dihubungkan dengan tanaman dan hewan juga dihubungkan dengan manusia melalui kelahirannya sesuai dengan alam pikiran orang Jawa sehingga watak bayi dapat diprediksi melalui kelahirannya pada saat musim tertentu.
Perhitungan menggunakan pranata mangsa ini lama kelamaan juga akan dipelajari oleh petani daerah pesisir Selatan sebagai daerah transisi karena faktor komunikasi global dan transportasi yang makin mudah. Oleh sebab itu, pada masa mendatang petani di daerah penelitian akan menggunakan pedoman pranata mangsa yang telah diperikan secara terperinci meskipun sering tidak tepat. Hal ini disebabkan faktor iklim ekstrem yang terjadi secara anomali.
Pranata mangsa petani di daerah pesisir
Selatan adalah 1) mangsa ketiga ‘musim panas’ ditandai dengan adanya kayu-kayu patah. Mangsa ini juga ditandai dengan adanya binatang kecil belalang dan jangkrik mulai ngerong ‘membuat rumah dalam tanah dan sembunyi di dalamnya’. Pada musim kemarau ini juga disebut sebagai musim paceklik karena pada tengah-tengah musim bila panas sekali tanah pada nela ‘pecah-pecah’. Pada musim paceklik semacam ini petani menyandarkan kehidupannya pada aktivitas menderes, baik pada kelapanya sendiri maupun ngodhe ‘membantu tetangganya’. Ngodhe dilakukan oleh petani yang tidak memiliki pohon kelapa atau yang hanya memiliki pohon kelapa sedikit. Pembagian bagi petani yang
ngodhe untuk nderes ini dua hari hasil niranya untuk yang memiliki pohon dan
dua hari bagi yang ngodhe dengan istilah maro. Bagi petani yang berani melaut, saat seperti ini digunakan untuk melaut mencari tangkapan ikan. Sebaliknya pada musim seperti ini, tanaman ubi-ubian mulai menjalar yang nantinya bisa dipakai
gedhong minep jroning kalbu dan pengaruhnya terhadap anak mudah sakit hati/gampang marah, dhesta dicandra dengan sotya sinarawedi pengaruh terhadap anak climut, sadha dicandra dengan tirta sah saka sasana dan anak yang lahir pada musim ini berwatak belas kasih.
commit to user
sebagai bahan makanan atau makan ternak. 2) mangsa rendheng ‘ musim penghujan’ yang dimulai dengan sedikit gerimis. Pada musim ini, mulai tampak adanya hujan ini untuk pohon dhangsul ’kedelai’, uwi ‘jenis ubi tanah’, gadung ‘jenis ubi tanah’,palawija ‘palawija’ mulai tumbuh dan menjalar. Apabila sudah mulai tampak mendung dan hujan mulai sering turun, beberapa petani sudah mulai membuat benih mbibit. Pada saat ini terdapat gejala alam lain yakni wit
asem ‘pohon asam’ mulai bersemi, uler ‘ulat’ mulai berkembang biak. Pada mangsa ‘musim’ ini petani memilih dan menetapkan masa mulai mengolah tanah
untuk persiapan wiwit ‘mulai tanam’. Selanjutnya ketika hujan sudah mulai turun agak banyak ditetapkan petani sebagai wiwit ‘permulaan masa tanam’. Mangsa ini dimulai kira-kira bulan Oktober hingga November yang ditandai hujan mulai turun meskipun baru satu dua kali dalam satu minggu. Pada saat mulai menanam, petani mengawali dengan maculi ‘mencangkul’ dan juga nggaru ‘menggaru’ sawah untuk mulai ditanami bibit yang pada saat itu mulai dapat didaud ‘diambil’ dan semaikan di tanah. Kira-kira satu bulan setelah disemai, pohon padi mulai beranak dan bertumbuh menjadi banyak. Saat ini biasanya bersamaan dengan musim buah-buahan seperti mangga, rambutan.
Beberapa saat setelah pohon padi manak ‘beranak’ menjadi banyak dan lahan sawah telah penuh dengan pohon padi maka pohon-pohon padi mulai
meteng ‘hamil’ yakni batang pohon padi mulai menggembung berisi calon padi.
Itulah sebabnya disebut meteng ‘hamil’ karena peristiwa ini seperti wanita yang sedang hamil, yakni pohonnya menggembung berisi padi. Hal inilah yang menjadi dasar masyarakat menganggapnya padi sebagai wanita dan mengibaratkanya dengan metafora Dewi Sri yang siap menghidupi segenap petani dengan menjadi padi sebagai makanan utama. Bersamaan dengan ini pula terjadi fenomena alam pada binatang yang ditandai banyaknya anjing dan kucing kawin. Pohon padi yang meteng akan berkembang menjadi mliki ‘muncul padi muda’ yang pada masyarakat di Jawa Tengah dikatakan sebagai njebul ‘muncul’. Saat
mliki tidak bersamaan. Oleh karena itu, nampaknya padi di sawah tidak merata
kelihatan ada yang sudah ada padinya dan ada yang belum muncul padinya. Namun, lama kelamaan semua padi akan mliki yang disebut sebagai mratak
commit to user
‘merata’. Artinya, merata semuanya sudah muncul padi semua meskipun padi tersebut belum padat. Pada waktu seperti ini terdapat peristiwa alam yang lain, yakni adanya musim gangsir ngenthir ‘musim gangsir berbunyi’, gareng
ngereng-ngereng ‘binatang garengpung berbunyi’. Apabila sudah mratak, pada
saat bersamaan burung-burung membuat sarang dan bertelur. Perkembangan berikutnya adalah mapak ‘padi yang sebelumnya disebut dengan mratak sudah berisi penuh’. Tahap terakhir sebelum dipanen adalah kuning ‘kuning’. Fenomena alam yang tejadi adalah telur burung mulai menetas sehingga banyak burung berada di sawah mengambil padi yang sudah kuning untuk ngloloh piyike ‘memberi makan anaknya’. Itulah sebabnya di sawah dijumpai keprak ‘orang-orangan sawah’ untuk menghalau burung supaya padinya tidak banyak yang dimakan burung. Sawah di pesisir Selatan pada musim seperti ini tergenang air yang disebabkan adanya hujan yang sudah lebat dan terus menerus. Oleh karena itu, laut tidak dapat menampung lagi. Akibatnya, terjadilah rob ‘air hujan menggenang’ seperti ini akan mencul pemandangan adanya empang sawah tempat ikan dan padi tumbuh bersama.
Bila musim hujan akan hampir berlalu yang ditandai dengan berkurangnya frekuensi turun hujan dan matahari mulai kelihatan bersinar mulai menyengat, air di empang sawah banyune wis surut ‘air empang sudah mulai susut’ dan akhirnya parine wis tua ‘padinya sudah tua’. Pada saat demikian yang pertama dipanen adalah padi terlebih dahulu, kemudian mereka memanen ikan. Hal ini memudahkan dalam memanen ikan karena semua padi sudah dipotong pendek sehingga tidak menghalangi dalam menjaring ikan empang. Musim demikian dijuluki dengan mangsa mbedhidhing ‘musim menjelang kemarau’.
Keadaan alam sebagai penanda musim tersebut berasal dari leluhur yang mencatat kejadian dan pengalaman serta memperhatikan (niteni) keadaan yang dialami, kemudian diwariskan kepada anak cucu sebagai piweling ‘pesan’ atau wasiat untuk dilestarikan. Penentuan musim menurut gejala alam ini akan lebih akurat karena tidak menentukan berdasarkan bulan seperti layaknya petani di Jawa Tengah yang menggunakan pranata mangsa. Hal ini disebabkan gejala
commit to user
alam yang ekstrem tidak selalu menepati bulan-bulan tertentu, tetapi gejala alam mengikuti mesim ekstrem itu sendiri.
Karena usia padi ladang yang lebih lama dibandingkan dengan padi sawah basah, terdapat ungkapan panen panen kana ‘panen-panen di sana’ yang memiliki makna panen di tempat lain yang menanam padi dengan tanah sawah yang menggunakan irigasi sudah panen. Adapun padi pada tanah ladang yang disebut sebagai pari gaga belum panen karena usianya yang lebih lama. Hal ini memberikan dampak yang cukup baik karena harga beras hasil dari pari gaga menjadi lebih mahal sebab panen di tempat lain sudah habis.Itulah buah kesabaran sebagai nrima ‘menerima’.
2) Ekspresi Linguistik Terkait Kategori Pemilihan Masa Tanam ‘wiwit’
Sebagai bagian integral masyarakat Jawa, dalam penetapan masa tanam terdapat ekspresi petani yang berupa satuan lingual kata, frasa, serta kalimat sampai pada tataran wacana. Ekspresi tersebut mempunyai makna berkait dengan konteks sosial budaya. Ekspresi linguistik tersebut sebagai berikut.
Tabel 4.1: Ekspresi Linguistik dalam Kategori Masa Tanam SATUAN
LINGUAL EKSPRESI MAKNA KETERANGAN
kata mangsa Musim hanya mengenal 2 musim yakni kering dan penghujan
ngela tanah pecah-pecah terjadi pada musim kemarau panjang ngerong masuk liang untuk
bersembunyi
gejala binatang sebagai penanda musing kemarau
ngodhe menjadi buruh tani petani yang tidak memiliki lahan akan mengerjakan sawah petani lain untuk mendapatkan upah
maro dibagi dua upah bagi pekerja yang tidak memiliki sawah akan mendapat penghasilan separo dari hasil sawah ang digarapnya
dhangsul kedelai ditanam bergantian dengan padi, jagung, dan kacang tanah uwi jenis ubi ditanam dipinggir sawah sebagai
commit to user
gadhung jenis ubi pemisah dengan sawah lain budin singkong
palawija palawija aneka jenis tanaman ubi-ubi an mbibit membuat bibit dari kata bibit yang berarti benih
uler ulat ulat pengganggu daun
wiwit mulai mulai menanam padi
maculi mencangkul mencangkul bila untuk tanah yang baru hanya diperbolehkan 3 cangkulan dan dilanjutkan hari berikutnya Frasa mangsa
rendheng
musim penghujan mulai menanam bagi petani
mangsa ketiga musim kemarau petani beralih ke mata pencaharian lain seperti nelayan, peternak, pedagang
mangsa paceklik
musim paceklik bisa terjadi di darat karena musim kering namun juga bisa terjadi bagi nelayan karena adanya gejala alam tertentu sehingga nelayan susah mendapatkan ikan. Kalimat gareng ngereng-ngereng Binatang gareng berbunyi.
Bila Binatang ini sudah mengeluarkan bunyi-bunyian, hal ini sebagai penanda musim dingin
3) Pemikiran Terkait Ketegori Masa Pembibitan ‘gawe bibit’
Ungkapan gawe bibit adalah ‘menyiapkan tempat pembibitan’ sampai penyemaian atau menyebarkan gabah ‘biji padi’. Setelah hujan turun, petani mulai maculi ‘mencangkuli’ tanah tersebut hingga siap digunakan untuk
nipar bibit menabur bibit padi’. Mangsa gawe bibit ‘saat menyemaikan benih’
biasanya dipilih masa yang tidak banyak risiko, yakni pada saat sudah mulai hujan, tetapi tetap dengan mempertimbangkan cuaca walaupun hal
commit to user
itu tidak mutlak. Berdasarkan gejala alam, mereka meyakini bahwa apabila nipar
bibit ‘menyemai biji padi’ dilakukan sebelum atau sesudah waktu yang ditetapkan
tersebut, benih tidak dapat tumbuh dan atau gabah ‘biji padi’ tidak thukul ‘tumbuh’. Hal lain secara mistis yang juga perlu diperhatikan bagi petani adalah menghindari hari kapesan ‘hari nahas yaitu hari meninggalnya orang tua atau saudara’. Ungkapan dan maksud ungkapan yang digunakan petani pada masa
gawe bibit ‘menyemai atau menabur benih padi’ adalah sebagai berikut. Rendheng
‘tanam pertama’ dan satdon ‘tanam kedua’. Pada masa tanam pertama, biasanya petani menggunakan bibit yang diperoleh dari pemerintah karena biasanya petani mendapat subsidi berupa bibit secara gratis.
Setelah padi ini siap dipanen, baru diambil sebagai bibit dengan istilah
mudhun sapisan ‘turun sekali’ dan selanjutnya kembali untuk membeli bibit lagi
karena bibit tersebut bila diambil dari mudhun keloro ‘turun kedua’ bibit sudah tidak baik. Pada saat pembibitan mudhun sepisan ‘turun sekali’ digunakan proses: 1) ngariti pari ‘memanen padi dengan sabit’. Petani memotong padi yang sudah menguning dengan sabit. Bila dirasa padi yang akan dijadikan bibit kurang bagus, petani memilih untuk membeli bibit yang sudah jadi. Alat yang digunakan petani ialah arit ‘sabit’. Ngariti pari ‘memotong padi dengan sabit’ dilanjutkan dengan
maculi sawah kanggo mbibit ‘mencangkuli sawah tempat pembibitan’. 2) Maculi
‘mencangkuli’. Petani maculi ‘mencangkuli’ lahan pertanian untuk bibit ‘tempat penyemaian’. Alat yang digunakan adalah pacul ‘cangkul’. 3) ngemplep gabah ‘merendam gabah’. Pada pagi hari dan sore petani mencangkuli sawah, sedangkan menjelang malam hari petani ngemplep gabah ‘merendam gabah’ (masih dalam karung) dalam air selama semalam suntuk. Pagi hari berikutnya gabah ditiriskan tetap dalam karung. 4) nimpahi ‘dilakukan dengan menginjak-injak tanah yang sudah dicangkuli agar tanah menjadi rata dan gembur’, selanjutnya tanah dihaluskan dengan kayu dan dilanjutkan dengan ditipar lemon ‘ditaburi pupuk’. 5)
bibit ditipar atau bisa disebut juga ngipuk ‘biji padi ditaburkan’. Gabah yang
sudah semalam dibungkus dalam karung dan plastik dibawa ke pembibitan ‘tempat penyemaian’ dan ditipar ‘disebar’ secara merata. Nipar bibit ‘menabur biji padi’ ini dibiarkan sampai kirta-kira berusia 25 hari untuk siap ditanam.
commit to user
4) Eksprei linguistik Terkait Kategori Masa Pembibitan
Dalam masa pembibitan ditemukan ekspresi petani yang berupa satuan lingual kata, frasa, serta kalimat sampai pada tataran wacana. Ekspresi tersebut mempunyai makna berkait dengan konteks sosial budaya. Ekspresi linguistic tersebut sebagai berikut.
Tabel 4.2: Ekspresi Linguistik dalam Kategori Masa Pembibitan SATUAN
LINGUAL
EKSPRESI
LINGUISTIK MAKNA KETERANGAN
kata gabah biji padi Biji padi yang sudah dilepaskan dari batangnya dengan menggunakanmesin rontok. Pada zaman dahulu, untuk merontokkan padi digunakan lumbung dengan istilah ditutu.
pacul cangkul Cangkul merupakan alat yang digunakan untuk mencangkuli sawah yang akan dipakai untuk membuat bibit.
thukul tumbuh Setelah didiamkan selama 2-7 hari, padi akan tumbuh menjadi benih padi yang siap dipindahkan ke sawah apabila telah berumur kira-kira 2-3 minggu.
satdon tanam kedua Hasil panenan pertama dipilih gabah yang baik untuk dijadikan bibit yang ditanam kembali
luku bajak Alat yang dipakai untuk membalik tanah sebagai persiapan untuk
ditanami. Biasanya digunakan kerbau untuk menjalankan luku ini. Namun, sekarang sudah tergantikan oleh traktor untuk daerah Kebumen bagian tengah. Untuk daerah pesisir, para petani masih menggunakan kerbau karena tanahnya gembur dan berpasir. arit sabit Sabit adalah alat yang dipakai untuk
commit to user
pari ‘memotong padi dengan arit’ galengan pematang Tanah pembatas sawah yang biasanya
digunakan untuk jalan petani untuk mengontrol tanamannya. Dalam hal pembuatan bibit pada satdon padi yang berada di dekat pematang ini dipilih karena padinya lebih besar dan bagus nimpahi Menginjak-injak tanah agar gembur
sehingga dapat dipakai untuk menabur bibit padi.
frasa nipar bibit menabur bibit padi
Menabur binih ini untuk daerah di pesisir selatan agak berbeda dengan di bagian tengah karena benih hanya ditipar di dekat pantai pada tanah berpasir dan hanya disiram air untuk beberapa kali jadi tidak digenangi seperti pada tanah sawah biasa. mangsa gawe
bibit/ mbibit
saat
menyemaikan benih
Bagi beberapa petani di daerah
Kebumen, mereka dapat membeli bibit dari pasar yang sudah siap tanam. mudhun sapisan turun sekali Bibit padi yang diambil dari hasil
panen pertama dari benih yang dibeli dari pusat pertanian biasanya masih dapat menghasilkan padi dengan baik dalam arti kualitas dan kuantitas. mudhun keloro turun ke dua Biasanya petani tidak mau menanam
pada turun kedua karena hasilnya kurang bagus. Turun kedua ini maksudnya adalah padi yang telah ditanam ulang itu diambil sebagai bibit lagi.
ngariti pari memanen padi dengan sabit
Memanen padi saat ini dengan menggunakan arit ‘sabit’ dan tidak lagi menggunakan ani-ani seperti zaman dahulu. Pelakunya pun juga berbeda karena ngariti dilakukan oleh pak tani, sedangkan ani-ani dilakukan oleh mbok tani.
ngemplep gabah
merendam gabah
Padi yang akan dijadikan bibit ini harus direndam terlebih dahulu
ditipar lemon ditaburi pupuk Pupuk disebut sebagai lemon ini dimaksudkan agar tanamannya lemu ‘gemuk’ dan lemon dibuat dari pupuk kandang hasil kotoran dari ternak yang dipelihara.
commit to user
5) Pemikiran Terkait Ketegori Masa Pengolahan Sawah ‘nggarap sawa’
Istilah nggarap sawah atau ‘mengolah sawah’ adalah ungkapan yang digunakan petani. Alat yang digunakan adalah pacul dan arit ‘cangkul’ dan ‘sabit’. Saat ini luku bajak’ masih digunakan meskipun sudah menggunakan traktor. Alat seperti arit ‘sabit’ dan pacul ‘cangkul’ belum dapat diganti dengan yang lain. Para petani pada masa pengolahan tanah pasti akan membawa arit dan pacul tersebut. petani masih menggunakan luku dan garu ‘bajak’ khususnya di bagian selatan yang merupakan daerah pesisir, informan mengatakan hal ini disebabkan karena tanah di bagian selatan Kebumen ini cenderung masih gembur karena mengadhung pasir pantai, sehingga tidak membutuhkan alat berat seperti traktor bahkan kadang kalau sawahnya tidak lebar cukup dengan tenaga manusia dengan cara digadokki ‘dipukuli dengan menggunakan kayu supaya tanah menjadi gembur’. Pada masa pengolahan tanah petani menyiapkan lahan agar siap ditanami sambil menunggu bibit siap tanam. Setelah tanah siap maka salah satu ngluku dan 2 orang ngiciri, nipar, ngipuk ‘menaburkan binih padi’. Alat utama untuk mengolah sawah kayu ‘kayu’, Pacul ‘cangkul’ sehingga alat ini selalu dibawa petani sebagai alat untuk penggarap sawah terutama pada bagian tertentu. Bagian yang dimaksud adalah batas atau
galengan ‘pematang sawah’ satu dengan lainnya. Galengan ‘pematang’ tersebut
biasanya juga diperbaiki agar pada saat petani mengecek sawah dapat melewati
galengan tersebut dan tidak menginjak-injak bibit yang sudah ditanam. Gambar 4.5: Petani membawa pacul
commit to user
Pada saat mengolah tanah ada kepercayaan yang merupakan mitos bahwa apabila tanah yang akan diolah ini adalah tanah yang baru saja dibeli, tanah tersebut harus dipacul dulu tiga kali dengan istilah telung kaclukan ‘tiga paculan’ terus ditinggal pergi. Keesokan harinya baru dilanjutkan mengolah tanah karena apabila langsung dicangkul dan ditanami, yang memiliki tanah akan mengalami sakit seperti yang pernah terjadi yakni pemilik sawah baru ini sakit tidak bisa buang air kecil dan air besar sampai pemilik tanah tersebut harus opname di rumah sakit. Si pemilik tanah baru bisa sembuh ketika dilakukan selamatan di sawah baru yang diolah tanpa cara yang telah disepakati secara konvesional ini. Oleh sebab itu, tidak jarang sebelum mengolah tanah baru ini diadakan kenduri dengan memberikan sesajen pada tanah tersebut pada saat hendak melaksanakan mencangkul tiga kali (telung kaclukan). Sesajen yang dibuat untuk tanah baru ini adalah: dawegan, komaran, pisang sepasang (raja 2, ambon 2), tumpeng, ingkung,
kupat lepet, sekar telon (mawar, kenongo, kantil).
6) Ekspresi Linguistik Terkait Kategori Masa Pengolahan Sawah
Pada masa pengolaha sawah terdapat ekspresi petani yang berupa satuan lingual kata, frasa, serta kalimat sampai pada tataran wacana. Ekspresi tersebut mempunyai makna berkait dengan konteks sosial budaya. Ekspresi linguistic tersebut sebagai berikut.
Tabel 4.3: Ketegori dan Ekspresi Linguistik dalam Masa Pengolahan Sawah
SATUAN LINGUAL
EKSPRESI
LINGUISTIK MAKNA KETERANGAN
Kata luku bajak Untuk membalikan tanah atau
mengolah tanah untuk persiapan menanam paadi dan biasanya ditarik oleh hewan seperti kerbau atau sapi. Namun, sekarang sapi atau kerbau diganti traktor untuk daerah bagian tengah
commit to user
menggemburkan tanah
ngipuk
menginjak-injak tanah sawah
Hal ini dilakukan dengan tujuan agar tanahnya lembek.
ngiciri menyirami Bagi petani yang ladangnya dekat dengan sungai atau memiliki sumur di sawah, petani tersebut dapat menyirami dengan air dari situ, tetapi bagian pesisir selatan ini biasanya merupakan sawah tadah hujan.
garu alat untuk
menghalusk an hasil bajakan.
Biasanya kalau tanah selesai dibajak, lalu dihaluskan dengan menggunakan garu. Apabila menggunakan traktor, petani tidak perlu menggunakan garu.
traktor traktor Alat untuk membajak sawah dengan menggunakan motor sebagai pengganti bajak dan garu.
digadokki menandai tanah
Petani biasanya membuat tanda di sawah untuk menempatkan bibit padi agar urut sehingga oksigen dapat merata pada tanaman padi. Frasa nggarap sawah mengolah
sawah
Mengolah sawah dalam hal ini dilakukan petani yang bermukim di pesisir selatan yang merupakan sawah tadah hujan yang pada waktu banjir juga dapat berfungsi sebagai empang
telung kaclukan tiga cangkulan
Kegiatan ini merupakan kepercayaan pada komunitas petani sebagai persyaratan bagi pemilik tanah baru apa bila ingin menanami sawahnya dengan mencangkul 3 cangkulan saja, kemudian ditinggal pergi dan baru ditanami hari berikutnya.
commit to user
Masa tanam dilaksanakan setelah penyemaian benih menjadi bibit siap tanam. Ungkapan dan maksud ungkapan pada masa tanam. 1) nyampari ‘membuat gari-garis dengan kaki untuk menandai tempat menanam padi’. 2) Ndhaut ‘mencabuti bibit’. petani (laki-laki) mengambil atau mencabuti bibit siap tanam dan kemudian tiap-tiap tiga sampai lima tempah (satu tempah sama dengan satu kolong jari-jari tangan) diikat menjadi satu dengan kenteng ‘tali’ yang sudah disiapkan sebelumnya dan disebut winih sak pocong ‘bibit satu ikat’. 3) Nempahi ‘menata bibit yang sudah ditali secara urut dan rapi di sawah’. Petani (laki-laki) membawa bibit ‘bibit padi’ ke sawah yang sudah siap ditanami. Alat angkut bibit bernama
kasang ‘alat angkut barang yang terbuat
dari anyaman bambu dalam bentuk sepasang dan menyatu’ sehingga dapat diletakkan di tempat boncengan (bagian belakang sepeda). 4) Tandur ‘menanam padi’ yaitu kegiatan menanam bibit padi dengan cara mundur yang dilakukan oleh petani wanita. Agar tanaman padi ditanam rapi dan mudah, dalam matun ‘penyiangan’ petani menggunakan kentheng sing wis di tampar, yaitu tali rafia yang telah dipilin. Petani wanita menanam bibit padi secara bergotong royong kira-kira 15- 20 orang tiap satu ubin ( satu ubin kira-kira 50 m persegi) sawah.
Kentheng akan diangkat dua petani wanita yang tandur yang paling tepi (kanan
dan kiri) untuk dipindahkan sebagai ukuran (pathokan) ke larikan berikutnya sehingga tanaman bibit menjadi rapi dari berbagai sisi. 5) Ngirim ‘membawakan makanan dan minuman ke sawah untuk para pekerja’. Ketika para petani wanita
tandur ‘menanam padi’, anak atau keluarga yang lain membawakan makan ke
sawah sebagai makan siang. Setelah itu, petani harus menunggu tiga sampai tujuh hari baru melakukan kegiatan berikutnya yaitu nglemon ‘pemupukan’.
8) Ekspresi Linguistik Terkait Kategori Masa Tanam Gambar4.6: Benih padi baru disemai
commit to user
Pada masa tanam dalam pelaksanaannya banyak dijumpai ekspresi linguistik yang berupa satuan lingual kata, frasa, serta kalimat sampai pada tataran wacana. Ekspresi tersebut mempunyai makna berkait dengan konteks sosial budaya. Ekspresi linguistic tersebut sebagai berikut.
Tabel 4.4: Ekspresi Linguistik dalam Kategori Masa Tanam SATUAN
LINGUAL
EKSPRESI
LINGUISTIK MAKNA KETERANGAN
kata nyampari membuat garis Membuat garis agar tanaman padi yang ditanam dapat rapi urut dengan baik. ndhaut mencabuti bibit Setelah mencapai usia 21 hari, bibit
dapat dipindahkan ke sawah untuk ditanam. Bibit ini dicabuti. Ada beberapa petani kadang hanya membuat bibit dan menjualnya di pasar atau di tepi jalan sehingga ada petani yang langsung membeli bibit terus menanam. Namun, ada juga petani yang hanya membuat bibit, tetapi tidak menanamnya.
tempah mendistribusik an bibit yang telah di ikat-ikat ke sawah
Pendistribusian ini biasanyaa belum diatur masih secara acak.
kentheng tali Petani membuat tali dari rafia untuk dipakai menandai garis-garis tempat padi ditanam agar dapat rapi.
mbanjari menandai Setelah ditandai dengan tali, masih digunakan bambu yang dilubangi untuk memberi jarak tanam agar teratur. Kecuali itu, kegiatan ini juga bertujuan agar kebutuhan makanan dan oksigen tanaman tercukupi
kasang alat yang
dipasang petani dibelakang sepeda motor.
Agar lebih memudahkan petani dalam menjual dan mengangkut hasil tanamannya, mereka menggunakan sepeda motor. Untuk itu mereka menambahkan alat seperti kayu melintang di bagian boncengannya. tandur menanam padi Menanam padi setelah menjadi bibit
dengan cara mundur. Kegiatan ini disebut sebagai tandur ‘nanem karo mundur’
matun penyiangan Setelah padi ditanam, petani menyiangi sawahnya untuk mengambil rumput/gulma yang dianggap akan mengganggu pertumbuhan padi.
commit to user
ubin satuan ukuran Dalam menghitung luas tanah khususnya sawah petani biasanya menggunakan satuan ubin=50m.
larikan baris-baris Baris-baris yang dibuat petani dengan menggunakan tali rafia yang telah dikentheng ‘diplintir’
ngirim membawa
makanan untuk pekerja
Ngirim dalam hal ini adalah mengirim makan siang ayah atau ibu yang sedang bekerja di sawah. Mengirim biasanya dilakukan oleh mbok tani untuk pak tani atau anak mereka ke sawah.
frasa winih sak
pocong
bibit satu ikat Bibit yang sudah siap ditanam akan diikat-kat untuk dijual atau ditanam agar mudah untuk membawanya.
9) Pemikiran Terkait Ketegori Masa Pemupukan ‘nglemon’35
Ungkapan yang berupa kata dan frasa digunakan pada masa nglemon ‘pemupukan’. Nglemon ‘pemupukan’ tanaman padi harus dilakukan oleh para petani dengan menggunakan lemon ‘pupuk kandang hasil dari kotoran binatang peliharaan’ sebanyak tiga kali dengan tahapan sebagai berikut. 1) nglemon
pisanan ‘memberi pupuk pertama kali’. Nglemon pisanan yaitu pemupukan dasar
yang dilakukan oleh petani pada umur tanaman baru tujuh hari. Jenis pupuk tambahan yang digunakan apabila pupuk kandang tidak mencukupi urea. Tujuan pemupukan ini adalah untuk memperkuat oyot ‘akar’ dan damen ‘batang padi’ yang baru saja ditanam. 2) nglemon pindho ’memberi pupuk kedua’. Nglemon
pindho yaitu pemupukan pertumbuhan dengan pada umur tanaman 2 minggu
sambil didangir ‘dicabuti rumput yang tumbuh disawah’. 3) nglemon pungkasan ‘memberi pupuk yang terakhir’. nglemon pungkasan pemupukan tahap akhir atau penutup bertujuan memperbesar bunga dan buah. Pemupukan ini dilakukan setelah padi berumur antara 90 hari.
10) Ekspresi Linguistik Terkait Kategori Masa Pemupukan ‘nglemon’
35
Nglemon dimaksudkan agar tanaman menjadi lemu’gemuk’ dengan anggapan bila tanaman gemuk maka tidak mudah terserang penyakit dan tanbah subur.
commit to user
`Pada masa pemupukkan dalam pelaksanaannya banyak dijumpai ekspresi linguistik yang berupa satuan lingual kata, frasa, serta kalimat sampai pada tataran wacana. Ekspresi tersebut mempunyai makna berkait dengan konteks sosial budaya. Ekspresi linguistic tersebut sebagai berikut.
Tebel 4.5: Ketegori dan Ekspresi Linguistik dalam Masa Pemupukan SATUAN
LINGUAL
EKSPRESI
LINGUISTIK MAKNA KETERANGAN
kata nglemon pemupukan Pemupukan dilakukan oleh petani lebih dari satu. Dengan demikian, ada ungkapan nglemon pisan, nglemon pindho’.
oyot akar Akar padi ini kadang bisa dimakan uret yang merupakan hama tanaman padi gaga. Oleh karena itu, di lokasi penelitian digunakan cara tanam bergantian untuk memotong siklus hama uret ini.
damen batang padi Setelah padi dituai, pohonnya dapat diambil sebagai makanan ternak atau ada yang dijual untuk makanan ternak petani lain apabila sudah melebihi porsi makanan bagi ternaknnya sendiri.
ndangir mencabut rumput/ menyiangi rumput dengan menggunakan pacul
Ndangir dilakukan pada tanah ladang.
cemendil kotoran kambing
Kotoran kambing ini sebelum dipakai sebagai pupuk biasanya diolah terlebih dahulu secara sederhana.
frasa nglemon
pisanan
memberi pupuk pertama kali
Setelah padi ditanam, padi diberi pupuk kandang untuk pertama kali pada saat padi berumur 7 hari
nglemon pindho
memberi pupuk kedua
Memberi pupuk yang kedua dilakukan pada padi berusia 10-15 hari.
nglemon pungkasan
memberi pupuk
Pemupukan terakhir dilakukan pada saat padi berusia 20-25 hari menjelang
commit to user terakhir dipanen.
11) Pemikiran Terkait Kategori Masa Pemeliharaan ‘matun’
Para petani menggunakan ungkapan yang berbentuk satuan lingual pada masa pemeliharaan, yakni matun ‘penyiangan’. Matun dilakukan dalam tiga tahapan sebagai berikut. 1) Nyoroki
‘penyiangan tahap awal menggunakan
sorok’ ‘alat yang digunakan disebut sorokan’. Sorokan dibuat dari kayu yang
berbentuk bulat dan atau lonjong yang dipenuhi dengan paku. Paku ditancapkan tidak terlalu dalam ke kayu. Paku-paku tersebut terbentuk seperti landak sehingga dapat menarik rumput atau tanaman pengganggu lain yang berada di antara tanaman padi. Nyoroki dapat dilakukan
oleh petani lelaki atau wanita. Pada saat nyoroki inilah larikan tanaman padi yang rapi ketika masa tanam membantu memudahkan pekerjaan nyoroki. Pemeliharaan ini dilakukan ketika tanaman padi berumur 12 sampai dengan 20 hari. 2) matun
pisan ‘menyiangi gulma yang pertama kali dilakukan’. Matun dilaksanakan pada
umur tanaman 14 sampai dengan 21 hari sehingga nyoroki dan matun selalu beriringan. 3) Matun pindho ‘menyiangi gulma yang kedua’. Matun ini dapat diulangi lagi pada tanaman padi mencapai umur empat minggu atau 30 hari. Hal ini dilakukan pada gulma yang tumbuh setelahdilakukan pemupukan’. Setelah
nglemon dan matun ‘pemupukan dan penyiangan’, petani biasanya juga
mengontrol tanaman padi, air, dan binatang pengganggu, yaitu manuk ‘burung’ dan walang ‘belalang’ dengan cara masing-masing sesuai dengan kasus yang
Gabar 4.7: Petani mengolah tanaman pengganti yakni kacang
commit to user
dihadapainya. Untuk mengusir manuk ‘burung’ biasanya petani membuat keprak ‘orang-orangan’ dari kayu dan plastik berwarna hitam atau bekas baju yang dibuat mirip manusia. petani beranggapan keprak tersebut membuat burung akan takut dan tidak mengganggu padi. Dua minggu sebelum masa panen, para petani
nggawe bibit ‘menyiapkan tempat pembibitan’ persiapan masa tanam berikutnya
(tahap kedua). Pada masa ini biasanya petani memotong padi yang sudah menguning beberapa jengkal sesuai dengan kebutuhan penyiapan tempat pembibitan. Hal ini dilakukan pada padi mudhun sepisan ‘turun pertama’.
12) Pemikiran Terkait Kategori Aneka rumput ‘suket’
Pada saat perawatan petani mengenali beberapa jenis rumput yang tumbuh di sekitar sawah sehingga petani dapat memilih rumput mana yang merupakan gulma dan rumput mana yang tidak, bahkan mengerti jenis rumput yang berguna sebagai obat dan makanan ternak (lihat Wakit, 2013: 351).
a) Suket Teki ‘rumput teki’
Suket teki ‘rumput teki’ yaitu jenis rumput yang memiliki ciri fisik buahnya
seperti kentang hitam di pangkalnya, namun kecil secara tradisional buahnya digunakan untuk ramuan obat tradisional seperti untuk menurunkan panas tubuh, dan perangkat spiritual untuk sesaji ketika mau melaksanakan semedi ‘bertapa’. Perangkat sesaji saket-teki ‘rumput teki’ itu dapat ditelisik dari ekspresi nonverbalnya (simbiolis) dalam teteki ‘bertapa’ atau semedi ‘bertapa’. Menurut persepsinya unsur leksikal teki36 dalam suket teki ‘rumput teki’ mengalami
reduplikasi awal menjadi teteki ‘bertapa’. Secara alami suket teki ‘rumput teki’ daunnya dimanfaatkan untuk bahan humus guna menyuburkan tanah berpasir milik pribadi atau milik negara di sepanjang pesisir selatan Kebumen sebagai
36
Secara verbal teki sebagai nama rumput dapat dijadikan nama bahan obat tradisional yang bersifat fisik, dan secara nonverbal menunjuk pada perilaku spritiual teteki nya ‘bertapa’ itu yang bersifat metafisik (informan : Pak Barjo, 46 tahun, Kyai )
commit to user
lahan garapannya. Mdengan demikian tanah berpasir dapat bertambah kandungan nutrisinya setelah rumput tersebut membusuk secara alami di tanah berpasar itu, di samping bermanfaat untuk makanan ternaknya.
b) Suket Pulutan ‘rumput pulutan’
Secara morfologis dari kata pulutan ‘seperti pulut’. Secara fisik rumput itu merupakan jenis rumput yang dapat menempel pada benda lain seperti celana wisatawan, nelayan, dan masyarakat setempat jika melewati areal rumput pulutan di lahan berpasir. Rumput pulutan secara alami bermanfaat untuk mengurangi debu pasir ketika angin laut maupun angin darat berhembus, sehingga udara disekitarnya tetap aman dari hamburan debu pasir. Rumput pulutan dalam jumlah banyak dapat ditata rapi untuk menahan derasnya air hujan di lahan berpasir, sehingga pematang lahan yang berfungsi untuk pembatas lahan yang lebih tinggi dengan lahan yang lebih rendah, teraseringnya menjadi lebih kuat dan membuat ladang berpasir tetap rapi. Berdasarkan potensi alaminya rumput pulutan ini juga dapat diolah menjadi humus untuk menyuburkan tanah berpasir setelah mengering kena sinar matahari dan membusuk tersiram air hujan di lahan itu.
c) Suket Dhepleng ‘rumput dhepleng’
Suket dhepleng ‘rumput dhepleng’ merupakan Jenis rumput di pesisir selatan Kebumen bermanfaat untuk memperkuat posisi dan tekstur tanah, sehingga mengurangi erosi tanah berpasir. Jenis rumput ini memilki ciri daunnya hijau lemas halus lonjong dan mengeluarkan gatah putih bening jika dipatahkan batangnya. Menurutnya getah rumput itu dapat dimanfaatkan untuk obat tradisional yaitu diteteskan pada luka baru, agar cepat mengering. Tumbuhnya menjalar kesana kemari sesuai dengan liku – liku lahan, kecuali ditata sedemikian rupa sehingga menjadi lebih rapi untuk menahan gerusan tanah berpasir. Jenis rumput ini banyak ditemukan, karena tumbuh liar dan subur di lahan berpasir. Secara potensial rumput dhepleng ini dapat hidup dilahan berpasir, meskipun
commit to user
tanah di sana tidak banyak menahan resapan air untuk hidup rerumputan disana. Menurutnya jenis rumput ini dapat hidup dengan rintik – rintik embun malam hari, terutama ketika musim kemarau atau hujan belum turun, sehingga tetap bisa hidup. Secara potensial rumput dhepleng bermanfaat dijadikan humus untuk menyuburkan tanah, sehingga dapat menambah kandungan nutrisi tanah berpasir jika membusuk di lahan itu.
d) Suket Dileman ‘rumput dileman’
Suket jenis ini merupakan jenis rumput yang dapat hidup ditanah berpasir pesisir selatan Kebumen. Secara fisik rumput itu bercirikan tumbuh menjalar, jika dipatahkan batangnya mengeluarkan getah putih, memiliki bunga kecil putih, daun hijau bentuknya oval dan teksturnya lemah halus. Seperti rumput lainnya secara alami bermanfaat untuk menahan erosi tanah berpasir dari guyuran hujan dan hembusan angin. Seperti lainnya rumput dileman ini dalam jumlah banyak dapat menambah humus untuk menyuburkan tanah berpasir, karena gampang menyatu dalam tanah berpasir jika telah mengering terkena terik matahari dan membusuk tersiram hujan di lahan itu. Secara umum bermanfaat menambah humus lahan yang dibudidayakan untuk tanaman seperti gandhul kalifornia ‘pepaya kalifornia’.
e) Suket Dhukut-gulung ‘rumput dhukut-gulung’
Merupakan salah satu jenis rumput yang tumbuh di tanah berpasir pesisir selatan Kebumen. Sebagai rumput pesisir dapat bermanfaat untuk memperkuat tekstur tanah di pesisir laut, karena secara fisik suket
dhukut-gulung ‘rumput dhukut-dhukut-gulung’ berakar kuat,
sehingga dapat menyangga batangnya berdiri
commit to user
tegak, batang rumput kaku seperti bambu kecil, akar tumbuh memanjang ke kanan dan ke kiri, ± 30 cm tumbuh batang tegak untuk menahan daun, akarnya bisa memenjang sampai puluhan meter mengikuti topografi tanah berpasir di sana, dan daunnya tersusun dan bentuknya seperti daun pandan kecil tetapi tidak berduri. Secara potensial rumput di pesisir selatan Kebumen ini dapat menjadi humus tanah berpasir, baik tanah milik negara maupun milik sendiri ketika telah mengering dan membusuk.
f) Suket Jalantrang 'rumput jalantrang''
Sujet jalantrang ‘rumput jalantrang merupakan jenis rumput yang hidup di
tanah berpasir pesisir selatan Kebumen. Seperti rumput lainnya bermanfaat untuk memperkuat posisi tanah berpasir, yaitu untuk menahan erosi tanah berpasir ketika hujan tiba dan pasir bertaburan menjadi debu karena hembusan angin kencang. Ciri fisiknya yaitu tekstur daunnya kombinasi warna hijau, kecoklatan, kaku, mirip daun tebu tetapi kecil, batangnya menjalar setiap ±10-15 cm ruasnya tumbuh daun, tumbuh mengikuti liuk-liku lahan, jika dipatahkan batangnya mengeluarkan getah putih bening. Dapat menjadi obat tradisional, seperti obat sakit keju 'rematik'. Seperti lainnya rumput ini bermanfaat untuk menahan erosi tanah, karena jenis rumput ini tumbuh subur di lahan berpasir. Secara potensial jenis rumput jalantrang ini dapat hidup di lahan yang kurang bisa menahan resapan air untuk kebutuhan hidupnya.
g. Suket Kapukan 'rumput kapukan'
Kata kapulan secara morfologis berasal dari bentuk kapuk+an 'seperti kapuk'. rumput itu merupakan salah satu jenis rumput yang hidup di tanah berpasir pesisir selatan Kebumen. Karakteristik rumput itu tumbuh tegak (tidak menjalar), batangnya bercabang, memiliki bunga kecil putih yang mirip bunga kapuk, maka disebut suket kapukan 'rumput kapukan', daun hijau bentuknya oval dan teksturnya lemas halus. Rumput iui disebut kapukan karena bentuk dan wama
commit to user
bunganya seperti kapuk. Manfaatnya seperti rumput lainnya untuk menahan erosi tanah berpasir ketika hujan tiba, dan secara alami limbahnya untuk humus tanah berpasir setelah mengering karena terik matahari dan membusuk karena air hujan.
h. Suket Kemangian’rumput kemangian’
Seperti nama-nama rumput yang lain nama kemangian juga dapat diamati melalui bentuk morfologisnya berasal dari bentuk kemangi+an '(baunya) seperti kemangi'. Menurutnya rumput itu baunya menyengat seperti daun kemangi yang dapat hidup di tanah berpasir peisisir selatan Kebumen. Bermanfaat untuk memperkuat tekstur tanah dari terpaan angin daya dan air hujan, sehingga menahan erosi dan debu yang berhamburan. Karakteristiknya daun bercabang tiga, warna daua hijau, daunnya lembut dan lemas, baunya sengar 'menyengat' seperti daun kemangi, maka disebuat rumput kemangian 'daunnya berbau seperti
kemangi'. Jenis rumput kemangian itu semua binatang piaraan tidak mau memakan, karena sengar 'menyengat' baunya. Menurutnya limbah rumput ini menjadi humus tanah setelah mengering terkena ten'k matahari dan membusuk karena hujan. Oleh karena daunnya rimbun, lemas, lebar dan teba memungkinkan limbahnya banyak memberi nutrisi untuk tanah berpasir.
i. Suket Sandhurid' rumput sanduria'
Jenis rumput lain yang dapat hidup di tanah berpasir pesisir selatan Kebumen. Secara alami bermanfaat untuk memperkuat posisi dan tekstur tanah agar tidak terkena erosi ketika hujan dan menahan berhamburnya debu ketika
commit to user
angin daya bertiup. Jenis rumput ini secara fisik bercirikan daunnya bulat, waraa hijau, lembut dan lemas, bau daunnya seperti bayam, batangnya tumbuh bercabang, untuk obat tradisional seperti bobokan 'olesan badan' (obat luar) ketika si anak sedang deraam. Di samping itu untuk makanan ternak piaraan seperti sapi dan kambing. Di samping untuk makanan ternak sapi, obat tradisional bobokan badan', juga dimanfaatkan untuk menahan erosi tanah berpasir, karena rumput sandhuria itu banyak ditemukan di sana.
j. Suket Gajah 'rumput gajah'
Suket gajah ‘rumput gajah merupakan yang banyak dijumpai di pinggir sawah dan rumput jenis rumput yang laku dijual, karena setiap peternak sapi lebih menyukai rumput ini dari pada rumput lainnya. Alasannya setelah dicampur dengan bekatul dapat menambah gisi dan mempercepat berkembangnya fisik sapi, baik sapi pedaging maupun tipe sapi perah. Oleh karena itu suket gajah 'rumput gajah' menjadi pilihan utama untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ternak sendiri, di samping untuk memenuhi konsumsi ternak orang lain. Rumput gajah ini dibudidayakan di lahan berpasir milik negara di pesisir selatan Kebumen, tetapi juga banyak yaiig ditanam di lahan sendiri seperti di sawah atau ladang yang memungkinkan rumput gajah itu dapat tumbuh subur. Rumput tersebut dapat tumbuh subur di lahan berpasir setelah humus dan lemon 'pupuk' berupa cemendhil 'kotoran kambing' dan tlepong 'kotoran sapi' ditaburkan guna memperbanyak nutrisi tanah. Aktivitas ini menunjukan kearifan petani dan membudidayakan berbagai tanaman di tanah berpasir tersebut.
commit to user
13. Ekspresi Linguistik pada Kategori Pemeliharaan Tanaman Padi ‘matun’
Dalam masa pemeliharaan tanaman padi ‘nglemon’ petani mengenali berbagai jenis rumput yang dapat diamati dari ekspresi linguistiknya. Ekspresi linguistik itu berupa satuan lingual seperti pada tabel berikut.
Tabel 4.6: Kategori dan Ekspresi Linguistk Masa Pemeliharaan dan Matun SATUAN
LINGUAL
EKSPRESI
LINGUISTIK MAKNA KETERANGAN
Kata
matun menyiangi rumput
Hal ini dilakukan untuk mengambil rumput atau gulma yang mengganggu tanaman padi di sawah.
nyoroki menggaruk Menggaruki sawah agar rumput kecil-kecil tidak tumbuh/ supaya mati
manuk burung
Burung ini adalah burung pipit, gelatik pemakan padi. Biasanya pada saat padi mulai berisi bersamaan masa perkembang biakannya yakni telurnya menetas.
walang belalang
Belalang merupakan hama yang memakan daun tanaman biasanya dan padi tertentu.
keprak orang-orangan
Orang-orangan/keprak mulai diaktifkan pada saat padi mulai menguning karena pada saat ini telur burung mulai menetas dan induknya terbang ke sawah untuk menghisap isi padi. Suket Teki, Pulutan, Dhepleng, Dileman, kapukan, jalantran, kemangian, sandhurid, gajah
Rumput yang beraneka jenis ini dikenali dengan baik oleh para petani karena mereka sering
menggunakannya untuk keperluan tertentu
commit to user
tahap pertama tanaman 14 s.d. 21 hari.
matun pindho menyiangi rumput tahap kedua
Matun pindho pada tanaman padi mencapai umur empat minggu atau 30 hari. Hal ini dilakukan pada gulma yang tumbuh setelah dilakukan pemupukan.
Dhukut gulung
Jenis rumput yang hidup di pesisir yang panas
Dhukut gu7lung karena bentuknya yang bulat dan bergulung-gulung kalau tertiup angin di sepanjang pantai yang panas
14. Pemikiran Terkait Ketegori Selama Masa Panen’jabel’
Panen pada ranah pertanian di pesisir Selatan ini berkait dengan ekspresi linguistik tentang aktivitas masa jabel ‘masa panen’ yang terdiri atas alat yang dipakai, sebutan aktivitas yang langsung, serta hasil yang diperoleh saat panen. Sebelum panen dimulai, diadakan ritual sebagai ucapan syukur kepada sang
pencipta yang telah memberikan panenan yang berlimpah. Upacara tersebut disebut dengan jabel37 ‘petik’. Tradisi ini terdiri atas dua jenis yaitu
buangan ‘sesajen yang dibuang’ dan megana ‘nama tumpeng’. Tumpeng dengan
sayuran dan telur di dalamnya setelah didoakan bersama terus tumpeng dibuka, lalu dimakan bersama-sama seluruh odean ‘buruh pembantu memetik padi’. Sebagai buangan ‘untuk yang dibuang’ terdiri dari daun pitikan untuk buangan dipojok sawah. Sesajinya berupa berbagai hal ditaruh di takir. Isinya beras ada yang kuning dan putih, gula kelapa, jenang abang putih, kembang talon (mawar, kenanga, dan kantil) ditambah kemenyan di taruh di takir ‘ tempat untuk menaruh sesajen yang dibuat dari daun pitikan. Takir yang berisi sesajen itu dibuang di
37 Jabel dapat pula dimaknai sebagai mengambil kembali binih yang dititipkan kepada Dewi Sri untuk dibawa pulang sebagai makanan yang menghidupi keluarga
Gambar 4.11: Damen yang telah dibongkok untuk makanan ternak
commit to user
pojok sawah. Kalau untuk yang makan adalah nasi tumpeng megana (merga ana= ana panen berarti ada rezeki dan berkat yang perlu disukuri), lauknya ampas kelapa, dimasak pakai dengan menggunakan daging ayam atau menthok yang dicacah, serta telur ditaruh di dalamnya. Lauk di sekitar berupa sayur oseng, rempeyek, srundeng, serta takir untuk buangan. Bentuk tumpeng dan nama tumpeng ini sama dengan yang ada di desa Watu Agung di Banyumas. Namun, berbeda dengan yang ada di pusat budaya Solo dan Yogja yang tumpeng tidak berisi, tetapi semua lauk pauknya ada di luar tumpeng tersebut.
Ungkapan yang digunakan untuk menyebutkan nama peralatan petani adalah sebagai berikut. 1) Ani-ani ‘ketam’ digunakan petani untuk memetik padi yang tinggi. Namun, ketam saat ini sudah jarang karena petani memilih jenis padi yang pendek sehingga tidak perlu lagi memanen dengan menggunakan ani-ani ‘ketam’. Selain itu ani-ani ‘ketam’ sekarang sudah ditinggalkan karena dianggap kurang efektif karena hanya dilakukan oleh petani wanita mbok tani. 2) Rit ‘sabit yang berbentuk bulan sabit kalau di Jawa Tengah disebut clurit’ digunakan untuk
mengganti ani-ani yang dianggap kurang efektif. Dengan rit panen padi dapat
dilakukan oleh pria dan wanita dengan waktu yang jauh lebih cepat daripada dengan ani-ani. 3) rontok ‘perontok padi’. Setelah dipotong dengan rit ‘clurit’ padi harus dirontokkan dengan alat yang disebut rontok. Rontok ‘perontok padi’ terbuat dari berbagai bahan (dibeli di toko-toko peralatan pertanian) dan digerakkan dengan kaki, sedangkan tangan digunakan untuk memegani pohon padi yang dirontokkannya. Rontok hanya dimiliki oleh beberapa petani setiap kampung.
Di pesisir Selatan ini pada saat petik banyak sekali orang yang menjajakan dawet di sekitar sawah dengan tujuan membantu para petani yang kepanasan
ngorong ‘dahaga’. Dengan dawet ini, para petani dapat melepas dahaga dengan
memberi sejimpit gabah secara suka rela. Dalam sistem ini dijuluki sebagai
uruban ‘barter’. Dengan sistem ini, dapat ditandai adanya kearifan lokal sebagai
barter komuditas sehingga mereka saling merasakan apa yang tidak dimiliki. Bila dihitung-hitung dengan uruban, para penyedia dawet ini akan mendapat lebih banyak hasil apabila hasil pengumpulan gabah dijual. Dalam hal ini terbukti
commit to user
bahwa dalam masyarakat sederhana di pesisir Selatan tidaklah materialistis (menghitung segala sesuatu dengan dengan uang). Namun, mereka lebih menekankan pada saling memberi dan membantu. 4) Mesin rontok ‘perontok padi yang dijalankan dengan mesin’. Mulai banyak dipakai para petani dengan cara menyewa dan sudah ada yang mengelola dari pihak persewaan. Petani harus menyewa sekitar Rp 150.000,00 untuk merontokkan padi satu ubin ‘satu tapal sawah’. Setelah dirontokkan, gabah dibawa pulang dan hari-hari berikutnya gabah dipeme ‘dikeringkan dengan sinar matahari’ menjadi gabah garing ‘padi yang kering’. Gabah garing (padi/gabah kering) biasanya dimasukkan dalam karung, lalu ditimbang, kemudian disimpan dalam ruang khusus yang disebut dengan balean, sepen, genuk, lumbung. Lumbung ada dua jenis yaitu yang berbentuk ruangan dinamakan lumbung sepen ‘ruang lumbung’. Tempat yang terbuat dari tempayan disebut sebagai genuk. Selain genuk dan lumbung sepen ada juga lumbung bersama yang dinamakan lumbung paceklik ‘tempat penyimpanan beras bersama’. Lumbung ini dipakai membantu bagi warga yang kekurangan beras pada waktu musim paceklik. Biasanya mereka mengembalikan pada saat telah panen lagi di kemudian hari. Semua petani mempunyai lumbung dengan ukuran disesuaikan dengan jumlah padi petani. Petani biasanya juga menjual sebagian hasil panen untuk berbagai keperluan mereka. Penjualan dapat dilakukan di sawah atau ditebaske sebelum ‘dipanen’, atau didol ‘dijual di rumah setelah dipanen’. Perlu dijelaskan pula bahwa beberapa ungkapan juga digunakan, misalnya, pada masa panen ada tukang tebas ‘pembeli padi di sawah’ sehingga pemilik tinggal menerima uang saja. Dalam hal ini biasanya ada beberapa petani yang menjual hasil panen dengan cara nebaske ‘menjual padi di sawah’ karena beberapa pertimbangan antara lain, mereka membutuhkan uang dengan segera atau hasil panen tidak terlalu baik sehingga lebih baik langsung dijual ke tukang
tebas. Ungkapan lain yang digunakan adalah meme atau mepe ‘mengeringkan padi
atau gabah di bawah sinar matahari’ dan dilakukan di halaman rumah masing-masing atau di jalan raya. Selanjutnya petani langsung nggarap sawah ‘mengolah tanah’ untuk persiapan tanam ke dua yang disebut satdon. Namun, ada pula yang tidak melaksanakan satdon, tetapi menggantikan dengan menanam kacang brul
commit to user
‘kacang tanah. Hal ini dimaksudkan untuk memotong hama tanaman. Setelah itu, dilanjutkan menanam jagung. Kemudian kembali pada tanam padi lagi.
15. Ekspresi Linguistik Terkait Kategori Masa Panen ‘jabel’
Sebagai bagian integral masyarakat Jawa, dalam penetapan masa panen terdapat ekspresi petani yang berupa satuan lingual kata, frasa, serta kalimat sampai pada tataran wacana. Ekspresi tersebut mempunyai makna berkait dengan konteks sosial budaya. Ekspresi linguistic tersebut sebagai berikut.
Tabel 4.7: Ketegori dan Ekspresi Linguistik Selama Masa Panen SATUAN
LINGUAL
EKSPRESI
LINGUISTIK MAKNA KETERANGAN
kata jabel masa Panen Dapat diartikan sebagai menjabel kembali benih padi yang dititipkan kepada Dewi Sri karena telah berhasil.
buangan sesajen yang dibuang Sesajen yang tidak dapat dimakan manusia dibuang untuk makanan sang penunggu.
takir tempat sajen Tempat untuk meletakkan buangan biasanya terbuat dari daun mangkokan.
balean/genuk lumbung Tempat menyimpan padi.
sepen Tempat menyimpan padi bersama.
Biasanya setiap desa memiliki sepen bersama untuk mencadangi apabila ada petani yang kehabisan beras dapat meminjamnya dari sini. Apabila panen berikutnya, mereka berkewajiban mengembalikan. Namun, sekarang ini tidak setiap desa memiliki sepen.
uruban barter Barter berlangsung antara petani saat memanen padi di sawah dengan penjual dawet karena mereka merasa haus kepanasan.
commit to user
Para petani hanya memberikan padi seikhlasnya kepada penjual dawet.
ditebaske dijual sebelum panen dibawa pulang ke rumah
Biasanya hasil panen ada yang dijual sebelum dipanen karena yang punya membutuhkan dana. ijon menjual padi sebelum
masak
Padi ini kadang dijual sebelum masak bila sang petani membutuhkan uang untuk keperluan tertentu, misalnya harus membayar sekolah anaknya atau mengadakan hajatan.
meme mengeringkan padi dengan sinar matahari
Padi yang telah dirontok menjadi gabah terus dijemur di depan rumah masing-masing di atas bagor/karung plastik, lalu pada sore hari digulung.
frasa gabah garing gabah yang sudah kering
Gabah yang sudah kering ini siap untuk diselepkan/diolah menjadi beras yang siap untuk dikonsumsi. Biasanya menyelepkan ini hanya seperlunya saja agar padi tahan lama.
tukang tebas pembeli padi disawah Tukang tebas ini biasanya berkeliling desa untuk membeli beras sebelum waktunya.
mesin rontok mesin perontok padi dengan mesin
Mesin yang dipakai untuk merontokkan padi dari tangkainya setelah dipanen. Biasanya kegiatan ini dilaksanakan langsung di tepi sawah setelah dipanen.
16. Pemikiran Terkait Kategori Masa Pasca Panen ‘mboyong mbok Sri’
Bagi masyarakat pesisir Selatan, sawah tidak sekadar menjadi sumber mata pencaharian dan menyimpan nilai kearifan lokal di dalamnya, seperti tampak dalam upacara pascapanen yang dikenal upacara mboyong mbok Sri/ Dewi
commit to user
sebagai jabel. Dalam upacara mboyong mbok Sri/Dewi Sulasih tampak terlihat perilaku untuk memuliakan Mbok Sri atau Dewi Padi. Secara sistem tanda, Mbok
Sri merupakan simbol pangan yang merupakan sumber kehidupan/makanan
pokok. Dengan dimuliakan, diharapkan ketersediaan pangan akan tercukupi, harga pangan murah, dan jumlah melimpah. Dengan demikian, tidak ditemukan lagi orang yang kekurangan dan kesulitan memperoleh pangan.
Setelah upacara jabel sebagai pembukaan untuk memetik padi pethik
pari, ritual ditutup dengan makan nasi
secara bersama-sama yang dibawa dari rumah. Kebersamaan ini menyiratkan maksud menyatunya segenap warga di tempat tersebut. Adapun padi yang telah
dirontok (zaman dulu dibuat dalam bentu
boneka, lalu boneka ini disebut boneka
pengantin), padi dibawa pulang ke rumah dengan cara digendong dan dipayungi untuk disimpan di sepen, balean ‘lumbung’. Ada anggapan lumbung ini merupakan tempat khusus untuk Mbok Sri beristirahat. Tempatnya dialasi daun tawas dan diberi air putih satu gelas agar suasana dingin sehingga Mbok Sri/ Dewi Sulasih betah tinggal. Daun tawas menyiratkan kehati-hatian mawas atau hemat dalam menggunakan padi dan banyu adem. Hal ini bermaksud agar padi lebih tahan lama saat disimpan.
Gabah yang sudah dibawa pulang akan dipepe ‘dijemur’ setiap hari di depan rumah atau di tepi jalan dengan menggunakan plastik. setelah sore hari, plastik ini akan digulung ‘dilipat melingkar’ sampai besuk pagi harinya
dijemur lagi sampai gabar menjadi gabah garing. Apabila gabah sudah kering, gabah akan diselepke “diselepkan” menjadi beras. Gabah yang kecil-kecil
lembut disebut menir. Kulit padi terdapat dua jenis yaitu mendong ‘dedak’ dan
yang lembut ‘lembut’ disebut sebagai katul ‘bekatul ’.
Bagian lain yang tidak dibawa pulang adalah damen/wit pari ‘pohon pari’ dan lamen/ gagang pari ‘tangkai padi’ yang dibongkok ‘dibendel’, lalu dijual di Dambar 4.12: Gabah yang baru dirontok
commit to user
pinggir sawah atau diangkut ke pinggir jalan besar sebagai makanan ternak dengan harga Rp 5000,00 per bendel. Oleh sebab itu, pada pascapanen padi akan banyak dijumpai beberapa bendel damen ini ditepi jalan sepanjang jalan raya hampir di setiap kecamatan. Para petani yang tinggal ditepi jalan raya dapat menjadi pengepul bagi petani yang lain dan dibayar apabila damen ini sudah laku.
17. Ekspresi Linguistik pada Kategori Pasca Panen
Pada saat pasca panen petani banyak menggunakan ekspresi linguistic yang berupa satuan lingual kata, frasa, serta kalimat sampai pada tataran wacana. Ekspresi tersebut mempunyai makna berkait dengan konteks sosial budaya. Ekspresi linguistic tersebut sebagai berikut
Tabel 4.8: Kategori dan Ekspresi Linguistik dalam Masa Pascapanen SATUAN
LINGUAL
EKSPRESI
LINGUISTIK MAKNA KETERANGAN
kata diselepke dimasukkan kedalam mesin selep yakni mesin yang dipakai untuk mengelupas kulit gabah
Padi yang sudah kering menjadi gabah dimasukkan ke dalam mesin selep untuk dijadikan beras.
mendang brambut kecil-kecil yang masih bersama beras
Pada saat beras dimasukkan ke dalam mesin selep keluarnya kadang-kadang masih bersama dengan mendang ini.
beras beras Gabah yang sudah diselep dan siap dimasak menjadi nasi.
menir beras yang lembut Gabah yang diselepkan kadang bisa pecah menjadi beras kecil-kecil yang disebut menir, tetapi bisa juga terjadi karena memang gabahnya tidak sempurna isinya.
brambut sabut Kulit padi yang paling luar.
mendong dedak Kulit ari padi sisa selepan yang masih kasar biasanya untuk
commit to user
makanan ternak.
katul bekatul Kulit ari pada beras yang jika beras diputihkan akan membentuk sisa yang disebut katul. Sisa ini adalah yang paling lembut sehingga dapat dimasak menjadi bubur katul yang banyak mengadhung vitamin B. damen/wit pari pohon padi Pohon padi yang sudah diambil
padinya dan masih dapat dipakai untuk makanan ternak dan ada yang dijual kalau sudah mencukupi kebutuhan ternaknya sendiri.
lamen/gagang pari
daun padi terakhir Daun padi yang terakhir dekat dengan bulir padi ketika masih ada ani-ani ‘ketam’ dipakai sebagai patokan pembatas pemotongan padi supaya masih bisa diikat.
merang kumpulan gagang padi Biasanya tangkai padi dipakai sebagai bahan pembuat shampoo atau sebagai campuran pembuatan dawet maka daerah ini terkenal dengan dawet hitam
ageman ikatan padi Bulir-bulir padi dikumpulkan menjasi satu kemudian diikat. Ikatan ini disebut ageman. Hal ini dilakukan untuk memudahkan membawa pulang namun sekarang sudah tergantikan dengan karung karena sudah ada mesin perontok. dibongkok dibendel Sisa pohon padi yang telah di
potong dibendel dengan rapi sehingga mudah untuk membawanya.
18. Pemikiran Terkait Jenis dan Manfaat Tanaman Penyela
Dalam bercocok tanam, masyarakat menggunakan sistem tanam bergantian antara padi, kacang brul, dan terakhir jagung. Giliran ini dahulu sama semuanya. Dalam perkembangannya, sekarang menjadi pilihan ada yang setelah padi terus