• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS STILISTIKA DAN NILAI PENDIDIKAN NOVEL BUMI CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS STILISTIKA DAN NILAI PENDIDIKAN NOVEL BUMI CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY"

Copied!
179
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user i

ANALISIS STILISTIKA DAN NILAI PENDIDIKAN NOVEL BUMI CINTA

KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY

SKRIPSI

Oleh:

NINA YULIAWATI K 1208106

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

Juni 2012

(2)

commit to user ii

(3)

commit to user iii

ANALISIS STILISTIKA DAN NILAI PENDIDIKAN NOVEL BUMI CINTA

KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY

Oleh:

NINA YULIAWATI K 1208106

Skripsi

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

Juni 2012

(4)

commit to user iv

(5)

commit to user v

(6)

commit to user vi ABSTRAK

Nina Yuliawati. ANALISIS STILISTIKA DAN NILAI PENDIDIKAN NOVEL BUMI CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY.

Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juni 2012.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) pemanfaatan bentuk-bentuk retorika dalam novel Bumi Cinta; (2) keunikan pemilihan atau pemakaian kosakata dan idiom dalam novel Bumi Cinta; dan (3) nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Bumi Cinta.

Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode content analysis. Sumber data adalah novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy cetakan ke-3. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik pustaka, teknik simak, dan teknik catat. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Uji validitas data yang digunakan adalah triangulasi teori. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis mengalir yang meliputi tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Prosedur penelitian yang dilakukan terdiri atas beberapa tahap yaitu pengumpulan data, penyeleksian data, menganalisis data yang telah diseleksi, dan membuat laporan penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

(1) style yang berwujud retorika dalam novel Bumi Cinta meliputi penggunaan bahasa figuratif dan citraan. Beberapa penggunaan bahasa figuratif yang terdapat dalam pembahasan novel Bumi Cinta di antaranya majas dan lambang. Adapun gaya bahasa figuratif yang berupa majas meliputi simile, personifikasi, metafora, apostrof, hiperbola, ironi, sinisme, sarkasme, paradoks, polisindeton, pars pro toto, dan metonimia. Sedangkan bentuk retorika yang berupa citraan dalam novel Bumi Cinta meliputi citraan penglihatan, citraan pendengaran, citraan gerak, citraan penciuman, citraan perabaan, dan citraan pengecapan; (2) keunikan pemilihan dan pemakaian kosakata yaitu tampak pada pemilihan dan pemakaian kosakata bahasa Rusia, pemilihan dan pemakaian kosakata bahasa Inggris, pemilihan dan pemakaian kosakata bahasa Arab, pemilihan dan pemakaian kosakata bahasa Jawa, dan pemanfaatan idiom; (3) nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Bumi Cinta adalah nilai pendidikan religius, nilai pendidikan moral, dan nilai pendidikan sosial. Adapun nilai pendidikan religius dalam novel ini meliputi iman, takwa, tawakal, syukur, ikhlas, dan jujur. Nilai pendidikan moral meliputi sikap berjiwa besar, rela berkorban, berpikir positif, menepati janji, rendah hati, bertekad kuat, dan bekerja keras. Sedangkan nilai pendidikan sosial meliputi sikap saling menghargai, saling menolong, bermusyawarah, tanggung jawab, dapat dipercaya, dan kepedulian.

Kata kunci: stilistika, gaya bahasa, bentuk retorika, nilai pendidikan

(7)

commit to user vii MOTTO

Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, “Berlapang- lapanglah dalam majelis-majelis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberikan kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu”,

maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.

Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. Al-Mujadilah: 11)

Sabar bukanlah sikap pasif, sabar adalah berusaha dengan penuh kesungguhan dan segala daya upaya mengharap ridho Allah semata. Apabila kegagalan yang datang, bukanlah Allah tempat segala kesalahan dilemparkan tapi segera koreksi

diri dan mencari jalan lain dengan tetap di jalan Illahi (Ali Bin Abi Thalib)

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan maka apabila kamu selesai (dari sesuatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.

Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap (QS. Al-Insyirah: 6-8)

Jika waktu kita anggap sebagai sesuatu yang sangat berharga maka membuang waktu secara sia-sia seharusnya adalah pemborosan yang paling merugikan

(Benyamin Franklin)

Yang penting bukan berapa kali aku gagal, tapi yang penting berapa kali aku bangkit dari kegagalan

(Abraham Lincoln)

Semua akan menjadi mungkin atas kehendak Sang Maha Kuasa, yakinlah bahwa apa yang telah kamu lakukan tidak ada yang sia-sia

(Penulis)

(8)

commit to user viii

PERSEMBAHAN

Teriring syukurku pada-Mu, kupersembahkan karya ini untuk :

”Bapakku (Achmad Zaenuddin) dan Ibuku (Endang Siswati) tercinta”

Terima kasih kuberikan pada Bapak dan Ibuku. Terima kasih atas ketulusan, restu, doa, dan pengorbanan tanpa pamrih. Doa kalian yang tak terputus di setiap sujud, kerja keras dan pengorbanan kalian tiada henti, motivasi dan dorongan yang kalian berikan tak terbatas oleh apapun, dan kasih

sayang kalian yang tak lekang oleh waktu. Tiada hal yang lebih indah dan lebih tulus dari hal yang telah kalian berikan dan lakukan demi

keberhasilan dan kebahagiaanku. Kalian adalah anugerah terindah dan teladan terbaik untukku.

“Adik-adikku tersayang, Arif Bayu Nugroho, Kurnia Sekarsari, dan Imam Wahyu Ahsani”

Terima kasih selalu setia mendampingiku baik dalam suka maupun duka.

Terima kasih atas segala dukungan dan kesetiaan yang kalian tunjukkan padaku selama ini. Kehadiran kalian telah memberikan warna indah dalam kebersamaan

hidup ini. Semuanya membuatku bangga memiliki kalian. Tiada kasih sayang yang seindah dan setulus kasih sayang yang telah kalian berikan.

”Kakek, Nenek, dan Saudara-saudaraku terkasih”

Terima kasih atas segala dukungan, doa, dan kerjasamanya selama ini. Kebaikan yang kalian tunjukkan telah membuatku merasakan sebuah kebersamaan dalam

hidup yang penuh jalan bergelombang. Dengan kehadiran kalian, aku bisa merasakan kehidupan yang penuh makna dan cinta.

”Sahabat-sahabatku (Naning, Rohmani, Desy, Ratna, Catur, Sinta, Suci, Endah)”

Terima kasih telah menjadi sahabat terbaikku. Bersahabat dengan kalian menjadikan hariku lebih berwarna. Suka dan duka yang kita lalui bersama

telah membuatku tegar menjalani hidup. Semoga persahabatan kita tak lekang oleh waktu.

(9)

commit to user ix

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah memberi ilmu, inspirasi, kemuliaan, karunia, dan hidayah-Nya kepada kita semua, terutama penulis dan keluarga. Atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”ANALISIS STILISTIKA DAN NILAI PENDIDIKAN NOVEL BUMI CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin penulisan skripsi ini.

2. Dr. Muhammad Rohmadi, M. Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin dalam penulisan skripsi ini.

3. Dr. Kundharu Saddhono, M. Hum., selaku Ketua Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang memberikan izin dalam penulisan skripsi ini.

4. Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd., selaku Pembimbing I yang selalu memberikan motivasi dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd., selaku Pembimbing II yang selalu memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis selama ini.

7. Bapak Achmad Zaenuddin, S. Pd. yang telah memberikan restu, doa, motivasi, dan pengorbanan tanpa pamrih selama ini.

(10)

commit to user x

8. Ibu Endang Siswati yang telah memberikan restu, doa, dan kasih sayangnya yang tulus dalam perjalanan hidup ini.

9. Teman-temanku Bastind 2008 yang telah memberikan warna, semangat, dan motivasi dalam album kebersamaan kita. Semoga ini menjadi kenangan indah di masa yang akan datang.

10. Saudara-saudara, sahabat-sahabat, dan teman-teman Kos Karimah dan Kos Indria yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan doa selama ini.

11. Semua pihak yang telah mendukung dan membantu sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Surakarta, Juni 2012

Penulis

(11)

commit to user xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………

HALAMAN PERNYATAAN………..

HALAMAN PENGAJUAN……….

HALAMAN PERSETUJUAN……….

HALAMAN PENGESAHAN………..

HALAMAN ABSTRAK………..

HALAMAN MOTTO………...

HALAMAN PERSEMBAHAN………...

KATA PENGANTAR………..

DAFTAR ISI………

DAFTAR GAMBAR………

DAFTAR TABEL………

DAFTAR LAMPIRAN………

DAFTAR SINGKATAN………..

Halaman i ii iii iv v vi vii viii ix xi xiv

xv xvi xvii

BAB I PENDAHULUAN………

A. Latar Belakang Masalah……….

B. Rumusan Masalah………...

C. Tujuan Penelitian………

D. Manfaat Penelitian………..

1 1 7 7 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA………

A. Kajian Teori………

1. Hakikat Novel………...

a. Pengertian Novel………...

b. Jenis - jenis Novel………..

1) Novel Serius...………...

2) Novel Populer………...

9 9 9 9 12 12 13

(12)

commit to user xii

2. Hakikat Stilistika………...

a. Pengertian Stilistika………...

b. Pengertian Gaya Bahasa………

c. Pengertian Retorika………...

d. Bentuk - bentuk Retorika………...

1) Bahasa Figuratif………

a) Majas………

b) Lambang………..

2) Citraan………...

a) Citraan Penglihatan………..

b) Citraan Pendengaran………

c) Citraan Penciuman………...

d) Citraan Pengecapan………..

e) Citraan Gerak………...

f) Citraan Intelektual………

g) Citraan Perabaan………..

e. Pemilihan dan Pemakaian Kosakata………..

f. Pemanfaatan Idiom………

3. Hakikat Nilai Pendidikan………...

a. Pengertian Nilai………...

b. Pengertian Pendidikan………...

c. Macam - macam Nilai Pendidikan…………...

1) Nilai Pendidikan Religius……….

2) Nilai Pendidikan Moral……….

3) Nilai Pendidikan Sosial……….

B. Hasil Penelitian yang Relevan………

C. Kerangka Berpikir………...

14 14 18 23 26 28 29 43 45 48 49 49 49 50 50 50 51 56 57 57 59 62 62 63 64 65 68

(13)

commit to user xiii BAB III

BAB IV

BAB V

METODOLOGI PENELITIAN………...

A. Tempat dan Waktu Penelitian……….

B. Bentuk dan Strategi Penelitian………

C. Sumber Data………...

D. Teknik Pengumpulan Data……….

E. Teknik Sampling……….

F. Validitas Data……….

G. Teknik Analisis Data………..

H. Prosedur Penelitian……….

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...

A. Analisis Pemanfaatan Bentuk-bentuk Retorika Novel Bumi Cinta...

B. Analisis Keunikan Pemilihan atau Pemakaian Kosakata dan Idiom Novel Bumi Cinta………...

C. Analisis Nilai-nilai Pendidikan Novel Bumi Cinta……….

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN………..

A. Simpulan……….

B. Implikasi……….

C. Saran………...

70 70 71 71 72 72 73 73 75 77 77

119 137 152 152 155 157

159 163 DAFTAR PUSTAKA………...

LAMPIRAN……….

(14)

commit to user xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan Kerangka Berpikir ... 69

2. Model Analisis mengalir ... 75

3. Bagan Prosedur Penelitian... ... 76

4. Diagram Skala Jenis-jenis Majas………... 102

5. Diagram Skala Jenis-jenis Citraan………. 118

(15)

commit to user xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian ... 70 2. Tabel Data Penggunaan Majas………... 101 3. Tabel Data Penggunaan Citraan………. 118

(16)

commit to user xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data - data ... 164

2. Cover Novel Bumi Cinta ... 184

3. Sinopsis Novel Bumi Cinta ... 185

4. Tentang Pengarang ... 188

5. Surat Permohonan Izin Penyusunan Skripsi ... 189

6. Surat Keputusan Dekan FKIP tentang Izin Penyusunan Skripsi... 190

(17)

commit to user xvii

DAFTAR SINGKATAN

BC : Bumi Cinta

(18)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan diri sendiri, interaksinya dengan lingkungan dan sesama, serta interaksinya dengan Tuhan. Pengarang menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan kesungguhan yang kemudian diungkapkannya kembali melalui sebuah karya sastra. Pengarang mengemukakan hal tersebut berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Namun, hal itu dilakukan secara selektif dan dibentuk sesuai dengan tujuannya yang sekaligus memasukkan unsur hiburan dan penerangan terhadap pengalaman kehidupan manusia.

Karya sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena kehidupan masyarakat sehingga hasil karya itu tidak hanya dianggap sekadar cerita khayal pengarang semata, melainkan perwujudan dari kreativitas pengarang dalam menggali gagasannya. Salah satu bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan karya fiksi yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya. Unsur- unsur tersebut sengaja dipadukan pengarang dan dibuat mirip dengan dunia yang nyata lengkap dengan peristiwa-peristiwa di dalamnya, sehingga nampak seperti sungguh ada dan terjadi. Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia imajinatif yang tidak jauh berbeda dengan kehidupan manusia sebenarnya.

Sebuah novel diwujudkan atau dimanifestasikan dengan bahasa. Bahasa adalah sarana atau media untuk menyampaikan gagasan dan pikiran pengarang yang akan dituangkan dalam sebuah karya sastra, salah satunya novel tersebut.

Bahasa merupakan salah satu unsur terpenting dalam sebuah karya sastra. Bahasa dalam karya sastra mengandung unsur keindahan. Keindahan adalah aspek dari estetika. Untuk menghasilkan novel yang bagus juga diperlukan pengolahan bahasa. Nurgiyantoro mengemukakan, “Bahasa dalam seni sastra dapat disamakan dengan cat dalam seni lukis. Keduanya merupakan unsur bahan, alat, dan sarana yang mengandung nilai lebih untuk dijadikan sebuah karya” (2002: 272). Sebagai salah satu unsur terpenting tersebut, maka bahasa berperan sebagai sarana

1

(19)

commit to user

pengungkapan dan penyampaian pesan dalam sastra. Untuk memperoleh efektivitas pengungkapan, bahasa dalam sastra harus disiasati, dimanipulasi, dan didayagunakan secermat mungkin sehingga tampil dengan sosok yang berbeda dengan bahasa nonsastra.

Pada umumnya orang beranggapan bahwa bahasa sastra berbeda dengan bahasa nonsastra. Bahasa sastra dicirikan sebagai bahasa yang mengandung unsur emotif dan bersifat konotatif sebagai kebalikan dari bahasa nonsastra, khususnya bahasa ilmiah yang rasional dan denotatif. Membaca sebuah karya sastra akan menarik apabila informasi yang diungkapkan pengarang disajikan dengan bahasa yang mengandung nilai estetik. Sebuah karya sastra yang mengandung nilai estetik memang dapat membuat pembaca lebih bersemangat dan tertarik untuk membacanya. Apalagi bila pengarang menyajikannya dengan gaya bahasa yang unik dan menarik.

Seorang pengarang dengan segala kreativitasnya mengekspresikan gagasannya menggunakan bahasa dan semua media yang ada dalam bahasa. Gaya berbahasa dan cara pandang pengarang satu dengan pengarang lainnya berbeda karena hal ini sudah menjadi bagian dari ciri khas seorang pengarang. Penggunaan gaya bahasa yang tepat akan memberikan efek keindahan pada sebuah karya sastra. Hal ini akan menarik perhatian masyarakat pembaca untuk memahami dan mengapresiasikan karya sastra itu. Apresiasi sastra merupakan bentuk pengenalan, perhatian, pemahaman, penikmatan, dan penilaian pada suatu karya sastra.

Salah satu jalan untuk menikmati karya sastra adalah melalui pengkajian stilistika. Stilistika adalah ilmu yang mempelajari gaya bahasa suatu karya sastra.

Semakin pandai pemanfaatan stilistika, karya sastra yang dihasilkan akan semakin menarik. Kemahiran sastrawan menggunakan stilistika juga akan menentukan bobot karya sastra itu sendiri. Gaya bahasa tersebut mungkin disengaja dan mungkin pula timbul sertamerta ketika pengarang mengungkapkan idenya. Gaya bahasa merupakan efek seni dalam sastra yang dipengaruhi juga oleh nurani.

Melalui gaya bahasa itu seorang sastrawan akan mengungkapkan ekspresinya.

(20)

commit to user

Aminuddin (1995) menjelaskan, “Studi stilistik dalam konteks kajian sastra dapat dihubungkan dengan kegiatan penelitian sastra, kritik sastra, dan apresiasi sastra. Sesuai dengan terdapatnya kata stilistik di situ, studi tersebut ditinjau dari sasaran dan penjelasan yang dibuahkan hanya berfokus pada aspek gayanya” (hlm. 42). Meskipun kajian yang dilakukan hanya berfokus pada aspek gaya, patut disadari bahwa aspek gaya secara esensial berkaitan dengan wujud pemaparan karya sastra sebagai bentuk penyampaian gagasan pengarangnya.

Karena itulah, deskripsi yang dibuahkan mempunyai peranan sangat penting dalam upaya memahami karya sastra secara keseluruhan.

Pada prinsipnya pusat perhatian stilistika adalah gaya bahasa, yaitu cara yang digunakan oleh seseorang untuk mengutarakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarananya. Endraswara menyatakan, “Penelitian stilistika berdasarkan asumsi bahwa bahasa sastra mempunyai tugas mulia.

Bahasa sastra memiliki pesan keindahan dan sekaligus membawa makna. Tanpa keindahan bahasa, karya sastra menjadi hambar. Keindahan karya sastra, hampir sebagian besar dipengaruhi oleh kemampuan pengarang dalam memainkan bahasa” (2003: 72). Kelenturan pengarang dalam berolah bahasa akan menciptakan keindahan khas sebuah karya sastra. Dengan kata lain, bahasa adalah wahana khusus ekspresi sastra.

Gaya bahasa dalam karya sastra merupakan cara atau teknik untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan menggunakan bahasa kias sehingga memperlihatkan jiwa dan kepribadian pengarang, menghasilkan sesuatu yang jelas, dan menarik bagi pembaca. Ratna (2007) berpendapat, “Memahami gaya bahasa berarti menjelaskan kekhasan cara pengungkapan, baik seorang pengarang maupun sekelompok pengarang yang terikat dengan norma tertentu” (hlm. 272).

Penggunaan bentuk bahasa kias haruslah tepat sehingga dapat memengaruhi pembaca agar dapat menginterpretasikan sesuatu yang dimaksud dengan asosiasi- asosiasi dan mendukung terciptanya suasana tertentu. Selain itu, penggunaan bentuk ungkapan haruslah baru dan segar sehingga dapat memberikan kesan kemurnian, kesegaran, dan mengejutkan sehingga bahasa menjadi lebih efektif.

(21)

commit to user

Penggunaan bentuk-bentuk kias dalam kesastraan merupakan bentuk penyimpangan dalam kebahasaan. Bahasa yang mengandung penyimpangan akan memperindah pembentukan sebuah karya sastra. Hal ini tentunya akan menggugah para pembaca untuk menafsirkan maksud yang disampaikan pengarang lewat karya sastranya. Bahasa kias pada dasarnya digunakan oleh sastrawan untuk memperoleh dan menciptakan citraan. Tuturan figuratif mengiaskan atau memersamakan suatu hal dengan hal yang lain supaya gambaran menjadi lebih jelas, lebih menarik, dan lebih hidup. Dengan demikian ada hubungan yang erat antara pencitraan kata dengan tuturan kias.

Gaya bahasa dan penulisan merupakan salah satu unsur yang menarik dalam sebuah bacaan. Setiap pengarang mempunyai gaya yang berbeda-beda dalam menuangkan setiap ide tulisannya sebagai perwujudan usaha dalam rangka memengaruhi pembaca. Setiap tulisan yang dihasilkan nantinya mempunyai gaya penulisan yang dipengaruhi oleh pengarangnya, sehingga dapat dikatakan bahwa watak dan kepribadian seorang pengarang sangat memengaruhi sebuah karya yang ditulisnya. Keseluruhan fenomena yang demikian itulah yang disebut dengan fenomena retorika.

Gaya dalam konteks kajian retorika berkaitan dengan cara penyampaian gagasan dan efeknya bagi pembaca. Istilah retorika itu sendiri lazim diartikan sebagai seni dalam menekankan gagasan dan memberikan efek tertentu bagi penanggapnya. Bentuk retorika sastra yang sangat dominan adalah penggunaan bahasa figuratif. Bahasa figuratif merupakan cara pengarang dalam memanfaatkan bahasa untuk memperoleh efek estetis dengan pengungkapan gagasan secara kias yang menyaran pada makna literal. Selanjutnya salah satu cara untuk mengetahui gaya penulisan setiap pengarang adalah dengan meneliti kekhasan dan keunikan bahasa yang digunakan oleh setiap pengarang dalam membuat karya-karyanya.

Pengkajian mengenai kekhasan dan keunikan pemakaian bahasa tersebut adalah untuk menemukan dan menandai ciri umum karya seorang pengarang.

(22)

commit to user

Habiburrahman El Shirazy merupakan seorang pengarang yang ikut meramaikan dan mampu menggugah dunia kesusastraan Indonesia dewasa ini.

Setiap pengarang mempunyai konsep yang berbeda-beda dalam melahirkan suatu cipta sastra. Hal ini disebabkan adanya berbagai keanekaragaman dan style tiap penulis. Keanekaragaman dan style Habiburrahman El Shirazy melalui novel Bumi Cinta sangat perlu dan menarik untuk diteliti. Gaya Habiburrahman El Shirazy yang khas muncul dalam pengisahan di novel ini. Novel Bumi Cinta pertama kali diterbitkan pada bulan Januari 2011. Sejak kemunculannya novel Bumi Cinta mendapatkan tanggapan positif dari penikmat sastra. Buku ini memberi kesan yang sangat mendalam mengenai bagaimana seseorang menjaga dan memertahankan imannya di negara yang terkenal bebas sedunia. Novel ini sangat religius, berkisah tentang seorang pemuda muslim Indonesia di tengah kehidupan Moskwa, Rusia yang penuh dengan tantangan-tantangan.

Dalam pemilihan diksi, Habiburrahman El Shirazy sangat memperhatikan efek sugestivitas yang ditimbulkan oleh rangkaian kata-kata tersebut terhadap pembaca dan dengan gaya bahasanya Habiburrahman El Shirazy langsung membidik pusat kesadaran pembaca. Habiburrahman El Shirazy mampu menyihir jiwa pembacanya melalui deskripsi cerita yang dahsyat dalam novel Bumi Cinta.

Dia dapat dikatakan memiliki kemampuan mengolah kata sehingga memesona yang membacanya. Tuturannya dalam novel Bumi Cinta mengalir, menyentuh, mencerahkan, menggelikan, dan jauh dari sifat menggurui. Habiburrahman El Shirazy melalui novel Bumi Cinta memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri dalam pemilihan kata-kata dan penyampaiannya kepada pembaca. Stilistika juga merupakan sesuatu yang menjadi objek kajian penelitian, artinya di dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy ada potensi-potensi bahasa yang diolah dan dimanfaatkan oleh pengarang untuk keperluan ekspresi estetik.

Pada mulanya karya sastra memang untuk dinikmati keindahannya, bukan untuk dipahami. Akan tetapi, mengingat bahwa karya sastra juga merupakan sebuah produk budaya, maka persoalannya menjadi lain. Karya sastra berkembang sesuai dengan proses kearifan zaman sehingga lama-kelamaan sastra pun berkembang fungsinya. Karya sastra yang semula hanya menghibur, pada tahapan

(23)

commit to user

proses berikutnya juga dituntut untuk dapat memberikan sesuatu yang berguna bagi pembaca. Hal ini relevan dengan idiom sastra “dulce et utile”, yang berarti menyenangkan dan berguna.

Selain aspek estetika, karya sastra juga harus menampilkan aspek etika (isi) dengan mengungkap nilai-nilai moral, kepincangan-kepincangan sosial, dan problematika kehidupan manusia beserta kompleksnya persoalan-persoalan kemanusiaan. Karya sastra senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak, dan martabat manusia. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan. Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat. Ajaran moral itu sendiri bersifat tak terbatas, dapat mencakup persoalan hidup seperti hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain, dan hubungan manusia dengan Tuhan.

Membaca sebuah novel berarti menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin. Betapapun saratnya pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditawarkan, sebuah novel haruslah tetap merupakan cerita yang menarik. Daya tarik inilah yang semata-mata akan memotivasi orang untuk membacanya. Melalui sarana cerita tersebut, pembaca secara tidak langsung dapat belajar, merasakan, menghayati berbagai permasalahan kehidupan yang secara sengaja ditawarkan oleh pengarang, dan ikut merenungkan masalah hidup dan kehidupan. Oleh karena itu, karya sastra pada umumnya sering dianggap dapat membuat manusia menjadi lebih arif dan bijaksana. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sastrowardoyo (1992: 67) bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra akan berpengaruh kepada masyarakat modern. Modern di sini dikaitkan dengan tahap perkembangan pandangan dunia serta pengalaman hidup.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti berminat untuk menganalisis novel Bumi Cinta pada segi stilistika dan nilai-nilai pendidikan.

Alasan dipilih dari segi stilistika karena setelah membaca novel tersebut, peneliti menemukan banyak pemanfaatan bentuk-bentuk retorika yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan setiap gagasannya dan banyak pengamat sastra

(24)

commit to user

yang mengakui kehebatan Habiburrahman El Shirazy dalam menggunakan gaya bahasa. Sedangkan dari segi nilai-nilai pendidikan, peneliti menganggap bahwa novel ini memuat nilai religi, nilai moral, dan nilai sosial yang sangat tinggi dan berguna bagi masyarakat pembaca yang bertujuan untuk mendidik manusia agar menjadi pribadi yang berbudi luhur.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah pemanfaatan bentuk-bentuk retorika dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy ?

2. Bagaimanakah keunikan pemilihan atau pemakaian kosakata dan idiom dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy ?

3. Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy ?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan pemanfaatan bentuk-bentuk retorika dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy.

2. Mendeskripsikan keunikan pemilihan atau pemakaian kosakata dan idiom dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy

3. Mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy.

(25)

commit to user D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Manfaat teoretis, hasil penelitian ini dapat menambah khazanah keilmuan dalam pengajaran bidang bahasa dan sastra, khususnya pembelajaran sastra tentang stilistika dan nilai-nilai pendidikan dalam novel.

2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh beberapa pihak antara lain :

a. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan siswa tentang pemanfaatan stilistika dalam penulisan sebuah novel.

b. Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi guru tentang pemanfaatan stilistika untuk dijadikan pedoman dalam pembelajaran sastra yang menarik, kreatif, dan inovatif.

c. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi jawaban dari masalah yang dirumuskan.

Selain itu, dengan selesainya penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi peneliti untuk semakin aktif menyumbangkan hasil karya ilmiah bagi dunia sastra dan pendidikan.

d. Bagi Pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan pembaca dapat lebih memahami pesan-pesan moral yang disampaikan oleh pengarang lewat novel Bumi Cinta dan semakin jeli dalam memilih bahan bacaan yang mengandung nilai- nilai pendidikan.

(26)

commit to user BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Hakikat Novel a. Pengertian Novel

Kata novel berasal dari bahasa Latin novellus yang diturunkan pula dari kata noveis yang berarti baru. Dikatakan baru karena kalau dibandingkan dengan jenis-jenis sastra yang lainnya, maka novel ini baru muncul kemudian (Tarigan, 1993: 164). Sementara itu, Abrams (1981) menjelaskan bahwa kata novel berasal dari bahasa Italia novella yang secara harfiah berarti sebuah barang baru yang kecil, dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa fiksi yang tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek (Nurgiyantoro, 2002: 9).

Semi (1993) menjelaskan, “Novel merupakan sebuah karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus” (hlm. 32). Novel berusaha mengungkapkan suatu konsentrasi kehidupan pada suatu saat yang tegang, dan pemusatan kehidupan yang lebih tegas. Sedangkan Tarigan (mengutip simpulan Wolf, 1960) mengatakan bahwa novel atau roman merupakan sebuah eksplorasi atau suatu kronik penghidupan, merenungkan dan melukiskan dalam bentuk tertentu, pengaruh, ikatan, hasil, atau tercapainya gerak-gerik dalam kehidupan manusia (1993: 164).

Batos (1960) menyatakan bahwa novel merupakan sebuah roman, pelaku-pelaku mulai dengan waktu muda menjadi tua, bergerak dari sebuah adegan ke adegan yang lain, dan dari suatu tempat ke tempat lain (Tarigan, 1993: 164). Hal tersebut sejalan dengan pendapat Abrams (1981) bahwa novel adalah karya fiksi yang menawarkan sebuah dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan dan dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut

9

(27)

commit to user

pandang, dan lain sebagainya (Nurgiyantoro, 2002: 4). Lebih lanjut, Hartoko & Rahmanto (1986) menjelaskan, “Roman dianggap mencakup waktu yang lebih panjang, dari masa kanak-kanak sampai usia dewasa, sedangkan novel lebih singkat, menampilkan satu episode saja” (hlm. 121).

Nurgiyantoro menyatakan, “Novel merupakan karya sastra yang bersifat realistis dan mengandung nilai psikologi yang mendalam, sehingga novel dapat berkembang dari bentuk-bentuk naratif nonfiksi misalnya surat- surat, biografi, dokumen-dokumen, dan sejarah sedangkan roman (romansa) lebih bersifat puitis dan epik” (2002: 15). Novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan kehidupan yang lebih kompleks secara penuh. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa novel dan romansa berada dalam kedudukan yang berbeda.

Senada dengan pendapat tersebut, Kramer dalam bukunya Inleiding tot de Stilistiche Interpretasi van Literaire Kunst mengatakan bahwa wujud novel adalah sebuah konsentrasi, pemusatan kehidupan dalam suatu saat, dalam suatu krisis yang menentukan (Santosa & Wahyuningtyas, 2010: 46).

Sedangkan Faruk (1999) menyatakan bahwa novel adalah cerita tentang suatu pencarian yang tergradasi akan nilai-nilai yang otentik, yang dilakukan oleh seorang hero yang problematik dalam suatu dunia yang juga terdegradasi (Santosa & Wahyuningtyas, 2010: 47).

Novel juga diartikan sebagai suatu karangan atau karya sastra yang lebih pendek daripada roman, tetapi jauh lebih panjang daripada cerita pendek, yang isinya hanya mengungkapkan suatu kejadian yang penting, menarik dari kehidupan seseorang (dari suatu episode kehidupan seseorang) secara singkat dan yang pokok-pokok saja. Juga perwatakan para pelaku- pelakunya digambarkan secara garis besar, tidak sampai pada masalah yang sekecil-kecilnya, dan kejadian yang digambarkan tersebut mengandung suatu konflik jiwa sehingga mengakibatkan adanya perubahan nasib (Santosa & Wahyuningtyas, 2010: 46).

(28)

commit to user

Nurgiyantoro (mengutip simpulan Jassin, 1961) membatasi novel sebagai suatu cerita yang bermain dalam dunia manusia dan benda yang ada di sekitar kita, tidak mendalam, lebih banyak melukiskan satu saat dari kehidupan seseorang, dan lebih mengenai sesuatu episode (2002: 16).

Mencermati pernyataan tersebut, pada kenyataannya memang banyak novel Indonesia yang digarap secara mendalam, baik itu penokohan maupun unsur-unsur intrinsik yang lainnya.

Menurut Sudjiman (1986: 53) novel merupakan prosa rekaan yang panjang dan menyuguhkan tokoh-tokoh serta menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun. Novel sebagai sebuah karya imajinatif berusaha mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang mendalam dan menyajikannya secara halus. Novel tidak hanya sebagai alat hiburan, tetapi juga sebagai bentuk seni yang mempelajari dan meneliti segi-segi kehidupan dan nilai-nilai baik buruk (moral) dalam kehidupan dan mengarahkan pembaca tentang budi pekerti yang luhur.

Santosa & Wahyuningtyas (mengutip pendapat Sumarjo, 1981) mengemukakan bahwa novel merupakan produk masyarakat, karena novel dibentuk oleh anggota masyarakat berdasarkan desakan emosional atau rasional dalam masyarakat (2010: 47). Dalam sebuah novel, seorang pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan masyarakat melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa novel merupakan sebuah karya fiksi yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya, yang berusaha menggambarkan atau melukiskan berbagai permasalahan kehidupan manusia yang diungkapkan pengarang berdasarkan pengalaman dan pengamatan secara mendalam terhadap realitas atau fenomena yang dilihat dan dirasakannya.

(29)

commit to user b. Jenis - jenis Novel

Ada beberapa jenis novel dalam karya sastra. Jenis novel mencerminkan keragaman tema dan kreativitas dari para sastrawan yang tak lain adalah pengarang novel itu sendiri. Para pengamat sastra mengklasifikasikan novel menjadi dua jenis, yaitu novel serius dan novel populer. Adapun pengkategorian novel sebagai novel serius atau novel populer bukanlah menjadi hal baru dalam dunia sastra. Usaha ini tidak mudah dilakukan karena bersifat riskan. Selain dipengaruhi oleh hal subjektif yang muncul dari pengamat, juga banyak faktor dari luar yang menentukan. Misalnya, sebuah novel yang diterbitkan oleh penerbit yang biasa menerbitkan karya sastra yang telah mapan, karya tersebut akan dikategorikan sebagai karya yang serius, karya yang bernilai tinggi, padahal pengamat belum membaca isi novel tersebut.

Pengarang untuk dapat disebut kreatif harus mampu menyuguhkan bidang garapan lain daripada yang lain, sedangkan pengarang yang hanya mengulang problem cerita yang sudah digarap menggunakan cara penggarapan yang relatif sama disebut pengarang pop dan karya mereka kurang mendapat tempat dimata para kritikus sastra. Adanya pro dan kontra menyebabkan ciri-ciri antara novel serius dan novel pop sering dipertentangkan. Terkadang, ciri-ciri novel serius dijumpai dalam novel pop terutama pada ciri yang bersifat umum, begitu juga sebaliknya (Nurgiyantoro, 2005: 17). Sehubungan dengan hal tersebut, maka berikut ini akan dipaparkan perbedaan antara novel serius dan novel populer.

1) Novel Serius

Sumardjo (1982) menyatakan bahwa novel serius merupakan sebuah karya sastra yang lebih menitikberatkan pada keunikan karya, kebaruan, dan kedalaman (Semi 1993: 72). Membaca novel serius diperlukan daya konsentrasi yang tinggi agar dapat memahami isi dan pesan yang disampaikan pengarang dengan baik. Pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini disorot dan diungkapkan sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat

(30)

commit to user

universal. Novel serius di samping memberikan sebuah hiburan, juga memberikan pengalaman yang sangat berharga kepada pembaca atau paling tidak akan mengajak pembaca untuk meresapi dan merenungkan berbagai permasalahan yang dikemukakan.

Novel serius atau yang lebih dikenal dengan sebutan novel sastra harus sanggup memberikan segala sesuatu yang serba mungkin, hal itu yang disebut makna sastra yang sastra. Berbeda dengan novel populer yang selalu mengikuti selera pasar, novel sastra tidak bersifat mengabdi kepada pembaca. Novel sastra cenderung menampilkan tema-tema yang lebih serius. Kecenderungan yang muncul pada novel serius memicu sedikitnya pembaca yang berminat pada novel sastra ini. Meskipun demikian, hal ini tidak menyebabkan popularitas novel serius menurun.

Justru novel ini mampu bertahan dari waktu ke waktu.

2) Novel Populer

Nurgiyantoro (mengutip simpulan Kayam, 1981) menyebutkan kata “pop” erat diasosiasikan dengan kata “populer”, mungkin karena novel-novel itu sengaja ditulis untuk “selera populer” atau “selera orang banyak” yang kemudian dikenal sebagai “bacaan populer” (2002: 17).

Jadilah istilah pop sebagai istilah baru dalam dunia sastra kita.

Sastra populer adalah perekam kehidupan dan tidak banyak memperbincangkan kembali kehidupan dalam serba kemungkinan.

Selanjutnya, Kayam (1981) juga menyatakan bahwa sastra populer menyajikan kembali rekaman kehidupan dengan tujuan agar pembaca mengenal kembali pengalamannya sehingga akan merasa terhibur karena seseorang telah menceritakan pengalamannya (Nurgiyantoro, 2002: 18).

Novel populer memang memiliki kecenderungan untuk bercorak seragam yang menyesuaikan diri dengan selera pembaca menurut kurun waktu tertentu (Semi, 1993: 72). Sementara itu, Sumardjo (1982) mengatakan bahwa disebut novel populer karena karya itu baik tema, cara penyajian, teknik, bahasa, maupun gaya meniru pola umum yang sedang digemari masyarakat pembacanya (Semi 1993: 72).

(31)

commit to user

Stanton (1965) mengatakan bahwa novel populer di sisi lain lebih mudah dibaca dan lebih mudah dinikmati karena semata-mata menyampaikan cerita (Nurgiyantoro, 2002: 19). Novel populer tidak mengejar efek estetis seperti yang terdapat dalam novel serius, melainkan memberikan hiburan langsung dari aksi ceritanya. Masalah yang diceritakan pun yang ringan-ringan, tetapi aktual dan menarik.

Nurgiyantoro (2002) menyatakan, “Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca di kalangan remaja” (hlm. 18). Novel jenis ini menampilkan masalah-masalah yang aktual dan selalu menzaman, namun hanya sampai tingkat permukaan. Novel populer tidak menampilkan permasalahan kehidupan secara intens, dan tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan. Sebab, jika demikian halnya novel populer akan menjadi berat dan berubah menjadi novel serius, dan boleh jadi akan ditinggalkan para pembacanya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara novel serius dan novel populer terletak pada pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditampilkan. Novel serius menampilkan tema-tema yang lebih serius, tetapi novel ini cenderung mampu bertahan dari waktu ke waktu. Sedangkan novel populer pada umumnya bersifat artifisial, hanya bersifat sementara, cepat ketinggalan zaman, dan biasanya cepat dilupakan orang seiring dengan munculnya novel-novel baru yang lebih populer pada masa sesudahnya.

2. Hakikat Stilistika a. Pengertian Stilistika

Secara etimologis stylistics berhubungan dengan kata style yang berarti gaya, sedangkan stilistics sendiri dapat diterjemahkan sebagai ilmu tentang gaya. Stilistika adalah ilmu pemanfaatan bahasa dalam sebuah karya sastra (Endraswara, 2003: 72). Sehubungan dengan hal tersebut, Ratna (2009) menyatakan, “Stilistika adalah ilmu tentang gaya, sedangkan style

(32)

commit to user

secara umum adalah cara-cara yang khas, bagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan cara tertentu sehingga tujuan yang dimaksudkan tersebut dapat tercapai dengan baik” (hlm. 3).

Lecch & Short (1981) mengatakan bahwa stilistika menyaran pada pengertian studi tentang style, kajian terhadap wujud performansi kebahasaan, khususnya yang terdapat di dalam sebuah karya sastra (Nurgiyantoro, 2002: 279). Sementara itu, Chapman (1973) menyatakan bahwa kajian stilistika sendiri sebenarnya dapat ditujukan terhadap berbagai ragam penggunaan bahasa dan tidak hanya terbatas dalam karya sastra saja, namun biasanya stilistika memang lebih sering dikaitkan dengan bahasa dalam sastra (Nurgiyantoro, 2002: 279).

Sudjiman menjelaskan, “Stilistika merupakan ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam sebuah karya sastra”

(1986: l71). Lebih jauh, Ratna (2007: 236) mengemukakan beberapa definisi tentang stilistika, yaitu: 1) ilmu tentang gaya bahasa, 2) ilmu interdisipliner antara linguistik dan kesusastraan, 3) penerapan kaidah- kaidah linguistik dalam penelitian gaya bahasa, 4) ilmu yang menyelidiki mengenai pemakaian bahasa dalam karya sastra, dan 5) ilmu yang menyelidiki tentang pemakaian bahasa dalam karya sastra, dengan mempertimbangkan aspek-aspek keindahannya.

Stilistika sebagai bahasa khas sastra, akan memiliki keunikan tersendiri dibandingkan bahasa komunikasi sehari-hari. Stilistika adalah bahasa yang telah dicipta dan bahkan direkayasa untuk mewakili ide sastrawan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Wellek dan Warren (1989) bahwa stilistika adalah bagian dari ilmu sastra dan akan menjadi penting, karena melalui metode ini akan terjabarkan ciri-ciri khusus sebuah karya sastra (Endraswara, 2003: 75).

Aminuddin (1995) menyatakan, “Kajian stilistika merupakan bentuk kajian yang menggunakan pendekatan obyektif. Dikatakan demikian karena ditinjau dari sasaran kajian dan penjelasan yang dibuahkan, kajian stilistik merupakan kajian yang berfokus pada wujud penggunaan sistem tanda

(33)

commit to user

dalam sebuah karya sastra” (hlm. 52). Bertolak dari pemahaman ciri penggunaan sistem tanda setelah dihubungkan dengan gambaran makna yang diembannya, lebih lanjut ditafsirkan cara yang digunakan pengarang di dalam memaparkan gagasannya.

Stilistika seringkali memperlihatkan persamaan dengan retorika, tetapi tanpa aspek normatifnya yang meneliti pemakaian bahasa yang khas atau istimewa, yang merupakan ciri khas seorang penulis, aliran sastra, dan yang menyimpang dari bahasa sehari-hari atau dari bahasa yang dianggap normal.

Stilistika berusaha dan berhasil menetapkan keistimewaan pemakaian bahasa secara insidental (Teeuw, 1984: 72). Di samping itu, stilistika dapat pula merupakan sarana yang dipakai pengarang untuk mencapai tujuan, karena stilistika merupakan cara untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, jiwa, dan kepribadian pengarang dengan cara khasnya (Fananie, 2002: 26).

Zhang berpendapat, “Stilistika kesusastraan merupakan disiplin ilmu antara linguistik dan kritik sastra yang menyelidiki estetika dan nilai-nilai yang dihasilkan oleh bentuk-bentuk linguistik, untuk menyampaikan tujuan, sikap, atau karakter pengarang guna meningkatkan kekuatan dan keefektifan dari pesan yang berkontribusi pada karakterisasi dan membuat fungsi realitas fiksi menjadi efektif dalam kesatuan tematik” (2002: 155).

Sementara itu, Al-Ma’ruf (2009) menyatakan, “Stilistika adalah ilmu yang mengkaji gaya bahasa yakni wujud performansi bahasa dalam sastra setelah melalui pemberdayaan segenap potensi bahasa yang unik dan khas meliputi bunyi, diksi, kalimat, wacana, bahasa figuratif dan citraan” (hlm. 312).

Al-Ma’ruf menambahkan bahwa kajian stilistika karya sastra dan fungsinya dalam pemaknaan karya sastra perlu dikembangkan. Selain bermanfaat bagi kritik sastra, hasil kajian stilistika dalam sebuah karya sastra dapat memberikan sumbangan penting bagi kajian linguistik (2009: 311). Kajian stilistika karya sastra menerapkan prinsip-prinsip linguistik dalam memerikan berbagai fenomena kebahasaan sebuah karya sastra yang berperan dalam pemahaman maknanya.

(34)

commit to user

Menurut Abrams (1981) stilistika kesusastraan merupakan metode analisis dalam sebuah karya sastra. Abrams juga menjelaskan bahwa fitur stilistika adalah fonologi, sintaksis, leksikal, dan retorika yang meliputi karakteristik penggunaan bahasa figuratif, pencitraan, dan lain sebagainya (Al-Ma’ruf, 2009: 19). Adapun Leech dan Short (1981) mengatakan bahwa unsur-unsur stilistika meliputi unsur leksikal, gramatikal, figure of speech, konteks, dan kohesi (Nurgiyantoro, 2002: 289).

Dapat dikatakan bahwa stilistika adalah proses menganalisis karya sastra dengan mengkaji unsur-unsur bahasa sebagai medium karya sastra yang digunakan sastrawan sehingga terlihat bagaimana perlakuan sastrawan terhadap bahasa dalam rangka menuangkan gagasannya. Oleh sebab itu, Cuddon (1979) menyatakan bahwa semua proses yang berhubungan dengan analisis bahasa dalam karya sastra dikerahkan untuk mengungkapkan aspek kebahasaan seperti diksi, kalimat, penggunaan bahasa figuratif, bentuk- bentuk wacana, dan sarana retorika yang lain (Al-Ma’ruf, 2009: 10).

Menurut Muhammad (1988) penelitian stilistika hendaknya sampai pada tingkat makna gaya bahasa sastra. Makna tersebut ada dua hal, yaitu denotasi (makna lugas) dan makna konotasi (makna kias). Kedua makna ini akan saling berhubungan satu sama lain. Pemaknaan keduanya perlu memperhatikan deskripsi mental dan deskripsi fisikal gaya bahasa (Endraswara, 2003: 73). Deskripsi ini akan tampak melalui pilihan kata, yaitu ketepatan dan kesesuaian kosakata. Pemakaian kosakata yang tepat tentu akan mendukung keindahan karya sastra.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa stilistika merupakan ilmu yang mengkaji wujud pemakaian bahasa dalam sebuah karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek keindahannya yang meliputi keunikan dan kekhasan bahasa yang digunakan, pemanfaatan bahasa figuratif, pemilihan kata, pencitraan, dan sebagainya sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat tercapai dengan maksimal.

(35)

commit to user b. Pengertian Gaya Bahasa

Istilah gaya diangkat dari istilah style yang berasal dari bahasa Latin stilus dan mengandung arti semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin (Keraf, 2008: 112). Dalam perkembangan selanjutnya, stilus juga memiliki arti khusus mendeskripsikan tentang penulisan dan kritik terhadap kualitas dari sebuah tulisan atau karangan. Keraf juga menjelaskan bahwa gaya bahasa adalah cara atau teknik mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur yaitu kejujuran, sopan- santun, dan menarik. Mengkaji gaya bahasa memungkinkan dapat menilai pribadi, karakter, dan kemampuan pengarang dalam menggunakan bahasa.

Menurut Aminuddin (1995: 4) style diartikan sebagai teknik serta bentuk gaya bahasa seseorang dalam memaparkan gagasan sesuai dengan ide dan norma yang digunakan sebagaimana ciri pribadi pemakainya.

Sebelum memiliki stilistika, bahasa dalam karya sastra memang telah memiliki gaya. Endraswara (2003: 71) menjelaskan bahwa gaya adalah segala sesuatu yang “menyimpang” dari pemakaian biasa. Penyimpangan tersebut bertujuan untuk keindahan. Keindahan ini banyak muncul dalam karya sastra, karena sastra memang sarat dengan unsur estetik. Segala unsur estetik ini menimbulkan manipulasi bahasa, plastik bahasa, dan kado bahasa sehingga mampu membungkus rapi gagasan penulis.

Sementara itu, Ratna (2007) berpendapat, “Gaya (bahasa) adalah keseluruhan cara pemakaian (bahasa) oleh pengarang dalam karyanya.

Hakikat style adalah teknik pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang diungkapkan” (hlm. 232). Sedangkan, makna gaya menurut Lecch & Short (1981) merupakan cara penggunaan bahasa dalam konteks tertentu, untuk tujuan tertentu, dan lain sebagainya (Nurgiyantoro, 2002: 276). Dengan demikian, style dapat bermacam-macam sifatnya, tergantung pada konteks di mana dipergunakan, selera pengarang, namun juga tergantung apa tujuan dari penuturan itu sendiri.

(36)

commit to user

Gaya pada hakikatnya merupakan teknik pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang akan diungkapkan oleh pengarang. Teknik itu sendiri merupakan bentuk pilihan yang dapat dilihat pada bentuk ungkapan suatu bahasa seperti yang dipergunakan dalam sebuah karya sastra. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Abrams (1981) yang menyatakan bahwa gaya merupakan cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan kepada pembaca (Nurgiyantoro, 2002: 276).

Aminuddin (1995) mengatakan, “Gaya dapat diartikan sebagai cara menyusun dan menggambarkan sesuatu secara tepat dan mendalam hingga dapat menampilkan nilai keindahan tertentu sesuai dengan impresi dan tujuan pemaparnya” (hlm. 9). Jadi dapat dikatakan bahwa gaya sebagai cara penggunaan sistem tanda yang mengandung ide, gagasan, dan nilai estetis tertentu. Sementara itu, Pateda juga berpendapat, “Gaya bahasa memang banyak dan biasanya dibicarakan dalam bidang sastra” (2001: 234).

Sebenarnya bukan soal gaya bahasa yang dipentingkan, tetapi makna atau kalimat yang menggunakan gaya bahasa tersebut yang perlu dibicarakan.

Kemudian, Ratna (2009) juga berpendapat, “Gaya merupakan tindakan untuk melahirkan sesuatu atau hal baru yang bertujuan untuk mencapai kepuasan. Meskipun demikian gaya tidak harus dilakukan di luar batas kebiasaan sehingga melanggar norma, gaya tidak boleh berlebihan”

(hlm. 7). Lebih jauh, menurut Ratna (mengutip simpulan Hough 1969) gaya dianggap sebagai ciri khas seorang pengarang dalam menggunakan bahasa.

Gaya merupakan pilihan kata dalam berbagai eksistensinya, pilihan citra, dan imajinasi dalam berbagai manifestasinya (2007: 242).

Menurut Pradopo (mengutip simpulan Slametmuljana, 1966) gaya bahasa adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu (2007: 93). Lebih jauh, Fananie (2002: 26) menjelaskan bahwa aspek-aspek yang memengaruhi gaya seorang pengarang di antaranya meliputi penggunaan bahasa, lingkungan sosial, ekspresi, aliran, ideologi,

(37)

commit to user

dan sebagainya. Dari aspek-aspek tersebut maka gaya bahasa merupakan ungkapan yang paling menonjol, karena aspek inilah yang merupakan media utama sebuah karya sastra.

Moti menyatakan, “Gaya dalam pengertian modern adalah cara khas yang digunakan oleh pengarang untuk berekspresi melalui bahasa sebagai media utamanya dan untuk mempelajari ciri khas dalam bahasa dengan cara yang lebih objektif” (2010: 152). Selanjutnya, Sudjiman (1986: 31) mengemukakan bahwa istilah gaya sendiri memiliki beberapa pengertian antara lain: 1) cara penyampaian pikiran dan perasaan dengan menggunakan kata-kata, 2) cara khas penyusunan dan penyampaian pikiran atau perasaan dalam bentuk tulisan dan lisan, dan 3) ciri-ciri suatu kelompok karya sastra berdasarkan bentuk pernyataannya (ekspresinya) dan bukan kandungan isinya, gaya terutama ditentukan oleh diksi dan struktur kalimat.

Sementara itu, Warriner (1977) menyatakan bahwa gaya bahasa merupakan cara mempergunakan bahasa secara imajinatif, bukan dalam pengertian yang benar-benar secara alamiah saja (Tarigan, 1985: 5). Senada dengan hal tersebut, Aminuddin (2003: 25) menyebutkan bahwa berhadapan dengan kompleksitas makna dalam karya sastra, pembaca yang ingin memahami karya sastra secara sungguh-sungguh dan benar tentunya juga harus memahami ilmu tentang makna sebagai bekal awal dalam upaya memahami teks sastra.

Ratna (mengutip simpulan Sukada, 1987) mendefinisikan istilah gaya bahasa dalam sejumlah butir pernyataan, yaitu: 1) gaya bahasa adalah bahasa itu sendiri, 2) yang dipilih berdasarkan struktur tertentu, 3) digunakan dengan cara yang wajar, 4) tetapi tetap memiliki ciri personal, 5) sehingga tetap memiliki ciri-ciri personal, 6) sebab lahir dari diri pribadi penulisnya yang diungkapkan dengan penuh kejujuran, 7) disusun secara sengaja agar menimbulkan efek tertentu dalam diri pembaca, dan 8) isinya adalah persatuan antara unsur keindahan dan kebenaran (2009: 12).

(38)

commit to user

Sehubungan dengan pengertian tersebut, Kridalaksana (2008) mengemukakan, “Gaya bahasa adalah pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis, pemakaian ragam bahasa tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, dan keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra” (hlm. 70). Sementara itu, Sudjiman (1995) mengartikan style sebagai gaya bahasa yang mencakup diksi (pilihan kata atau leksikal), struktur kalimat, majas, citraan, pola rima, serta matra yang digunakan oleh seorang pengarang yang terdapat dalam sebuah karya sastra (Al-Ma’ruf, 2009: 20).

Zaimar menyatakan, “Pemakaian gaya bahasa yang tepat (sesuai dengan waktu dan penerima yang menjadi sasaran) dapat menarik perhatian penerima. Sebaliknya, bila penggunaannya tidak tepat, maka penggunaan gaya bahasa akan sia-sia belaka, bahkan mengganggu pembaca” (2002: 45).

Misalnya apabila dalam novel remaja masa kini terdapat banyak gaya bahasa dari masa sebelum kemerdekaan, maka pesan tidak sampai dan novel remaja itu tidak akan disukai pembacanya. Pemakaian gaya bahasa juga dapat menghidupkan apa yang dikemukakan dalam teks, karena gaya bahasa dapat mengemukakan gagasan yang penuh makna dengan singkat.

Abrams (1981) mengatakan bahwa gaya bahasa adalah cara pemakaian bahasa dalam karangan, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan (Al-Ma’ruf, 2009: 7).

Senada dengan Abrams, Suyadi San (2005) menyatakan bahwa gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian pengarang (Al-Ma’ruf, 2009: 9).

Selanjutnya, Dale (1971) juga menyatakan bahwa gaya bahasa adalah bahasa yang indah, yang dipergunakan pengarang untuk meningkatkan efek dengan jalan memerkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum (Tarigan, 1985: 5).

Pendek kata penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu.

(39)

commit to user

Sementara itu, Endaswara (mengutip pendapat Enkvist, 1964) memberikan enam pengertian tentang gaya bahasa, yaitu: 1) bungkus yang membungkus inti pemikiran atau pernyataan yang telah ada sebelumnya;

2) pilihan di antara banyak pernyataan yang mungkin; 3) sekumpulan ciri- ciri pribadi; 4) penyimpangan dari norma atau kaidah; 5) sekumpulan ciri- ciri kolektif; dan 6) hubungan antara satuan bahasa yang dinyatakan dalam teks lebih luas daripada sebuah kalimat. Terpenting yang harus dipahami bahwa gaya bahasa adalah style as choise, style as meaning, dan style as tension between meaning and form (2003: 72).

Namun, hakikatnya dapatlah dipahami bahwa style merupakan gaya bahasa termasuk di dalamnya pilihan gaya pengekspresian pengarang untuk menuangkan apa yang dimaksudkan yang bersifat individual dan kolektif (Sutejo, 2010: 5). Gaya bahasa pada dasarnya juga dapat dikaitkan dengan proses kreatif pengarang terhadap berbagai macam fenomena kehidupan manusia (Umami, 2009: 206). Lebih lanjut, menurut Yeibo (2012: 180) studi mengenai gaya secara umum berkaitan dengan pemakaian bahasa figuratif yang berfungsi untuk menghasilkan efek estetika.

Gaya bahasa merupakan seni dalam karya sastra yang dipengaruhi oleh hati nurani. Hal ini dikarenakan gaya bahasa sebagai pembungkus ide yang dapat menghaluskan teks sastra (Endraswara, 2003: 73). Sedangkan Pradopo (1991) menyatakan bahwa nilai seni sastra ditentukan oleh gaya bahasanya. Gaya bahasa dapat dikatakan sebagai keahlian pengarang dalam mengolah kata-kata (Endraswara, 2003: 72). Gaya bahasa menghidupkan kalimat dan memberi gerak pada kalimat. Gaya bahasa untuk menimbulkan reaksi tertentu, dan untuk menimbulkan tanggapan pikiran kepada pembaca.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara mengungkapkan gagasan, pikiran, dan perasaan untuk mencapai efek estetik dalam sebuah karya sastra, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca melalui bahasa yang khas sesuai dengan kreativitas, keunikan, dan karakter yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian dari pengarang tersebut.

(40)

commit to user c. Pengertian Retorika

Istilah retorika berasal dari bahasa Yunani rhetor yang berarti orator atau ahli pidato (Tarigan, 1985: 5). Pada masa Yunani kuna retorika merupakan bagian penting dari suatu pendidikan karena itu berbagai aneka ragam gaya bahasa sangat penting dan harus benar-benar dikuasai. Dengan ditemukannya mesin cetak oleh Guttenberg, masalah keahlian berbicara atau berpidato pun akhirnya berpindah menjadi keahlian menulis sehingga retorika modern adalah retorika bahasa tulis. Dengan kata lain, retorika modern adalah stilistika itu sendiri (Ratna, 2007: 235).

Retorika membahas masalah-masalah gaya bertutur dan gaya bahasa agar menjadi lebih efektif. Dalam pemakaian bahasa, retorika selalu menganjurkan penutur untuk memilih materi bahasa yang tepat, menatanya menjadi kalimat-kalimat yang retoris, dan menampilkan dengan gaya tutur yang meyakinkan. Untuk menekankan gagasan sehingga lebih persuasif perlu digunakan cara tertentu. Penggunaan cara tersebut dapat menyangkut manipulasi penggunaan bahasa maupun teknik pemaparannya.

Aminuddin (1995) menyatakan, “Istilah retorika sendiri tersebut lazim diartikan sebagai seni dalam menekankan gagasan dan memberikan efek tertentu bagi penanggapnya” (hlm. 4). Sehubungan dengan hal tersebut, Fananie mengatakan, “Retorika tidak dapat dilepaskan dari masalah seni walaupun pada awalnya seni dalam retorika adalah seni berbicara untuk menarik minat para pendengar” (2002: 26). Itulah sebabnya pemakaian bahasa dalam retorika tidak jauh berbeda dengan bahasa sastra, karena keduanya sama-sama menonjolkan bahasa untuk memengaruhi, meyakinkan, dan menarik minat baik pembaca maupun pendengar.

Menurut Oka (mengutip pendapat Whatley, 1969) retorika adalah seni yang mengajarkan orang kaidah dasar pemakaian bahasa yang efektif (1976: 32). Sejalan dengan hal tersebut, Steinmann (1967) menyatakan bahwa retorika membahas tentang pemilihan yang efektif terhadap bentuk cara-cara pengungkapan yang sinonim (Oka, 1976: 32). Dikatakan bahwa

bahasa menyediakan materi dan kemungkinan susunan yang banyak

(41)

commit to user

sinonim antara yang satu dengan yang lainnya, maka retorikalah yang mengajarkan orang memilih salah satu di antaranya sebagai bentuk cara pengungkapan yang persuasif.

Kridalaksana (2008) menyatakan, “Retorika merupakan sistem dan penyelidikan mengenai alat-alat stilistis ragam bahasa resmi” (hlm. 210).

Sedangkan Sudjiman berpendapat, “Retorika adalah suatu keterampilan dalam pemakaian bahasa secara efektif, studi tentang pemakaian bahasa secara efektif dalam karang-mengarang, dan kadang-kadang berkonotasi dengan bahasa yang melangit atau tidak jujur yang penuh dengan kata yang muluk-muluk” (1986: 64).

Bryant (1967) mengatakan bahwa retorika sebagai suatu tutur yang mempersuasi dan memberikan informasi yang rasionil kepada pihak lain (Oka, 1976: 32). Sedangkan Burke (1967) memandang bahwa retorika sebagai ilmu yang mengajarkan orang untuk mengidentifikasi dalam arti yang seluas-luasnya, termasuk di dalamnya mengidentifikasi diri, masalah yang akan dituturkan, bahasa yang dipakai, penanggap tutur, dan hasil yang diharapkan. Setiap tindakan identifikasi tersebut merupakan tindak retorik (Oka, 1976: 32).

Retorika lebih dikenal dengan studi sastra dalam rangka mempelajari sastra. Hal tersebut dikarenakan mengingat penghargaan orang yang berlebih-lebihan terhadap sastra. Segala kebaikan, kemuliaan, dan keluhuran dianggap tersimpan sepenuhnya dalam sastra. Bahasa sastra dan cara-cara bertutur yang biasa digunakan oleh para sastrawan dipandang sebagai bahasa yang baik. Oleh sebab itu, jika orang ingin menguasai bahasa yang baik, ingin mampu bertutur dengan baik, maka dia harus mempelajari sastra, dan ilmu yang dianggap bisa membantu keinginan ini adalah retorika.

Nurgiyantoro mengemukakan, “Retorika merupakan suatu cara penggunaan bahasa untuk memperoleh efek estetis yang diperoleh melalui kreativitas pengungkapan bahasa, yaitu bagaimana pengarang menyiasati bahasa sebagai sarana untuk mengungkapkan gagasannya” (2002: 295).

Retorika pada dasarnya berkaitan dengan pembicaraan tentang dasar-dasar

(42)

commit to user

penyusunan sebuah wacana yang efektif. Sedangkan, Beckett (1966) mengatakan bahwa retorika merupakan seni untuk mengafeksi pihak lain dengan tutur, yaitu dengan cara memanipulasi unsur-unsur tutur tersebut dan respon pendengar (Oka, 1976: 32).

Menurut Keraf (2008: 18) retorika modern bertolak dari beberapa macam prinsip, diantaranya mengenal dan menguasai bermacam-macam gaya bahasa, mampu menciptakan gaya yang hidup dan baru untuk lebih menarik perhatian pembaca dan lebih memudahkan penyampaian pikiran penulis. Proses penciptaan karya sastra terkait dengan upaya pengolahan gagasan yang jernih dan kaya melalui bentuk pengungkapan yang padat, utuh, dan imajinatif. Setiap pengarang memanfaatkan retorika berdasarkan kemampuannya masing-masing. Menurut Oka (1976: 24) implikasi pengertian retorika merujuk pada bahasa yang baik, tutur yang menarik, cara bertutur yang memikat, beberan yang mantap, dan lain sebagainya.

Setiap pengarang mempunyai gaya bahasa sendiri. Hal ini sesuai dengan sifat dan kegemaran masing-masing pengarang. Meskipun setiap pengarang mempunyai gaya dan cara sendiri dalam melahirkan pikiran, namun ada sekumpulan bentuk atau beberapa macam bentuk yang biasa dipergunakan. Jenis-jenis bentuk ini biasa disebut dengan istilah sarana retorika. Pada umumnya sarana retorika ini menimbulkan ketegangan puitis karena pembaca harus memikirkan efek apa yang ditimbulkan dan dimaksudkan oleh pengarang (Pradopo, 2007: 93)

Retorika bertujuan memengaruhi sikap dan perasaan seseorang dengan mempergunakan semua unsur yang bertalian dengan kaidah-kaidah keefektifan dan keindahan gaya bahasa, misalnya ketepatan pengungkapan, keefektifan struktur kalimat, penggunaan bahasa kiasan yang serasi, penampilan yang sesuai dengan situasi, dan sebagainya (Keraf, 2008: 3).

Selain itu, Keraf juga menambahkan bahwa retorika modern lebih mengutamakan bahasa tertulis, dengan tidak mengabaikan bahasa lisan.

(43)

commit to user

Retorika adalah suatu istilah yang secara tradisional diberikan pada suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun dengan baik. Ada dua aspek yang perlu diketahui seseorang dalam retorika, yaitu pengetahuan mengenai bahasa dan penggunaan bahasa dengan baik, dan kedua pengetahuan mengenai obyek tertentu yang akan disampaikan dengan bahasa tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa retorika merupakan suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni baik lisan maupun tertulis, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun dengan baik (Keraf, 2008: 3).

Dalam wawasan retorika, style memegang peranan penting untuk memilih gaya bahasa yang mampu memikat perhatian penanggap tutur (Oka, 1976: 57). Style bukan hanya dihubungkan dengan penggunaan bahasa nan indah tetapi juga merujuk pada isi yang diembannya. Ukuran keberhasilan seseorang dalam berbahasa tersebut ditentukan berdasarkan kemampuan, keluwesan, dan kefasihannya dalam berbahasa sesuai dengan tingkatan gaya yang harus digunakan. Dalam karya sastra, style dipakai pengarang sebagai sarana retorika dengan mengeksploitasi, memanipulasi, dan memanfaatkan segenap potensi bahasa.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa retorika merupakan suatu cara atau teknik pemakaian bahasa sebagai seni dalam karya sastra untuk menekankan ide, gagasan, pikiran, dan perasaan guna memperoleh efek estetis yang bertujuan untuk memengaruhi sikap dan perasaan seseorang dengan mempergunakan semua unsur-unsur yang berkaitan dengan keindahan gaya bahasa.

d. Bentuk - bentuk Retorika

Gaya bahasa merupakan bentuk retorika, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis yang bertujuan untuk meyakinkan atau memengaruhi pembaca dan pendengar (Tarigan, 1985: 5). Jadi, gaya bahasa tersebut berfungsi sebagai alat dan sarana untuk meyakinkan atau memengaruhi pikiran dan perasaan pendengar atau pembaca.

Gambar

Tabel           Halaman
Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir
Tabel 1. Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian No.  Jenis Kegiatan
Gambar 2. Model Analisis Mengalir        (Miles dan Huberman, 1992)
+3

Referensi

Dokumen terkait

sebelumnya bahwa pada susu bubuk cokelat, komposisi lemak yang terkandung. dalam bubuk cokelat adalah penyebab utama buruknya nilai

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian Deskriptif Analitik dengan pendekatan cross sectional study untuk mengetahui faktor- faktor yang

Böyle bir esrâr-ı hafî sâhibi olup durmuş kalmış durulmuş Durmuş Dede idi. mahsûr olan asâkir-i İslâm kâfiri kova kıra bu kadar mâl-ı hazâyin ve esîr ü defâyin

- Respirometer adalah alat yang digunakan untuk mengetahui laju konsumsi oksigen dan. DO kritis

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Keputusan Investasi, Kebijakan Dividen, Kebijakan Hutang Dan

Pada kondisi eritrosit abnormal atau terjadi perubahan komposisi plasma karena adanya kelainan maka akan terjadi penurunan muatan negatif yang mengakibatkan eritrosit

mendapatkan banyak saran dan komentar dari siswa. Selanjutnya telah dilakukan revisi terhadap modul sehingga modul layak untuk disebar-luaskan dalam skala umum. Pembelajaran

Telah dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui pengaruh iradiasi sinar gamma dalam melemahkan Streptococcus agalactiae sebagai bahan vaksin untuk pencegahan penyakit