22
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini akan di paparkan teori-teori yang relevan dan terkait dengan studi yang dilakukan. Teori-teori tersebut digunakan sebagai dasar melakukan penelitian.
2.1 Pariwisata
Pada bagian ini akan dijelaskan tentang pariwisata yang terdiri dari pengertian pariwisata dan pengembangan pariwisata.
2.1.1 Pengertian Pariwisata
Menurut UU RI No.10 Tahun 2009, kepariwisataan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilakukan secara sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup, serta kepentingan nasional. Menurut Ismayanti (2017), pariwisata merupakan salah satu kegiatan dinamis yang melibatkan banyak manusia serta mampu menghidupkan bidang industri yang bervariasi. Menurut Argyo (2009 dalam Munawaroh, 2017), mengatakan bahwa tujuan dari pembangunan pariwisata yang melibatkan masyarakat diantaranya dalam memberdayakan masyarakat melalui pembanguan pariwisata, meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat agar dapat memperoleh keuntungaan ekonomi, sosial, maupun budaya dari pembangunan pariwisata, serta memberikan kesempatan yang seimbang kepada semua anggota masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan.
Menurut Parturusi (2008 dalam Riyani, 2018), mendefinisikan bahwa pengembangan pariwisata adalah suatu strategi yang digunakan untuk memajukan, memperbaiki, dan meningkatkan kondisi suatu objek wisata dan daya tarik sehingga dapat dikunjungi oleh para wisatawan dan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar ataupun pemerintah. Menurut Spillane (2011)
dalam Meray; Tilaar dan Takumansang, 2016), terdapat lima unsur komponen pariwisata yang sangat penting, yaitu:
1. Attractions (daya tarik) dapat digolongkan menjadi site attractions dan event attractions. Site attractions merupakan daya tarik fisik yang permanendengan lokasi yang tetap yaitu tempat-tempat wisata yang ada di daerahtujuan wisata seperti kebun binatang, keratin, dan museum. Even attractions adalah atraksi yang berlangsung sementara dan lokasinya dapat diubah atau dipindah dengan mudah seperti festival-festival,pameran, atau pertunjukan-pertunjukan kesenian daerah.
2. Facilities (fasilitas yang diperlukan) fasilitas cenderung berorientasi pada daya tarik di suatu lokasi karena fasilitas harus terletak dekat dengan pasarnya. Selama tinggal di tempat tujuan wisata wisatawan memerlukan tidur, makan dan minum oleh karena itu sangat dibutuhkan fasilitas penginapan.
3. Infrastructure (infrastruktur) daya tarik dan fasilitas tidak dapat dicapai dengan mudah kalau belum ada infrastruktur dasar. Perkembangan infrastruktur dari suatu daerah sebenarnya dinikmati baik oleh wisatawan maupun rakyat yang juga tinggal di sana, maka ada keuntungan bagi penduduk yang bukan wisatawan.
4. Transportations (transportasi) dalam objek wisata kemajuan dunia transportasi atau pengangkutan sangat dibutuhkan karena sangat menentukan jarak dan waktu dalam suatu perjalanan pariwisata.
Transportasi baik transportasi darat, udara, maupun laut merupakan suatu unsur utama langsung yang merupakan tahap dinamis gejala-gejala pariwisata.
5. Hospitality (keramah tamahan) wisatawan yang berada dalam lingkungan yang tidak mereka kenal memerlukan kepastian jaminan keamanan khususnya untuk wisatawan asing yang memerlukan gambaran tentang tempat tujuan wisata yang akan mereka datangi.
2.1.2 Pengembangan Pariwisata
Pembangunan pariwisata yang berhasil adalah pembangunan pariwisata yang dilakukan secara bersama termasuk membangun bersama masyarakat sehingga pembangunan pariwisata dapat memberikan keuntungan secara ekonomi, sosial maupun budaya kepada masyarakat setempat atau bisa disebut sebagai pariwisata berbasis masyarakat. Menurut Argyo (2009 dalam Munawaroh, 2017), menyatakan tujuan dari pembangunan pariwisata yang melibatkan masyarakat diantaranya yaitu:
1. Memberdayakan masyarakat melalui pembanguan pariwisata.
2. Meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat agar dapat memperoleh keuntungan ekonomi, sosial, maupun budaya dari pembangunan pariwisata.
3. Memberikan kesempatan yang seimbang kepada semua anggota masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan.
Dalam pembangunan dan pengembangan pariwisata tidak hanya pemerintah yang melakukan sendiri tetapi pihak-pihak lain juga ikut andil dalam pembangunan infrastruktur pendamping, ini guna meningkatkan pendapatan dari sektor ekonominya. Menurut Prasetya (2014), tingkatan perencanaan pariwisata itu dimulai dari pengembangan pariwisata daerah yang mencakup pembangunan fisik objek dan atraksi wisata. Setelah itulah dilakukan, kita akan dapat melihat bagaimana perkembangan dari jumlah berkunjung wisatawan apabila ternyata mencapai target yang telah ditetapkan selanjutnya akan memikirkan sistem prioritas. Dalam pengembangan pariwisata hal ini tidak terlepas dari masyarakat itu sendiri dalam meningkatkan objek wisata dan daya tarik wisata tersebut.
Menurut Sastrayuda (2007 dalam Meray; Tilaar dan Takumansang, 2016), mengemukakan dalam perencanaan pengembangan meliputi :
1. Pendekatan Participatory Planning, dimana seluruh unsur yang terlibat dalam perencanaan dan pengembangan kawasan objek wisata diikutsertakan baik secara teoritis maupun praktis.
2. Pendekatan potensi dan karakteristik ketersediaan produk budaya yang dapat mendukung keberlanjutan pengelolaan kawasan objek wisata.
3. Pendekatan pemberdayaan masyarakat, adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengembangkan kemampuannya agar tercapai kemampuan baik yang bersifat pribadi maupun kelompok.
4. Pendekatan kewilayahan, faktor keterkaitan antar wilayah merupakan kegiatan penting yang dapat memberikan potensinya sebagai bagian yang harus dimiliki dan diseimbangkan secara berencana.
5. Pendekatan optimalisasi potensi, dalam optimalisasi potensi yang ada di suatu desa seperti perkembangan potensi kebudayaan masih jarang disentuh atau digunakan sebagai bagian dari indikator keberhasilan pengembangan.
2.2 Partisipasi 2.2.1 Partisipasi
Menurut Walgito (2005 dalam Nawawi, 2013), partisipasi merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri tiap-tiap individu di dalamnya terdapat proses penekanan terhadap stimulus yang diterima atau dirasakan oleh alat indera individu dan proses ini selalu berlangsung setiap saat, karena dalam partisipasi itu merupakan aktivitas yang terintergrasi, maka seluruh yang ada dalam diri individu seperti perasaan, pengalaman, kemampuan berpikir, kerangka acuan, dan aspek- aspek lain yang ada dalam diri individu akan ikut berperan dalam persepsi tersebut. Partisipasi adalah keterlibatan individu dalam suatu interaksi sosial dalam suatu kegiatan di masyarakat yang tumbuh dari kesadaran diri sendiri tanpa adanya tekanan atau paksaan serta penuh dengan rasa tanggung jawab. Menurut Keith Davis (1996 dalam Wulandari, 2019) partisipasi adalah sebuah bentuk keterlibatan mental/pikiran dan emosi atau perasan seseorang dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut tanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan, dan terdapat tiga unsur pentting tentang partisipasi yang harus perhatian khusus yaitu:
1. Partisipasi atau keikutsertaan (keterlibatan/peran serta) sesungguhnya merupakan suatu keterikatan mental dan perasaan, lebih daripada kata-kata atau hanya keterlibatan secara jasmani.
2. Ketersediaan memberi suatu sumbangan kepada usaha mencapai tujuan kelompok, ini berarti bahwa terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk membantu kelompok. Seseorang menjadi anggota dalam kelompok dengan segala nilainya.
3. Unsur tanggungjawab, unsur ini merupakan segi yang menonjol dari rasa menjadi anggota.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi adalah suatu wujud dari peran serta masyarakat dalam aktivitas berupa perencanaan dan pelaksanaan dalam mencapai tujuan pembangunan masyarakat, wujud dari partisipasi dapat berupa saran, jasa, ataupun dalam bentuk materi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suasana demokratis. Menurut Pambudi (2012 dalam Jatmiko, 2017), karakteristik masyarakat dalam berpartisipasi dapat dilihat sebagai berikut:
a) Usia : Faktor usia merupakan faktor yang memengaruhi sikap seseorang terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Kelompok usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka yang dari kelompok usia lainnya.
b) Jenis Kelamin : Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan bahwa pada dasarnya tempat perempuan adalah “di dapur” yang berarti bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya gerakan emansipasi dan pendidikan perempu an yang semakin baik.
c) Pendidikan : Salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi adalah pendidikan, hal ini dapat memengaruhi sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya dan suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.
d) Pekerjaan dan Penghasilan : Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang akan menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan seharihari dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi
dalam kegiatankegiatan masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana yang mapan perekonomian.
2.2.2 Bentuk-Bentuk Partisipasi
Menurut Davis (1996 dalam Wulandari, 2019), terdapat beberapa macam bentuk partisipasi, yang bergantung kepada situasi dan keadaan keperluan partisipasi, yang meliputi:
1. Konsultasi dalam bentuk jasa.
2. Sumbangan spontan berupa uang atau barang.
3. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan dananya berasal dari sumbangan individu/instansi yang berasal dari luar
4. lingkungan tertentu (dermawan/pihak ketiga).
5. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan dibiayai oleh seluruh komunitas (biasanya diputuskan oleh rapat komuniti, rapat desa yang menentukan anggaranya).
6. Sumbangan dalam bentuk kerja, biasanya dilakukan oleh tenaga ahli setempat.
7. Aksi masa.
8. Mengadakan pembangunan dikalangan keluarga desa sendiri.
9. Membangun proyek komunitas yang bersifat otonomi.
Berdasarkan Subrata (2008 dalam Astuti, 2018), bentuk-bentuk partisipasi dalam pembangunan pariwisata dibagi menjadi 4, yaitu:
a. Partisipasi buah pikiran, yaitu jenis partisipasi yang diberikan seperti menyumbangkan buah pikiran, pengalaman, pengetahuan dalam pertemuan rapat.
b. Partisipasi tenaga, yaitu jenis partisipasi yang diberikan dalam berbagai kegiatan, seperti untuk perbaikan atau pembangunan desa, pertolongan untuk orang lain, partisipasi spontan atas dasar sukarela.
c. Partisipasi harta benda, yaitu partisipasi yang diberikan oleh seseorang dalam suatu kegiatan untuk perbaikan atau pembangunan desa, pertolongan bagi orang lain dan sebagainya.
d. Partisipasi keterampilan dan kemampuan, yaitu partisipasi yang diberikan orang untuk mendorong aneka ragam bentuk usaha dan industri.
2.2.3 Tingkat Partisipasi
Menurut Cohen dan Uphoff (1997 dalam Wulandari, 2019), berpendapat bahwa terdapat 3 aspek dasar penstrukturan bentuk dari partisipasi masyarakat yaitu bentuk partisipasi, orang yang berpartisipasi dan cara berpartisipasi dalam meningkatkan partisipasi dibagi kedalam 4 tahap partisipasi masyarkat, yaitu:
1. Tahapan perencana, yaitu berkaitan dengan penentuan alternatif dengan masyarakat berkaitan dengan gagasan atau ide yang menyangkut kepentingan bersama, seperti ikut menyumbangkan gagasan atau pemikiran, kehadiran dalam rapat, diskusi dan tanggapan atau penolakan terhadap program yang ditawarkan.
2. Tahapan pelaksanaan, yaitu berkaitan dengan sumber daya dana, kegiatan administrasi, koordinasi dan penjabaran program. Partisipasi dalam pelaksanaan merupakan kelanjutan dalam rencana yang telah digagas sebelumnya baik yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan maupun tujuan.
3. Tahapan pemanfaatan hasil, yaitu partisipasi dalam pengambilan manfaat yang tidak lepas dari hasil pelaksanaan yang telah dicapai baik yang berkaitan dengan kualitas maupun kuantitas. Partisipasi masyarakat dalam menerima hasil pembangunan tergantung pada distribusi maksimal suatu hasil pembangunan yang dinikmati atau dirasakan masyarakat, baik pembangunan fisik maupun pembangunan non fisik.
4. Tahapan evaluasi, pada tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan pogram yang sudah direncanakan sebelumnya dengan tujuan untuk mengetahui ketercapaian program yang sudah direncanakan sebelumnya. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini
dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan program/kegiatan selanjutnya.
2.3 Sintesa Variabel
Berikut pada tabel identifikasi variabel partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata, dijelaskan menegenai beberapa referensi literatur atau penelitian terdahulu dan teori yang digunakan dalam penelitian.
Tabel II.1 Identifikasi Variabel Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Pariwisata
NO Sasaran Variabel Justifikasi Sumber
1
Identifikasi karakteristik
masyarakat khususnya kelompok sadar
wisata Pantai Minang Rua, Lampung selatan
Sosial Variabel ini terkaut dalam karakteristik masyarakat yang menggambarkan kondisi sosial, ekonomi maupun budaya masyarakat
Menurut Pambudi (2012 dalam Jatmiko, 2017) Ekonomi
Budaya
2
Identifikasi bentuk partisipasi masyarakat
khususnya kelompok sadar
wisata dalam pengembangan pariwisata Pantai
Minang Rua
Partisipasi Buah pikiran
Variabel ini merupakan bentuk-bentuk partisipasi
masyarakat yang telah dilakukan masyarakat
Menurut Subrata (2008 dalam Astuti, 2018) Partisipasi Tenaga
Partisipasi Keterampilan
Partisipasi Harta Benda
3
Identifikasi tingkat partisipasi masyarakat pada
pengembangan pariwisata Pantai
Minang Rua
Tahap Perencana
Variabel ini berkaitan dengan tingkat partisipasi masayarakat mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pemanfaatan hasil serta
evaluasi
Berdasarkan teori Cohen dan Uphoff (1977 dalam Wulandari,
2019) Tahap
Pelaksanaan
Tahap Pemanfaatan
Hasil Tahap Evaluasi Sumber: Olah Data Pustaka, 2020