v Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Studi Kasus mengenai Psychological Well-Being pada Abdi Dalem Punakawan di Keraton Kasultanan Yogyakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus agar melalui penelitian ini dapat diperoleh gambaran yang mendalam mengenai dinamika dimensi-dimensi Psychological Well-Being yang ada dalam diri Abdi Dalem Punakawan. Responden penelitian berjumlah 3 orang yang ditentukan melalui teknik purposive sampling. Adapun alat ukur yang digunakan adalah wawancara yang dibuat oleh peneliti berdasarkan teori Psychological Well-Being dari Carol Ryff, dengan validitas menggunakan evaluasi dari 3orang experts. Data penelitian ini diolah dengan menggunakan teknik analisis konten.
Dari hasil pengolahan data, diperoleh kesimpulan bahwa Abdi Dalem Punakawan di Keraton Kasultanan Yogyakarta memiliki kesamaan gambaran dinamika Psychological Well-Being yang baik pada dimensi Self Acceptance, Positive Relation with Others dan Purpose in Life. Abdi Dalem Punakawan memiliki gambaran dinamika yang paling jelas terlihat dalam dimensi Purpose in Life. Faktor sosiodemografi khususnya budaya dan usia serta faktor religiusitas merupakan faktor pendukung yang berperan secara signifikan bagi keadaan Psychological Well-Being pada Abdi Dalem Punakawan di Keraton Kasultanan Yogyakarta.
Saran bagi penelitian selanjutnya, diharapkan agar memilih responden yang lebih sesuai dengan kriteria penelitian. Saran bagi Keraton Kasultanan Yogyakarta untuk lebih memfasilitasi Abdi Dalem Punakawan dengan kegiatan-kegiatan yang lebih pada pembangunan karakter dan pemahaman peran melihat Abdi Dalem Punakawan di Keraton Kasultanan Yogyakarta pada lingkungan kemasyarakatannya memegang peranan penting sebagai aktvis masyarakat dan representatif keraton.
vi Universitas Kristen Maranatha
ABSTRACT
The research is titled Psychological Well-Being Study Cases on Abdi Dalem Punakawan at the Royal Palace of Yogyakarta Sultanate. The subject of this study is the Abdi Dalem Punakawan (palace servants) at the Royal Palace. Qualitative methods with study-case approach were utilized to obtain in-depth overview on the dynamism of their multi-dimension psychological well-being. Total three respondents were determined through purposive sampling by participating on the Psychological Well-Being interview; in which built based on Carol Ryff’s theory. Data were processed using content analysis and validated by the valuation from three experts.
It is concluded that the Abdi Dalem Punakawan had similarly good psychological well-being dynamic overview on following dimensions: Self Acceptance, Positive Relation With Others and Purpose In Life. It is identified that Abdi Dalem Punakawan had obvious dynamic overview on Purpose in Life dimension. Sociodemographic factor, especially age and culture as well as religiosity factor are the significant supporting factors to the Psychological Well-Being state of the Abdi Dalem Punakawan.
For further research, it is imperative to choose respondents those are better suited to research criterion. Feedback for the Royal Palace of Yogyakarta Sultanate is to facilitate Abdi Dalem Punakawan with further activities to boost character and understand the role of Abdi Dalem Punakawan as social activists and representatives of the Royal Palace of Yogyakarta Sultanate.
xi Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ... iii
PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR BAGAN ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 12
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 13
1.3.1 Maksud Penelitian ... 13
1.3.2 Tujuan Penelitian ... 13
1.4 Kegunaan Penelitian ... 13
1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 13
1.4.2 Kegunaan Praktis ... 14
1.5 Kerangka Pemikiran ... 14
xii Universitas Kristen Maranatha
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Psychological Well-Being ... 24
2.1.1 Pengertian Psychological Well-Being ... 24
2.1.2 Dimensi-Dimensi Psychological Well-Being ... 25
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-Being ... 29
2.1.3.1 Faktor Sosiodemografi ... 29
2.1.3.2 Faktor Dukungan Sosial ... 31
2.1.3.3 Faktor Religiusitas ... 32
2.2 Abdi Dalem ... 33
2.2.1 Pengertian Abdi Dalem ... 33
2.2.2 Jenis Abdi Dalem ... 33
2.3 Teori Perkembangan Terkait Psychological Well-Being ... 33
2.3.1 Dewasa Madya ... 33
2.3.2 Lansia ... 34
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 35
3.2 Bagan Prosedur Penelitian ... 35
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 35
3.3.1 Variabel Penelitian ... 35
3.3.2 Definisi Konseptual ... 36
3.3.3 Definisi Operasional ... 36
3.4 Alat Ukur ... 37
3.4.1 Alat Ukur Psychological Well-Being ... 37
xiii Universitas Kristen Maranatha
3.4.3 Validitas Alat Ukur ... 39
3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 39
3.5.1 Populasi Sasaran ... 39
3.5.2 Karakteristik Populasi ... 39
3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... 40
3.5.4 Ukuran Sampel ... 40
3.6 Teknik Analisis Data ... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 42
4.1.1 Kasus I ... 42
4.1.1.1 Identitas Pribadi ... 42
4.1.1.2 Status Praesens ... 43
4.1.1.2.1 Status Phychicus ... 43
4.1.1.2.2 Status Psychicus ... 43
4.1.1.3 Observasi Umum ... 44
4.1.1.4 Analisis Data PWB ... 46
4.1.1.4.1 Analisis Dimensi Self Acceptance ... 47
4.1.1.4.2 Analisis Dimensi Postive Relations with Other .... 48
4.1.1.4.3 Analisis Dimensi Autonomy ... 50
4.1.1.4.4 Analisis Dimensi Environmental Mastery ... 52
4.1.1.4.5 Analisis Dimensi Purpose in Life ... 53
4.1.1.4.6 Analisis Dimensi Personal Growth ... 56
4.1.2 Kasus II ... 58
xiv Universitas Kristen Maranatha
4.1.2.2 Status Praesens ... 59
4.1.2.2.1 Status Phychicus ... 59
4.1.2.2.2 Status Psychicus ... 59
4.1.2.3 Observasi Umum ... 60
4.1.2.4 Analisis Data PWB ... 62
4.1.2.4.1 Analisis Dimensi Self Acceptance ... 63
4.1.2.4.2 Analisis Dimensi Postive Relations with Other .... 64
4.1.2.4.3 Analisis Dimensi Autonomy ... 66
4.1.2.4.4 Analisis Dimensi Environmental Mastery ... 67
4.1.2.4.5 Analisis Dimensi Purpose in Life ... 69
4.1.2.4.6 Analisis Dimensi Personal Growth ... 71
4.1.3 Kasus III ... 72
4.1.3.1 Identitas Pribadi ... 72
4.1.3.2 Status Praesens ... 73
4.1.3.2.1 Status Phychicus ... 73
4.1.3.2.2 Status Psychicus ... 74
4.1.3.3 Observasi Umum ... 74
4.1.3.4 Analisis Data PWB ... 76
4.1.3.4.1 Analisis Dimensi Self Acceptance ... 77
4.1.3.4.2 Analisis Dimensi Postive Relations with Other .... 78
4.1.3.4.3 Analisis Dimensi Autonomy ... 81
4.1.3.4.4 Analisis Dimensi Environmental Mastery ... 82
4.1.3.4.5 Analisis Dimensi Purpose in Life ... 83
4.1.3.4.6 Analisis Dimensi Personal Growth ... 85
xv Universitas Kristen Maranatha
4.2.1 Pembahasan Kasus I (MPM) ... 87
4.2.2 Pembahasan Kasus II (MBS) ... 91
4.2.3 Pembahasan Kasus III (RWH) ... 96
4.3 Diskusi ... 99
4.3.1 Persamaan ... 99
4.3.2 Perbedaan ... 101
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 105
5.2 Saran ... 106
5.2.1 Saran Teoritis ... 106
5.2.2 Saran Praktis ... 106
DAFTAR PUSTAKA ... 107
xvi Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur ... 38
Tabel 4.1 Keterangan Waktu Pemeriksaan Kasus I ... 43
Tabel 4.2 Penggolongan Analisis Data PWB Kasus II ... 46
Tabel 4.3 Keterangan Waktu Pemeriksaan Kasus II ... 59
Tabel 4.4 Penggolongan Analisis Data PWB Kasus II ... 62
Tabel 4.5 Keterangan Waktu Pemeriksaan Kasus III ... 73
Tabel 4.6 Penggolongan Analisis Data PWB Kasus III ... 76
Tabel 4.7 Pembahasan Kasus I ... 87
Tabel 4.8 Pembahasan Kasus II ... 91
Tabel 4.9 Pembahasan Kasus III ... 96
xvii Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR GAMBAR
xviii Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN I : Lembar Pengesahan dari Keraton Kasultanan Yogyakarta ... L-1 LAMPIRAN 2 : Letter of Consent Subjek Penelitian ... L-2 LAMPIRAN 3 : Kerangka Wawancara ... L-3
1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah wilayah tertua kedua di Indonesia setelah Jawa Timur, yang dibentuk oleh pemerintah negara bagian Indonesia. Provinsi ini memiliki
status istimewa atau otonomi khusus. Status ini merupakan warisan dari zaman sebelum kemerdekaan. Oleh Belanda status tersebut disebut sebagai Zelfbestuurende Lanschappen dan oleh Jepang disebut dengan Koti/Kooti. Status ini membawa konsekuensi hukum dan politik
berupa kewenangan untuk mengatur dan mengurus wilayah (negara) sendiri di bawah pengawasan pemerintah penjajahan dan kemudian diakui dan diberi perlindungan hukum
sebagai sebuah daerah bukan lagi sebagai sebuah negara
Diberikannya hak khusus bagi daerah Yogyakarta menjadi daerah istimewa didasarkan pada sejarah Kerajaan Mataram dimana Pangeran Mangkubumi (yang dinobatkan menjadi
Sultan Hamengkubuwono I) berhasil mengalahkan dan memukul mundur pasukan Belanda yang ingin menjajah daerah tersebut. Oleh karena keberaniannya memimpin pemberontakan,
ia mendapat wilayah kekuasaan separuh wilayah Mataram (Mataram Barat), dan diizinkan mendirikan keraton. Status ini kemudian membawa konsekuensi hukum dan politik berupa
kewenangan untuk mengatur dan mengurus wilayah (negaranya) sendiri di bawah pengawasan pemerintah penjajah yang berkuasa (Bahar, 1995). Dengan demikian terbentuklah secara resmi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Pada saat Indonesia
merdeka tahun 1945, Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX menyatakan secara langsung kepada Presiden Soekarno bahwa Yogyakarta bersedia bergabung menjadi bagian dari negara
2
Universitas Kristen Maranatha menjadi bagian dari NKRI tetapi tetap dengan otonomi yang istimewa di mana Sultan masih
merupakan pemimpin/kepala daerah dan pemerintahannya.
Dengan bentuk pemerintahan kerajaan, tentu saja Yogyakarta tumbuh dan berkembang menjadi daerah dengan unsur budaya, adat istiadat, etika dan falsafah yang
sangat kental yang telah berlaku di lingkungan Keraton sejak lebih dari 200 tahun silam. Sampai dengan saat ini Yogyakarta telah memiliki 10 orang Sultan. Aktivitas dan kegiatan
pemerintahan di jalankan oleh Sultan yang sedang memimpin dimana ia secara langsung/otomatis dinobatkan sebagai seorang Gurbernur (Sesuai dengan peraturan pada Pasal 18 ayat (5) dan (6) UU No 22/1948).
Dalam menjalankan tugas pemerintahan Sultan tidak sendirian, ia dibantu oleh anggota keluarga kerajaan yang mendapat posisi jabatan sesuai dengan pangkat kekeluargaan
dan juga oleh pihak-pihak yang mengabdikan diri pada pemerintahan Sultan tersebut. Para pemangku jabatan yang menjalankan pemerintahan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat terdiri dari jenjang/hierarki yang dibagi dalam beberapa komponen bidang pemerintahan.
Hierarki tersebut dimulai dengan kepemimpinan teratas oleh Sultan yang sedang memimpin (saat ini oleh Ngarso Dalem Sampeyan Dalem ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan
Hamengkubuwono Senopati Ing Ngalogo Ngabdulrahman Sayidin Panotogomo Kalifatulah
ingkang Jumeneng Kaping Sadasa/Sri Sultan Hamengkubuwono X) dan bagian Abdi Dalem
dengan pangkat terendah pada bagian terbawahnya.
Secara umum definisi Abdi Dalem adalah orang yang sanggup menjadi abdi budaya Yogyakarta dan sudah mendapatkan ketetapan atau kekancingan (surat keputusan/surat
pengukuhan) yang dikeluarkan oleh pihak Keraton Ngayogyakarta Berdasarkan Pranatan Kelenggahan Nomor 01/Pran/KHPP/XII/2004 (Sudaryanto, 2008). Kerabat Sultan secara
3
Universitas Kristen Maranatha lebih menekankan pengeritan abdi budaya secara khusus kepada individu yang sanggup
menjadi suri tauladan bagi orang-orang di sekitarnya (KPH Yudahadiningrat, komunikasi personal, 4 November 2015).
Abdi Dalem dibagi kedalam dua jenis yakni Abdi Dalem Kaprajan dan Abdi Dalem
Punakawan. Abdi Dalem Kaprajan merupakan pegawai pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dan menjalankan tugas keseharian sebagai pegawai negeri sipil (PNS), pensiunan
PNS, polisi, jaksa, guru, dan pekerja pemerintahan lainnya. Pengakuan dan penggajian Abdi Dalem Kaprajan diberikan dari NKRI dan mereka tidak memiliki beban tugas dari pihak keraton. Sedangkan Abdi Dalem Punakawan merupakan warga sipil dengan berbagai latar
belakang pekerjaan dan pendidikan yang merelakan waktu serta tenaganya untuk mau bekerja di lingkup Keraton dan kepada Sri Sultan. Pengakuan dan penggajian Abdi Dalem
Punakawan diberikan oleh pihak Keraton. Abdi Dalem Punakawan inilah yang biasanya terlihat di lingkungan Keraton, sebagai penjaga gedung, pembersih gedung dan peralatan, juru
kunci Gunung Merapi, Pantai Parangkusumo, dan banyak jenis tugas lainnya. Pada penelitian
ini, peneliti memfokuskan penelitian pada Abdi Dalem jenis Punakawan.
Kewajiban para Abdi Dalem Punakawan dibedakan menurut pangkat, kelompok dan
pembagian tugasnya masing-masing. Secara umum, kewajiban Abdi Dalem Punakawan terdiri dari; Caos (piket), Presensi, dan Mengikuti Upacara Adat. Abdi Dalem Punakawan
menjalankan Caos (piket) 12 hari sekali dan datang pada hari Selasa Wage saat wiyosiun
dalem. Ketentuan piket/bertugas pada Abdi Dalem Punakawan tergantung dari
penempatannya di nomor regu tertentu. Saat giliran nomor regu tersebut yang bertugas maka
Abdi Dalem anggota regu akan piket 24 jam dari jam 08.00 hingga jam 08.00 keesokan harinya. Presensi mencakup mengenai kehadiran Abdi Dalem di Keraton, bukti kehadiran
4
Universitas Kristen Maranatha upacara adat yang diselenggarakan pihak Keraton adalah sebagai berikut : Garebeg Besar
(Hari Raya ‘Idul Adha), Garebeg Mulud (memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW),
Garabeg Syawal (Hari Raya ‘Idul Fitri), Siraman Pusaka (membersihkan pusaka Keraton),
Labuhan (membuang barang ke tempat yang dianggap suci, yaitu laut dan gunung)
Sejalan dengan peranan dan tugasnya masing-masing, Abdi Dalem juga diberikan hak yang boleh mereka peroleh seperti; Kepangkatan, Gelar Nama, Pengajaran, Gaji,
Kesejahteraan dan Pensiunan. Terdapat 11 macam kepangkatan (istilah Jawa = Kalenggahan) yang berhak disandang oleh para Abdi Dalem, mulai dari tingkatan terendah sampai tertinggi, yakni : jajar, bekel, lurah, penewu, wedono, riyo bupati anom, bupati anom, bupati sepuh,
bupati kliwon, bupati nayoko, dan kanjeng pangeran haryo. Penetapan pangkat dan gelar itu
merupakan hak perogatif Sultan tetapi dalam prosedur pelaksanaannya melalui dan diketahui
terlebih dahulu melalui adik Sultan. Pada Abdi Dalem Punakawan, kepangkatan yang diberikan juga harus melalui magang, jajar, bekel, dan seterusnya sampai pada KPH. Pada umumnya masa magang (calon Abdi Dalem) berkisar antara 2 - 5 tahun di masa ini diberikan
pertimbangan tentang kedisiplinan serta kesetiaan calon Abdi Dalem pada Keraton. Untuk dapat naik jabatan dibutuhkan waktu kurang lebih 4-5 tahun. Meski demikian, ada kalanya
jika Sultan sedang berkenan (istilah Jawa : Mirunggan), kenaikan pangkat seorang Abdi Dalem dapat dipercepat ataupun melompat.
Pemberian gelar nama diberikan oleh Keraton kepada Abdi Dalem yang baik yang masih merupakan keturunan bangsawan dan juga yang bukan dengan ketentuan sesuai pangkat dan atau sesuai latar belakang bidang pekerjaan/keahlian tertentu. Misalnya pada
Abdi Dalem yang memiliki latar belakang sebagai ahli pendidikan akan diberi gelar nama
Broto. Kesejahteraan yang diterima oleh para Abdi Dalem saat ini berupa bantuan kesehatan
5
Universitas Kristen Maranatha gaji pensiun kepada Abdi Dalem Punakawan sesuai dengan pangkat dan alasan pensiunnya.
(Sudaryanto, 2008)
Abdi Dalem juga diberikan pengajaran mengenai filosofi, nilai dan kebudayaan Jawa. Mereka diberi pengetahuan mendalam mengenai filosofi nerimo, pengabdian, dan adem
ayem. Para Abdi Dalem ini juga akan diajarkan mengenai keahlian yang tidak dapat diperoleh
oleh orang-orang lain, seperti membersihkan pusaka Keraton, merawat Pusaka serta merawat
Keraton. Selain itu para Abdi Dalem ini akan diajarkan secara lebih mendalam mengenai ajaran agama Islam.
Mengenai gaji para Abdi Dalem Punakawan diberikan upah (Istilah Jawa = Paring
Dalem) yang berasal dari kas Kerajaan. Namun demikan, upah yang diterima oleh Abdi
Dalem Punakawan ini bisa dikatakan sangat jauh dibawah batas UMR daerah. Seperti seorang
Abdi Dalem berpangkat pangeran; Kanjeng Pangeran Haryo yang merupakan penanggung jawab keseluruhan untuk urusan Abdi Dalem sendiri, hanya mendapatkan Rp 178.500,00 perbulan di mana nominal upah tersebut berada jauh di bawah standar upah minimum DIY.
Ada hal yang unik yang berkaitan dengan penerimaan gaji oleh para Abdi Dalem ini. Mereka pada umumnya tidak menggunakan paring dalem ini untuk dibelanjakan namun disimpan
atau ditabung karena menganggap uang tersebut adalah berkah dari Sultan.
Pada dasarnya individu bekerja dengan tujuan untuk dapat mengaktualisasikan
pengetahuan dan pengalamannya namun terdapat juga alasan penting lainnya, yakni karena hasil dari bekerja berupa gaji merupakan fasilitas penting bagi pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari yang akan dipakai individu untuk menunjang penghidupannya. Pemenuhan
tuntutan hidup tidak hanya dapat terasa secara lahiriah namun juga ada unsur kepuasan akan pekerjaan, pencapaian dan kehidupan yang telah dijalani individu secara batiniah. Dalam
6
Universitas Kristen Maranatha 1989). Psychological Well-Being digambarkan sebagai kualitas hidup individu yang di
dalamnya termasuk kebahagiaan, kedamaian, pemenuhan keinginan dan kepuasan hidup (Ryff, 1991 dalam Srimathi & Kumar, 2010). Psychological Well-Being merujuk pada perasaan individu mengenai aktivitas hidup sehari-hari yang dimaknai dalam
penilaian-penilaian individu dalam mengevaluasi hidupnya dan mempersepsi dirinya untuk menghadapi tantangan dalam hidupnya (Ryff C. , 1989).
Terdapat enam dimensi atau aspek dalam Psychological Well-Being, yaitu; penerimaan diri (self acceptance), hubungan positif dengan orang lain (positive relation with
others), kemandirian (autonomy), penguasaan lingkungan (environmental mastery), tujuan
hidup (purpose in life), dan pertumbuhan pribadi (personal growth). Selain keenam dimensi tersebut, terdapat juga beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kondisi Psychological
Well-Being individu yaitu faktor sosiodemografi (usia, jenis kelamin, status marital, status sosial
ekonomi, dan budaya), faktor dukungan sosial, faktor religiusitas (Ryff, 1989 dan Hidalgo et al., 2010). Dalam subfaktor status sosial ekonomi di dalamnya terkait mengenai kondisi
seperti tempat tinggal, sistem kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan kegiatan rekreasi (Diener, Lucas & Oishi, 2002)
Penelitian Psychological Well-Being (Marmot et al., 1998) menunjukkan bahwa individu yang berada di tingkat status sosial ekonomi rendah tidak hanya rentan terhadap
penyakit dan ketidakmampuan, tetapi juga kurang mempunyai kesempatan dalam mengembangkan hidup mereka, sehingga akan menurunkan skor Psychological Well-Being. Penelitian yang dilakukan de Jonge, et al, menunjukkan bahwa karakteristik pekerjaan
merupakan prediktor penting bagi kesejahteraan psikologis karyawan. Menurunkan atau menstabilkan tuntutan pekerjaan dan meningkatkan dukungan sosial dapat menigkatkan
7
Universitas Kristen Maranatha Berbeda dari penemuan teori Psychological Well-Being menurut Marmot et al. dan
Jonge et al., yang terjadi pada Abdi Dalem Punakawan di Keraton Kasultanan Yogyakarta ini adalah kenyataan bahwa mereka merelakan dirinya, untuk mau bekerja bagi Keraton, meskipun mendapat uang hasil jerih lelah yang tidak sebanding dengan pengorbanan
tenaganya, tetapi ada rasa kebahagiaan, kebanggaan dan kesetiaan yang kuat pada pekerjaan mereka sebagai Abdi Dalem. (KPH Wironegoro, komunikasi personal, 22 April 2014).
Upah yang minimum yang mereka dapat bukan hanya tidak cukup untuk menghidupi keluarga Abdi Dalem Punakawan, bahkan untuk kehidupan dirinya sendiri juga tidaklah bisa. Oleh karena itu, para Abdi Dalem Punakawan ini biasanya memiliki pekerjaan lainnya juga
yang memungkinkan mereka untuk dapat memperoleh hasil yang diharapkan mencukupi kebutuhan keluarganya. Meskipun demikian, kegiatan para Abdi Dalem Punakawan di
Keraton tetap dilakukan dengan sebaik-baiknya. Dari kewajiban kerja yang umumnya menyebutkan bagi para Abdi Dalem Punakawan untuk datang sowan 12 hari sekali serta datang pada hari Selasa Wage saat wiyosiun dalem saja, ternyata banyak yang sowan ke
Keraton melebihi ketentuan tersebut. Bahkan ada beberapa Abdi Dalem Punakawan yang setiap hari datang sowan ke keraton melaksanakan tugasnya.
Dari hasil wawancara peneliti kepada Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Wironegoro (42th) yang dalam kesehariannya merupakan penanggung jawab (Istilah Jawa : Penghageng)
di bagian Tepas Parentah Hangeng untuk urusan Abdi Dalem secara keseluruhan, didapatkan data bahwa sampai dengan saat ini terdapat lebih dari 1800 Abdi Dalem Punakawan. Ia menghayati bahwa tugas utama seorang Abdi Dalem adalah sebagai abdi dari kebudayaan
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat bukan secara sempit hanya untuk mengabdi bagi
Sultan dan keluarga. Hal ini disayangkan oleh KPH Wironegoro karena banyak pihak luar
8
Universitas Kristen Maranatha menjalankan tugas masing-masing sesuai dengan tuntutan peran budaya Kasultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat.
KPH Wironegoro sendiri menjadi Abdi Dalem secara langsung karena menikah dengan putri pertama dari Sultan Hamengkobuwono X. Dengan pangkat sebagai Kanjeng
Pangeran Haryo (KPH) atau setara Pangeran dalam Keraton, gaji yang diperoleh oleh ia adalah Rp 178.500,00. Dengan upah itu, ia biasanya menerima dalam pecahan Rp 1.000,00
lalu dibagi-bagikannya kepada para pekerja di jajaran bawahnya dan kepada warga sekitar rumah. Uang ini meski hanya bernilai Rp 1.000,00 namun masyarakat lebih melihat nilai filosofinya sebagai pemberian dari kerabat Keraton yang harus disyukuri. KPH Wironegoro
mengatakan meskipun tidak dapat menggunakan upah dari Keraton untuk menghidupi keluarganya, namun ia percaya bahwa dengan tidak pamrih membantu di Keraton, Tuhan
akan membalas jasanya dengan melancarkan usaha / bisnis lainnya, kehidupan rumah tangga, dan kesehatan keluarganya.
Menurut KPH Wironegoro hal yang mendorong ia dan para Abdi Dalem lain untuk
tetap semangat menjadi Abdi Dalem adalah adanya rasa damai dan tentram, rukun, adem
ayem yang didapatkan saat mengabdi untuk Keraton. Hal lain yang juga memberi semangat
bagi mereka adalah rasa penghargaan kepada Sultan yang melalui sejarah masa lampau (tahun 1755) telah menyelamatkan tanah Yogyakarta dari niat penjajahan, dan juga karena rasa
kecintaan terhadap patriolisme, nasionalisme pada kesultanan dan jajarannya.
Survey awal peneliti dilakukan kepada tiga orang Abdi Dalem Punakawan di Keraton Kasultanan Yogyakarta. Subjek pertama adalah Mas Penewu M (MPM), pria 48 tahun yang
telah 27 tahun mengabdikan diri menjadi Abdi Dalem Punakawan (termasuk 2 tahun masa magang). Awalnya saat masih bekerja sebagai kepala kerja (mandor) yang ditugaskan
9
Universitas Kristen Maranatha mengabdi pada sultan, memakai pakaian Abdi Dalem serta berada di lingkungan keraton.
Oleh ajudan sultan tersebut, MPM ditawari untuk menjadi Abdi Dalem.
MPM kemudian bermusyawarah bersama keluarganya, mencoba berpuasa dan bersemedi sambil menjalankan ritual berziarah mengunjungi makam-makam sultan setiap
malam Jumat kliwon dan malam Rabu kliwon. Setelah perenungan pribadi MPM akhirnya sampai pada suatu titik dimana ia menyadari bahwa menurutnya sultan adalah sosok yang
sangat mengagumkan, sultan merupakan sosok Pri Agung, luhur dan merupakan wakil Gusti Allah di dunia. Lalu MPM memiliki misi untuk mau melayani Sultan sehingga ia memutuskan untuk menjadi Abdi Dalem.
MPM merasa sangat senang ketika diterima menjadi Abdi Dalem. Banyak kebahagiaan yang dapat ia peroleh dengan menjadi Abdi Dalem. Ia merasa beruntung karena
dapat berada di lingkup Keraton. Salah satu contohnya adalah saat akan menikah, MPM mengaku tidak mengeluarkan modal apapun. Ia hanya meminta doa restu dari Sultan dan ternyata semuanya dilancarkan dan dimudahkan oleh Tuhan. MPM menghayati bahwa
pemberian yang diterimanya melalui keraton adalah barokah yang berasal dari Gusti Allah dan bisa membawa manfaat bagi dirinya, keluarga, saudara, tetangga dan masyarakat bangsa.
Selain pemberian dari Keraton, ada banyak hal lain yang dianggap MPM sebagai barokah, seperti bekas minum dan puntung rokok Sultan, buah yang berjatuhan dari pohon-pohon di
Keraton, serta air sumur Wijayanti yang berada di keraton, yang dipercayanya membantu menyuburkan istrinya sehingga mereka dapat memiliki anak.
Selain menjadi Abdi Dalem, MPM juga memiliki tanggung jawab lain di lingkungan
masyarakat yakni menjadi Kepala Limas Kampung, Rohis, dan aktif di bagian keswadayaan desa. MPM biasa membantu membawa dan memandikan jenasah yang berada di sekitar
10
Universitas Kristen Maranatha ikuti tersebut, ia biasanya hanya menerima makanan dan minuman. Kalaupun ada amplop,
seringkali isinya tidak seberapa. Untuk menopang kehidupan keluarganya, istri MPM juga turut mencari penghasilan dengan membuka warung kebutuhan pokok di rumah mereka.
MPM mengaku tidak melihat hasil materi dari pekerjaannya sebagai Abdi Dalem.
Meski penghasilan sebagai Abdi Dalem masih berada di bawah UMR Daerah Istimewa Yogyakarta dan kadang kala kurang mencukupi kebutuhan keluarganya, namun MPM tetap
merasa bersyukur. Ia bersyukur orang kampung seperti dirinya mau diterima mengabdi di Kasultanan Yogyakarta. Keinginan awal MPM untuk mendapat kehidupan yang adem ayem, tentram dan dapat diterima ibadahnya oleh Yang Maha Kuasa, dirasanya sudah cukup
terpenuhi.
MPM melihat dirinya dan pekerjaannya ini sebagai hal yang membanggakan.
Meskipun dengan pekerjaan Abdi Dalem, tetapi ia menghayati bahwa dirinya bukan seperti budak atau pesuruh melainkan saudara Sultan. Ia merasakan ada rasa persaudaraan dengan sesama Abdi Dalam. Meski hanya mendapat jadwal 4 x sebulan untuk piket di Keraton, tetapi
terkadang MPM seringkali berkunjung untuk bertemu dengan teman-teman regu piket lainnya serta untuk mencaritahu kemungkinan ada daweh dalem (istilah Jawa : perintah dari Keraton)
mengenai informasi terbaru dari Keraton yang perlu ia perhatikan.
Subjek kedua adalah Raden Wedono H (RWH), pria berusia 65 tahun yang telah 32
tahun mengabdikan diri menjadi Abdi Dalem Punakawan (termasuk 2 tahun masa magang). RWH merupakan keturunan dari sultan sehingga mendapatkan nama Raden. Hal yang membuat RWH tertarik untuk menjadi Abdi Dalem adalah agar ia dapat mendekatkan diri
kepada keraton. RWH menghayati bahwa berada di Keraton membawa ketentraman dan ketenangan. Selain itu menurut RWH secara keislaman berada di serambi keraton membawa
11
Universitas Kristen Maranatha pangkat paling bawah yakni jajar sampai sekarang wedono. RWH merasakan kepuasan
selama menjadi Abdi Dalem ini, seperti perasaan ayem tentram dan juga karena mendapatkan honorer.
Banyak hal menarik yang didapatkan oleh RWH, salah satunya adalah diberikan nama
pangkat dan kedudukan. Selain itu banyak juga manfaat positif yang didapatkan RWH seperti pengetahuan-pengetahuan tentang keraton. Dengan menjadi Abdi Dalem juga, RWH juga
dapat meraksakan rasa ayom ayem (tentram), belajar sopan santun serta mau untuk nerimo. Meski demikan, ada juga rasa kurang menyenangkan yang dihayati oleh RWH yakni Sebenarnya bagi honorer yang didapatkan masih dirasa kurang mencukupi untuk menafkahi
kehidupan keluarganya. Oleh karenanya saat ini, untuk mencukupi kebutuhan keluarga, RWH juga memiliki pekerjaan lain yakni sebagai kepala sekolah MI (Madrasah Ibtidaiyah) dan
istrinya juga bekerja membantu perekonomian keluarga dengan berjualan kerupuk.
Subjek ketiga adalah Mas Bekel S (MBS), pria berusia 43 tahun yang telah 15 tahun mengabdikan diri menjadi Abdi Dalem Punakawan (termasuk 2 tahun masa magang). MBS
ingin menjadi Abdi Dalem karena melihat dari lingkungan rumah dan perhimpunannya tidak ada yang menjadi Abdi Dalem. Awalnya MBS ingin menjadi prajurit keraton namun dengan
mempertimbangkan bahwa Abdi Dalem akan memperoleh nama gelar, maka MBS memilih mendaftar menjadi Abdi Dalem. Disamping itu juga MBS tertarik untuk menjadi Abdi Dalem
agar dapat menekuni budaya Jawa.
Pada awalnya, MBS ingin mendekatkan diri pada kehidupan keraton karena ia mendapatkan mimpi bertemu dengan Nyi Roro Kidul. MBS menghayati bahwa mimpinya
tersebut merupakan pengalaman yang ia percayai telah memberinya kekuatan supranatural. Setelah mendapatkan kekuatan tersebut dan melatihnya, MBS merasa terpanggil untuk mau
12
Universitas Kristen Maranatha gaji yang ia peroleh dan secara batiniah melalui pengalaman-pengalaman supranatural yang
dapat ia peroleh di keraton. Baginya tidak semua orang dapat memiliki pengalaman seperti dirinya di dalam keraton. Disamping itu MBS juga merasa puas dapat melayani sultan dan mengikuti acara-acara yang diselenggarakan keraton.
Selain menjadi Abdi Dalem, MBS juga bekerja menjadi sekuriti keraton, dengan jadwal piket rata-rata 11 hari dalam sebulan. Untuk mencari penghasilan tambahan lainnya
MBS memiliki pekerjaan lain yaitu memperbaiki barang-barang elektronik yang rusak dan juga melayani permintaan pijat refleksi. Di rumah MBS membuka toko kelontong dan untuk membantu kebutuhan pangan keluarga, MBS juga berusaha menanam sendiri
tanaman-tanaman yang dapat mereka konsumsi seperti terong dan semangka.
Berdasarkan data survey awal yang didapatkan dari tiga orang Abdi Dalem
Punakawan diatas, dapat terlihat bagaimana kualitas penilaian mereka dalam mengevaluasi kesejahteraan hidupnya. Ketiga orang Abdi Dalem Punakawan tersebut merasakan adanya perasaan senang karena dapat bekerja sebagai Abdi Dalem Punakawan. Dalam hal segi
kesejahteraan mengenai upah yang didapatkan, meskipun semuanya memperoleh gaji di bawah UMR Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu Rp 1.173.300,00 (Atmasari, 2013) namun 2
dari 3 orang Abdi Kawan Punakawan merasa bersyukur dan puas dengan upah yang didapatkan.
Dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk ingin mengetahui bagaimana gambaran
Psychological Well-Being pada Abdi Dalem Punakawan di Keraton Kasultanan Yogyakarta
1.2 Identifikasi Masalah
Bagaimana gambaran Psychological Well-Being pada Abdi Dalem Punakawan di
13
Universitas Kristen Maranatha
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Melakukan penelitian untuk mengetahui gambaran Psychological Well-Being pada Abdi Dalem Punakawan di Keraton Kasultanan Yogyakarta, yang dilihat dari dimensi;
penerimaan diri (self acceptance), hubungan positif dengan orang lain (positive relation with
others), kemandirian (autonomy), penguasaan lingkungan (environmental mastery), tujuan
hidup (purpose in life), dan pertumbuhan pribadi (personal growth)
1.3.2 Tujuan Penelitian
Memperoleh gambaran dinamika mengenai Psychological Well-Being pada Abdi Dalem Punakawan di Keraton Kasultanan Yogyakarta yang dilihat dari dimensi; penerimaan
diri (self acceptance), hubungan positif dengan orang lain (positive relation with others), kemandirian (autonomy), penguasaan lingkungan (environmental mastery), tujuan hidup (purpose in life), dan pertumbuhan pribadi (personal growth)
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Memberikan informasi pada bidang ilmu Psikologi secara umum, dan Psikologi
Setting Klinis, Setting Sosial serta Indigenous Psychology secara khusus mengenai gambaran Psychological Well-Being pada Abdi Dalem Punakawan di
Keraton Kasultanan Yogyakarta
Memberikan sumbangan informasi mengenai gambaran Psychological Well-Being
14
Universitas Kristen Maranatha
1.4.2 Kegunaan Praktis
Memberikan informasi kepada pada Abdi Dalem Punakawan di Keraton
Kasultanan Yogyakarta mengenai Psychological Well-Being, sehingga dapat lebih
mengenali diri, mengevaluasi pencapaian hidup, dan menentukan tujuan, strategi, rencana yang membuat menjadi lebih sejahtera secara psikologis.
Memberikan informasi kepada Tepas Parentah Hageng Kraton Ngyogyokarto
Hadiningrat mengenai Psychological Well-Being pada Abdi Dalem di keraton
tersebut, sehingga dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan mengenai penentuan strategi, rencana kegiatan/kerja yang membuat Abdi Dalam menjadi
lebih sejahtera secara psikologis.
1.5 Kerangka Pemikiran
Kehidupan sebagai Abdi Dalem Punakawan dengan upah yang berada di bawah Upah Minimum Daerah (UMR) Daerah Istimewa Yogyakarta (Atmasari, 2013) dan juga peran
ganda yang harus diemban oleh para Abdi Dalem karena harus mencari pekerjaan sampingan untuk menafkahi keluarganya, seharusnya memunculkan penghayatan hidup negatif yang dimiliki oleh Abdi Dalem Punakawan tersebut. Namun ternyata ada penghayatan positif yang
dapat dirasakan oleh Abdi Dalem Punakawan ini seperti adanya rasa ketentraman batin saat dapat menyumbangkan tenanga membantu kehidupan Keraton dan keluarga Sultan, serta
adanya penghayatan bahwa dengan membantu Sultan para Abdi Dalem Punakawan dapat memperoleh berkah dari Sultan. Para Abdi Dalem Punakawan ini juga merasa sudah merupakan kewajiban sebagai warga Jawa untuk membantu melestarikan budaya Jawa, serta
15
Universitas Kristen Maranatha Dalam diri Abdi Dalem tersebut dapat dijumpai konsep psikologi yang dikenal
sebagai Psychological Well-Being. Psychological Well-Being pada Abdi Dalem Punakawan merupakan suatu variabel psikologis yang mengukur tentang kondisi sejahtera (well being) Abdi Dalem Punakawan dalam hidupnya (Ryff C. , 1989). Psychological Well-Being Abdi
Dalem Punakawan digambarkan sebagai kualitas hidup Abdi Dalem Punakawan yang didalamnya termasuk kebahagiaan, kedamaian, pemenuhan keinginan dan kepuasan hidup
(Ryff C. , 1991). Psychological Well-Being merujuk pada perasaan Abdi Dalem Punakawan mengenai aktivitas hidup sehari-hari.
Ryff mengembangkan konsep Psychological Well-Being dengan mengemukakan enam
dimensi, dimana setiap dimensinya mencerminkan perbedaan setiap individu didalam memenuhi tugas masa dewasanya. Dimensi pertama dalam Psychological Well-Being adalah
dimensi Penerimaan diri (Self-acceptance). Dimensi ini berbicara mengenai penerimaan individu pada dirinya dan juga pada kehidupannya di masa lalu. Abdi Dalem Punakawan yang memiliki nilai tinggi pada dimensi ini adalah Abdi Dalem Punakawan yang memiliki
kemampuan untuk memiliki sikap positif/evaluasi positif terhadap diri sendiri, kemampuan untuk mengakui dan menerima aspek positif maupun negatif diri sendiri, serta kemampuan
untuk mau menerima dan melihat masa lalunya sebagai hal positif. Sebagai contoh pada Abdi Dalem Punakawan yang pada saat sebelum menjadi Abdi Dalem memiliki pemaknaan
kepercayaan akan diri yang baik maka sesudah menjadi abdi dalem pun masih dapat memaknai kepercayaan dirinya dengan sama atau lebih baik.
Sedangkan Abdi Dalem Punakawan yang memiliki nilai rendah pada dimensi ini
adalah Abdi Dalem Punakawan yang merasa tidak puas kepada dirinya sendiri, merasa kecewa terhadap apa yang terjadi di masa lalu, merasa terganggu akan kualitas tertentu dari
16
Universitas Kristen Maranatha memiliki pemaknaan kepercayaan akan diri yang baik maka sesudah menjadi Abdi Dalem ia
memiliki suatu pemaknaan kepercayaan akan dirinya dengan derajat yang lebih rendah dari sebelumnya.
Dimensi kedua dalam Psychological Well-Being adalah dimensi Hubungan Positif
dengan Orang Lain (Postive Relations with Other). Dimensi ini berbicara mengenai bagaimana Abdi Dalem Punakawan dapat mempunyai hubungan hangat dengan orang lain.
Abdi Dalem Punakawan yang memiliki nilai tinggi pada dimensi ini adalah Abdi Dalem Punakawan yang memiliki kehangatan, kepuasan dan kepercayaan dalam berelasi dengan orang lain, kemampuan untuk peduli terhadap kesejahteraan orang lain, kemampuan untuk
merasakan empati yang mendalam, kasih sayang dan keintiman terhadap orang lain, dan kemampuan untuk memahami konsep memberi dan menerima dalam hubungan manusia.
Sebagai contohnya pada Abdi Dalem Punakawan yang masih mau bergaul luas dan atau mendalam, membangun dan memelihara hubungan yang baik dengan orang lain dari berbagai latar belakang sosial, ekonomi, ras dan agama di area lingkungan tinggalnya, kerja dan
bermasyarakat.
Sedangkan Abdi Dalem Punakawan yang memiliki nilai rendah pada dimensi ini
adalah Abdi Dalem Punakawan yang memiliki sedikit hubungan yang dekat, saling percaya terhadap orang lain; sulit untuk bersikap hangat, terbuka dan peduli terhadap orang lain; ada
ketertutupan dan rasa frustasi dalam relasi interpersonal; tidak bersedia berkompromi untuk mempertahankan ikatan penting dengan oran lain. Sebagai contohnya pada Abdi Dalem Punakawan yang enggan/sungkan untuk mau bergaul luas dan atau mendalam, membangun
dan memelihara hubungan yang baik dengan orang lain dari berbagai latar belakang sosial, ekonomi, ras dan agama di area lingkungan tinggalnya, kerja dan bermasyarakat.
17
Universitas Kristen Maranatha dalam menentukan arah sendiri, yang berarti mampu mengendalikan atau memengaruhi apa
yang terjadi pada dirinya (Ryff & Singer, 2003 dalam Hidalgo et al., 2010). Abdi Dalem Punakawan yang memiliki nilai tinggi pada dimensi ini adalah Abdi Dalem Punakawan yang memiliki kebebasan dan kemandirian dalam menentukan pilihan, mampu bertahan terhadap
tekanan sosial dengan berpikir dan bertindak dengan cara tertentu, memiliki kemampuan meregulasi perilaku diri, dan memiliki kemampuan mengevaluasi diri sesuai standar pribadi.
Sebagai contohnya pada Abdi Dalem Punakawan yang memiliki keyakinan diri untuk mau mempertimbangkan dan menentukan pilihan dan keputusan-keputusan di kehidupannya.
Sedangkan Abdi Dalem Punakawan yang memiliki nilai rendah pada dimensi ini
adalah Abdi Dalem Punakawan yang memiliki kekhawatiran tentang harapan dan evaluasi dari orang lain, bergantung pada penilaian orang lain untuk membuat keputusan penting, serta
dalam berpikir dan bertindak sesuai dengan tekanan sosial. Sebagai contohnya pada Abdi Dalem Punakawan yang tidak memiliki keyakinan diri untuk mau mempertimbangkan dan menentukan pilihan dan keputusan-keputusan di kehidupannya
Dimensi keempat dalam Psychological Well-Being adalah dimensi Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery). Dimensi ini merujuk pada kemampuan Abdi Dalem
Punakawan dalam memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi psikis dirinya, mampu berpartisipasi dalam aktivitas di luar diri, dan memanipulasi serta mengontrol
lingkungan sekitarnya yang kompleks (Ryff & Singer, 2003 dalam Hidalgo et al., 2010). Abdi Dalem Punakawan yang memiliki nilai tinggi pada dimensi ini adalah Abdi Dalem Punakawan yang mampu untuk menguasai dan mengelola lingkungan, mampu mengontrol
dan mengatur kegiatan eksternal, mampu untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang tersedia di sekitar, serta mampu memilih atau membuat konteks yang sesuai dengan
18
Universitas Kristen Maranatha guna mencukupi kebutuhan hidup keluarga sehari-harinya namun tetap dapat menjalankan
tugas sebagai Abdi Dalem dengan baik.
Sebaliknya Abdi Dalem Punakawan yang memiliki nilai rendah pada dimensi ini adalah Abdi Dalem Punakawan yang memiliki kesulitan dalam mengatur urusan sehari-hari,
merasa tidak mampu untuk mengubah atau memperbaiki situasi yang ada disekelilingnya, tidak sadar akan adanya kesempatan disekililingnya dan kurang mempunyai kontrol akan
dunia luar. Sebagai contohnya pada Abdi Dalem Punakawan yang memilih memiliki pekerjaan lain sebagai usaha untuk menambah pemasukan guna mencukupi kebutuhan hidup keluarga sehari-harinya tetapi menjadi tidak mampu dalam menjalankan peran ganda sebagai
pekerja Abdi Dalam dan pekerjaan pribadinya sekaligus.
Dimensi kelima dalam Psychological Well-Being adalah dimensi Tujuan Hidup
(Purpose in life). Dimensi ini berbicara mengenai kemampuan Abdi Dalem Punakawan untuk berfungsi secara positif yakni mempunyai tujuan, arah dan intense yang dapat mengarahkan Abdi Dalem Punakawan pada kebermaknaan hidup. Abdi Dalem Punakawan yang memiliki
nilai tinggi pada dimensi ini adalah Abdi Dalem Punakawan yang mempunyai tujuan dalam hidup dan dapat mengarahkan diri menuju tujuan, mampu merasakan adanya makna dari
kehidupan di masa lalu dan sekarang, dan berpegang pada keyakinan yang memberi tujuan hidup. Sebagai contohnya pada Abdi Dalem Punakawan yang telah memiliki tujuan untuk
menggamalkan waktu dan tenaganya dengan sukacita sebagai pengabdian kepada Sultan dan keluarga Sultan sebagai ucapan syukur dan rasa tunduk kepada Tuhan melalui wakilnya di bumi yakni Sultan.
Sebaliknya Abdi Dalem Punakawan yang memiliki nilai rendah pada dimensi ini adalah Abdi Dalem Punakawan yang tidak memiliki makna dalam hidupnya, mempunyai
19
Universitas Kristen Maranatha hidup. Sebagai contohnya pada Abdi Dalem Punakawan yang tidak memiliki tujuan mengenai
apa yang akan ia lakukan, merasa waktu dan tenaganya terbuang percuma untuk pengabdian kepada Sultan dan keluarga Sultan.
Dimensi keenam dalam Psychological Well-Being adalah dimensi Pertumbuhan
Pribadi (Personal growth). Dimensi ini berbicara mengenai kemampuan Abdi Dalem Punakawan untuk menyadari potensi dan talenta yang dimilikinya serta mengembangkan
sumber baru (Ryff & Singer, 2003 dalam Hidalgo et al., 2010). Abdi Dalem Punakawan yang memiliki nilai tinggi pada dimensi ini adalah Abdi Dalem Punakawan yang memiliki semangat untuk terus berkembang, mau melihat diri untuk terus tumbuh dan berkembang,
mau untuk terbuka terhadap pengalaman baru, memiliki kesadaran akan potensi pribadi, melihat peningkatan diri dan perilaku dari waktu ke waktu, serta terdapat perubahan yang
memperlihatkan adanya pengetahuan diri dan efektifitas yang lebih. Sebagai contohnya pada Abdi Dalem Punakawan yang bersedia selalu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang ia miliki dengan keinginan untuk belajar mengenai keahlian jenis tugas lain yang tidak
diembannya, mau terlibat aktif mengikuti pelatihan dan pengajaran yang diberikan di Keraton tentang agama dan kesenian tradisional.
Sebaliknya Abdi Dalem Punakawan yang memiliki nilai rendah pada dimensi ini merasakan stagnasi pribadi, kurang dapat memperbaiki atau mengembangkan diri dari waktu
ke waktu, merasa bosan dan tidak tertarik pada hidup, merasa tidak mampu untuk membangun sikap atau perilaku yang baru. Sebagai contohnya pada Abdi Dalem Punakawan yang tidak bersedia untuk belajar mengenai keahlian jenis tugas lain yang tidak diembannya,
tidak mau terlibat aktif mengikuti pelatihan dan pengajaran yang diberikan di Keraton tentang agama dan kesenian tradisional.
20
Universitas Kristen Maranatha kesejahteraan psikologi Abdi Dalem Punakawan. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah
faktor sosiodemografis (usia, jenis kelamin, status marital, status sosial ekonomi, dan budaya), faktor dukungan sosial dan faktor religiusitas. (Ryff C. , 1989) dan (Hidalgo et al.,2010).
(Ryff & Keyes, 1995) mengungkapkan bahwa faktor sosiodemografis seperti usia, jenis kelamin, status marital, status sosial ekonomi dan budaya dapat mempengaruhi profil
PWB individu. Berdasarkan hasil penelitian Ryff, dimensi penguasaan lingkungan (environtmental mastery) dan kemandirian (autonomy) akan mengalami peningkatan seiring bertambahnya usia. Semakin bertambah usia seorang Abdi Dalem Punakawan maka semakin
mengetahui kondisi yang terbaik bagi dirinya. Oleh karenanya, Abdi Dalem Punakawan tersebut semakin dapat pula mengatur lingkungannya dan mengendalikan dirinya sendiri
menjadi yang terbaik sesuai dengan keadaan dirinya. Kemudian dimensi lain yaitu pertumbuhan pribadi (personal growth) dan tujuan hidup (purpose in life) mengalami penurunan dari usia dewasa madya ke dewasa lanjut. Hal tersebut disebabkan karena
kesempatan untuk tumbuh, berkembang, dan merasakan pengalaman yang bermakna semakin terbatas diakibatkan bertambahnya usia (Ryff & Keyes, 1995). Sehingga pertumbuhan pribadi
(personal growth) dan tujuan hidup (purpose in life) pada Abdi Dalem Punakawan mengalami penurunan dari usia dewasa madya ke dewasa lanjut.
Pada perbedaan jenis kelamin, ditegaskan oleh Ryff & Keyes bahwa khususnya pada dimensi hubungan baik dengan orang lain (positive relations with other) perempuan mempunyai tingkat yang lebih tinggi dibandingkan pada pria. Menurut Ryff & Keyes, hal ini
disebabkan karena perempuan dalam menjalin relasi dengan sistem sosial dapat menjadi lebih akrab dibandingkan dengan pria yang lebih terpengaruhi oleh lingkungan profesional mereka
21
Universitas Kristen Maranatha Dalem Punakawan perempuan mempunyai tingkat yang lebih daripada Abdi Dalem
Punakawan pria.
Pada status marital, menurut hasil studi Escriba & Tenias (2004) dalam (Hidalgo et al., 2010) mengatakan bahwa menjalin hubungan yang baik dengan pasangan akan memengaruhi
Psychological Well-Being. Menurut (Glenn & Weaver, 1979) pernikahan memiliki korelasi
yang besar dengan kebahagiaan dan well-being individu. Individu yang sudah menikah dan
memiliki hubungan yang baik dengan pasangannya akan lebih bahagia, memiliki kesehatan fisik dan mental yang lebih baik daripada individu yang belum menikah, janda, duda ataupun bahkan yang berada dalam hubungan pernikahan yang kurang baik.
Mengenai faktor budaya, Ryff & Keyes menyatakan bahwa ada kecenderungan pada masyarakat yang menganut sistem nilai individualistik akan memiliki nilai tinggi dalam
dimensi penerimaan diri (self-acceptance) dan kemandirian (autonomy), sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kolektivistik akan tinggi dalam dimensi menjalin hubungan baik dengan orang lain (positive relations with other). Sehingga pada Abdi Dalem
Punakawan, dengan latar belakang budaya Jawa yang kolektivistik akan ditemukan nilai yang tinggi dalam dimensi menjalin hubungan baik dengan orang lain (positive relation with
other).
Lebih lanjut menurut Ryff & Keyes, status sosial ekonomi turut mempengaruhi
pertumbuhan PWB yakni dalam dimensi penerimaan diri (self-acceptance), tujuan hidup (purpose in life), penguasaan lingkungan (environmental mastery) serta pertumbuhan pribadi (personal growth). Hal ini ditunjang dengan penelitian Marmot yang menunjukkan bahwa
individu yang berada di tingkat status sosial ekonomi rendah tidak hanya rentan terhadap penyakit dan ketidakmampuan, namun juga kurang mempunyai kesempatan dalam
22
Universitas Kristen Maranatha Pada faktor dukungan sosial menurut (Sarafino, 1990), terdapat hubungan yang
signifikan antara interaksi sosial dengan well-being. Sehingga pada Abdi Dalem Punakawan yang memiliki jaringan sosial, aktivitas sosial, organisasi, dan kontak sosial yang lebih baik kualitas dan kuatitasnya memungkinkan lebih tingginya derajat PWB. Pada faktor religiusitas
(Ellison, 1991) terdapat hubungan antara ketaatan beragama (religiosity) dengan
Psychological Well-Being. Hal ini ditunjang dengan penelitian (Koenig, Kvale, & Ferrel,
23
Secara skematis uraian di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
Bagan 1.1 Skema Kerangka Pikir
1.6 Asumsi Penelitian
Abdi Dalem Punakawan memiliki Psychological Well-Being yang terdiri dari enam dimesi,
yaitu; penerimaan diri (self acceptance), hubungan positif dengan orang lain (positive
relation with others), kemandirian (autonomy), penguasaan lingkungan (environmental
mastery), tujuan hidup (purpose in life), dan pertumbuhan pribadi (personal growth)
Dimensi-dimensi Psychological Well-Being pada Abdi Dalem Punakawan dapat
105 Universitas Kristen Maranatha
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini akan di paparkan kesimpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan pada bab IV.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan dan pembahasan data yang diperoleh mengenai
Psychological Well-Being pada Abdi Dalem Punakawan di Keraton Kasultanan Yogyakarta,
dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Abdi Dalem Punakawan di Keraton Kasultanan Yogyakarta memiliki kesamaan gambaran
dinamika Psychological Well-Being yang baik pada dimensi Self Acceptance, Positive
Relation with Others dan Purpose in Life. Abdi Dalem Punakawan di Keraton Kasultanan
Yogyakarta dapat menerima keadaan dirinya serta juga pengalaman kehidupannya di masa
lalu; dapat memiliki hubungan yang hangat dengan orang lain; dan juga dapat mempunyai tujuan, arah serta keyakinan yang mengarahkannya pada kebermaknaan hidup.
2. Abdi Dalem Punakawan di Keraton Kasultanan Yogyakarta, memiliki gambaran dinamika yang paling jelas terlihat dalam dimensi Purpose in Life yakni pada kemampuannya untuk
mengevaluasi hidupnya dan mempersepsi dirinya untuk dapat memiliki tujuan hidup dan dapat mengarahkan diri menuju tujuan; mampu merasakan adanya makna dari kehidupan di masa lalu dan sekarang dan berpegang pada keyakinan yang memberi tujuan hidup
3. Faktor sosiodemografi secara khusus budaya dan usia, berperan dalam mempengaruhi keadaan Psychological Well-Being pada Abdi Dalem Punakawan di Keraton Kasultanan
106
Universitas Kristen Maranatha
Psychological Well-Being . Perbedaan tahapan perkembangan responden yang berada pada
usia dewasa madya dan lansia juga mempengaruhi gambaran Psychological Well-Being khususnya dalam dimensi Personal Growth. Faktor religiusitas tergambar secara khusus pada dimensi Purpose in Life di mana bentuk penghayatan mengenai tujuan hidup Abdi
Dalem Punakawan di Keraton Kasultanan Yogyakarta sebagian besar mengacu pada relasi personal pada Tuhan yang dipercayainya.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Teoritis
1. Bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian serupa, agar dapat memilih responden yang lebih sesuai dengan kriteria penelitian.
5.2.2 Saran Praktis
1. Kepada Keraton Kasultanan Yogyakarta untuk lebih dapat memfasilitasi Abdi Dalem Punakawan di Keraton Kasultanan Yogyakarta dengan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada pembangunan karakter dan pemahaman peran, melihat Abdi Dalem Punakawan di
107 Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR PUSTAKA
Bahar, S. d. (1995). Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Jakarta:
Sekretariat Negara Republik Indonesia.
Chatters, L., Levin, J., & Taylor, R. (1994). Religious Involvement Among Older African Americans. Religious in anging and health : Theoretical Foundations and
Methodological Frontiers, 196-230.
Ellison, C. G. (1991). Religious Involvement and Subjective Well-Being. Journal of Health
and Social Behavior, 80-99.
Flannelly, K. J., Koenig, H. G., Ellison, C. G., Galek, K., & & Krause, N. (2006). Belief in life after death and mental health: Findings from a national survey. Journal of Nervous
and Mental Disease 194 (7), 524-529.
Glenn, N. D., & Weaver, C. N. (1979). A Note on Family Situation and Global Happiness.
Social Forces , 960–967.
Hidalgo, J. L., Brvo, B., Martinez, I., Pretel, F., Postigo, J., & Rabadan, F. (2010). Psychological Well-Being, Assessment Tools and Related Factors. Psychological
Well-Being, 77-113.
House, J. (1988). Structures and Processes of Social Support. Annanual Review of Sociology, 293-318.
Jb, Masroer Ch. 2004. The History of Java, Sejarah Perjumpaan Agama-Agama di Jawa. Yogyakarta : Ar.RuzzMedia
Jonge, J. d., Dormann, C., Janssen, P. P., Dollard, M. F., Landeweerd, J. A., & Nijhuis, F. J. (2001). Testing Reciprocal Relationship Between Job Cahracterisic and Psychological Well-Being : A Cross-Lagged Structural Equation Model. Journal of Occupational
and Organizational Psychology, 29-46.
Kerlinger. (2000). Asas-Asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Keyes, C. L., Shmotkin, D., & & Ryff, C. (2002). Optimizing well-being: The Empirical Encounter of Two Tradition. Journal of Personality and Social Psychology, 1007-1022.
Kim, J., & Nesselroade, J. (2003). Relationship Among Social Support, Self Concept, and Wellbeing of Older Adults. International Journal of Behavioral Development, 49-65. Koenig, H., Kvale, J., & Ferrel, C. (1988). Religion and well-being in later life. The
108
Universitas Kristen Maranatha Kumar, R. (1999). Research Methodology : A Step-by-step Beginners. London: Sage
Publications.
Marmot, Fuhrer, Ettner, Marks, Bumpass, & Ryff. (1998). Contribution of Psychososial Factors to Socioeconomic Differences in Health. Milbank Quarterly (76)3, 403-448. Novitasari, Ingga. 2008. Studi Eksplorasi terhadap Kepuasan Kerja Abdi Dalem Keraton
kasultanan yogyakarta. Naskah Publikasi. Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia
Papalia, D. E., & Feldman, R. D. (2014). Menyelami Perkembangan Manusia, Experience
Human Development. Jakarta: Salemba Humanika.
Ryff, C. (1989). Happiness Is Everything, Or Is It? Explorations On The Meaning Of Psychological Well-Being. Journal of Personality and Social Psychology, vol.57.
No.6, 1069-1081.
Sudaryanto, A. (2008). Hak dan Kewajiban Abdi Dalam Pemerintahan Kraton Yogyakarta.
Jurnal Berkala FH UGM. Mimbarr Hukum Volume 20 no 1, 163-177.
Sudjana. (1984). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Suryabrata, S. (2004). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Weiten, W., & Lloyd, M. (2003). Psychology Applied to Modern Life Adjustment in the 21st
Century (7th Ed). Canada: Thomas Learning Inc.
Yuliana. 2012. Studi Kasus Mengenai Psychological Well-Being Pada Satu Orang Pasien
Kanker Serviks Stadium Lanjut Di RSUP. Hassan Sadikin Bandung. Skripsi. Bandung
109 Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR RUJUKAN
Atmasari, N. (2013). Ini Daftar Upah Minimum Kabupaten/Kota di DIY. Retrieved November 19, 2014, from harianjogja: http://www.harianjogja.com/baca/2013/11/14/umk-2014-ini-daftar-upah-minimum-kabupatenkota-di-diy-465297/, diakses 19 November 2014) Phia, Silvia. 2010. Apa sih jenis tugas Abdi Dalem pada masa pemerintahan Sultan
Hamengkubuwono IX?